Upload
vuongnhan
View
227
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas
tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal
division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam
konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan
pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa
implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini
diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik
dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi
bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses demokratisasi,
pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh
karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu
tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala
prinsip dasarnya.
Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah
demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya,
serta berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang
terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung
jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu
memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan.
2
Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik,
bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas
dan kompleks. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk mengatur
kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan
mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan (service), pemberdayaan
(empowerment), dan pembangunan (development). Jadi selain melaksanakan
pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan citra pelayanan, mulai dengan
diberlakukannya UU No.12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32
tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten /kota, selanjutnya PP No.41
tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, dan pada akhirnya melalui
Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri No.24 tahun 2006 tentang
penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu serta permendagri No.20 tahun
2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan
terpadu daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan
pembentukan organ untuk mengurus pelayanan perizinan yang berbentuk
badan/kantor. (Ridwan, 2009:229).
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, dijelaskan bahwa hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan
prima kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan juga harus memiliki
standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan kepastian bagi warga
penerima pelayanan.
3
Pelayanan publik pada dasarnya mencakup aspek kehidupan
masyarakat luas. Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi
melayani publik, dalam bentuk mengatur maupun menerbitkan perizinan dalam
rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan,
usaha, kesejahteraan, dan sebagainya.
Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan
memahami cara yang profesional dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Dalam konteks pemerintahan, kebutuhan masyarakat menjadi
tuntutan dan tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu, pemerintahan perlu
diselenggarakan secara dinamis, tanggap, cepat dan tepat sasaran.
Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, peran aparatur pemerintah
haruslah berfokus kepada pelayanan publik. Pemerintah harus melakukan
peningkatan sumber daya aparatur dam memperbaiki kebiasaan dari aparatur
yang dilayani oleh masyarakat menjadi aparatur yang melayani masyarakat
sehingga kualitas, efisiensi dan profesionalisme seluruh tatanan administrasi
pemerintah tercapai. Perbaikan kinerja secara khusus dalam bidang pelayanan
menjadi sangatlah penting.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 63 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik seperti prosedur pelayanan, persyaratan, kemampuan petugas pelayanan,
kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kepastian biaya
pelayanan, dan kepastian jadwal pelayanan maka pemerintah memiliki
konsekuensi untuk meningkatkan pelayanan dalam sektor pelayanan publik.
4
Salah satu isu yang sangat menarik untuk dikaji adalah berkaitan
dengan rendahnya efektivitas dalam pemberian pelayanan pada sebagian besar
instansi pemerintah. Apabila kita mengamati fenomena yang terjadi pada
masyarakat sampai saat ini masih banyak melakukan kerusuhan, unjuk rasa,
demonstrasi secara berlebihan yang diakibatkan oleh rasa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan yang tidak sesuai dengan keinginan
masyarakat. Selain itu, fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat dan yang
dikeluhkan baik itu dalam hal kepengurusan yang berwujud kepada pelayanan
dari para oknum yang terlibat pada institusi tersebut.
Berbagai penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang seringkali
dilakukan oleh pemerintah di balik misi melayani serta menciptakan
kesejahteraan, kemakmuran dan ketentraman masyarakat. Hampir setiap hari,
banyak keluhan masyarakat tentang kurang lancarnya pelayanan umum
pemerintah kepada masyarakat, praktek calo atau pihak ketiga untuk
memperlancar pengurusan, pungutan liar, atau tarif yang dikenakan melebihi
ketentuan.
Fenomena tersebut menunjukan keterbatasan kemampuan pemerintah
dalam mengoptimalisasikan fungsi pelayanan masyarakat. Hal ini juga semakin
memperburuk persepsi masyarakat tentang keberadaan pemerintah. Apabila
dibandingkan dengan sistem pelayanan oleh pihak swasta, organisasi pelayanan
pemerintah atau birokrasi pemerintah sering dikatakan lamban, mahal dan
inefisien. Di lain pihak, pelayanan sektor swasta dianggap lebih cepat, efisien,
inovatif dan berkualitas.
Lemahnya pelayanan aparatur pemerintah mengakibatkan tidak
optimalnya fungsi pelayanan kepada masyarakat. Kurang puasnya masyarakat
5
terhadap pelayanan yang diberikan, menyebabkan timbulnya keluhan dan kritik
dari masyarakat.
Karenanya menarik untuk digali lebih lanjut mengenai apakah pelayanan
perizinan khususnya pelayanan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah
memenuhi prinsip efektivitas sebagaimana mestinya dalam organ pemerintahan.
Menurut Nurmandi (1999:193) secara sederhana efektivitas dapat diartikan
sebagai tepat sasaran yang juga lebih diarahkan pada aspek keberhasilan
pencapaian tujuan. Maka efektivitas fokus pada tingkat pencapaian terhadap
tujuan dari organisasi publik. Terminologi lain mengenai efektivitas adalah ukuran
bagaimana suatu kualitas, suatu output itu dihasilkan melalui berbagai aktivitas
yang dilakukan, kemudian bagaimana mencapai outcome yang diharapkan.
IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan
lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah atau pemukiman dengan
terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas.
Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan
harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis,
suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi
tidak sah. Sehingga dengan adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian
dan jaminan hukum kepada masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan pada Dinas Pemukiman
dan Tata Ruang sebagai organisasi publik yang juga berperan untuk
menciptakan good governance sudah semestinya menciptakan pelayanan yang
transparan, sederhana, murah, tanggap dan akuntabilitasnya dapat
dipertanggungjawabkan ke publik.
6
Tapi dalam kenyataannya, banyak masalah yang timbul di lapangan,
sebagai contoh yaitu permohonan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Seperti yang terjadi di Kabupaten Tana Toraja. Banyak masyarakat membangun
rumah atau pemukiman tanpa menyurat resmi kepada dinas yang bersangkutan.
Apalagi masyarakat yang pemukimannya terletak jauh dari jalan poros. Kenapa?
Karena masyarakat terlanjur berpikir bahwa berurusan dengan birokrasi pasti
akan memakan waktu yang lama dan berbelit-belit dalam pelayanannya.
Masalah- masalah yang mungkin ada dan terjadi disebabkan oleh
adanya perilaku dari individu pegawai yang melanggar dari aturan yang berlaku
yang telah ditetapkan dari peraturan yang ada ataupun kebijakan dari instansi
tersebut baik itu yang berdasar pada peraturan daerah maupun Undang- undang
yang telah mengikat. Hal ini pula dapat terjadi karena aturan yang mungkin telah
menyalahi dari aturan mekanisme kerja yang tidak berdasar kepada standar lokal
yang sudah ada sehingga penyimpangan marak terjadi.
Permasalahannya adalah apakah Dinas Pemukiman dan Tata Ruang
Kabupaten Tana Toraja sebagai organisasi publik sudah mampu memberikan
pelayanan secara efektif dalam arti mampu memberikan pelayanan yang cepat,
tepat, transparan dan tanggap terhadap kepentingan pelanggan (bisa berbentuk
tuntutan, kebutuhan dan harapan masyarakat).
Sebagai contoh permohonan pengurusan surat Izin Mendirikan
Bangunan (IMB). Waktu normal yang dibutuhkan untuk mengurus permohonan
IMB ini adalah maksimal dua belas hari lamanya. Namun kenyataan yang
dijumpai di lapangan berbeda. Permohonan IMB memerlukan waktu yang lebih
7
dari dua belas hari untuk terbit. Oleh karena itu, dilakukan penelitian penelitian
dengan judul :
“Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas
Pemukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja”
I.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu
penelitian. Hal ini senada dengan pendapat yang mengatakan agar penelitian
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis merumuskan
masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi
dengan apa (Arikunto, 1993:17).
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah
Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas Pemukiman dan
Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja sudah efektif?”.
I.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yanng ada, maka tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui Efektivitas Pelayanan Pada Dinas Pemukiman dan Tata
Ruang Kabupaten Tana Toraja.
I.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni:
8
1. Manfaat Akademik
Dapat membantu civitas akademika yang ingin mengetahui tentang
pelayanan publik yang efektif.
2. Manfaat Praktis
Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan
informasi yang terkait dengan efektivitas pelayanan publik dan referensi
untuk penelitian selanjutnya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Konsep Efektivitas
II.1.1. Defenisi Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti
berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
populer mendefenisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna
atau menunjang tujuan. Efektivitas menurut arti harfiahnya adalah suatu efek
atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Untuk itu The Liang Gie
dkk (1997:147) merumuskan efektivitas adalah:
“Suatu kegiatan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu makan dapat dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki”
Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atas sasaran
yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Sementara itu terdapat pengertian
lain, yaitu “Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.
Kata efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisiensi, karena
keduanya memilki arti yang berbeda walaupun dalam berbagi pengunaan kata
efisiensi lekat dengan kata efektivitas. Efisiensi mengandung pengertian
perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung
dihubungkan dengan pencapaian tujuan. Kamus Ilmiah Populer mendefinisikan
efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.
10
Efektifitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah
kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.
Efektifitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran
yang telah ditetapkan. Lagi pula bila makin besar kemajuan yang diperoleh ke
arah tujuan, organisasi makin efektif pula. Pengertian efektifitas secara umum
menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu
ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat,
1986 menjelaskan bahwa :
“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase
target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Pernyataan efektif di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa ada
akibat yang ditimbulkan dan merupakan hasil dari yang diinginkan atas yang
diupayakan dengan memberikan suatu hal yang lebih menguntungkan atau
memberi rasa kepuasan. Efektif sendiri menjadi suatu bagian dari upaya atau
kegiatan yang mengarah kepada suatu pencapaian sasaran akan memberikan
suatu bentuk yang cukup baik karena yang telah diinginkan menjadi tercapai.
Dengan demikian maka dampak dari perkataan efektif adalah dapat
berpengaruh dalam suatu proses pelaksanaan kegiatan dan hasil akhirnya
menunjukkan bahwa ada kenyataan yang sesuai dengan keinginan yang
dikehendaki. Efektif sendiri adalah bagian dari efisiensi namun secara substansi
keduanya berbeda didalam penerapannya.
11
Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui
konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan
apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk, atau
manajemen organisasi. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan
organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau
dari sisi masukan (input) maupun keluaran (output). Suatu kegiatan dikatakan
efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur,
sedangkan efektif bila kegiatan bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan
benar dan dapat memberikan hasil yang bermanfaat.
Selanjutnya Martani dan Lubis (1987:55), menyatakan bahwa :
“Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi disebut efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya”.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penekanan dari
pengertian efektivitas berada pada pencapaian tujuan. Ini berarti dapat dikatakan
efektif apabila tujuan atau sasaran yang dikehendaki dapat tercapai sesuai
dengan rencana semula dan menimbulkan efek atau dampak terhadap apa yang
diinginkan atau diharapkan.
II.1.2. Pendekatan Pengukuran Efektivitas Organisasi
Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana
atau target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai, maka usaha atau
hasil pekerjaan tersebut itulah yang dikatakan efektif, namun jika usaha atau
hasil pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan apa yang
direncanakan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.
12
Hari Lubis dan Martani Huseini (1987:55), menyatakan efektifitas
sebagai konsep yang sangat penting dalam organisasi karena menjadi ukuran
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Karenanya, pengukuran
efektifitas bukanlah hal yang sederhana mengingat perbedaan tujuan masing-
masing organisasi dan keragaman tujuan organisasi itu sendiri.
Lebih lanjut, Hari Lubis dan Martani Huseini (1987:55),menyebutkan 3
(tiga) pendekatan utama dalam pengukuran efektifitas organisasi, yaitu :
1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas
dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi
untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Pendekatan ini didasarkan pada teori
mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya,
karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan
lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang
merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga
dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber
yang terdapat pada lingkungan seringkali bersifat langka dan bernilai
tinggi.
