Upload
dinhtram
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Humor merupakan rangsangan verbal dan atau visual yang secara spontan
memancing senyum dan tawa pendengar atau orang yang melihatnya (Wijana,
2003:xx). Humor ada dan berkembang di semua lapisan masyarakat. Selain
sebagai hiburan, menurut Wijana (2003:3) humor dapat membebaskan diri
manusia dari beban kecemasan, kebingungan, kekejaman, dan kesengsaraan.
Humor juga berfungsi sebagai alat kritik yang ampuh, karena melalui humor
orang yang dikritik tidak merasakannya sebagai suatu konfrontasi (Soedjatmiko,
1992:70). Humor disajikan dalam berbagai bentuk, seperti dongeng, teka-teki,
puisi rakyat, nyanyian rakyat, julukan, karikatur, bahkan nama makanan yang lucu
(Wijana, 2003:4).
Penelitian-penelitian mengenai humor selama ini hampir semuanya
berpijak pada teori psikologi yang berporos pada konsep ketidaksejajaran
(incongruity), pertentangan (conflict) dan pembebasan (relief) (Wijana, 2003:5).
Akan tetapi, masalah ketidaksejajaran dan pertentangan dalam penciptaan humor
juga pula diterangkan secara linguistis. Dari sudut pandang linguistik,
ketidaksejajaran dan pertentangan dalam humor terjadi karena dilanggarnya
norma-norma pragmatik, baik secara tekstual maupun interpersonal (Wijana,
2003:6). Secara tekstual pelanggaran dilakukan dengan penyimpangan prinsip
kerja sama, dan secara interpersonal dilakukan dengan pelanggaran prinsip
kesopanan dan parameter pragmatik (Wijana, 2003:6).
2
Sehubungan dengan perkembangan kecanggihan teknologi yang dikuasai
masyarakat dewasa ini, sarana humor semakin beragam. Salah satu sarana humor
yang cukup menarik dan digemari yakni humor dalam media sosial Instagram.
Instagram merupakan aplikasi berbagi foto dan video yang di dalamnya
terdapat koleksi-koleksi foto dan video setiap penggunanya
(http://wikipedia/ensiklopedia/instagram.html diakses tanggal 25 Juli 2014, pukul
14.37 WIB). Salah satu akun di Instagram yang intensif menampilkan foto/video
bernuansa humor yakni akun “Dagelan”. Wacana Humor Akun “Dagelan” di
Instagram (selanjutnya disebut WHADI) memiliki bentuk humor yang disebut
“meme”. Meme berasal dari bahasa Yunani mimeme yang berarti ‘menyerupai
atau menirukan’ (http://meme-wikipediaIndonesia. diakses tanggal 15 september
2014, pukul 21.13). Secara singkat, meme diartikan sebagai gambar, foto atau
animasi yang diberi rangkaian kata-kata untuk menciptakan efek lucu. Adanya
efek lucu dalam rangkain kata-kata penciptaan meme tidak terlepas dari
pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan yang digunakan. Pemanfaatan aspek
kebahasaan dalam WHADI terkait dengan aktivitas komunikasi yang tidak dapat
dilepaskan dari bahasa. Bahasa menjadi unsur penting dalam setiap aktivitas
komunikasi. Humor dalam WHADI selain memiliki tujuan melucu, juga sebagai
sarana berinteraksi antar pembaca/followers.
Berikut adalah salah satu contoh WHADI yang memanfaatkan aspek
fonologis yakni subsitusi bunyi sebagai sarana penciptaan humor.
3
(1)
Subtitusi bunyi ialah penggantian suatu bunyi dengan bunyi yang lain
sehingga mengubah makna kata. Contoh di atas merupakan tiruan dari poster
sebuah film yang cukup terkenal pada tahun 2002 dengan judul asli Ada Apa
dengan Cinta? Adanya subtitusi bunyi /c/ menjadi /t/ telah mengubah kata cinta
menjadi tinta. Bunyi /c/ sengaja diganti dengan bunyi /t/ karena adanya kemiripan
bunyi antara kata cinta dengan tinta.
