4
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia semakin lama semakin banyak dan secara linear kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Jika hanya mengandalkan pada produksi beras sebagai bahan pangan maka semakin lama persediaannya akan terbatas. Di sisi lain, lahan sawah semakin berkurang akibat program industrialisasi dan pembangunan perumahan. Selain itu pada budidaya padi di sawah untuk produksi beras juga membutuhkan sangat banyak air. Dari fakta tersebut, maka saat ini kita perlu mencari tanaman sumber bahan pangan selain beras yang mampu tumbuh pada lahan kering dan kurang konsumsi air. Tanaman sorgum merupakan salah satu jawabannya, karena sorgum mampu tumbuh di lahan marginal (kering, asam, salinitas tinggi), adaptasi luas, butuh sedikit air, kebutuhan pada input pertanian lebih rendah, cocok ditanam pada lahan kering dan panas, dan berguna sebagai bahan pangan dan kebutuhan lainnya. Sorgum hanya membutuhkan 332 kg air untuk menghasilkan 1 kg bahan kering, sedangkan jagung 368 kg air, barley 434 kg air, gandum 514 kg air dan padi butuh lebih banyak lagi. Umur tanaman sorgum relatif pendek (100-110 hari), daya adaptasi tinggi, dan biaya produksinya rendah (Soeranto, 2008 dalam Sukmadi, 2010). Salah satu masalah yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan ketahanan pangan adalah ketergantungan terhadap bahan impor terutama beras dan gandum, untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dikembangkan bahan pangan lokal yang dapat mensubtitusi kedua bahan pangan tersebut dan dapat dikembangkan pada lahan kering yang umumnya memiliki kesuburan rendah, peka terhadap erosi dan ketersediaan air terbatas. Sorgum merupakan tanaman pangan lokal yang dapat dikembangkan pada lahan kering dan penggunaan tepung sorgum untuk pembuatan berbagai produk makanan olahan (mie, roti, kue, dst) dapat mensubtitusi 15-50 persen tepung gandum. Berbagai produk industri lainnya dan bioetanol juga dapat dibuat dari sorgum sementara limbah tanaman sorgum bernilai gizi tinggi untuk bahan pakan ternak (Irawan dan Sutrisna, 2011).

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67623/potongan/S1-2014... · dimanfaatkan untuk pakan ternak atau untuk ... dan tidak berkompetisi

  • Upload
    ledat

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia semakin lama semakin banyak dan secara linear

kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Jika hanya mengandalkan pada

produksi beras sebagai bahan pangan maka semakin lama persediaannya akan

terbatas. Di sisi lain, lahan sawah semakin berkurang akibat program industrialisasi

dan pembangunan perumahan. Selain itu pada budidaya padi di sawah untuk

produksi beras juga membutuhkan sangat banyak air. Dari fakta tersebut, maka

saat ini kita perlu mencari tanaman sumber bahan pangan selain beras yang mampu

tumbuh pada lahan kering dan kurang konsumsi air. Tanaman sorgum merupakan

salah satu jawabannya, karena sorgum mampu tumbuh di lahan marginal (kering,

asam, salinitas tinggi), adaptasi luas, butuh sedikit air, kebutuhan pada input

pertanian lebih rendah, cocok ditanam pada lahan kering dan panas, dan berguna

sebagai bahan pangan dan kebutuhan lainnya. Sorgum hanya membutuhkan 332 kg

air untuk menghasilkan 1 kg bahan kering, sedangkan jagung 368 kg air, barley

434 kg air, gandum 514 kg air dan padi butuh lebih banyak lagi. Umur tanaman

sorgum relatif pendek (100-110 hari), daya adaptasi tinggi, dan biaya produksinya

rendah (Soeranto, 2008 dalam Sukmadi, 2010).

Salah satu masalah yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan ketahanan

pangan adalah ketergantungan terhadap bahan impor terutama beras dan gandum,

untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dikembangkan bahan pangan lokal

yang dapat mensubtitusi kedua bahan pangan tersebut dan dapat dikembangkan

pada lahan kering yang umumnya memiliki kesuburan rendah, peka terhadap erosi

dan ketersediaan air terbatas. Sorgum merupakan tanaman pangan lokal yang dapat

dikembangkan pada lahan kering dan penggunaan tepung sorgum untuk pembuatan

berbagai produk makanan olahan (mie, roti, kue, dst) dapat mensubtitusi 15-50

persen tepung gandum. Berbagai produk industri lainnya dan bioetanol juga dapat

dibuat dari sorgum sementara limbah tanaman sorgum bernilai gizi tinggi untuk

bahan pakan ternak (Irawan dan Sutrisna, 2011).

