24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan telah mengalami pergeseran paradigma sejalan dengan perkembangan zaman. Dahulu upaya kuratif dan rehabilitatif menjadi andalan dalam mengatasi masalah kesehatan. Biaya yang terlalu tinggi menyebabkan pengkajian ulang terhadap upaya pelayanan kesehatan yang berfokus pada kuratif dan rehabilitatif (Vincent et al., 2007). Di masa sekarang, paradigma promotif serta preventif mulai mengemuka. Pada konggres promosi kesehatan dunia di Nairobi tahun 2009, terdapat kesepakatan negara-negara peserta untuk mengarusutamakan promotif dalam upaya kesehatan. Hal ini menjadikan semua anggota masyarakat, terutama tenaga kesehatan termasuk apoteker, harus memprioritaskan upaya-upaya promotif dalam layanannya (Catford, 2010). Studi systematic review menyebutkan berbagai hal yang positif ikut berkontribusi untuk meningkatkan peran dibidang kesehatan masyarakat oleh apoteker (Eades et al., 2011). Penilaian masyarakat dan pasien terhadap peran apoteker dalam kesehatan masyarakat cukup positif. Masyarakat menganggap apoteker mampu melakukan promosi kesehatan untuk mereka dan apoteker adalah salah satu tenaga kesehatan yang mudah ditemui dan memberikan konsultasi kesehatan. Apoteker bisa menerima peran barunya tersebut sejalan dengan tanggung jawab profesinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

  • Upload
    vukhanh

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya kesehatan telah mengalami pergeseran paradigma sejalan dengan

perkembangan zaman. Dahulu upaya kuratif dan rehabilitatif menjadi andalan

dalam mengatasi masalah kesehatan. Biaya yang terlalu tinggi menyebabkan

pengkajian ulang terhadap upaya pelayanan kesehatan yang berfokus pada kuratif

dan rehabilitatif (Vincent et al., 2007). Di masa sekarang, paradigma promotif

serta preventif mulai mengemuka. Pada konggres promosi kesehatan dunia di

Nairobi tahun 2009, terdapat kesepakatan negara-negara peserta untuk

mengarusutamakan promotif dalam upaya kesehatan. Hal ini menjadikan semua

anggota masyarakat, terutama tenaga kesehatan termasuk apoteker, harus

memprioritaskan upaya-upaya promotif dalam layanannya (Catford, 2010). Studi

systematic review menyebutkan berbagai hal yang positif ikut berkontribusi untuk

meningkatkan peran dibidang kesehatan masyarakat oleh apoteker (Eades et al.,

2011).

Penilaian masyarakat dan pasien terhadap peran apoteker dalam kesehatan

masyarakat cukup positif. Masyarakat menganggap apoteker mampu melakukan

promosi kesehatan untuk mereka dan apoteker adalah salah satu tenaga kesehatan

yang mudah ditemui dan memberikan konsultasi kesehatan. Apoteker bisa

menerima peran barunya tersebut sejalan dengan tanggung jawab profesinya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

2

sebagai bagian dari tim perawatan kesehatan. Kesuksesan perubahan pandangan

masyarakat terhadap apoteker dalam hal ini akan membutuhkan peran apoteker

untuk proaktif dalam menawarkan layanan kesehatan masyarakat (Kristina, 2014;

Anderson, 2002). Ikatan Apoteker Indonesia memberikan perhatian terhadap

peran apoteker dalam promosi kesehatan. Salah satu hal yang disebutkan dalam

standar kompetensinya adalah apoteker harus mampu berkontribusi dalam upaya

promotif dan preventif kesehatan masyarakat . Unjuk kerjanya meliputi kolaborasi

dengan tenaga kesehatan lain, mampu merumuskan program promosi kesehatan,

dan menjelaskan kejadian penyakit kepada masyarakat. Hal-hal tersebut

merupakan panduan apoteker untuk mengaplikasikan praktik promosi kesehatan

di masyarakat (Indonesian Pharmacists Association, 2011).

Pendidikan promosi kesehatan telah dimulai ketika apoteker menempuh

studi di kampus. Pengenalan program promosi kesehatan di kampus terbukti

mampu meningkatkan kesadaran apoteker bahwa ekspansi peran ke arah promosi

kesehatan penting dilakukan (Globe et al., 2004). Di negara berkembang, peran

ini dirasa masih sangat potensial dikembangkan karena masih banyak apoteker

yang berpersepsi peran ini milik tenaga kesehatan lain. Thailand telah

memperkenalkan program promosi kesehatan dalam kurikulum PharmD, dan

terbukti efektif meningkatkan kemampuan komunikasi dan praktik mahasiswa di

tempat magang (Sookaneknum et al., 2009). Mahasiswa farmasi di kawasan Asia

Tenggara menunjukkan minat yang positif dengan menjadi relawan dalam

program pemeriksaan kesehatan sebagai bagian pembelajaran promosi kesehatan.