Selain itu, kelucuan juga terletak pada pemanfaatan konteks atau aspek
nonlinguistik yang menyertainya. Pada poster aslinya, seorang aktor sedang
memandangi lawan mainnya, yakni seorang tokoh perempuan yang bernama
Cinta. Akan tetapi, pada contoh di atas, sosok perempuan diubah menjadi gambar
jari bertinta karena disesuaikan dengan topik yang berlangsung saat wacana ini
diunggah, yaitu saat pemilu berlangsung. Tinta merupakan salah satu bagian
penting bagi pemilu di Indonesia. Tinta digunakan sebagai penanda bahwa
seseorang sudah memilih dan tidak boleh memilih untuk kedua kalinya. Bagi
seseorang yang telah usai melakukan pemilihan suara, diharuskan mencelupkan
jarinya ke tinta.
Topik penelitian WHADI ini menarik karena beberapa hal diantaranya,
yaitu (1) belum pernah ada penelitian yang mengkaji WHADI dengan kajian
4
Pragmatik, (2) WHADI merupakan salah satu humor yang memanfaatkan
berbagai aspek kebahasaan untuk memunculkan efek lucu sehingga sangat
berpotensi untuk dikaji, (3) WHADI tidak membosankan karena tema (topik)
humor disesuaikan dengan topik yang sedang hangat di masyarakat, seperti
pemilu, ramadhan, dan piala dunia dan (4) setiap hari penggiat akun “Dagelan”
dimungkinkan mengunggah gambar/meme, karena itulah datanya mudah
dijangkau. Hal-hal tersebut, kiranya membuat WHADI memiliki potensi dan
menarik untuk diteliti.
1.2 Ruang Lingkup Penelitian
Analisis dalam penelitian dibatasi pada deskripsi mengenai pemanfaatan
aspek kebahasaan sebagai sarana pencipta humor serta fungsi humor dalam
WHADI kaitannya dengan maksud penutur. Tidak semua unggahan di akun
“Dagelan” diambil sebagai data. Data yang diambil adalah data yang dianggap
mewakili, representatif dan mengandung kelimpahan data, yakni humor meme
dengan kata/teks lucu yang disertai gambar dan atau humor berupa kata/teks lucu
saja. Video humor, informasi umum, dan iklan produk yang juga terdapat dalam
akun “Dagelan” tidak menjadi data karena dianggap tidak mewakili dengan aspek
yang akan diteliti. Selain itu, komentar para pembaca pada kolom komentar tidak
dijadikan sebagai objek penelitian.
Berikut persentase kemunculan humor dengan bentuk teks/kata lucu
disertai gambar dan humor kata/teks lucu tanpa gambar. Penghitungan dilakukan
dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah Persentase = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑢𝑚𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑘𝑠 𝑙𝑢𝑐𝑢
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%
5
Diagram 1. Persentase jenis humor dalam WHADI
Berdasarkan hitungan yang dilakukan, jumlah humor yang lebih banyak
muncul dalam WHADI ialah humor dengan bentuk kata/teks lucu tanpa gambar,
yakni sebanyak 63%. Sementara itu, humor dengan bentuk kata/teks lucu disertai
gambar sebanyak 37%. Berdasarkan jumlah persentase di atas, dapat disimpulkan
bahwa humor berbentuk kata/teks lucu lebih mendominasi dari pada humor
kata/teks lucu disertai gambar. Hal ini menujukkan bahwa kekuatan humor tidak
hanya muncul dengan adanya dukungan gambar. Kreativitas dalam merangkai
kata sangat mempengarui suatu kelucuan pada humor.
1.3 Rumusan Masalah
Berikut dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian.
(1) Apakah yang dimaksud dengan WHADI?
(2) Aspek kebahasaan apa saja yang dimanfaatkan sebagai sarana pencipta
humor dalam WHADI?
(3) Fungsi bahasa apa saja yang terdapat dalam WHADI?
