Upload
dinhthuy
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengelolaan sumberdaya
air meliputi konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan
pengendalian daya rusak air. Mewujudkan kemanfaatan SDA dimaksud
diperlukan kegiatan pendayagunaan SDA yang antara lain meliputi kegiatan
penyediaan SDA di wilayah sungai.
Provinsi Lampung memiliki beberapa daerah aliran sungai (DAS), yaitu:
DAS Sekampung, Seputih, Tulang Bawang, Semangka, dan Jepara. Data dari
beberapa DAS tersebut yang paling strategis dan potensial untuk dikembangkan
adalah DAS Sekampung karena memiliki nilai penting sebagai salah satu daerah
sumber penghasil padi nasional.
Data monitoring memberikan gambaran bahwa fluktuasi debit Way
Sekampung dalam satu tahun cukup besar, artinya pada waktu debit besar (pada
saat bulan-bulan basah) akan kelebihan air dan bahkan di beberapa tempat
menimbulkan banjir sebaliknya pada waktu debit kecil (pada saat bulan-bulan
kering) terjadi kekurangan air dan bahkan kering sama sekali, artinya makin besar
fluktuasi debit rata-rata musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau, hal
ini mengindikasikan DAS kurang baik. Data kondisi debit tersebut di atas maka
dilakukanlah upaya untuk menampung kelebihan debit pada waktu musim hujan
2
dan disimpan untuk mengatasi kekurangan debit pada waktu musim kemarau
(kering) dengan membangun Bendungan/Waduk Batutegi di bagian hulu DAS
Sekampung.
Pelayanan air untuk irigasi teknis dilakukan melalui Bendung Argoguruh
di hilir dari Waduk Batutegi. Rencana pelayanan air irigasi mencapai 65.500 ha,
yang berarti identik dengan debit layanan air mencapai 65 m3/dtk, tetapi pada
kenyataannya debit rencana tersebut sulit dicapai, terutama jika diperlukan pada
musim kemarau. Data yang termonitor pada Bendung Argoguruh menunjukkan
debit minimum pada musim hujan mencapai 26,10 m3/dtk dan debit minimum
pada musim kemarau hanya 2,60 m3/dtk, sedangkan debit maksimum pada
bendung Argoguruh tercatat mencapai 501,35 m3/dtk. Hal ini berarti adanya
potensi ketersediaan air di Way Sekampung yang dapat dikonservasi dengan
adanya Bendungan Batutegi sebagai tempat penyimpanan air.
Kebutuhan akan hasil pertanian, energi listrik dan air baku semakin
meningkat dengan bertambahnya penduduk, oleh karena itu untuk meningkatkan
produksi pertanian, suplai energi listrik, sumber air baku, salah satu alternatif
upaya yang ditempuh yaitu pembangunan waduk/reservoir atau bendungan
sebagai potensi sumberdaya air yang dapat di manfaatkan untuk keperluan
tersebut. Hal tersebut sebaiknya mengoptimalkan pengoperasian dan pengelolaan
waduk yang mempunyai debit inflow air yang terbatas, sehingga didapatkan hasil
kinerja yang semaksimal mungkin. Permasalahan yang banyak terjadi di suatu
genangan waduk salah satunya adalah keseimbangan antara ketersediaan air dan
3
pengaturan pola penyebaran air untuk pemanfaatan waduk yang optimal, sehingga
perlu adanya kajian mengenai neraca air/water balance.
Waduk yang di bangun di hulu Way Sekampung memiliki tujuan, yaitu:
(1) aspek pendayagunaan dan perekonomian berupa air irigasi, pembangkit listrik
tenaga air (PLTA), serta penyedia air baku untuk kebutuhan domestik, (2) aspek
lingkungan dan pengendalian daya rusak air berupa konservasi air untuk
mengatasi fluktuasi yang besar antara debit rata-rata musim hujan dengan debit
rata-rata musim kemarau, serta pengendalian banjir, (3) aspek pariwisata dan
pengembangan perikanan darat.