Kegiatan ini meningkatkan kemampuan interaksi dengan masyarakat,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

3

keterampilan klinis dan non klinis serta kerja sama dengan tenaga kesehatan lain

(Saleem et al., 2014). Kristina et al., (2014) melakukan program pendidikan

tembakau untuk mahasiswa farmasi di Indonesia, yang hasilnya adalah

peningkatan yang signifikan terkait dengan pengetahuan, persepsi terhadap peran

mahasiswa dan kepercayaan diri untuk melakukan konseling berhenti merokok.

Hal ini menunjukkan bahwa praktik promosi kesehatan oleh apoteker sangat

mungkin dilakukan jika tingkat pendidikan atau pengetahuan apoteker dapat

ditingkatkan.

Apoteker banyak berperan dalam program penghentian merokok,

manajemen kolesterol, diabetes, kontrasepsi darurat, imunisasi flu dan

penyalahgunaan obat. Program yang berhubungan dengan pencegahan penyakit

kardiovaskuler, hipertensi, kesehatan seksual, manajemen berat badan, promosi

penggunaan asam folat, osteoporosis juga dilakukan oleh apoteker di banyak

negara (Lalibert et al., 2012). Peran apoteker komunitas dalam mempromosikan

hidup sehat terlihat dalam praktik-praktik penghentian merokok, kontrol konsumsi

alkohol, konsumsi nutrisi sehat dan peningkatan aktivitas fisik (Eades et al. 2011).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

4

Apoteker berpersepsi bahwa mereka mempunyai peranan yang penting

dalam promosi kesehatan maupun pencegahan penyakit. Namun, ada beberapa

faktor yang diidentifikasi sebagai faktor penghambat keterlibatan mereka.

Kurangnya waktu maupun tenaga menyebabkan menurunnya frekuensi kontak

pasien dengan apoteker. Koordinasi yang kurang dengan tenaga medis lainnya

menjadikan kurang efektifnya pesan-pesan kesehatan untuk pasien. Pengetahuan

dan keterampilan yang rendah menyebabkan pasien tidak tertarik meminta saran

kesehatan dari apoteker (Hassali, 2011). Tidak adanya tempat yang memadai

untuk konseling dan kurangnya kompensasi bagi apoteker juga menyebabkan

menurunnya kemauan apoteker untuk berkontribusi memberi saran kesehatan bagi

pasien (Awad dan Abahussain, 2010).

Menurut sosial cognitive theory, self-efficacy dan pengetahuan dapat

memengaruhi kebiasaan seseorang. Individu yang memiliki kepercayaan diri tidak

ragu-ragu dalam melakukan suatu hal dan dapat membantu idividu untuk

menangani masalah atau tugas yang sedang dihadapinya (Preston, 2001). Rasa

percaya diri yang dimiliki ini membuat individu yakin bahwa dirinya mampu

untuk melakukan apa yang diinginkan, direncanakan, dan diharapkan dalam

kehidupan (Davies, 2004).

Namun, sampai saat ini belum pernah dilakukan evaluasi tentang promosi

kesehatan oleh apoteker yang meliputi pengetahuan, persepsi peran, persepsi

barrier, dan self-efficacy praktik promosi kesehatan oleh apoteker di Daerah

Istimewa Yogyakarta, dan jenis praktik promosi kesehatan seperti apa yang sudah

diinisiasi oleh apoteker di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu,

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

5

diperlukan penelitian ini untuk mengetahui gambaran dari pengetahuan, persepsi

peran, persepsi barrier, dan self-efficacy apoteker di Daerah Istimewa Yogyakarta

sehingga dapat menjadi sumber informasi dan gambaran dalam meningkatkan

praktik promosi kesehatan oleh apoteker di DIY.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran pengetahuan, persepsi peran, persepsi barrier, dan self-

efficacy dalam pelayanan promosi kesehatan apoteker di Apotek dan

Puskesmas wilayah DIY?

