36
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari terpaan media. Setiap hari manusia diterpa dan menerpakan diri kepada media, baik secara sadar ataupun tidak sadar. Manusia tidak dapat lagi menghindar dari gencarnya pesan-pesan komunikasi yang disajikan oleh media melalui konten-kontennya. Semakin kuatnya pengaruh media dalam kehidupan manusia didukung oleh era globalisasi, dimana luberan informasi menjadi suatu hal yang tidak dapat dibendung lagi. Hal ini terutama disebabkan oleh perkembangan teknologi komunikasi. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena budaya populer Korea yang dikenal dengan istilah Korean wave atau Hallyu melanda dunia. Istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 1997 untuk menjelaskan fenomena kesuksesan drama Korea What is Love All About ketika ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi Cina, yang pada saat itu menjadi hit dan meraih rating tertinggi dalam pertelevisian Cina (Shim, 2006: 28). Sejak saat itu, drama Korea dengan cepat mulai masuk ke negara-negara lain di Asia, yang kemudian disusul dengan musik dan film. Keberhasilan Korean wave dibantu dengan terjadinya liberalisasi media pada tahun 1990-an, dimana terjadi perkembangan dan modernisasi di industri media, khususnya di bidang teknologi, yang berdampak positif terhadap produksi konten media dan jaringan distribusinya. Interaksi media antara negara-negara di Asia kemudian meningkat melalui kapitalisme global di industri media. Hal ini tentunya membuat produk-produk budaya Korea yang disebarkan melalui mediadalam bentuk konten mediadapat diekspor dan diterima dengan mudah di negara lain. Selain liberalisasi media, penyebaran fenomena Korean wave juga dibantu oleh globalisasi yang ditunjukkan dengan kemajuan di bidang tekonologi komunikasi, dimana masyarakat di berbagai belahan dunia dapat dengan mudah mengakses dan mengonsumsi konten media Korea, seperti drama, musik, film, variety shows, games, berita, manhwa (komik), dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

  • Upload
    lamtram

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari terpaan media. Setiap hari

manusia diterpa dan menerpakan diri kepada media, baik secara sadar ataupun

tidak sadar. Manusia tidak dapat lagi menghindar dari gencarnya pesan-pesan

komunikasi yang disajikan oleh media melalui konten-kontennya. Semakin

kuatnya pengaruh media dalam kehidupan manusia didukung oleh era globalisasi,

dimana luberan informasi menjadi suatu hal yang tidak dapat dibendung lagi. Hal

ini terutama disebabkan oleh perkembangan teknologi komunikasi.

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena budaya populer Korea yang

dikenal dengan istilah Korean wave atau Hallyu melanda dunia. Istilah ini

pertama kali digunakan pada tahun 1997 untuk menjelaskan fenomena kesuksesan

drama Korea What is Love All About ketika ditayangkan oleh salah satu stasiun

televisi Cina, yang pada saat itu menjadi hit dan meraih rating tertinggi dalam

pertelevisian Cina (Shim, 2006: 28). Sejak saat itu, drama Korea dengan cepat

mulai masuk ke negara-negara lain di Asia, yang kemudian disusul dengan musik

dan film. Keberhasilan Korean wave dibantu dengan terjadinya liberalisasi media

pada tahun 1990-an, dimana terjadi perkembangan dan modernisasi di industri

media, khususnya di bidang teknologi, yang berdampak positif terhadap produksi

konten media dan jaringan distribusinya. Interaksi media antara negara-negara di

Asia kemudian meningkat melalui kapitalisme global di industri media. Hal ini

tentunya membuat produk-produk budaya Korea yang disebarkan melalui

media—dalam bentuk konten media—dapat diekspor dan diterima dengan mudah

di negara lain. Selain liberalisasi media, penyebaran fenomena Korean wave juga

dibantu oleh globalisasi yang ditunjukkan dengan kemajuan di bidang tekonologi

komunikasi, dimana masyarakat di berbagai belahan dunia dapat dengan mudah

mengakses dan mengonsumsi konten media Korea, seperti drama, musik, film,

variety shows, games, berita, manhwa (komik), dan lain-lain.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

2

Saat ini konten media Korea tidak hanya menguasai pasar dalam negeri,

tetapi juga pasar di negara lain. Ekspor produk-produk budaya Korea bahkan

menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Tiga produk budaya (konten media)

Korea yang menduduki peringkat teratas sebagai penghasil keuntungan terbesar

dalam Korean wave adalah serial drama, disusul oleh musik kemudian film (Shin,

2006). Keberhasilan Korea mengekspor produk budaya menjadikannya masuk

dalam sepuluh besar negara pengekspor budaya pada tahun 2008. Area yang telah

diinvasi oleh produk budaya Korea, antara lain: Asia, Timur Tengah, Amerika,

Kanada, Inggris, Eropa Timur, Afrika Utara, dan Australia.

Ekspor produk-produk budaya Korea juga sampai ke Indonesia. Korean

wave masuk ke Indonesia pada tahun 2000-an melalui drama-dramanya.

Sebelumnya Indonesia didominasi oleh budaya populer Amerika dan sempat pula

oleh budaya populer Jepang dan Cina. Piala Dunia 2002 yang berlangsung di

Jepang – Korea Selatan memiliki peranan penting karena membuat Korea

semakin diperhatikan oleh masyarakat dunia (termasuk Indonesia) dan membuka

lebar peluangnya untuk mendistribusikan produk-produk budayanya di Indonesia.

Di tahun tersebut, stasiun televisi Indonesia sedang menayangkan dua drama

fenomenal, yaitu Endless Love dan Winter Sonata, yang berhasil mendapatkan

respon positif dari audiens, terutama para perempuan (Nugroho, 2011: 45). Sejak

saat itu semakin banyak serial drama Korea yang masuk ke Indonesia, yang pada

akhirnya menghentikan dominasi drama Jepang dan Taiwan di Indonesia.

Keberhasilan serial drama Korea di Indonesia turut membuka jalan bagi produk

budaya Korea lainnya untuk masuk, seperti musik dan film.

Saat ini banyak media di Indonesia menyiarkan dan membahas berbagai

konten media Korea, mulai dari televisi, radio, majalah, hingga tabloid. Hal ini

terjadi karena meningkatnya permintaan dari masyarakat Indonesia akan konten

media Korea, yang dilatarbelakangi oleh fenomena budaya populer Korea yang

semakin menyebar di Indonesia. Selain itu, kemajuan media baru seperti Internet

juga semakin mempermudah masyarakat Indonesia dalam mengakses konten

media Korea. Mereka dapat mengunduh musik, drama, dan film Korea dari

Internet kemudian mengonsumsinya di komputer pribadi maupun ponsel. Mereka

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

3

juga dapat memperoleh informasi-informasi terbaru mengenai segala hal yang

berhubungan dengan Korean wave melalui situs-situs yang khusus membahas

mengenai Korea. Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah berbagi dengan

penggemar produk budaya Korea yang ada di negara lain di seluruh dunia.

Perempuan merupakan konsumen utama dari konten media Korea. Hal

ini disebabkan oleh posisi perempuan yang direpresentasikan dalam sebagian

besar konten media Korea sesuai dengan keadaan, harapan, ataupun preferensi

dari para perempuan untuk terjadi di dunia nyata. Selain itu, nilai-nilai humanis

yang diangkat dalam berbagai konten media Korea lebih mampu menyentuh

perempuan karena sifat dasar perempuan yang lebih banyak menggunakan

perasaan daripada logika. Tak dapat dipungkiri juga bahwa banyak artis Korea

yang memiliki penampilan fisik mengagumkan, baik artis lelaki maupun artis

perempuan. Hal ini tentunya mampu menarik perhatian audiens perempuan, bukan

hanya pada para artis lelaki, melainkan juga pada para artis perempuan karena

preferensi dan keinginan untuk menjadi seperti mereka. Perempuan juga lebih

memungkinkan tergabung dalam fandom (bagian dari suatu kelompok

penggemar) dari budaya populer karena sifat dasar perempuan yang lebih mudah

terpengaruh daripada lelaki.

Dahsyatnya fenomena Korean wave turut memberi dampak pada produk-

produk industri Korea sehingga produk-produk tersebut mulai dikenal dan

mendapatkan pengakuan dari masyarakat dunia. Hal ini kemudian dimanfaatkan

oleh banyak perusahaan Korea untuk ikut memperluas eksistensinya di negara-

negara lain karena potensi pasar yang dirasa cukup besar. Indonesia pun dianggap

sebagai salah satu pasar potensial sehingga banyak perusahaan asal Korea mulai

membuka cabangnya dan memasarkan berbagai produknya di Indonesia.

