26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Waren, 1990 : 3). Sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi atau pengajaran (Teew, 1984: 23). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dituliskan pengertian sastra yaitu (1) Bahasa (kata-kata, gaya Bahasa) yang dipakai di kitab- kitab (bukan bahasa sehari-hari); (2) kesusastraan, karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, epik, dan lirik; (3) kitab suci (Hindu), (kitab) ilmu pengetahuan; (4) pustaka, kitab primbon (berisi) ramalan, hitungan, san sebagainya; (5) tulisan, huruf. Pengertian sastra dalam kamus Daum, kamus korea disebutkan bahwa sastra yaitu seni mengekspresikan ide-ide dan perasaan melalui bahasa serta, karya yang dihasilkan berupa puisi, novel, drama, esai dan lain sebagainya 1 . Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat dikatakan pula bahwa, sastra merupakan sebuah ilmu pengetahuan dibidang karya seni yang berisi ide-ide dan memiliki keunggulan dalam pengungkapannya dengan menggunakan rangkaian kata-kata dan dibukukan. 1

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

  • Upload
    vanque

  • View
    222

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Waren,

1990 : 3). Sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi atau

pengajaran (Teew, 1984: 23). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dituliskan

pengertian sastra yaitu (1) Bahasa (kata-kata, gaya Bahasa) yang dipakai di kitab-

kitab (bukan bahasa sehari-hari); (2) kesusastraan, karya tulis, yang jika dibandingkan

dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan,

keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, epik, dan lirik; (3) kitab suci (Hindu),

(kitab) ilmu pengetahuan; (4) pustaka, kitab primbon (berisi) ramalan, hitungan, san

sebagainya; (5) tulisan, huruf.

Pengertian sastra dalam kamus Daum, kamus korea disebutkan bahwa sastra

yaitu seni mengekspresikan ide-ide dan perasaan melalui bahasa serta, karya yang

dihasilkan berupa puisi, novel, drama, esai dan lain sebagainya1. Berdasarkan

beberapa definisi diatas dapat dikatakan pula bahwa, sastra merupakan sebuah ilmu

pengetahuan dibidang karya seni yang berisi ide-ide dan memiliki keunggulan dalam

pengungkapannya dengan menggunakan rangkaian kata-kata dan dibukukan.

1

]

]

]

]

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

2

Salah satu contoh karya sastra bersifat fiktif adalah novel. Novel adalah

karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang

dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku

(KBBI, 2008 : 969). Novel menurut jenis genrenya dapat dibagi menjadi cerita

sejarah, cerita kepahlawanan, cerita fantasi, cerita seram, cerita drama dan lain

sebagainya sedangkan menurut isinya, novel dapat dibagi menjadi novel ilmiah,

novel sejarah, novel detektif dan masih banyak lagi. Novel berdasarkan jumlah

halamannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu novel panjang, novel sedang dan novel

singkat. Novel tersingkat terdiri atas tiga puluh ribu kata atau seratus halaman.

Ukuran novel yang panjang memungkinkan pengarang untuk mengisahkan topik-

topik tertentu didalamnya; sejarah satu keluarga contohnya (Stanton, 2007 : 75-76).

Stanton, (2007 : 90) menambahkan bahwa novel memiliki ciri khas yang mampu

menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus lebih rumit.

Akhir-akhir ini banyak novel diangkat menjadi film. Perubahan suatu bentuk

karya sastra menjadi bentuk karya sastra yang berbeda ini dinamakan ekranisasi.

Eneste, (1991 : 60-61) menjelaskan yang dimaksud ekranisasi adalah pelayarputihan

dan merupakan sebuah proses perubahan pada alat yang dipakai, proses penggarapan,

proses penikmatan, serta waktu penikmatan. Film menurut KBBI (2008 : 392) adalah

(1) selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan

dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop);

(2) lakon atau gambar hidup.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

3

Beberapa contoh karya sastra hasil ekranisasi dari bentuk novel ke bentuk film

diantaranya seperti, seri novel Harry Potter karya J. K. Rowling yang diangkat

menjadi seri film Harry Potter oleh Steven Kloves, novel The Lord of the Rings

karya J. R. R. Tolkien yang diangkat menjadi trilogi film yang berjudul The Lord of

the Rings oleh Peter Jackson, novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang

diangkat menjadi film berjudul Laskar Pelangi oleh Riri Riza, novel 9 Summers 10

Autumns karya Iwan Setyawan diangkat menjadi film dengan judul yang sama oleh

Ifa Isfansyah, novel Dogani karya Gong Ji-Young diangkat menjadi film Dogani oleh

Hwang Dong-Hyuk dan sebagainya. Perubahan bentuk karya sastra novel menjadi

film ini bagi penikmat karya sastra dapat menjadi sebuah kepuasan atau kekecewaan.

Hal ini dikarenakan sebuah film merupakan imajinasi sutradara yang dituangkan

setelah membaca hasil imajinasi penulis di dalam novel.

Novel dan film walaupun keduanya dapat menyampaikan maksud dari cerita

dengan jalan yang berbeda, namun kedua bentuk karya sastra ini memiliki penikmat

sastra masing-masing. Kedua karya sastra tersebut memiliki penikmat sastra masing-

masing karena keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda.