2. Bagaimana hubungan antara pengetahuan, persepsi peran, persepsi barrier,

dan self-efficacy dengan pelaksanaan praktik promosi kesehatan oleh apoteker

di Apotek dan Puskesmas wilayah DIY?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan praktik

promosi kesehatan di farmasi komunitas dan memberikan rekomendasi untuk

pengatasan permasalahan tersebut. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah

untuk mengetahui:

1. Gambaran pengetahuan, persepsi peran, persepsi barrier, dan self-efficacy

dalam pelayanan promosi kesehatan apoteker di Apotek dan Puskesmas

wilayah DIY.

2. Hubungan antara pengetahuan, persepsi peran, persepsi barrier, dan self-

efficacy dengan pelaksanaan praktik promosi kesehatan oleh apoteker di

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

6

Apotek dan Puskesmas wilayah DIY.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan data ilmiah yang dapat

digunakan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara pengetahuan,

persepsi peran, persepsi barrier, dan self-efficacy dalam pelayanan promosi

kesehatan di Apotek dan Puskesmas wilayah DIY serta dapat mengevaluasi

pelaksanaan praktik promosi kesehatan oleh apoteker di Apotek dan Puskesmas

wilayah DIY.

E. Tinjauan Pustaka

1. Promosi Kesehatan

Piagam Ottawa untuk promosi kesehatan menyebutkan bahwa promosi

kesehatan merupakan proses untuk memampukan masyarakat dalam

meningkatkan kontrol diri dan kesehatan mereka. Kata kuncinya adalah ‘proses’

untuk memampukan dan memberdayakan masyarakat, jika tidak ada upaya untuk

memampukan maupun memberdayakan masyarakat, maka tidak bisa disebut

sebagai promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan proses memampukan

individu dalam mengontrol faktor-faktor penentu kesehatan untuk meningkatkan

kesehatannya (Keleher et al., 2007).

Tones dan Green (2004) mengatakan bahwa promosi kesehatan merupakan

semua aktivitas yang dilakukan untuk mencegah penyakit atau memburuknya

kesehatan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal yang dilakukan

termasuk upaya untuk mengatasi perubahan lingkungan maupun sosial yang

berpengaruh terhadap kesehatan melalui kebijakan kesehatan masyarakat.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

7

Promosi kesehatan bisa dirumuskan sebagai hasil kali antara pendidikan

kesehatan dengan kebijakan kesehatan masyarakat.

Carter dan Slack (2010) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai aksi

yang memengaruhi satu atau lebih dari faktor penentu kesehatan yang

memungkinkan orang untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan fisik, mental,

sosial dan kesejahteraannya. Promosi kesehatan lebih menfokuskan pada menjaga

dan meningkatkan derajat kesejahteraan daripada mengembalikan kesehatan

akibat dari sakit atau kecelakaan. Strategi promosi kesehatan yang digunakan

adalah:

a. Menyediakan informasi bagi masyarakat untuk lebih mendorong perilaku

hidup sehat dan menjauhi perilaku yang menimbulkan risiko kesehatan.

b. Menciptakan lingkungan yang mendukung hubungan positif ke arah

kesehatan antar manusia dan lingkungan.

c. Menyediakan informasi yang berhubungan dengan promosi kesehatan dan

di saat yang bersamaan memodifikasi lingkungan untuk mendukung

perilaku hidup sehat.

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23/1992, visi dari promosi

kesehatan adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, maupun sosialnya, sehingga

produktif secara ekonomi maupun sosial. Demi tercapainya visi tersebut, promosi

kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani

(mediate), dan memampukan (enable).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

8

Sasaran promosi kesehatan berdasarkan pentahapan upaya dibagi dalam tiga

kelompok (Notoatmodjo, 2007), yang meliputi:

a. Sasaran primer (primary target)

Sasaran utama dalam promosi kesehatan adalah masyarakat umum.

Upaya promosi yang dilakukan terhadap sasaran utama sejalan dengan

strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment).

b. Sasaran sekunder (secondary target)

Sasaran sekunder terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh

adat, dan sebagainya. Penyebutan sasaran sekunder dikarenakan dengan

diberikannya pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan

untuk selanjutnya dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada

masyarakat di sekitarnya. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan

kepada kelompok ini sejalan dengan strategi dukungan sosial (sosial

support).

c. Sasaran tersier (tertiary target)

Sasaran tersier dalam upaya promosi kesehatan adalah para pembuat

keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun daerah.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh kelompok tersier akan berdampak

terhadap masyarakat umum dan tokoh masyarakat. Upaya ini sejalan

dengan strategi advokasi (advocacy).