2

Sorgum (Sorgum bicolor L.) merupakan tanaman serealia biji-bijian yang

termasuk famili Graminaea atau rerumputan. Di Indonesia, saat ini tanaman

sorgum memberi peluang untuk dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan

dan penghasil bioetanol (bioenergi). Sebagai bahan pangan, sorgum bisa menjadi

sumber pangan alternatif yang dapat dikembangkan untuk mendukung program

diversifikasi dan ketahanan pangan. Sorgum biasanya dikonsumsi dalam bentuk

roti, bubur, minuman, keripik dan lainnya, untuk ternak, biji sorgum juga dipakai

sebagai campuran konsentrat. Daun sorgum dan ampas batang juga bisa

dimanfaatkan untuk pakan ternak atau untuk dibuat kompos. Beberapa negara,

seperti Amerika Serikat, India dan Cina sudah menggunakan nira dari batang

sorgum sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Di Indonesia sorgum telah lama

dikenal oleh petani khususnya di Jawa, NTB dan NTT, biasa ditanam oleh petani

sebagai tanaman sela atau tumpang sari dengan tanaman lainnya. Budidaya dan

pengembangan tanaman sorgum di Indonesia masih sangat terbatas, hal ini

disebabkan karena kurangnya informasi tentang benih unggul, pemanfaatan

sorgum dan teknologi budidayanya. Sorgum memiliki prospek yang cerah, karena

lahan pertanian yang sesuai cukup luas, mampu memanfaatkan lahan tidur

sehingga lebih produktif, dan tidak berkompetisi dengan tumbuhan lain karena

dapat tumbuh di lahan marginal (Sukmadi, 2010).

Gandum kurang cocok, sedangkan sorgum cocok di Indonesia. Areal yang

berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas, meliputi daerah

beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur.

Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional adalah Jawa

Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta

(Gunungkidul, Kulonprogo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban,

Probolinggo), dan sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

(Sirappa, 2003).

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu daerah penghasil sorgum di

Daerah Istimewa Yogyakarta. Sorgum dapat dijadikan sebagai bahan pangan

alternatif selain padi, jagung, gandum dan sagu. Sorgum memiliki prospek yang

cerah, karena lahan pertanian yang sesuai cukup luas, mampu memanfaatkan lahan

3

tidur sehingga lebih produktif, dan tidak berkompetisi dengan tumbuhan lain

karena dapat tumbuh di lahan marginal,akan tetapi produksi yang ada saat ini

masih tergolong rendah. Produktivitas sorgum di Kabupaten Gunungkidul

berdasarkan data dari BPS (Gunungkidul Dalam Angka 2012) hanya sebesar 314

kg/ha masih sangat rendah karena sorgum mampu berproduksi hingga lebih dari 5

ton/ha.

Permasalahan produksi sorgum yang masih rendah di Kabupaten

Gunungkidul diduga berkaitan erat dengan persoalan efisiensi penggunaan input,

alokasi penggunaan input diduga masih belum optimal. Salah satu indikator dari

efisiensi adalah jika sejumlah output tertentu dapat dihasilkan dengan

menggunakan sejumlah kombinasi input yang lebih sedikit atau kombinasi input-

input tertentu dapat meminimumkan biaya produksi tanpa mengurangi output yang

dihasilkan. Efisiensi alokatif dapat diformulasikan setelah mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi produksi.

Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi sorgum dapat diketahui

dengan estimasi terhadap input-input yang digunakan oleh petani dalam fungsi

produksi.Fungsi produksi dapat menjelaskan penggunaan input-input yang

mempengaruhi produksi, input yang diduga mempengaruhi produksi diantaranya

pemanfaatan luas lahan, penggunaan benih, penggunaan pupuk dan penggunaan

tenaga kerja. Efisiensi alokatif dapat diketahui dari penggunaan input yang secara

signifikan mempengaruhi produksi sorgum, efisiensi alokatif akan tercapai ketika

nilai produk marginal dari penggunaan input sama dengan harga input tesebut.

B. Perumusan Masalah

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten penghasil sorgum

di Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi yang ada diduga belum disertai dengan

penggunaan faktor produksi yang telah efisien secara alokatif. Berdasarkan latar

belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai

berikut :

1. Faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi sorgum?

4

2. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani sorgum sudah

efisien secara alokatif?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sorgum.

2. Mengetahui efisiensi alokatif faktor-faktor produksi sorgum.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti menerapkan ilmu pengetahuan serta menambah pengalaman

dan wawasan dalam bidang ekonomi pertanian khususnya usahatani sorgum

untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana

pertanian (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

2. Bagi petani dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menggunakan faktor-faktor produksi sorgum.

3. Bagi pemerintah dan lembaga terkait dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan pengembangan usahatani

sorgum.

4. Bagi pihak lain penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi

untuk penelitian sorgum lebih lanjut.