Masyarakat Indonesia, terutama yang mengonsumsi konten media Korea, juga

melihat dan mengetahui tentang produk-produk Korea, baik secara sadar ataupun

tidak. Apalagi banyak perusahaan Korea yang kemudian menyusun strategi

pemasaran dengan menggunakan bantuan produk-produk budaya (konten media)

Korea. Dahsyatnya fenomena Korean wave ditambah dengan strategi pemasaran

mereka tampaknya memberikan hasil yang baik karena angka penjualan produk-

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

4

produk Korea dan nilai investasi perusahaan-perusahaan Korea di Indonesia

mengalami peningkatan.

Namun, kemudian muncul pertanyaan, apakah ketertarikan masyarakat

Indonesia terhadap konten media Korea juga ikut membuat mereka tertarik pada

segala hal yang bertemakan Korea, termasuk di dalamnya adalah produk-produk

Korea? Dari penjelasan yang ditampilkan di atas, dapat terlihat bahwa produk

budaya Korea yang masuk ke Indonesia mendapatkan respon positif dan cukup

banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Di sisi lain, produk-produk

industri atau manufaktur Korea yang ada di Indonesia juga semakin banyak dan

mengalami peningkatan penjualan yang signifikan. Berdasarkan uraian di atas,

peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari konsumsi

konten media Korea terhadap minat mengonsumsi produk-produk Korea,

khususnya di kalangan perempuan Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Bagaimana pengaruh konsumsi konten media Korea

terhadap minat mengonsumsi produk Korea?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh konsumsi konten media Korea terhadap minat

mengonsumsi produk Korea.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk

menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat

digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang

tertarik untuk mendalami penelitian yang sejenis.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

5

2. Praksis

Penelitian ini bermanfaat sebagai panduan atau rekomendasi bagi praktisi

pemasaran dalam memahami konsumsi konten media dari calon konsumen

dan pengaruhnya terhadap minat mengonsumsi produk, sehingga nantinya

praktisi dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih baik.

3. Sosial

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta wawasan

masyarakat luas tentang konsumsi konten media Korea dan pengaruhnya

terhadap minat mengonsumsi produk Korea.

E. OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah perilaku konsumsi konten media Korea dan

pengaruhnya terhadap minat mengonsumsi produk Korea. Penelitian ini berada di

ranah efek media yang berkaitan dengan bidang komunikasi pemasaran.

Penelitian ini mengasumsikan adanya korelasi antara konten media sebagai

stimulus yang menyebabkan efek dan audiens sebagai pihak yang memberi respon

akibat terkena efek. Konten media Korea dalam penelitian ini akan dibatasi hanya

pada tiga konten media Korea terpopuler, yaitu serial drama, musik, dan film.

Sedangkan produk Korea dalam penelitian ini tidak akan dikhususkan pada satu

produk tertentu.

F. KERANGKA TEORI

1. Konten Media, Globalisasi, dan Budaya Populer

Konten media dapat dikatakan sebagai pesan yang disebarkan melalui

media, baik dalam bentuk tulisan, gambar, maupun suara. Pesan-pesan ini

diwujudkan dalam bentuk program acara, teks berita, film, bahkan musik dan

games (permainan). Konten dapat disebarkan melalui berbagai media, seperti

televisi, majalah, buku, internet, CD audio, dan bahkan melalui live event

seperti konferensi dan konser. Sayangnya, selama ini banyak orang yang salah

kaprah sehingga seringkali konten media disamakan sebagai media itu sendiri.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

6

Konten media merupakan salah satu pembahasan penting dalam studi

media. McQuail (2010: 341) menjelaskan beberapa motif yang digunakan

untuk memahami konten media, salah satunya adalah memberikan hipotesis

tentang fungsi dan efek media. Motif inilah yang digunakan dalam penelitian

ini, maksudnya konten media membantu dalam pembuatan dan pembuktian

hipotesis tentang fungsi dan efek media. Konten media dianggap memiliki

kontribusi penting dalam terjadinya efek media sehingga tidak mungkin

peneliti membahas mengenai efek media tanpa memperhatikan konten media.

Ada lima pendekatan dalam menjelaskan sumber dan signifikansi

konten media yang dijelaskan oleh Croteau dan Hoynes (2003: 199-200), yaitu:

a. Konten sebagai refleksi produser. Pendekatan ini menyatakan bahwa konten

media berhubungan erat dengan proses produksi dan para personil media

yang terlibat di dalamnya, misalnya penulis atau produser.

b. Konten sebagai refleksi preferensi audiens. Pendekatan ini menyatakan

bahwa konten media dibuat oleh personil media berdasarkan keinginan atau

preferensi audiens.

c. Konten sebagai refleksi masyarakat secara umum. Pendekatan ini

menyatakan bahwa konten media sebagai pengukur norma-norma sosial,

nilai, dan ketertarikan masyarakat secara umum, bukan hanya audiens.

d. Konten sebagai pengaruh pada audiens. Pendekatan ini menekankan efek

konten media pada audiens. Maksudnya, konten media yang diproduksi

diharapkan akan memberikan pengaruh pada audiens.

e. Konten sebagai teks diri-tertutup (content as self-enclosed text). Pendekatan

ini menilai konten media sebagai teks untuk dimaknai (decoded).

Pendekatan ini berhubungan erat dengan strukturalisme dan linguistik.

Strukturalisme merujuk pada cara makna dibangun dalam teks media.

Strukturalisme juga disebut dengan semiologi, dimana makna dibangun dengan

cara memahami tanda dan penanda. Sehubungan dengan makna, masing-

masing individu dapat memaknai satu konten media yang sama secara berbeda.

Dengan kata lain, konten media bersifat polisemi, yang berarti konten media

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

7

berpotensi memiliki beberapa makna. Perbedaan pemaknaan masing-masing

individu terhadap konten media nantinya akan membuat efek yang terjadi pada

masing-masing individu menjadi berbeda pula.

Banyak ahli yang mengatakan bahwa media memiliki hubungan erat

dengan budaya sebagaimana yang dinyatakan dalam teori media-budaya. Teori

ini melingkupi segala aspek, mulai dari produksi media, resepsi pesan, dan

segala praktik yang berlangsung di sekitarnya. James Carey (dalam McQuail,

2010: 112) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses simbolis dimana

realita diproduksi, dikelola, diperbaiki, dan dirubah. Sedangkan, budaya

didefinisikannya sebagai sebuah proses, tetapi dapat juga merujuk pada atribut

bersama dari sebuah kelompok. Budaya juga dapat merujuk pada teks dan

artefak simbolis yang dimaknai oleh dan untuk identifikasi budaya tertentu.

Maka dapat dikatakan bahwa konten media merupakan bagian dari produk

budaya, dimana konten media merepresentasikan budaya yang

melatarbelakanginya.

Salah satu topik yang dibahas dalam teori media-budaya adalah

globalisasi. Menurut McQuail (2010: 558), globalisasi merupakan keseluruhan

proses dimana lokasi produksi, transmisi, dan resepsi konten media tidak lagi

tetap atau kaku secara geografis, yang disebabkan oleh kemajuan teknologi

serta struktur dan organisasi media internasional. Menurut Croteau dan Hoynes

(2003: 338), globalisasi memiliki dua komponen pusat, yaitu: (1) berhubungan

dengan perubahan geografi dan jarak fisik, dimana komunikasi dan interaksi

dapat berlangsung secara instan dan dalam jarak yang jauh; (2) melibatkan

konten komunikasi, dimana ide, gambar, dan suara dari budaya berbeda

tersedia untuk jaringan luas orang di luar budaya yang menghasilkan pesan

tersebut. Sedangkan menurut Shim (2006: 26-27), istilah globalisasi merujuk

pada proses dan konteks dimana dunia menjadi terintegrasi. Menurutnya,

terdapat tiga pendekatan dalam globalisasi, yaitu: globalisasi sebagai hasil dari

imperialisme budaya; globalisasi sebagai hasil dari proyek modernitas; dan

globalisasi sebagai hibridisasi budaya.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

8

Media memiliki posisi khusus ketika dikaitkan dengan globalisasi,

dimana media berlaku sebagai objek dan juga sebagai agen dari proses

globalisasi. Globalisasi memungkinkan terjadinya internasionalisasi

kepemilikan media dan konten yang mengalir melalui berbagai saluran media.