Kelebihan novel dibandingkan film diantaranya; novel dapat mendeskripsikan suatu

cerita lebih detail dengan disertai konflik yang luas sehingga imajinasi pembaca satu

dengan pembaca yang lain berbeda; penulis dapat menuangkan imajinasinya secara

bebas kedalam novel yang nantinya dinikmati pembaca novel; isi permainan kata

yang dibuat oleh penulis dapat membuat para pembaca berimajinasi sesuai keinginan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

4

mereka; pembaca secara bebas dapat membayangkan dan menjadikan siapapun dan

bagaimanapun sebagai tokoh di dalam novel.

Kelebihan film dibandingkan dengan novel diantaranya; visualisasi novel

yang ditampilkan pada layar membuat film menjadi lebih nyata dan hidup sehingga

pembaca novel tidak perlu lagi bermain imajinasi; audio yang mendukung seperti

mimik suara aktor, sound effect maupun OST film dapat membantu penonton film

ikut merasakan suasana adegan film yang sedang ditayangkan; durasi penayangan

film yang singkat membuat beberapa pembaca novel memilih langsung menonton

film dibandingkan membaca buku novel yang tebal untuk mengetahui isi cerita

didalamnya.

Hubungan antara novel dan film dapat diibaratkan sebagai fenomena

bongkahan es beku yang terapung di lautan antartika, dimana daratan es merupakan

film sedangkan bongkahan besar es beku yang berada dibawah permukaan air adalah

novel. Pengibaratan fenomena bongkahan es tersebut dianggap pantas, karena

menurut eneste (1991 : 9-10) novel adalah sebuah karya sastra yang berisikan

100.000 kata atau lebih sedangkan skenario film sebagai acuan pembuatan sebuah

film hanya terdiri dari 20.000 kata saja.

Berbeda dengan novel yang tidak memiliki batasan dalam menuliskan cerita,

film memiliki banyak keterbatasan untuk menayangkan cerita dalam novel.

Keterbatasan film dalam menuangkan isi cerita novel ke layar dikenal dengan sebutan

durasi. Seorang sutradara dituntut untuk menjabarkan isi cerita novel yang

berhalaman ratusan kedalam sebuah film dengan durasi maksimal selama dua jam

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

5

penayangan. Hal tersebut menyebabkan harus dilakukannya berbagai perubahan dan

penyesuaian antara novel dan film yang akan diekranisasikan.

Penelitian ini memiliki dua buah objek yaitu novel yang berjudul Sowon

(소원) dan film yang berjudul Hope (소원). Kedua karya sastra ini menceritakan

ulang tentang kejadian nyata yang terjadi di daerah Gyeonggi-do, Ansan. Kejadian

nyata yang melatarbelakangi cerita novel tersebut dikenal dengan sebutan Kasus Jo

Doosoon. Kasus Jo Doosoon adalah sebuah kasus pelecehan seksual dibawah umur

yang dialami oleh seorang anak berusia 8tahun bernama Nayeong (nama samaran)

dan tersangka diketahui bernama Jo Doosoon. Jo Doosoon pada tahun 2008 silam

telah didakwa bersalah dan dihukum penjara selama 12tahun terhitung sejak tahun

2008 (Sowon, 2013 : 8).

Novel Sowon (소원) ditulis oleh seorang pria kelahiran tahun 1983 bernama

So Jaewon pada tahun 2013. Pemuda berparas tampan ini berasal dari daerah

Jeonbuk-do, Iksan. So Jaewon mengawali karirnya sebagai seorang penulis novel di

tahun 2008. Novel pertama yang berhasil ia terbitkan berjudul Naneun

Taenpheureoyeotta (나는 텐프러였다). Ayah dengan satu orang putri ini sering

disebut sebagai 약자를 대변하는 소설가 yang berarti ‘Penulis yang mewakili yang

lemah’. Sebutan tesebut disematkan kepada penulis So Jaewon karena ia sering

menulis novel yang menceritakan tentang kejadian nyata termasuk pengalamannya

sendiri dalam novel pertamanya.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

6

<희망의 날개를 찾아서>란 제목으로 처음 이 작품을 출간했을

때에는 지금보다도 훨씬 개인적인 부분이 많이 담겨 있었어요. 이번에

새로운 제목으로 다시 출간하면서 그런 부분을 덜어내고 문장도 좀 더

튼튼하게 다듬어서 나오게 되었죠.1

Saya lebih banyak menuliskan banyak bagian cerita berdasarkan

pendapat saya pribadi pada saat menerbitkan novel dengan menggunakan

judul <Hwimangeui Nalgaereul Chajaseo> dibandingkan dengan novel

Sowon (소원). Pada karya sastra yang diterbitkan selanjutnya selain

menggunakan judul yang baru, saya juga menggunakan kalimat yang dapat

memperkuat jalan cerita.1

Penulis So Jaewon tidak lama setelah menerbitkan novel berjudul Naneun

Taenpheureoyeotta (나는 텐프러였다) pada tahun 2008, ia kemudian menerbitkan

sebuah novel berjudul Hwimangeui Nalgaereul Chajasseo (희망의 날개를 찾아서).

