Upload
nguyenngoc
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
P a g e |1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Aceh memiliki luas laut 591.089 Km2 dan dikelilingi tidak kurang 1.865
km garis pantai menjadikan Aceh sebagai Provinsi yang memiliki wilayah pesisir
terbesar di Pulau Sumatera. Provinsi Aceh juga berbatasan langsung dengan dua
perairan laut yang sangat penting, yaitu: Laut Andaman dan Selat Malaka di
bagian utara dan timur serta Laut India di bagian barat. Dengan demikian, tidak
heran Aceh kaya akan sumber daya laut baik sumberdaya hayati maupun
sumberdaya non hayati. Salah satu sumberdaya hayati yang dimiliki Provinsi
Aceh adalah sumberdaya perikanan dan kelautan. Selama ini, sektor perikanan
dan kelautan merupakan salah satu sektor andalan di Provinsi Aceh dimana lebih
dari 55% penduduk Aceh bergantung kepada sektor ini baik secara langsung
maupun tidak langsung (Yusuf, 2003).
Namun demikian, potensi kelautan dan perikanan tersebut masih belum
bisa dimanfaatkan secara optimal karena berbagai hal. Selain itu, potensi kelautan
dan perikanan ini masih belum bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat yang hidup di sekitar sumber daya alam tersebut
dimana sudah menjadi fakta umum bahwa sebagian besar nelayan di Aceh masih
hidup dibawah garis kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah. Oleh karena
itu, pengembangan sektor perikanan harus menjadi salah satu prioritas
pembangunan di Provinsi Aceh sehingga dapat memberikan dampak positif bagi
perkembangan ekonomi secara umum di kawasan ini (Muchlisin et al., 2012).
P a g e |2
Dalam rangka memenuhi harapan tersebut, dalam menyusun kebijakan
pembangunan perikanan dan kelautan di Aceh diperlukan sebuah kebijakan yang
visioner (sesuai dengan kondisi masa depan), strategis, terintegrasi, tepat, inovatif
dan efektif serta didasarkan pada realitas permasalahan. Pembangunan perikanan
Indonesia selama ini secara umum dinilai belum berhasil mengangkat
perekonomian masyarakat nelayan secara nyata, oleh karena itu diperlukan suatu
terobosan baru untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada selama ini.
Pembangunan yang bersifat sektoral dan tidak terencana dengan baik
diduga sebagai salah satu sebab belum berhasilnya pembangunan perikanan
Indonesia selama ini. Untuk itu diperlukan perubahan cara berpikir dan orientasi
pembangunan dari daratan ke lautan (maritime), yang disebut dengan “Revolusi
Biru”. Salah satu instrument untuk pengembangan perikanan yang diterapkan di
Pidie Jaya adalah dilakukan Studi Penetapan Komoditas Unggulan Perikanan
Budidaya. Studi ini merupakan salah satu upaya untuk menjadikan sektor
perikanan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan daerah yang kawasannya
memiliki potensi perikanan. Output dari studi ini diharapkan menjadi referensi
stakeholder di instansi pemerintahan dalam menentukan kebijakan pembangunan
sektor perikanan budidaya yang nantinya akan menghasilkan pertumbuhan
ekonomi masyarakat di wilayah tersebut.
1.2. TUJUAN DAN SASARAN
1.2.1. Tujuan
Studi penetapan komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Pidie Jaya
dilaksanakan untuk menyiapkan suatu dokumen perencanaan yang terstruktur dan
P a g e |3
komprehensif dalam pengembangan perikanan lintas sektoral di Kabupaten Pidie
Jaya. Adapun manfaat dari kajian ini adalah:
- Meningkatkan produksi, produktivitas, dan nilai tambah produk perikanan
budidaya yang berdaya saing tinggi berorientasi pasar,
- Mempercepat pembangunan ekonomi berbasis perikanan budidaya melalui
modernisasi sistem produksi dan manajemen,
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan budidaya.
- Bagi Pemerintah, sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan
prioritas pembangunan.
1.2.2. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah tersedianya dokumen
pengembangan komoditas unggulan perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya
sehingga arah pembangunan perikanan budidaya Kabupaten Pidie Jaya akan
terfokus dan memberi dampak yang nyata bagi kemajuan daerah secara umum.
1.3 METODOLOGI
1.3.1 Lokasi dan Waktu
Studi Penetapan Komoditas Unggulan Perikanan dilakukan dalam jangka
waktu selama 2 (dua) bulan kelender. Fokus kegiatan adalah sektor perikanan
budidaya dengan berbagai media pemeliharaan seperti: budidaya air payau
(utama), budidaya air tawar dan budiaya laut. Studi komoditas unggulan
perikanan budidaya ini dilakukan di Kabupaten Pidie Jaya meliputi delapan
Kecamatan di dalamnya yaitu:Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Pante Raja,
P a g e |4
Kecamatan Tringgadeng, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Meurah Dua,
Kecamatan Ulim, Kecamatan Jangka Buya dan Kecamatan Bandar Dua.
1.3.2 Analisa Data
1.3.2.1 Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis Location Quotient (LQ) adalah salah satu tehnik pengukuran yang
paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor basis atau non
basis (Prasetyo, 2001; Lincolyn, 1997). Analisis LQ dimaksudkan untuk
mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis
suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
sebagai indikator pertumbuhan wilayah.
Dengan dasar pemikiran economic base kemampuan suatu sektor dalam
suatu daerah dapat dihitung dari rasio barikut:
LQ = (Lij/Lj)/(Nip/Np)
Dimana:
Lij = Nilai tambahan sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota)
Lj = Total nialai tambah sektor di daerah j
Nip = Nilai tambah sektor i di daerah p (Privinsi/Nasional)
Np = Total nilai tambah sektor di p
P = Provinsi/Nasional
Lij/Lj = Presentasi employment regional dalam sektor i
Nip/Np= Prosentase employment nasional dalam sektor i
Atau melalui formulasi berikut:
LQ = (V1R/VR)/(V1/V)
Dimana:
V1R = Jumlah PDRB suatu sektor Kabupaten/Kota
VR = Jumlah PDRB seluruh sektor Kabupaten/Kota
V1 = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat Provinsi
V = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat Provinsi
Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan disimpulkan
sebagai berikut:
P a g e |5
- Jika LQ ˃ 1, merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi
Kabupaten/Kota lebih tinggi dari tingkat provinsi
- Jika LQ = 1, berarti tingkat spesialisasi Kabupaten/Kota sama dengan di
tingkat provinsi
- Jika LQ ˂ 1, adalah merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat
spesialisasi Kabupaten/Kota lebh rendah dari tingkat provinsi.
1.3.2.2 Analytical Hierarcy Process (AHP)
Kebijakan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan
keputusan dengan maksud membangun landasan yang jelas dalam mengambil
keputusan dan langkah yang akan dilaksanakan. Analisis kebijakan merupakan
analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga
dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil
keputusan. Analisis kebijakan juga didefinisikan sebagai setiap analisis yang
menghasilkan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan
atau keputusan, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan pada tingkat politik dalam
rangka pemecahan masalah publik.
Pengambilan keputusan atau kebijakan akan lebih mudah bila
menggunakan model kebijakan karena merupakan sajian sederhana mengenai
aspek terpilih dari situasi problematik didasari atas tujuan-tujuan khusus. Lebih
lanjut disebutkan bahwa dari beberapa model yang dikenali dalam merumuskan
kebijakan tidak ada satupun model yang dianggap baik, karena masing-masing
model memfokuskan perhatian pada aspek yang berbeda.
Salah satu model analisis data yang dapat digunakan untuk menelaah
kebijakan adalah AHP. Model ini banyak digunakan pada pengambilan keputusan
dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumber daya dan penentuan prioritas
P a g e |6
strategi yang dimiliki pengambil keputusan dalam situasi konflik. Dalam
perkembangannya metode ini tidak saja digunakan untuk penentuan prioritas
pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria) tetapi dalam penerapannya telah
meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam
masalah. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan
cukup mengandalkan intuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun
intuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan,
pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami
masalah keputusan yang dihadapi.
Metode sampling yang dipakai adalah purposive sampling dengan jumlah
responden sebanyak 15 orang yang merupakan stakeholder terkait kegiatan
perikanan terdiri atas unsur-unsur pemerintah daerah, tokoh masyarakat nelayan
danpanglima laot. Pemilihan responden dilakukan sedemikian rupa terhadap
pihak-pihak yang memiliki pemahaman baik terkait dengan pembangunan
perikanan di Kabupaten Pidie Jaya.
Pembangunan dan pengembangan sektor perikanan budidaya di Kabupaten
Pidie Jaya memiliki beberapa kegiatan yang potensial antara lain budidaya, dan
peningkatan nilai tambah melalui proses pengolahan. Langkah awal proses ini
adalah merinci tujuan atau permasalahan kedalam komponen-komponen,
kemudian diatur kedalam tingkatan-tingkatan hirarki. Hirarki yang paling atas
diturunkan kedalam beberapa set kriteria atau elemen, sehingga diperoleh elemen-
elemen spesifik yang mempengaruhi alternatif pengambilan keputusan.
P a g e |7
Setelah hirarki tersusun, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas
elemen-elemen pada masing-masing tingkatan. Kemudian dibangun set matriks-
matriks perbandingan dari semua elemen pada suatu tingkat hirarki dan
pengaruhnya terhadap elemen pada tingkatan yang lebih tinggi untuk menentukan
prioritas serta mengkonversi penilaian komparatif individu ke dalam pengukuran
skala rasio. Penentuan tingkat kepentingan pada tiap hirarki dilakukan dengan
teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang menghasilkan
suatu matriks peringkat relatif untuk masing-masing tingkat hirarki.
Struktur hirarki dari permasalahan yang ingin diteliti yaitu pemilihan
prioritas pembangunan perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan
lima faktor, yaitu potensi sumber daya perikanan (SDI), sumber daya manusia
(SDM), sarana dan prasarana (Sarpras), faktor pemasaran atau permintaan
konsumen (Pasar) dan ketersediaan Biaya. Level 1 merupakan tujuan yang ingin
dicapai dari kegiatan yang dilakukan pada level 3. Faktor-faktor pada level 2
diukur dengan perbandingan berpasangan berarah ke level 1. Misalnya di dalam
pemilihan kegiatan pembangunan, mana yang lebih penting antara sumber daya
perikanan dan sumber daya manusia, antara sumber daya perikanan dengan sarana
prasarana, pasar, biaya dan seterusnya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada level 2 dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor SDI, menunjukkan ketersediaan (stok) dan potensi sumber daya ikan
dan kegiatan budiaya petambak yang ada di wilayah Kabupaten Pidie Jaya.
2. Faktor SDM, sebagai pelaku utama berbagai aktivitas perikanan meliputi
pembudidaya ikan dan pengolah hasil perikanan.
P a g e |8
3. Faktor Sarpras, merupakan fasilitas pendukung untuk kelancaran usaha
perikanan, antara lain; pabrik es, cold storage, hatchery, UPP, dan lain-lain.
4. Faktor Biaya, merupakan komponen untuk investasi dan operasional
pelaksanaan kegiatan usaha perikanan; dapat disediakan oleh lembaga
keuangan Bank maupun non Bank.
5. Faktor Pasar, menentukan tingkat permintaan produk hasil perikanan. Pasar
dapat berupa pasar lokal, regional maupun internasional.
1.3.2.3. Analisa Finansial
Kelayakan usaha komoditas unggulan dianalis dengan menggunakan
kriteria net benefit, Net Present Value (NPV), payback period, Benefit Cost Ratio
(B/C) dan Internal Rate of Return (Kadariah et al. 1999). Analisa sensitifitas juga
digunakan untuk menentukan tingkat sensitifitas usaha dengan perubahan input
produksi. Kriteria-kriteria digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
penentuan komoditas unggulan yang dikembangkan di Kabupaten Pidie Jaya.
P a g e |9
BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN PIDIE JAYA
2.1 KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI
Kabupaten Pidie Jaya merupakan Kabupaten yang terbentuk pada 15 Juni
2007 hasil pemekaran dari Kabupaten Pidie berdasarkan Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Pidie
Jaya. Secara geografis Kabupaten Pidie Jaya berada pada posisi 04006’ - 04047’
Lintang Utaradan 95052’ - 96030’ Bujur Timur. Dengan luas daerah 1.162,84 km2,
terbagi dalam 8 (delapan) kecamatan, 34 mukim, serta 222 desa. Kabupaten Pidie
Jaya berbatasan sebelah Utara dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan
Kabupaten Pidie, sebelah Timur dengan Kabupaten Bireun, dan sebelah Barat
berbatasan Kabupaten Pidie (Gambar 2.1).
Kecamatan Jangka Buya merupakan wilayah terkecil yaitu 33,47 km2
(2,88%) dari total wilayah kabupaten dan Kecamatan Meurah Dua merupakan
kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar 307,85 km2 (26,47%), lebih jelas
luas wilayah per masing-masing Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
P a g e |10
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh
Tabel 1. Luas Wilayah Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya,
Provinsi Aceh
No Kecamatan Luas Wilayah (km) Persentase (%)
1 Bandar Dua 172,00 14,79
2 Jangka Buya 33,47 2,88
3 Ulim 64,67 5,56
4 Meurah Dua 307,85 26,47
5 Meureudu 143,96 12,38
6 Trienggadeng 119,94 10,31
7 Panteraja 52,39 4,51
8 Bandar Baru 268,56 23,1
Total 1162,84 100 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Dari luas wilayah kabupaten Pidie Jaya seluas 1.162,84 km2 yang terbagi
menjadi 8 kecamatan dan masing-masing kecamatan sangat bervariasi,
kecamatan Jangka Buya hanya sekitar 29,64 km2 atau2,55 persen dari total
wilayah kabupaten, akan tetapi ada kecamatan yang mencakup hampir 25,13
persen (292,2 km2) wilayah kabupaten itu. Kecamatan Meurah Dua merupakan
kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar 307,85 km2 atau 26,47 persen
P a g e |11
diikuti kecamatan Bandar Baru yaitu 268,56 km2 atau 23,10 persen dari luas
wilayah kabupaten. Sementara itu Kecamatan Jangka Buya mempunyai luas
wilayah terkecil yaitu sekitar 33,47 km2 atau 2,88 persen dari wilayah
kabupaten. Sedangkan 5 kecamatan lainnya mempunyai luas wilayah yang
hampir sama yaitu berkisar antara 5 sampai dengan 15 persen dari total wilayah
kabupaten.
Kabupaten Pidie Jaya yang semula merupakan bagian wilayah Kabupaten
Pidie mempunyai potensi ekonomi dibidang pertanian, perdagangan dan industri
pengolahan. Hal ini didukung oleh kondisi iklim wilayah Pidie Jayayang
memiliki iklim tropis dan tanah yang subur, sehingga sangat cocok sebagai
wilayah budidaya berbagai macam komoditi pertanianterutama tanaman pangan.
Jarak tempuh masing-masing dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten
relatif dekat, kecuali dari Kecamatan Bandar Baru yang mesti ditempuh sejauh
26 kilometer dan Kecamatan Panteraja sejauh 21 kilometer.
2.1.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2013 berjumlah
138.415 jiwa yang tersebar di delapan kecamatan. Penduduk laki-laki berjumlah
67.584 jiwa (48,83%) dan perempuan 70.831 jiwa (51,17%), dengan demikian
rasio/perbandingan jenis kelamin hampir seimbang. Rata-rata kepadatan
penduduk di Kabupaten Pidie Jaya mencapai 117 orang perkilometer persegi.
Kecamatan Jangka Buya merupakan kecamatan terpadat penduduknya sekitar 260
orang per km2, disusul Kecamatan Ulim 206 orang per km2. Sebaliknya wilayah
P a g e |12
paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Meurah Dua yang hanya didiami
oleh 33 orang per km2.
Persebaran penduduk antar kecamatan terlihat masih belum merata.
Kepadatan penduduk biasanya terkonsentrasi di pusat perekonomian yang
umumnya memiliki fasilitas yeng lengkap yang dibutuhkan oleh penduduk.
Masalah yang mengenai sering timbul akibat kepadatan penduduk adalah
masalah perumahan, kesehatan, dan keamanan. Oleh karena itu, persebaran
penduduk harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan, dan harus menjadi memprioritas utama dalam pembangunan
yang dilaksanakan dan sebaiknya diarahkan ke daerah-daerah terpencil yang
kekurangan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan dan aktivitas
perekonomian masyarakat setempat. Hal ini sekaligus harus berkaitan dengan
daya dukung lingkungan dan dapat menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya
bagi penduduk setempat.
Persebaran penduduk di Kabupaten Pidie Jaya terkonsentrasi di
Kecamatan Bandar Baru yang dihuni oleh 23 persen jumlah penduduk yaitu
sebesar 23.656 jiwa dari total penduduk Kabupaten Pidie Jayasebesar 136.000
jiwa. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya yaitu
Kecamatan Panteraja yang dihuni oleh 6 persen jumlah penduduk atau sebesar
7.533 jiwa.
Kepadatan penduduk merupakan ukuran yang mengambarkan ideal
tidaknya suatu wilayah yang dihuni oleh penduduknya diukur dari rata-rata
jumlah penduduk pada setiap satu kilometer persegi luas wilayah sama dengan
P a g e |13
jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Rata-rata kepadatan penduduk di
kabupatenini mencapai 117 orang per kilometer persegi. Kecamatan Jangka Buya
merupakan kecamatan terpadat penduduknya dengan berpenghuni sekitar 260
orang per km2, disusul Kecamatan Ulim 206 orang per km2. Sebaliknya,
wilayah paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Meurah Dua yang hanya
didiami oleh33 orang per km2 .
2.2 PEREKONOMIAN DAERAH (STRUKTUR PDRB)
Berbagai indikator penting guna melihat tingkat kesejahteraan dan
pemerataan ekonomi diantaranya seperti Pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Laju Inflasi, PDRB per Kapita, Indeks Gini, dan tingkat
kemiskinan.
2.2.1 Pertumbuhan PDRB
Sejalan dengan pertambahan usia Kabupaten Pidie Jaya yang telah
memasuki tahun ke-7, perkembangan pembangunan khususnya pada bidang
ekonomi telah menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat
terlihat dalam pertumbuhan PDRB kabupaten setiap tahunnya, baik dihitung
berdasarkan Harga Konstan (Hk) ataupun dengan Harga Berlaku (Hb).
Pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:
P a g e |14
Tabel 2. Nilai Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2009
s.d 2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)
Sumber: BPS Kabupaten Pidie Jaya 2013.
PDRB Kabupaten Pidie Jaya menurut lapangan usaha tahun 2012 yang
dihitung dengan Harga Konstan (PDRB Rill) tahun 2000 mencapai 716.577,19
(juta). Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 5,01% jika
dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat sebesar 682.398,35 (juta). Bila
dilihat per sektor maka penyumbang terbesar PDRB kabupaten ada pada sektor
pertanian yang menjadi keunggulan daerah yaitu sebesar 375.791,00 (juta)
atau sebesar 52,2% dari total PDRB tahun 2012. Urutan kedua diikuti sektor
jasa-jasa sebesar 137.699,87 atau 19,2% dan pada urutan ketiga sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 99.844,11 (juta) atau 13,9%.
Pada tahun 2012 terjadi pertumbuhan PDRB tertinggi pada sektor
Listrik Gas & Air Bersih yaitu sebesar 12,17%. Sektor Perdagangan, Hotel &
Restoran menempati urutan kedua yaitu 10,30%. Urutan ketiga yaitu sektor
Konstruksi yaitu 9,97%. Sedangkan pada sektor-sektor lain rata-rata
meningkat antara 1,5 – 8%.
P a g e |15
Lebih lanjut PDRB Kabupaten Pidie Jaya tahun 2012 yang dihitung
berdasarkan harga berlaku (PDRB Nominal) dapat dilihat pada Tabel 2.3
sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2009
s.d 2012 Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)
Sumber: BPS Kabupaten Pidie Jaya 2013.
PDRB Kabupaten Pidie Jaya yang dihitung berdasarkan Harga Berlaku
(PDRB Nominal) tahun 2012 dimana jumlahnya mengalami peningkatan
sebesar 1.544.295,61 (juta) atau meningkat sebesar 11,6% dari tahun 2011
yang berjumlah 1.383.363,18 (juta). Sektor yang paling menonjol
kontribusinya terhadap PDRB masih didominasi oleh sektor pertanian yang
berjumlah 896.568,44 (juta) atau 58,1% dari total PDRB kabupaten tahun
2012. Selanjutnya diikuti oleh sektor jasa-jasa dan perdagangan, hotel, &
restoran dimana masing-masing memberi kontribusi 13,2% dan 10,5%.
Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada Gambar 2.9
sebagai berikut:
P a g e |16
Gambar 2. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kabupaten Pidie
Jaya Tahun 2012.
Perkembangan kontribusi sektor dalam PDRB tahun 2009 s.d 2012
kombinasi Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada Tabel 2.4:
Tabel 4. Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2009 s.d 2012
Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kab. Pidie
Jaya
Sumber: BPS Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013.
Tabel 5. Pertumbuhan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas
Dasar Harga Berlaku (Hb)dan Harga Konstan (Hk) Tahun 2009 s.d 2012
P a g e |17
Sumber: BPS Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013.
Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh PDRB Atas Dasar Harga
Konstan, secara umum pertumbuhan ekonomi Pidie Jaya tahun 2012
mengalami pertumbuhan yang positif dan meningkat sebesar 5,01%. Pada
tahun 2011 PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah 4,61%.
Indikator kesejahteraan dan pemerataan ekonomi lainnya dapat
ditunjukkan dengan perkiraan Indeks Gini Kabupaten Pidie Jaya yang
berkisar 0,3 pada tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa ketimpangan
distribusi pendapatan masyarakat di Kabupaten Pidie Jaya masih tergolong
baik karena berada di bawah 0,5.
Kabupaten Pidie Jaya termasuk salah satu kategori daerah tertinggal di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena tingginya angka kemiskinan dan
fasilitas infrastruktur dasar masyarakat yang belum terpenuhi. Ada beberapa
indikator utama yang menjadi dasar penilaian tingginya angka kemiskinan di
Kabupaten Pidie Jaya oleh BPS diantaranya adalah pendapatan masyarakat
P a g e |18
yang masih rendah (banyaknya rumah yang tidak layak huni, serta sarana dan
prasarana pendukung lainnya yang masih minim).
Berdasarkan data BPS melalui pengolahan dari Tim TNP2K Tahun 2009,
Indikator kinerja kemiskinan Kabupaten Pidie Jaya berada pada 27,97%.
Pada Tahun 2012 angka kemiskinan turun menjadi 24,35%. Meskipun dari tahun
ke tahun mengalami penurunan, namun Angka kemiskinan Pidie Jaya masih
tinggi di atas rata-rata Provinsi Aceh yaitu sebesar 18,58% dan Nasional sebesar
11,66%.
Penurunan tingkat kemiskinan Kabupaten Pidie Jaya secara umum
relevan dengan pencapaian penurunan angka kemiskinan pada tingkat
Propinsi Aceh dan Nasional. Grafik relevansi tingkat kemiskinan Kabupaten
Pidie Jaya terhadap Propinsi Aceh dan Nasional seperti terlihat pada Gambar
berikut:
Sumber: TKPK Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013.
Gambar 3. Relevansi Tingkat Kemiskinan Kabupaten Pidie Jaya terhadap
Propinsi dan Nasional
Berdasarkan data kemiskinan kecamatan yang telah dilakukan oleh
Bappeda Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2013, kecamatan yang
P a g e |19
penduduknya paling miskin terdapat dikecamatan Bandar Baru, Bandar Dua dan
Trienggadeng. Tabel 2.6 merupakan jumlah KK Miskin Pidie Jaya per
Kecamatan adalah sebagai Berikut:
Tabel 6. Jumlah KK Miskin per Kecamatan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Sumber: Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2014
Sebagai daerah yang penduduk miskin tertinggi di Kabupaten Pidie
Jaya, Bandar Baru memiliki penduduk 36.480 jiwa yang mayoritas bekerja
pada sektor pertanian. Rata-rata penghasilan masyarakat 200 ribu s.d 1 juta per
bulan. KK miskin rata-rata berusia masih produktif yakni berkisar antara 20-40
tahun dengan tanggungan dalam keluarga 3-6 orang.
Begitu juga dengan Kecamatan Bandar Dua yang tingkat kemiskinannya
tertinggi kedua di Kabupaten Pidie Jaya. Jumlah penduduk kecamatan
Bandar Baru 26.817 jiwa, mayoritas penduduk bekerja pada sektor pertanian
yang mencapaian 58,28%. Rata-rata pendapatan berkisar antara 240 ribu s.d 1
juta per bulan. Tingkat pendidikan KK miskin rata-rata hanya menempuh
pendidikan dasar (SD).
P a g e |20
2.3 PERIKANAN
2.3.1 Perikanan Tangkap
Nelayan di Kabupaten Pidie Jaya dikelompokkan atas dua kategori yaitu
nelayan tetap dan sambilan, total jumlah nelayan 2.303 orang yang terdiri dari
1.878 nelayan tetap dan 425 nelayan sambilan masing-masing tersebar dalam 7
kecamatan (Tabel 2.15).
Tabel 7. Sebaran Kategori Nelayan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Pidie
Jaya pada Tahun 2013
No Kecamatan
Kategori Nelayan
Nelayan Tetap
(orang)
Nelayan Sambilan
(orang)
Jumlah
(orang)
1 Bandar Baru 96 25 121
2 Panteraja 458 81 539
3 Trienggadeng 236 110 346
4 Meureudu 320 65 385
5 Meurah Dua 255 59 314
6 Ulim 198 36 234
7 Jangka Buya 315 49 364
Jumlah Total 1.878 425 2.303
Sumber: Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Jumlah nelayan paling banyak berada di Kecamatan Panteraja (23,40%)
diikuti Kecamatan Meureudu (16,72%) dan Kecamatan Trienggadeng (15,02%),
serta yang paling rendah di Kecamatan Bandar Baru (5,25%). Jumlah nelayan
tetap di Kecamatan Panteraja paling tinggi dibandingkan kecamatan lainnya
mencapai 24,39% disusul Kecamatan Meureudu dan Jangka Buya masing-masing
17,04% dan 16,77%. Sedangkan jumlah nelayan sambilan paling banyak dijumpai
di Kecamatan Trienggadeng (25,88%), Kecamatan Panteraja (19,06%) dan
terendah di Kecamatan Bandar Baru (5,88%).
P a g e |21
Jumlah kapal penangkapan ikan tercatat 741 unit armada, yang
didominasi oleh kapal berkapasitas kecil (0 - 5 GT) sebanyak 370 unit (50%) dan
sampan mesin sebanyak 283 unit (38%) dari total armada penangkapan. Sebaran
jumlah kapal motor ukuran 0 - 5 GT terbanyak ditemukan di Kecamatan
Meureudu yaitu 129 unit (34,86%) dan Kecamatan Panteraja sebanyak 74 unit
(20%), sedangkan sebaran sampan mesin paling banyak dijumpai di Kecamatan
Jangka Buya sebanyak 90 (31,8%) unit dan Kecamatan Trienggadeng 61 unit
(21,55%) seperti pada Tabel 2.16
Tabel 8 Sebaran Armada Penangkapan Ikan Menurut Kecamatan di Kabupaten
Pidie Jaya pada Tahun 2013
No Kecamatan
Ukuran kapal (unit/GT) Sampan
Mesin
(unit)
Perahu
tanpa
motor
(unit)
Jumlah <5 6-10 11-20 20-30 >30
1 Bandar Baru 29 - - - - 27 - 56
2 Panteraja 74 27 18 - - 40 1 160
3 Trienggadeng 57 1 - - - 61 2 121
4 Meureudu 129 - 1 - 8 - 1 139
5 Meurah Dua 40 - - 4 3 40 - 87
6 Ulim 35 9 - - - 25 2 71
7 Jangka Buya 6 7 - - - 90 2 105
Jumlah 370 44 19 4 11 283 10 741
Sumber: Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Sampai saat ini armada penangkapan yang berukuran 21 – 30 GT hanya 4
unit terdapat di Kecamatan Meureudu. Demikian juga ukuran 31 – 50 GT hanya
ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Meureudu 8 unit (72,73%) dan Kecamatan
Meurah Dua 3 unit (27,27%). Ditinjau dari penyebaran jenis armada
penangkapan, ukuran kapal 0 – 5 GT, sampan mesin dan perahu tanpa motor
tersebar hampir semua kecamatan kecuali armada >11 GT hanya ada di beberapa
kecamatan.
P a g e |22
Jenis alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah pancing tonda 175 unit (22%), pancing rawai 150
unit (19%) dan jaring insang (gill net) 149 unit (18%). Jenis alat tangkap tersebut
paling banyak ditemukan di Kecamatan Meureudu (Tabel 2.17), hal ini
berbanding lurus dengan jumlah armada penangkapan yang lebih banyak di
kecamatan tersebut.
Tabel 9. Jenis Alat Menangkap Ikan Menurut Kecamatan di Kabupaten Pidie
Jaya pada Tahun 2013
No Kecamatan
Alat Tangkap (Unit)
Purse
Saine
Purse
mini
Tramel
net
Gill
net
Pancing
tonda
Pancing
rawai
Pancing
ulur
Pukat
pantai
1 Bandar Baru - - - 5 29 16 - -
2 Panteraja - 45 30 27 10 - 32 2
3 Trienggadeng - - 32 29 21 32 - 1
4 Meureudu 11 1 10 - 80 - 47 1
5 Meurah Dua 6 1 32 23 35 15 30 -
6 Ulim - 9 25 25 - 35 - 4
7 Jangka Buya - 7 - 40 - 52 - 2
Jumlah 17 63 129 149 175 150 109 10
Jumlah total 802
Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Penyebaran alat tangkap hampir merata di setiap kecamatan, kecuali alat
tangkap purse saine hanya ada di Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua. Jumlah
alat tangkap paling banyak ditemukan di Kecamatan Meureudu 150 unit
(18,70%), diikuti Kecamatan Panteraja 146 unit (18,20%) dan Kecamatan Meurah
Dua 142 unit (17,71%). Kecamatan Bandar Baru merupakan kecamatan paling
sedikit memiliki alat tangkap yaitu 60 unit (6,23%), sesuai dengan jumlah armada
yang hanya 50 unit.
P a g e |23
Secara umum hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Pidie Jaya didominasi
ikan teri, tongkol, cakalang, dencis, dan tuna. Total jumlah produksi hasil
tangkapan nelayan pada Tahun 2013 adalah 10.641 ton yang didaratkan di
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang tersebar
pada masing-masing kecamatan dalam Kabupaten Pidie Jaya, dimana sebahagian
besar didaratkan di Kecamatan Panteraja, Meureudu, Ulim dan Meurah Dua
(Tabel 2.18).
Tabel 10 Sebaran Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan tempat Pelelangan Ikan
(TPI) menurut Kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya pada Tahun 2013
No Kecamatan Lokasi
Keterangan Nama PPI Nama TPI
1 Meureudu PPI Mns. Balek TPI Mns. Balek Utama
2 Bandar Baru - TPI Lancang -
3 Panteraja PPI Kuala
Panteraja
TPI Kuala Panteraja Pendamping
4 Trienggadeng TPI Kuala Pangwa
5 Ulim TPI Tanjong Ulim
6 Jangka Buya TPI Pasi Aron
TPI Kuala Kiran
7 Meurah Dua TPI Mns. Jurong
Sumber : DKP Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 2.19 terlihat jenis ikan yang banyak tertangkap
selama tahun 2013 di Kabupaten Pidie Jaya adalah ikan teri 2.175 ton (20,36%),
ikan tuna 2.159 ton (20,21%), dencis 1.953 ton (18,28%), cakalang 1.838 ton
(17,21%) dan tongkol 1.643 ton (15,38%). Produksi hasil tangkapan paling
banyak di Kecamatan Meureudu sebesar 3.012 ton (28%), Kecamatan Panteraja
2.340 ton (22%) dan Kecamatan Meurah Dua 2.139 ton (20%).
P a g e |24
Tabel 11 Produksi Perikanan Tangkap Menurut Jenis Ikan di Kabupaten Pidie
Jaya pada Tahun 2013
No Jenis ikan Volume Produksi (Ton)
Jumlah BB Prj Trg Mrd Mda Ulm Jkb
1 Teri - 1300 110 35 - 210 520 2.175
2 Dencis - 435 - 475 300 523 220 1.953
3 Tongkol 140 350 43 375 350 243 142 1.643
4 Peperek 10 20 16 - 10 39 23 118
5 Tuna 200 34 95 980 850 - - 2.159
6 Cakalang 75 - 53 850 450 - 10 1.438
7 Tenggiri 16 35 37 25 11 18 12 154
8 Layur - 5 12 - - 7 8 32
9 Turisi 55 10 27 - - 28 12 132
10 Kuwe 70 17 16 27 29 24 20 203
11 Kembung 15 120 22 85 45 50 56 393
12 Lamadang 5 - 4 85 32 - - 126
13 Kakap - - - 75 42 - - 117
14 Udang - 14 4 - 20 - - 38
Jumlah 586 2.340 439 3.012 2.139 1.142 1.023 10.681
Sumber : DKP Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Keterangan: BB: Bandar Baru, Prj: Panteraja, Trg: Trienggadeng, Mrd:
Meureudu, Mda: Meurah Dua, Ulm; Ulim dan Jkb: Jangka Buya
2.3.2 Perikanan Budidaya
Kegiatan perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya terdiri dari
budidaya air payau dan air tawar, dari keduanya kegiatan budidaya air payau
lebih dominan dengan total luas lahan tambak Tahun 2013 mencapai 2.076,23 Ha
(Tabel 2.20) yang tersebar dalam tujuh kecamatan. Sedangkan kegiatan budidaya
air tawar tersebar pada delapan kecamatan (Tabel 2.21). Namun demikian,
Kabupaten Pidie Jaya juga memiliki potensi perairan umum yang dapat
dikembangkan untuk lahan budidaya air tawar, namun potensi ini belum
dimanfaatkan secara optimal.
P a g e |25
Berdasarkan Tabel 2.21, tambak terluas di Kecamatan Bandar Baru
mencapai 51,11%, Kecamatan Ulim dan Trienggadeng terbesar kedua dan ketiga
masing-masing 14,91% dan 11,67%. Sedangkan budidaya air tawar tersebar di
seluruh kecamatan, kolam terluas di Kecamatan Bandar Dua mencapai 23,40%,
Kecamatan Meurah Dua (17,58%) dan Kecamatan Bandar Baru (16,10%) serta
luas wilayah terendah di Kecamatan Jangka Buya (5,26%).
Tabel 12 Luas Areal Potensial Budidaya dan Pemanfaatannya di Kabupaten
Pidie Jaya pada Tahun 2013
No Jenis budidaya Potensi
(Ha)
Areal produktif
(Ha)
Lahan telantar
(Ha)
Pemanfaatan
(%)
1 Tambak 2.076,23 1.548.45 528,78 74,6
2 Kolam 49,82 35,54 14,28 71,35
3 Perairan umum 69,35 - 69,35 -
Jumlah 2.197,40 1.584,99 612,4 -
Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Tabel 13 Luas Lahan Budidaya Tambak dan Kolam Menurut Kecamatan
Kabupaten Pidie Jaya pada Tahun 2013
No Kecamatan
Luas lahan Air Payau (Ha) Luas Lahan Air Tawar (Ha)
Prokduktif Non
produktif Produktif Non produktif
1 Jangka Buya 133 38,15 2,52 0,6
2 Ulim 229 80,8 4,21 2,13
3 Meurah Dua 78,1 4,25 5,77 2,99
4 Meureudu 104 13,9 2,23 1,37
5 Trienggadeng 198 44,56 1,75 1,37
6 Panteraja 69,55 22,81 4 1,2
7 Bandar Baru 737,8 324,31 5,34 2,68
8 Bandar Dua - - 9,72 1,94
Jumlah 1.549,45 528,78 35,54 14,28
Sumber : Statistik DKP Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Secara umum kegiatan budidaya air tawar di Kabupaten Pidie Jaya
merupakan kegiatan sambilan saja, berbeda dengan budidaya air payau yang
merupakan mata pencaharian utama pembudidaya ikan. Total pembudidaya air
P a g e |26
payau 2.158 orang dan pembudidaya air tawar 453 orang yang tersebar di delapan
Kecamatan (Tabel 2.22).
Tabel 14. Sebaran Jumlah Pembudidaya Ikan Berdasarkan Kecamatan di
Kabupaten Pidie Jaya pada Tahun 2013
No Kecamatan Jumlah Pembudidaya ikan (orang)
Payau Tawar
1 Bandar Baru 950 73
2 Panteraja 111 29
3 Trienggadeng 311 42
4 Meureudu 118 83
5 Meurah Dua 112 68
6 Ulim 361 60
7 Jangka Buya 195 8
8 Bandar Dua - 90
Jumlah 2.158 453
Sumber : Statistik DKP Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Kecamatan Bandar Baru merupakan kecamatan yang paling banyak
pembudidaya air payau mencapai 44,02%, hal ini didukung oleh luasnya lahan
yang tersedia di kecamatan ini. Sedangkan jumlah pembudidaya air tawar
terbanyak terdapat di Kecamatan Bandar Dua (19,87%), diikuti Kecamatan
Meureudu dan Bandar Baru masing-masing 18,32% dan 16,11%.
Jenis komoditi utama budidaya air payau terdiri dari udang windu
(Penaeus monodon), udang vaname (Penaeus vannamei) dan bandeng (Chanos
chanos). Sedangkan jenis komoditi air tawar hanya budidaya nila (Oreochromis
niloticus) dan lele dumbo (Clarias gariepinus). Khusus budidaya udang vaname
di Kabupaten Pidie Jaya baru berkembang selama tahun 2013 (Tabel 2.23).
P a g e |27
Tabel 15 Jumlah Produksi Budidaya Berdasarkan Komoditas di Kabupaten Pidie
Jaya No Jenis Ikan Nama Ilmiah Jumlah (Kg) Persentase (%)
1 Udang windu Penaeus monodon 161.732 17,16
2 Udang Vaname Penaeus vannamei 57.833 6,14
3 Bandeng Chanos chanos 507.786 53,87
4 Kakap Lutjanus sp 80 0,01
5 Nila Oreochromis niloticus 140.288 14,88
6 Lele Clarias gariepinus 11.960 1,27
7 Ikan Lainnya
62.930 6,68
Jumlah 942.609 100 Sumber : Statistik DKP Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
2.3.3 Pengolahan
Kegiatan pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Pidie Jaya lebih
dominan pada pengolahan ikan teri dengan sentra utama unit pengolahan ikan
(UPI) yand tersebar di Kecamatan Panteraja, Trienggadeng, Meureudu dan Jangka
Buya (Tabel 2.24), terlihat bahwa sentra pengolaahan teri paling banyak di
Kecamatan Panteraja (60,61%), Kecamatan Panteraja (31,82%) dan Kecamatan
Trienggadeng (7,56%). Sedangkan jenis usaha bandeng tanpa duri hanya ada di
Kecamatan Trienggadeng serta pengolahan kerupuk ikan berada di Kecamatan
Meureudu.
Tabel 16 Jumlah Unit Pengolah Ikan (UPI) Berdasarkan Jenis Usaha di Kabupaten
Pidie Jaya pada Tahun 2013
No Kecamatan
Jenis Usaha
Pengolahan
teri (unit)
Bandeng tanpa duri
(orang)
Kerupuk ikan
(orang)
1 Panteraja 40 - -
2 Trienggadeng 5 10 -
3 Meureudu - - 10
4 Jangka Buya 21 - -
Jumlah 66 10 10 Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Jumlah pengolah ikan paling banyak tersebar di Kecamatan Panteraja
(46,24%) dan paling rendah di Kecamatan Meureudu (5,78%) dapat dilihat pada
P a g e |28
Tabel 2.25. Sedangkan tenaga kerja pemasaran tersebar dalam delapan
kecamatan, sebaran paling banyak di Kecamatan Meureudu (26%), Kecamatan
Panteraja (24%), Kecamatan Bandar Baru dan Trienggadeng masing-masing 15%
serta yang terendah di Kecamatan Bandar Dua hanya 4% (Tabel 2.26).
Sedangkan hasil produksi pengolahan ikan di Kabupaten Pidie Jaya didominasi
oleh pengolahan teri mencapai 69,96% , pengasinan ikan 15,02%, pengolahan
kerupuk ikan (8,14%) dan pengolahan bandeng tanpa duri (6,88%) seperti pada
Tabel 2.27.
Tabel 17 Jumlah Pengolah Ikan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya
pada Tahun 2013
No Kecamatan Jumlah tenaga kerja
(orang)
Persentase tenaga kerja
(%)
1 Panteraja 80 46,24
2 Trienggadeng 20 11,56
3 Meureudu 10 5,78
4 Jangka Buya 63 36,42
Jumlah 173 100
Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
Tabel 18 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya
pada Tahun 2013
No Kecamatan Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
Sebaran Tenaga
Kerja (%)
1 Bandar Baru 80 15
2 Panteraja 122 24
3 Trienggadeng 77 15
4 Meureudu 133 26
5 Meurah Dua 28 5
6 Ulim 26 5
7 Jangka Buya 34 7
8 Bandar Dua 19 4
Jumlah 519 100 Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
P a g e |29
Tabel 19 Jumlah Produksi Hasil Pengolahan Ikan di Kabupaten Pidie Jaya pada
Tahun 2013
No Jenis Usaha Jumlah (Kg)
1 Pengolahan Teri 1.676,54
2 Pengolahan Bandeng Tanpa duri 165
3 Pengolahan Kerupuk ikan 195
4 Pengasinan ikan 360
Jumlah 2.396,54 Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013
P a g e |30
BAB III
ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN
3.1 IDENTIFIKASI POTENSI DAN PERMASALAHAN
3.1.1 Potensi Perikanan Budidaya
Kabupaten Pidie Jaya memiliki potensi untuk perikanan budidaya baik
budidaya air payau, air tawar dan budidaya laut. Total area budidaya bertambah
dari tahun ke tahun tapi dalam jumlah yang tidak signifikan. Pada tahun 2009 luas
area budidaya sebesar 2.111,96 ha dan pada tahun 2013 luas area budidaya
bertambah menjadi 2.128.06 ha atau terjadi penambahan 16,1 ha. Rerata area
budidaya terluas yaitu Kecamatan Bandar Baru (1.064,73 ha) diikuti oleh
kecamatan Ulim (317,03 ha), Tringgadeng (246,35 ha), Jangka Buya (172,26 ha),
Meuredue (119,78 ha), Pante Raja (96,24 ha), Meurah Dua (90,07 ha) dan Bandar
Dua (7,85 ha). Kecamatan Bandar Baru memiliki area budidaya terluas sedangkan
Kecamatan Bandar Dua memiliki lahan budidaya paling sedikit (Tabel 5.1).
Tabel 20 Luas Area Budidaya Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Luas Area Budidaya (ha)
Total Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja
Bandar
Baru
Banda
r Dua
2009 121,50 91,68 173,63 314,42 246,70 95,33 1.062,13 6,57 2.111,96
2010 121,50 91,68 169,65 314,44 247,15 95,56 1.062,13 6,57 2.108,68
2011 117,18 85,35 171,10 322,05 247,50 96,38 1.062,13 7,23 2.108,92
2012 118,18 89,32 173,15 318,06 244,51 96,36 1.067,11 7,23 2.113,92
2013 120,55 92,31 173,75 316,19 245,89 97,56 1.070,15 11,67 2.128,06
Rerata 119,78 90,07 172,26 317,03 246,35 96,24 1.064,73 7,85
Dari total luas area budidaya, area budidaya air payau (tambak)
mendominasi dari seluruh area budidaya. Pada tahun 2009 luas area budidaya air
payau sebesar 2.094,59 ha sedangkan pada tahun 2013 luas area menjadi 2.078,23
P a g e |31
ha atau terjadi penyusutan 16,36 ha. Rerata area budidaya air payau yang terluas
adalah kecamatan Kecamatan Bandar Baru (1.062,12 ha) diikuti oleh kecamatan
Ulim (311,70 ha), Tringgadeng (244,28 ha), Jangka Buya (170,94 ha), Meuredue
(118,54 ha), Pante Raja (93,60 ha), Meurah Dua (83,72 ha). Kecamatan Bandar
Baru memiliki area budidaya air payau terluas sedangkan Kecamatan Meurah Dua
memiliki lahan budidaya air paling sedikit (Tabel 5.2).
Tabel 21. Luas Area Budidaya Air Payau (Tambak) Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Luas Area Tambak(ha)
Total
Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja
Bandar
Baru
2009 121,50 86,25 173,63 310,55 245,20 95,33 1.062,13 2.094,59
2010 121,50 86,25 169,65 310,57 245,55 95,56 1.062,13 2.091,21
2011 115,90 79,38 169,10 317,79 245,55 92,38 1.062,13 2.082,23
2012 116,90 83,35 171,15 309,80 242,56 92,36 1.062,11 2.078,23
2013 116,90 83,35 171,15 309,80 242,56 92,36 1.062,12 2.078,23
Total 118,54 83,72 170,94 311,70 244,28 93,60 1,062,12
Dari total luas area budidaya, area budidaya air tawar (kolam) sangat
rendah dibandingkan dengan budidaya air payau. Pada tahun 2009 luas area
budidaya air tawar sebesar 17,36 ha sedangkan pada tahun 2013 luas area
budidaya menjadi 49,83 ha atau terjadi penambahan 32,46 ha. Rerata area
budidaya air tawar yang terluas adalah kecamatan Kecamatan Bandar Dua
(7,85 ha) diikuti oleh kecamatan Meurah Dua (6,35 ha), Ulim (5,33 ha), Pante
Raja (2,64 ha), Bandar Baru (2,61 ha), Jangka Buya (1,32 ha), Meuredue
(1,24 ha). Kecamatan Bandar Dua memiliki area budidaya air tawar terluas
sedangkan Kecamatan Meuredue memiliki lahan budidaya air tawar paling sedikit
(Tabel 5.3).
P a g e |32
Tabel 22. Luas Area Budidaya Air Tawar (Kolam) Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Luas Area Kolam (ha)
Total Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja
Bandar
Baru
Bandar
Dua
2009
5,43
3,87 1,50
6,57 17,37
2010
5,43
3,87 1,60
6,57 17,47
2011 1,28 5,97 2,00 4,26 1,95 4,00
7,23 26,69
2012 1,28 5,97 2,00 8,26 1,95 4,00 5,00 7,23 35,69
2013 3,65 8,96 2,60 6,39 3,33 5,20 8,04 11,67 49,83
Rerata 1,24 6,35 1,32 5,33 2,07 2,64 2,61 7,85
Secara umum produksi perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya pada
tahun 2013 lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yaitu mengalami penurunan
sebesar -433 ton. Rerata produksi perikanan budidaya tertinggi di Kecamatan
Bandar Baru (260,56 ton), Ulim (173,02 ton), Tringgadeng (117,55 ton), Jangka
Buya (109,71 ha), Meurah Dua (99,51 ton), Meuredue (76,51 ton), Pante Raja
(70,42 ton) dan Bandar Dua (7,34 ton) (Tabel 5.4).
Tabel 23. Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Produksi Budidaya (ton)
Total Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja
Bandar
Baru
Bandar
Dua
2009 95,00 95,00 202,30 293,61 131,70 68,40 499,30 - 1.385
2010 66,00 63,20 99,11 159,91 91,25 61,88 222,55 10,00 764
2011 53,00 53,20 79,11 136,91 89,15 61,68 201,55 11,00 675
2012 75,03 104,21 77,31 123,94 65,40 76,07 238,57 6,00 761
2013 93,50 181,94 90,70 150,73 210,22 84,09 140,81 9,69 952
Rerata 76,51 99,51 109,71 173,02 117,55 70,42 260,56 7,34
Secara umum produksi budidaya air payau pada tahun 2013 menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun 2012 tapi menunjukkan penurunan dibandingkan
tahun 2009. Rerata produksi air payau (tambak) tertinggi di kecamatan Bandar
Baru (256,17 ton), Ulim (167,48 ton), Tringgadeng (108,88 ton), Jangka Buya
(106,94 ton), Meurah Dua (93,97 ton), Pante Raja (67,46 ton), Meuredue (69,25
ton) (Tabel 5.5).
P a g e |33
Tabel 24. Produksi Budidaya Air Payau (Tambak) Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Produksi Tambak (ton)
Total Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja
Bandar
Baru
Bandar
Dua
2009 95,00 95,00 202,30 293,61 131,70 68,40 499,30 - 1.385
2010 58,00 63,20 99,11 154,91 83,25 61,88 222,55 - 743
2011 48,00 53,20 79,11 133,91 79,15 61,68 201,55 - 657
2012 74,03 104,21 77,31 122,94 63,40 76,07 238,57 - 757
2013 71,24 154,26 76,89 132,03 186,90 69,27 118,88 - 809
Rerata 69,25 93,97 106,94 167,48 108,88 67,46 256,17
Sedangkan budidaya air tawar mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya (Tabel 5.6). Produksi budidaya air tawar pada tahun 2013 meningkat
signifikan dibandingkan tahun sebelumnya dengan Kecamatan Tringgadeng
sebagai produsen tertinggi (8,66 ton) diikuti oleh Bandar Dua (7,34 ton). Secara
umum ada beberapa komoditas yang dibudidaya oleh pembudidaya ikan air tawar
adalah ikan nila dan lele.
Tabel 25. Produksi Budidaya Air Tawar (Kolam) Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Produksi Kolam (ton)
Total Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja
Bandar
Baru
Bandar
Dua
2009 - - - - - - - - -
2010 8,00 - - 5,00 8,00 - - 10,00 31,00
2011 5,00 - - 3,00 10,00 - - 11,00 29,00
2012 1,00 - - 1,00 2,00 - - 6,00 10,00
2013 22,26 27,68 2,76 18,71 23,32 14,82 21.93 9,69 152,23
Rerata 7,25 27,68 2,76 5,54 8,66 14,82 21,93 7,34
Produksi ikan Bandeng masih merupakan komoditas andalan di sektor
perikanan budidaya air payau dengan total produksi pada tahun 2013 sebesar
507,78 ton. Pada tahun 2013 Kecamatan Tringgadeng menghasilkan 138,99 ton
komoditas Bandeng diikuti oleh Meurah Dua dan Ulim. Meskipun Bandar Baru
rerata produksi ikan Bandeng tinggi tapi produksi pada tahun 2013 rendah
dibandingkan dengan luas area tambak (Tabel 5.7).
P a g e |34
Tabel 26. Produksi Bandeng Kabupaten Pidie Jaya Tahun Produksi Bandeng (ton) Total
Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar Baru
2009 54,00 64,00 156,00 170,70 70,50 53,50 307,20 875.9
2010 20,00 29,00 51,00 65,40 35,50 26,50 143,20 370,6
2011 10,00 19,00 41,00 57,40 35,40 26,30 143,20 332,3
2012 50,00 37,00 51,26 85,40 25,50 56,50 173,20 478,86
2013 46,21 88,06 49,84 76,49 138,99 49,70 58,51 507,78
Rerata 36,04 47,41 69,82 91,08 61,18 42,50 165,06
Produksi udang windu masih merupakan komoditas andalan di sektor
perikanan budidaya air payau dengan total produksi pada tahun 2013 sebesar
161,67 ton. Pada tahun 2013 Kecamatan Meurah Dua menghasilkan 54,01 ton
komoditas udang windu diikuti oleh Tringgadeng dan Ulim. Meskipun Bandar
Baru memiliki area budidaya yang luas tetapi rerata produksi udang windu lebih
tinggi di kecamatan Ulim dan Tringgadeng (Tabel 5.8).
Tabel 27. Produksi Udang Windu Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Produksi Udang Windu (ton)
Total Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar Baru
2009 9,00 3,00 12,50 33,71 1,10 4,50 18,30 82,11
2010 30,00 25,00 34,21 66,71 35,65 29,38 49,35 270,30
2011 30,00 25,00 34,21 66,71 35,65 29,38 49,35 270,30
2012 14,03 56,01 12,15 14,74 25,80 10,57 15,37 148,67
2013 14,03 54,01 12,15 24,74 35,80 10,57 10,37 161,67
Rerata 19,41 32,60 21,04 41,32 26,80 16,88 28,55
Produksi ikan mujair masih merupakan komoditas yang dibudidaya di
sektor perikanan budidaya air payau dengan total produksi pada tahun 2013
sebesar 140 ton. Pada tahun 2013 Kecamatan Bandar Baru menghasilkan 50 ton
komoditas mujair diikuti oleh kecamatan Ulim dan Jangka Buya. Ikan Mujair
adalah ikan yang dipelihara secara tradisional dalam tambak, dan biasanya benih
mujair masuk dari saluran secara tidak sengaja (Tabel 5.9).
P a g e |35
Tabel 28. Produksi Mujair Kabupaten Pidie Jaya Tahun Produksi Mujair (ton) Total
Meureudu Meurah
Dua
Jangka
Buya
Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar Baru
2009 32,00 28,00 33,80 89,20 60,10 10,40 173,80 427,30
2010 8,00 9,20 13,90 22,80 12,10 6,00 30,00 102,00
2011 8,00 9,20 3,90 9,80 8,10 6,00 9,00 54,00
2012 10,00 11,20 13,90 22,80 12,10 9,00 50,00 129,00
2013 11,00 12,20 14,90 30,80 12,10 9,00 50,00 140,00
Rerata 13,80 13,96 16,08 35,08 20,90 8,08 62,56
Budidaya air tawar di Kabupaten Pidie Jaya didominasi dua komoditas
yaitu ikan nila dan ikan lele yang dijual ke pasar lokal. Produksi ikan nila baru
dimulai pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 140,27 ton. Kecamatan
Meurah Dua menghasilkan 27,68 ton, Bandar Baru menghasilkan 21.93 ton,
sedangkan Bandar Dua yang memiliki potensi sumber air tawar hanya
menhasilkan 7,41 ton (Tabel 5.10).
Tabel 29. Produksi Ikan Nila Kabupaten Pidie Jaya Tahun Produksi Nila (ton) Total
Meureudu Meurah
Dua
Jangka
Buya
Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar
Baru
Bandar
Dua
2009
2010
2011
2012
2013 19,51 27,68 13,82 16,61 18,50 14,82 21,93 7,41 140,27
Rerata 19,51 27,68 13,82 16,61 18,50 14,82 21,93 7,41 140,27
Budidaya ikan lele sudah dimulai dari tahun 2010 dan hanya dihasilkan di
beberapa kecamatan yaitu Bandar Dua, Tringgadeng, Ulim dan Meuredue.
Produksi ikan lele pada tahun 2013 lebih rendah dibandingkan tahun 2012
disebabkan fluktuasi harga lele di pasaran serta tinggi biaya input untuk budidaya
ikan lele (Tabel 5.11).
P a g e |36
Tabel 30. Produksi Ikan Lele Kabupaten Pidie Jaya Tahun Produksi Lele (ton) Total
Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja
Bandar
Baru Bandar Dua
2009 0
2010 8,00 5,00 8,00 10,00 31
2011 5,00 3,00 10,00 11,00 29
2012 1,00 1,00 2,00 6,00 10
2013 2,75 2,10 4,82 2,28 11,96
Rerata 3,35 0.00 0.00 2,22 4,96 0.00 0.00 5,86
Jumlah pembudidaya ikan air payau pada tahun 2013 yaitu sebanyak 2158
orang, dengan jumlah pembudidaya dengan semi intensif sebanyak 2054 orang
dan Intensif 104 orang. Pembudidaya terbanyak adalah di Kecamatan Bandar
Baru (950 pembudidaya) dan Ulim (346 pembudidaya), disusul Tringgadeng (303
pembudidaya), Jangka Buya (187 pembudidaya), Meuredue (113 pembudidaya),
Pante Raja (111 pembudidaya) dan Meurah Dua (44 pembudidaya). Dari total
pembudidaya ikan atau udang, 95% menjalankan usahanya dengan semi intensif
sedangkan 5% dengan system intensif. Pada budidaya air tawar jumlah
pembudidaya ikan sebanyak 453 orang, 23% membudidaya ikan secara tradisional
dan 77% dengan system semi intensif (Tabel 5.12).
Tabel 31. Pembudidaya ikan atau udang di Kabupaten Pidie Jaya No
Kecamatan Pembudidaya Air Payau (orang) Pembudidaya Air Tawar
Tradisional Semi Intensif Intensif Tradisional Semi Intensif Intensif
1 Bandar Baru - 950 - 18 55 -
2 Panteraja - 111 - 9 20 -
3 Trienggadeng - 303 8 15 27 -
4 Meureudu - 113 5 16 67 -
5 Meurah Dua - 44 68 22 46 -
6 Ulim - 346 15 11 49 -
7 Jangka Buya - 187 8 - 8 -
8 Bandar Dua - - - 17 73 -
Jumlah 2054 104 108 345
Produktifitas perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya antara 0.24-1.1
ton/ha/tahun dengan produktifitas paling tinggi di Kecamatan Meurah Dua dan
terendah di Kecamatan Bandar Baru. Bila diasumsikan produksi budidaya
P a g e |37
dilakukan 3 siklus pertahun maka rata-rata produksi sebesar 221 kg/ha/siklus. Hal
ini menunjukkan bahwa produktifitas perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya
sangat rendah (Tabel 5.13).
Tabel 32. Produktifitas perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya
Tahun
Produktifitas Budidaya (ton/ha/tahun)
Meureudu Meurah
Dua
Jangka
Buya
Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar
Baru
Bandar
Dua
2009 0,78 1,04 1,17 0,93 0,53 0,72 0,47 0,00
2010 0,54 0,69 0,58 0,51 0,37 0,65 0,21 1,52
2011 0,45 0,62 0,46 0,43 0,36 0,64 0,19 1,52
2012 0,63 1,17 0,45 0,39 0,27 0,79 0,22 0,83
2013 0,78 1,97 0,52 0,48 0,85 0,86 0,13 0,83
Rerata 0,64 1,10 0,64 0,55 0,48 0,73 0,24 0,94
Produktifitas budidaya air payau yang didominasi oleh bandeng, udang
windu dan mujair berkisar 0,24-1,12 ton/ha/tahun dengan produktifitas paling
tinggi di Kecamatan Meurah Dua dan terendah di Kecamatan Bandar Baru. Bila
diasumsikan produksi 3 siklus pertahun maka rata-rata produktifitas adalah 0,61
ton/tahun atau 200 kg/siklus. Bila dilihat dari potensi lahan, budidaya air payau
tidak dilaksanakan secara optimal karena hampir sebagian besar masih
menjalankan pola tradisional dan semi intensif (Tabel 5.14).
Tabel. 33. Produktifitas budidaya air payau di Kabupaten Pidie Jaya Tahun Produktifitas Budidaya Air Payau (ton/ha/tahun)
Meureudu
Meurah
Dua
Jangka
Buya Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar Baru
2009 0,78 1,10 1,17 0,95 0,54 0,72 0,47
2010 0,48 0,73 0,58 0,50 0,34 0,65 0,21
2011 0,41 0,67 0,47 0,42 0,32 0,67 0,19
2012 0,63 1,25 0,45 0,40 0,26 0,82 0,22
2013 0,61 1,85 0,45 0,43 0,77 0,75 0,11
Rerata 0,58 1,12 0,62 0,54 0,45 0,72 0,24
3.1.2 Permasalahan Perikanan Budidaya
Kendala terbesar para pembudidaya di Kabupaten Pidie Jaya adalah masih
rendahnya penguasaan teknologi budidaya baik budidaya air payau maupun air
P a g e |38
tawar (Tabel 5.15). Sebahagian besar budidaya ikan masih dilakukan secara
tradisional dengan padat tebar yang rendah serta pemberian pakan pada akhir
masa pemeliharaan. Petani ikan sangat sedikit mendapat pelatihan dari instansi
terkait, rata-rata mendapatkan sekali pelatihan selama beberapa tahun belakang
dan juga minimnya pendampingan dari penyuluh perikanan. Perlunya pelatihan
dan pendampingan terus menerus dari instansi terkait untuk meningkatkan
produktifitas pembudidaya ikan.
Tabel 34. Potensi dan Kendala Perikanan Budidaya di Kabupaten Pidie Jaya
Peluang Kendala Potensi sumberdaya perikanan budidaya air payau
(tambak) dengan potensi cukup besar di Kabupaten
Pidie Jaya, dengan lahan yang luas dan tersebar di
beberapa kecamatan, dan belum termanfaatkan secara
optimal (masih tradisional dan semi intensif, serta
monokultur dan polikultur).
Lemahnya tingkat kemampuan teknologi
untuk budidaya udang dan bandeng
(tradisional dan semi intensif) dengan
tingkat produktifitas rendah.
Lokasi strategis untuk kegiatan pemasaran produk-
produk perikanan budidaya
Usaha perikanan dimiliki oleh petani yang
dalam pengembangannya mengalami
kekurangan modal investasi dan modal kerja
Terdapat supply air yang cukup baik dari beberapa
DAS dan Sub DAS dengan kualitas perairan yang
mendukung usaha pertambakan dan kolam ikan
Penguasaan teknologi budidaya yang masih
terbatas. Tingkat penguasaan teknologi
masih skala tradisional.
Tambak dan kolam masih baru dan status
kepemilikan adalah milik sendiri. Masih banyak
lahan untuk kegiatan tambak udang dan bandeng
yang belum digarap secara optimal
Rusaknya ekosistem hutan mangrove di
pesisir akan mengancam kesuburan lahan
dan kelestarian sumberdaya udang akibat
penebangan hutan bakau.
3.2 ANALISIS PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN
Pengembangan kawasan perikanan budidaya sangat ditentukan oleh
pengembangan komoditas unggulan di setiap kawasan. Pengertian dari
keberadaan komoditas unggulan yaitu melimpah atau dapat dibudidayak dengan
baik dengan prospek pengembangan tinggi dimasa mendatang. Penetapan
komoditas unggulan sangat bermanfaat dalam menentukan prioritas
pengembangan di suatu wilayah.
P a g e |39
Menurut Badan Litbang pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan
komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk di kembangkan di suatu
wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara
teknis (kondisi tanah dan iklim)maupun sosial ekonomi dan kelembagaan
(pengusaan teknologi, kemampuan sumber daya, manusia, infrastruktur, dan
kondisi sosial budaya setempat). Ditambahkan pula oleh Bachrein (2003) bahwa
penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan
pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara
berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah yang lain adalah
komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi
serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
Selain itu kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan
komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga
sangat terbatas. Menurut Ambardi (2002) mengemukakan bahwa ada beberapa
ciri komoditas unggulan antara lain: komoditas unggulan harus mampu menjadi
penggerak utama (prime mover) pembangunan yang artinya mempunyai
kontribusi yang menjanjikan pada peningkatan produksi dan pendapatan,
memiliki keterkaitan kedepan yang kuat, baik secara komoditas unggulan maupun
komoditas lainnya, mampu bersaing dengan produksi sejenis dari wilayah lain
dipasar nasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan,
maupun aspek-aspek lainnya, memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam
hal pasar (konsumen) maupun pemasok bahan baku.
P a g e |40
3.2.1. Analisa Location Quotient
Untuk mengidentifikasi sektor basis di Kabupaten Pidie Jaya dilakukan
dengan menggunakan metode perhitungan Location Quotient (LQ). Dengan
menggunakanmetoda LQ ini akan diketahui potensi sektor yang di wilayah yang
bersangkutan.
Tabel 35. Nilai PDRB perikanan dari tahun 2009-2012
Uraian Juta Rupiah
2009 2010 2011 2012
PDRB perikanan 99290.7 107710 119061 131461
PDRB Pidie Jaya 619026 652352 682398 716577
Dari Tabel 4.2 menunjukkan peningkatan nilai PDRB perikanan setiap
tahunnya. Hasil analisis sub sektor perikanan budidaya air payau yang memiliki
nilai LQ 1,13 merupakan salah satu komoditas unggulan yang dapat berkembang
dan mampu mendongkrak perekonomian kabupaten Pidie Jaya serta memiliki
peluang pasar yang prospektif sehingga kegiatan/aktivitas usaha tersebut mampu
menyumbang PAD dan memberikan kontribusi PDRB di sektor perikanan.
Dukungan pada sub sektor perikanan budidaya air payau di kabupaten Pidie Jaya
akan berdampak positif sebagai potensi ekonomi ditinjau produksi yang
dihasilkan. Adapun yang termasuk dalam sub sektor perikanan budidaya air payau
di kabupaten Pidie Jaya adalah jenis ikan Bandeng, udang Windu, udang
Vannamei, ikan Kerapu, Ikan Kakap dan jenis lainnya.
a. Ikan Bandeng
Hasil analisis komponen pertumbuhan pangsa komoditas perikanan
budidaya air payau jenis ikan Bandeng masing-masing kecamatan di kabupaten
P a g e |41
Pidie Jaya dapat dilihat di Gambar 3. Kecamatan-kecamatan di kabupaten Pidie
Jaya yang berpotensi untuk mendorong peningkatan pertumbuhan basis kawasan
komoditas perikanan budidaya air payau jenis ikan Bandeng berdasarkan nilai
rata-rata LQ masing-masing kecamatan adalah kecamatan Bandar Baru (1,03),
kecamatan Pante Raja (1,01) dan kecamatan Trienggadeng (1,11), kecamatan
Ulim (1.00) dan Jangka Buya (1.04). Sedangakan kecamatan Meureudu (0,83) dan
kecamatan Meurah Dua (0,92) merupakan Kawasan sub basis komoditas
perikanan budidaya air payau jenis ikan Bandeng.
Gambar 3. Nilai LQ Komoditas Ikan Bandeng masing-masing kecamatan di
Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009-2012.
b. Udang Windu
Hasil analisis komponen pertumbuhan pangsa komoditas perikanan
budidaya air payau jenis udang Windu masing-masing kecamatan di kabupaten
Pidie Jaya dapat dilihat di Gambar 4. Kecamatan-kecamatan di kabupaten Pidie
Jaya yang berpotensi untuk mendorong peningkatan pertumbuhan basis komoditas
P a g e |42
perikanan budidaya air payau jenis udang Windu berdasarkan nilai rata-rata LQ
masing-masing kecamatan adalah kecamatan Bandar Baru (1,12), kecamatan
Pante Raja (1,05) dan kecamatan Trienggadeng (1,10), kecamatan Ulim (1.01) dan
Jangka Buya (1.03). Sedangakan kecamatan Meureudu (0,82) dan kecamatan
Meurah Dua (0,88) merupakan Kawasan sub basis komoditas perikanan budidaya
air payau jenis udang Windu.
Gambar 4. Nilai LQ Komoditas Udang Windu masing-masing kecamatan di
Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009-2012.
c. Udang Vannamei
Hasil analisis komponen pertumbuhan pangsaKawasan komoditas
perikanan budidaya air payau jenis udang Vannamei masing-masing kecamatan di
kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat di Gambar 5. Kecamatan-kecamatan di
kabupaten Pidie Jaya yang berpotensi untuk mendorong peningkatan pertumbuhan
basis komoditas perikanan budidaya air payau jenis udang Vannamei berdasarkan
P a g e |43
nilai rata-rata LQ masing-masing kecamatan adalah kecamatan, kecamatan
Meureudu (1,01) dan kecamatan Meurah Dua (1,02) kecamatan Ulim (1.05) dan
Jangka Buya (1.06). Sedangkan Bandar Baru (0,92), kecamatan Pante Raja (0,94)
dan kecamatan Trienggadeng (0,96) merupakan kawasan sub basis komoditas
perikanan budidaya air payau jenis udang Vannamei.
Gambar 5. Nilai LQ Komoditas Udang Vannamei masing-masing kecamatan di
Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009-2012.
d. Komoditas Ikan Kakap
Hasil analisis komponen pertumbuhan pangsa komoditas perikanan
budidaya air payau jenis ikan Kakap masing-masing kecamatan di kabupaten
Pidie Jaya dapat dilihat di Gambar 6. Kecamatan-kecamatan di kabupaten Pidie
Jaya yang berpotensi untuk mendorong peningkatan pertumbuhan basis komoditas
perikanan budidaya air payau jenis ikan Kakap berdasarkan nilai rata-rata LQ
P a g e |44
masing-masing kecamatan adalah kecamatan Bandar Baru (1,02), kecamatan
Pante Raja (1,03) dan kecamatan Trienggadeng (1,22), kecamatan Ulim (1.07) dan
Jangka Buya (1.03). Sedangakan kecamatan Meureudu (0,73) dan kecamatan
Meurah Dua (0,84) merupakan kawasan sub basis komoditas perikanan budidaya
air payau jenis ikan Kakap.
Gambar 6. Nilai LQ Komoditas Perikanan Budidaya Air Payau Jenis Ikan Kakap
masing-masing kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009-2012.
e. Komoditas Ikan Kerapu
Hasil analisis komponen pertumbuhan pangsaKawasan komoditas
perikanan budidaya air payau jenis ikan Kerapu masing-masing kecamatan di
kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat di Gambar 7. Kecamatan-kecamatan di
kabupaten Pidie Jaya yang berpotensi untuk mendorong peningkatan pertumbuhan
basis komoditas perikanan budidaya air payau jenis ikan Kerapu berdasarkan nilai
P a g e |45
rata-rata LQ masing-masing kecamatan adalah kecamatan Bandar Baru (1,02),
kecamatan Ulim (1.03) dan Jangka Buya (1.01). Sedangkan kecamatan Meureudu
(0,92), kecamatan Pante Raja (0,94), kecamatan Trienggadeng (0,90) dan
kecamatan Meurah Dua (0,96) merupakan kawasan sub basis komoditas
perikanan budidaya air payau jenis ikan Kerapu.
Gambar 7. Nilai LQ Komoditas Perikanan Budidaya Air Payau Jenis Ikan Kerapu
masing-masing kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009-2012.
3.2.2. Analisis AHP
Berkembangnya kawasan perikanan budidaya sangat ditentukan oleh
pengembangan komoditas unggulan di setiap kawasan. Pengertian dari
keberadaan komoditas unggulan yaitu melimpah atau dapat dibudidayakan dengan
baik dengan prospek pengembangan tinggi dimasa mendatang. Penetapan
komoditas unggulan perikanan Budidaya di Kabupaten Pidie Jaya dilakukan
menggunakan analisis AHP (Analysis Hirearki Priority).
P a g e |46
Selain itu, penetapan komoditas unggulan juga ditentukan oleh beberapa
faktor seperti daya dukung lahan, nilai ekonomi dan peluang pasar, kemudahan
pemeliharaan, keberlanjutan usaha serta sarana dan prasarana. Adapun komoditas
yang tersedia di Kabupaten Pidie Jaya yang dianalisis yaitu udang windu, udang
vannamei, ikan nila, ikan kakap, ikan kerapu, ikan mujair, ikan bandeng dan
kepiting.
Gambar 8. kriteria penetapan komoditas unggulan perikanan
di Kabupaten Pidie Jaya
Kriteria pertama dalam penentapan komoditas unggulan perikanan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah Nilai ekonomi. Berdasarkan analisis AHP, nilai
ekonomi mendapatkan persentase terbesar yaitu 33,9% dalam penentuan
komoditas unggulan di Kabupaten Pidie Jaya. Selanjutnya factor keberlanjutan
usaha sebesar 24,2%, peluang pasar dengan nilai 18,6%, kemudahan pemeliharaan
14,7 % dan daya dukung lahan dengan nilai 4,9% serta kelengkapan sarana dan
prasarana sebesar 3,8% (Gambar 8). Penjelasan faktor-faktor penentuan
komoditas unggulan di kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut.
P a g e |47
a. Nilai Ekonomi
Kriteria pertama dalam penentapan komoditas unggulan perikanan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah Nilai ekonomi. Berdasarkan analisis AHP, nilai
ekonomi mendapatkan persentase terbesar yaitu 33,9% dalam penentuan
komoditas unggulan di Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan nilai ekonomi, udang
windu mendapatakan prioritas utama untuk dikembangkan dengan nilai 28,2%
diikuti kakap dan kerapu dengan nilai 24% dan yang terkecil atau tidak
diunggulkan adalah ikan mujair dengan nilai hanya sebesar 2,6% (Gambar 9).
Gambar 9. Nilai ekonomi dalam Penetapan komoditas unggulan perikanan
b. Keberlanjutan Usaha
Kriteria kedua dalam penentapan komoditas unggulan perikanan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah keberlanjutan usaha. Berdasarkan analisis AHP,
keberlanjutan usaha mendapatkan persentase terbesar yaitu 24,2% dalam
penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan
keberlanjutan usaha, udang vannamei mendapatakan prioritas utama untuk
Model Name: Komoditi Perikanan Budidaya Kab
Synthesis: Summary
Page 1 of 112/15/2014 10:58:04 AM
Muhammad NazirMuhammad Nazir
P a g e |48
dikembangkan dengan nilai 21,5 % diikuti ikan nila dan ikan kakap dengan nilai
masing-masing 19,5% dan 15,8% serta yang terkecil atau tidak diunggulkan
adalah udang windu dengan nilai hanya sebesar 9,6% (Gambar 10).
Model Name: Komoditi Perikanan Budidaya Kab
Synthesis: Summary
Page 1 of 112/15/2014 10:59:38 AM
Muhammad NazirMuhammad Nazir
Gambar 10. Keberlanjutan usaha dalam Penetapan komoditas unggulan perikanan
c. Peluang Pasar
Kriteria ketiga dalam penentapan komoditas unggulan perikanan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah peluang pasar. Berdasarkan analisis AHP, peluang
pasar mendapatkan persentase terbesar yaitu 18,6% dalam penentuan komoditas
unggulan di Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan peluang pasar, ikan kakap dan
ikan kerapu mendapatakan prioritas utama untuk dikembangkan dengan nilai
sama sebesar 24,4 % diikuti udang windu dan udang vannamei dengan nilai
masing-masing 17,7 % dan 11,5 % (Gambar 11).
P a g e |49
Model Name: Komoditi Perikanan Budidaya Kab
Synthesis: Summary
Page 1 of 112/15/2014 10:54:31 AM
Muhammad NazirMuhammad Nazir
Gambar 11. Peluang pasar dalam Penetapan komoditas unggulan perikanan
d. Kemudahan Pemeliharaan
Kriteria keempat dalam penentapan komoditas unggulan perikanan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah kemudahan pemeliharaan. Berdasarkan analisis
AHP, kemudahan pemeliharaan mendapatkan persentase terbesar yaitu 14,7%
dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan
kemudahan pemeliharaan, ikan mujair mendapatakan prioritas utama untuk
dikembangkan dengan nilai sebesar 3,49 % diikuti kepiting dan ikan nila dengan
nilai sama yaitu 17% (Gambar 12).
P a g e |50
Model Name: Komoditi Perikanan Budidaya Kab
Synthesis: Summary
Page 1 of 112/15/2014 10:59:04 AM
Muhammad NazirMuhammad Nazir
Gambar 12. Kemudahan pemeliharaan dalam Penetapan komoditas unggulan
perikanan
e. Daya Dukung Lahan
Kriteria kelima dalam penentapan komoditas unggulan perikanan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah daya dukung lahan. Berdasarkan analisis AHP, daya
dukung lahan mendapatkan persentase terbesar yaitu 4,9% dalam penentuan
komoditas unggulan di Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan daya dukung lahan,
kepiting mendapatkan prioritas utama untuk dikembangkan dengan nilai sebesar
24,7 % diikuti ikan nila dan bandeng dengan nilai masing-masing 21,3 % dan
19 %. Sedangkan udang windu menempati peringkat terakhir untuk kriteria daya
dukung lahan mengingat sulitnya membudidaya udang windu dalam criteria ini
dengan nilai sebesar 2,8% (Gambar 13).
P a g e |51
Model Name: Komoditi Perikanan Budidaya Kab
Synthesis: Summary
Page 1 of 112/15/2014 10:51:08 AM
Muhammad NazirMuhammad Nazir
Gambar 13. Daya dukung lahan dalam Penetapan komoditas unggulan perikanan
f. Sarana dan Prasarana
Kriteria terakhir dalam penentapan komoditas unggulan perikanan di
Kabupaten Pidie Jaya adalah sarana dan prasarana. Berdasarkan analisis AHP,
sarana dan prasarana mendapatkan persentase terbesar yaitu 3,8% dalam
penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan sarana dan
prasarana, udang windu mendapatkan prioritas utama untuk dikembangkan
dengan nilai sebesar 29,6 % diikuti udang vannamei dengan nilai sebesar dan
19,5%, ikan kerapu (15,6%) dan ikan kakap dengan nilai 15% (Gambar 14).
P a g e |52
Model Name: Komoditi Perikanan Budidaya Kab
Synthesis: Summary
Page 1 of 112/15/2014 11:00:06 AM
Muhammad NazirMuhammad Nazir
Gambar 14. Sarana dan prasarana dalam Penetapan komoditas unggulan
perikanan
Berdasarkan hasil analisis AHP dalam penentuan komoditas unggulan
yang didasarkan kepada criteria-kriteria di atas, maka didapatkan lima komoditi
unggulan utama perikanan budidaya di Kabupaten Pidie Jaya berturut-turut adalah
ikan kakap (18,2%), ikan kerapu (16,5%), udang windu (15,5%), udang vannamei
(13,6%) dan ikan nila (10,9%) (Gambar 15).
P a g e |53
Model Name: Komoditi Perikanan Budidaya Kab
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to:
Page 1 of 112/15/2014 11:03:15 AM
Muhammad NazirMuhammad Nazir
Gambar 15. Penetapan komoditas unggulan perikanan budidaya di Kabupaten
Pidie Jaya
3.3.3. Analisa Ekonomi Komoditas Unggulan
Analisa ekonomi komoditas unggulan dilakukan untuk memberikan
gambaran keuangan yang mencakup pembahasan informasi basis (asumsi),
investasi, arus kas dan kemampuan memenuhi kewajiban keuangan serta prospek
keuangan. Untuk itu dilakukan sajian data investasi, operasional, perhitungan
laba-rugi, pola arus kas dan pelunasan hutang serta analisis kelayakan usaha
dengan alat Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit
P a g e |54
Cost Ratio (Net BC), Break even price, Break-even production dan Biaya per kg
udang atau ikan.
Ada beberapa komoditas perikanan budidaya yang akan dikembangkan di
Kabupaten Pidie Jaya dengan mempertimpangkan aspek ekonomi, teknis,
pemasaran, sosial. Komoditas yang sudah umum di Kabupaten Pidie Jaya adalah
Bandeng, udang windu, udang vannamei,mujair, kepiting dan ikan nila.
Komoditas unggulan yang akan dikembangkan adalah komoditas yang
berorientasi ekspor karena permintaan pasar dan harga yang tinggi menghasilkan
arus kas yang positif. Beberapa komoditas unggulan perikanan budidaya di
Kabupaten Pidie Jaya adalah udang windu, udang vannamei, ikan kakap, ikan
kerapu, dan ikan nila.
Udang
Budidaya udang windu di beberapa kecamatan Kabupaten Pidie Jaya
masih dilakukan dengan cara tradisional sehinga perlu peningkatan produktifitas
dengan peralihan ke pola semi intensif, intensif. Selain itu pengembangan udang
windu organik juga salah satu alternatif produk dengan comparative advantage
yang kuat karena lahan produksi masih sangat sedikit tercemar pestisida dan racun
lainnya. Beberapa langkah pengembangan komoditas unggulan udang windu yaitu
semi intensif, intensif dan budidaya udang organik.
a. Budidaya Semi-Intensif
Intensifikasi diartikan sebagai peningkatan hasil dengan menambah input
produksi tanpa adanya perluasan lahan. Dengan perkataan lain intensifikasi adalah
peningkatan hasil produksi dengan memaksimalkan daya dukung lahan yang ada.
P a g e |55
Terdapat sebuah relevansi yang erat antara produksi dengan daya dukung
lingkungan (carrying capacity). Daya dukung lingkungan (atau hasil produksi),
dapat diperbesar sampai pada tahap tertentu, bukannya tanpa batas. Dan perlu
diketahui bahwa daya dukung lahan adalah suatu yang dinamis, akanberubah
setiap saat. Karenanya budidaya udang windu semi intensif adalah suatu solusi
pemeliharaan udang dengan memperhatikan lingkungan sehingga bisa menjaga
kelestarian lingkungan dan produksi tambak.
Pola budidaya semi intensif, pada tebar pada kisaran 5-10 ekor/m2 dengan
masa tanam 3-4 bulan. Pola semi intensif diawali dengan persiapan lahan dengan
pengapuran, pemupukan serta biofiltrasi air secara alami yaitu memanfaatkan
reservoir yang sudah ditanami bakau ditengah atau sekelilingnya sehingga air
yang masuk ketambak sudah bebas dari residu racun atau hama lainnya. Benih
udang yang ditebar dipesan dari balai benih yang sudah menerapkan standar BAP
seperti BBI Ujung Batee. Benih yang dibeli sudah diuji di laboratorium sehingga
benih kuat dan tingkat kehidupan tinggi ketika di tebar di tambak.
Pemberian pakan pada awal masa pemeliharaan ditiadakan karena udang
masih memakan pakan alami dalam tambak. Untuk menjaga produktifitas tambak,
pemupukan secara bertahap dilakukan sehingga bisa menjaga kepadatan
fitoplankton dalam tambak. Pemberian pakan hanya dilakukan pada bulan kedua
dan ketiga dan disesuaikan dengan biomassa udang dalam tambak. Pergantian air
harus dilakukan secara rutin sebesar 10-20% per hari sejak bulan kedua namun
tetap dengan air yang telah diendapkan selama empat hari dalam kolam
tandon. Pergantian air diperlukan untuk memasok unsur-unsur mikro bagi
P a g e |56
pertumbuhan fitoplankton dan untuk membuang sisa metabolik yang larut di
dalam air.
Pada komponen biaya produksi, biaya pakan adalah faktor penentu
keuntungan yang didapatkan oleh pembudidaya udang. Salah satu efisiensi pakan
adalah dengan menjaga kesuburan kolam secara berkelanjutan dengan pemberian
pupuk serta pergantian air secara periodik. Secara ekonomi, budidaya semi
intensif sangat menguntungkan karena petani tambak mendapatkan keuntungan
dengan biaya produksi yang tidak terlalu tinggi.
Proyeksi Laba Rugi
Dengan menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat
diperhitungkan proyeksi laba-rugi usaha budidaya pembesaran udang windu
dengan menggunakan standar luasan kolam 5.000 m2. Tabel di bawah
menunjukkan bahwa pada tahun pertama budidaya pembesaran udang windu
telah mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 91.715.000,-. Proyeksi laba-
rugi usaha budidaya pembesaran udang windu dapat dilihat pada tabel 36.
Tabel 36. Proyeksi Laba Rugi Usaha Budidaya Pembesaran Udang Windu No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
1 Pendapatan 0 202.500.000 202.500.000 202.500.000 202.500.000 202.500.000
2 Pengeluaran 84.287.000 110.785.000 110.785.000 149.432.000 110.785.000 110.785.000
3 Keuntungan bersih -84.287.000 91.715.000 91.715.000 53.068.000 91.715.000 91.715.000
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran udang ini
menguntungkan karena pada discount factor 20% per tahun NPV sebesar
Rp.139.693.192,-, IRR 99,6%, rasio keuntungan terhadap biaya produksi 83%,
jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi < 1 tahun, titik impas harga
P a g e |57
Rp. 49.238, titik impas produksi 1.231 kg. Berdasarkan perhitungan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran udang windu dengan sistem
semi-intensif Layak dan Menguntungkan (Tabel 37).
Tabel 37 Kelayakan Usaha Budidaya Pembesaran Udang Windu
Cumulative cash flow 335.641.000
NPV 139.693.192
IRR 99,6%
Rasio keuntungan ke biaya produksi 0,83
Payback Period 0,92
Titik Impas Harga 49.238
Titik Impas Produksi 1.231
b. Budidaya Udang Windu dengan Sistem Intensif
Dasar perhitungan yang akan dilakukan menggunakan asumsi dengan
pendekatan satuan luas budidaya. Satuan luas yang diambil sebagai dasar
perhitungan yaitu satuan luas tambak 5.000 m2, padat tebar 20 ekor/m2, sintasan
kehidupan 80%, konversi pakan 1:2, periode pemeliharaan 4 bulan, ukuran panen
25 gram/ekor (ukuran 40 ekor/kg), produksi 6.000 kg/tahun (2 siklus), periode
proyek diasumsikan selama 5 (lima) tahun.
Proyeksi Laba Rugi
Dengan menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat
diperhitungkan proyeksi laba-rugi usaha budidaya pembesaran udang windu
dengan menggunakan standar luasan kolam 5.000 m2. Tabel di bawah
menunjukkan bahwa pada tahun pertama budidaya pembesaran udang windu
telah mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 202.100.000,-. Proyeksi laba-
rugi usaha budidaya pembesaran udang windu dapat dilihat pada tabel 38.
P a g e |58
Tabel 38. Proyeksi Laba Rugi Usaha Budidaya Pembesaran Udang Windu No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
1 Pendapatan
540.000.000 540.000.000 540.000.000 540.000.000 540.000.000
2 Pengeluaran 108.287.000 337.900.000 337.900.000 376.547.000 337.900.000 337.900.000
3 Keuntungan bersih -108.287.000 202.100.000 202.100.000 163.453.000 202.100.000 202.100.000
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran udang
ini menguntungkan karena pada discount factor 20% per tahun NPV sebesar
Rp.394.792.126,-, IRR 182,7%, rasio keuntungan terhadap biaya produksi 60%,
jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi < 1 tahun, titik impas harga
Rp. 56.317, titik impas produksi 3.754 kg. Berdasarkan perhitungan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran udang windu dengan sistem
intensif Layak dan Menguntungkan (Tabel 39).
Tabel 39. Kelayakan Usaha Budidaya Pembesaran Udang Windu Cumulative cash flow 863.566.000
NPV 394.792.126
IRR 182,7%
Rasio keuntungan ke biaya produksi 60%
Payback Period 0,54
Titik Impas Harga 56.317
Titik Impas Produksi 3.754
c. Budidaya Udang Vannamei dengan Sistem Intensif
Dasar perhitungan yang akan dilakukan menggunakan asumsi dengan
pendekatan satuan luas budidaya. Satuan luas yang diambil sebagai dasar
perhitungan yaitu satuan luas tambak 5.000 m2, padat tebar 50 ekor/m2, sintasan
kehidupan 80%, konversi pakan 1:2, periode pemeliharaan 3 bulan, ukuran panen
25 gram/ekor (ukuran 60 ekor/kg), produksi 12.000 kg/tahun ( 3 siklus), periode
proyek diasumsikan selama 5 (lima) tahun.
P a g e |59
Proyeksi Laba Rugi
Dengan menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat
diperhitungkan proyeksi laba-rugi usaha budidaya pembesaran udang vannamei
dengan menggunakan standar luasan kolam 5,000 m2. Tabel di bawah
menunjukkan bahwa pada tahun pertama budidaya pembesaran udang vannamei
telah mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 347.875.000,-. Proyeksi laba-
rugi usaha budidaya pembesaran udang vannamei dapat dilihat pada tabel 40.
Tabel 40. Proyeksi Laba Rugi Usaha Budidaya Pembesaran Udang Vannamei No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
1 Pendapatan
900.000.000 900.000.000 900.000.000 900.000.000 900.000.000
2 Pengeluaran 107.055.000 552.125.000 552.125.000 619.040.000 552.125.000 552.125.000
3 Keuntungan bersih 107.055.000 347.875.000 347.875.000 280.960.000 347.875.000 347.875.000
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran udang
vannamei ini menguntungkan karena pada discount factor 20% per tahun NPV
sebesar Rp.745.483.533-, IRR 322%, rasio keuntungan terhadap biaya produksi
63%, jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi < 1 tahun, titik impas
harga Rp. 46.010, titik impas produksi 3.754 kg. Berdasarkan perhitungan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran udang vannamei
dengan sistem intensif Layak dan Menguntungkan (Tabel 41).
P a g e |60
Tabel 41. Kelayakan Usaha Budidaya Pembesaran Udang Vannamei Cumulative cash flow 1.565.405.000
NPV 745.483.533
IRR 322,0%
Rasio keuntungan ke biaya produksi 63%
Payback Period 0,31
Titik Impas Harga 46.010
Titik Impas Produksi 7.362
d. Kakap Putih
Budidaya Ikan Kakap Putih dengan Sistim Intensif
Kakap putih di dunia internasional dikenal dengan nama seabass. Ikan ini
bila di dalam air kelihatan cokelat tua atau kehitaman, tetapi bila diamari secara
cermat ada warna putih atau keperakan yang mendominasi terutama bagian perut;
Dua jenis kakap yang sekarang dibudidayakan adalah ikan jenis Lates calcarifer
dan Psammoperca waigiensis. Kedua jenis ini sepintas mirip sekali meskipun
genusnya berbeda. Oleh masyarakat. L. calcarifer dikenal dengan nama petak,
sedangkan jenis Psammoperca waigiensis dikenal dengan nama kakap mata
kucing. Kedua jenis ikan ini mempunyai bentuk memanjang agak pipih, badannya
lebih pendek dibandingkan kakap merah.
Pemilihan habitat atau tempat pemeliharan merupakan salah satu factor
yang paling penting dalam membudidayakan ikan kakap. Seperti yang telah
diketahui, ikan kakap memiliki toleransi terhadap salinitas yang cukup tinggi. Hal
tersebut berarti bahwa ikan kakap dapat dipelihara di segala tipe air. Tempat
pemeliharan ikan kakap dapat dilakukan di tambak, kolam, ataupun pinggiran
pantai. Ikan kakap merupakan ikan tropis, pastikan bahwa suhu kolam berkisar
P a g e |61
antar 27-32 derajat celcius. Ikan kakap merupakan salah satu ikan karnivora yang
memangsa makhluk hidup lebih kecil lainnya.
Oleh karena itu, pemberian makan ikan kakap dapat dilakukan dengan
memberikan ikan rucah atau ikan teri. Ikan kakap juga akan memakan makhluk
kecil seperti plankton,cumi-cumi, udang, dan ikan kecil lainnya. Ikan kakap
memiliki ketahanan dalam mencerna protein dalam jumlah besar dibandingkan
ikan lainnya. Ikan kakap juga dapat diberi makan pelet meskipun ikan yang diberi
makan secara alami cenderung lebih nikmat dagingnya dibanding yang makan
pelet.
Dasar perhitungan yang akan dilakukan untuk menghitung nilai ekonomi
ikan kakap putih yaitu menggunakan asumsi dengan pendekatan satuan luas
budidaya. Satuan luas yang diambil sebagai dasar perhitungan yaitu satuan luas
tambak 5000 m2, padat tebar 5 ekor/m2, sintasan kehidupan 80%, konversi pakan
1:2, periode pemeliharaan 5-6 bulan, ukuran panen 400-500 gram/ekor, produksi
16,000 kg/tahun ( 2 siklus), periode proyek diasumsikan selama 5 (lima) tahun.
Laba Rugi
Dengan menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat
diperhitungkan proyeksi laba-rugi usaha budidaya pembesaran ikan kakap dengan
menggunakan standar luasan kolam 5.000 m2. Tabel di bawah menunjukkan
bahwa pada tahun pertama budidaya pembesaran ikan kakap telah mampu
menghasilkan keuntungan sebesar Rp 208.140.000,-. Proyeksi laba-rugi usaha
budidaya pembesaran ikan kakap dapat dilihat pada tabel 42.
P a g e |62
Tabel 42. Proyeksi Laba Rugi Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kakap No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
1 Pendapatan
720.000.000 720.000.000 720.000.000 720.000.000 720.000.000
2 Pengeluaran 108.287.000 511.860.000 511.860.000 550.507.000 511.860.000 511.860.000
3 Keuntungan bersih -108.287.000 208.140.000 208.140.000 169.493.000 208.140.000 208.140.000
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan
kakap ini menguntungkan karena pada discount factor 20% per tahun NPV
sebesar Rp.409.766.000,-, IRR 188.4%, rasio keuntungan terhadap biaya produksi
41%, jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi < 1 tahun, titik impas
harga Rp. 31.991, titik impas produksi 11.375 kg. Berdasarkan perhitungan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan Kakap dengan
system intensif Layak dan Menguntungkan (Tabel 43).
Tabel 43. Kelayakan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kakap Cumulative cash flow 893,766,000
NPV 409.844.874
IRR 188,4
Rasio keuntungan ke biaya produksi 41%
Payback Period 0,52
Titik Impas Harga 31.991
Titik Impas Produksi 11.375
e. Kerapu
Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistim Intensif di Tambak
Ikan kerapu atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Groupers”
merupakan salah satu jenis ikan yang belakangan ini mulai diminati pasar lokal
maupun internasional. Kelezatan dagingnya yang sangat gurih dan tingginya
kandungan gizi yang terdapat pada seekor ikan kerapu, menjadikannya sebagai
produk komoditas perikanan yang memiliki harga jual cukup mahal. enis ikan
P a g e |63
kerapu yang saat ini mulai digemari masyarakat yaitu ikan kerapu macan, kerapu
lumpur dan kerapu bebek. Melihat permintaan pasar yang semakin tinggi,
sekarang ini target pasar yang bisa Anda bidik antara lain konsumen rumah
tangga, pelaku bisnis kuliner serba seafood, pedagang ikan di pasar tradisional,
maupun para pengepul dan eksportir yang membutuhkan stok ikan kerapu untuk
memenuhi kebutuhan pasar mancanegara.
Pemasaran ikan kerapu dilakukan dalam keadaan masih hidup, harga jual
ikan kerapu segar bisa mencapai dua kali lipat ikan kerapu yang dijual dalam
keadaan mati. Para pelaku bisnis budidaya ikan kerapu memasarkan produk
unggulannya ke para pedagang ikan segar di pasar tradisional, menyetorkannya
langsung ke beberapa restoran besar yang menyediakan menu seafood, serta
melalui jasa agen maupun para pengepul yang akan melanjutkan distribusinya
hingga pasar mancanegara. Selama ini jangkauan pasar ikan kerapu ternyata tidak
hanya berhasil memenuhi kebutuhan pasar nasional namun juga berhasil
mencukupi permintaan pasar internasional. Beberapa negara besar seperti Cina,
Taiwan dan Hongkong, menjadi target utama para petani ikan kerapu untuk
memasarkan produk-produk unggulan mereka.
Dasar perhitungan yang akan dilakukan menggunakan asumsi dengan
pendekatan satuan luas budidaya. Satuan luas yang diambil sebagai dasar
perhitungan yaitu satuan luas tambak 5.000 m2, padat tebar 5 ekor/m2, sintasan
kehidupan 80%, konversi pakan 1:2, periode pemeliharaan 5-6 bulan, ukuran
panen 400-500 gram/ekor, produksi 16.000 kg/tahun (2 siklus), periode proyek
diasumsikan selama 5 (lima) tahun.
P a g e |64
Proyeksi Laba Rugi
Dengan menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat
diperhitungkan proyeksi laba-rugi usaha budidaya pembesaran ikan kerapu
dengan menggunakan standar luasan kolam 5.000 m2. Tabel di bawah
menunjukkan bahwa pada tahun pertama budidaya pembesaran ikan kerapu telah
mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 228.840.000,-. Proyeksi laba-rugi
usaha budidaya pembesaran ikan kerapu dapat dilihat pada tabel 44.
Tabel 44. Proyeksi Laba Rugi Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
1 Pendapatan
800.000.000 800.000.000 800.000.000 800.000.000 800.000.000
2 Pengeluaran 108.287.000 577.160.000 577.160.000 615.807.000 577.160.000 577.160.000
3 Keuntungan bersih -108.287.000 222.840.000 222.840.000 184.193.000 222.840.000 222.840.000
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan
kerapu ini menguntungkan karena pada discount factor 20% per tahun NPV
sebesar Rp.446.479.873,-, IRR 202,4%, rasio keuntungan terhadap biaya produksi
39%, jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi < 1 tahun, titik impas
harga Rp. 36.073, titik impas produksi 11.543 kg. Berdasarkan perhitungan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan Kerapu dengan
system intensif Layak dan Menguntungkan (Tabel 45).
Tabel 45. Kelayakan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Cumulative cash flow 967.266.000
NPV 446.479.873
IRR 202,4%
Rasio keuntungan ke biaya produksi 39%
Payback Period 0,49
Titik Impas Harga 36.073
Titik Impas Produksi 11.543
P a g e |65
f. Ikan Nila
Ikan nila merupakan jenis ikan untuk konsumsi dan hidup di air tawar.
Ikan ini cenderung sangat mudah dikembangbiakkan serta sangat mudah
dipasarkan karena merupakan salah satu jenis iklan yang paling sering dikonsumsi
sehari-hari oleh Masyarakat. Dengan teknik budidaya yang sangat mudah, serta
pemasarannya yang cukup luas, sehingga budidaya ikan nila sangat layak
dilakukan, baik skala rumah tangga maupin skala besar atau perusahaan.
Pemeliharaan ikan nila dilakukan selama 4 bulan atau hingga ukuran berat
ikan nila sudah mencapai ukuran pasar. Dalam pemberian makanan ikan nila
diberikan setiap hari dengan komposisi makanan alami dan juga makanan
tambahan. Makanan ikan nila ini bisa terdiri dari dedak, ampas kelapa, pelet dan
juga sisa-sisa makanan dapur. Pakan yang diberikan berupa pelet apung dengan
dosis 3 – 4% bobot total ikan.
Frekuensi pemberiannya, 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore dengan
rasio konversi pakan (FCR) 1,3. Masa pemanenan ikan nila sudah dapat dilakukan
setelah masa pemeliharaan 4 - 6 bulan dengan tingkat kelangsungan hidup (SR)
80%. Ikan nila pada usia 4-6 bulan pemeliharaan akan memiliki berat yang
bevariasi, yaitu antara 400-600 gram/ekor. Bila ukuran berat dari masing-masing
ikan dirasa belum maksimal, maka pemanenan bisa juga dilakukan dengan sistem
bertahap, dimana hanya dipilih ukuran konsumsi (pasar).
Budidaya ikan Nila pola intensif adalah salah satu strategi dalam
peningkatan produktifitas budidaya air tawar di Kecamatan Bandar Dua. Kawasan
ini memiliki lahan yang potensial pengembangan budidaya ikan nila dengan pola
P a g e |66
intensif. Pengembangan budidaya ikan nila selain untuk target pasar lokal juga
pasar internasional yaitu produk fillet nila.
Dasar perhitungan yang akan dilakukan menggunakan asumsi dengan
pendekatan satuan luas budidaya. Satuan luas yang diambil sebagai dasar
perhitungan yaitu satuan luas kolam 100 m2,kolam 10 unit, padat tebar 25
ekor/m2, sintasan kehidupan 80%, konversi pakan 1:1,3, periode pemeliharaan 3-4
bulan, ukuran panen 250-300 gram/ekor, produksi 15.000 kg/tahun (3 siklus),
periode proyek diasumsikan selama 5 (lima) tahun.
3) Proyeksi Laba Rugi
Dengan menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat diperhitungkan
proyeksi laba-rugi usaha budidaya pembesaran ikan nila dengan menggunakan
standar luasan kolam 100m2 x 10 unit. Tabel di bawah menunjukkan bahwa pada
tahun pertama budidaya pembesaran ikan nila telah mampu menghasilkan
keuntungan sebesar Rp. 79.980.000,-. Proyeksi laba-rugi usaha budidaya
pembesaran ikan nila dapat dilihat pada tabel 46.
Tabel 46. Proyeksi Laba Rugi Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
1 Pendapatan 0 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000
2 Pengeluaran 19.981.667 220.020.000 220.020.000 265.235.000 220.020.000 220.020.000
3 Keuntungan bersih -19.981.667 79.980.000 79.980.000 34.765.000 79.980.000 79.980.000
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan
kerapu ini menguntungkan karena pada discount factor 20% per tahun NPV
sebesar Rp.160.867.837,-, IRR 392,7%, rasio keuntungan terhadap biaya produksi
P a g e |67
27%, jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi < 1 tahun, titik impas
harga Rp. 14.668, titik impas produksi 4.000 kg. Berdasarkan perhitungan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan nila dengan
sistem intensif Layak dan Menguntungkan (Tabel 47).
Tabel 47. Kelayakan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila Cumulative cash flow 334.703.333
NPV 160.867.837
IRR 392,7%
Rasio keuntungan ke biaya produksi 27%
Payback Period 0,25
Titik Impas Harga 14.668
Titik Impas Produksi 4.000
3.4. Rencana Kebutuhan Sarana dan Prasarana
3.4.1. Rencana Kebutuhan Benih
Analisa kebutuhan benih udang dan ikan berdasarkan persentase
pemanfaatan lahan untuk budidaya diperlukan 1,02 milyar benih dengan perkiraan
benih udang windu sebanyak 374.081.400,00 ekor, udang vannamei 623.469.000
ekor, kakap 20.782.300 ekor dan kerapu 10.391.150 ekor. Kebutuhan benih udang
dan ikan harus disuplai oleh HSRT dan UPR lokal sehingga menciptakan peluang
usaha bagi masyarakat sekitar area budidaya (Tabel 48).
Tabel 48. Rencana Kebutuhan Benih Udang dan Ikan di Kabupaten Pidie Jaya Kecamatan Area (ha) Rencana Kebutuhan Benih Komoditas (ekor)
Udang windu Udang Windu Vannamei Kakap Kerapu Nila
Semi Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif
Meuredue 116,9 7.014.000 14.028.000 35.070.000 1.169.000 584.500 1.250.000
Meurah Dua 83,35 5.001.000 10.002.000 25.005.000 833.500 416,750 2.500.000
Jangka Buya 171,15 10.269.000 20.538.000 51.345.000 1.711.500 855.750 1.750.000
Ulim 309,8 18.588.000 37.176.000 92.940.000 3.098.000 1.549.000 1.250.000
Tringgadeng 242,56 14.553.600 29.107.200 72.768.000 2.425.600 1.212.800 1.250.000
Panteraja 92,36 5.541.600 11.083.200 27.708.000 923.600 461.800 1.250.000
Bandar Baru 1.062,11 63.726.600 127.453.200 318.633.000 10.621.100 5.310.550 2.500.000
Bandar Dua 3.000.000
Total 2.078,23 124.693.800 249.387.600 623.469.000 20.782.300 10.391.150 14.750.000
P a g e |68
3.4.2. Rencana Kebutuhan Pakan
Analisa kebutuhan pakan udang udang dan ikan berdasarkan persentase
pemanfaatan lahan untuk budidaya diperlukan 53.050,02 ton pakan dengan
perkiraan pakan udang windu sebanyak 11.939,43 ton, udang vannamei 16.459,58
ton, kakap 13.300,67 ton,kerapu 3.398 ton dan nila 4.700 ton. Kebutuhan pakan
udang dan ikan disuplai dari Sumatera Utara sehingga perlu usaha pemerintah
daerah mendirikan usaha produksi pakan mini yang dimiliki oleh pembudidaya
untuk mengurangi porsi pakan yang harus dibeli dari produsen pakan (Tabel 49).
Tabel 49. Rencana Kebutuhan Pakan di Kabupaten Pidie Jaya Kecamatan Rencana Kebutuhan Pakan (ton) Total
(ton) Udang windu Udang Windu Vannamei Kakap Kerapu Nila
Semi Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif
Meuredue 110,47 561,12 925,85 748,16 374,08 500,00 3.219,68
Meurah Dua 78,77 400,08 660,13 533,44 266,72 1,000,00 2.939,14
Jangka Buya 161,74 821,52 1.355,51 1.095,36 547,68 700,00 4.681,80
Ulim 292,76 1.487,04 2.453,62 1.982,72 991,36 500,00 7.707,50
Tringgadeng 229,22 1,164.29 1.921,08 1.552,38 776,19 500,00 6.143,16
Panteraja 87,28 443,33 731,49 591,10 295,55 500,00 2.648,76
Bandar Baru 1.003,69 5,098,13 8.411,91 6.797,50 3.398,75 1.000,00 25.709.99
Bandar Dua 1.200 1.200
Total 1.963,93 9.975,50 16.459,58 13.300,67 6.650,34 5.900,00 54.250,02
3.5. Estimasi Produksi
Berdasarkan analisa pemanfaatan lahan serta jumlah benih yang ditebar,
maka diprediksi 28.348,66 ton produksi budidaya yang dihasilkan selama setahun
dengan asumsi yang tersebut pada sub bab sebelumnya. Produksi udang windu
sebesar 7.793,36 ton, udang vannamei 8.229,79 ton, kakap 6.650,34 ton, kerapu
3.325,17 ton dan Nila 2.350 ton. Sebagian hasil produksi dijual kepasar
P a g e |69
internasional (udang windu, vannamei) atau lokal (vannamei, kakap dan kerapu
dan nila) (Tabel 50).
Tabel 50. Estimasi Produksi Perikanan Budidaya di Kabupaten Pidie Jaya Kecamatan Rencana Panen (ton) Total
(ton) Udang windu Udang Windu Vannamei Kakap Kerapu Nila
Semi Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif
Meuredue 157,82 280,56 462,92 374,08 187,04 250,00 1.712,42
Meurah Dua 112,52 200,04 330,07 266,72 133,36 500,00 1.542,71
Jangka Buya 231,05 410,76 677,75 547,68 273,84 350,00 2.491,09
Ulim 418,23 743,52 1,226,81 991,36 495,68 250,00 4.125,60 Tringgadeng 327,46 582,14 960,54 776,19 388,10 250,00 3.284,43
Panteraja 124,69 221,66 365,75 295,55 147,78 250,00 1.405,42
Bandar Baru 1,433,85 2.549,06 4.205,96 3.398,75 1.699,38 500,00 13.787,00 Bandar Dua 600,00 600,00
Total 2.805,61 4.987,75 8.229,79 6.650,34 3.325,17 2.950,00 28.948,66
3.6. Investasi dan Pendapatan
Keberhasilan kegiatan perikanan di pengaruhi oleh infrastruktur
pendukung yang berperan besar dalam kelangsungan operasional kegiatan
perikanan budidaya. Infrastruktur pendukung baik yang mendukung di kegiatan
hulu dan hilir harus di siapkan sehingga produksi ikan di tambak bisa
ditingkatkan. Berdasarkan pengamatan di kawasan minapolitan, infrastruktur
perikanan masih kurang memadai dan perlu adaanya investasi dari pemerintah dan
swasta sehingga investasi dalam infrastruktur tersebut member manfaat bagi
masyarakat.
Pada kegiatan hulu, investasi yang sangat penting adalah pembangunan
balai benih air payau sehingga supplai benih udang dan ikan tetap tersedia
sepanjang tahun. Selain itu Unit Pembenihan rakyak harus di perbanyak dan bisa
menjadi rantai usaha bagi masyarakat dalam bentuk pendederan ikan. Dalam
usaha meningkatkan produksi ikan dan udang di kawasan minapolitan perlu
adanya investasi dalam bentuk cetak tambak baru dan revitalisasi saluran tersier
(saluran pemasukan dan pembuangan).
P a g e |70
Meskipun investasi dalam komponen sangat mahal tapi pemerintah
setempat maupun pihak swasta akan mendapatkan keuntungan jangka panjang
yaitu peningkatan produksi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan
masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas hasil panen, pabrik es harus dibangun
di Kabupaten Pidie Jaya khususnya di kawasan minapolitan. Dengan ketersediaan
pabrik es, nelayan dan pembudidaya ikan bisa menyimpan lebih lama hasil
tangkapan maupun panen. Dalam investasi pabrik es ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan: 1). Lokasi pabrik harus dekat dengan konsumen dan
ketersediaan kendaraan untuk distribus produk; 2). Operasional pabrik es harus
diserahkan kepada perusahaan swasta yang memiliki kinerja yang baik dan
berpengalaman dalam mengelola pabrik sejenis.
Investasi dalam armada pengangkutan berperan besar dalam pengiriman
hasil tangkapan atau panen ke pasar-pasar tradisional dan cold storage di
Sumatera Utara. Armada pengangkutan yang dilengkapi dengan fiber juga
berfungsi untuk pengangkutan induk-induk ikan yang harus didatangkan dari luar
kawasan. Armada pengangkutan dengan kapasitas fiber yang besar bisa
meminimalkan biaya pengangkutan ikan ke luar daerah. Pemerintah daerah harus
mendorong swasta berinvestasi dalam armada pengangkutan dengan dukungan
kredit dari bank pemerintah daerah.
Estimasi biaya investasi untuk kegiatan perikanan budidaya air payau
berkisar Rp. 419 milyar sedangkan budidaya air tawar Rp. 11 milyar. Porsi
terbesar di budidaya udang windu semi intensif (Rp. 105 milyar dan terendah
pada budidaya kerapu intensif (45 milyar). Biaya investasi digunakan untuk
P a g e |71
rehabilitasi tambak, saluran masuk, pembangunan rumah jaga, pompa air dan
kincir (Tabel 51).
Tabel 51 Estimasi Biaya Investasi Perikanan Budidaya di Kabupaten Pidie Jaya
Kecamatan Estimasi Nilai Investasi (Rp) Total
Udang windu Udang Windu Vannamei Kakap Kerapu Nila
Semi Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif
Meuredue 5.911.890.180 5.063.500.120 5.005.891.800 5.063.500.120 2.531.750.060 999.083.333 24.575.615.613
Meurah Dua 4.215.192.870 3.610.288.580 3.569.213.700 3.610.288.580 1.805.144.290 1.998.166.667 18.808.294.687
Jangka Buya 8.655.432.030 7.413.328.020 7.328.985.300 7.413.328.020 3.706.664.010 1.398.716.667 35.916.454.047
Ulim 15.667.267.560 13.418.925.040 13.266.255.600 13.418.925.040 6.709.462.520 999.083.333 63.479.919.093
Tringgadeng 12.266.792.832 10.506.437.888 10.386.904.320 10.506.437.888 5.253.218.944 999.083.333 49.918.875.205
Panteraja 4.670.848.392 4.000.554.928 3.955.039.920 4.000.554.928 2.000.277.464 999.083.333 19.626.358.965
Bandar Baru 53.713.239.342 46.005.082.228 45.481.674.420 46.005.082.228 23.002.541.114 1.998.166.667 216.205.785.999
Bandar Dua 2.397.800.000 2.397.800.000
Total 105.100.663.206 90.018.116.804 88.993.965.060 90.018.116.804 45.009.058.402 11.789.183.333 430.929.103.609
Estimasi biaya operasional untuk kegiatan perikanan budidaya air payau
berkisar Rp. 1,64 trilyun dengan porsi terbesar di budidaya udang vannamei
intensif (Rp. 458 milyar dan terendah pada budidaya nila intensif (103 milyar).
Biaya investasi digunakan untuk pembelian pakan, benih, listrik, sewa
mobil,buruh dll. Komponen terbesar dari biaya operasional adalah pembelian
pakan yang rata-rata sebesar 55% dari total biaya operasional. Dengan asumsi
55% untuk biaya pakan maka diperkirakan Rp.907 milyar uang dari kegiatan
budidaya air payau mengalir ke luar Aceh karena semua pabrik pakan berada di
Sumatera Utara. Pemerintah Daerah harus terus mengalakkan usaha pendirian
pabrik pakan mini per kluster atau setiap pembudidaya memiliki mesin pellet yang
bisa menghasilkan pellet dengan komposisi protein yang memadai untuk
pertumbuhan ikan atau udang (Tabel 52).
P a g e |72
Tabel 52. Estimasi Biaya Operasional Perikanan Budidaya di Kabupaten Pidie
Jaya Kecamatan Estimasi Biaya Operasional (Rp) Total
Udang windu Udang Windu Vannamei Kakap Kerapu Nila
Semi Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif
Meuredue 7.770.459.900 15.807.685.600 25.817.365.000 23.934.573.600 13.494.000.800 11.000.000.000 97.824.084.900
Meurah Dua 5.540.357.850 11.270.920.400 18.407.847.500 17.065.412.400 9.621.257.200 22.000.000.000 83.905.795.350
Jangka Buya 11.376.511.650 23.143.587.600 37.798.477.500 35.041.935.600 19.756.186.800 15.400.000.000 142.516.699.150
Ulim 20.592.715.800 41.892.395.200 68.419.330.000 63.429.691.200 35.760.833.600 11.000.000.000 241.094.965.800
Tringgadeng 16.123.205.760 32.799.933.440 53.569.376.000 49.662.704.640 27.999.185.920 11.000.000.000 191.154.405.760
Panteraja 6.139.261.560 12.489.288.640 20.397.706.000 18.910.155.840 10.661.299.520 11.000.000.000 79.597.711.560
Bandar Baru 70.599.513.810 143.622.762.640 234.566.993.500 217.460.649.840 122.601.481.520 22.000.000.000 810.851.401.310
Bandar Dua 2.640.000.000 2.640.000.000
Total 138.142.026.330 281.026.573.520 458.977.095.500 425.505.123.120 239.894.245.360 106.040.000.000 1.649.585.063.830
Estimasi pendapatan pembudidaya ikan atau udang di Kabupaten Pidie
Jaya berkisar Rp.846 milyar dengan asumsi bahwa seluruh tambak air payau di
kelola sesuai dengan rencana pengembangan komoditas unggul yaitu pembesaran
dalam tambak 5.000m2, padat tebar udang windu 10-20 ekor/m2, udang vannamei
50 ekor/m2, ikan kakap dan kerapu 5 ekor/m2, sintasan kehidupan 80% dan
penggunaan pakan yang effisien. Dengan jumlah pembudidaya 2.158 orang maka
diprediksi pendapatan pembudidaya ikan atau udang rata-rata memperoleh Rp.
130.779.271.-/tahun atau Rp. 10.898.272,-/bulan (Tabel 53).
P a g e |73
Tabel 53. Estimasi Pendapatan Perikanan Budidaya di Kabupaten Pidie Jaya
Kecamatan Estimasi Pendapatan (Rp) Total
Udang windu Udang Windu Vannamei Kakap Kerapu Nila
Semi Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif Intensif
Meuredue 6.432.890.100 9.442.714.400 16.266.635.000 9.732.626.400 5.209.999.200 3.999.000.000 47.084.865.100
Meurah Dua 4.586.667.150 6.732.679.600 11.598.152.500 6.939.387.600 3.714.742.800 7.998.000.000 33.571.629.650
Jangka Buya 9.418.213.350 13.824.812.400 23.815.522.500 14.249.264.400 7.627.813.200 5.598.600.000 68.935.625.850
Ulim 17.047.984.200 25.024.404.800 43.108.670.000 25.792.708.800 13.807.166.400 3.999.000.000 124.780.934.200
Tringgadeng 13.347.834.240 19.593.026.560 33.752.224.000 20.194.575.360 10.810.414.080 3.999.000.000 97.698.074.240
Panteraja 5.082.478.440 7.460.471.360 12.851.894.000 7.689.524.160 4.116.300.480 3.999.000.000 37.200.668.440
Bandar Baru 58.446.851.190 85.792.997.360 147.792.606.500 88.427.030.160 47.336.118.480 7.998.000.000 427.795.603.690
Bandar Dua 9.597.600.000 9.597.600.000
Total 114.362.918.670 167.871.106.480 289.185.704.500 173.025.116.880 92.622.554.640 37.590.600.000 846.665.001.170
3.7. Pengembangan Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia berperan besar dalam keberhasilan produksi
sehingga perlu adanya peningkatan kapasitas pengetahuan pembudidaya ikan.
Pelatihan-pelatihan bisa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta sikap
pembudidaya dalam mengelola usahanya, terutama kegiatan pengelolaan input
produksi budidaya perikanan. Pada pelatihan teknis pemijahan, pembudidaya ikan
mendapatkan pengetahuan tentang teknis pemijahan udang atau ikan sehingga
pelaku di komponen ini bisa bertambah jumlahnya bila teknis pemijahan dikuasai
oleh pembudidaya ikan. Pada teknis pembesaran, pelatihan harus difokuskan pada
3 parameter keberhasilan proses pembesaran yaitu manajemen kualitas air,
manajemen pakan dan manajemen penyakit.
Pembudidaya harus diajarkan tentang pengetahun dasar parameter fisika
dan kimia air serta perlakuan untuk meningkatkan kesuburan perairan. Pelatihan
manajemen pakan berkenaan dengan kuantitas pakan yang diberikan per hari serta
teknis efisiensi pemberian pakan. Manajemen pakan sangat berguna bagi
P a g e |74
pembudidaya ikan karena besarnya biaya pakan dalam usaha produksi dan
pembudidaya ikan mempunyai pengetahuan tentang teknis efisiensi ketika skala
usahanya beralih ke semi intensif atau intensif. Pelatihan penyakit harus diadakan
minimal tiap tahun sehingga pembudidaya ikan mengetahui trend infestasi
penyakit pada ikan budidaya.
Selain permasalahan teknis budidaya, pembudidaya ikan juga mengalami
kendala dalam pengelolaan keuangan yaitu belum mampu mengelola penghasilan
yang didapatkan secara efisiesn dan efektif. Hal ini disebabkan terbatasnya
pengetahun nelayan dalam hal pengelola keuangan dan tidak adanya kemampuan
dalam menyusun anggaran keuangan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya selama setahun. Pelatihan manajemen sangat penting sehingga
pembudidaya ikan bisa meningkatkan wawasan pengetahuan tentang manajemen
keuangan. Pelatihan ini juga bisa meningkatlam ketrampilan untuk mengatur
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dalam rangka pembiayaan kebutuhan
pokok. Selain pelatihan ini juga bisa meningkatkan ketrampilan dalam
penyusunan anggaran keuangan usaha dan anggaran rumah tangga. Pelatihan ini
dituntun oleh instruktur oleh tutor berpengalaman dan menggunana teknik dan
metode yang sesuai dengan kebutuhan dan pengetahun pembudidaya ikan (Tabel
54).
Tabel 54. Jenis pelatihan perikanan budidaya untuk peningkatan sumberdaya
manusia di kawasan perikanan Budidaya No Jenis Pelatihan Materi Pelatihan Keterangan
1. Teknis Pemeliharaan 1. Teknik Pemijahan
2. Teknik pembesaran
a. Manajemen
kualitas air
b. Manajemen Pakan
c. Manajemen
1. Meningkat pengetahuan
teknis tentang pemijahan ikan
2. Meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan, serta sikap
pembudidaya dalam mengelola
usahanya, terutama kegiatan
P a g e |75
Penyakit
3. Teknik Paska Panen
pengelolaan input produksi
budidaya perikanan
3. Memberikan pemahaman
akan pentingnya melakukan
produksi yang ramah
lingkungan serta sesuai kaidah
cara budidaya ikan yang baik
2. Manajemen Keuangan 1. Konsep Majemen
Keuangan
2. Pengelolaan cash
flow
1. Meningkatkan wawasan
pengetahuan tentang
manajemen keuangan.
2. Meningkatkan ketrampilan
untuk mengatur pendapatan
dan pengeluaran rumah tangga
dalam rangka pembiayaan
kebutuhan pokok.
3. Meningkatkan ketrampilan
dalam penyusunan anggaran
keuangan usaha dan anggaran
rumah tangga.
P a g e |76
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan hasil kajian pengembangan komoditas unggulan perikanan
budidaya di Kabupaten Pidie Jaya dapat diambil beberapa kesimpulan penting,
diantaranya:
1. Luas area untuk budidaya ikan dan udang 2.128,06 ha sedangkan produksi
perikanan budidaya sebesar 952 ton. Produksi ikan Bandeng masih
merupakan komoditas andalan di sektor perikanan budidaya air payau
dengan total produksi pada tahun 2013 sebesar 507,78 ton, kemudian
udang windu dengan total produksi sebesar 161,67 ton. Jumlah
pembudidaya ikan air payau sebanyak 2.158 orang, 95% menjalankan
usahanya dengan semi intensif sedangkan 5% dengan sistem intensif.
2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas mempertimbangkan kelayakan
kawasan untuk pengembangan komoditas unggulan. Pengembangan
kawasan perikanan budidaya menitik beratkan pada komoditas lokal tapi
bernilai ekspor tinggi dengan pola pembesaran yang ramah lingkungan
serta berkelanjutan. Berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomi dan
lingkungan di rencanakan 30% dari tiap kecamatan di fokuskan untuk
kegiatan pembesaran udang windu pola semi intensif, 20% untuk
pembesaran udang windu pola intensif, 20% pembesaran udang vannamei
pola intensif, 20% pembesaran kakap putih dan 10% pembesaran kerapu
intensif, sedangkan budidaya air tawar di lakukan sesuai dengan
ketersediaan lahan potensi di tiap kecamatan.
P a g e |77
3. Komoditas yang sudah umum di Kabupaten Pidie Jaya adalah bandeng,
udang windu, udang vannamei,mujair, kepiting dan ikan nila. Komoditas
unggulan yang akan dikembangkan adalah komoditas yang berorientasi
ekspor karena permintaan pasar dan harga yang tinggi menghasilkan arus
kas yang positif. Beberapa komoditas unggulan perikanan budidaya di
Kabupaten Pidie Jaya adalah udang windu, udang vannamei, ikan
kakap, ikan kerapu, dan ikan nila.
4. Analisis indikator keuangan budidaya udang windu, vannamei, kakap,
kerapu dan nila menunjukkan usaha budidaya komoditas unggulan
menghasilkan arus kas kumulatif dan NPV positif, nilai IRR diatas 100%,
rasio keuntungan terhadap biaya produksi diatas 30% serta periode
pengembalian biaya investasi < 1 tahun, sehingga menunjukkan kelayakan
usaha budidaya komoditas unggulan tersebut. Budidaya komoditas ini
udang vannamei masih menunjukkan prospek yang positif selama harga
yang ditawarkan oleh pasar masih tinggi. Ikan kerapu dan kakap memiliki
prospek yang positif karena masih banyaknya permintaan ikan berkualitas
tinggi di pasar internasional.
5. Analisa kebutuhan benih udang dan ikan berdasarkan persentase
pemanfaatan lahan untuk budidaya diperlukan 1,02 milyar benih,
kebutuhan pakan sebesar 53.050,02 ton dengan produksi 28.348,66 ton,
yaitu produksi udang windu sebesar 7.793,36 ton, udang vannamei
8.229,79 ton, kakap 6.650,34 ton, kerapu 3.325,17 ton dan Nila 2.350 ton.
Estimasi biaya investasi untuk kegiatan perikanan budidaya air payau
P a g e |78
berkisar Rp. 419 milyar sedangkan budidaya air tawar Rp. 11 milyar,
estimasi biaya operasional untuk kegiatan perikanan budidaya air payau
berkisar Rp. 1,64 trilyun dan estimasi pendapatan pembudidaya ikan atau
udang di Kabupaten Pidie Jaya berkisar Rp.846 milyar. Dengan jumlah
pembudidaya 2.158 orang maka diprediksi pendapatan pembudidaya ikan
atau udang rata-rata memperoleh Rp. 130.779.271,-/tahun atau
Rp. 10.898.272,-/bulan.
P a g e | 79
DAFTAR PUSTAKA
Agus, M. 2008. Analisis Carrying Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting
Bakau (Scilla sp) di Kabupaten Pemalang – Jawa Tengah. TESIS. Universitas
Diponegoro.Semarang.
Ambardi, U.M. 2002, Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah, Kajian Konsep dan
Pengembangan pasar Pengkajian Kebijkan Teknologi Pengembangan Wilayah,
Jakarta
Bachrein S. 2003. Penetapan Komoidtas Unggulan Propinis. BP2TP Working Paper.
Bogor. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Badan Litbang Pertanian 2003. Panduan Umum: Pelaksanaan Pengkajian dan Program
Informasi, Komunikasi dan Desiminasi BPTP. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Depertemen Pertanian, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie Jaya. 2013. Pidie Jaya dalam Angka 2013. BPS.
Pidie Jaya. Meureudu.
Boyd, C. E., 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482 p.
BPS Aceh 2011. Rata-rata konsumsi ikan sehari (gram) menurut kelompok makanan.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, Banda Aceh.
Budiharsono, S. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Kawasan Pesisir dan Lautan. Jakarta
: PT. Pradnya Paramita.
Canadian Council of Ministers of the Environment (CCME). 2001. Canadian water quality
guidelines for the protection of aquatic life: CCME Water Quality Index 1.0,
Technical Report, Canadian Council of Ministers of the Environment Winnipeg,
MB, Canada.
Departemen Kelautan dan Perikanan (Direktorat Jenderal kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil), 2006. Satuan Kerja Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (MCRMP).
Laporan Akhir Identification of Pelagic And Demersal Fisheris Resources PAKET
MRC-AC2. PT. Waindo Spec Terra. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan (Direktorat Jenderal kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil). 2006. Laporan Akhir MCRMP-E Survey Pesisir dan Perairan Dangkal Aceh
dan Draf Zonasi. PT. Exsa International, PT. Multi Tekniktama Prakarsa. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan (Direktorat Jenderal kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil), 2006. Satuan Kerja Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (MCRMP).
P a g e | 80
Laporan Akhir Perencanaan Tata Ruang untuk Kawasan Permukiman di Kabupaten
Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Nagan Raya Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (Paket MCR-AC1). PT. Sumaplan Adicipta Persada. Bandung.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2010. Rencana Pengembangan
Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor.
DKP. 2012. Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2011. Kementrian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.
Douglas, M. 1986. , Regional Networks Development, UNHCS-Bappenas.
Hamdani dan Irwansyah. 2012. Wind Power Generator for Small Scale Fish Processing
Unit at Coastal Area in Aceh, Indonesia. Proc. Annual International Conference
Syiah Kuala University, Banda Aceh 22-24 November 2012. Hal 212-217.
Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan
Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12 ( I ) : 658-675.
Kemalawaty, M. 1999. Analisis konsumsi pangan sumber protein hewani Provinsi
Istimewa Aceh. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Pedoman Umum Minapolitan. Jakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Pedoman Umum Minapolitan. Jakarta.
Lincolyn, A. 1999. Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan EkonomiDaerah,Edisi
Pertama, BPFE – UGM, Yogyakarta.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. 2004. Kumpulan Materi. Pelatihan
Riyadi dan Bratakusumah, Deddy Supriady, (2005), Perencanaan Pembangunan Daerah :
Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Identification and Investigation of ASS – October 2004. Acid Sulfate Soils Guideline
Series. Department of Environment western Australia.
Pamungkas, C.B. 2010. Profil Wirausahawan di Bidang Agribisnis. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Supratno, T.K.P. 2006. Evaluasi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk Pemanfaatan
Budidaya Ikan Kerapu. Tesis. Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro.
Semarang.
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
P a g e | 81
Meade, J.W., 1989. Aquaculture Management. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold,
175 p.
Effendi, H . 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Jogjakarta
Boyd, C. E., 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482 p.
Hardjowigeno,S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika
Pressindo.Jakarta.
Tianren, Y. 1985. Physical Chemistry of Paddy Soils. Science Press. Beijing and
Springer-Verlag, Berlin.
Suyanto, S.R, dan A.Mujiman. 2003. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya.
Perikanan Budidaya. BPAP, Jepara. Petugas Teknis Inbudkan Tgl 24-30 Mei 2004, Jepara.
Direktorat Jendral
Meade, J.W., 1989. Aquaculture Management. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold, 175
p.
Meirina, B. 2005. Gaya Hidup Komunitas Nelayan: Studi deskriptif pada komunitas
nelayan perahu payang di desa Puger Wetan kecamatan Puger Kabupaten Jember.
Skripsi: FISIP, Universitas Jember.
Muchlisin, Z.A., N. Fadli, A.M. Nasution, R. Astuti, Marzuki, D. Musni. 2012a. Analisis
subsidi bahan bakar minyak (BBM) solar bagi nelayan di Kabupaten Aceh Besar,
Provinsi Aceh. Depik, 1(2): 107-113
Muchlisin, Z.A., M. Nazir dan M. Musman. 2012b. Pemetaan potensi daerah untuk
pengembangan kawasan minapolitan di beberapa kawasan dalam Provinsi Aceh.
Depik 1(1): 68-77.
Porter, M.E. 1992. Keunggulan Bersaing: Menciptakan danMempertahankanKinerja
Unggul. (Terjemahan). Erlangga. Jakarta.
Prasetyo, S. 2001. Teori Pertumbuhan Berbasis Ekonomi (eksport) Posisi
danSumbangannya bagi Perbendaharaan Alat-alat Analisis Regional.
JurnalEkonomi dan Bisnis Indonesia.Vol.16 No.1.
Rahardjo M.F., M. Imron, G. Yulianto dan A. Arifin. 1999. Studi Komoditas Unggulan
Perikanan Laut di Jawa Barat. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Rahmat, A. 2011. Minapolitan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah. Laporan Penelitian,
Universitas Indonesia, Jakarta.
P a g e | 82
Rangkuti, F., 1990. Analisis SWOT TeknikMembedah Kasus Bisnis. ReorientasiKonsep
Perencanaan Strategis untukMenghadapi Abad 21. PT. GramediaPustaka
Utama.Jakarta.
Riyadi, B. dan D. Supriady. 2005., Perencanaan Pembangunan Daerah : Strategi Menggali
Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Umar, H. 2001. Strategic Management in Action. Penerbit: PT. Gramedia Jakarta: Pustaka
Utama.
Yusuf, Q. 2003. Empowerment of Panglima Laot in Aceh. International workshopon
Marine Science and Resource. Banda Aceh, 11-13 March, 2003.
P a g e | 83
Lampiran 1. Foto Kegiatan Lapangan
Persiapan alat dan bahan Pengukuran suhu dan DO
Pengukuran pH tanah pengukuran pH air
P a g e | 84
Pengukuran salinitas Pengukuran kecerahan
Penyaringan plankton Pengambilan sampel tanah
Pengambilan sampel air Tagging lokasi
P a g e | 85
Tambak tradisional Tambak intensif
Balai benih multy species fish Lahan tambak terlantar
P a g e | 86
Diskusi dengan pemilik tambak Obat berak putih udang vanamei.