Kemajuan teknologi komunikasi yang menandai terjadinya globalisasi semakin

mempermudah penyebaran konten-konten media. Dunia yang seakan menjadi

tanpa batas (borderless) memudahkan terjadinya akses dan pertukaran

informasi di antara orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Media menjadi

instrumen utama yang membantu penyebaran produk-produk budaya yang

diwujudkan dalam konten-konten media.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konten media merupakan

bagian dari produk budaya. Maka, ketika konten media suatu negara tersebar

ke negara lain, dapat dikatakan bahwa budaya negara asal (penghasil konten

media) juga tersebar ke negara penerima dan dikonsumsi oleh massa di negara

tersebut (mass society). Akibatnya, muncullah budaya populer yang melanda

berbagai negara. Budaya populer merupakan budaya yang disukai oleh banyak

orang, terutama kaum muda. Hal inilah yang terjadi pada budaya populer

Korea. Fenomena Korean wave yang melanda dunia merupakan jasa dari

media yang berkontribusi tinggi dalam menyebarkan produk-produk budaya

Korea sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai belahan dunia.

2. Korean Wave: Marketing of the Culture

Korean wave atau Hallyu merupakan istilah yang digunakan untuk

menjelaskan fenomena budaya populer Korea yang dalam beberapa tahun

terakhir berkembang dengan sangat pesat dan menginvasi negara-negara lain di

berbagai belahan dunia. Korean wave sendiri sebenarnya merupakan bentuk

pemasaran budaya (marketing of the culture) yang dilakukan oleh Korea

Selatan. Pemerintah Korea memiliki gagasan untuk mengembangkan industri

budaya dengan mendorong produksi media sebagai industri strategis karena

potensinya yang sangat besar untuk ekonomi nasional. Yuswohadi (2011),

seorang pakar pemasaran di Indonesia, menyatakan bahwa fenomena Korean

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

9

wave ini dapat pula disebut sebagai marketing of the nation atau memasarkan

negara karena budaya digunakan untuk mempromosikan negara sehingga

terjadi peningkatan citra negara yang positif, yang pada akhirnya dapat

berujung pada keuntungan ekonomi.

Tiga konten media Korea yang menduduki peringkat teratas sebagai

penghasil keuntungan terbesar dalam Korean wave adalah serial drama, disusul

oleh musik kemudian film (Shin, 2006). Berdasarkan data Kementerian

Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, pada 2001 Korea Selatan

mengekspor program tayangan (broadcast programs) ke negara-negara di

Asia, dimana sebesar US$ 7.945.000 atau 64,3% merupakan drama televisi

yang terdiri dari 9.515 program (Kim, 2005: 186). Kesuksesan serial drama

Korea kemudian membuka jalan bagi industri film dan musik Korea untuk ikut

memperluas jangkauannya ke negara-negara lain. Industri perfilman Korea

mengalami kesuksesan yang ditandai oleh ekspor 164 film dengan perolehan

pendapatan sebesar US$ 30.979.000 pada 2003 dan saat ini Korea merupakan

pasar film terbesar ketujuh di dunia (Shim, 2006: 34). Kesuksesan industri

musik Korea juga dapat dilihat dari data bahwa pada tahun 2002 Korea Selatan

merupakan pasar musik terbesar kedua di Asia dengan penjualan album

mencapai US$ 300 juta per tahun (Shim, 2006: 37).

Seiring dengan kesuksesan produk-produk budaya dan meningkatnya

citra negara Korea, produk-produk industri atau manufaktur Korea menjadi

semakin dikenal dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat dunia. Banyak

perusahaan Korea yang kemudian menyusun strategi pemasaran dengan

menggunakan bantuan produk-produk budaya Korea, yang kemudian disebut

dengan istilah “Bussiness Hallyu” atau “Hallyu Marketing” (Lee, 2012).

Strategi ini dilakukan karena adanya kecenderungan bahwa generasi baru dari

konsumen budaya populer Korea mulai diklasifikasikan sebagai “fanatik”,

yang secara agresif mengadopsi dan meniru gaya hidup Korea, mulai dari gaya

berpakaian, makanan, teknologi, bahkan operasi plastik. Banyak pula

konsumen yang kemudian tertarik untuk mempelajari bahasa Korea serta

berwisata ke Korea untuk mengunjungi tempat-tempat yang pernah mereka

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

10

lihat dalam konten media Korea. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh

Yuswohadi (2011) bahwa derajat tertinggi dalam pemasaran adalah ketika

sudah mencapai level menjual budaya. Ketika konsumen sudah terasuki oleh

budaya (nilai-nilai, perilaku, dan gaya hidup) Korea, maka mereka cenderung

akan menjadi “Korea-sentris”. Mereka tidak hanya menyukai dan

mengonsumsi produk-produk budaya Korea, tetapi juga menyukai dan

mengonsumsi produk-produk lain yang berkaitan dengan Korea.

Samsung Economic Research Institute mengadakan penelitian khusus

pada tahun 2005 tentang efek ekonomi dari Korean wave yang berjudul “The

Korean Wave Sweeps the Globe” (Cho, 2005: 169). Laporan ini

mengklasifikasi negara-negara pengimpor budaya populer Korea ke dalam

empat tahap, berdasarkan pola konsumsi masyarakatnya atas produk-produk

budaya Korea. Tahap pertama, hanya menikmati budaya populer Korea.

Kedua, melibatkan pembelian produk-produk yang terkait dengan budaya

populer Korea seperti poster, character items, dan tur. Ketiga, terjadinya

pembelian produk-produk berlabel “Made in Korea” atau dengan kata lain

segala produk yang berasal dari Korea. Tahap keempat, mencerminkan

perkembangan preferensi umum untuk budaya Korea itu sendiri.

Di Indonesia, Korean wave masuk pada tahun 2000-an. Dua drama

pertama yang ditayangkan oleh stasiun televisi Indonesia adalah Endless Love

dan Winter Sonata yang ternyata mampu mendapatkan respon yang sangat

positif dari masyarakat Indonesia. Sejak saat itu, semakin banyak serial drama

Korea yang masuk ke Indonesia. Setelah keberhasilan serial drama Korea di

Indonesia, musik dan film Korea kemudian mulai mendapatkan perhatian juga

dari masyarakat Indonesia. Keberhasilan musik Korea dibuktikan dengan

banyaknya konser penyanyi-penyanyi Korea yang diadakan di Indonesia dan

selalu menarik jumlah penonton yang besar. Film Korea juga sudah mulai

masuk ke beberapa bioskop yang ada di Indonesia, dimana sebelumnya

bioskop Indonesia hanya diisi oleh film-film Indonesia dan Hollywood.

Keberhasilan Korean wave di Indonesia menjadikan negara ini

sebagai pasar potensial bagi perusahaan-perusahaan manufaktur Korea. Nama

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

11

dan citra negara Korea yang semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia turut

membuat mereka mengenal dan menyadari keberadaan produk-produk Korea.

Masyarakat Indonesia, terutama yang mengonsumsi konten media Korea, juga

melihat dan mengetahui tentang produk-produk tersebut yang seringkali

dipasarkan melalui konten media Korea, baik secara sadar ataupun tidak.

Angka penjualan produk-produk Korea di Indonesia mengalami peningkatan,

begitu pula dengan angka impor Indonesia terhadap barang-barang Korea, serta

nilai investasi Korea di Indonesia. Laporan tahunan Korean Trade-Investment

Promotion Agency (KOTRA) menyatakan bahwa investor mulai melihat pasar

domestik Indonesia sebagai bisnis potensial dengan adanya fenomena Korean

wave (Lee, 2012). KOTRA juga menyatakan bahwa Korean wave di Indonesia

menyebabkan konsumen lokal menjadi tertarik pada gaya hidup Korea.

Dengan data-data yang ditampilkan di atas, dapat terlihat bahwa

produk budaya Korea yang masuk ke Indonesia melalui konten media

mendapatkan respon positif dan cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia. Di sisi lain, produk-produk industri atau manufaktur Korea yang ada

di Indonesia juga semakin banyak dan mengalami peningkatan penjualan yang

signifikan. Untuk itu peneliti ingin melihat apakah konsumsi konten media

Korea yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia turut mempengaruhi

konsumsi mereka pada produk-produk Korea.

3. Kajian Efek Media

Media dianggap sebagai instrumen yang memiliki kekuatan sangat

besar dan dapat menimbulkan efek yang signifikan dalam kehidupan manusia.