Novel tesebut telah ia terbitkan pada tahun 2010 yang lalu. Novel Hwimangeui

Nalgaereul Chajasseo (희망의 날개를 찾아서) kemudian ia sempurnakan kembali

menjadi novel baru berjudul Sowon (소원). Penulis So Jaewon selain memberi judul

yang berbeda dengan karya novel sebelumnya, ia juga mengurangi isi pendapat

dirinya sendiri dan menambahkan pendapat dari oranglain. pengurangan ia lakukan

untuk memberi kesan cerita yang lebih kuat sehingga para pembaca seolah-olah ikut

menyelam kedalam cerita. Ha tersebut menjadi alasan penulis untuk memilih Sowon

(소원) dibandingkan novel sebelumnya, novel Hwimangeui Nalgaereul Chajasseo

(희망의 날개를 찾아서).

Novel Sowon (소원) termasuk kedalam novel sedang karena berjumlah

sebanyak 286. So Jaewon berhasil membuat novel yang bergenre keluarga setelah

1http://bookdb.co.kr/bdb/Interview.do?_method=InterviewDetail&sc.mreviewNo=5304

4

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

7

melakukan beberapa penelitian mengenai kasus Jo Doosoon. Ia berimajinasi dan

membayangkan dirinya dalam keadaan sama seperti yang dialami Nayeong dan

keluarganya. Salah satu contoh penelitian yang telah ia lakukan yaitu bagaimana cara

menampilkan karakter seorang perempuan seperti ibu kedalam novel karyanya. So

Jaewon selain membayangkan dirinya sebagai seorang ibu, ia juga telah melakukan

penelitian. Berdasarkan pengalamannya menjadi sukarelawan di sebuah organisasi

perlindungan anak, ia menyadari bahwa kehadiran seorang ibu begitu berarti dan

tidak tergantikan. Maka dari itu So Jaewon menampilkan karakter seorang ibu

sebagai seorang tokoh yang kuat dan tidak tergantikan.

Novel Sowon (소원) kemudian diangkat ke layar lebar oleh Lee Junik di

tahun 2013, tahun yang sama seperti tahun penerbitan novel. Hasil ekranisasi novel

karya So Jaewon berjudul Hope (소원). Film Hope (소원) karya sutradara Lee

Junik mulai ditayangkan di Korea Selatan pada tanggal 2 Oktober 2013. Pembuatan

film diawali dengan pengambilan adegan di daerah Changwon pada tanggal 13 April

tahun 2013 dan berakhir di bulan Juni tanggal 24 tahun 3013 di Busan. Film ini

berhasil menjadi Film of the Year dan mendapatkan beberapa penghargaan lainnya.

Salah satu bentuk penghargaan yang telah diterima yaitu pada tahun 2013 film karya

Lee Junik ini berhasil mendapatkan penghargaan dalam Blue Dragon Film Awards

ke-34. Penghargaan diraih untuk kategori Best Film, kategori Best Supporting Actress

dan kategori Best Screenplay. Di tahun yang sama, film ini juga berhasil mendapat

penghargaan dari Korean Association of Film Critics Awards ke-33 dengan kategori

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

8

Best Actress. Penghargaan selanjutnya yang berhasil diraih adalah penghargaan dari

kategori Best Actor dan Best Screenplay pada ajang penghargaan PaekSang Arts

Awards ke-50 di tahun 2014 silam (http://asianwiki.com/Hope_(Korean_Movie).

Penulis memiliki beberapa alasan untuk menggunakan film Hope (소원) dan

novel Sowon (소원) sebagai objek penelitian. Pertama, So Jaewon kembali berhasil

menciptakan novel yang memperoleh kepopuleran bahkan di ekranisasi kedalam

bentuk film. Kedua, diraihnya beberapa penghargaan seperti penghargaan sebagai

Film of he Years oleh film Hope (소원) sebagai bukti suksesnya pengalihan bentuk

karya sastra dari novel ke film. Alasan ketiga, So Jaewon berhasil mengangkat cerita

mengenai kasus yang pernah booming di tahun 2008 silam dan sukses mengajak para

pembaca untuk mengingat kembali kasus tersebut melalui karyanya. Alasan keempat

dan terpenting yaitu adalah adanya perbedaan bentuk karya sastra yang menyebabkan

diduga terdapat perbedaan dan perubahan diantara keduanya, salah satunya pebedaan

secara struktur.

Novel Sowon (소원) dan film Hope (소원) akan diteliti dengan cara

menggunakan kajian struktural. Hal-hal yang akan diteliti berupa bagian-bagian dari

fakta cerita yang terdapat dalam novel dan film. Fakta cerita yang dianalisis adalah

berupa alur, karakter, latar, tema, judul. Setelah data-data ditemukan, penelitian

selanjutnya akan menggunakan prinsip-prinsip kajian intertekstual. Kajian

intertekstual pertamakali diperkenalkan oleh Julia Kristeva pada tahun 1960 yang lalu.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

9

Prinsip-prinsip dari kajian intertekstual tersebut adalah prinsip transformasi, prinsip

haplology, prinsip ekserp, prinsip modifikasi dan prinsip ekspansi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,adapun rumusan masalah pada

penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimanakah bentuk hubungan fakta cerita berupa elemen karakter, elemen alur

dan elemen latar antara novel Sowon (소원) dan film Hope (소원) yang dapat

ditemukan dengan menggunakan kajian struktural?

b. Bagaimanakah bentuk hubungan ekspansi, transformasi, modifikasi, haplologi

dan ekserp antara novel Sowon (소원) dan film Hope (소원) dengan

menggunakan kajian intertekstual Julia Kristeva?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dua hal, yaitu:

a. Untuk mengetahui bentuk hubungan fakta cerita berupa elemen karakter, elemen

alur dan elemen latar antara antara novel Sowon (소원) dan film Hope (소원)

dengan menggunakan analisis struktural Robert Stanton.