Humor Meme
visual&teks 37%
Humor Kata/teks
lucu 63%
6
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan WHADI, memaparkan dan mengemukakan aspek kebahasaan
yang dimanfaatkan sebagai sarana penciptaan humor dalam WHADI, serta
menguraikan fungsi WHADI.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai WHADI diharapkan dapat memberikan manfaat,
baik secara teoretis maupun sacara praktis. Secara teoretis, diharapkan penelitian
ini dapat bermanfaat bagi para peneliti pragmatik, khususnya kajian humor.
Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai: (i) salah satu referensi bagi
para peneliti pragmatik, khususnya yang berkaitan dengan kajian humor, (ii)
menjadi bacaan yang menarik karena berkaitan dengan humor yang menghibur
dan dekat dengan peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat.
1.6 Tinjauan Pustaka
Kajian humor dari sudut pandang linguistik telah beberapa kali
dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan mengenai humor antara lain sebagai
berikut.
Wijana (2003) dalam Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa
membahas penyimpangan aspek pragmatik wacana kartun, pemanfaatan aspek-
aspek kebahasaan dalam wacana kartun, serta tipe-tipe wacana yang meliputi
wacana monolog, wacana nonmonolog, serta wacana dialog. Hasil penelitian ini
adalah temuan kekhasan aspek-aspek kebahasaan, seperti pemanfaatan bentuk
akronim dengan artifisial yang berasosiasi secara fonologis, pemanfaatan bentuk
7
ulang, dan pemanfaatan endosentris atributif. Penelitian ini juga merumuskan
tipe-tipe wacana yang digunakan kartunis untuk mengkreasikan kehumorannya.
Kurniawati (2005) dalam “Wacana Short Message Service (SMS) Humor”
menguraikan jenis-jenis wacana humor berdasarkan cara penyampaiannya (seperti
narasi, deskripsi, persuasi), keberadaan tokoh sebagai penyampai tuturan
(monolog dan nonmonolog), bentuk penyampaian (puisi, teka-teki, pantun,
peribahasa) serta bahasa yang digunakan (bahasa Indonesia baku dan tidak baku,
bahasa Inggris, campur kode). Selanjutnya, Kurniawati ini juga mengemukakkan
aspek-aspek kebahasaan yang digunakan sebagai sarana pencipta humor dalam
wacana SMS humor seperti adanya aspek ortografis, fonologis, gaya bahasa,
deiksis, pola persajakan, sinonim, homonim, pertalian kata dalam frasa,
pemakaian bahasa asing, pertalian antarklausa, dst.). Penelitian ini berada dalam
lingkup pragmatik.
Rafi’ah (2006) “Analisis Bahasa Humor Komedi Sketsa Extravagansa”
menguraikan aspek-aspek humor ditinjau dari pendekatan kebahasaan, konteks
humor, dan pendekatan psikologi komunikasi. Pendekatan psikologi komunikasi
digunakan untuk mengetahui kepiawaian pemain dalam mengolah pesan verbal
dan pesan paralinguistik sesuai instruksi penulis teks. Dalam penelitian ini,
Rafi’ah mendeskripsikan kebahasaan, konteks, topik dan sarana penyampaian
humor Extravaganza.
Munazharoh (2011) dalam “Humor Politik: Kajian Wacana Pragmatik
Pada Tayangan Sentilan Sentilun” mengidentifikasi struktur wacana humor,
pemanfaatan prinsip-prinsip bertutur seperti pelanggaran prinsip-prinsip
8
kerjasama yang mencakup pelanggaran maksim kualitas, maksim relevansi dan
maksim cara. Pelanggaran maksim kesopanan mencakup pelanggaran maksim
kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan, maksim kerendahhatian,
maksim cocokan dan maksim kesimpatian. Pelanggaran parameter pragmatik
mencakup pelanggaran jarak sosial, status social dan kedudukan tindak ucap.
Pemanfaatan aspek kebahasaan mencakup aspek fonologi, ketaksaan leksikal,
ketaksaan gramatikal, sinonimi, simile, metafora, nama, kata ulang dan pertalian
bentuk.
Luvytasari (2015) dalam “Meme Instagram Dagelan: Kajian
Sosiolinguistik”. Luvytasari membahas mengenai topik dan struktur Meme
Instagram Dagelan (MID), alat ekspresi yang terdapat dalam MID, yakni berupa
bahasa verbal seperti campur kode, satuan lingual dan visualisasi, warna,
tipografi, ukuran huruf, dan posisi teks. Pada penelitian Luvytasari aspek humor
tidak menjadi kajian utamanya. Luvytasari lebih fokus membahas mengenai
pembentukan dan struktur meme dalam akun Dagelan. Pada penelitiannya,
Luvytasari menggunakan teori sosiolingustik, yakni mengkaitkan objek penelitian
dengan aspek sosial yang merupakan salah satu pembentuk meme akun Dagelan.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, penelitian mengenai
WHADI memiliki perbedaan dari penelitian-penelitian mengenai humor
sebelumnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat dari beberapa hal. Pertama,
WHADI memiliki kelimpahan dan pembaharuan data yang cukup bervariatif dari
aspek kebahasaan yang dimanfaatkan sebagai sarana pencipta humor. Kedua,
humor dalam akun “Dagelan” tidak membosankan karena menganggkat topik
9
mengenai fenomena sosial yang sedang hangat dimasyarakat. Ketiga, struktur
WHADI tidak sebatas menggabungkan gambar/foto yang disertai kata-kata/teks
lucu saja, penggunaan warna, jenis dan ukuran huruf semakin menambah sisi
menarik diluar kelucuannya.
1.7 Landasan Teori
1.7.1 Teori Humor
Teori humor yang digunakan pada penelitian ini adalah teori humor
linguistik. Ada dua teori kebahasaan tentang humor, yakni teori semantik humor
dan teori pragmatik humor (Soedjatmiko, 1992:73-76). Teori semantik humor
memanfaatkan keambiguan dengan mempertentangkan makna pertama yang
berbeda dari makna kedua. Sementara itu, teori pragmatik humor memanfaatkan
penyimpangan prinsip-prinsip tindak ujar. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Soedjatmiko (1992:72) bahwa, suatu kelucuan juga akan
tercapai karena penyimpangan terhadap maksim-maksim tuturan, keyakinan
konvensional, dan pengetahuan umum yang melatari pengalaman humoris
penikmat humor.
1.7.2 Linguistik
Ada beberapa kerangka teori linguistik yang digunakan untuk mengkaji
WHADI, yakni teori fonologis, morfologis, semantik, pragmatis, gaya bahasa dan
campur kode.
Mengacu pada Verhaar (2010:67) fonologi disebut sebagai ilmu bunyi
yang “fungsional”. Bunyi fungsional ialah bunyi-bunyi yang membedakan makna
atau sering disebut fonem. Fonem dilambangkan dengan mengapit huruf dengan
10
dua garis miring, misalnya /c/. Di dalam WHADI, aspek fonologis digunakan
untuk menganalisis aspek bunyi sebagai sarana penciptaan humor, seperti
subtitusi bunyi, penyisipan bunyi dan penambahan bunyi.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatika (Verhaar, 2010:97). Analisis morfemis
dalam WHADI digunakan untuk pembentukan kata melalui akronim dan
singkatan.
Semantik digunakan untuk mempersepsi, mengidentifikasi dan
menafsirkan pesan yang dikirimkan seseorang. Di dalam WHADI, semantik
memiliki peran penting untuk menganalisis makna tuturan agar mendekati atau
sesuai dengan yang diharapkan lawan bicara. Aspek semantis yang digunakan
dalam WHADI meliputi, antonimi, sinonimi, homonim dan polisemi.
Studi pragmatik banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang
dimaksud penutur dengan melibatkan konteks atau situasi tutur. Di dalam
pragmatik, agar komunikasi terjalin relevan dengan konteks, jelas dan mudah
dipahami, ada kaidah-kaidah yang harus dipatuhi antara penutur dan lawan tutur
yakni prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Menurut Grice Wijana (2009:46),
dalam rangka melakukan prinsip kerjasama, setiap penutur harus mematuhi empat
maksim percakapan yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi
dan maksim pelaksanaan. Sementara itu, prinsip kesopanan terdiri dari enam
maksim, yakni maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan,
maksim kerendahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian.
11
Pemanfaatan aspek pragmatis terjadi pada penyimpangan maksim-maksim
dalam prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Adanya penyimpangan tersebut
dilakukan secara sengaja untuk memunculkan efek humor. Hal ini sejalan dengan
yang dikemukakan oleh Wijana (2009:30) bahwa kaidah-kaidah pragmatik yang
terjabar dalam berbagai maksim dan parameter pragmatik dipatuhi secara ketat
oleh wacana non-humor, sedangkan oleh wacana humor kaidah-kaidah itu
disimpangkan.
Gaya bahasa ialah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis/pemakai bahasa (Keraf,
1984:113). Sementara itu, Kridalaksana (2008:70) mengartikan gaya bahasa
sebagai (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu.
Pemanfaatan gaya bahasa dalam WHADI cukup banyak. Gaya bahasa yang
digunakan pada penelitian ini berdasarkan pembagian dari Gorys Keraf. Menurut
Keraf, gaya bahasa dibagi atas gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa
berdasarkan nada, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna. Penelitian mengenai WHADI
memfokuskan penggunaan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya
bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
1.8 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian WHADI terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahapan penyediaan
data, penyajian analisis data, dan hasil analisis data.
12
1.8.1 Tahap Penyediaan Data
Penyediaan data dilakukan dengan metode simak bebas libat cakap dengan
teknik sadap yaitu foto/screen capture melalui telpon genggam. Data kemudian
dipindahkan ke komputer untuk diklasifikasikan dan ditranskripsikan. Sebelum
melakukan klasifikasi, peneliti melakukan pemotongan (croping) pada setiap data
untuk memudahkan dalam analisis. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 20
Juli hingga 30 September 2014 yang diunduh dari akun “Dagelan” di Instagram.
Dari populasi data sejumlah 513 diambil 103 data sebagai sampel.
1.8.2 Tahap Analisis Data
Tahap analisis data menggunakan metode Padan dan Agih. Menurut
Kesuma (2007:48) metode padan terdiri atas lima subjenis, yaitu metode padan
referensial, fonetis artikulatoris, translasional, ortografis dan pragmatis. Metode
padan yang digunakan pada penelitian WHADI ialah metode padan referensial,
fonetis artikulatoris, pragmatis dan translasional. Metode padan referensial
digunakan untuk membantu analisis pada aspek semantis, metode padan fonetis
artikulatoris digunakan untuk membantu analisis aspek fonetis, metode padan
pragmatis digunakan untuk analisis aspek pragmatis, metode padan translasional
digunakan untuk membantu analisis penggunaan campur kode. Sementara itu,
metode agih digunakan untuk membantu analisis pada aspek fonologis. Metode
agih yang digunakan ialah metode agih dengan teknik sisip dan teknik ganti.
1.8.3 Tahap Penyajian Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dengan menggunakan kata-kata biasa atau
dengan metode informal. Metode formal juga dihadirkan dengan adanya pemetaan
13
penelitian WHADI yang telah disediakan di bagian lampiran. Selanjutnya untuk
keperluan penekanan data yang menjadi fokus amatan digunakan format tulisan
cetak miring (italic).
1.9 Sistematika Penyajian
Penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Bab I, Pendahuluan yang berisi
latar belakang masalah, ruang lingkup, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan
sistematika penyajian. Bab II mengenai deskripsi WHADI. Bab III, pemanfaatan
aspek kebahasaan sebagai sarana pencipta humor WHADI. Bab IV,
mendeskripsikan fungsi WHADI. Bab V adalah penutup, berisi kesimpulan dan
saran.
Penomoran data dilakukan secara urut berdasarkan nomor yang tertera
dalam tabel. Apabila, ada data yang ditampilkan lebih dari atu kali akan diberi
penomoran dengan penambahan huruf sesuai abjad sebelah angka, misalnya data
nomor 1 dimunculkan kembali pada pembahasan bab lain, penomoran menjadi 1a.