Upload
doanliem
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banjir merupakan fenomena alam dimana terjadi kelebihan air yang tidak
tertampung oleh jaringan drainase di suatu daerah sehingga menimbulkan
genangan yang merugikan. Kerugian yang diakibatkan banjir seringkali sulit
diatasi baik oleh masyarakat maupun instansi terkait. Banjir disebabkan oleh
berbagai macam faktor yaitu kondisi daerah tangkapan hujan, durasi dan
intesitas hujan, land cover, kondisi topografi, dan kapasitas jaringan drainase.
Banjir di daerah perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
banjir pada lahan/alamiah. Pada kondisi di alam, air hujan yang turun ke tanah
akan mengalir sesuai kontur tanah yang ada ke arah yang lebih rendah. Untuk
daerah perkotaan pada umumnya air hujan yang turun akan dialirkan masuk
ke dalam saluran-saluran buatan yang mengalirkan air masuk ke sungai.
Kontur lahan yang terdapat di daerah perkotaan direncanakan agar air hujan
yang turun mengalir ke dalam saluran-saluran buatan tadi. Ada kalanya,
kapasitas saluran tersebut tidak mencukupi untuk menampung air hujan yang
terjadi, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir.
Kasus-kasus banjir di daerah perkotaan memiliki beberapa masalah yang
perlu dicermati lebih lanjut. Arah aliran yang terjadi tidak lagi sepenuhnya
bergantung pada kondisi topografi lahan, karena adanya bangunan-bangunan
yang menghalangi arah aliran air. Aliran yang terjadi berubah arah karena
membentur bangunan dan mengakibatkan arah aliran memantul atau berbelok
baik ke kiri maupun kekanan.
Banjir juga merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia,
khususnya di kota Palembang. Banjir yang terjadi di kota Palembang, Jalan
Mayor Ruslan dekat kolam detensi Yayasan IBA disebabkan oleh kapasitas
saluran drainase yang tidak mencukupi lagi untuk mengalirkan debit air hujan
yang berlebihan dan ini diperparah lagi karena saluran drainasenya tersumbat
2
karena sampah dan kotoran lainnya, misalnya sedimentasi. Akibatnya, air
meluap ke jalan dan rumah-rumah penduduk.
Pada lokasi banjir yang kami tinjau, terdapat kolam detensi yang cukup
luas. Dimana kolam detensi yang dibangun ini tidak berfungsi secara baik
untuk menampung air hujan dan menampung air dari saluran drainase yang
ada di sekitar jalan. Ini diakibatkan karena beda elevasi pada kolam detensi
lebih tinggi daripada permukaan saluran drainase. Beda elevasi dapat terjadi
karena adanya sedimentasi yang cukup banyak pada kolam detensi tersebut.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan mengenai banjir di Jalan Mayor Ruslan dekat kolam
detensi Yayasan IBA adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui penyebab atau permasalahan terjadinya banjir pada lokasi
tersebut.
b) Memberikan suatu pembahasan masalah atau solusi.
3
BAB II
STUDI LITERATUR
2.1. Banjir
2.1.1. Definisi Banjir
Banjir adalah suatu kondisi di mana tidak tertampungnya air dalam saluran
pembuang (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran
pembuang, sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya.
(Suripin,”Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”).
Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian harta
benda penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa. Dikatakan banjir
apabila terjadi luapan air yang disebabkan kurangnya kapasitas penampang
saluran. Banjir di bagian hulu biasanya arus banjirnya deras, daya gerusnya
besar, tetapi durasinya pendek. Sedangkan di bagian hilir arusnya tidak deras
(karena landai), tetapi durasi banjirnya panjang.
Beberapa karakteristik yang berkaitan dengan banjir diantaranya adalah :
a) Banjir dapat datang secara tiba-tiba dengan intensitas besar namun dapat
langsung mengalir.
b) Banjir datang secara perlahan namun intensitas hujannya sedikit.
c) Pola banjirnya musiman.
d) Banjir datang secara perlahan namun dapat menjadi genangan yang lama
di daerah depresi.
e) Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya genangan, erosi, dan
sedimentasi. Sedangkan akibat lainnya adalah terisolasinya daerah
pemukiman dan diperlukan evakuasi penduduk.
2.1.2. Faktor Penyebab Banjir
Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya banjir. Namun secara umum
penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu
banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan
oleh tindakan manusia.
4
Yang termasuk sebab-sebab alami diantaranya adalah :
a) Curah Hujan
Curah hujan dapat mengakibatkan banjir apabila turun dengan
intensitas tinggi, durasi lama, dan terjadi pada daerah yang luas.
b) Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan
kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai, geometrik
hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan
memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dan lain-lain merupakan
hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
c) Erosi dan Sedimentasi
Erosi dan sedimentasi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan
kapasitas penampang sungai. Erosi dan sedimentasi menjadi masalah
klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi
kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.
d) Menurunnya Kapasitas Sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan
oleh pengendapan yang berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul sungai
yang berlebihan dan sedimentasi di sungai yang dikarenakan tidak adanya
vegetasi penutup dan penggunaan lahan yang tidak tepat.
e) Pengaruh Air Pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu
banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan
atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater). Contoh
ini terjadi di Kota Semarang dan Jakarta. Genangan ini dapat terjadi
sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.
5
f) Kapasitas Drainase Yang Tidak Memadai
Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainase daerah
genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi
langganan banjir di musim hujan.
Sedangkan sebab-sebab yang timbul akibat faktor manusia adalah :
a) Menurunnya Fungsi Das di Bagian Hulu Sebagai Daerah Resapan
Kemampuan DAS, khususnya di bagian hulu untuk meresapkan
air/menahan air hujan semakin berkurang oleh berbagai sebab, seperti
penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota,
dan perubahan tata guna lahan lainnya. Hal tersebut dapat memperburuk
masalah banjir karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas banjir.
b) Kawasan Kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang tepian sungai
merupakan penghambat aliran. Luas penampang aliran sungai akan
berkurang akibat pemanfaatan bantaran untuk pemukiman kumuh warga.
Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah
banjir daerah perkotaan.
c) Sampah
Ketidakdisiplinan masyarakat yang membuang sampah langsung
ke sungai bukan pada tempat yang ditentukan dapat mengakibatkan
naiknya muka air banjir.
d) Bendung dan Bangunan Lain
Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat
meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).
6
e) Kerusakan Bangunan Pengendali Banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali
banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya menjadi tidak
berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.
f) Perencanaan Sistem Pengendalian Banjir Tidak Tepat
Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi
kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat
menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh
bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu
terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan
tanggul, hal ini menimbulkan kecepatan aliran air menjadi sangat besar
yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.
(Robert J.Kodoatie, Sugiyanto, “Banjir”)
2.1.3. Akibat Banjir
Kerugian akibat banjir pada umumnya sulit diidentifikasi secara jelas,
dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung dan tak langsung.
Kerugian akibat banjir langsung merupakan kerugian fisik akibat banjir yang
terjadi, antara lain robohnya gedung sekolah, industri, rusaknya sarana
transportasi, hilangnya nyawa, hilangnya harta benda, kerusakan di
pemukiman, kerusakan daerah pertanian dan peternakan, kerusakan sistem
irigasi, sistem air bersih, sistem drainase, sistem kelistrikan, sistem pengendali
banjir termasuk bangunannya, kerusakan sungai, dan sebagainya. Sedangkan
kerugian akibat banjir tak langsung berupa kerugian kesulitan yang timbul
secara tak langsung diakibatkan oleh banjir, seperti komunikasi, pendidikan,
kesehatan, kegiatan bisnis terganggu, dan sebagainya.
2.1.4. Sistem Pengendali Banjir (Flood Control System)
Sistem pengendalian banjir pada suatu daerah perlu dibuat dengan baik
dan efisien, memperhatikan kondisi yang ada, dan pengembangan
7
pemanfaatan sumber air mendatang. Pada penyusunan sistem pengendalian
banjir perlu adanya evaluasi dan analisis atau memperhatikan hal-hal yang
meliputi antara lain :
a) Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut/yang
sedang berjalan.
b) Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir termasuk data kerugian
akibat banjir.
c) Evaluasi dan analisis tata guna tanah di daerah studi, terutama di daerah
bawah/dataran banjir.
d) Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun perkembangan
yang akan datang.
e) Memperhatikan potensi dan pengembangan sumber daya air mendatang.
f) Memperhatikan pemanfaatan sumber daya air yang ada termasuk
bangunan yang ada.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas dapat direncanakan sistem
pengendalian banjir dengan menyesuaikan kondisi yang ada, dengan berbagai
cara mulai dari dari hulu sampai hilir yang mungkin dapat dilaksanakan. Cara
pengendalian banjir dapat dilakukan secara struktur dan non struktur. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. (Robert
J.Kodoatie,”Banjir”)
Gambar 1.1. Sistem Pengendalian Banjir
8
2.1.4.1. Pengendalian Banjir Metode Struktur
Cara-cara pengendalian banjir dalam metode struktur dapat dibagi menjadi
2 yaitu :
2.1.4.1.1. Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai
2.1.4.1.1.1. Sistem Jaringan Sungai
Apabila beberapa sungai yang berbeda baik ukuran maupun sifatnya
mengalir berdampingan dan akhirnya bertemu, maka pada titik pertemuannya,
dasarnya akan berubah dengan sangat intensif. Akibat perubahan tersebut,
maka aliran banjir pada salah satu atau semua sungai mungkin akan terhalang.
Sedangkan jika anak sungai yang arusnya deras dan membawa banyak
sedimen mengalir ke sungai utama, maka terjadi pengendapan berbentuk
kipas. Sungai utama akan terdesak oleh anak sungai tersebut. Bentuk
pertemuannya akan cenderung bergeser ke arah hulu. Karena itu arus anak
sungai dapat merusak tanggul sungai utama di seberang muara anak sungai
atau memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi bangunan
sungai yang terdapat di sebelah hilir pertemuan yang tidak deras arusnya.
Lebar sungai utama pada pertemuan dengan anak sungai cenderung untuk
bertambah sehingga sering berbentuk gosong-gosong pasir dan berubah arah
arus sungai. Guna mencegah terjadinya hal-hal di atas, maka pada pertemuan
sungai dilakukan penanganan sebagai berikut :
a) Pada pertemuan 2 (dua) buah sungai yang resimnya berlainan, maka pada
kedua sungai tersebut diadakan perbaikan sedemikian, agar resimnya
menjadi hampir sama. Adapun perbaikannya adalah dengan pembuatan
tanggul pemisah diantara kedua sungai tersebut dan pertemuannya digeser
agak ke hilir apabila sebuah anak sungai yang kemiringannya curam
bertemu dengan sungai utamanya, maka dekat pertemuannya dapat
dibuatkan ambang bertangga.
b) Pada lokasi pertemuan 2 (dua) buah sungai diusahakan supaya formasi
pertemuannya membentuk garis singgung. (Suyono Sosrodarsono,
“Perbaikan dan Pengaturan Sungai”)
9
2.1.4.1.1.2. Normalisasi Alur Sungai dan Tanggul
Usaha pengendalian banjir dengan normalisasi alur sungai dimaksudkan
untuk memperbesar kapasitas pengaliran saluran. Kegiatan tersebut meliputi :
a) Normalisasi cross section.
b) Perbaikan kemiringan dasar saluran.
c) Memperkecil kekasaran dinding alur saluran.
d) Melakukan rekonstruksi bangunan di sepanjang saluran yang tidak sesuai
dan menggangu pengairan banjir.
e) Menstabilkan alur saluran.
f) Pembuatan tanggul banjir.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah penggunaan
penampang ganda dengan debit dominan untuk penampang bawah,
perencanaan alur stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar saluran
maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir.
Pada pengendalian banjir dengan cara ini dapat dilakukan pada hampir
seluruh sungai-sungai di bagian hilir. Pada pekerjaan ini diharapkan dapat
menambah kapasitas pengaliran dan memperbaiki alur sungai. Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah penggunaan penampang ganda
dengan debit dominan untuk penampang bawah dan perencanaan alur stabil
terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar sungai maupun erosi tebing dan
elevasi muka banjir.
2.1.4.1.1.3. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Floodway)
Apabila debit banjir terlalu besar dan tidak dimungkinkan peningkatan
kapasitas tampung saluran diatas kapasitas yang sudah ada, maka penambahan
kapasitasnya dapat dilakukan dengan pembuatan saluran baru langsung ke
laut, danau atau saluran lain. Saluran baru ini disebut saluran banjir
(floodway). Saluran banjir adalah saluran baru yang dibuat untuk mengalirkan
air secara terpisah dari saluran utamanya. Saluran banjir dapat mengalirkan
sebagian atau bahkan seluruh debit banjir.
10
Saluran banjir ini dibuat dengan berbagai tujuan antara lain
menghindarkan pekerjaan saluran pada dareah pemukiman yang padat atau
untuk memperpendek salah satu ruas saluran. Biasanya saluran banjir
dilengkapi dengan pintu atau bendung untuk membagi debit sesuai dengan
rencana. Perencanaan floodway meliputi : pembagian jalur floodway, jalur
floodway, normalisasi floodway, dan bangunan pembagi banjir.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu saluran
banjir (floodway) adalah :
a) Normalisasi alur alam biasanya mengalami kesulitan lahan.
b) Head alur lama tidak menguntungkan, alur jauh, dan berkelok-kelok.
c) Terdapat alur alam untuk jalur floodway.
d) Floodway mempunyai head yang cukup.
e) Tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya alam.
f) Dampak negatif sosial ekonomi.
Gambar 1.2. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Floodway)
2.1.4.1.1.4. Pembuatan Sudetan (Shortcut)
Pada ruas sungai yang belok-belokannya (meander) tajam atau sangat
kritis, maka tanggul yang akan dibangun biasanya akan lebih panjang. Selain
itu pada ruas sungai yang demikian terjadi peningkatan gerusan pada belokan
luar dan menyebabakan kerusakan tebing sungai yang pada akhirnya
mengancam kaki tanggul. Pada belokan bagian dalam terjadi pengendapan
yang intensif pula.
Alur sungai yang panjang dan menpunyai kondisi seperti di atas
menyebabkan kelancaran air banjir menjadi terganggu. Untuk mengurangi
keadaan yang kurang menguntungkan tersebut perlu dipertimbangkan
pembuatan alur baru, agar pada ruas tersebut alur sungai mendekati garis lurus
10
Saluran banjir ini dibuat dengan berbagai tujuan antara lain
menghindarkan pekerjaan saluran pada dareah pemukiman yang padat atau
untuk memperpendek salah satu ruas saluran. Biasanya saluran banjir
dilengkapi dengan pintu atau bendung untuk membagi debit sesuai dengan
rencana. Perencanaan floodway meliputi : pembagian jalur floodway, jalur
floodway, normalisasi floodway, dan bangunan pembagi banjir.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu saluran
banjir (floodway) adalah :
a) Normalisasi alur alam biasanya mengalami kesulitan lahan.
b) Head alur lama tidak menguntungkan, alur jauh, dan berkelok-kelok.
c) Terdapat alur alam untuk jalur floodway.
d) Floodway mempunyai head yang cukup.
e) Tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya alam.
f) Dampak negatif sosial ekonomi.
Gambar 1.2. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Floodway)
2.1.4.1.1.4. Pembuatan Sudetan (Shortcut)
Pada ruas sungai yang belok-belokannya (meander) tajam atau sangat
kritis, maka tanggul yang akan dibangun biasanya akan lebih panjang. Selain
itu pada ruas sungai yang demikian terjadi peningkatan gerusan pada belokan
luar dan menyebabakan kerusakan tebing sungai yang pada akhirnya
mengancam kaki tanggul. Pada belokan bagian dalam terjadi pengendapan
yang intensif pula.
Alur sungai yang panjang dan menpunyai kondisi seperti di atas
menyebabkan kelancaran air banjir menjadi terganggu. Untuk mengurangi
keadaan yang kurang menguntungkan tersebut perlu dipertimbangkan
pembuatan alur baru, agar pada ruas tersebut alur sungai mendekati garis lurus
10
Saluran banjir ini dibuat dengan berbagai tujuan antara lain
menghindarkan pekerjaan saluran pada dareah pemukiman yang padat atau
untuk memperpendek salah satu ruas saluran. Biasanya saluran banjir
dilengkapi dengan pintu atau bendung untuk membagi debit sesuai dengan
rencana. Perencanaan floodway meliputi : pembagian jalur floodway, jalur
floodway, normalisasi floodway, dan bangunan pembagi banjir.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu saluran
banjir (floodway) adalah :
a) Normalisasi alur alam biasanya mengalami kesulitan lahan.
b) Head alur lama tidak menguntungkan, alur jauh, dan berkelok-kelok.
c) Terdapat alur alam untuk jalur floodway.
d) Floodway mempunyai head yang cukup.
e) Tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya alam.
f) Dampak negatif sosial ekonomi.
Gambar 1.2. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Floodway)
2.1.4.1.1.4. Pembuatan Sudetan (Shortcut)
Pada ruas sungai yang belok-belokannya (meander) tajam atau sangat
kritis, maka tanggul yang akan dibangun biasanya akan lebih panjang. Selain
itu pada ruas sungai yang demikian terjadi peningkatan gerusan pada belokan
luar dan menyebabakan kerusakan tebing sungai yang pada akhirnya
mengancam kaki tanggul. Pada belokan bagian dalam terjadi pengendapan
yang intensif pula.
Alur sungai yang panjang dan menpunyai kondisi seperti di atas
menyebabkan kelancaran air banjir menjadi terganggu. Untuk mengurangi
keadaan yang kurang menguntungkan tersebut perlu dipertimbangkan
pembuatan alur baru, agar pada ruas tersebut alur sungai mendekati garis lurus
11
dan lebih pendek. Sungai baru seperti itu disebut sudetan. Sudetan ini akan
menurunkan muka air di sebelah hulunya tetapi muka air di sebelah hilirnya
biasanya naik sedikit. Tujuan dilakukannya sudetan ini antara lain :
a) Perbaikan alur sungai yang pada mulanya panjang berbelok-belok dan
tidak stabil menjadi lebih pendek dan lebih lurus.
b) Dengan adanya sudetan akan terjadi hidrograf banjir antara di bagian hulu
dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di bagian
hulunya.
Gambar 1.3. Pembuatan Sudetan (Shortcut)
2.1.4.1.1.5. Groyne (Tanggul Tangkis)
Tanggul tangkis sering juga disebut groyne atau krib. Krib adalah
bangunan yang dibuat mulai dari tebing sampai ke arah tengah untuk
mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah sebagai berikut :
a) Mengatur arah arus sungai.
b) Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat
sedimentasi, dan menjamin keamanan tanggul/tebing terhadap gerusan.
c) Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai.
d) Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
2.1.4.1.2. Bangunan Pengendali Banjir
2.1.4.1.2.1. Bendungan
Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran
sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah
hilir bendungan.
11
dan lebih pendek. Sungai baru seperti itu disebut sudetan. Sudetan ini akan
menurunkan muka air di sebelah hulunya tetapi muka air di sebelah hilirnya
biasanya naik sedikit. Tujuan dilakukannya sudetan ini antara lain :
a) Perbaikan alur sungai yang pada mulanya panjang berbelok-belok dan
tidak stabil menjadi lebih pendek dan lebih lurus.
b) Dengan adanya sudetan akan terjadi hidrograf banjir antara di bagian hulu
dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di bagian
hulunya.
Gambar 1.3. Pembuatan Sudetan (Shortcut)
2.1.4.1.1.5. Groyne (Tanggul Tangkis)
Tanggul tangkis sering juga disebut groyne atau krib. Krib adalah
bangunan yang dibuat mulai dari tebing sampai ke arah tengah untuk
mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah sebagai berikut :
a) Mengatur arah arus sungai.
b) Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat
sedimentasi, dan menjamin keamanan tanggul/tebing terhadap gerusan.
c) Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai.
d) Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
2.1.4.1.2. Bangunan Pengendali Banjir
2.1.4.1.2.1. Bendungan
Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran
sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah
hilir bendungan.
11
dan lebih pendek. Sungai baru seperti itu disebut sudetan. Sudetan ini akan
menurunkan muka air di sebelah hulunya tetapi muka air di sebelah hilirnya
biasanya naik sedikit. Tujuan dilakukannya sudetan ini antara lain :
a) Perbaikan alur sungai yang pada mulanya panjang berbelok-belok dan
tidak stabil menjadi lebih pendek dan lebih lurus.
b) Dengan adanya sudetan akan terjadi hidrograf banjir antara di bagian hulu
dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di bagian
hulunya.
Gambar 1.3. Pembuatan Sudetan (Shortcut)
2.1.4.1.1.5. Groyne (Tanggul Tangkis)
Tanggul tangkis sering juga disebut groyne atau krib. Krib adalah
bangunan yang dibuat mulai dari tebing sampai ke arah tengah untuk
mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah sebagai berikut :
a) Mengatur arah arus sungai.
b) Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat
sedimentasi, dan menjamin keamanan tanggul/tebing terhadap gerusan.
c) Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai.
d) Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
2.1.4.1.2. Bangunan Pengendali Banjir
2.1.4.1.2.1. Bendungan
Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran
sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah
hilir bendungan.
12
2.1.4.1.2.2. Pembuatan Check Dam (Penangkap Sedimen)
Check Dam (Penangkap Sedimen) atau disebut juga bendung penahan
berfungsi untuk memperlambat proses sedimentasi dengan mengendalikan
gerakan sedimen menuju bagian sungai sebelah hilirnya. Adapun fungsi check
dam antara lain :
a) Menampung sebagian angkutan sedimen dalam suatu kolam penampung.
b) Mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara fluvial dalam kepekaan
yang tinggi, sehingga jumlah sedimen yang meluap ke hilir tidak
berlebihan. Dengan demikian besarnya sedimen yang masuk akan
seimbang dengan daya angkut aliran air sungainya. Sehingga sedimentasi
pada lepas pengendapan terhindarkan.
c) Membentuk suatu kemiringan dasar alur sungai baru pada alur sungai
hulu.
Check dam baru akan nampak manfaatnya jika dibangun dalam jumlah
yang banyak di alur sungai yang sama.
2.1.4.1.2.3. Groundsill
Groundsill merupakan suatu konstruksi untuk perkuatan dasar sungai
untuk mencegah erosi pada dasar sungai, dengan maksimal drop 2 meter.
Groundsill diperlukan karena dengan dibangunnya saluran baru (shortcut)
maka panjang sungai lebih curam sehingga akan terjadi degradasi pada waktu
yang akan datang.
2.1.4.1.2.4. Pembuatan Retarding Pond
Pengendalian banjir dengan cara ini adalah dengan membuat kolam
penampungan air saluran atau saluran yang akan meluap. Retarding pond
dibuat dengan cara menggali suatu daerah/area dengan tujuan menampung air
limpasan dan pada saat banjir surut, air tersebut dapat dikeluarkan ke saluran
pembuangan. Berkaitan dengan bangunan pengendali banjir ini maka
diperlukan bangunan-bangunan air lainnya sebagai pelengkap antara lain :
13
pintu air, pompa, saluran pengambilan, saluran pembuangan, dan lain
sebagainya.
2.1.4.1.2.5. Pembuatan Polder
Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan
dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap
masuknya air dari luar sistem berupa limpasan (overflow) maupun aliran di
bawah permukaan tanah (gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan
ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana. Drainase
sistem polder digunakan apabila penggunaan drainase sistem gravitasi sudah
tidak memungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan operasinya lebih
mahal.
2.1.4.2. Pengendalian Banjir Metode Non Struktur
Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan
pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai.
Contoh aktivitas penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut :
2.1.4.2.1. Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan, dan
pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan
menyimpan air dan konservasi tanah. Pengelolaan DAS mencakup aktifitas-
aktifitas berikut ini :
a) Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS.
b) Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi
tanah.
c) Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat,
sepanjang tanggul drainasi, saluran-saluran, dan daerah lain untuk
pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah.
d) Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal
check dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.
14
e) Pengelolaan khusus untuk mengatisipasi aliran sedimen yang dihasilkan
dari kegiatan gunung berapi.
2.1.4.2.2. Pengaturan Tata Guna Lahan
Pengaturan tata guna tanah di daerah aliran sungai, ditujukan untuk
mengatur penggunaan lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang wilayah
yang ada. Hal ini untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali,
sehingga mengakibatkan kerusakan daerah aliran sungai yang merupakan
daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan di daerah
aliran sungai dimaksudkan untuk :
a) Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan
banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
b) Untuk menekan laju erosi DAS yang berlebihan, sehingga dapat menekan
laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir.
2.1.4.2.3. Pengendalian Erosi
Sedimen di suatu potongan melintang sungai merupakan hasil erosi di
daerah aliran di hulu potongan tersebut dan sedimen tersebut terbawa oleh
aliran dari tempat erosi terjadi menuju penampang melintang itu. Oleh karena
itu kajian pengendalian erosi dan sedimen juga berdasarkan kedua hal tersebut
di atas, yaitu berdasarkan kajian supply limited dari DAS atau kapasitas
transport dari sungai.
Faktor pengelolaan penanaman memberikan andil yang paling besar dalam
mengurangi laju erosi. Jenis dan kondisi semak (bush) dan tanaman pelindung
yang bisa memberikan peneduh (canopy) untuk tanaman dibawahnya cukup
besar dampaknya terhadap laju erosi. Pengertian ini secara lebih spesifik
menyatakan bahwa dengan pengelolaan tanaman yang benar sesuai kaidah
teknis berarti dapat menekan laju erosi yang signifikan.
2.1.4.2.4. Pengembangan Daerah Banjir
Ada 4 strategi dasar untuk pengembangan daerah banjir yang meliputi :
15
a) Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona atau
pengaturan tata guna lahan).
b) Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya,
seperti penghijauan.
c) Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi seperti
asuransi, penghindaran banjir (flood proofing).
d) Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol
(waduk) atau normalisasi sungai. (Robert J. Kodoatie,”PSDA Terpadu”)
2.1.4.2.5. Pengaturan Daerah Banjir
Pada kegiatan ini dapat meliputi seluruh kegiatan dalam perencanaan dan
tindakan yang diperlukan untuk menentukan kegiatan, implementasi, revisi
perbaikan rencana, pelaksanaan dan pengawasan secara keseluruhan aktivitas
di daerah dataran banjir yang diharapkan berguna dan bermanfaat untuk
masyarakat di daerah tersebut, dalam rangka menekan kerugian akibat banjir.
Kadang-kadang kita dikaburkan adanya istilah flood plain management dan
flood control, bahwa manajemen disini dimaksudkan hanya untuk pengaturan
penggunaan lahan (land use) sehubungan dengan banjir dan flood control
untuk pengendalian mengatasi secara keseluruhan. Demikian pula antara flood
plain zoning dan flood plain regulation, zoning hanya merupakan salah satu
cara pengaturan dan merupakan bagian dari manajemen daerah dataran banjir.
Manajemen daerah dataran banjir pada dasarnya bertujuan untuk :
a) Meminimumkan korban jiwa, kerugian maupun kesulitan yang
diakibatkan oleh banjir yang akan terjadi.
b) Merupakan suatu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di
daerah dataran banjir dimasa mendatang, yaitu memperhatikan keuntungan
individu ataupun masyarakat sehubungan dengan biaya yang dikeluarkan.
(Robert J. Kodoatie,”Penanganan Bencana Terpadu”)
16
2.2. Jalan
2.2.1. Definisi Jalan
Jalan adalah suatu prasarana yang penting untuk kepentingan ekonomi,
sosial, budaya maupun pertahanan dan keamanan.
2.2.2. Bagian-Bagian Jalan
Suatu jalan umumnya terdiri dari Damija, Damaja, Dawasja, Perkerasan
Jalan, Bahu, Saluran Tepi, dan Badan Jalan.
Bagian-bagian jalan terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.4. Bagian-Bagian Jalan
a) Damaja (Daerah Manfaat Jalan)
Daerah ini merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh
Pembina jalan. Daerah manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi perkerasan
jalan, bahu jalan, saluran samping, lereng, ambang pengaman, timbunan
dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkapan
lainnya.
b) Damija (Daerah Milik Jalan)
Daerah ini merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina jalan dengan suatu
hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
17
Daerah milik jalan diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan
pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari,
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
c) Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan)
Daerah ini merupakan ruang sepanjnag jalan yang dimaksudkan
agar pengemudi mempunyai pandangan bebas dan badan jalan dari
pengaruh lingkungan, misalnya oleh air dan bangunan liar (tanpa izin).
d) Bahu Jalan
Bahu jalan adalah bagian jalan yang berdampingan dan sama tinggi
dengan perkerasan jalan. Bahu jalan berfungsi :
- Menahan perkerasan terhadap gerakan ke samping.
- Sebagai jalur darurat pada waktu kendaraan mendahului, berpapasan
atau berhenti.
- Untuk menyediakan ruang pejalan kaki.
e) Saluran Samping Jalan
Saluran samping jalan adalah bagian jalan yang berdampingan
dengan bahu yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air
secepatnya.
f) Badan Jalan
Badan jalan merupakan bagian jalan dimana jalur lalu lintas, bahu,
dan saluran samping dibangun.
g) Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan merupakan konstruksi jalan yang diperuntukkan
bagi jalur lalu lintas yang umumnya terdiri dari tanah dasar, lapisan
pondasi bawah, lapisan pondasi, dan lapisan permukaan. Untuk jalan
pedesaan, lebar perkerasan diambil 2,5 – 3 meter.
18
2.3. Drainase
2.3.1. Definisi Drainase
Drainase yang berasal dari kata to drain yang berarti mengeringkan atau
mengalirkan air drainase. Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase
mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu
kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah
dalam kaitannya dengan salinitas.
Pemahaman secara umum mengenai drainase perkotaan adalah suatu ilmu
dari drainase yang mengkhususkan pengkajian pada suatu kawasan perkotaan,
yaitu merupakan suatu sistem pengeringan serta pengaliran air genangan
(banjir) akibat adanya hujan lokal (hanya terjadi di kota tersebut) dari wilayah
perkotaan yang meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan,
sekolah, serta tempat-tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota,
untuk kemudian dialirkan ke laut/saluran pengendali banjir, termasuk
penanganan genangan yang terjadi pada daerah perkotaan yang mempunyai
ketinggian muka tanah di bawah muka air laut maupun muka air banjir pada
saluran/sungai pengendali banjir.
Adapun permasalahan air genangan/banjir yang terjadi di suatu kota pada
umumnya dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu :
a) Banjir lokal yang disebabkan oleh hujan yang turun pada catchment area
pada suatu sistem jaringan drainase.
b) Banjir kiriman yang disebabkan oleh limpasan kiriman dari daerah
atas/dari luar catchmnent area sustu sistem jaringan drainase kota, pada
umumnya limpasan tersebut berasal dari limpasan saluran pengendali
banjir (banjir kanal).
c) Banjir akibat genangan air laut pasang (rob) yang terjadi di kota pantai
dimana elevasi muka tanahnya lebih rendah dari muka air laut pasang.
19
Sedangkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya genangan air di suatu
lokasi antara lain :
a) Dimensi saluran yang tidak sesuai.
b) Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan
debit banjir di suatu daerah aliran sistem drainase.
c) Elevasi saluran tidak memadai.
d) Lokasi merupakan daerah cekungan.
e) Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya
menjadi permukiman. Ketika berfungsi sebagai tempat retensi (parkir alir)
dan belum dihuni adanya genangan tidak menjadi masalah. Masalah
timbul ketika daerah tersebut dihuni.
f) Tanggul kurang tinggi.
g) Kapasitas tampungan kurang besar.
h) Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga aliran balik (backwater).
i) Adanya penyempitan saluran.
j) Tersumbat saluran oleh endapan, sedimentasi, atau timbunan sampah.
2.3.2. Tujuan Utama dan Arahan Pelaksanaan Sistem Drainase
Tujuan dengan adanya sistem drainase antara lain :
a) Mengalirkan air lebih dari suatu kawasan yang berasal dari air hujan
maupun air buangan, agar tidak terjadi genangan yang berlebihan (banjir)
pada suatu kawasan tertentu.
b) Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada
akumulasi air tanah.
c) Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
d) Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan, dan bangunan yang ada.
Karena suatu kota terbagi-bagi menjadi beberapa kawasan, maka drainase
di masing-masing kawasan merupakan komponen yang saling terkait dalam
suatu jaringan drainase perkotaan dan membentuk satu sistem drainase
perkotaan.
20
Sedangkan arahan dalam pelaksanaannya adalah :
a) Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.
b) Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat.
c) Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana.
d) Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada.
e) Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharaannya.
f) Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.
2.4. Kolam Detensi
Kolam detensi (menampung air sementara) adalah kolam yang mempunyai
pintu air dan kolam yang juga berfungsi menampung dan menahan air
limpasan permukaan sementara untuk kemudian mengalirkannya ke badan air,
misalnya dengan membuat kolam penampungan sementara untuk menjaga
keseimbangan tata air.
21
BAB III
PERMASALAHAN
3.1. Permasalahan
Pada lokasi yang kami tinjau yaitu Jalan Mayor Ruslan dekat Kolam
Detensi Yayasan IBA, penyebab atau permasalahan terjadinya banjir pada
lokasi tersebut ialah sebagai berikut :
a) Terdapatnya Sedimentasi
Gambar 1.5. Terdapat Sedimentasi Pada Saluran Drainase dan Kolam Detensi
Sedimentasi saluran terjadi karena adanya penumpukan sampah
dan tanah serta pasir dalam saluran drainase dan kolam detensi. Sampah
dan tanah yang telah lama terbuang dalam saluran drainase dan kolam
detensi lama kelamaan menjadi padat sehingga dapat mengurangi
kemampuan saluran drainase dan kolam detensi menampung air hujan
maupun air limbah yang ada di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan
IBA. Tebal sedimentasi yang ada pada saluran drainase tersebut 20 cm.
21
BAB III
PERMASALAHAN
3.1. Permasalahan
Pada lokasi yang kami tinjau yaitu Jalan Mayor Ruslan dekat Kolam
Detensi Yayasan IBA, penyebab atau permasalahan terjadinya banjir pada
lokasi tersebut ialah sebagai berikut :
a) Terdapatnya Sedimentasi
Gambar 1.5. Terdapat Sedimentasi Pada Saluran Drainase dan Kolam Detensi
Sedimentasi saluran terjadi karena adanya penumpukan sampah
dan tanah serta pasir dalam saluran drainase dan kolam detensi. Sampah
dan tanah yang telah lama terbuang dalam saluran drainase dan kolam
detensi lama kelamaan menjadi padat sehingga dapat mengurangi
kemampuan saluran drainase dan kolam detensi menampung air hujan
maupun air limbah yang ada di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan
IBA. Tebal sedimentasi yang ada pada saluran drainase tersebut 20 cm.
21
BAB III
PERMASALAHAN
3.1. Permasalahan
Pada lokasi yang kami tinjau yaitu Jalan Mayor Ruslan dekat Kolam
Detensi Yayasan IBA, penyebab atau permasalahan terjadinya banjir pada
lokasi tersebut ialah sebagai berikut :
a) Terdapatnya Sedimentasi
Gambar 1.5. Terdapat Sedimentasi Pada Saluran Drainase dan Kolam Detensi
Sedimentasi saluran terjadi karena adanya penumpukan sampah
dan tanah serta pasir dalam saluran drainase dan kolam detensi. Sampah
dan tanah yang telah lama terbuang dalam saluran drainase dan kolam
detensi lama kelamaan menjadi padat sehingga dapat mengurangi
kemampuan saluran drainase dan kolam detensi menampung air hujan
maupun air limbah yang ada di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan
IBA. Tebal sedimentasi yang ada pada saluran drainase tersebut 20 cm.
22
Gambar 1.6. Mengukur Tebal Sedimentasi
Oleh karena berkurangnya kapasitas saluran drainase dan kolam
detensi maka pada saat terjadi curah hujan tinggi, air hujan tidak dapat
ditampung dan dialirkan dengan baik oleh saluran drainase dan kolam
detensi tersebut. Akibatnya air dari saluran meluap ke badan jalan maka
terjadilah genangan di bagian jalan tersebut. Genangan yang terjadi sangat
mengganggu para pengguna jalan dan akan menyebabkan kemacetan yang
cukup lama.
Gambar 1.7. Banjir di Jalan Mayor Ruslan Dekat Yayasan IBA
Pada gambar di atas menunjukkan terjadinya banjir atau genangan
air di jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA tersebut akibat dari curah
hujan yang tinggi selama 2,5 jam, diperkirakan tinggi genangan air dari
permukaan jalan raya ± 40 cm dan akan kembali menyurut atau air tidak
mengenangi jalan raya lagi ± 4 jam.
b) Kolam Detensi Mempunyai Beda Elevasi yang Tinggi daripada Saluran
Drainase
Pada jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA juga terdapat kolam
detensi yang cukup luas. Dimana kolam detensi ini mempunyai beda
elevasi yang tinggi ketimbang saluran drainasenya sehingga air hujan yang
masuk ke dalam saluran drainase tidak bisa mengalir ke kolam detensi
tersebut. Terjadinya beda elevasi yang tinggi disebabkan banyaknya
sedimentasi yang terdapat pada kolam detensi tersebut sehingga terjadinya
22
Gambar 1.6. Mengukur Tebal Sedimentasi
Oleh karena berkurangnya kapasitas saluran drainase dan kolam
detensi maka pada saat terjadi curah hujan tinggi, air hujan tidak dapat
ditampung dan dialirkan dengan baik oleh saluran drainase dan kolam
detensi tersebut. Akibatnya air dari saluran meluap ke badan jalan maka
terjadilah genangan di bagian jalan tersebut. Genangan yang terjadi sangat
mengganggu para pengguna jalan dan akan menyebabkan kemacetan yang
cukup lama.
Gambar 1.7. Banjir di Jalan Mayor Ruslan Dekat Yayasan IBA
Pada gambar di atas menunjukkan terjadinya banjir atau genangan
air di jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA tersebut akibat dari curah
hujan yang tinggi selama 2,5 jam, diperkirakan tinggi genangan air dari
permukaan jalan raya ± 40 cm dan akan kembali menyurut atau air tidak
mengenangi jalan raya lagi ± 4 jam.
b) Kolam Detensi Mempunyai Beda Elevasi yang Tinggi daripada Saluran
Drainase
Pada jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA juga terdapat kolam
detensi yang cukup luas. Dimana kolam detensi ini mempunyai beda
elevasi yang tinggi ketimbang saluran drainasenya sehingga air hujan yang
masuk ke dalam saluran drainase tidak bisa mengalir ke kolam detensi
tersebut. Terjadinya beda elevasi yang tinggi disebabkan banyaknya
sedimentasi yang terdapat pada kolam detensi tersebut sehingga terjadinya
22
Gambar 1.6. Mengukur Tebal Sedimentasi
Oleh karena berkurangnya kapasitas saluran drainase dan kolam
detensi maka pada saat terjadi curah hujan tinggi, air hujan tidak dapat
ditampung dan dialirkan dengan baik oleh saluran drainase dan kolam
detensi tersebut. Akibatnya air dari saluran meluap ke badan jalan maka
terjadilah genangan di bagian jalan tersebut. Genangan yang terjadi sangat
mengganggu para pengguna jalan dan akan menyebabkan kemacetan yang
cukup lama.
Gambar 1.7. Banjir di Jalan Mayor Ruslan Dekat Yayasan IBA
Pada gambar di atas menunjukkan terjadinya banjir atau genangan
air di jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA tersebut akibat dari curah
hujan yang tinggi selama 2,5 jam, diperkirakan tinggi genangan air dari
permukaan jalan raya ± 40 cm dan akan kembali menyurut atau air tidak
mengenangi jalan raya lagi ± 4 jam.
b) Kolam Detensi Mempunyai Beda Elevasi yang Tinggi daripada Saluran
Drainase
Pada jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA juga terdapat kolam
detensi yang cukup luas. Dimana kolam detensi ini mempunyai beda
elevasi yang tinggi ketimbang saluran drainasenya sehingga air hujan yang
masuk ke dalam saluran drainase tidak bisa mengalir ke kolam detensi
tersebut. Terjadinya beda elevasi yang tinggi disebabkan banyaknya
sedimentasi yang terdapat pada kolam detensi tersebut sehingga terjadinya
23
penyumbatan air (air hujan dalam saluran drainase tidak dapat mengalir ke
dalam kolam detensi). Yang mana kita ketahui bahwa sifat air adalah
mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah.
c) Terdapatnya Limbah Sampah
Gambar 1.8. Terdapatnya Limbah Sampah
Masyarakat di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA
masih menganggap bahwa saluran drainase merupakan tempat
pembuangan sampah. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai
kebersihan lingkungan dan pembuangan sampah pada tempatnya membuat
masyarakat kebanyakan masih membuang sampah di sembarang tempat
seperti di jalan, di lingkungan sekitar, dan di badan air serta di saluran
drainase yang ada. Sampah kemudian berserakan di jalanan sehingga bila
terjadi hujan sampah-sampah tersebut akan dibawa air hujan ke saluran-
saluran drainase yang ada. Akibatnya air menjadi kotor, saluran drainase
menjadi penuh sampah serta saluran tersebut dapat tersumbat oleh
sampah-sampah tersebut dan akhirnya terjadilah genangan.
d) Curah Hujan yang Tinggi
Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya banjir di
jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA ini sebab kapasitas saluran
drainase yang ada tak mampu untuk menampung air yang berlebihan dan
curah hujan yang tinggi juga menjadi penyebab rusaknya suatu jalan.
23
penyumbatan air (air hujan dalam saluran drainase tidak dapat mengalir ke
dalam kolam detensi). Yang mana kita ketahui bahwa sifat air adalah
mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah.
c) Terdapatnya Limbah Sampah
Gambar 1.8. Terdapatnya Limbah Sampah
Masyarakat di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA
masih menganggap bahwa saluran drainase merupakan tempat
pembuangan sampah. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai
kebersihan lingkungan dan pembuangan sampah pada tempatnya membuat
masyarakat kebanyakan masih membuang sampah di sembarang tempat
seperti di jalan, di lingkungan sekitar, dan di badan air serta di saluran
drainase yang ada. Sampah kemudian berserakan di jalanan sehingga bila
terjadi hujan sampah-sampah tersebut akan dibawa air hujan ke saluran-
saluran drainase yang ada. Akibatnya air menjadi kotor, saluran drainase
menjadi penuh sampah serta saluran tersebut dapat tersumbat oleh
sampah-sampah tersebut dan akhirnya terjadilah genangan.
d) Curah Hujan yang Tinggi
Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya banjir di
jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA ini sebab kapasitas saluran
drainase yang ada tak mampu untuk menampung air yang berlebihan dan
curah hujan yang tinggi juga menjadi penyebab rusaknya suatu jalan.
23
penyumbatan air (air hujan dalam saluran drainase tidak dapat mengalir ke
dalam kolam detensi). Yang mana kita ketahui bahwa sifat air adalah
mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah.
c) Terdapatnya Limbah Sampah
Gambar 1.8. Terdapatnya Limbah Sampah
Masyarakat di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA
masih menganggap bahwa saluran drainase merupakan tempat
pembuangan sampah. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai
kebersihan lingkungan dan pembuangan sampah pada tempatnya membuat
masyarakat kebanyakan masih membuang sampah di sembarang tempat
seperti di jalan, di lingkungan sekitar, dan di badan air serta di saluran
drainase yang ada. Sampah kemudian berserakan di jalanan sehingga bila
terjadi hujan sampah-sampah tersebut akan dibawa air hujan ke saluran-
saluran drainase yang ada. Akibatnya air menjadi kotor, saluran drainase
menjadi penuh sampah serta saluran tersebut dapat tersumbat oleh
sampah-sampah tersebut dan akhirnya terjadilah genangan.
d) Curah Hujan yang Tinggi
Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya banjir di
jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA ini sebab kapasitas saluran
drainase yang ada tak mampu untuk menampung air yang berlebihan dan
curah hujan yang tinggi juga menjadi penyebab rusaknya suatu jalan.
24
3.2. Peta Denah Lokasi
Gambar 1.9. Peta Denah Lokasi
24
3.2. Peta Denah Lokasi
Gambar 1.9. Peta Denah Lokasi
24
3.2. Peta Denah Lokasi
Gambar 1.9. Peta Denah Lokasi
25
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan
Pembahasan mengenai banjir yang terjadi di Jalan Mayor Ruslan dekat
kolam detensi Yayasan IBA adalah sebagai berikut :
a) Perlunya Pengerukan Sedimentasi pada Saluran Drainase
Pengerukan sedimentasi adalah suatu usaha untuk mengoptimalkan
kembali fungsi saluran drainase. Pada saluran drainase di Jalan Mayor
Ruslan banyak terdapat sedimentasi maka perlu dilakukan pengerukan
terhadap sedimentasi tersebut, agar kapasitas saluran drainase untuk
menampung air hujan tidak berkurang dan memperlancar debit aliran air.
b) Perlunya Pengerukan Sedimentasi yang Maksimal pada Kolam Detensi
agar Beda Elevasinya Lebih Rendah
Di kolam detensi Jalan Mayor Ruslan ini terdapat banyak sekali
sedimentasi daripada saluran drainasenya, oleh karena itu diperlukan
pengerukan yang maksimal atau lebih dalam pada kolam detensi ini agar
beda elevasinya lebih rendah dari saluran drainase, sehingga air yang
ditampung oleh saluran drainase bisa mengalir ke kolam detensi tersebut
atau tidak ada penyumbatan.
c) Melakukan Penyuluhan pada Masyarakat
Melakukan penyuluhan pada masyarakat yang berdomisili di Jalan
Mayor Ruslan ini merupakan suatu usaha yang sangat penting untuk
mencegah terjadinya banjir karena seperti yang kita tahu, banjir dapat juga
disebabkan oleh perilaku manusia seperti merusak lingkungan, membuang
limbah sampah sembarangan, dan banyaknya saluran drainase kota yang
tidak terawat dengan baik. Oleh karena itu, manfaat dari penyuluhan ini
supaya masyarakat dapat menanamkan kesadaran diri tentang pentingnya
kelestarian lingkungan, membuang limbah sampah pada tempatnya, dan
26
melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan saluran drainase
agar kapasitas saluran drainase optimal kembali untuk menampung dan
mengalirkan air secepatnya.
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penyebab terjadinya Banjir di Jalan Mayor Ruslan dekat Kolam Detensi
Yayasan IBA disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a) Terdapatnya sedimentasi di saluran drainase dan kolam detensi.
b) Kolam detensi mempunyai beda elevasi yang tinggi daripada saluran
drainase.
c) Terdapatnya limbah sampah.
d) Curah hujan yang tinggi.
5.2. Saran
Solusi atau solving problem untuk mencegah terjadinya banjir di Jalan
Mayor Ruslan dekat Kolam Detensi Yayasan IBA adalah sebagai berikut :
a) Perlunya pengerukan sedimentasi pada saluran drainase.
b) Perlunya pengerukan sedimentasi yang maksimal pada kolam detensi agar
beda elevasinya lebih rendah dari saluran drainase.
c) Perlunya penyuluhan kepada masyarakat agar tidak membuang limbah
sampah sembarangan.
28
REFERENSI
. Penanganan Sistem Drainase Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.Semarang: Universitas Diponegoro.