b. Untuk mendapatkan hasil telaah bentuk hubungan prinsip transformasi, prinsip

haplology, prinsip ekserp, prinsip modifikasi dan prinsip ekspansi antara novel

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

10

Sowon (소원) dan film Hope (소원) dengan menggunakan kajian intertekstual

Julia Kristeva.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian terhadap suatu objek yang diteliti dilakukan dengan harapan adanya

manfaat dari penelitian tersebut. Secara garis besar, terdapat dua manfaat penelitian

yang dapat diambil dari hasil penelitian ilmiah ini yaitu manfaat teoretis dan manfaat

praktis. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah memperluas dan memperbanyak

penelitian karya sastra terutama sastra Korea dengan menggunakan dua buah bentuk

kaian penelitian. Dua bentuk kajian penelitian yang dimaksud yaitu kajian struktural

dan kajian intertekstual antara novel dan film. Karya sastra Korea yang menjadi objek

penelitian adalah novel Sowon (소원) dan film Hope (소원).

Penelitian ini akan membahas mengenai dua hal. Pembahasan pertama yaitu

meneliti bagaimana keterkaitan fakta cerita yang terjadi diantara novel Sowon (소원)

dan film Hope (소원) dengan menggunakan kajian struktural. Pembahasan kedua

yaitu untuk mengetahui apa saja bentuk hubungan prinsip transformasi, prinsip

haplology, prinsip ekserp, prinsip modifikasi dan prinsip ekspansi menggunakan

kajian intertekstual Julia Kristeva antara kedua karya sastra yang telah disebutkan.

Manfaat penelitian secara praktis yaitu menambah pengetahuan dan mengenalkan

kepada pembaca mengenai hasil karya ilmiah menggunakan kajian intertekstual

antara novel dan film.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

11

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh pengetahuan peneliti, pembahasan penelitian menggunakan kajian

intertekstual sudah pernah dilakukan. Penelitian tersebut beberapa diantaranya

dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Peneliti

merujuk kepada beberapa buah hasil penelitian ilmiah, sebagai tinjauan pustaka.

Penelitian pertama dilakukan oleh Linaras (2010), dalam penelitiannya yang

berjudul “Novel Kembang Jepun Karya Remy Sylado dan Novel Perempuan

Kembang Jepun Karya Lan Fang Analisis Hubungan Intertekstual”, ia

mengemukakan bahwa pemahaman komprehensif mengenai kedua novel yang

menjadi objek penelitian memiliki alur cerita mirip. Penelitian ini dilakukan dengan

cara mengkaji hubungan intertekstual kedua novel objek penelitian.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono

(2013), dalam penelitian yang berjudul “Novel NIN’GEN’ SHIKKAKU dan Anime

NIN’GEN’ SHIKKAKU: sebuah Analisis Intertekstual”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan intertekstual antara novel dan animasi yang menjadi objek

penelitian. Penelitian ini lebih mengutamakan pembahasan bentuk-bentuk

transformasi yang terjadi dibandingkan hubungan intertekstual lain yang terdapat

dalam novel dan animasi.

Penelitian terakhir disusun oleh Irshadi (2013) dengan judul “Struktur Kumo

No Ito Karya Akutagawa Ryunosuke dan The Grand Inquisitor Karya Fyodor

Dostoevsky: Analisis Intertekstual”. Tujuan dalam penelitian ini adalah membahas

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

12

keterkaitan antara cerita Kumo No Ito Karya Akutagawa Ryunosuke dan The Grand

Inquisitor Karya Fyodor Dostoevsky yang meliputi fakta, sarana dan tema cerita.

Berdasarkan penelitian karya ilmiah yang telah dilakukan di atas, belum

terdapat karya ilmiah yang membahas tentang hubungan antara novel dan film

dengan menggunakan dua bentuk kajian penelitian sekaligus. Dua bentuk kajian

penelitian yang dimaksud yaitu kajian struktural dan kajian intertekstual. Oleh karena

itu dibuatlah penelitian ini yang dapat dijadikan contoh dan panduan dalam

pembuatan karya-karya ilmiah selanjutnya.

1.6 Landasan Teori

Penelitian ini memiliki dua buah obyek karya sastra yang berbeda bentuk.

Bentuk karya sastra yang menjadi obyek penelitian adalah novel karya novelis So

Jaewon yang berjudul Sowon (소원) dan objek penelitian kedua adalah film karya

sutradara Lee Junik berjudul Hope (소원). Penelitian dengan obyek novel dan film

tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Diperlukan kajian penelitian yang tepat

untuk menelaah kedua obyek terseb]ut agar dapat memberikan hasil yang bagus. Di

penelitian ini, penulis menggunakan dua buah bentuk kajian untuk meneliti kedua

obyek. Kedua kajian yang akan penulis gunakan adalah kajian struktural oleh Robert

Stanton dan kajian Intertekstual oleh Julia Kristeva.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

13

1.6.1 Kajian Struktural Robert Stanton

Istilah ‘struktur’ pertama kali muncul pada konggres pertama tentang

linguistik yang diadakan di Den Haag pada tahun 1928 (Sangidu, 2004 : 15). Istilah

struktural atau trukturalisme sebenarnya merujuk catatan-catatan kuliah milik seorang

dosen bahasa Gothic dan bahasa Jerman Kuno di Paris. Catatan-catatan tersebut

kemudian dikumpulkan oleh murid-muridnya menjadi outline. Dosen tersebut

bernama Ferdinand de Saussure yang lahir di Jenewa pada tahun 1857 (Kaelan,

2009 : 181). Saussure kemudian mengusulkan teori bahasa yang disebut dengan

strukturalisme untuk menggantikan pendekatan historis dari pada pendahulunya

(Kaelan, 2009 : 282). Berkat penelitian dan karyanya, Saussure kemudian dikenal

sebagai bapak strukturalisme dan linguistik.