Operasional Waduk Batutegi disinergikan bersamaan dengan Bendung
Argoguruh, sehingga pengaturan air Waduk Batutegi terintegrasi dengan Bendung
Argoguruh yang berada di hilirnya. Penggunaan air diupayakan secara bersamaan
untuk memenuhi tiga tujuan, yaitu irigasi, pembangkit listrik dan suplai air baku
air minum. Pedoman operasi Waduk Batutegi yang berhubungan dengan Bendung
Argoguruh harus dilaksanakan dengan mengacu pada kurva aturan “rule curve”
operasi waduk, yaitu kurva aturan atas, kurva aturan bawah, dan kurva aturan
bawah kritis.
Cara penentuan kebijakan pengoperasiannya, “rule curve” eksisting yang
ada perlu dievaluasi kembali. Hal ini diperlukan teknik pemodelan pengoperasian
waduk yang secara eksplisit mampu mempresentasikan keadaan pengoperasian
sesungguhnya, dan perlu diingat setiap waduk tentu selalu terkait dengan proses
sedimentasi yang terus berlangsung. Teknik optimasi yang sering dipergunakan
dalam pengoptimasian sumberdaya air, masing-masing teknik optimasi tersebut
4
memiliki karakteristik dan keunggulan tersendiri dibandingkan dengan yang lain,
contohnya Program Linier Deterministik. Teknik optimasi yang ada diliteratur
maka optimasi menggunakan Program Linier Deterministik menjadi salah satu
pilihan karena beberapa kelebihan yaitu teknik ini dapat digunakan merangkum
sasaran dan kendala yang bersifat non linier, dapat mengakomodasi fenomena
deterministik dari inflow sungai, dapat menghasilkan pola pengoperasian waduk
dengan tahapan-tahapan keputusan yang lebih baik. Pola operasi waduk yang
dihasilkan dari optimasi tersebut diharapkan menjadi efektif dan handal (reliable).
Penelitian ini ditujukan untuk pengaturan pengoperasian waduk dengan
menggunakan metode optimasi Program Linier Deterministik, guna mendapatkan
pedoman operasi ideal dalam pemenuhan berbagai kebutuhan air.
B. Lokasi Penelitian
Wilayah Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung, menurut
Permen PU No. 11A/PRT/M/2006, provinsi Lampung dibagi 3 wilayah sungai,
yaitu: wilayah sungai Seputih-Sekampung, wilayah sungai Mesuji-Tulang
Bawang, dan wilayah sungai Semangka dengan luas total ± 25.700 km2. Provinsi
Lampung mempunyai luas 35.288,35 km2, 144 ribu ha jaringan irigasi teknis yang
tersebar di sejumlah kabupaten di Lampung. Luas DAS way sekampung (5675
km2), dengan luas irigasi 66.500 ha dan Luas DAS way seputih (7550 km
2),
dengan luas irigasi 20.200 ha.
5
Rincian Daerah Aliran Sungai Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:
1. Sungai Tulang Bawang : 10150 km2,
2. Sungai Seputih : 7550 km2,
3. Sungai Sekampung : 5675 km2,
4. Sungai Semangka : 1525 km2,
5. Sungai Jepara : 800 km2.
Peta wilayah sungai di Provinsi Lampung disajikan pada Gambar 1.1
berikut ini.
Sumber: Keppres No. 12 tahun 2012 tentang Wilayah Sungai
Gambar 1.1 Peta wilayah sungai di Provinsi Lampung.
Wilayah sungai Seputih-Sekampung terdapat 2 (dua) waduk yaitu: Waduk
Batutegi di Kabupaten Tanggamus dan Waduk Jepara di Kabupaten Lampung
Timur, sedangkan di wilayah sungai Mesuji-Tulang Bawang terdapat waduk Way
Rarem di Kabupaten Lampung Utara.
6
Waduk/Bendungan Batutegi berlokasi di Kabupaten Tanggamus dengan
jarak ± 90 Km sebelah barat daya dari Kota Bandar Lampung, bendungan yang
dibangun dengan dan dari APBN dan bantuan Japan Bank For International
Coorperation (JBIC) atau LOAN OECF itu juga berfungsi sebagai
pembangkit listrik, penyediaan bahan baku air minum untuk kawasan Kota
Bandar Lampung, Metro dan daerah Beranti di Kabupaten Lampung selatan.
Peta lokasi waduk disajikan pada Gambar 1.2 berikut ini.
Gambar 1.2 Peta lokasi waduk.
Informasi Bendungan/Waduk Batutegi secara lengkap akan disajikan pada
Lampiran 1.
C. Rumusan Masalah
7
Latar belakang diatas dapat dibuat perumusan masalah yaitu bagaimana
pedoman pengoperasian Waduk Batutegi, agar dapat dimanfaatkan sebagai
potensi ketersediaan air secara optimal, baik untuk melayani daerah irigasi areal
sawah, melayani kebutuhan akan suplai energi listrik ke jaringan interkoneksi
Sumbagsel sebesar 100 GWh/tahun, maupun untuk pelayanan air baku di wilayah
layanan Waduk Batutegi.
Debit air yang dilepas oleh Bendungan Batutegi adalah sesuai dengan
kebutuhan total air irigasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Tanam
Global (RTTG) sesuai dengan Keputusan Gubernur, serta air untuk pemeliharaan
lingkungan sungai.
Kriteria kinerja waduk optimal, yaitu:
1. Keuntungan maksimum (water value), yaitu maksimum lahan sawah yang
dapat terairi (intensitas tanam) sehingga hasil padi meningkat,
2. Kemampuan suplai air terhadap kebutuhan air (nilai rerata faktor k),
3. Keandalan (reliabilitas) kinerja operasi waduk (R), yaitu kebutuhan air
selalu dapat dipenuhi oleh waduk.
Air yang tersimpan dalam Waduk Batutegi selanjutnya dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan irigasi di Daerah Irigasi Sekampung Sistem dengan
cara melepas air melalui water way (pintu air), untuk kemudian masuk ke dalam
sungai Way Sekampung dan mengalir sepanjang ± 65 km ke arah hilir untuk
selanjutnya disadap oleh Bendung Argoguruh. Panjang Way Sekampung ± 623
km, dengan luas DAS 5.675 km2, serta memiliki 12 cabang sungai.
8
Peta Bendungan Batutegi dan Bendung Argoguruh disajikan pada Gambar
1.3 berikut ini.
Gambar 1.3 Peta Bendungan Batutegi dan Bendung Argoguruh.
Peta Irigasi Way Sekampung disajikan pada Gambar 1.4 berikut ini.
Gambar 1.4 Irigasi Way Sekampung.
9
Way Sekampung hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan areal
irigasi yang berasal dari penyadapan oleh Bendung Argoguruh untuk areal irigasi
seluas 20.600 hektar ketika Bendungan Batutegi belum dibangun, akan tetapi
setelah selesainya pembangunan Bendungan Batutegi di bagian hulu Way
Sekampung, maka total areal irigasi dapat dikembangkan hingga mencapai
sebesar ± 66.500 hektar. Data potensi luas baku tersebut, dibuat suatu rencana
tanam yang mempunyai hubungan dengan kebutuhan air irigasi tanaman,
sehingga diharapkan akan sesuai antara realisasi tanam dengan rencana tanam
yang telah diprogramkan. Skema DAS Way Sekampung disajikan pada Gambar
1.5 berikut ini.
Gambar 1.5 Skema DAS Way Sekampung.
Masalah lain yang dihadapi Bendungan Batutegi adalah air yang
dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik yang dilepas cukup besar pada saat
beban puncak yaitu mulai dari pukul 17.00 WIB s.d pukul 22.00 WIB. Air yang
dilepas setiap hari tersebut terus mengalir ke arah hilir yaitu ke sungai Way
Sekampung dan diteruskan ke Bendung Argoguruh serta ke Daerah Irigasi
WEIR
10
Sekampung system, akan tetapi pada saat Sekampung Sistem tidak memerlukan
air, air tetap dialirkan dan dibuang ke laut, hal ini disebabkan karena air yang
dilepas di Bendungan Batutegi tersebut diperlukan untuk diambil energinya untuk
pembangkit tenaga listrik. Mengatur air yang dilepas pada jam tertentu itu
diperlukan suatu metode pengelolaan air yang optimal. Pola operasi Bendungan
Batutegi dalam menyuplai air ke D.I Sekampung sistem berpedoman pada SK
Gubernur Lampung tentang Rencana Tata Tanam Global yang diterbitkan setiap
tahun.
Tujuan utama dibangunnya Bendungan Batutegi adalah untuk irigasi,
maka pengoperasian PLTA sebaiknya menyesuaikan jadual pelepasan air untuk
irigasi tersebut. Kondisi ini tidak jarang menimbulkan konflik kepentingan
mengingat Provinsi Lampung sering mengalami kendala dalam hal kebutuhan dan
ketersediaan pasokan listrik. Tujuan dibangunnya Bendungan Batutegi adalah
untuk menyuplai D.I Sekampung Sistem pada saat musim kemarau, dalam
kenyataannya tidaklah demikian mengingat kondisi tata guna lahan (vegetasi)
yang ada relatif sudah rusak, terutama di daerah sepanjang sungai antara
Bendungan Batutegi dan Bendung Argoguruh. Daerah sepanjang sungai tersebut
saat ini sudah banyak yang menjadi areal perladangan dan permukiman sehingga
tidak lagi menjadi daerah hijau yang mampu menyimpan air. Hal ini
menyebabkan bila curah hujan tinggi debit air di Sungai Way Sekampung sangat
besar bahkan jauh di atas debit air yang dibutuhkan untuk irigasi dan kelebihan air
tersebut dibuang ke laut. Debit air yang berlebih di Way Sekampung tersebut
durasinya sangat singkat, sehingga bila dalam waktu 2 atau 3 hari tidak ada curah
11
hujan maka debit air sangat kecil dan kekurangan air untuk irigasi harus disuplai
dari Bendungan Batutegi. Kondisi yang demikian ini menyebabkan tidak
seimbangnya inflow dan outflow Bendungan Batutegi sehingga sejak tahun 2005
elevasi muka air terus menurun. Posisi terendah penurunan elevasi muka air
terjadi pada September 2008 yaitu +226 m (48 m di bawah muka air normal +274
m). Kapasitas tampung ±690 juta m3, saat itu hanya tinggal ±95 juta m
3, maka
perlu dilakukan evaluasi terhadap data pelepasan air dengan menyandingkan data
outflow Bendungan Batutegi dan kebutuhan air irigasi di pintu intake Bendung
Argoguruh. Data yang ada sering terjadi overlabing, yaitu adanya suplai air pada
saat di areal sawah sudah cukup air. Permasalahan ini diusulkan perlu adanya
studi optimasi pengelolaan Bendung Argoguruh dan Bendungan Batutegi.
Pola operasi Waduk Batutegi saat ini mengikuti 3 (tiga) kurva aturan
seperti disajikan pada Gambar 1.6 sebagai berikut.
Gambar 1.6 Kurva Aturan Waduk Batutegi.
12
1. Kurva Aturan Atas (Upper Rule Curve)/KAA
Kurva ini berada di atas batas tampungan efektif waduk untuk waduk
Batutegi, jika batas tersebut terlampaui (di atas Kurva Aturan Atas) maka
penggunaan air harus dimaksimalkan agar segera dapat mengurangi kapasitas
efektif waduk sampai di bawah kurva aturan atas. Pelepasan air waduk harus
digunakan semaksimal mungkin.
2. Kurva Aturan Bawah (Lower Rule Curve)/KAB
Kurva ini merupakan batas bawah tampungan efektif waduk. Kekurangan
air terjadi ketika tampungan efektif turun di bawah batas tersebut. Permukaan air
waduk saat berada (di antara Kurva Aturan Atas dan Kurva Aturan Bawah), maka
air yang dilepas harus berdasarkan pada ketersediaan air di Argoguruh sehingga
pengeluaran air hanya untuk memenuhi kebutuhan irigasi (RTTG). Operasional
pembangkit listrik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Pembangkit listrik dioperasikan tidak penuh (Non-Firm Power to be
generated), pembangkit listrik tergantung pada air yang dilepas dari
waduk.
b. Pembangkit listrik dioperasikan penuh (Firm Power to be generated),
pembangkit listrik dioperasikan secara penuh untuk itu diperlukan
tambahan air dari waduk.
3. Kurva Aturan Bawah Kritis (Critical Lower Rule Curve)/KABK
Kurva ini merupakan batas bawah luar biasa tampungan efektif waduk.
Tampungan efektif waduk turun di bawah batas kurva ini maka terjadi keadaan
sangat kekurangan air.
13
Permukaan air waduk saat berada (di antara Kurva Aturan Bawah dan
Kurva Aturan Bawah Kritis), pada saat itu maka air yang dilepas dari waduk
hanya untuk memenuhi 70% dari kebutuhan irigasi, namun kebutuhan untuk air
baku air minum dan pemeliharaan lingkungan harus tetap dilayani secara penuh.
Penggunaan air untuk pembangkit listrik sangat terbatas dan tergantung pada
pengeluaran air dari waduk tersebut.
Permukaan air waduk pada saat berada pada kurva atau (di bawah Kurva
Aturan Bawah Kritis), maka air irigasi tidak akan dipasok namun kebutuhan untuk
air baku air minum dan pemeliharaan lingkungan harus tetap dilayani secara
penuh. Penggunaan air untuk pembangkit listrik tergantung pada pengeluaran air
dari waduk tersebut.
D. Tujuan Penelitian
1. Melakukan analisis neraca air untuk mengetahui ketersediaan air Waduk
Batutegi dalam memenuhi kebutuhan air di D.I Sekampung Sistem, PLTA
dan air baku.
2. Mendapatkan pengaturan air (release) waduk yang optimal dengan
memperhatikan sifat fluktuasi inflow menggunakan Program Linier
Deterministik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja Waduk
Batutegi dalam pemenuhan kebutuhan air.
3. Menghasilkan pedoman operasi waduk dengan kurva acuan (rule curve)
yang sesuai untuk mendukung kinerja operasi Waduk Batutegi.
14
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi atau gambaran mengenai kondisi permasalahan
Waduk Batutegi, sehingga dapat memberikan evaluasi serta rekomendasi
dalam rangka meningkatkan pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan
potensi sumberdaya air Waduk Batutegi.
2. Menyeimbangkan permintaan (irigasi, PLTA, air baku) dengan
ketersediaan air, melalui pengaturan alokasi air yang sesuai sehingga
mendapatkan hasil kinerja semaksimal mungkin.
F. Batasan Penelitian
Penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar lebih memfokuskan
tujuan akan penelitian ini, adapun beberapa batasan dalam penelitian ini antara
lain:
1. Lokasi penelitian ini dilakukan di Waduk Batutegi dan daerah
pendistribusian irigasi, suplai energi listrik dan air baku, tetapi belum
mempertimbangkan analisis dampak lingkungan dan sosial.
2. Penelitian ini difokuskan pada pola pengoperasian Waduk Batutegi secara
optimal dari segi aspek pendayagunaan dan perekonomian berupa
kebutuhan air irigasi, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), serta penyedia
air baku untuk kebutuhan domestik.
3. Pemodelan optimasinya menggunakan pendekatan secara deterministik.
4. Mencapai tujuan dan fungsi sebagaimana telah disebutkan di atas maka
Bendungan Betutegi dilengkapi dengan pedoman operasional
15
pemeliharaan waduk dan bendungan dalam 3 (tiga) pola operasi menurut
keadaan curah hujan, yaitu pola operasi tahun basah, pola operasi tahun
normal, dan pola operasi tahun kering.
5. Tidak melakukan kajian mengenai budidaya tanam dan kajian mengenai
kebutuhan PLN secara rinci.
6. Mengenai skala proiritas penyediaan sumberdaya air untuk memenuhi
berbagai kebutuhan diatur dalam UU No.7 Tahun 2004 pasal 29.