Efek media merupakan konsekuensi yang terjadi akibat penggunaan media,

baik diharapkan atau tidak. Efek media ini juga dapat terjadi dalam jangka

pendek maupun jangka panjang. Kajian mengenai efek media telah

berlangsung sejak lama dan mengalami banyak perkembangan sesuai dengan

situasi dan kondisi yang terjadi seiring perkembangan zaman.

Donald K. Robert (dalam Ardianto dan Erdinaya, 2005: 48)

menyatakan bahwa “efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

12

pesan media”. Oleh sebab itu, efek pasti berkaitan dengan pesan yang

disampaikan oleh media, yang dalam hal ini merupakan konten media.

Pembahasan mengenai efek media tentunya tidak dapat dilakukan tanpa

mengaitkannya dengan audiens sebagai pihak yang menerima efek tersebut.

Penjelasan ini didukung oleh pernyataan McQuail (2010: 468) bahwa semua

efek media harus dimulai dengan perhatian, atau ‘exposure’ pada pesan media

yang dilakukan oleh individu. Menurut McQuail (2010: 463), efek media dapat

terjadi pada beberapa tingkat (level of occurence) di dalam kehidupan sosial,

antara lain tingkat individu, kelompok atau organisasi, lembaga sosial,

masyarakat nasional, dan budaya. Sedangkan dimensi efek media meliputi efek

kognitif (pengetahuan, pikiran, dan opini), efek afektif (emosi, perasaan, dan

sikap), dan efek behavioral (perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu).

Efek dari penggunaan media dan konsumsi konten media yang terjadi

dapat berbeda antara satu orang dengan orang lainnya, bahkan dengan konten

media yang sama. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor lain di luar konten

media yang dapat mempengaruhi terjadinya efek pada audiens, termasuk

audiens itu sendiri. Gagasan ini memperkuat dugaan bahwa efek media tidak

sepenuhnya ditentukan oleh komunikator atau pengirim pesan yang dalam hal

ini adalah produsen konten media, tetapi juga ditentukan oleh audiens sebagai

penerima pesan. Bahkan dalam beberapa kasus, efek media terjadi karena

adanya interaksi antara pengirim dan penerima pesan. Salah satu gagasan yang

mendukung perbedaan efek media pada tiap individu adalah pendekatan milik

DeFleur dan Ball-Rokeach tentang perbedaan individu (individual differences).

“Perspektif perbedaan individu menunjukkan bahwa pesan media

mengandung atribut stimulus tertentu yang memiliki interaksi berbeda

dengan karakteristik kepribadian audiens. Karena terdapat perbedaan

individu dalam karakteristik kepribadian di antara audiens, maka wajar

untuk berasumsi bahwa akan ada variasi dalam hal efek sesuai dengan

perbedaan-perbedaan individu tersebut” (DeFleur dan Ball-Rokeach

dalam Bittner, 1986: 402)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

13

Teori yang dianggap paling tepat dalam membahas efek media, tetapi

tetap memperhatikan perbedaan individu adalah teori S-O-R (stimulus-

organism-response). Teori ini merupakan modifikasi dari teori S-R (stimulus-

response) dengan menekankan pada pentingnya faktor manusia. Hal ini

ditandai dengan istilah organism yang menengahi antara stimulus dan respons

(Ball-Rokeach dalam Miller, 2002: 238). Teori S-O-R mengusung gagasan

bahwa manusia memiliki peran yang sangat penting dalam hal penerimaan

stimulus dan pembentukan respon. Dalam teori ini terdapat tiga elemen, yaitu:

a. Stimulus (S)

Yang dimaksud dengan stimulus adalah pengaruh eksternal yang

dapat memberikan rangsangan pada individu yang berperan sebagai

komunikan sehingga pada akhirnya komunikan memberikan respon

terhadap stimulus tersebut.

b. Organism (O)

Dalam teori S-O-R, komunikan dianggap sebagai pihak yang

dikenai stimulus, yang kemudian akan menginterpretasikan pesan tersebut

dan pada akhirnya akan memberikan reaksi sebagai respon dari stimulus

yang diterimanya. Dalam proses pembentukan reaksi atau respon yang

berupa perubahan sikap, terdapat tiga variabel penting yang menunjang

proses tersebut, yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan (Hovland

dalam Sendjaja, 2004: 5.15).

c. Response (R)

Dalam teori ini, efek yang muncul merupakan reaksi atau respon

yang bersifat khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat

mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi

komunikan (Effendy, 2003: 254). Respon tersebut dapat berupa perubahan

cara pandang, sikap, maupun perilaku individu terhadap suatu hal.

Stimulus yang diberikan kepada organisme/komunikan dapat diterima

atau ditolak. Jika stimulus diterima, berarti stimulus tersebut efektif, dan

sekaligus menunjukkan bahwa ada perhatian dari organisme. Selanjutnya,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

14

terjadi proses pengertian dan penerimaan stimulus tersebut dari organisme

sehingga kemudian terbentuk respon tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa

suatu proses komunikasi akan berlangsung secara efektif, bila ada perhatian,

pengertian, dan penerimaan dari organisme (Hovland dalam Sendjaja, 2004:

5.15). Maka, dapat dikatakan pula bahwa elemen-elemen organisme digunakan

untuk menilai efektivitas dari stimulus.

Teori ini juga menyatakan bahwa terbentuknya respon yang berupa

perubahan sikap dapat terjadi jika stimulus yang menerpa organisme kontinu

dan gencar. Dengan kata lain, faktor penguatan (reinforcement) memegang

peranan yang sangat penting. Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa efek

media yang terjadi ditentukan oleh penerima pesan, yaitu audiens yang

mengonsumsi konten media Korea, yang dipengaruhi oleh perilaku mereka

ketika mengonsumsi konten media. Sedangkan, efek yang diperkirakan terjadi

berkaitan dengan minat audiens tersebut untuk mengonsumsi produk Korea.

4. Audiens sebagai Konsumen

Istilah audiens diperkenalkan oleh pelopor di bidang studi media dan

digunakan sebagai bentuk jamak untuk penerima (receiver) dalam proses

komunikasi massa (McQuail, 2010: 398). Audiens adalah orang yang

dijangkau—atau target (kelompok penerima) yang diharapkan untuk

terjangkau—oleh konten media atau saluran media tertentu. Masyarakat

merangsang media untuk menyediakan konten yang cocok bagi masyarakat,

atau media menarik masyarakat pada konten yang ditawarkan oleh media.

Gagasan pertama berpendapat bahwa media merespon kebutuhan masyarakat

pada konten media. Gagasan kedua memandang bahwa audiens diciptakan oleh

media, dimana audiens tercipta karena adanya teknologi baru di bidang media

atau mereka tertarik pada saluran media tertentu. Maka, dapat dikatakan bahwa

audiens bersifat dualitas karena ia merupakan produk (terbentuk) dari konteks

sosial sekaligus sebagai respon terhadap pola tertentu dari media.

McQuail (2010: 408) memberikan tipologi tentang bentuk audiens

(bagaimana audiens terbentuk), dengan menggunakan pembeda: (1) antara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

15

kebutuhan yang diciptakan masyarakat dan yang diciptakan media, (2) antara

tingkatan dimana proses pembentukan audiens terjadi, yaitu makro dan mikro.

Source

Society Media

Level Macro Social group or public Medium audience

Micro Gratification set Channel or content audience

Gambar 1.1 – A Typology of Media Audience Formation

Sumber: McQuail (2010: 408)

Dalam penelitian ini, tipe audiens yang diteliti adalah audiens yang

terbentuk berdasarkan saluran atau konten (audience as defined by channel or

content). Audiens ini khususnya terbentuk berdasarkan konten media Korea,

dimana dalam penelitian ini konten tersebut adalah serial drama, musik, dan

film Korea. Audiens dari konten media Korea di Indonesia bukan tercipta

karena adanya kesamaan karakteristik sosial dan budaya di lingkungan

masyarakat, melainkan karena media Korea telah berhasil menarik mereka

untuk mengonsumsi konten yang ditawarkan. Konsep audiens yang terbentuk

berdasarkan konten media juga sejalan dengan gagasan audiens sebagai pasar

(market), dimana audiens dianggap sebagai sekumpulan konsumen dari produk

media tertentu. Konsep audiens sebagai pasar lebih berfokus pada konsumsi

media yang dilakukan audiens daripada penerimaan pesan oleh audiens.