Metode analisis struktural karya sastra menurut Teew bertujuan untuk

membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam

mungkin keterkaitan semua unsur karya sastra yang secara bersama-sama

menghasilkan makna menyeluruh (Sangidu, 2004 : 4). Beberapa bentuk unsur yang

dimaksud adalah sastra prosa dan drama. Suharianto (Sangdu, 2004 : 4) menjelaskan

unsur-unsur karya sastra prosa meliputi tema, alur, penokohan, latar, tegangan dan

padahan, suasana, pusat pengisahan, serta gaya bahasa. Adapun unsur-unsur karya

sastra drama meliputi lakon atau cerita, pemain, tempat, dan penonton atau public.

Seiring dengan berjalannya waktu, banyak ahli-ahli bahsasa dan sastra yang

mulai bermunculan. Salah satu ahli bahasa dan sastra tersebut adalah Robert Stanton.

Robert Stanton adalah seorang ahli dibidang struktural khususnya dibidang fiksi.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

14

Stanton bahkan pernah menerbitkan sebuah buku berjudul An Introduction to Fiction

untuk membahas mengenai fiksi berdasarkan pendapat dirinya sendiri dan pendapat

dari ahli-ahli bahasa dan sastra lainnya.

Stanton di dalam bukunya menuliskan bahwa terdapat sedikitnya tiga alasan

mengapa diperlukan seorang dosen atau buku pegangan untuk mengenalkan sebuah

fiksi serius kepada mahasiwa. Alasan pertama, buku pegangan memaparkan fiksi

serius kepada mahasiswa. Kedua, buku pegangan atau dosen dapat memberikan

petunjuk pada pembaca mengenai maksud dan teknik yang digunakan pengarang.

Alasan ketiga, dosen ataupun buku pegangan mampu meluruskan segala miskonsepsi

gagasan-gagasan yang keliru mengenai apa dan bagaimana fiksi serius itu yang

mengintervensi pemahaman dan kenikmatan yang diperoleh pembaca (Stanton,

2007 : 2).

Ketiga buah alasan tersebut dituliskan oleh Stanton, karena beberapa orang

masih menganggap bahwa karya fiksi serius dan fiksi popular adalah karya sastra

yang sama. Pada kenyataanya kedua karya ini merupakan sebuah karya yang sama

sekali berbeda antara satu dan lainnya. Persamaan keduanya hanya dari unsur, alur,

karakter dan latar (Stanton, 2007 : 3). Stanton (2007 : 21) menambahkan bahwa

setiap detail dalam sebuah cerita berpengaruh pada keseluruhan seperti halnya setiap

not pada komposisi milik Johann Sebastian Bach dan setiap gesture pada tari balet

Margot Fonteyn.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

15

1.6.1.1 Fakta Cerita

Sebuah karya sastra didalamnya terdapat fakta-fakta cerita berupa elemen

karakter, elemen alur dan elemen latar yang termasuk dalam fakta-fakta cerita.

Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita.

Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan ‘struktur faktual’ atau

‘tingkat faktual’ cerita. Struktuf faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut

pandang (Stanton, 2007 : 22).

a. Karakter

Tema ‘karakter’ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama,

karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada

orang yang bertanya; “Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?”. Konteks kedua,

karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan

prinsip moral dari individu-individu tersebut seperti yang tampak implisit pada

pertanyaan; “Menurutmu, bagaimanakah karakter dalam cerita itu?” (Stanton, 2007 :

33). Maksud dari paragraf tersebut adalah tema memiliki dua buah arti yang berbeda.

Pertama, karakter berarti pemain atau tokoh yang berada di dalam sebuah karya sastra.

Maksud kedua adalah karakter merupakan sifat atau watak yang dimiliki oleh pemain

atau tokoh yang berada di dalam sebuah karya sastra.

Definisi serupa oleh Echols dan Shadily (Minderop, 2005 : 2), karakter atau

dalam bahasa Inggris, character berarti watak, peran, huruf. Hornby (Minderop,

2005 : 2) mendefinisikan karakter bisa berarti orang, masyarakat, ras, sikap mental

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

16

dan moral, kualitas nalar, orang terkenal, tokoh dalam karya sastra, reputasi dan tanda

atau huruf.

Sebuah karya sastra akan menjadi hidup dengan adanya tokoh cerita yang

menjadi pusat cerita sebuah karya sastra. Tokoh cerita (character), sebagaimana

dikemukakan Abrams, adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam sesuatu karya

naratif, atau drama, yang boleh pembaca tafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam ucapan (Nurgiyantoro, 2013 : 247). Tokoh cerita dalam sebuah

karya sastra selain dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh

pembantu, tokoh cerita juga memiliki karakter.