2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh
mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses
internal atau mekanisme organisasi. Pendekatan proses menganggap
efektifitas sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga
internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan
lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara
terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan
13
melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan
terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh lembaga, yang
menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan lembaga.
3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada
output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output)
yang sesuai dengan rencana. Pendekatan ini mencoba mengukur
sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang
hendak dicapai. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran
efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk
memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi Official Goal.
Dari ketiga pendekatan tersebut dapat dikemukakan bahwa efektivitas
organisasi merupakan suatu konsep yang mampu memberikan gambaran
tentang keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya. Dalam hal
ini penulis menggunakan pendekatan proses (process approach) untuk
mengukur Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas
Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja. Mengingat Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu berorentasi pada pelayanan publik maka
pendekatan proses (process approach) melihat kegiatan internal organisasi dan
mengukur efektivitas melalui indikator internal seperti efesiensi dalam pelayanan,
daya tanggap petugas, sarana dan prasarana, semangat kerjasama dan loyalitas
kelompok kerja, serta hubungan antara pimpinan dan bawahan. Pendekatan
proses (internal process approach), menganggap efektivitas sebagai efesiensi
dan kondisi kesehatan organisasi internal, yaitu Kegiatan dan proses internal
organisasi yang berjalan dengan lancar.
14
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapai tujuan secara efektif
atau tidak, sebagaimana yang dikemukakan oleh S.P Siagian (1978:77) yaitu:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3. Proses analisis dan perumusan kebijakanaan yang mantap
4. Penyusunan program yang matang
5. Penyusunan program yang mantap
6. Tersedianya sarana dan prasarana
7. Pelaksanaan efektif dan efisien
8. Sistem pengawasan yang bersifat mendidik
Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L.
Ballachey dalam bukunya “Individual and Society” yang dikutip Sudarwan Danim
(2004:119), menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut :
1) Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa
kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil
dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input)
dengan keluaran (output).
2) Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini
dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat
kualitatif (berdasarkan pada mutu).
3) Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif
dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan
kemampuan.
15
4) Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi
dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling
memiliki dengan kadar yang tinggi.
II.1.3. Konsep Efektivitas Organisasi
S.P. Siagian (1993:68) mengemukakan beberapa kriteria atau ukuran
tentang pencapaian tujuan yang efektif atau tidak sebagai berikut:
Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, kejelasan strategi pencapai
tujuan, proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, tersedianya
sarana dan prasarana yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan
pengendalian yang bersifat mendidik.
Efektivitas kerja organisasi sangat tergantung dari efektivitas kerja dari
orang-orang yang bekerja didalamnya. Ada beberapa kriteria yang dapat
digunakan untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan
pelayanan (Sondang P. Siagian, 1996:60) antara lain :
1. Faktor waktu
Faktor waktu di sini maksudnya adalah ketepatan waktu dan
kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat tidaknya atau cepat
tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari satu orang ke orang lain.
Terlepas dari penilaian subjektif yang demikian, yang jelas ialah faktor
waktu dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran efektivitas kerja.
16
2. Faktor kecermatan
Faktor kecermatan dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat
efektivitas kerja organisasi yang memberikan pelayanan. Faktor
kecermatan disini adalah faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada
pelanggan. Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak
terlalu tinggi kepada pemberi pelayan, apabila terjadi banyak kesalahan
dalam proses pelayanan, meskipun diberikan dalam waktu yang singkat.
3. Faktor gaya pemberian pelayanan
Gaya pemberian pelayanan merupakan salah satu ukuran lain
yang dapat dan biasanya digunakan dalam mengukur efektivitas kerja.
Yang dimaksud dengan gaya disini adalah cara dan kebiasaan pemberi
pelayanan dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Bisa saja si
pelanggan merasa tidak sesuai dengan gaya pelanggan yang diberikan
oleh pemberi pelayanan. Jika berbicara tentang sesuatu hal yang
menyangkut kesesuaian, sesungguhnya apa yang dibicarakan termasuk
hal yang tidak terlepas kaitannya dengan nilai-nilai sosial yang dianut oleh
orang yang bersangkutan.
Selanjutnya, Ricard M Steers (1986:209), mengemukakan ada 4 faktor
utama atas efektivitas organisasi:
1. Ciri Organisasi
Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi
tertentu dari efektivitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur,
ditemukan bahwa meningkatnya produktivitas dan efisiensi sering
merupakan hasil dari meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran
17
organisasi, sentralisasi pengambilan keputusan dan formalisasi.
Walaupun produktivitas dan efisiensi cenderung mempunyai hubungan
yang positif dengan beberapa variabel. Bukti ini menunjukan bahwa para
manajer bertanggung jawab mengidentifikasikan dengan jelas sasaran-
sasaran pokok dan mengenali akibat terhadap sikap dan prilaku individu
oleh variasi struktur yang ditujukan pada sasaran itu.
2. Ciri Lingkungan
Lingkungan luar dan dalam juga dinyatakan berpengaruh atas
efektivitas. Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampak
amat bergantung pada 3 variabel kunci yaitu: 1) Tingkat keterdugaan
keadaan lingkungan, 2) Ketepatan persepsi dan 3) Tingkat rasionalitas
organisasi.
Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan organisasi terhadap perubahan
lingkungan. Makin tepat tanggapannya, makin berhasil adaptasi yang
dilakukan oleh organisasi.
3. Ciri Pekerja
Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektivitas adalah para
pekerja itu sendiri. Karena perilaku merekalah yang dalam jangka
panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan
organisasi. Sarana pokok untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan
ini dari pekerja adalah mengintegrasikan tujuan pribadi dengan sasaran.
Jika pekerja dapat memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan pribadi
dengan kerja mencapai sasaran organisasi adalah logis untuk membuat
18
asumsi bahwa baik keterikatan pada organisasi maupun prestasi kerja
akan meningkat.
4. Kebijakan dan Praktek Manajemen
Beberapa mekanisme khusus alat para manajer meningkatkan
efektivitas organisasi. Mekanisme ini meliputi penetapan strategi,
pencarian dan pemanfaatan sumber-sumber daya secara efisien,
menciptakan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan
pengambilan keputusan, adaptasi dan inovasi organisasi.
Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, efektivitas suatu
konsep yang dapat dipakai sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan suatu
organisasi yang dapat diwujudkan dengan memperhatikan faktor biaya, tenaga,
waktu, sarana dan prasrana serta tetap memperhatikan resiko dan keadaan yang
dihadapi.
II.2. Konsep Pelayanan
Istilah pelayanan berasal dari kara “layan” yang artinya membantu
menyiapkan atau mengurus segala apa yang diperlukan orang lain untuk
perbuatan melayani. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pelayanan
diartikan sebagai berikut:
1. Perihal cara melayani.
2. Servis, jasa.
3. Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang/jasa.
19
L.P. Sinambela (1992:198), menyatakan pada dasarnya setiap manusia
membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa
pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.
Harbani Pasolong (2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat
didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik
langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.
Beberapa pakar yang memberikan pengertian mengenai pelayanan
diantaranya adalah Moenir (Harbani Pasolong, 2007:128). Harbani Pasolong
(2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas
seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak
langsung untuk memenuhi kebutuhan
Hasibuan mendefinisikan pelayanan sebagai kegiatan pemberian jasa
dari satu pihak ke pihak lain, dimana pelayanan yang baik adalah pelayanan
yang dilakukan secara ramah tamah dan dengan etika yang baik sehingga
memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang menerima.
Menurut Kotler dalam Sampara Lukman (2000:8) mengemukakan,
pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan
atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada
suatu produk secara fisik.
Selanjutnya Sampara Lukman (2000:5) pelayanan merupakan suatu
kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang
lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan pelanggan.
20
Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos dalam
Ratminto (2005:2) yaitu pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian
aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi akibat adanya interaksi
antara konsumen dengan karyawan atau hal-hak lain yang disediakan oleh
perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan
permasalahan konsumen/pelanggan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perdayagunaan Aparatur Negara
Nomor 63 Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan umum sebagai:
“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Dari defenisi tersebut diatas, pelayanan publik atau pelayanan umum
dapat didefenisikan sebagai aspek bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barang publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan
oleh instansi pemerintahan di puast, di daerah, di lingkungan BUMN,
dilingkungan BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangu-undangan.
Sedangkan Moenir (2001:26-27) memberikan pengertian pelayanan
sebagai berikut:
“Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oelh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur atau metode tertentu dalam rangka memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”.
Selain asas-asas pelayanan publik yang harus diterapkan dalam
pelayanan publik, penyelenggaraan publik harus memperhatikan dan
21
menerapkan prinsip pelayanan publik, yang berdasarkan Keputusan Menpan
Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus
memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Keserhanaan.
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan.
Kejelasan mencakup persyaratan teknis, administrasi pelayanan publik,
unit kerja, biaya.
3. Kepastian waktu.
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
4. Akurasi.
Pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan.
Proses dan produk pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan dan penyelesaian keluhan.
6. Tanggung jawab.
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/personalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana.
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk sarana teknologi telekomunikasi dan
telematika.
22
8. Kemudahan akses.
9. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau masyarakat, dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan
informatika.
Pelayanan hendaknya memuaskan keinginan masyarakat. Oleh karena
itu, pemerintah harus selalu memperhatikan keinginan masyarakat dari berupaya
untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Layanan umum bentuknya tidak terlepas dari 3 macam, yaitu layanan
dengan lisan, layanan melalui tulisan dan layanan dengan perbuatan. Hal ini
dikemukakan oleh Moenir (1995:190-196) dalam bentuk layanan-layanan di
bawah ini:
1) Layanan dengan lisan.
Layanan dilakukan dengan lisan oleh petugas-petugas dibidang
Hubungan Masyarakat (HUMAS), bidang layanan informasi dan bidang-
bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan
kepada siapa pun yang memerlukan.
2) Layanan dengan tulisan.
Agar layanan tulisan ini memuaskan pihak yang dilayani, satu hal
harus diperhatikan ialah faktor kecepatan, baik dalam pengelolaan
masalah maupun dalan proses penyelesaian (pengetikan,
penandatanganan dan pengiriman kepada yang bersangkutan).
Layanan tertulis terdiri atas dua golongan, pertama layanan berupa
petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang-orang yang
berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan
23
instansi atau lembaga. Kedua, layanan berupa reaksi tertulis atas
permohonan, laporan, keluhan, pemberitahuan dll.
3) Layanan berbentuk perbuatan.
Layanan dalam bentuk perbuatan 70%-80% dilakukan oleh
petugas-petugas tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian
dan keterampilan petugas tersebut sangat menetukan terhadap hasil
perbuatan atau pekerjaan. Layanan perbuatan dan layanan lisan sering
bergabung. Jadi tujuan utama orang yang berkepentingan ialah mendapat
pelayanan dalam bentuk perbuatan dan layanan lisan sering bergabung.
Jadi tujuan utama orang yang berkepentingan adalah mendapat
pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar
penjelasan dan kesanggupan secara lisan.
II.2.1. Jenis-jenis Pelayanan
Pengelompokan jenis pelayanan umum pada dasarnya dilakukan dengan
melihat jenis jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi. Tjiptono (dalam
Santosa, 2008:61) menyimpulkan pendapat beberapa ahli mengenai jenis-jenis
jasa sebagai berikut:
1. Dilihat dari pangsa pasarnya, dibedakan antara pelayanan:
a. Jasa kepada konsumen akhir.
b. Jasa kepada konsumen organisasional.
2. Dilihat dari tingkat keberwujudan, dibedakan antara pelayanan
a. Jasa barang sewaan.
b. Jasa barang milik konsumen.
c. Jasa untuk bukan barang.
24
3. Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, dibedakan antara
a. Pelayanan profesional.
b. Pelayanan non-profesional.
4. Dilihat dari tujuan organisasi, dibedakan antara:
a. Pelayanan komersial.
b. Pelayanan nirlaba.
5. Dilihat dari pengaturannya, dibedakan antara:
a. Pelayanan yang diatur.
b. Pelayanan yang tidak diatur.
6. Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, dibedakan menjadi:
a. Pelayanan yang berbasis pada alat.
b. Pelayanan yang berbasis pada orang.
7. Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan, dibedakan
menjadi:
a. pelayanan dengan kontrak tinggi.
b. Pelayanan dengan kontrak rendah.
Menurut Ahmad Batinggi (1998:21) terdapat tiga jenis layanan yang bisa
dilakukan oleh siapapun, yaitu :
1. Layanan dengan lisan
Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas - petugas di bidang
Hubungan Masyarakat ( HUMAS ), bidang layanan Informasi, dan bidang-
bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan
kepada siapapun yang memerlukan. Agar supaya layanan lisan berhasil
sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat - syarat yang harus dipenuhi
oleh pelaku layanan yaitu:
25
a. Memahami masalah - masalah yang termasuk ke dalam bidang
tugasnya.
b. Mampu memberikan penjelasan apa yang diperlukan, dengan lancar,
singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang
memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.
c. Bertingkah laku sopan dan ramah
2. Layanan dengan tulisan
Layanan melalui tulisan merupakan bentuk layanan yang paling
menonjol dalam melaksanakan tugas. Sistem layanan pada abad
Informasi ini menggunakan sistem layanan jarak jauh dalam bentuk
tulisan.
Layanan tulisan ini terdiri dari 2 (dua) golongan yaitu, berupa
petunjuk Informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang - orang yang
berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan
instansi atau lembaga pemerintah. Kedua, layanan berupa reaksi tertulis
atau permohonan laporan, pemberian/ penyerahan, pemberitahuan dan
sebagainya. Adapun kegunaannya yaitu :
a. Memudahkan bagi semua pihak yang berkepentingan.
b. Menghindari orang yang banyak bertanya kepada petugas
c. Mamperlancar urusan dan menghemat waktu bagi kedua pihak, baik
petugas maupun pihak yang memerlukan pelayanan.
d. Menuntun orang ke arah yang tepat
3. Layanan dengan perbuatan
Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan dilakukan oleh
petugas-petugas yang memiliki faktor keahlian dan ketrampilan. Dalam
26
kenyataan sehari - sehari layanan ini memang tidak terhindar dari layanan
lisan jadi antara layanan perbuatan dan lisan sering digabung. Hal ini
disebabkan karena hubungan pelayanan secara umum banyak dilakukan
secara lisan kecuali khusus melalui hubungan tulis yang disebabkan oleh
faktor jarak.
Lebih lanjut (Wirjatmi, 2006:11) mengemukakan klasifikasi pelayanan
publik, yaitu:
1. Pelayanan administratif, yaitu pelayanan publik yang menghasilkan
berbagai produk dokumen resmi yang dibutuhkan masyarakat. Produk ini
meliputi status kewarganegaraan, status usaha, sertifikat kompetensi,
kepemilikan, atau penguasaan atas barang. Wujud dari produk tersebut
adalah dokumen-dokumen resmi, seperti SIUP, ijin trayek, ijin usaha,
akta, kartu tanda penduduk, sertifikat tanah, dan lain sebagainya.
2. Pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
jasa yang dibutuhkan masyarakat. Misalnya, pendidikan, kesehatan,
peneyelenggaraan transportasi, dan lain sebagainya.
3. Pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan jenis barang yang
dibutuhkan masyarakat. Misalnya, jaringan telepon, listrik, air bersih, dan
sebagainya.
II.2.2. Kualitas Pelayanan Publik
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah
memuaskan masyarakat. (Sinambela, 2008:6) mengatakan bahwa untuk
mencapai kepuasan bagi penerima pelayanan maka dituntut kualitas pelayanan
yang tercermin dari:
27
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan denga tetap berpegang
pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
4. Pertisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat
dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial,
dan lain-lain.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.
Gasperz dalam buku Manajemen Kualitas Pelayanan yang disusun oleh
Sampara Lukman mendefenisikan bahwa:
“Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas pengguna produk”.
Pada hakekatnya, kualitas pelayanan publik dapat diketahui dengan
cara membandingkan persepsi para pelanggan (masyarakat) atas pelayanan
yang sesungguhnya mereka inginkan. Apabila pelayanan dalam prakteknya yang
28
diterima oleh masyarakat sama dengan harapan atau keinginan mereka, maka
pelanggan tersebut dikatakan sudah memuaskan atau sudah berkualitas.
Zeithalm (Rakhmat, 2009), mengatakan ada dua faktor utama yang
mempengaruhi kualitas layanan, yaitu Expectative Service (pelayanan yang
diharapkan) dan Perceived Service (pelayanan yang diterima). Karena kualitas
pelayanan berpusat pada pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk
mengimbangi harapan pelanggan, maka Zeithaml mendefinisikan bahwa
pelayanan yang seharusnya adalah penyampaian pelayanan secara excelent
atau superior dibandingkan dengan pemenuhan harapan konsumen. Artinya
pelayanan yang diberikan seharusnya melebihi harapan konsumen agar tercipta
kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan.
Pelayanan birokrasi yang berkualitas, oleh Sinambela (2010:43)
didefinisikan melalui ciri-ciri berikut:
1. Pelayanan yang bersifat anti birokratis
2. Distribusi pelayanan
3. Desentralisasi dan berorientasi kepada klien
Adapun pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat menurut Moenir
(2006:41-44) adalah sebagai berikut:
1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan
yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadangkala dibuat-buat
2. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau hal-hal
yang bersifat tidak wajar.
3. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap
kepentingan yang sama, tertib, dan tidak pandang bulu.
29
4. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan
karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknhya
diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang
tidak jelas.
Menurut Gasper (1997:2), karakteristik atau atribut yang harus
diperhitungkan dalam perbaikan kualitas jasa pelayanan ada 10 (dimensi), antara
lain sebagai berikut :
1. Kepastian waktu pelayanan
Ketetapan waktu yang di harapkan berkaitan dengan waktu
proses atau penyelesaian, pengiriman, penyerahan, jaminan atau garansi
dan menanggapi keluhan.
2. Akurasi pelayanan
Akulturasi pelayanan berkaitan dengan reabilitas pelayanan,
bebas dari kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan
Dalam memberikan pelayanan personil yang berada di garis
depan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan harus dapat
memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan. Sentuhan pribadi
yang menyenangkan tercermin melalui penampilan, bahasa tubuh dan
tutur bahasa yang sopan, ramah, lincah dan gesit.
4. Tanggung jawab
Bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan
dan penanganan keluhan pelanggan eksternal.
30
5. Kelengkapan
Kelengkapan pelayanan menyangkut lingkup (cakupan) pelayanan
ketersediaan sarana pendukung.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan
Kemudahan mendapatkan pelayanan berkaitan dengan
banyaknya petugas yang melayani dan fasilitas yang mendukung.
7. Pelayanan pribadi
Pelayanan pribadi berkaitan dengan ruang/tempat pelayanan
kemudahan, ketersediaan, data/Informasi dan petunjuk – petunjuk.
8. Variasi model pelayanan
Variasi model pelayanan berkaitan dengan inovasi untuk
memberikan pola baru pelayanan.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan
Kenyamanan pelayanan berkaitan dengan ruang tunggu/tempat
pelayanan, kemudahan, ketersediaan data dan Informasi dan petunjuk-
petunjuk.
10. Atribut pendukung pelayanan
Yang dimaksud atribut pendukung pelayanan dalam hal ini adalah
sarana dan prasarana yang diberikan dalam proses pelayanan.
II.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan
Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor yang penting guna
tercipta dan terwujudnya pelaksanaan secara efektif. Seperti yang dikemukakan
oelh H.A.S Moenir adalah sebagai berikut:
31
a. Faktor kesadaran
Kesadaran menunjukkan suatu keadaan pada jiwa seseorang,
yaitu merupakan titik temu atau equilibrum dari berbagai pertimbangan
sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati dan
keseimbangan dalam jiwa yang bersangkutan. Dengan adanya
kesadaran pada pegawai atau petugas, diharapkan mereka dapat
melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, dan
disiplin.
b. Faktor aturan
Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan
perbuatan seseorang. Dalam organisasi kerja aturan dibuat oleh
manajemen sebagai pihak yang berwenang mengatur segala sesuatu
yang ada di organisasi kerja tersebut. Peraturan tersebut harus diarahkan
kepada manusia sebagai subyek aturan, artinya mereka yang membuat,
menjalankan dan mengawasi pelaksanaan aturan itu, maupun manusia
sebagai subyek aturan.
c. Faktor organisasi
Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda dengan
organisasi pada umumnya, namun terdapat beberapa perbedaan dalam
penerapannya. Sasaran pelayanan ditunjukkan secara khusus kepada
manusia yang memiliki watak dan kehendak yang multikompleks.
Organisasi perusahaan yang dimaksud yakni mengorganisir fungsi
pelayanan baik struktur maupun mekanismenya yang akan berperan
dalam mutu dan kelancaran pekerjaan.
32
d. Faktor pendapatan
Pendapatan ialah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan
atas tenaga dan atau pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau
badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, maupun fasilitas, dalam
jangka waktu tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus dapat
memenuhi kebutuhan bak untuk dirinya sendiri maupun keluarga.
e. Faktor kemampuan dan keterampilan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang dalam hubungan
dengan tugas/pekerjaan berarti dapat melakukan tugas/pekerjaan
sehingga menghasilkan batang atau jasa sesuai dengan yang
diharapkan. Kata kemampuan dengan sendirinya juga merupakan kata
sifat/keadaan yang ditujukan pada sifat atau keadaan seseorang yang
dapat melaksanakan tugas/pekerjaan atas dasar ketentuan-ketentuan
yang ada.
f. Faktor sarana pelayanan
Sarana pelayanan yang dimaksud adalah segala jenis peralatan,
perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat
utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial
dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang membangun dalam
organisasi kerja tersebut. Peranan sarana pelayanan sangat penting
dismping unsur manusianya sendiri, antara lain (1) sarana kerja yang
meliputi peralatan kerja, perlengkapan kerja dan perlengkapan bantu atau
fasilitas, (2) fasilitas pelayanan yang meliputi fasilitas ruangan, telepon
umum dan alat panggil.
33
Faktor-faktor pendukung pelayanan menurut Moenir dalam bukunya
yang berjudul “Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia”, faktor tersebut dapat
mempengaruhi pelayanan, adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor kesadaran
Adanya kesadaran dapat membawa seseorang kepada keikhlasan
dan kesungguhan dalam menjalankan atau melaksanakan suatu
kehendak. Kehendak dalam lingkungan organisasi kerja tertuang dalam
bentuk tugas, baik tertulis maupun tidak tertulis, mengikat semua orang
dalam organisasi kerja. Karena itu dengan adanya kesadaran pada
pegawai atau petugas, diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan
penuh keikhlasan, kesungguhan dan disiplin. Kelebihan dan tingkah laku
orang lain jika disadari lalu dikembangkan dapat menjadi faktor
pendorong bagi kemajuan dan keberhasilan.
2. Faktor aturan
Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan
perbuatan orang. Makin maju dan majemuk suatu masyarakat makin
besar peranan aturan dan dapat dikatakan orang tidak dapat hidup layak
dan tenang tanpa aturan. Oleh karena itu aturan demikian besar dalam
hidup masyarakat maka dengan sendirinya aturan harus dibuat, dipatuhi,
dan diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan
maksudnya. Dalam organisasi kerja dibuat oleh manajemen sebagai
pihak yang berwenang mengatur segala sesuatu yang ada di organisasi
kerja tersebut. Oleh karena setiap orang pada akhirnya menyangkut
langsung atau tidak langsung kepada orang, maka masalah manusia
serta sifat kemanusiaannya harus menjadi pertimbangan utama.
34
Pertimbangan harus diarahkan kepada sebagai subyek aturan, yaitu
mereka yang akan dikenai aturan itu.