Promosi kesehatan bisa memberikan pengaruh dalam menurunkan penyakit

yang berhubungan dengan gaya hidup seperti diabetes dan penyakit yang dipicu

karena tembakau. Kesenjangan dalam sistem kesehatan terlihat dengan masih

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

9

tingginya beban kematian ibu hamil yang bisa diperjuangkan perbaikannya

dengan promosi kesehatan lewat advokasi sistem pelayanan kesehatan (WHO,

2009).

2. Praktik promosi kesehatan oleh apoteker

a) Definisi Apoteker

Menurut Permenkes nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Kefarmasian di

Rumah Sakit, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker

dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

b) Tugas Apoteker

Tugas apoteker adalah melakukan pekerjaan kefarmasian yang meliputi

pembuatan, termasuk pengendalian mutu, sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,

serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian

yang dilakukan apoteker adalah pelayanan langsung yang bertanggung jawab

kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud untuk

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan

tersebut dapat dilakukan di apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,

klinik dan praktik bersama (Kemenkumham RI, 2009).

Perkembangan dunia kefarmasian menyebabkan apoteker sekarang

mengubah orentasinya. Dahulu apoteker dikenal sebagai ahli pembuat dan peracik

obat, sejak era revolusi industri peran tersebut semakin terkikis. Kegiatan

pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

10

sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Depkes RI, 2007). Konsep nine star of

pharmacist yang diperkenalkan oleh WHO kemudian dijadikan salah satu

kebijakan untuk apoteker oleh FIP dalam Good Pharmacy Practice. Konsep ini

memandang apoteker sebagai care giver, decision maker, communicator, leader,

manager, life long learner, teacher, researcher, and entrepreneur. Harapannya,

dengan konsep ini apoteker akan semakin dekat dan bermanfaat bagi pasien (Sam

dan Parasuraman, 2015).

c) Praktik Promosi Kesehatan oleh Apoteker

Apotek merupakan lokasi yang ideal untuk kegiatan promosi kesehatan.

Posisi apotek yang strategis menyebabkan masyarakat bisa mengunjungi dengan

mudah. Apoteker penanggungjawabnya dipercaya sebagai seorang ahli dalam

masalah obat dan mempunyai hubungan yang erat dengan pasien. Apoteker juga

dihormati dalam strata masyarakat sebagai pemberi layanan kesehatan profesional

yang terpercaya (Carter and Slack, 2010).

Menurut Anderson (2007), sejarah keterlibatan apoteker komunitas

berpraktik kesehatan masyarakat dipicu oleh revolusi dunia pengobatan di tahun

1950 – 1960 ketika peran apoteker dalam meracik dan menyiapkan obat diambil

alih oleh mesin dan industri yang menyebabkan apoteker kehilangan peran dalam

pelayanan kesehatan. Apoteker mulai menemukan jati diri sebagai tenaga

kesehatan melalui pelayanan kefarmasian yang menghendaki fungsi utama

apoteker lebih berorientasi kepada pasien daripada obat. Peran layanan

kefarmasian ini dirangkai dengan praktik promosi kesehatan yang semakin

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

11

menguatkan fungsi pelayanan apoteker untuk kesehatan masyarakat. Hal ini

menjadikan dobrakan yang mengharuskan apoteker komunitas berpraktik

kesehatan masyarakat dan hal ini mulai menular ke negara-negara maju serta

beberapa negara berkembang di dunia.

Anderson (2000) menyampaikan bahwa di Inggris apotek telah menjadi

tempat favorit untuk promosi kesehatan. Lokasi yang mudah diakses, jam praktik

apoteker yang panjang dan tanpa membuat janji jika bertemu, kunjungan yang

tinggi dari masyarakat, baik sehat maupun sakit, membuat masyarakat tertarik

memanfaatkan layanan kesehatan apoteker. Kurikulum tentang promosi kesehatan

pun sudah dimasukkan dalam pendidikan sarjana maupun pascasarjana untuk

apoteker. Leaflet menjadi media paling umum yang digunakan dalam mengirim

pesan-pesan kesehatan. Masyarakat yang diberi leaflet kesehatan dan ditawarkan

konseling oleh apoteker rata-rata tertarik dan merasa puas terhadap layanan

konseling yang diberikan.

Laliberte (2012) mengungkapkan bahwa sejalan dengan fungsi apoteker

komunitas sebagai pemberi pelayanan kesehatan, mereka bisa menerima untuk

melakukan praktik kesehatan masyarakat. Praktik yang bisa dilakukan apoteker

adalah penghentian merokok, skrining hipertensi, lipidemia, gula darah dan

kesehatan. Eades (2011) menambahkan bahwa kebanyakan apoteker melihat

layanan kesehatan masyarakat sebagai hal yang penting dan termasuk bagian dari

peran sekunder mereka setelah berbagai masalah berkenaan dengan obat.

Studi tentang kegiatan kesehatan oleh apoteker di Asia dilakukan oleh

Awad (2010). Beberapa temuan yang mengemuka adalah bahwa pasien rata-rata

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

12

mencari saran ke apoteker mengenai penggunaan obat dan sedikit sekali yang

meminta saran mengenai kesehatan maupun perubahan perilaku menuju sehat.

3. Self-Administered Questionnaire

Self-administered questionnaire adalah salah satu metode pengumpulan

data yang dilakukan dalam penelitian yang berarti data yang diperoleh

berdasarkan dari penilaian responden sendiri tanpa intervensi dari interviewer

(Gower dan Palleta, 1997). Metode lain yang dapat dilakukan adalah face to face

(personal) interview, dan telephone interview. Masing-masing metode memiliki

kelemahan dan kelebihan. Kelebihan metode self-administrated questionnaire

adalah biaya yang dibutuhkan lebih murah, sedangkan kelemahannya adalah

respon rate yang didapatkan lebih rendah daripada metode interview (Gower dan

Palleta, 1997). Kelebihan lain dari metode self-administered questionnaire adalah

metode pengumpulan data ini dapat digunakan untuk memperoleh jawaban dari

responden yang sensitif terhadap berbagai macam pertanyaan, responden tidak

perlu malu pada interviewer karena pertanyaan tidak ditanyakan secara face to

face dan dapat digunakan untuk mengumpulkan banyak data dalam waktu yang

bersamaan sehingga sangat bermanfaat untuk penelitian yang menggunakan

responden dalam jumlah besar (Rossi et al., 2013).

Self-administered questionnaire yang digunakan pada penelitian ini memiliki

domain pengetahuan, persepsi peran, persepsi barrier, self-efficacy dalam

pelayanan promosi kesehatan, dan praktik promosi kesehatan oleh apoteker.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

13

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui

panca indera manusia, yaitu indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). Menurut

Notoatmodjo (2003), ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif,

yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis

(analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

2) Sikap dan Perilaku

a. Sikap

Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup terhadap suatu objek dan

tidak dapat langsung dilihat. Sikap menunjukkan suatu konotasi adanya

kesesuaian antara reaksi dan stimulus yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan

suatu perilaku atau tingkah laku (Notoatmodjo, 2014). Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Maseda, Suba, & Wongkar, (2013) didapatkan

bahwa sikap memengaruhi perilaku seseorang.

Menurut Allport (1954), terdapat tiga komponen pokok dalam menjelaskan

suatu sikap yaitu kepercayaan (keyakinan), kehidupan emosional (evaluasi

terhadap suatu objek), dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini

secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Beberapa tingkatan sikap di

antaranya adalah:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

14

1) Menerima, seseorang mau dan memperhatikan stimulus yang

diperhatikan (objek).

2) Merespon, memberikan jawaban ketika ditanya dan mengerjakan atau

menyelesaikan tugas yang diberikan.

3) Menghargai, indikasi dari tingkatan ini yaitu ketika seseorang mengajak

orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu objek.

4) Bertanggung jawab, menanggung atas segala sesuatu yang telah

dikerjakan.

b. Perilaku

Perilaku merupakan aksi individu terhadap reaksi hubungan dengan

lingkungannya. Perilaku tercipta karena ada rangsangan untuk menimbulkan

reaksi. Berdasarkan hasil penelitian Nasution (2007), perilaku merokok seseorang

dipengaruhi oleh faktor psikologis dan stress semakin banyak rokok yang

dikonsumsi. Dengan kata lain, perilaku merupakan tindakan atau aktivitas dari

manusia sendiri seperti berbicara, menangis, tertawa, bekerja, dan sebagainya.

Perilaku manusia merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung maupun tidak (Machfoedz & Suryani, 2008).

1) Teori pembentukan perilaku

Sebagian besar perilaku manusia dapat dibentuk dan dipelajari. Beberapa

teori pembentukan perilaku diantaranya adalah :

a) Cara pembentukan perilaku dengan conditioning atau kebiasaan

Membiasakan diri untuk melakukan sesuatu yang diharapkan akan

membentuk suatu perilaku tersebut. Pembiasaan tersebut

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

15

dicontohkan seperti pembiasaan untuk bangun pagi, tidak terlambat

masuk kantor, dan mengucapkan terima kasih (Notoatmodjo 2003

cit. Machfoedz & Suryani, 2008).

b) Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Pembentukan perilaku didasarkan pada teori belajar kognitif, yaitu

bahwa dalam belajar yang dipentngkan adalah latihan, dalam

eksperimen Kohler dalam belajar yang penting adalah pengertian

atau insight.

c) Pembentukan perilaku dengan menggunakan model

Teori belajar sosial (Sosial learning theory) atau (Observational

learning theory) oleh Bandura tahun 1977 merupakan dasar dari

pembentukan perilaku. Pemimpin yang dijadikan model atau

panutan oleh pengikutnya merupakan contoh dari teori ini.

2) Teori Lawrence Green

Berdasarkan teori Lawrence Green, kesehatan seseorang dipengaruhi

oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku di luar perilaku. Faktor

perilaku dari tiga faktor, yaitu:

1) Faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan nilai-nilai, dan sebagainya.

2) Faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia

atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

16

3) Faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi

dari perilaku masyarakat.

3) Barrier atau Hambatan

Hambatan didefinisikan sebagai faktor-faktor yang membuat seseorang

tidak dapat memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan sebelum layanan

apapun diberikan atau dibutuhkan, dalam rangka usaha penyediaan yang

sesungguhnya atau pelayanan follow up jangka panjang. Suatu hambatan akan

membatasi penggunaan dari pelayanan kesehatan. Hambatan dapat dijumpai baik

pada level pasien, penyedia layanan, maupun sistem kesehatan yang bervariasi

tergantung pada karakteristik setiap daerah (Scheppers et al., 2006).

Ada beberapa faktor yang diidentifikasi sebagai faktor penghambat

keterlibatan apoteker dalam program promosi kesehatan. Kurangnya waktu

maupun tenaga menyebabkan menurunnya frekuensi kontak pasien dengan

apoteker. Koordinasi yang kurang dengan tenaga medis lainnya menjadikan

kurang efektifnya pesan-pesan kesehatan untuk pasien. Pengetahuan dan

keterampilan yang rendah menyebabkan pasien tidak tertarik meminta saran

kesehatan dari apoteker (Hassali, 2011). Tidak adanya tempat yang memadai

untuk konseling dan kurangnya kompensasi bagi apoteker juga menyebabkan

menurunnya kemauan apoteker untuk berkontribusi memberi saran kesehatan bagi

pasien (Awad dan Abahussain, 2010).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

17

4) Kepercayaan diri (Self-Efficacy)

a. Pengertian kepercaayan diri

Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang

bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh hal

seperti yang diharapkan. Kepercayaan diri ditunjukkan pada suatu keyakinan

bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan harapannya (Bandura,

1977). Keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri tersebut merupakan sebuah

kunci untuk menuju kesuksesan (Bebabou dan Tirole, 2002). Individu yang

memiliki kepercayaan diri tidak ragu-ragu dalam melakukan suatu hal dan dapat

membantu idividu untuk menangani masalah atau tugas yang sedang dihadapinya

(Preston, 2001). Rasa percaya diri yang dimiliki ini membuat individu yakin

bahwa dirinya mampu untuk melakukan apa yang diinginkan, direncanakan, dan

diharapkan dalam kehidupan (Davies, 2004). Kepercayaan diri memengaruhi

individu dalam pekerjaan, tugas akademik, kehidupan keluarga dan hubungan

sosial. Gulford (1959) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan ciri

kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuannya sendiri.

Menurut Fatimah (2006) kepercayaan diri adalah suatu sikap positif

individu yang yakin akan kemampuan dirinya untuk mengembangkan penilaian

positif,baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang

diharapinya. Keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki

sehingga membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di

dalam hidupnya. Jadi, individu yang percaya diri memiliki rasa optimis dengan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

18

kelebihan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Kepercayaan diri merupakan sebuah keyakinan akan keberanian yang

dimiliki individu untuk menghadapi tantangan karena dapat memberi suatu

kesadaran bahwa belajar dari pengalaman jauh lebih penting daripada

keberhasilan atau kegagalan. Oleh karena itu individu tidak mudah terpengaruh

dengan orang lain (Lauster, 1978).

Berdasarkan uraian di atas maka, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan

diri adalah suatu perasaan positif yang ada dalam diri individu berupa keyakinan

terhadap kemampuan dan potensi yang dimiliki, keberanian menghadapi

tantangan dan mampu merubah kelemahan menjadi sebuah motivasi, sehingga

individu merasa mampu mencapai tujuan seperti yang telah di rencanakan dan

diharapkan, dan dapat menghadapi segala situasi dengan tenang.

b. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan kepercayaan diri

a) Faktor-faktor yang memengaruhi dari dalam individu meliputi :

1) Harga diri

Hurlock (1978) mengemukakan bahwa individu yang mengevaluasi diri

sendiri dan mampu menerima keadaan dirinya sendiri akan menciptakan rasa

kepercayaan diri dan harga diri. Individu yang memiliki harga diri tinggi

menyukai dirinya sendiri, merasa berharga dan memiliki nilai serta mempunyai

rasa percaya diri (Burns, 1979). Sementara individu dengan harga diri rendah

merasa cemas, tertekan, khawatir, tidak bahagia dan kurang keyakinan diri. Rasa

percaya diri yang dimiliki individu berawal dari terbentuknya konsep diri yang

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

19

positif kemudian berkembang melandasi harga diri yang dimiliki (Maslow, 1970).

Dari perkembangan konsep diri yang positif dan harga diri yang tinggi akan

mewujudkan kepercayaan diri individu sendiri.

2) Kondisi fisik

Kepercayaan diri berkaitan dengan daya tarik fisik individu. Fisik

merupakan bagian yang paling tampak dari kepribadian manusia dan menciptakan

kesan awal bagi orang lain. Penampilan fisik merupakan penyebab utama

rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang (Anthony, 1992). Orang yang

berpenampilan menarik cenderung menghargai diri lebih tinggi daripada orang

yang berpenampilan membosankan. Citra tara individu dapat memengaruhi

keberanian individu untuk berbicara di depan umum. Orang yang puas dengan

keadaan dan penampilan fisiknya pada umumnya mempunyai kepercayaan diri

lebih tinggi daripada yang tidak (Triana, 2005).

3) Jenis kelamin

Dalam perbedaan jenis kelamin, laki-laki memiliki rasa percaya diri lebih

besar daripada wanita. Perbedaan kepercayaan diri antara dua jenis kelamin

tersebut pada awalnya disebabkan oleh perlakuan orangtua terhadap anak laki-laki

dan perempuan. Anak laki-laki ditempatkan pada peran yang lebih luas dari anak

perempuan. Menurut Istone, Majorm dan Bucher (1983) pemberian peran yang

berbeda kepada anak laki-laki dan perempuan ini secara tidak langsung

membentuk suatu konsep bahwa anak laki-laki merasa lebih superior daripada

anak perempuan. Superioritas yang tinggi menjadikan anak laki-laki mampu dan

percaya diri melakukan hal yang menantang. Sebaliknya, anak perempuan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

20

seringkali canggung dan merasa kurang percaya diri apabila diminta mengemban

peran laki-laki.

4) Pengalaman

Kepercayaan diri tumbuh dan berkembang dalam kepribadian individu

melalui proses belajar dan berlatih. Pengalaman juga memberikan andil dalam

pembentukan kepercayaan diri individu. Rasa percaya diri bukan merupakan sifat

yang diturunkan melainkan diperoleh dari pengalaman hidup, serta dapat

diajarkan dan ditanamkan dalam pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu dapat

dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya diri (Lauster,1978).

b) Faktor yang memengaruhi dari luar diri individu meliputi

1) Pendidikan

Pendidikan memiliki peran penting bagi individu. Hal tersebut dikarenakan

pendidikan dapat membantu individu untuk memahami dirinya sendiri. Adanya

pemahaman terhadap diri sendiri akan membantu individu untuk beradaptasi

dengan lingkungan. Kesuksesan dalam penyesuaian diri di lingkungan akan

menambah rasa percaya diri individu karena mengetahui bagaimana individu

harus bersikap dan bertingkah laku baik untuk dapat diterima di lingkungannya.

Selain itu tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan individu

bergantung pada orang yang lebih pandai darinya, sebaliknya individu yang

memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih mandiri dan tidak

menggantungkan dirinya pada orang lain. Ia mampu menghadapi tantangan yang

ada dengan penuh rasa percaya diri (Anthony, 1992).

2) Pola Asuh Orang Tua

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

21

Pola asuh merupakan faktor yang mendasar bagi terbentuknya rasa

kepercayaan diri pada individu. Terdapat tiga pola asuh orang tua terhadap

anaknya yaitu pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Dari ketiga pola asuh

tersebut, pola asuh demokratis merupakan pola asuh pilihan yang paling

mendukung perkembangan kepribadian anak yang dapat menghasilkan pribadi

yang percaya diri (Lindenfield, 1997).

3) Lingkungan

Kepercayaan diri merupakan bagian dalam kepribadian manusia yang

terbentuk dan berkembang melalui proses belajar secara individual maupun sosial

(Burns, 1979). Dukungan yang positif dalam keluarga, seperti dapat berinteraksi

dengan baik akan memberikan rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu

juga dengan lingkungan masyarakat, semakin individu dapat mematuhi norma dan

diterima oleh masyarakat, maka semakin lancar hingga dirinya berkembang

(Centi, 1995). Kumara (1988) menjelaskan bahwa kepercayaan diri tidak terjadi

dalam masyarakat. Gilmer (1978) berpendapat bahwa lingkungan yang kompetitif

dan kebiasaan belajar yang baik dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan kepercayaan diri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri tidak

dapat tercipta tanpa adanya faktor-faktor yang memengaruhinya. Rasa percaya

diri terbentuk melalui suatu proses, baik proses belajar, proses interaksi dalam

keluarga, maupun dengan lingkungan. Pengalaman-pengalaman dari hasil

interaksi tersebut yang terdiri dari siapa dan bagaimana dirinya serta penilaian

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

22

terhadap fisiknya. Hal-hal yang berkaitan tersebut akan menjadi dasar

perkembangan rasa percaya diri individu.

F. Landasan Teori

Pelayanan promosi kesehatan yang dilakukan apoteker di Indonesia masih

dianggap hal yang baru. Menurut teori preceed procede, kemampuan apoteker

dalam memberikan layanan promosi kesehatan kepada pasien dan masyarakat

didasari oleh faktor-faktor predisposisi (predisposing), faktor pendorong

(reinforcing), dan faktor pendukung (enabling) (Green & Kreuter, 2005).

Pengetahuan dan persepsi merupakan faktor predisposisi untuk mengerjakan suatu

perilaku. Health Belief Model (HBM) merupakan teori yang mengidentifikasi

faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pencegahan penyakit seperti

pemeriksaan kesehatan berkala dan imunisasi. Komponen dari teori ini adalah

persepsi akan ancaman yang terdiri dari dua komponen yaitu persepsi keparahan

dan kerentanan penyakit, persepsi akan hasil yang terdiri dari persepsi manfaat

dan hambatan suatu perilaku pencegahan, isyarat untuk bertindak, faktor lainnya

seperti sosial demografi, kebudayaan, dan kepercayaan.

Menurut sosial learning theory, oleh Bandura (1977), tindakan seseorang

didasari oleh keyakinan diri akan kemampuan melakukan sesuatu (self-efficacy).

Self-efficacy dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor individu (pengetahuan,

sikap, barrier), serta faktor lingkungan (norma subyektif, mastery experiences,

dan vicarious experiences) (Bandura, 1977).

Perilaku apoteker dalam menjalankan praktik promosi kesehatan erat

kaitannya dengan pengetahuan dasar yang dimiliki, sikap yang positif terhadap

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

23

pelayanan promosi kesehatan, serta kepercayaan diri apoteker. Faktor kendala

yang dirasakan apoteker diprediksi menjadi faktor penting juga dalam tindakan

apoteker memberi layanan promosi kesehatan untuk pasien (Kristina et al., 2014).

G. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan pengetahuan, persepsi peran, persepsi barrier dengan self-

efficacy dalam melakukan pelayanan promosi kesehatan oleh apoteker.

2. Ada hubungan antara pengetahuan, persepsi peran, persepsi barrier, dan self-

efficacy dengan praktik pelayanan promosi kesehatan oleh apoteker.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/154000/potongan/S1...kesehatan mempunyai beberapa misi, yaitu advokat (advocate), menjembatani (mediate), dan

24

H. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1.Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan

Persepsi Peran

Persepsi Barrier

Self-efficacy

Promosi kesehatan

oleh apoteker di

wilayah DIY

Demografi apoteker

Nama

Jenis kelamin

Usia

Tempat bekerja

Lama bekerja

Tingkat pendidikan

Posisi

Pendapatan

Personal attribute