Karakter dari seorang tokoh dalam sebuah karya sastra dapat dicari melalui

beberapa teknik. Beberapa teknik yang dilakukan yaitu dengan teknik cakapan; teknik

tingkah laku; teknik reaksi tokoh dan teknik reaksi tokoh lain. Nurgiyantoro (2013 :

286-295) memberi penjelasan mengenai teknik-teknik tersebut. Teknik percakapan

adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mencari karakter atau watak dari seorang

tokoh melalui percakapan-percakapan yang ada dalam sebuah karya sastra. Teknik

cakapan dimaksudkan untuk menunjukkan tingkah laku verbal yang berwujud kata-

kata dan atau dialog para tokoh. Teknik tingkah laku lebih mengarah pada tindakan

nonverbal untuk mencari watak dari seorang tokoh. Nonverbal yaitu tidak dalam

bentuk percakapan maupun bahasa namun lebih mengarah pada wujud tindakan yang

dilakukan tokoh. Teknik reaksi tokoh adalah teknik pencarian watak seorang tokoh

melalui reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata dan sikap-

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

17

tingkah-lau oranglain dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh

yang bersangkutan. Teknik reaksi tokoh lain merupakan penilaian kedirian tokoh

(utama) cerita oleh tokoh-tokoh cerita yang lain dalam sebuah karya.

Karakterisasi menurut Minderop (2005 : v-vi) mengatakan bahwa

karakterisasi dalam telaah fiksi dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu metode

langsung (telling) dan metode tidak langsung (showing) : dialog dan tingkah laku.

Metode langsung (telling) dibagi menjadi; (1) karakterisasi menggunakan nama

tokoh; (2) karakterisasi melalui penampilan tokoh; (3) karakterisasi melalui tuturan

pengarang. Metode metode tidak langsung (showing): dialog tingkah laku dapat

dibagi menjadi; (1) karakterisasi melalui dialog (apa yang dikatakan penutur dan

jatidiri penutur berupa tokoh protagonist dan tokoh bawahan; (2) lokasi dan situasi

percakapan; (3) jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur; (4) kualitas mental para

tokoh; (5) nada s)uara, tekanan, dialek dan kosa kata; (6) karakterisasi melalui

tindakan para tokoh (melalui tingkah laku, ekspresi wajah, motivikasi yang

melandasi).

b. Alur

Definisi alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita

(Stanton, 2007 : 26). Stanton melanjutkan bahwa alur biasanya terbatas pada

peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan

peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan

tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

18

Definisi lain dijabarkan oleh Wallek (2013 : 261), struktur naratif sebuah

drama, dongeng, atau novel secara tradisional disebut ‘alur’ (plot), dan barangkali

istilah ini perlu dipertahankan. Wellek dan Warren (2013 : 262) mengatakan bahwa

alur (atau struktur naratif) itu sendiri terbentuk atas sejumlah struktur naratif yang

lebih kecil (episode, kejadian).

Stanton (2007 : 31-32) mengatakan bahwa dua elemen dasar yang

membangun alur adalah’konflik’ dan ‘klimaks’. Konflik utama selalu bersifat

fundamental, membenturkan ‘sifat-sifat’ dan ‘kekuatan-kekuatan’ tertentu seperti

kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman, atau individualitas

dengan kemauan beradaptasi. Klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens

sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang

mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi

tersebut dapat terselesaikan (‘terselesaikan’ bukan ‘ditentukan’).

c. Latar

Definisi latar menurut Stanton (2007 : 35) adalah lingkungan yang melingkupi

sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa

yang sedang berlangsung. Definisi latar menurut Warren dan Wallek (2013 : 268)

adalah lingkungan, dan lingkungan---terutama interior rumah---dapat dianggap

berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi dari tokohnya.

Latar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu dan lataas

social budaya. Maksud dari latar tempat yaitu suatu wilayah dapat berupa lingkungan,

berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik yang dimaksud

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

19

lingkungan tempat tingggal yang nyata dan dapat dirasakan oleh indra kita, contoh

rumah. Maksud dari lingkungan sosial budaya uang dijelaskan oleh Nurgiyantoro

(2013 : 322) bahwa latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan

dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

karya fiksi. Nurgiyantoro menambahkan (2013 : 325) menambahkan bahwa status

sosial tokoh merupakan salah satu yang perlu diperhitungkan dalam memilih latar

karena perbedaan status sosial menjadi fungsional dalam fisik. Stanton (2007 : 35)

memaparkan bahwa latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan

tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Nurgiyantoro (2013 : 318) menyebutkan

bahwa latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-

peristiwayang diceritakan tersebut dalam sebuah karya fiksi.

1.6.1.2 Sarana

Sarana-sarana dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan

menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2007 : 46).

Salah satu bagian yang termasuk sarana sastra adalah judul.

Judul relevan terhadap karya yang diampu dan membentuk satu kesatuan

apabila judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu, sehingga

tidak jarang dijumpai bahwa judul memiliki beberapa makna ganda (Stanton,

2007 : 51-52).

1.6.1.3 Tema

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

20

Definisi tema menurut Stanton (2007 :36) merupakan aspek cerita yang

sejajar dengan ‘makna’ 6dalam pengalaman manusia: sesuatu yang menjadikan suatu

pengalaman begitu diingat. Selama menganalisis, hendaknya berpegang teguh pada

apa yang telah diniatkan sejak awal (menemukan tema yang ‘sesuai’ dengan cerita).

Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh tema menurut Stanton (2007 : 44-46) :

a. Interpretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai detail

menonjol dalam sebuah cerita.

b. Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail cerita

yang saling berkontradiksi.

c. Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti

yang tidak secara jelas diutarakan (hanya disebut secara implisit).

d. Terakhir, interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita

bersangkutan.

1.6.2 Kajian Intertekstual Julia Kristeva

Julia Kristeva adalah seorang tokoh semiotika sekaligus seorang tokoh

teoretisi feminis. Julia Kristeva lahir di Bulgaria pada tahun 1941 ini mencapai

reputasi yang istimewa sebagai seorang linguis dan ahli semiotic ketika ia bergabung

dengan kelompok Tel Quel di Paris pada akhir tahun 1960-an dan tahun 1965 ia

berangkat ke Paris untuk menuntut ilmu (Kaelan, 2009 : 221). Kaelan dalam bukunya

yang berjudul Filsafat Bahasa : Semiotika dan Hermeneutika menuliskan bahwa Julia

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

21

Kristeva aktif mengikuti seminar oleh Roland Barthes di Paris dan terlibat dalam

dunia pemikiran kesastraan.

Van Zoest (Kaelan, 2009 : 222) menyebutkan Kristeva sebagai pencetus

munculnya semiotika ekspansif. Aliran semiotika ekspansif yang dicetuskan oleh

Kristeva menurut Zoest adalah sasaran akhir untuk kelak mengambil alih kedudukan

filsafat dan aliran ini terkadang disebut sebagai ilmu total baru. Aliran ini disebut

sebagai ilmu total baru karena pengertian ‘tanda’ kehilangan tempatnya dan

digantikan oleh produksi arti (Kaelan, 2009 : 222).

Madan Sarup mengungkapkan model umum dari prinsip-prinsip praktik

penandaan Kristeva sebagai berasal dari pemikiran psikoanalisis-struktural jaques

Lacan yang mengintegrasikan analisis Freudian dan semiologi struktural (Kaelan,

2009 : 222). Kaelan menambahkan bahwa konsepsi Kristeva mengenai fungsi-fungsi

semiotic dan simbolik menurut Sarup beroperasi dalam dimensi psikologis, tekstual,

dan kehidupan sosial berdasarkan distingsi Sigmund Freud yang menyeruak di antara

penggerak-penggerak pra-Oedipal dan seksual Oedipal. Semiotika Kristeva menurut

Sarup adalah material kulit telanjang (raw material) dari signifikasi yang bersifat

badaniah dan hal libidinal yang mesti memanfaatkan, sekaligus menyediakan, saluran

kearah regulasi dan kohesi sosial. Sedangkan simbolik Kristeva, dalam pandangan

Sarup, adalah sebuah system yang terodepalisasikan dan diregulasi oleh proses-proses

sekunder di bawah Hukum Sang Ayah (Kaelan, 2009 : 222-223).

Lechte (Kaelan, 2009 : 223) melihat pergulatan Kristeva pada hubungan

antara bahasa dan pentingnya bahasa bagi pembentukan subjek pendorong Kristeva

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

22

untuk mulai mengembangkan teori semiotika pada tahun 1974 dalam tesis doktornya.

Kristeva dikatakan oleh Lechte bahwa ia membedakan semiotika konvesional dan

simbolis lingkungan representasi, imaji, dan semua bentuk bahasa yang sepenuhnya

terartikulasi. Keduanya berkorespondensi dengan genoteks dan fenoteks.

Pengertian genoteks adalah teks yang mempunyai kemungkinan tek terbatas,

yang menjadi substratum bagi teks-teks aktual. Pengertian fenoteks adalah teks aktual

yang bersumber dari genoteks.

Julia Kristeva mulai dikenal pada akhir tahun 1960-an sebagai seorang

penerjemah karya formalis Rusia, Mikhail Bakhtin. Sejak saat itu Kristeva menjadi

seorang teoretis bahasa dan sastra dengan konsepnya yang khas Kristeva, yaitu

“semanilis’ (Kaelan, 2009 : 228). Semanilis adalah sebuah ‘pendekatan terhadap

bahasa sebagai suatu proses penandaan (signifying process) yang heterogen dan

terletak pada subjek-sbujek yang berbicara (speaking subjects)”. Semanilis mengkaji

strategi-strategi bahasa yang khas di dalam situasi-situasi yang khas, ia merupakan

p]engkajian terhadap bahasa sebagai wacana yang spesifik, bukan sebagai system

(langue) yang berlaku umum.

Pendekatan atau metode yang diciptakan oleh Kristeva selanjutnya dikenal

sebagai metode intertekstual. Metode ini pertamakali diperkenalkan oleh Kristeva

pada tahun 1960-an. Sangidu (2004 : 23) mengartikan metode intertekstual, yaitu

metode yang melacak sambutan melalui teks lain yang menyambut teksnya.

Pengertian intertekstual menurut Harold Bloom yang dipetik Culler (Sangidu, 2004 :

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

23

25) adalah sebuah teks yang berasal dari hubungan antara “karya baru” dengan karya

pendahulunya. Hal tersebut berarti suatu karya sastra baru dapat mempunyai arti

apabila disejajarkan dengan karya sastra lain yang dapat diinterpretasikan sastra. Hal-

hal yang perlu disejajarkan dapat berupa matriks, model, dan varian-varian. Menurut

Roland Barthes yang di petik oleh Young (Sangidu, 2004 : 25), intertekstual adalah

sebuah teks yang berasal dari hubungan antara “karya baru” dengan karya

pendahulunya. . Hubungan tersebut berupa kata, frasa, kalimat atau masalah yang

terdapat dalam suatu karya.