3. Faktor organisasi
Organisasi pada dasarnya tidak berbeda dengan organisasi pada
umunya, namun ada perbedaan sedikit dalam penerapannya, karena
sasaran pelayanan ditujukan secara khusus, kepada manusia yang
mempunyai dan kehendak multikompleks, kepada manusia yang
mempunyai dan kehendak multikompleks. Oleh karena itu organisasi
yang dimaksud disini tidak semata-mata dalam perwujudan susunan
organisasi, melainkan lebih banyak pada pengaturan dan mekanisme
kerjanya yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang memadai.
4. Faktor pendapatan
Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai
imbalan atas tenaga, dana, serta pikiran yang telah dicurahkan untuk
orang lain atau badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, maupun
fasilitas, dalam jangka waktu tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus
dapat memenuhi kebutuhan hidup baik untuk dirinya maupun
keluarganya.
5. Faktor kemampuan dan keterampilan
Kemampuan yang dimaksud disini adalah keadaan yang ditujukan
pada sifat atau keadaan seseorang dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan atas ketentuan-ketentuan yang ada. Istilah yang “kecakapan”
selanjutnya keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan pengetahuan kerja
yang tersedia. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa
35
keterampilan lebih banyak menggunakan unsur anggota badan dari pada
unsur lain.
6. Faktor sarana pelayanan
Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis
pelayanan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai
alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga
berfungsi social dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja itu. Fungsi sarana pelayanan itu
antara lain:
a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat
menghemat waktu.
b. Meningkatkan produktivitas, baik barang maupun jasa.
c. Kualitas produk yang lebih baik.
d. Kecepatan susunan dan stabilitas terjamin.
e. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang
berkepentingan.
f. Menimbulkan perasaan puas orang-orang yang berkepentingan
sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.
II.2.4. Pelayanan Perizinan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun
1993 kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan umum sebagai
segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat,
di Daerah, dan di lingkungan BUMN dan BUMD dalam bentuk barang dan jasa,
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
36
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perizinan dapat
didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya
manjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di
Daerah, dan lingkungan BUMN atau BUMD, baik dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
pelayanannya adalah izin atau warkat. (Ratminto, 2005:5).
Jadi pelayanan perizinan adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat legalitas atau melegalkan
kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu atau organisasi.
Asep Warlan Yusuf (Ridwan, 2009:92) mengatakan bahwa izin adalah
instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai
sarana hukum administrasi untuk menngendalikan perilaku masyarakat.
Sedangkan menurut Sjachran Bash izin adalah perbuatan hukum administrasi
negara yang menghasilkan peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur
sebagaimana ditetepkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pelayanan perizinan dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat, misalnya upaya instansi yang berwenang dalam memberikan
jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah maupun Izin Mendirikan
Bangunan misalnya sehingga dapat menjamin segala aktivitas. Izin Mendirikan
Bangunan diperlukan dengan maksud untuk mendirikan bangunan yang aman
tanpa gangguan yang berarti. Jadi, pelayanan perizinan adalah segala bentuk
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat
37
legalitas atau melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu
atau organisasi.
Menurut Ratminto (2005:39), dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen Pelayanan” kualitas pelayanan perizinan sangat dipengaruhi oleh
lima faktor yaitu :
a) Kuatnya Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan
Adanya kesetaraan hubungan atau kesetaraan posisi tawar antara
pemberi pelayanan dan pengguna jasa pelayanan yang dilakukan antara
lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan.
Sehingga posisi tawar masyarakat seimbang dengan posisi tawar
pemberi jasa pelayanan.
b) Berfungsinya Mekanisme „Voice‟
Pengguna jasa pelayanan harus diberi kesempatan untuk
mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang
diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka
posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar
penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas pelayanan dapat
ditingkatkan.
c) Pembentukan Birokrat Yang Berorientasi Pelayanan
Faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan adalah sumber
daya manusia atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan. Oleh
sebab itu pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia
penyelenggara pelayanan (birokrat) harus ditingkatkan baik secara
kualitas maupun kuantitas.
38
d) Pengembangan Kultur Pelayanan
Hal lain yang juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan
perizinan adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat.
Penyelenggara pelayanan harus memiliki kultur pelayanan yang
berorientasi pada kepentingan masyarakat.
e) Pembangunan Sistem Pelayanan Yang Mengutamakan Kepentingan
Masyarakat
Faktor terakhir yang juga sangat penting dalam manajemen pelayanan
perizinan adalah beroperasinya pelayanan yang mengutamakan
kepentingan masyarakat. Pelayanan yang berkualitas harus memberikan
kejelasan sistem dan prosedur sehingga ada kepastian yang diperoleh
masyarakat pengguna layanan.
Menurut Ridwan (2009:163) ada beberapa hambatan yang biasanya
dikeluhkan oleh masyarakat yang ingin mengurus perizinan yaitu :
1) Biaya perizinan
a) Biaya pengurusan izin sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil.
Besarnya biaya perizinan seringkali tidak transparan.
b) Penyebab besarnya biaya disebabkan karena pemohon tidak
mengetahui besar biaya resmi untuk pengurusan izin, dan karena
adanya pungutan liar.
2) Waktu
a) Waktu yang diperlukan mengurus izin relatif lama karena prosesnya
yang berbelit.
b) Tidak adanya kejelasan kapan izin diselesaikan.
c) Proses perizinan tergantung pada pola birokrasi setempat.
39
3) Persyaratan
a) Persyaratan yang sama dan diminta secara berulang-ulang untuk
berbagai jenis izin.
b) Persyaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh.
c) Informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dan terdapat beberapa
persyaratan yang tidak dapat dipenuhi khususnya oleh para
pengusaha kecil.
II.2.5. Izin Mendirikan Bangunan
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 45 tahun 1998,
yang dimaksud dengan Izin Mendirikan Bangunan termasuk dalam
pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan
pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana teknis
bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap
memperhatikan koefisisen dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan
(KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan
bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat
keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. (Marsinta, 2004:18)
Jadi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan membangun yang dapat diterbitkan apabila rencana
bangunan dinilai telah sesuai dengan ketentuan yang meliputi aspek pertanahan,
aspek planalogis (perencanaan), aspek teknis, aspek kesehatan, aspek
kenyamanan, dan aspek lingkungan. (Goenawan, 2009:81)
40
Salah satu dasar pertimbangan penetapan peraturan izin mendirikan
bangunan adalah agar setiap bangunan memenuhi teknik konstruksi, estetika
serta persyaratan lainnya sehingga tercipta suatu rangkaian bangunan yang
layak dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, keindahan dan
interaksi sosial. Tujuan dari penerbitan IMB adalah untuk mengarahkan
pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat, swasta maupun
bangunan pemerintah dengan pengendalian melalui prosedur perizinan,
kelayakan lokasi mendirikan, peruntukan dan penggunaan bangunan yang
sehat, kuat, indah, aman dan nyaman.
IMB berlaku pula untuk bangunan rumah tinggal lama yaitu
bangunan rumah yang keberadaannya secara fisik telah lama berdiri tanpa
atau belum ber-IMB. Selain untuk rumah tinggal IMB juga berlaku untuk
bangunan-bangunan dengan fungsi yang lain seperti gedung perkantoran,
gedung industri, dan bangunan fasilitas umum. IMB memiliki dasar hukum
yang harus dipatuhi sehingga mutlak harus dimiliki setiap orang yang berniat
mendirikan sebuah bangunan.
Selain itu, adanya IMB berfungsi supaya pemerintah daerah dapat
mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat
penting bagi perencanaan, pengawasan dan penertiban pembangunan kota
yang terarah dan sangat bermanfaat pula bagi pemilik bangunan karena
memberikan kepastian hukum atas berdirinya bangunan yang bersangkutan
dan akan memudahkan bagi pemilik bangunan untuk suatu keperluan, antara
lain dalam hal pemindahan hak bangunan yang dimaksud sehingga jika tidak
41
adanya IMB maka akan dikenakan tindakan penertiban sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
II.3 Kerangka Konsep
Menurut Martiani dan Lubis terdapat tiga pendekatan yang digunakan
untuk menukur efektivitas, yaitu pendekatan sasaran, pendekatan sumber, dan
pendekatan proses. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur efektivitas
pada penelitian ini adalah pendekatan proses yang menekankan pada efisiensi
dalam pelayanan dan kondisi kesehatan internal organisasi.
Mengingat Kantor Dinas Permukiman dan Tata Ruang yang berorentasi
pada pelayanan publik maka pendekatan proses (process approach) melihat
kegiatan internal organisasi dan mengukur efektivitas melalui indikator internal
seperti efesiensi dalam pelayanan, daya tanggap petugas, sarana dan
prasarana, semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja, dan hubungan
antara pimpinan dan bawahan. Dengan adanya indikator yang telah ditetapkan,
maka dalam suatu organisasi yang disertai dengan pelaksanaan pelayanan
yangmana bila telah memenuhi apa yang menjadi harapan yang diinginkan oleh
publik serta terealisasikan dapat dikatakan efektif.
42
Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun keranka konsep penelitian
seperti gambar 1 berikut:
Gambar 1. Kerangka Konsep
Pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan
Pendekatan Pengukuran Efektifitas (Martani dan Lubis):
Pendekatan Proses (process approach)
Diukur dengan indikator:
1. Efisiensi Pelayanan
2. Daya Tanggap Petugas
3. Sarana dan Prasarana
4. Semangat Kerjasama dan
Loyalitas Kelompok
5. Hubungan antara Pimpinan
dan Bawahan
Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan
43
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yang
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang efektivitas pelayanan publik
pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja.
Selanjutnya Sugiono (2003 : 11) berpendapat bahwa pada penelitian
kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengungkapkan informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah
proses dan makna dengan cara mendeskripsikan sesuatu masalah.
Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah pendekatan interaksi
simbolik, diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki
pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka.
Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya
bersifat esensial serta menentukan. Penelitian ini juga menginterpretasikan atau
menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh
dari informan dilapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang
kondisi yang ada menghubungkan variabel-variabel dan selanjutnya akan
dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian
Kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian ini berdasarkan
metode ini dianggap sangat relevan dengan materi penulisan skripsi, karena
penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yaitu mengambarkan apa adanya
dari kejadian yang diteliti. Selain itu, guna memperoleh data yang objektif dan
valid dalam rangka memecahkan permasalahan yang ada.
44
III.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang
Kabupaten Tana Toraja.
III.3. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif.
Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk
mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang
keadaan sebenarnya dari obyek yang di teliti. Sedangkan dasar penelitiannya
adalah wawancara kepada narasumber/informan yang berisi pertanyaan-
pertanyaan mengenai hal yang berhubungan dengan rumusan masalah
penelitian.
III.4. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka pikir. Adapun
dalam pengukuran efektifitas akan diukur dengan pendekatan pengukuran yang
dikemukakan oleh Martani dan Lubis (1987:55), bahwa terdapat 3 pendekatan
pengukuran efektivitas, yakni pendekatan Sumber (resource approach),
Pendekatan Proses (process approach), dan Pendekatan Sasaran (goal
approach). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan
Proses (process approach) yang terlebih dahulu ditentukan indikatornya, yaitu
sebagai berikut:
45
a. Efisiensi dalam Pelayanan
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari
segi besarnya sumber/biaya dan waktu untuk mencapai hasil dari
kegiatan yang dijalankan.
b. Daya tanggap petugas
Keinginan untuk melayani masyarakat secara tepat dengan tidak
mengulur-ulur waktu. Saat pengguna layanan membutuhkan
pelayanan, maka penyedia layanan segera memberikan pelayanan
tanpa harus menunggu lama.
c. Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang
keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan
publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua
kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang
diharapkan sesuai dengan rencana.
d. Semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja
Setiap organisasi selalu berusaha agar produktivitas kerja
karyawan dapat ditingkatkan. Untuk itu pimpinan perlu mencari cara
dan solusi guna menimbulkan semangat kerja para karyawan. Hal itu
penting, sebab semangat kerja mencerminkan kesenangan yang
mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan sehingga pekerjaan
lebih cepat dapat diselesaikan dan hasil yang lebih baik dapat dicapai.
46
e. Hubungan antara pimpinan dan bawahan
Hubungan antara pimpinan dan pegawai berpengaruh untuk
menciptakan suasana kerja yang kondusif, sehingga pekerjaan
menjadi lebih mudah dan lancar.
III.5. Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang
penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai,
sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.
Informannya antara lain:
1. Kepala Dinas
2. Kepala Sub Bagian Umum dan Staf
3. Kasi Perijinan dan Staf
4. Masyarakat umum yang sedang mengurus IMB
5. Masyarakat umum yang telah mengurus IMB
III.6. Jenis Sumber Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber dan cara
Menurut Lofland (1984;47) sebagaimana yang dikutip Lexi J Moeleong bahwa
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Penelitian
dilakukan pada dua sumber, yaitu penelitian yang dilakukan dalam penelitian
lapangan dan dari penelitian akan didapatkan dua jenis data yaitu :
47
III.6.1 Data sekunder
Data sekunder yang bersumber dari hasil olahan instansi atau sesuatu
lembaga tertentu bukan saja untuk kepentingan lembaganya tetapi juga untuk
pihak lain yang membutuhkan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh landasan
atau kerangka pemikiran yang digunakan untuk membahas hasil penelitian.
III.6.2 Data primer
Penelitian ini disebut Field Research, dimana penulis langsung
berkomunikasi dengan sumber data berupa data primer kemudian untuk
memperoleh data dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data
dengan menerapkan teknik penggumpulan data yang dapat disebutkan pada
uraian selanjutnya.
III.7. Teknik pengumpulan data
Guna memperoleh data dan informasi serta keterangan-keterangan bagi
kepentingan penulis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
instrumen sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti. Kegiatan pengamatan terhadap obyek
penelitian ini untuk memperoleh keterangan data yang lebih akurat
mengenai hal-hal yang diteliti serta untuk mengetahui relevasi antara
jawaban responden dengan kenyataan yang terjadi di lapangan
khususnya efektivitas pelayanan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang
Kabupaten Tana Toraja.
48
b. Wawancara
Penelitian mengadakan tanya jawab dengan para informan untuk
memperoleh data mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan masalah
pembahasan skripsi ini dalam hal melakukan wawancara digunakan
pedoman pertanyaan yang disusun berdasarkan kepentingan masalah
yang diteliti.
c. Dokumentasi
Studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka,
dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan
dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan
tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan
pemerintah dan Undang-Undang yang telah tersedia pada lembaga yang
terkait dipelajari, dikaji dan disusun/dikategorikan sedemikian rupa
sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan
dengan penelitian yang akan dilakukan.
III.8. Teknik Pengelolahan Data dan Analisis Data
Teknik analisa dilakuakan secara kualitatif, yang dibantu dengan data
angka yang dikualifikasikan melalui tabel frekwensi. Menurut Bogdan dan Biken
(1982), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang
dapat dikelolah, mensistesiskannya, dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Di dalam melakukan analisis data penelitian
mengacu kepada beberapa tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman yang
terdiri dari beberapa tahapan antara lain :
49
1. Pengumpulan Informasi melalui wawancara terhadap key informan yang
comportable terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke
lapangan untuk menunjang penerimaan yang dilakukan agar
mendapatkan sumber data yang diharapkan.
2. Reduksi Data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan
perhatian kepada penyerdehanaan, transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan
transkrip data (transformasi data) untuk memilih informasi mana yang
dianggap sesuai dan tidak sesuai dengan masalah yang menjadi pusat
penelitian di lapangan.
3. Penyajian data (data display), yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam
bentuk naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan
mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih
kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan.
4. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion
drawing/verivication), yang mencari pola-pola penjelasan, konfigurasi
yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan
dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan
ulang pada catatan-catatan di lapangan sehingga data-data dapat diuji
validitasnya.
50
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi
Selatan dengan ibukotanya Kota Makale, berjarak ±350 Km dari kota Makassar
dan memiliki luas wilayah secara keseluruhan 2.054,30 Km² yang terbagi dalam
159 Desa/Kelurahan dan 19 Kecamatan dan berpenduduk 248.607 jiwa.
Secara geografis, Kabupaten ini terletak pada 20 - 30 LS dan 1190 - 1200 BT
yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Polmas di sebelah barat,
Kabupaten Luwu di sebelah timur, Kabupaten Luwu dan Mamuju di sebelah
utara dan Enrekang di sebelah selatan.
Adapun visi kabupaten tana toraja adalah “Terwujudnya Tana Toraja
sebagai idaman yang paling indah dan tempat tinggal masyarakat yang mandiri,
kreatif, dinamis, sejahtera dan penuh kasih persahabatan”.
IV.2. Profil Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja
Dinas Permukiman dan Tata Ruang merupakan bagian dari Pemerintahan
Daerah Kabupaten Tana Toraja yang merupakan unsur penunjang yang dipimpin
oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati
melalui Sekretaris Daerah. Dinas Permukiman dan Tata Ruang juga merupakan
salah satuperangkat daerah yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat
strategis dalam penyerasian pembangunan wilayah secara berkelanjutan.
51
Dinas Tata Ruang dan Permukiman merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah di bidang tata ruang, bangunan, perumahan dan permukiman, air bersih
dan teknik penyehatan lingkungan,dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris
Daerah.
IV.2.1. Visi dan Misi Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana
Toraja
Visi merupakan pandangan sejauh mana dan bagaimana instansi
pemerintah harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis,
antisipatif, inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang
akan datang tentang keadaan masa depan organisasi yang berisikan cita-cita
dan citra yang ingin diwujudkan.
Mengacu pada pernyataan diatas, maka Visi dari Dinas Permukiman dan
Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja adalah:
”Terwujudnya keselarasan pembangunan prasarana dan sarana
pemukiman guna mewujudkan keserasian pembangunan wilayah perkotaan dan
pedesaan secara terpadu, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.”
Misi adalah suatu yang harus dilaksanakan oleh organisasi (instansi
pemerintah) agar tujuan organisasi dapat tercapai dan berhasil dengan baik. Misi
dari Dinas Permukiman dan Tata Ruang adalah:
“Perwujudan tanggung jawab untuk mencapai optimalisasi terlaksananya
pembangunan lingkungan pemukiman dan secara mandiri oleh masyarakat serta
52
pemanfaatan ruang secara konsisten berdasarkan penataan ruang yang telah
ditetapkan.”
IV.2.2. Tugas dan Fungsi Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten
Tana Toraja
Dinas Tata Ruang dan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan
sebagai urusan pemerintah daerah di bidang penataan ruang, bangunan,
perumahan dan permukiman, air bersih dan teknik penyehatan lingkungan
pemukiman berdasarkan azaz otonomi dan tugas pembantuan, penataan
bangunan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Dinas
Tata Ruang dan Permikiman, menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakkan teknis Dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, evaluasi dan penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang
tata ruang, banunan, perumahan dan permukiman, air bersih dan
penyehatan lingkungan.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintah dalam pelayanan umum di bidang
tata ruang, bangunan, perumahan dan permukiman, air bersih, dan teknis
penyehatan lingkungan.
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas Dinas dalam menyelenggarakan
urusan pemerintah di bidang tata ruang, bangunan, perumahan dan
permukiman, air bersih, dan teknis penyehatan lingkungan.
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsi dinas.
53
IV.2.3. Susunan Organisasi Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten
Tana Toraja
Susunan Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidenreng
Rappang, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 10
tahun 2008 dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris
2.1. Sub. Bagian Keuangan
2.2. Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian
2.3. Sub. Bagian Perencanaan dan Pelaporan
3. Bidang Tata Ruang
3.1. Kasi Penyusun Rencana Tata Bangunan
3.2. Kasi Pengendalian Pemanfaatan Rencana Tata Ruang
3.3. Kasi Survey dan Pemetaan
4. Bidang pembangunan pengembangan pemukiman dan perumahan
4.1. Kasi Perumahan dan Pemukiman
4.2. Kasi Sarana dan Prasarana Lingkungan
4.3. Kasi Pengembangan Kawasan Pemukiman
5. Bidang Pengembangan Perkotaan dan Pedesaan
5.1. Kasi Kerjasama Pembangunan
5.2. Kasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
5.3. Kasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Perkotaan
54
6. Bidang Pengawasan Bangunan
6.1. Kasi Penertiban dan Pengawasan
6.2. Kasi Pengaduan dan Pengusutan
6.3. Kasi Perizinan
IV.2.4. Keadaan Pegawai Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten
Tana Toraja
Pegawai adalah pelaksana tugas perkantoran baik dari segi fisik maupun
dari segi materialnya. Dalam hal ini pegawai adalah manusia yang mempunyai
sifat keterbatasan pikiran, waktu, tenaga, dan lain-lain. Dari keterbatasan-
keterbatasan yang ada kiranya perlu mendapat suatu bentuk pembinaan-
pembinaan, seperti latihan kerja dan sebagainya.
Efektif tidaknya suatu organisasi tetap tergantung pada orang-orang yang
membantu dalam menyukseskan hasil luaran (output) berupa informasi
kepegawaian yang akurat dan up to date sedangkan intern organisasi seperti
peningkatan dari segi kemampuan, kualitas maupun kuantitas pegawai.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat dilihat keadaan
pegawai pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang sebagai berikut:
55
Tabel 1
Keadaan Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang
Kabupaten Tana Toraja Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Pegawai Persentase
1
2
Laki-Laki
Perempuan
23
11
66,67%
33,33%
JUMLAH 34 100%
Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang
April 2012
Selanjutnya penulis akan memberikan gambaran tentang keadaan
pegawai berdasarkan golongan kepangkatan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2
Keadaan Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang
Kabupaten tana Toraja Berdasarkan Golongan
No Golongan Jumlah Persentase
1.
2.
3.
II
III
IV
6
26
2
17,64 %
76,47 %
5,88 %
JUMLAH 34 100 %
Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang
April 2012
Selanjutnya pada tabel dibawah ini, diuraikan keadaan tingkat pendidikan yang
dimiliki aparat yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidenreng
Rappang, sebagai berikut :
56
Tabel 3
Keadaan Pegawai Negeri Sipil Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten
Tana Toraja Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1
2
3
4
5
S2
S1
Diploma
SLTA
SLTP
2
23
2
7
-
5,88%
67,64%
5,88%
20,58%
-
JUMLAH 34 100 %
Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang
April 2012
IV.3. Standar Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kabupaten Tana Toraja
Sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 3 Tahun
2009 tentang retribusi dan standar pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
maka berikut ini dijelaskan syarat, waktu, dan biaya dalam proses pemberian
layanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
1. Syarat dan Waktu
Surat keterangan hak kepemilikan atas tanah
Surat persetujuan tetangga
Surat pernyataan pemohon
Surat keluasan tanah
Gambar rencana bangunan
Waktu penyelesaiannya selama kurang lebih 12 hari
57
2. Biaya Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Cara menentukan Biaya Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
diukur dengan menggunakan Tarif Luas Lantai Bangunan Meter
Persegi (M²) ditetapkan seragam untuk jenis bangunan sebagai
berikut:
a. Untuk Bangunan Permanen berlantai satu Rp. 8000,-/M²
b. Untuk Bangunan Permanen berlantai dua Rp. 5000,-/M²
c. Untuk Bangunan Semi Permanen berlantai satu Rp. 4000,-/M²
d. Untuk Bangunan Semi Permanen berlantai dua Rp. 3000,-/M²
e. Untuk Bangunan Sementara Rp. 2000,-/M²
f. Untuk Bangunan Tower Rp. 7.500.000,-/unit
Koefisien Guna Bangunan, Koefisien Luas Bangunan, dan Tingkat
Bangunan ditetapkan. Koefisien adalah harga satuan angka-angka
jumlah guna, luas, dan tingkat bangun yang digunakan untuk
mengerjakan suatu bangunan dalam satu satuan tertentu.
Penjelasannya dapat dilihat pada tabelsebagai berikut:
58
a. Koefisien Guna Bangunan
Tabel. 4
Koefisien Guna Bangunan
No Guna Bangunan Koefisien
1 Bangunan Sosial
0,50
2 Rumah Tinggal
1,00
3 Bangunan Fasilitas Umum
1,00
4 Bangunan Fasilitas Umum Swasta
1,50
5 Bangunan Perumahan Milik Swasta
1,50
6 Bangunan Perdagangan dan Jasa
2,00
7 Bangunan Industri
2,50
Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang
2009
59
b. Koefisien Luas Bangunan
Tabel.5
Koefisien Luas Bangunan
No Luas bangunan Koefisien
1 Bangunan dengan luas s/d 100 M² 1,00
2 Bangunan dengan luas s/d 250 M² 1,50
3 Bangunan dengan luas s/d 500 M² 2,00
4 Bangunan dengan luas s/d 1000 M² 2,50
5 Bangunan dengan luas s/d 2000 M² 3,00
6 Bangunan dengan luas s/d 3000 M² 3,00
7 Bangunan dengan luas s/d 3001 M² 3,50
Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang 2009
c. Koefisien Tingkat Bangunan
Tabel.6
Koefisien Tingkat Bangunan
No Tingkat Bangunan Koefisien
1 Bangunan 1 Lantai 1,00
2 Bangunan 2 Lantai 2,00
3 Bangunan 3 Lantai 2,50
4 Bangunan 4 Lantai ke atas 3,00
Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang
2009
60
Biaya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dihitung sebagai
perkalian antara tarif Luas Lantai Bangunan Meter Persegi (m²) dikali
Koefisien Guna Bangunan, dikali Koefisien Luas Bangunan, dikali
Koefisien Tingkat Bangunan.
Khusus untuk bangunan milik swasta melalui proses Pelelangan
Biaya Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatur sebagai
berikut:
a. Bangunan Baru sebesar 2% dari Nilai Rencana Anggaran Biaya
(RAB) Bangunan.
b. Rehabilitasi Berat atau Revitalisasi sebesar 1% dari Nilai
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Bangunan.
c. Rehabilitasi Ringan sebesar 0,5% dari Nilai Rencana Anggaran
Biaya (RAB) Bangunan.
61
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelayanan Perizinan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks.
Kualitas pelayanan perizinan sendiri juga dapat diidentifikasi dari peraturan
pemerintah daerah dalam mendukung sekaligus memberikan legitimasi lembaga
perizinan di daerah untuk memberikan pelayanan secara lebih efektif dan efisien.
Dalam hal penyediaan pelayanan perizinan, petugas birokrasi sering kali
memberikan prosedur yang sangat rumit dan cenderung berbelit-belit, sulit
diakses, memiliki prosedur yang sangat rumit serta tidak adanya kepastian waktu
dan keterbukaan biaya pelayanan yang dibutuhkan. Jika mekanisme yang rumit
terus tetap berjalan, otomatis membuat masyarakat menjadi malas dan enggan
dalam mengurus perizinan.
Berikut adalah data masyarakat Kab. Tana Toraja yang telah memiliki
IMB:
62
Tabel. 7
Jumlah Masyarakat Kab. Tana Toraja yang Telah Memiliki IMB
No Bulan Jumlah
1 Januari 17
2 Februari 24
3 Maret 28
4 April 28
5 Mei 35
6 Juni 20
7 Juli 48
8 Agustus 25
9 September 18
10 Oktober 35
11 Nopember 31
12 Desember 25
Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang
2011
63
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi yang dilakukan oleh penulis
di Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja sebagai lembaga
yang mengurus tentang keselarasan pembangunan sarana, prasarana,
permukiman dan tentunya pemberi pelayanan prima kepada masyarakat,
terkhusus dalam hal ini efektivitas pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa untuk mengukur
efektivitas peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Martiani dan
Lubis, yaitu pengukuran efektivitas melalui pendekatan proses (process
approach) dimana pendekatan ini memusatkan perhatian pada efektivitas
sebagai efisiensi pelaksanaan program, dan memusatkan perhatian terhadap
kegiatan yang dilakukan terhadap sumber yang dimiliki dan menggambarkan
tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.
Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas dari segi
pendekatan proses adalah:
V.1 Efisiensi Pelayanan
Efisiensi merupakan salah satu dimensi yang perlu dideteksi dalam
pengukuran efektivitas pelayanan publik karena efisiensi itu berkaitan dengan
segala persyaratan yang relevan dengan pelayanan yang diberikan kepada
publik, bagaimana pemanfaatan sumber daya dalam penciptaan efektivitas
tersebut. Dimensi efisiensi terkait efektivitas pelayanan publik di Dinas
Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja yang dapat dideteksi
berdasarkan sub- sub indikator berikut:
64
Waktu
STANDAR OPERATING PROSEDUR (SOP) PENGURUSAN IMB
Gambar 2. SOP Pengurusan IMB Sumber: Data sekunder DPTR Kab. Tana Toraja
Untuk menciptakan pelayanan perizinan yang efektif dapat dilihat dari
kepastian waktu pelayanan dalam penyelesaian pengurusan surat izin.
Berkenaan dengan masalah waktu, berapa lama waktu yang diperlukan untuk
pelayanan IMB? Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasi Perizinan Bapak
Petrus Turu‟ Allo menyatakan bahwa:
“Dalam menyelesaikan pelayanan IMB, membutuhkan waktu yang tidak begitu lama, karena kami berusaha untuk memberikan pelayanan prima bagi masyarakat. namun penyelesaiannya itu juga bergantung pada situasi maupun kondisi yang ada. Sedangkan masalah standar sendiri ada sesuai dengan SOP (Standar Operating Prosedur), lama waktunya ±12 hari”
(hasil wawancara pada tanggal 5 April 2012)
Proses IMB
Pengecekan Kelengkapan:
1. Administrasi
2. Teknik
(Lama=1 hari)
Penerimaan:
1. Blanko IMB
2. Papan IMB
(Lama= 1 hari)
Penandatanganan
Blanko IMB
(Lama=1 hari)
Pembayaran Retribusi
IMB
(Lama= 1 hari)
Permohonan IMB Pengambilan Blanko
Permohonan IMB
(Lama=1 hari)
Pengurusan Kelengkapan:
A. Administrasi:
B. Teknik
(Lama=3 s/d 6 hari)
65
Selain itu terdapat pendapat lain yang diutarakan oleh Staf Perizinan Ibu
Cory C. Marseniel, SH yang menyatakan bahwa:
“Waktu yang digunakan petugas dalam menyelesaikan pelayanan IMB yaitu ±11-12 hari tergantung dari penerima pelayanan itu sendiri. Kalau mereka sudah memenuhi persyaratan yang ada dan sudah lengkap sudah pasti pengurusannya selesai tepat pada waktunya”
(hasil wawancara pada tanggal 5 April 2012)
Adapun pendapat dari penerima layanan Bapak Paulus Amba Bunga‟
yang menyatakan:
“Pelayanan yang saya terima tidak berbelit-belit dan selesai tepat pada waktunya karena saya sebagai penerima layanan sudah memenuhi semua persyaratan, aturan dan prosedur yang dibutuhkan untuk pengurusan IMB ini.”
(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)
Sedangkan wawancara dengan penerima layanan lainnya yaitu Bapak
Bantun yang menyatakan:
“Saya sebagai penerima layanan merasa sudah cukup puas dengan pelayanan yang saya terima. Mereka tidak berbelit-belit dalam memberikan pelayanan dan juga waktu yang diperlukan untuk selesainya pengurusan IMB ini tidak begitu lama. Yah, kurang lebih 12 hari mungkin dan itu memang sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.”
(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)
Sedangkan Bapak A. London Padang menyatakan:
“Sebelumnya saya tidak tahu bagaimana cara pengurusan IMB ini dan persyaratannya apa saja. Jadi dalam mengurus surat IMB ini waktu pelayanannya saya belum tahu apakah akan selesai tepat waktu.”
(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)
66
Kemudian Ia juga menambahkan:
“Menurut saya pelayanannya masih kurang efektif sih, karena saya harus datang dua kali ke kantor hanya untuk mengetahui informasi syarat, prosedur, dan mengambil blanko pendaftaran. Yah, jadi perlu waktu yang lama untuk saya mengurus semua persyaratannya. Mungkin akan lebih baik kalau petugas menyediakan layanan informasi melalui brosur yang dibagikan kepada masyarakat supaya pelayanannya lebih efisien”
(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)
Terdapat pula pendapat lain dari Ibu Nelly yang menyatakan:
“Mungkin pelayanannya akan selesai tepat waktu kalau semua persyaratan yang diperlukan sudah terpenuhi. Masalahnya belum banyak masyarakat yang mengetahui secara jelas prosedur dan persyaratannya. Sepertinya mereka juga terkendala pada saat pengecekan langsung ke lokasi, misalnya mereka harus melakukan pengecekan hari ini, tapi setelah lewat dari tiga hari baru petugas datang untuk mengecek lokasi. Alasannya katanya lokasi yang jauh.”
(hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)
Sebagaimana pernyataan oleh para informan diatas, maka keadaan
yang terjadi di lapangan digambarkan dalam SOP yang menyimpang sebagai
berikut:
67
PROSES PENGURUSAN IMB YANG TERJADI DI LAPANGAN
Gambar 3. Proses Pengurusan IMB yang terjadi di lapangan Sumber: Olahan data primer, 2012
Dari hasil wawancara dari para informan diatas, dapat disimpulkan
bahwa petugas pelayanan surat Izin Mendirikan Bangunan sudah melaksanakan
kegiatan pelayanan belum begitu efektif, meskipun masih memerlukan
peningkatan dalam pemberian informasi kepada masyarakat demi terwujudnya
pelayanan prima yang selesai tepat pada waktunya. Jadi kesimpulan yang dapat
penulis ambil yaitu pelayanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang masih
perlu untuk ditingkatkan.
Pengurusan Kelengkapan:
A. Administrasi:
B. Teknik
(Lama=(7-8 hari)
Pengambilan Blanko
Permohonan IMB
(Lama=1 hari)
Permohonan IMB
Proses IMB
Pengecekan Kelengkapan:
1. Administrasi
2. Teknik
(Lama=3 hari)
Penerimaan:
1. Blanko IMB
2. Papan IMB
(Lama= 1 hari)
Penandatanganan
Blanko IMB
(Lama=1 hari)
Pembayaran Retribusi
IMB
(Lama= 1 hari)
68
Biaya
Biaya pelayanan adalah tarif pelayanan termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan atau segala biaya sebagai
imbalan jasa yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
yang berlaku. Terkait dengan masalah biaya dalam pelayanan di Dinas
Permukiman dan Tata Ruang, Elizabeth Bimbang selaku Kepala Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian menyatakan bahwa :
“Saya rasa kalau mengenai biaya itu sudah jelas, dan kami hanya mengenakan biaya kepada masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yaitu perda nomor 3 tahun 2009 yang telah mengatur semua tentang IMB.”
(hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)
Adapun pendapat yang diberikan oleh Bapak A. Londong Padang yang
menyatakan:
“Kalau mengenai biaya yang dikenakan saya rasa sudah tepat dan tidak memberatkan sama sekali, lagipula memang biayanya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan ditetapkan oleh pemerintah. Petugas juga tidak menerapkan pungli kepada saya.”
(hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak Bantun:
“Saya rasa dalam hal pembiayaan sudah sesuai semua dengan aturan yang berlaku, dan menurut saya tidak begitu memberatkan karena memang sudah dirancang oleh pemerintah dan aturan itu harus diikuti.”
(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)
69
Selain itu terdapat pula pendapat penerima layanan Bapak Amiruddin:
“Yang saya rasakan biaya pelayanannya tidak memberatkan, karena sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan aturan itu harusnya dipatuhi yah, jadi saya ikut saja dengan peraturan.”
(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)
Kemudian Ia juga menambahkan:
“Sewaktu saya mengurus, petugas juga tidak pernah meminta bayaran yang lebih kecuali biaya yang memang harus dibayar untuk kepengurusan ini”
(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)
Dari hasil wawancara penuturan para informya diatas, penulis
menyimpulkan bahwa biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengurus surat
Izin Mendirikan Bangunan ini sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
masyarakat tidak merasa dibebani. Selain daripada itu, masyarakat juga tidak
dikenakan biaya yang lebih oleh para petugas.
V.2. Daya Tanggap Petugas
Daya tanggap petugas atau responsiveness petugas adalah
kemampuan petugas dalam mengidentifikasi dan mengenali kebutuhan
masyarakat. Hali ini juga sangat penting untuk mengukur kefektifan pelayanan.
Dengan demikian birokrasi publik dapat dikatakan bertanggungjawab jika mereka
dinilai mempunyai responsivitas atau daya tanggap yang tinggi terhadap apa
yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi masyarakat.
Sikap responsive atau tanggap dari petugas Dinas Permukiman dan
Tata Ruang dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Ibu Elizabeth Bimbang
selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian yang menyatakan bahwa:
70
“Kami sebagai salah satu lembaga publik ya tentunya harus melaksanakan pelayanan publik secara cepat dan tepat, dalam arti tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dan tentunya untuk mewujudkan pelayanan prima.”
(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)
Selain itu terdapat pula pendapat dari Staf Sub. Bagian Umum dan
Kepegawaian Adriani Suwardi:
“Tentu kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk merespon kebutuhan masyarakat, karena itu sudah jadi tugas kami sebagai abdi negara untuk melayani masyarakat. Kami tidak pernah menyulitkan masyarakat kalau soal pelayanan. Kami pasti melayani dengan baik.”
(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)
Terdapat pula pendapat dari Ibu Cory C. Marseniel selaku Staf Perizinan
yang menyatakan:
“Kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan secara tanggap. Kami tak ingin menyusahkan masyarakat dalam memperoleh surat IMB ini.”
(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)
Kemudian Ia juga menambahkan:
“Karena seperti Visi dan yang kami emban, yaitu perwujudan tanggung jawab untuk mencapai optimalisasi terlaksananya keserasian pembangunan. Bagaimana visi tersebut akan tercapai kalau kami tidak tanggap terhadap masyarakat.”
(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)
Sementara tanggapan dari Bapak Amiruddin yaitu:
“Menurut pengalaman saya sih petugasnya sudah respon yah dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.”
(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)
71
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Bapak Bantun:
“Para petugas Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah cukup respon dalam melayani kebutuhan masyarakat.”
(hasil wawancara pada tanggal 13 April 2012)
Dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa para petugas
pemberi layanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah cukup tanggap
atau respon terhadap masyarakat yang mengurus IMB yang bisa saja dinilai
sebagai perwujudan pelayanan yang efektif.
Selain dari daya tanggap atau responsivitas, petugas juga dituntut untuk
selalu bersikap ramah dan sopan kepana penerima layanan. Dalam memberikan
pelayanan, administrator yang berinteraksi langsung dengan masyarakat harus
dapat memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan. Sentuhan pribadi
yang menyenangkan tersebut tercermin melalui penampilan, bahasa tubuh dan
tutur bahasa yang sopan, ramah, lincah dan gesit.
Untuk mengetahui apakah para petugas sudah bersikap ramah dan
sopan terhadap masyarakat, berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak
Bantun:
“Kalau berbicara masalah kesopanan dan keramahan, secara umum para petugas yang berhadapan langsung dengan kami cukup sopan dan ramah. Cara berinteraksinya juga baik.”
(hasil wawancara pada tanggal 13 April 2012)
Penuturan yang sama dikemukakan oleh Bapak Amiruddin:
“Menurut saya, petugas yang melayani masyarakat sudah cukup sopan dan ramah pada saat berhadapan dengan saya.”
(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)
72
Sedangkan Bapak Petrus Turu‟ Allo, ST selaku Kasi Perizinan
menyatakan:
“Kami selaku seksi perizinan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dalam hal pelayanan sudah bersikap ramah dan sopan terhadap masyarakat. Itu sudah merupakan keharusan bagi kami.”
(hasil wawancara pada tanggal 16 April 2012)
Demikian pernyataan yang dapat penulis peroleh dari beberapa
informan diatas. Untuk itu dapat ditarik kesimpulan bahwa petugas pemberi
pelayanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja
sudah memberikan pelayanan dengan sikap yang ramah dan tutur kata yang
sopan.
V.3. Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang
keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik,
karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan
tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.
Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas
yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan
juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi
kerja. Hal ini menjelaskan bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan
seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut
adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang
keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
73
Berdasarkan pengertian di atas, maka sarana dan prasarana pada
dasarnya memiliki fungsi utama sebagai berikut :
1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat
menghemat waktu.
2) Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa.
3) Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin.
4) Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para
pengguna/pelaku.
5) Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin.
6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang
berkepentingan.
7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan
yang mempergunakannya.
Untuk mengetahui kondisi dan keberadaan sarana dan prasarana pada
Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kab. Tana Toraja, penulis melakukan
observasi dan wawancara secara langsung dengan masyarakat penerima
layanan ditinjau dari tempat masyarakat diberikan pelayanan. Adapun penuturan
dari Bapak A. Londong Padang selaku penerima layanan menyatakan bahwa:
“Menurut saya kondisi kantornya sudah cukup baik, ruangannya bersih, sofanya nyaman untuk diduduki. Selain itu diruangan juga ada TV, jadi suasananya nyaman saja.”
(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)
Pendapat senada dikemukakan oleh Bapak Bantun, yaitu:
“Ya, kondisi dari ruangan ini sudah nyaman, dilengkapi dengan TV dan sofa untuk tempat duduk pada saat menunggu, jadinya tidak membosankan. Parkirannya juga luas.”
(hasil wawancara pada tanggal 13 April 2012)
74
Dari hasil wawancara dan observasi langsung peneliti, maka dapat
disimpulkan bahwa kondisi ruang pelayanan dan ketersediaan fasiltas
pendukung di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Luwu Timur
sudah baik dan lengkap. Kondisi ruang pelayanannya juga dirasakan sudah
bersih dan nyaman.
Selain kondisi ruang pelayanan, penulis juga mengamati sarana
prasarana lain yang terdapat di Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kab. Tana
Toraja, yakni ketersediaan media informasi yang dapat diakses dengan mudah
oleh masyarakat. Hal ini merupakan salah satu penunjang terlakasananya
pelayanan secara efektif.
Berikut penuturan Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla selaku kepala Dinas
Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja:
“Kalau mengenai masalah media informasi, kami sudah menyiapkan informasi melalui telepon untuk masyarakat sehingga memudahkan masyarakat mengetahui proses dan persyaratan apa saja yang diperlukan untuk mengurus IMB. Seperti yang diketahui bersama bahwa banyak masyarakat yang tinggal jauh dari kota dan mungkin terkendala dengan masalah transportasi, jadi tidak usah datang berkali-kali ke kantor.”
(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)
Ibu Nelly selaku penerima layanan memberikan pendapat:
“Sumber informasi yang bisa dicapai yah cuma lewat telepon dan langsung datang ke kantornya. Menurut saya itu belum efektif karena sumber informasinya masih minim. Facebook dan situs Dinas saja tidak ada yang aktif.”
(hasil wawancara pada tanggal 22 April 2012)
75
Adapun pendapat dari penerima layanan yang lain yakni Bapak A.
Londong Padang menyatakan:
“Saya malah tidak tahu kalau masyarakat bisa mengetahui informasi melalui telepon. Yang saya tahu, masyarakat harus datang langsung ke kantornya untuk mengetahui prosedur dan persyaratan pengurusan. Untuk mengetahui persyaratan dan prosedur saja harus ke kantor. Saya rasa itu belum begitu efektif kalau masalah sarana media informasi”
(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)
Berdasarkan penuturan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa
penyediaan sarana informasi pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kab.
Tana Toraja ini dirasakan belum begitu efektif karena masih minimnya sumber
informasi yang bisa diakses oleh para penerima layanan.
V.4. Semangat Kerjasama dan Loyalitas Kelompok Kerja
Semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja juga merupakan hal
yang perlu diperhatikan dalam rangka mengukur efektivitas. Salah satu hal yang
perlu diperhatikan dalam membina semangat dan loyalitas kelompok kerja yaitu
koordinasi atasan dan para pegawai serta koordinasi antar sesama pegawai.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai lebih lanjut mengenai efektivitas
pelayanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang dilakukan wawancara
dengan Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla selaku Kepala Dinas yang menyatakan:
“Antara pimpinan serta bawahan memiliki hubungan kerjasama yang baik antara yang satu dan lainnya, dalam hal ini tidak bersifat monoton karena bentuk kerjasama yang dilakukan dalam peningkatan loyalitas yakni dengan bertukar fikiran dan saling melakukan komunikasi sebaik mungkin sehingga sebagai teamwork dapat berjalan dengan baik”
(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)
76
Selain itu terdapat pula pendapat dari Ibu Adriani Suwardi selaku Staf
Bagian Umum dan Kepegawaian, beliau menyatakan:
“Bentuk kejasama yang terjalin berjalan dengan baik dan juga bersifat kekeluargaan, sehingga tidak menimbulkan sifat yang monoton. Mengenai masalah bentuk kerjasamanya kami melakukannya dengan sebaik mungkin dan seprofesional mungkin sebagai aparat pemerintah yang baik.”
(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)
Berkaitan dengan hal diatas, Ibu Cory C. Marseniel, SH menambahkan
bahwa:
“Dalam hubungan kerja baik antara pimpinan maupun bawahan pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar tidak memiliki jarak serta saling open manajemen sehingga menimbulkan hubungan yang berjalan dengan baik dan saling memberikan kebebasan untuk menjadi lebih baik lagi, sedangkan bentuk kerjasama yang dilakukan yakni disesuaikan dengan kapasitas maupun kemampuannya jadi semuanya menjalankan sesuai dengan TUPOKSI yang sudah ditetapkan”
(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)
Adapun pendapat dari Bapak Benny Bungin Staf Penertiban dan
Pengawasan menyatakan:
“Hubungan kerja yang terjalin baik melalui koordinasi atasan maupun hubungan kerja dengan para pegawai berjalan dengan baik juga selalu memberikan pelayanan yang prima dengan baik, cepat, tepat dan mudah sehingga tanggapan masyarakat juga merasa senang dan bangga kepada aparat pemerintah namun bentuk dari kerjasama ini merupakan turut serta dari pimpinan agar dapat menghasilkan kerjasama yang lebih baik lagi.”
(hasil wawancara pada tanggal 22 April 2012)
Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa kerjasama antara para
pegawai dengan pimpinan sudah berjalan dengan baik, sehingga menciptakan
77
atmosfer yang baik dalam yang kondusif dalam melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat.
Selain koordinasi antara pimpinan dan bawahan, disiplin waktu juga
perlu untuk meningkatkan semangat kerja.
Berkenaan hal di atas, penulis mewawancarai Bapak Ir. Zeth Johnson
Tolla selaku Kepala Dinas yang menyatakan pendapatnya bahwa:
“Menurut saya berkenaan langsung karena disiplin waktu merupakan faktor utama dalam penunjang keberhasilan, karena waktu sangatlah penting makanya kita harus selalu menghargai waktu yang ada tanpa harus menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Jadi saya selaku kepala dinas selalu menekankan disiplin waktu kepada para pegawai.”
(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)
Staf Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian Adriani Suwardi
menyatakan:
“Disiplin waktu sangatlah dibutuhkan dan harus selalu tertanam di diri kita apalagi sebagai seorang aparat pemerintah harus dan patutlah memberikan contoh yang lebih baik lagi dalam hal menunjang kesuksesan setiap pegawai sehingga masing- masing pegawai dapat menjalankan kewajibannya dengan menumbuhkan sifat loyal.”
(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)
Terdapat pula pendapat dari Ibu Cory C. Marseniel yang Staf Seksi
Perizinana menyatakan:
“Berkenaan disiplin waktu, otomatis berhubungan langsung dengan semangat dalam bekerjasama juga loyal terhadap pekerjaan yang sesuai dengan Tupoksinya dia harus menumbuhkan rasa loyal tersebut namun kesemuanya juga akan kembali dan tergantung dari individu masing- masing tanpa harus menyalahi prosedur maupun aturan yang telah ditetapkan misalnya jam kerja seperti itu”
(hasil wawancara pada tanggal 22 April 2012)
78
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan dan
juga di dukung dengan telaah pustaka maka penulis dapat menggambarkan
bahwa Semangat Kerjasama dalam Dinas Tenaga Kerja baik itu antara pimpinan
serta para staf sudah dikatakan baik karena mereka menjunjung rasa
kekeluargaan tanpa harus menimbulkan sifat yang monoton terhadapa para
pegawainya namun tidak menutup kemungkinan rasa Loyalitas Kelompok Kerja
yang ditanamkan dan diapresiasikan maupun yang diberikan kepada masyarakat
akan searah dengan semangat kerjasama tersebut.
V.5. Hubungan Antara Pimpinan dan Bawahan
Komunikasi mempunyai beberapa unsur, antara lain komunikator,
menyampaikan pesan berita yang disampaikan, tanggapan atau redaksi, dan
tentunya komunikasi. Hubungan antara bawahan dan pimpinan sangatlah
penting untuk menciptakan suasana organisasi yang kondusif, sehingga
melakukan pekerjaan pun akan terasa menyenangkan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dilakukan wawancara
dengan Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla yang menyatakan:
“Saya selaku pimpinan di kantor ini tentu harus menjalin komunikasi yang baik dengan para staf pegawai, guna menciptakan suasana yang bekerja yang nyaman bagi mereka. Saya menjalin komunikasi dengan mereka selayaknya teman, dengan tentunya tidak menghilangkan wibawa saya sebagai pimpinan. Disegani itu lebih baik daripada ditakuti.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
Selain itu ada terdapat pula pernyataan dari Ibu Adriani Suwardi selaku
staf Bidang Umum dan Kepegawaian:
“Menurut saya komunikasi dengan pimpinan berjalan dengan baik, karena kami menerapkan hubungan kekeluargaan diantara pimpinan dan bawahan.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
79
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Staf Perizinan Ibu Cory C.
Marseniel, SH yang menyatakan:
“Iya tentu saja, komunikasi antara karyawan dan pimpinan di kantor berjalan dengan baik. Tidak ada kekakuan sama sekali.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
Dengan adanya pernyataan dari informan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa jalinan komunikasi antara pimpinan dan bawahan sudah
berjalan dengan baik dan bersifat kekeluargaan.
Selain komunikasi yang terjalin, dukungan pimpinan kepada bawahan
juga penting untuk diperhatikan untuk menjalin hubungan yang baik. berikut
pernyataan dari Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla:
“Berpacu untuk selalu menjadi yang terbaik dan memberikan arahan yang lebih baik pula kedepannya agar dapat saling berkompetensi secara positif tanpa harus ada yang merasa dirugikan.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
Berkaitan dengan bentuk dukungan yang diberiakan antara pimpinan dan
bawahan, Staf Perizinan Ibu Cory C. Marseniel, SH kemudian mengutarakan
bahwa:
“Dukungan utama yang terjalin yakni saling memotivasi antara satu dan
lainnya dengan menjalin komunikasi yang lebih baik lagi.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
Menurut Staf Bagian Umum dan Kepegawaian Ibu Adriani Suwardi
mengatakan bahwa:
80
“Saling mendukung, baik itu dari aspek pengelolaan administrasi maupun dari segi penunjang yang lainnya baik itu berupa motivasi sendiri untuk pengembangan dirinya maupun terhadap organisasi.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
Berkaitan dengan bentuk dukungan yang diberikan antara pimpinan dan
bawahan, Staf Perizinan Maten Balik mengatakan bahwa:
“Ada bentuk dukungannya yakni melalui semangat atau motivasi, penciptaan lingkungan kerja yang kondusif juga menunjang serta adanya sarana maupun prasarana yang memadai sehingga penciptaan yang terjalin sangat baik.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
Sejalan dengan hal di atas, Kasi Perizinan Dinas Permukiman dan Tata
Ruang Petrus Turu Allo, ST memberikan penjelasan mengenai upaya yang
dilakukan dalam rangka pemberdayaan pimpinan maupun bawahan, beliau
mengatakan bahwa:
“Upaya yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan antara pimpinan maupun bawahan yang biasa dilakukan di kantor ini yakni berupa rapat koordinasi, yakni memberikan arahan kepada individu masing- masing agar mempunyai kompetensi yang lebih baik lagi baik terhadap diri sendiri maupun organisasi dan juga saling memberikan saran yang bersifat membangun.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa pimpinan daripada Dinas
Permukiman dan Tata Ruang ini telah melakukan tugasnya dengan baik, yaitu
mensuport para pegawainya agar bekerja dengan lebih baik.
Selanjutnya penjelasan mengenai tanggung-jawab pegawai terhadap
tugas masing- masing Kepala Dinas Permukina dan Tata Ruang Kabupaten
Tana Toraja menyatakan:
“Setiap jenjang sudah ada Tupoksi dan sudah ada pembagian tanggungjawabnya, jadi setiap pekerjaan dilaksanakan berdasarkan tugas dan tanggungjawabnya masing- masing.”
(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)
81
Dalam kesempatan lain, Staf Bagian Perencanaan dan pelaporan Ibu
Risliana Panggoa, ST juga memberikan tanggapan. Beliau mengatakan yakni:
“Masing- masing individu bekerja secara profesional dalam penyelesaian tugasnya tanpa ada terkecuali, namun apabila apa yang menjadi tanggungjawabnya ia merasa kesulitan ataupun tidak tahu, tidak paham maka ia boleh mempertanyakannya.”
(hasil wawancara pada tanggal 24 April 2012)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan maka
penulis dapat menggambarkan bahwa hubungan pimpinan dan bawahan di
Kantor Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah dapat dikatakan baik dan
harmonis,Komunikasi yang terjalinpun sesuai dengan pengamatan penulis yakni
baik. Dukungan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan dan juga terhadap
sesama bawahanpun nampak baik. Dan dalam variabel ini tidak terdapat
masalah yang memungkinkan tidak tercapainya efektivitas pelayanan itu sendiri.
82
BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan menggunakan
beberapa indikator, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana
Toraja sudah “Efektif” yang dapat dilihat dari indikator-indikator berikut yang
diajukan yaitu:
1. Efisiensi dalam pelayanan
Efisiensi dalam pelayanan dapat dilihat dari segi waktu dan biaya
pelayanan apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa efisiensi dalam pelayanan
pada Kantor Dinas Permukiman dan Tata Ruang, belum efektif, karena
perlu ada tambahan media informasi untuk masyarakat untuk lebih
memudahkannya mendapatkan informasi.
2. Daya tanggap petugas
Daya tanggap petugas dalam melayani masyarakat sudah cukup
maksimal dalam menanggapi keluhan dan tuntutan masyarakat.
Secara umum petugas juga sudah bersikap baik dan bertutur kata
yang sopan terhadap masyarakat penerima layanan. Hal ini
membuktikan bahwa para petugas pemberi layanan di Kantor Dinas
Permukiman dan Tata Ruang telah memberikan kesan pribadi yang
menyenangkan sehingga mendorong terwujudnya pelayanan yang
efektif.
83
3. Sarana dan Prasarana
Kondisi fisik sarana dan prasarana di Kantor Dinas Permukiman dan
Tata Ruang sudah bisa dikatakan baik dan lengkap, namun masih
perlu ditambahkan sarana informasi yang mudah dijangkau oleh
masyarakat. Jadi bisa dikatakan bahwa ketersediaan sarana dan
prasarana penunjang pelayanan belum efektif.
4. Semangat kerjasama dan loyalitas dalam kelompok kerja
Semangat Kerjasama dalam Dinas Permukiman dan Tata Ruang baik
itu antara pimpinan serta para staf sudah dikatakan baik karena
mereka menjunjung rasa kekeluargaan tanpa harus menimbulkan sifat
yang monoton terhadap para pegawainya. Hal ini sangat berpotensi
untuk menciptakan keefektifan dalam pemberian pelayanan terhadap
publik.
5. Hubungan antara pimpinan dan bawahan
Hubungan pimpinan dan bawahan, berjalan dengan baik, harmonis
dan komunikasinya pun berjalalan dengan baik. Serta dukungan yang
diberikan oleh atasan kepada bawahan dan juga terhadap sesama
bawahan pun nampak baik. Dan dalam variabel ini tidak terdapat
masalah yang memungkinkan tidak tercapainya efektivitas pelayanan
itu sendiri.
Dari hasil kesimpulan kelima indikator diatas, maka ditarik kesimpulan
bahwa Pelayanan IMB di Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah efektif,
meskipun perlu pemaksimalan lagi pada efisiensi pelayanan dan sarana
prasarana. Namun ketiga indikator yang lain telah mendapatkan respon yang
positif dari masyarakat.
84
VI.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Pentingnya mendengarkan kritik dan saran dari masyarakat, karena ini
juga mampu untuk mendorong efektivitas pelayanan jauh lebih baik,
contohnya penambahan sarana informasi yang masih dikeluhkan
minim oleh masyarakat. Misalnya mengaupdate situs resmi dinas yang
tidak pernah dipergunakan dengan baik, dan juga mungkin bisa
membagikan brosur informasi kepada masyarakat.
2. Dinas Permukiman dan Tata Ruang juga diharapkan lebih
meningkatkan kemampuan SDM, dan juga meningkatkan motivasi
pegawai untuk pekerja dengan memberikan reward dan punishment
yang sesuai.
3. Dinas Permukiman dan Tata Ruang sebaiknya mengadakan suatu
forum diskusi dengan mengajak masyarakat yang ingin mengurus IMB
agar mereka memahami dan mengerti bagaimana prosedur dan tata
cara pengurusan, sehingga mempermudah dan memperlancar
pelayanan yang diberikan.
85
DAFTAR PUSTAKA
BUKU TEKS
Lukman Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta : STIA LAN Press
Monier. 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Martani dan lubis, 1987, Teori Organisasi. Bandung: Ghalia Indonesia.
Nawawi, Hadari. 2007. Metode Penelitian Social. Yogyakarta: Gajahmada university press.
Ratminto dan Atik Septi Winarsi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ridwan , Juniarso. 2009. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa
Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Refika Adiutama.
Siagian S.P. 1982. Manajemen Modern. Jakarta: Gunung Agung.
Sinambela Lijan Poltak dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.
Steers, Ricard M. 1986. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Usaman, Husaini,dan Purnama Setiady. 2006. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT BUMI AKSARA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara No.26/KEP/M.PAN/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaran Pelayanan Publik.
86
LAIN-LAIN:
Sahrifin. 2011. Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues). Skripsi .http:///www.repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 17 Februari 2012
Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Desy Hariyati, S. Sos., dan Sigit Indra Prianto, S.Sos. 2010. Reformasi Pelayanan Perizinan dan Pembangunan Daerah : Cerita Sukses Tiga Kota (Purbalingga, Makassar, Dan Banjarbaru) http://www.transparansi.or.id/wp/content/uploads/2011/02/Otonomi_Daerah.pdf. Diakses tanggal 20 Januari 2012
(http://othenkplanet/pengertiantentangefektifitas (diakses 20 Januari 2012).
http://blog.wordPress.com/defenisi dan pengertian efektifitas/ (diakses tanggal 20 Januari 2012).