Hall (dalam Setiowati, 2008: 542) mengkategorikan audiens ke dalam

tiga tipe, dimana masing-masing audiens menginterpretasi teks media (konten

media) dengan cara berbeda.

a. Dominant (preferred) reader, merupakan audiens yang menerima secara

penuh konten media yang ditawarkan beserta hal-hal yang membentuknya.

b. Negotiated reader, merupakan audiens yang moderat, dimana ia tidak

sepenuhnya menerima konten media yang ditawarkan dan masih dapat

mempertanyakan beberapa hal di balik konten media tersebut.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

16

c. Oppositional reader, merupakan audiens yang menolak sepenuhnya konten

media yang ditawarkan beserta hal-hal yang membentuknya.

Dalam penelitian ini, audiens yang akan dipetakan hanyalah audiens

dengan identitas dominant dan negotiated karena audiens inilah yang

mengonsumsi konten media Korea. Konsep audiens ini kemudian

mengarahkan pada pembahasan yang lebih jauh mengenai penggemar dan

fandom. Istilah fandom merujuk pada sekumpulan penggemar dan pengikut

yang setia terhadap objek afeksi, dalam hal ini dapat berupa artis atau

selebritis, pertunjukan (misal: genre musik atau film tertentu), atau media itu

sendiri (seperti istilah “movie-goers” atau penggemar film). Istilah fandom juga

didefinisikan sebagai sesuatu yang kolektif, dimana penggemar berbagi

perasaan dan ketertarikan yang sama terhadap suatu objek. Mereka biasanya

diidentifikasikan dengan keterikatan yang kuat, bahkan terkadang obsesif,

terhadap objek afeksinya (McQuail, 2010: 412). Menjadi penggemar juga

umumnya melibatkan pola perilaku tambahan, misalnya dalam hal berpakaian,

berbicara, penggunaan media, konsumsi produk, dan sebagainya.

Studi media dan studi pemasaran memiliki kesamaan perhatian dalam

proses komunikasi, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda. Studi media

melihat penerima sebagai audiens dari informasi yang disebarluaskan oleh

media. Sedangkan, studi pemasaran memandang penerima sebagai konsumen

dari produk media sekaligus target dari pesan iklan, atau konsumen potensial

bagi sebuah produk dan jasa. Terkait dengan konsep audiens sebagai pasar,

disini audiens dianggap memiliki nilai ekonomi sehingga dijadikan komoditas

yang dijual oleh media kepada pengiklan. Dalam memandang iklan, audiens

menjalankan dua peran konsumen, yaitu audiens sebagai konsumen media dan

audiens sebagai konsumen produk. Audiens sebagai konsumen media

dipandang dari sudut aktivitas bermedia oleh individu, terkait dengan

pemilihan media, frekuensi dan intensitas penggunaan media, serta perolehan

terpaan dari konten media yang diakses (Puustinen, 2006: 13). Sedangkan,

audiens sebagai konsumen produk dipahami sebagai sekumpulan individu

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

17

dengan profil sosio-ekonomi yang bisa diketahui untuk sasaran komunikasi

pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan (Puustinen, 2006: 11).

Kedua peran tersebut saling berkaitan dan berhubungan sehingga

memungkinkan terjadinya kerja sama antara institusi media dengan perusahaan

produsen barang dan jasa. Media berperan sebagai mitra bagi perusahaan untuk

memasarkan produk dan jasa, sekaligus sebagai tempat pertemuan antara

produk yang ditawarkan dengan minat audiens. Sebagai imbalannya,

perusahaan membayarkan sejumlah uang kepada media yang dapat digunakan

untuk mempertahankan dan mengembangkan institusi media tersebut, termasuk

dalam hal pengembangan konten media. Selain itu, peran audiens sebagai

konsumen media dan konsumen produk juga dapat membantu perusahaan

dalam hal memahami perilaku konsumen yang berguna untuk menentukan

strategi komunikasi pemasaran yang tepat.

Konsep audiens sebagai konsumen berkaitan dengan konsep

kelompok penggemar (fandom). Penggemar merupakan contoh nyata bahwa

selain berperan sebagai konsumen media atau konten media, mereka juga

berperan sebagai konsumen produk, terutama produk-produk yang

berhubungan dengan objek afeksinya (objek yang digemari). Konsep ini

semakin menguat dalam kasus budaya populer, dimana budaya populer

dianggap sebagai penyebab semakin maraknya konsumerisme karena di dalam

budaya populer tersembunyi kepentingan-kepentingan kaum kapitalis yang

bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Konsumerisme

merupakan suatu pola pikir dan tindakan, dimana seseorang mengonsumsi

suatu produk dan jasa bukan lagi berdasarkan pada nilai gunanya (exchange

value), melainkan berdasarkan pada nilai-nilai simbolis (symbolic value) dari

produk dan jasa tersebut. Dengan kata lain, masyarakat cenderung membeli

dan mengonsumsi produk yang sesungguhnya tidak dibutuhkan hanya karena

produk tersebut dapat memperkuat eksistensi dan identitasnya di dunia sosial.

Pembahasan audiens menjadi sangat penting karena penelitian ini

berada dalam ranah efek media. Hampir setiap studi mengenai efek media juga

menjadi studi mengenai audiens, dimana audiens dikonseptualisasikan sebagai

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

18

subjek yang terkena pengaruh atau dampak dari media. Korean wave

merupakan salah satu budaya populer yang saat ini sedang melanda dunia.

Fenomena ini membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi Korea sehingga

selain memasukkan produk-produk budayanya dalam bentuk konten media,

Korea juga membawa berbagai macam produk industri ke negara-negara yang

dilanda fenomena Korean wave. Hal ini memungkinkan audiens dari konten

media Korea turut menjadi audiens dari produk-produk industri Korea dan

akhirnya terlibat dalam kegiatan konsumsi produk-produk tersebut.

5. Sikap (Attitude)

Sikap (attitude) merupakan evaluasi seseorang terhadap suatu objek.

Sikap seringkali didefinisikan dalam kecenderungan untuk menyukai atau tidak

menyukai, dengan kata lain sikap adalah evaluasi apakah suatu objek disukai

atau tidak disukai. Sikap merupakan evaluasi, perasaan emosional, dan

kecenderungan tindakan yang bertahan lama dari seseorang terhadap suatu

objek. Sikap sendiri dapat diarahkan ke suatu objek yang teridentifikasi dalam

lingkungan seperti benda, orang, isu, ide, dan lain-lain. Segala hal yang

menjadi objek dari sikap disebut sebagai objek sikap atau attitude object (Ao).

Melalui sikap, pemasar dapat mengetahui motif konsumen dalam

bertindak. Mempelajari sentralitas sikap terhadap individu dan orang lain yang

memiliki karakteristik serupa bermanfaat bagi pemasar dalam merancang

strategi komunikasi pemasaran yang tepat sasaran, walaupun dengan segmen

yang berbeda, dalam waktu bersamaan. Dalam penelitian ini, strategi yang

dilakukan oleh perusahaan Korea sebagai pemasar adalah dengan

mengasosiasikan produknya dengan sebuah kelompok atau peristiwa. Berbagai

kelompok atau peristiwa nasional dan internasional seringkali menumbuhkan

sikap positif konsumen terhadap kelompok atau peristiwa tersebut.

Kelompok atau peristiwa ini kemudian dimanfaatkan oleh produsen

atau pemasar untuk membangun sikap positif konsumen terhadap produknya

juga. Produsen ingin membangun asosiasi sikap antara produknya dengan

kelompok atau peristiwa penting yang ada, dengan cara menghubungkan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

19

keduanya. Hal inilah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Korea.

Mereka mengasosiasikan produk-produknya dengan fenomena Korean wave,

dan beberapa bahkan lebih spesifik lagi mengasosiasikan produknya dengan

selebriti Korea yang terkenal dan mendapat sikap positif dari masyarakat.

Masyarakat yang memiliki sikap positif terhadap fenomena Korean wave dan

orang atau kelompok yang terlibat di dalamnya, akan cenderung memiliki

sikap positif pula terhadap produk yang diasosiasikan dengannya.

Solomon (2011: 283) memaparkan bahwa terdapat tiga komponen

yang dapat digunakan untuk mengetahui sikap seseorang. Solomon

menggunakan istilah model ABC (ABC model of attitudes), atau sering juga

disebut dengan istilah tri-component attitude model, terdiri dari:

a. Affect (Afektif)

Komponen afektif menggambarkan emosi atau perasaan konsumen tentang

suatu objek sikap (Ao). Emosi dan perasaan seringkali menunjukkan

evaluasi secara natural.

b. Behavior (Behavioral atau Conative)

Komponen behavioral menggambarkan kecenderungan seseorang untuk

melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (Ao). Dapat

diartikan juga sebagai maksud atau niat (intention) seseorang untuk

melakukan sesuatu yang berkaitan dengan objek sikap (Ao) hingga perilaku

yang sesungguhnya terjadi (actual behavior).

c. Cognition (Kognitif)

Komponen kognitif menggambarkan pengetahuan dan persepsi konsumen

terhadap objek sikap (Ao), yang didapat dari kombinasi pengalaman

langsung dan informasi dari berbagai sumber. Pengetahuan dan persepsi

tersebut akan membentuk keyakinan (beliefs).

Untuk mengetahui sikap seseorang, peneliti tidak boleh hanya

mendasarkan pada salah satu komponen saja karena komponen-komponen

tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap komponen memiliki

dampak masing-masing dan urutan kemunculannya dapat berbeda tergantung

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

20

pada situasi. Urutan kemunculan komponen-komponen ini dibagi ke dalam tiga

kategori yang disebut Solomon sebagai hirarki efek (hierarchies of effects).

Setiap hirarki menunjukkan urutan tetap langkah-langkah yang dapat terjadi

dalam perjalanan menentukan sikap.

Gambar 1.2 – Hierarchies of Effects

Sumber: Solomon (2011: 283)

Penelitian ini akan menggunakan konsep standard-learning hierarchy.

Awalnya, seseorang membentuk kepercayaan yang berdasarkan pada

pengetahuan dan persepsi mengenai produk. Kemudian, ia mengevaluasi

kepercayaan tersebut dan membentuk perasaan mengenai produk. Dan

akhirnya, ia akan terlibat dalam perilaku yang relevan dengan komponen

kognitif dan afektif. Dengan kata lain, seseorang akan mengalami langkah

kognitif dan afektif terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap behavioral.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa komponen perilaku

(behavioral) merujuk pada intensi atau niat untuk melakukan aksi, dimana

intensi ini tidak selalu harus berujung pada aksi yang sesungguhnya. Dalam

penelitian ini, komponen behavioral merujuk pada intensi (niat) yang berupa

minat atau keinginan responden untuk mengonsumsi produk Korea, tidak

sampai pada pembelian nyata produk Korea tersebut. Selain itu, model ABC

dalam konsep sikap juga sejalan dengan dimensi dari efek media seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, dalam penelitian ini konsep

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

21

sikap (attitudes) dapat digunakan untuk mengukur atau memetakan minat

mengonsumsi produk Korea dari responden.

G. KERANGKA KONSEP

Penelitian ini berada dalam ranah efek media yang bertujuan untuk

mengetahui konsumsi konten media Korea dan pengaruhnya terhadap minat

mengonsumsi produk Korea di kalangan perempuan muda Indonesia. Pemilihan

perempuan sebagai subjek penelitian (responden) disebabkan oleh asumsi bahwa

konsumen utama dari konten media Korea adalah perempuan. Begitu pula dengan

pemilihan rentang usia pemuda yang didasarkan pada pertimbangan bahwa

pemuda merupakan konsumen utama dari suatu budaya populer. Di sini, peneliti

menggunakan rentang usia pemuda (youth) yang didefinisikan oleh PBB (United

Nations), yaitu 15 – 24 tahun (http://www.unesco.org/new/en/social-and-human-

sciences/themes/youth/youth-definition/, diakses pada 10 Juli 2013). Penjelasan

mengenai perempuan muda Indonesia sebagai subjek penelitian ini akan

dipaparkan lebih lanjut dalam Bab III.

Peneliti menggunakan teori S-O-R sebagai dasar untuk memetakan

fenomena ini. Peneliti mengasumsikan bahwa perilaku audiens dalam

mengonsumsi konten media Korea merupakan faktor yang mempengaruhi minat

mereka untuk mengonsumsi produk Korea. Maka, perilaku konsumsi konten

media Korea ini akan diturunkan ke dalam konsep stimulus dan organisme. Di

sini yang berperan sebagai stimulus adalah eksposur konten media Korea yang

diukur berdasarkan kuantitas konten media Korea yang dikonsumsi oleh audiens.

Pada dasarnya, konten media Korea mengandung pesan-pesan, yang jika

dikonsumsi dapat menimbulkan efek tertentu pada audiensnya. Oleh karena itu,

eksposur yang diterima audiens melalui konten media Korea yang dikonsumsinya

dapat dijadikan sebagai stimulus yang akan mempengaruhi terjadinya efek

tersebut. Konten media Korea yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan

produk budaya Korea yang didistribusikan ke berbagai negara dan dibatasi hanya

pada tiga konten media terpopuler, yaitu serial drama, musik, dan film.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

22

Organisme dalam penelitian ini adalah perempuan muda Indonesia,

dimana yang menjadi fokusnya adalah perilakunya ketika mengonsumsi konten

media Korea yang diukur berdasarkan perhatian, pengertian, dan penerimaan

terhadap konten media Korea tersebut. Ketiga proses ini selanjutnya akan disebut

dengan istilah intensitas atau keterlibatan dalam mengonsumsi konten media

Korea. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa stimulus dapat diterima

atau ditolak, yang berimplikasi pada efektivitas stimulus tersebut untuk

mempengaruhi terbentuknya respon tertentu. Di sini, organisme memiliki peran

untuk menilai efektivitas tersebut.

Dalam penelitian ini, stimulusnya berupa eksposur konten media Korea

yang diukur berdasarkan kuantitas konten media Korea yang dikonsumsi. Hal ini

mengindikasikan bahwa stimulus diterima karena konten media telah dikonsumsi

oleh audiens. Hal ini juga sekaligus menunjukkan bahwa ada perhatian,

pengertian, dan penerimaan dari audiens terhadap konten media Korea tersebut

yang nantinya akan diteliti lebih jauh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

konsep stimulus dan organisme dalam penelitian ini dapat digunakan karena

sesuai dengan landasan teori.

Sementara itu, yang berperan sebagai respon adalah minat mengonsumsi

produk Korea sebagai efek dari perilaku konsumsi konten media Korea. Respon

ini akan diukur dengan menggunakan konsep sikap (attitude) konsumen yang

dirumuskan oleh Solomon melalui model ABC, yang terdiri dari komponen

kognitif, afektif, dan behavioral. Dalam penelitian ini, minat mengonsumsi produk

Korea dikategorikan masuk ke dalam komponen behavioral atau konatif.

Meskipun minat mengonsumsi masih terbatas pada maksud atau niat dan belum

sampai pada tahap pembelian produk, hal ini sudah dapat dikategorikan ke dalam

komponen behavioral. Produk Korea dalam penelitian ini tidak akan dikhususkan

pada satu produk tertentu. Namun, peneliti mengkategorikan produk-produk

Korea yang dianggap paling banyak disadari atau diketahui oleh masyarakat

Indonesia, khususnya audiens konten media Korea, antara lain: elektronik,

otomotif, kosmetik, fashion, serta foods & beverages (makanan dan minuman).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

23

Gambar 1.3 – Kerangka Konsep Penelitian

Gambar di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga

jenis variabel. Variabel pertama adalah eksposur konten media Korea, yang

berperan sebagai variabel bebas (independen). Variabel kedua adalah intensitas

mengonsumsi konten media Korea yang berperan sebagai organisme. Berdasarkan

teori S-O-R, organisme berperan sebagai penengah antara stimulus dan respon.

Maka, variabel intensitas mengonsumsi konten media Korea di sini berperan

sebagai variabel antara. Variabel ketiga adalah minat mengonsumsi produk Korea

yang berperan sebagai variabel terikat (dependen). Untuk lebih mengetahui

variabel-variabel dari gambar kerangka konsep di atas akan dijelaskan dalam tabel

operasionalisasi konsep berikut ini:

STIMULUS

Eksposur konten

media Korea

ORGANISM

Intensitas

mengonsumsi konten

media Korea

RESPONSE

Minat mengonsumsi

produk Korea

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

24

Tabel 1.1

Operasionalisasi Konsep

Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala

Stimulus Eksposur konten media

Korea

Serial drama kuantitas serial drama

yang telah ditonton Ordinal

Musik

kuantitas penyanyi

yang didengarkan

kuantitas album

musik yang dimiliki

kuantitas video musik

yang telah ditonton

Ordinal

Film kuantitas film yang

telah ditonton Ordinal

Organism Intensitas mengonsumsi

konten media Korea

Perhatian

atensi responden

ketika mengonsumsi

konten media Korea

Interval

Pengertian persepsi responden

ketika mengonsumsi Interval

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

25

konten media Korea

Penerimaan

penerimaan responden

terhadap konten

media Korea

Interval

Response Minat mengonsumsi

produk Korea

Kognitif

pengetahuan tentang

produk Korea

persepsi tentang

produk Korea

kepercayaan

responden terhadap

produk Korea

Ordinal dan Interval

Afektif

perasaan responden

terhadap produk

Korea

Interval

Behavioral

minat responden

untuk mengonsumsi

produk Korea

Interval

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

26

H. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang

dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar

dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu

peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti

maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini

terdapat tiga variabel yang masing-masing berperan sebagai variabel independen,

variabel antara, dan variabel dependen.

1. Variabel Eksposur Konten Media Korea

Eksposur konten media Korea berperan sebagai variabel independen

(X), yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan

pada variabel dependen. Eksposur ini akan diukur melalui kuantitas konten

media Korea yang dikonsumsi oleh audiens. Jenis konten media Korea yang

akan diteliti di sini diturunkan ke dalam tiga dimensi berdasarkan konten media

Korea terpopuler, yaitu serial drama, musik, dan film.

a. Dimensi serial drama (X1)

Dimensi ini menjelaskan serial drama Korea sebagai salah satu jenis konten

media yang dikonsumsi oleh audiens. Indikator dari dimensi ini adalah:

- kuantitas serial drama Korea yang telah ditonton.

b. Dimensi musik (X2)

Dimensi ini menjelaskan musik Korea sebagai salah satu jenis konten media

yang dikonsumsi oleh audiens. Indikator dari dimensi ini adalah:

- kuantitas penyanyi/pemusik Korea yang didengarkan;

- kuantitas album musik Korea yang dimiliki, baik album fisik maupun

album digital;

- kuantitas video musik Korea yang telah ditonton.

c. Dimensi film (X3)

Dimensi ini menjelaskan film Korea sebagai salah satu jenis konten media

yang dikonsumsi oleh audiens. Indikator dari dimensi ini adalah:

- kuantitas film Korea yang telah ditonton.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

27

2. Variabel Intensitas Mengonsumsi Konten Media Korea

Intensitas mengonsumsi konten media Korea berperan sebagai

variabel antara (M), yaitu variabel yang menjadi penghubung (mediator) antara

variabel independen dan variabel dependen. Variabel antara ini sering disebut

juga dengan nama variabel intervening. Suatu variabel dapat dikatakan sebagai

variabel antara apabila dengan masuknya variabel tersebut, hubungan statistik

yang semula terjadi di antara variabel independen dan dependen menjadi

berkurang atau bahkan hilang. Dengan kata lain, hubungan yang terjadi adalah

hubungan tidak langsung melalui variabel antara tersebut. Variabel ini

diturunkan ke dalam dimensi perhatian, pengertian, dan penerimaan.

a. Dimensi perhatian (M1)

Dimensi ini menggambarkan tentang perhatian responden ketika

mengonsumsi konten media Korea. Proses perhatian membantu efisiensi

penggunaan sumber daya mental yang terbatas, yang kemudian akan

membantu kecepatan reaksi responden terhadap rangsang. Indikator dari

dimensi ini adalah:

- atensi ketika mengonsumsi konten media Korea, berupa perhatian yang

diberikan responden terhadap konten media Korea dan atribut dari

masing-masing konten media tersebut (serial drama, musik, film).

b. Dimensi pengertian (M2)

Dimensi ini menggambarkan tentang proses responden dalam memahami

pesan stimulus yang diberikan, dalam hal ini adalah konten media Korea.

Indikator dari dimensi ini adalah:

- persepsi responden ketika mengonsumsi konten media Korea, berupa

pendapat atau opini responden terhadap konten media Korea.

c. Dimensi penerimaan (M3)

Dimensi ini menggambarkan tentang penerimaan audiens terhadap pesan

atau konten media Korea. Indikator dari dimensi ini adalah:

- penerimaan responden terhadap konten media Korea, yang dijabarkan

dengan sikap gemar—dalam hal ini apakah responden merupakan

penggemar dari konten media Korea.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

28

3. Variabel Minat Mengonsumsi Produk Korea

Minat mengonsumsi produk Korea berperan sebagai variabel

dependen (Y), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen.

Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi kognitif (cognitive), afektif (affect),

dan behavioral (behavioral/conative).

a. Dimensi kognitif (Y1)

Dimensi ini menggambarkan pengetahuan konsumen tentang produk Korea,

yang didapat dari kombinasi pengalaman langsung dan informasi dari

berbagai sumber. Pengetahuan ini nantinya akan membentuk keyakinan

(beliefs). Indikator dari dimensi adalah:

- pengetahuan tentang produk Korea dan atributnya;

- persepsi tentang produk Korea dan atributnya;

- kepercayaan responden terhadap produk Korea dan atributnya.

b. Dimensi afektif (Y2)

Dimensi ini menggambarkan emosi atau perasaan konsumen tentang produk

Korea. Indikator dari dimensi adalah:

- perasaan responden terhadap produk Korea.

c. Dimensi behavioral (Y3)

Dimensi ini menggambarkan niat atau maksud (intention) seseorang untuk

melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan produk Korea hingga

perilaku yang sesungguhnya terjadi (actual behavior). Namun, dalam

penelitian ini dimensi behavioral hanya akan dibatasi pada niat atau maksud

(intention) responden untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan

dengan produk Korea, sehingga indikator dari dimensi adalah:

- minat mengonsumsi produk Korea.

I. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan generalisasi dari

fenomena konsumsi konten media Korea dan pengaruhnya terhadap minat

mengonsumsi produk Korea yang terjadi di masyarakat Indonesia. Maka,

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

29

penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian

explanatory. Menurut Singarimbun (2011: 5), penelitian explanatory adalah

suatu jenis penelitian yang digunakan untuk menjelaskan suatu hubungan

sebab-akibat (hubungan kausal) dengan cara mengadakan suatu pengujian

terhadap hipotesis awal. Sedangkan, metode penelitian yang akan digunakan

adalah metode penelitian survei. Menurut Singarimbun (2011: 3), penelitian

survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

Metode survei menghasilkan informasi kuantitatif tentang opini

publik, karakter/sikap, maupun fenomena sosial. Penelitian dengan

menggunakan metode survei dilakukan dengan tujuan untuk memahami

karakteristik dari suatu populasi sehingga nantinya akan dapat menerangkan

suatu fenomena atau peristiwa sosial. Metode explanatory survey digunakan

karena penelitian ini ingin menjelaskan mengenai hubungan antara konsumsi

konten media Korea dan minat mengonsumsi produk Korea. Di sini, eksposur

konten media Korea berperan sebagai variabel bebas (independen), sedangkan

minat mengonsumsi produk Korea berperan sebagai varibel terikat (dependen),

dengan intensitas mengonsumsi konten media Korea sebagai variabel antara

(mediator).

2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0: Konsumsi konten media Korea tidak memiliki pengaruh yang

positif terhadap minat mengonsumsi produk Korea.

H1: Konsumsi konten media Korea memiliki pengaruh yang positif

terhadap minat mengonsumsi produk Korea.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pemilihan lokasi ini dikarenakan Daerah Istimewa Yogyakarta dianggap

sebagai “Indonesia mini”, dimana banyak penduduknya yang merupakan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

30

pendatang dari berbagai penjuru daerah di Indonesia, sehingga hampir semua

ras dan etnis dari berbagai suku bangsa dapat ditemukan di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu menggambarkan

secara general mengenai fenomena konsumsi konten media Korea dan

pengaruhnya terhadap minat mengonsumsi produk Korea. Pemilihan lokasi

penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh fakta bahwa Daerah Istimewa

Yogyakarta merupakan salah satu daerah dimana fenomena Korean wave

berkembang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa jurusan

di perguruan tinggi yang mempelajari bahasa dan budaya Korea, munculnya

tempat-tempat kursus bahasa Korea, munculnya restoran-restoran yang khusus

menyajikan makanan Korea, banyaknya toko-toko pakaian yang terinspirasi

dari fashion Korea, serta sering diadakannya acara-acara yang berkaitan

dengan Korea dimana acara-acara ini mampu menarik banyak pengunjung

(misal: Korean Days, fanbase gathering, dan lain-lain).

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan individu atau segala sesuatu yang

menjadi subjek penelitian yang akan dianalisis dan sifatnya masih sangat luas.

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah perempuan usia 15 – 24

tahun yang berdomisili di DI Yogyakarta. Domisili di sini diartikan sebagai

tempat tinggal responden saat penelitian ini dilakukan, baik yang bersifat

sementara maupun permanen. Berikut adalah tabel jumlah populasi menurut

umur dan jenis kelamin.

Tabel 1.2

Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi DI

Yogyakarta berdasarkan Sensus Penduduk 2010

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

15 – 19 144.199 141.564 285.763

20 – 24 151.706 144.840 296.546

Sumber: http://sp2010.bps.go.id/

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

31

Tabel jumlah penduduk di atas sudah melingkupi penduduk yang

bermigrasi ke Yogyakarta (migrasi masuk), baik secara permanen ataupun

sementara, pada tahun diadakannya sensus penduduk (2010). Namun,

penelitian ini hanya akan menggunakan populasi yang berjenis kelamin

perempuan, maka jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 286.404 orang.

Menurut Rahayu (2008: 72), sampel adalah sebagian anggota populasi yang

dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat

mewakili populasinya. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini

berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:

N

n =

1 + N (e)2

286.404

n =

1 + 286.404 (0,05) 2

286.404

n =

717,01

n = 399,44 ≈ 400

Keterangan:

n = Ukuran Sampel

N = Ukuran Populasi

e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan (batas

kesalahan) pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau

diinginkan. Dalam penelitian ini batas kesalahan adalah 5%.

Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan sampel sebanyak 399,44

yang dibulatkan menjadi 400 orang untuk memperoleh angka genap. Maka

dapat disimpulkan bahwa sampel dari penelitian ini adalah 400 orang

perempuan usia 15 – 24 tahun di Yogyakarta.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

32

5. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah nonprobability sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang

tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota

populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan, teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah snowball sampling. Teknik ini merupakan teknik

pengambilan sampel yang digunakan ketika populasi yang akan diteliti sulit

untuk ditemukan. Dalam penelitian ini, kesulitan tersebut disebabkan oleh

syarat atau spesifikasi responden yang merupakan konsumen dari konten media

Korea, dimana spesifikasi ini tidak dapat dilihat secara kasat mata. Selain itu,

budaya pop Korea juga belum menjadi budaya yang dominan di Indonesia,

yang berarti tidak semua orang Indonesia menyukai dan mengonsumsinya.

Biasanya, konsumen konten media Korea saling berbagi informasi dan

berdiskusi dengan konsumen lainnya, serta cenderung berkumpul dengan

orang-orang yang memiliki minat sama. Teknik snowball sampling dirasa

cocok untuk digunakan karena teknik ini dilakukan secara berantai (multi-

level). Awalnya peneliti memilih beberapa sampel, kemudian sampel tersebut

dimintai partisipasinya untuk memilih atau menunjuk orang lain yang memiliki

karakteristik dan spesifikasi yang sama untuk dijadikan sampel berikutnya.

Teknik berantai ini dilakukan seterusnya hingga sampel semakin banyak dan

berhenti ketika jumlah sampel yang diinginkan peneliti telah terpenuhi. Jumlah

sampel yang awalnya sedikit kemudian semakin lama akan semakin banyak

dianalogikan seperti bola salju yang menggelinding semakin lama semakin

besar, sehingga teknik ini dinamakan dengan snowball sampling.

6. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, baik

untuk data primer maupun data sekunder, antara lain:

a. Data primer, merupakan data utama yang digunakan dalam penelitian dan

diperoleh secara langsung dari subjek penelitian. Untuk mendapatkan data

primer, peneliti menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada sampel

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

33

penelitian yang telah ditetapkan, yaitu 400 perempuan usia 15-24 tahun di

Yogyakarta.

b. Data sekunder, merupakan data yang menunjang penelitian dan didapatkan

dari berbagai literatur, seperti buku, jurnal, makalah, artikel, dan

sebagainya.

7. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada penelitian ini, metode uji validitas dilakukan terhadap 30

kuesioner awal yang terkumpul (pilot test) dengan menggunakan Pearson test,

yaitu membandingkan nilai angka rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel),

dimana derajat kebebasan = n - 2. Dengan sampel 30 responden, maka

didapatkan nilai derajat kebebasan (dk) = 28. Selang kepercayaan (α)

ditentukan sebesar 5% maka didapatkan nilai dari rtabel adalah 0.239. Apabila

angka rhitung > 0.239, maka item kuesioner valid. Namun, bila angka rhitung ≤

0.239, maka item kuesioner dinyatakan tidak valid. Uji reliabilitas juga

dilakukan terhadap 30 kuesioner awal yang terkumpul. Reliabilitas adalah

kemampuan suatu instrumen menunjukkan kestabilan dan konsistensi dalam

mengukur konsep. Pengujian ini didasarkan pada nilai Cronbach Alpha,

dimana item kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0.6.

Hasil uji validitas dan reliabilitas akan ditampilkan pada Bab IV.

8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif dan analisis korelasional.

a. Analisis Deskriptif (Statistika Deskriptif)

Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan

pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan

informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi

mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik kesimpulan

apapun tentang gugus induknya yang lebih besar (Kuswanto, 2012: 27).

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

34

Dalam penelitian ini, analisis deskriptif yang akan dilakukan dilakukan

adalah analisis frekuensi, mean, dan cross tabulation.

b. Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test)

Menurut Gay (dalam Emzir 2007: 38), tujuan penelitian

korelasional adalah untuk menentukan hubungan antarvariabel, atau untuk

menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi. Sedangkan

menurut Suryabrata (1994: 24), tujuan penelitian korelasional adalah untuk

mendeteksi sejauh mana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi

pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.

Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi

antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1.

Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan

arah hubungan dua variabel acak. Untuk memudahkan melakukan

interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, terdapat

kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006: 87):

0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

> 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah

> 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup

> 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat

> 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat

1 : Korelasi sempurna

c. Analisis Regresi

Dalam penelitian ini, analisis akan dilakukan dengan menggunakan

model regresi dengan mediator karena adanya variabel antara (intervening)

yang memediasi antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis

ini sebenarnya merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda.

Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-

variabel penelitian. Terdapat dua jenis model dari hasil analisis regresi

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

35

dengan mediator, yaitu mediasi sempurna (complete mediation) dan mediasi

parsial (partial mediation).

Gambar 1.4 – Mediasi Sempurna

Sumber: Widhiarso (2010: 2)

Mediasi sempurna memiliki arti bahwa variabel independen (X)

tidak menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel dependen (Y),

sebaliknya variasi ini dijelaskan oleh variabel antara sebagai mediator (M).

Namun, dalam ilmu sosial kondisi ini jarang dapat dicapai karena manusia

adalah makhluk yang kompleks dan integral. Oleh sebab itu, semua atribut

cenderung selalu berkorelasi, meskipun dengan korelasinya kecil. Maka,

model mediasi sempurna ini dimodifikasi menjadi mediasi parsial, dimana

variabel independen (X) tetap memprediksi atau menjelaskan variasi yang

terjadi pada variabel dependen (Y), meskipun sedikit.

Gambar 1.5 – Mediasi Parsial

Sumber: Widhiarso (2010: 2)

Dalam regresi yang melibatkan variabel antara sebagai mediator,

terdapat tiga jenis hubungan yang masing-masing menunjukkan peranan

atau pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Pertama, hubungan

langsung antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y).

Kedua, hubungan tidak langsung, yaitu hubungan antara variabel

independen (X) dengan variabel dependen (Y) dengan adanya variabel

mediator (M). Ketiga, hubungan total yang merupakan penggabungan dari

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67354/potongan/S1-2014... · komunikasi yang disajikan oleh ... Ada lima pendekatan dalam menjelaskan

36

hubungan langsung dan hubungan tidak langsung. Di sini, akan digunakan

analisis regresi dengan metode causal step dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

Analisis regresi antara variabel independen (X) dengan variabel

dependen (Y), nilai persamaannya dapat dinamakan sebagai jalur XY.

Analisis regresi antara variabel independen (X) dengan variabel mediator

(M), nilai persamaannya dapat dinamakan sebagai jalur XM.

Analisis regresi antara variabel independen (X) dengan variabel

dependen (Y), dengan memasukkan variabel mediator (M). Nilai

persamaan dari hubungan antara variabel mediator dan dependen dapat

disebut MY, sedangkan nilai persamaan antara variabel independen dan

dependen dapat dinamakan sebagai jalur XY’.

9. Timeline Penelitian

Tabel 1.3

Timeline Penelitian

Tanggal Kegiatan

12 – 18 September 2013 Penyebaran Uji Kuesioner

19 September 2013 Uji Validitas & Uji Reliabilitas

23 September – 25 Oktober 2013 Penyebaran Kuesioner

28 Oktober – 10 November 2013 Pengolahan Data