Menurut Pradopo (1995 : 178), hubungan intertekstual atau hubungan

antarteks karya sastra penting untuk diteliti dalam studi sastra, baik dalam bidang

kritik maupun sejarah sastra. Prinsip intertekstual memandang setiap teks sastra perlu

dibaca dan dipahami dengan latar belakang teks-teks lain. Hal ini sama seperti yang

Julia Kristeva ungkapkan bahwa setiap teks merupakan mozaik kutipan-kutipan,

penyerapan, dan transformasi teks-teks lain. Terdapat prinsip-prinsip yang dapat

digunakan untuk melakukan penelitian intertekstual, prinsip-prinsip tersebut menurut

Napiah (1994 : xxiv-xxv) diantaranya:

(1) Transformasi adalah penjelmaan, pemindahan atau pertukaran suatu teks

ke teks lain yang penerapannya menggunakan dua cara yaitu, formal dan

abstrak.

(2) Haplologi adalah unsur intertekstual berupa pengguguran, pembuangan

atau penghilangan sehingga tidak seluruh isi teks ditampilkan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

24

(3) Ekserp adalah pengambilan intisari dari sebagian episode atau petikan dari

suatu aspek secara sama atau hampir sebagian sama dengan teks yang telah

ada sebelumnya.

(4) Modifikasi adalah penyesuaian atau perubahan suatu teks terhadap teks

yang telah ada sebelumnya.

(5) Ekspansi adalah perluasan atau pengembangan dari teks sebelumnya.

1.7 Metode Penelitian

Penulis melakukan metode penelitian dengan cara pengumpulan data

kualitatif berupa studi kepustakaan. Metode tersebut penulis pilih karena merupakan

metode pemilihan teks yang paling dekat serta merupakan metode paling mudah

ditemukan. Pertama-tama penulis menentukan objek yang akan diteliti, setelah objek

penelitian ditentukan penulis kemudian mencari data primer dan data sekunder. Data

primer adalah buku teks novel Sowon (소원) karya So Jaewon dan film Hope (소원)

karya Lee Joon-Ik. Data sekunder yang digunakan adalah buku-buku sumber yang

berisi teori intertekstualisme serta informasi lainnya yang mendukung penelitian.

Salah satu contoh data sekunder yaitu buku teks berjudul Teori, Metode, dan Teknik

Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perpektif Wacana

Naratif karya Nyoman Kutha Ratna.

Metode selanjutnya adalah membaca buku teks novel Sowon (소원) karya So

Jaewon dan menonton film Hope (소원) karya Lee Joon-Ik yang menjadi data primer

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

25

secara berulang-ulang. Setelah data primer dibaca dan ditonton secara berulang-ulang,

penulis kemudian berusaha menerjemahkannya kedalam Bahasa Indonesia dengan

tujuan untuk mempermudah proses pemahaman.

Data primer setelah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dan dipahami

alur ceritanya, tahap selanjutnya adalah mengumpulkan data-data bahan

penganalisaan dan menganalisa data yang telah ditemukan dengan menggunakan dua

buah kajian penelitian. Kajian pertama yaitu kajian structural milik Robert Stanton

yang berfungsi untuk mengetahui perbedaan fakta cerita pada kedua data primer

penelitian. Kajian penelitian selanjutnya yaitu kajian intertekstual milik Julia Kristeva,

kajian ini digunakan untuk mengetahui hubungan lima prinsip kajian intertekstual

antara novel dan film yang menjadi data primer penelitian. Kelima prinsip kajian

intertekstual tersebut yaitu ekspansi, transformasi, modifikasi, haplologi dan ekserp.

Langkah terakhir adalah mengerjakan penelitian kemudian menyajikan data hasil

penelitian sesuai dengan sistematika penyajian.

1.8 Sistematika Penyajian

Suatu hasil penelitian baru dapat disimpulkan setelah terdapat langkah kerja

penelitian mengenai suatu objek yang ingin dianalisa. Hasil dari penelitian kemudian

disajikan dalam sistematika penyajian. Laporan sistematika penyajian dalam

penelitian ini terbagi menjadi empat bab. Pembagian pembahasan tiap bab tersebut

terdiri dari:

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102468/potongan/S1-2016... · dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

26

a. Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi (1) latar belakang, (2) rumusan

masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) tinjauan pustaka, (6)

landasan teori, (7) metode penelitian dan (8) sistematika penyajian.

b. Bab II merupakan pembahasan mengenai perubahan struktural meliputi fakta

cerita yang terdapat dalam novel Sowon (소원) dan film Hope (소원)

menggunakan kajian struktural Robert Stanton.

c. Bab III merupakan pembahasan mengenai bentuk-bentuk hubungan prinsip

transformasi, prinsip haplology, prinsip ekserp, prinsip modifikasi dan prinsip

ekspansi yang terdapat dalam novel Sowon (소원) dan film Hope (소원)

menggunakan kajian intertekstual Julia Kristeva.

d. Bab IV merupakan penutup, membahas tentang kesimpulan berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan.