86
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala prinsip dasarnya. Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya, serta berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam

penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas

tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal

division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam

konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan

pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini

diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik

dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi

bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses demokratisasi,

pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh

karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu

tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala

prinsip dasarnya.

Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah

demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya,

serta berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang

terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung

jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu

memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

2

Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik,

bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas

dan kompleks. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk mengatur

kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan

mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan (service), pemberdayaan

(empowerment), dan pembangunan (development). Jadi selain melaksanakan

pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan citra pelayanan, mulai dengan

diberlakukannya UU No.12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32

tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat,

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten /kota, selanjutnya PP No.41

tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, dan pada akhirnya melalui

Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri No.24 tahun 2006 tentang

penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu serta permendagri No.20 tahun

2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan

terpadu daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan

pembentukan organ untuk mengurus pelayanan perizinan yang berbentuk

badan/kantor. (Ridwan, 2009:229).

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik, dijelaskan bahwa hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan

prima kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan juga harus memiliki

standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan kepastian bagi warga

penerima pelayanan.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

3

Pelayanan publik pada dasarnya mencakup aspek kehidupan

masyarakat luas. Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi

melayani publik, dalam bentuk mengatur maupun menerbitkan perizinan dalam

rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan,

usaha, kesejahteraan, dan sebagainya.

Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan

memahami cara yang profesional dalam rangka pemenuhan kebutuhan

masyarakat. Dalam konteks pemerintahan, kebutuhan masyarakat menjadi

tuntutan dan tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu, pemerintahan perlu

diselenggarakan secara dinamis, tanggap, cepat dan tepat sasaran.

Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, peran aparatur pemerintah

haruslah berfokus kepada pelayanan publik. Pemerintah harus melakukan

peningkatan sumber daya aparatur dam memperbaiki kebiasaan dari aparatur

yang dilayani oleh masyarakat menjadi aparatur yang melayani masyarakat

sehingga kualitas, efisiensi dan profesionalisme seluruh tatanan administrasi

pemerintah tercapai. Perbaikan kinerja secara khusus dalam bidang pelayanan

menjadi sangatlah penting.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 63 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik seperti prosedur pelayanan, persyaratan, kemampuan petugas pelayanan,

kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kepastian biaya

pelayanan, dan kepastian jadwal pelayanan maka pemerintah memiliki

konsekuensi untuk meningkatkan pelayanan dalam sektor pelayanan publik.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

4

Salah satu isu yang sangat menarik untuk dikaji adalah berkaitan

dengan rendahnya efektivitas dalam pemberian pelayanan pada sebagian besar

instansi pemerintah. Apabila kita mengamati fenomena yang terjadi pada

masyarakat sampai saat ini masih banyak melakukan kerusuhan, unjuk rasa,

demonstrasi secara berlebihan yang diakibatkan oleh rasa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap pemerintahan yang tidak sesuai dengan keinginan

masyarakat. Selain itu, fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat dan yang

dikeluhkan baik itu dalam hal kepengurusan yang berwujud kepada pelayanan

dari para oknum yang terlibat pada institusi tersebut.

Berbagai penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang seringkali

dilakukan oleh pemerintah di balik misi melayani serta menciptakan

kesejahteraan, kemakmuran dan ketentraman masyarakat. Hampir setiap hari,

banyak keluhan masyarakat tentang kurang lancarnya pelayanan umum

pemerintah kepada masyarakat, praktek calo atau pihak ketiga untuk

memperlancar pengurusan, pungutan liar, atau tarif yang dikenakan melebihi

ketentuan.

Fenomena tersebut menunjukan keterbatasan kemampuan pemerintah

dalam mengoptimalisasikan fungsi pelayanan masyarakat. Hal ini juga semakin

memperburuk persepsi masyarakat tentang keberadaan pemerintah. Apabila

dibandingkan dengan sistem pelayanan oleh pihak swasta, organisasi pelayanan

pemerintah atau birokrasi pemerintah sering dikatakan lamban, mahal dan

inefisien. Di lain pihak, pelayanan sektor swasta dianggap lebih cepat, efisien,

inovatif dan berkualitas.

Lemahnya pelayanan aparatur pemerintah mengakibatkan tidak

optimalnya fungsi pelayanan kepada masyarakat. Kurang puasnya masyarakat

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

5

terhadap pelayanan yang diberikan, menyebabkan timbulnya keluhan dan kritik

dari masyarakat.

Karenanya menarik untuk digali lebih lanjut mengenai apakah pelayanan

perizinan khususnya pelayanan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah

memenuhi prinsip efektivitas sebagaimana mestinya dalam organ pemerintahan.

Menurut Nurmandi (1999:193) secara sederhana efektivitas dapat diartikan

sebagai tepat sasaran yang juga lebih diarahkan pada aspek keberhasilan

pencapaian tujuan. Maka efektivitas fokus pada tingkat pencapaian terhadap

tujuan dari organisasi publik. Terminologi lain mengenai efektivitas adalah ukuran

bagaimana suatu kualitas, suatu output itu dihasilkan melalui berbagai aktivitas

yang dilakukan, kemudian bagaimana mencapai outcome yang diharapkan.

IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan

lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah atau pemukiman dengan

terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas.

Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan

harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis,

suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi

tidak sah. Sehingga dengan adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian

dan jaminan hukum kepada masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan pada Dinas Pemukiman

dan Tata Ruang sebagai organisasi publik yang juga berperan untuk

menciptakan good governance sudah semestinya menciptakan pelayanan yang

transparan, sederhana, murah, tanggap dan akuntabilitasnya dapat

dipertanggungjawabkan ke publik.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

6

Tapi dalam kenyataannya, banyak masalah yang timbul di lapangan,

sebagai contoh yaitu permohonan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Seperti yang terjadi di Kabupaten Tana Toraja. Banyak masyarakat membangun

rumah atau pemukiman tanpa menyurat resmi kepada dinas yang bersangkutan.

Apalagi masyarakat yang pemukimannya terletak jauh dari jalan poros. Kenapa?

Karena masyarakat terlanjur berpikir bahwa berurusan dengan birokrasi pasti

akan memakan waktu yang lama dan berbelit-belit dalam pelayanannya.

Masalah- masalah yang mungkin ada dan terjadi disebabkan oleh

adanya perilaku dari individu pegawai yang melanggar dari aturan yang berlaku

yang telah ditetapkan dari peraturan yang ada ataupun kebijakan dari instansi

tersebut baik itu yang berdasar pada peraturan daerah maupun Undang- undang

yang telah mengikat. Hal ini pula dapat terjadi karena aturan yang mungkin telah

menyalahi dari aturan mekanisme kerja yang tidak berdasar kepada standar lokal

yang sudah ada sehingga penyimpangan marak terjadi.

Permasalahannya adalah apakah Dinas Pemukiman dan Tata Ruang

Kabupaten Tana Toraja sebagai organisasi publik sudah mampu memberikan

pelayanan secara efektif dalam arti mampu memberikan pelayanan yang cepat,

tepat, transparan dan tanggap terhadap kepentingan pelanggan (bisa berbentuk

tuntutan, kebutuhan dan harapan masyarakat).

Sebagai contoh permohonan pengurusan surat Izin Mendirikan

Bangunan (IMB). Waktu normal yang dibutuhkan untuk mengurus permohonan

IMB ini adalah maksimal dua belas hari lamanya. Namun kenyataan yang

dijumpai di lapangan berbeda. Permohonan IMB memerlukan waktu yang lebih

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

7

dari dua belas hari untuk terbit. Oleh karena itu, dilakukan penelitian penelitian

dengan judul :

“Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas

Pemukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja”

I.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu

penelitian. Hal ini senada dengan pendapat yang mengatakan agar penelitian

dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis merumuskan

masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi

dengan apa (Arikunto, 1993:17).

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah

Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas Pemukiman dan

Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja sudah efektif?”.

I.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yanng ada, maka tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui Efektivitas Pelayanan Pada Dinas Pemukiman dan Tata

Ruang Kabupaten Tana Toraja.

I.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni:

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

8

1. Manfaat Akademik

Dapat membantu civitas akademika yang ingin mengetahui tentang

pelayanan publik yang efektif.

2. Manfaat Praktis

Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan

informasi yang terkait dengan efektivitas pelayanan publik dan referensi

untuk penelitian selanjutnya.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Konsep Efektivitas

II.1.1. Defenisi Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah

populer mendefenisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna

atau menunjang tujuan. Efektivitas menurut arti harfiahnya adalah suatu efek

atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Untuk itu The Liang Gie

dkk (1997:147) merumuskan efektivitas adalah:

“Suatu kegiatan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu makan dapat dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki”

Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atas sasaran

yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Sementara itu terdapat pengertian

lain, yaitu “Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana

dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk

menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.

Kata efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisiensi, karena

keduanya memilki arti yang berbeda walaupun dalam berbagi pengunaan kata

efisiensi lekat dengan kata efektivitas. Efisiensi mengandung pengertian

perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung

dihubungkan dengan pencapaian tujuan. Kamus Ilmiah Populer mendefinisikan

efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

10

Efektifitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah

kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang

berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.

Efektifitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran

yang telah ditetapkan. Lagi pula bila makin besar kemajuan yang diperoleh ke

arah tujuan, organisasi makin efektif pula. Pengertian efektifitas secara umum

menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu

ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat,

1986 menjelaskan bahwa :

“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase

target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.

Pernyataan efektif di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa ada

akibat yang ditimbulkan dan merupakan hasil dari yang diinginkan atas yang

diupayakan dengan memberikan suatu hal yang lebih menguntungkan atau

memberi rasa kepuasan. Efektif sendiri menjadi suatu bagian dari upaya atau

kegiatan yang mengarah kepada suatu pencapaian sasaran akan memberikan

suatu bentuk yang cukup baik karena yang telah diinginkan menjadi tercapai.

Dengan demikian maka dampak dari perkataan efektif adalah dapat

berpengaruh dalam suatu proses pelaksanaan kegiatan dan hasil akhirnya

menunjukkan bahwa ada kenyataan yang sesuai dengan keinginan yang

dikehendaki. Efektif sendiri adalah bagian dari efisiensi namun secara substansi

keduanya berbeda didalam penerapannya.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

11

Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui

konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan

apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk, atau

manajemen organisasi. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan

organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau

dari sisi masukan (input) maupun keluaran (output). Suatu kegiatan dikatakan

efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur,

sedangkan efektif bila kegiatan bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan

benar dan dapat memberikan hasil yang bermanfaat.

Selanjutnya Martani dan Lubis (1987:55), menyatakan bahwa :

“Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi disebut efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya”.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penekanan dari

pengertian efektivitas berada pada pencapaian tujuan. Ini berarti dapat dikatakan

efektif apabila tujuan atau sasaran yang dikehendaki dapat tercapai sesuai

dengan rencana semula dan menimbulkan efek atau dampak terhadap apa yang

diinginkan atau diharapkan.

II.1.2. Pendekatan Pengukuran Efektivitas Organisasi

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana

atau target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai, maka usaha atau

hasil pekerjaan tersebut itulah yang dikatakan efektif, namun jika usaha atau

hasil pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan apa yang

direncanakan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

12

Hari Lubis dan Martani Huseini (1987:55), menyatakan efektifitas

sebagai konsep yang sangat penting dalam organisasi karena menjadi ukuran

keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Karenanya, pengukuran

efektifitas bukanlah hal yang sederhana mengingat perbedaan tujuan masing-

masing organisasi dan keragaman tujuan organisasi itu sendiri.

Lebih lanjut, Hari Lubis dan Martani Huseini (1987:55),menyebutkan 3

(tiga) pendekatan utama dalam pengukuran efektifitas organisasi, yaitu :

1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas

dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi

untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai

dengan kebutuhan organisasi. Pendekatan ini didasarkan pada teori

mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya,

karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan

lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang

merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga

dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber

yang terdapat pada lingkungan seringkali bersifat langka dan bernilai

tinggi.

2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh

mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses

internal atau mekanisme organisasi. Pendekatan proses menganggap

efektifitas sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga

internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan

lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara

terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

13

melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan

terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh lembaga, yang

menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan lembaga.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada

output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output)

yang sesuai dengan rencana. Pendekatan ini mencoba mengukur

sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang

hendak dicapai. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran

efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk

memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi Official Goal.

Dari ketiga pendekatan tersebut dapat dikemukakan bahwa efektivitas

organisasi merupakan suatu konsep yang mampu memberikan gambaran

tentang keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya. Dalam hal

ini penulis menggunakan pendekatan proses (process approach) untuk

mengukur Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas

Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja. Mengingat Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu berorentasi pada pelayanan publik maka

pendekatan proses (process approach) melihat kegiatan internal organisasi dan

mengukur efektivitas melalui indikator internal seperti efesiensi dalam pelayanan,

daya tanggap petugas, sarana dan prasarana, semangat kerjasama dan loyalitas

kelompok kerja, serta hubungan antara pimpinan dan bawahan. Pendekatan

proses (internal process approach), menganggap efektivitas sebagai efesiensi

dan kondisi kesehatan organisasi internal, yaitu Kegiatan dan proses internal

organisasi yang berjalan dengan lancar.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

14

Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapai tujuan secara efektif

atau tidak, sebagaimana yang dikemukakan oleh S.P Siagian (1978:77) yaitu:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijakanaan yang mantap

4. Penyusunan program yang matang

5. Penyusunan program yang mantap

6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Pelaksanaan efektif dan efisien

8. Sistem pengawasan yang bersifat mendidik

Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L.

Ballachey dalam bukunya “Individual and Society” yang dikutip Sudarwan Danim

(2004:119), menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut :

1) Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa

kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil

dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input)

dengan keluaran (output).

2) Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini

dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat

kualitatif (berdasarkan pada mutu).

3) Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif

dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan

kemampuan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

15

4) Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi

dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling

memiliki dengan kadar yang tinggi.

II.1.3. Konsep Efektivitas Organisasi

S.P. Siagian (1993:68) mengemukakan beberapa kriteria atau ukuran

tentang pencapaian tujuan yang efektif atau tidak sebagai berikut:

Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, kejelasan strategi pencapai

tujuan, proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, tersedianya

sarana dan prasarana yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan

pengendalian yang bersifat mendidik.

Efektivitas kerja organisasi sangat tergantung dari efektivitas kerja dari

orang-orang yang bekerja didalamnya. Ada beberapa kriteria yang dapat

digunakan untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan

pelayanan (Sondang P. Siagian, 1996:60) antara lain :

1. Faktor waktu

Faktor waktu di sini maksudnya adalah ketepatan waktu dan

kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.

Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat tidaknya atau cepat

tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari satu orang ke orang lain.

Terlepas dari penilaian subjektif yang demikian, yang jelas ialah faktor

waktu dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran efektivitas kerja.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

16

2. Faktor kecermatan

Faktor kecermatan dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat

efektivitas kerja organisasi yang memberikan pelayanan. Faktor

kecermatan disini adalah faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada

pelanggan. Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak

terlalu tinggi kepada pemberi pelayan, apabila terjadi banyak kesalahan

dalam proses pelayanan, meskipun diberikan dalam waktu yang singkat.

3. Faktor gaya pemberian pelayanan

Gaya pemberian pelayanan merupakan salah satu ukuran lain

yang dapat dan biasanya digunakan dalam mengukur efektivitas kerja.

Yang dimaksud dengan gaya disini adalah cara dan kebiasaan pemberi

pelayanan dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Bisa saja si

pelanggan merasa tidak sesuai dengan gaya pelanggan yang diberikan

oleh pemberi pelayanan. Jika berbicara tentang sesuatu hal yang

menyangkut kesesuaian, sesungguhnya apa yang dibicarakan termasuk

hal yang tidak terlepas kaitannya dengan nilai-nilai sosial yang dianut oleh

orang yang bersangkutan.

Selanjutnya, Ricard M Steers (1986:209), mengemukakan ada 4 faktor

utama atas efektivitas organisasi:

1. Ciri Organisasi

Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi

tertentu dari efektivitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur,

ditemukan bahwa meningkatnya produktivitas dan efisiensi sering

merupakan hasil dari meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

17

organisasi, sentralisasi pengambilan keputusan dan formalisasi.

Walaupun produktivitas dan efisiensi cenderung mempunyai hubungan

yang positif dengan beberapa variabel. Bukti ini menunjukan bahwa para

manajer bertanggung jawab mengidentifikasikan dengan jelas sasaran-

sasaran pokok dan mengenali akibat terhadap sikap dan prilaku individu

oleh variasi struktur yang ditujukan pada sasaran itu.

2. Ciri Lingkungan

Lingkungan luar dan dalam juga dinyatakan berpengaruh atas

efektivitas. Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampak

amat bergantung pada 3 variabel kunci yaitu: 1) Tingkat keterdugaan

keadaan lingkungan, 2) Ketepatan persepsi dan 3) Tingkat rasionalitas

organisasi.

Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan organisasi terhadap perubahan

lingkungan. Makin tepat tanggapannya, makin berhasil adaptasi yang

dilakukan oleh organisasi.

3. Ciri Pekerja

Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektivitas adalah para

pekerja itu sendiri. Karena perilaku merekalah yang dalam jangka

panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan

organisasi. Sarana pokok untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan

ini dari pekerja adalah mengintegrasikan tujuan pribadi dengan sasaran.

Jika pekerja dapat memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan pribadi

dengan kerja mencapai sasaran organisasi adalah logis untuk membuat

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

18

asumsi bahwa baik keterikatan pada organisasi maupun prestasi kerja

akan meningkat.

4. Kebijakan dan Praktek Manajemen

Beberapa mekanisme khusus alat para manajer meningkatkan

efektivitas organisasi. Mekanisme ini meliputi penetapan strategi,

pencarian dan pemanfaatan sumber-sumber daya secara efisien,

menciptakan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan

pengambilan keputusan, adaptasi dan inovasi organisasi.

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, efektivitas suatu

konsep yang dapat dipakai sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan suatu

organisasi yang dapat diwujudkan dengan memperhatikan faktor biaya, tenaga,

waktu, sarana dan prasrana serta tetap memperhatikan resiko dan keadaan yang

dihadapi.

II.2. Konsep Pelayanan

Istilah pelayanan berasal dari kara “layan” yang artinya membantu

menyiapkan atau mengurus segala apa yang diperlukan orang lain untuk

perbuatan melayani. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pelayanan

diartikan sebagai berikut:

1. Perihal cara melayani.

2. Servis, jasa.

3. Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang/jasa.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

19

L.P. Sinambela (1992:198), menyatakan pada dasarnya setiap manusia

membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa

pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Harbani Pasolong (2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat

didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik

langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.

Beberapa pakar yang memberikan pengertian mengenai pelayanan

diantaranya adalah Moenir (Harbani Pasolong, 2007:128). Harbani Pasolong

(2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas

seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak

langsung untuk memenuhi kebutuhan

Hasibuan mendefinisikan pelayanan sebagai kegiatan pemberian jasa

dari satu pihak ke pihak lain, dimana pelayanan yang baik adalah pelayanan

yang dilakukan secara ramah tamah dan dengan etika yang baik sehingga

memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang menerima.

Menurut Kotler dalam Sampara Lukman (2000:8) mengemukakan,

pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan

atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada

suatu produk secara fisik.

Selanjutnya Sampara Lukman (2000:5) pelayanan merupakan suatu

kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang

lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan pelanggan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

20

Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos dalam

Ratminto (2005:2) yaitu pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian

aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi akibat adanya interaksi

antara konsumen dengan karyawan atau hal-hak lain yang disediakan oleh

perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan

permasalahan konsumen/pelanggan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perdayagunaan Aparatur Negara

Nomor 63 Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan umum sebagai:

“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Dari defenisi tersebut diatas, pelayanan publik atau pelayanan umum

dapat didefenisikan sebagai aspek bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk

barang publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan

oleh instansi pemerintahan di puast, di daerah, di lingkungan BUMN,

dilingkungan BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat

maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangu-undangan.

Sedangkan Moenir (2001:26-27) memberikan pengertian pelayanan

sebagai berikut:

“Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oelh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur atau metode tertentu dalam rangka memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”.

Selain asas-asas pelayanan publik yang harus diterapkan dalam

pelayanan publik, penyelenggaraan publik harus memperhatikan dan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

21

menerapkan prinsip pelayanan publik, yang berdasarkan Keputusan Menpan

Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus

memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Keserhanaan.

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan.

Kejelasan mencakup persyaratan teknis, administrasi pelayanan publik,

unit kerja, biaya.

3. Kepastian waktu.

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan.

4. Akurasi.

Pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

5. Keamanan.

Proses dan produk pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas penyelenggaraan dan penyelesaian keluhan.

6. Tanggung jawab.

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/personalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7. Kelengkapan sarana dan prasarana.

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk sarana teknologi telekomunikasi dan

telematika.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

22

8. Kemudahan akses.

9. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau masyarakat, dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan

informatika.

Pelayanan hendaknya memuaskan keinginan masyarakat. Oleh karena

itu, pemerintah harus selalu memperhatikan keinginan masyarakat dari berupaya

untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Layanan umum bentuknya tidak terlepas dari 3 macam, yaitu layanan

dengan lisan, layanan melalui tulisan dan layanan dengan perbuatan. Hal ini

dikemukakan oleh Moenir (1995:190-196) dalam bentuk layanan-layanan di

bawah ini:

1) Layanan dengan lisan.

Layanan dilakukan dengan lisan oleh petugas-petugas dibidang

Hubungan Masyarakat (HUMAS), bidang layanan informasi dan bidang-

bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan

kepada siapa pun yang memerlukan.

2) Layanan dengan tulisan.

Agar layanan tulisan ini memuaskan pihak yang dilayani, satu hal

harus diperhatikan ialah faktor kecepatan, baik dalam pengelolaan

masalah maupun dalan proses penyelesaian (pengetikan,

penandatanganan dan pengiriman kepada yang bersangkutan).

Layanan tertulis terdiri atas dua golongan, pertama layanan berupa

petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang-orang yang

berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

23

instansi atau lembaga. Kedua, layanan berupa reaksi tertulis atas

permohonan, laporan, keluhan, pemberitahuan dll.

3) Layanan berbentuk perbuatan.

Layanan dalam bentuk perbuatan 70%-80% dilakukan oleh

petugas-petugas tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian

dan keterampilan petugas tersebut sangat menetukan terhadap hasil

perbuatan atau pekerjaan. Layanan perbuatan dan layanan lisan sering

bergabung. Jadi tujuan utama orang yang berkepentingan ialah mendapat

pelayanan dalam bentuk perbuatan dan layanan lisan sering bergabung.

Jadi tujuan utama orang yang berkepentingan adalah mendapat

pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar

penjelasan dan kesanggupan secara lisan.

II.2.1. Jenis-jenis Pelayanan

Pengelompokan jenis pelayanan umum pada dasarnya dilakukan dengan

melihat jenis jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi. Tjiptono (dalam

Santosa, 2008:61) menyimpulkan pendapat beberapa ahli mengenai jenis-jenis

jasa sebagai berikut:

1. Dilihat dari pangsa pasarnya, dibedakan antara pelayanan:

a. Jasa kepada konsumen akhir.

b. Jasa kepada konsumen organisasional.

2. Dilihat dari tingkat keberwujudan, dibedakan antara pelayanan

a. Jasa barang sewaan.

b. Jasa barang milik konsumen.

c. Jasa untuk bukan barang.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

24

3. Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, dibedakan antara

a. Pelayanan profesional.

b. Pelayanan non-profesional.

4. Dilihat dari tujuan organisasi, dibedakan antara:

a. Pelayanan komersial.

b. Pelayanan nirlaba.

5. Dilihat dari pengaturannya, dibedakan antara:

a. Pelayanan yang diatur.

b. Pelayanan yang tidak diatur.

6. Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, dibedakan menjadi:

a. Pelayanan yang berbasis pada alat.

b. Pelayanan yang berbasis pada orang.

7. Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan, dibedakan

menjadi:

a. pelayanan dengan kontrak tinggi.

b. Pelayanan dengan kontrak rendah.

Menurut Ahmad Batinggi (1998:21) terdapat tiga jenis layanan yang bisa

dilakukan oleh siapapun, yaitu :

1. Layanan dengan lisan

Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas - petugas di bidang

Hubungan Masyarakat ( HUMAS ), bidang layanan Informasi, dan bidang-

bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan

kepada siapapun yang memerlukan. Agar supaya layanan lisan berhasil

sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat - syarat yang harus dipenuhi

oleh pelaku layanan yaitu:

Page 25: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

25

a. Memahami masalah - masalah yang termasuk ke dalam bidang

tugasnya.

b. Mampu memberikan penjelasan apa yang diperlukan, dengan lancar,

singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang

memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

c. Bertingkah laku sopan dan ramah

2. Layanan dengan tulisan

Layanan melalui tulisan merupakan bentuk layanan yang paling

menonjol dalam melaksanakan tugas. Sistem layanan pada abad

Informasi ini menggunakan sistem layanan jarak jauh dalam bentuk

tulisan.

Layanan tulisan ini terdiri dari 2 (dua) golongan yaitu, berupa

petunjuk Informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang - orang yang

berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan

instansi atau lembaga pemerintah. Kedua, layanan berupa reaksi tertulis

atau permohonan laporan, pemberian/ penyerahan, pemberitahuan dan

sebagainya. Adapun kegunaannya yaitu :

a. Memudahkan bagi semua pihak yang berkepentingan.

b. Menghindari orang yang banyak bertanya kepada petugas

c. Mamperlancar urusan dan menghemat waktu bagi kedua pihak, baik

petugas maupun pihak yang memerlukan pelayanan.

d. Menuntun orang ke arah yang tepat

3. Layanan dengan perbuatan

Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan dilakukan oleh

petugas-petugas yang memiliki faktor keahlian dan ketrampilan. Dalam

Page 26: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

26

kenyataan sehari - sehari layanan ini memang tidak terhindar dari layanan

lisan jadi antara layanan perbuatan dan lisan sering digabung. Hal ini

disebabkan karena hubungan pelayanan secara umum banyak dilakukan

secara lisan kecuali khusus melalui hubungan tulis yang disebabkan oleh

faktor jarak.

Lebih lanjut (Wirjatmi, 2006:11) mengemukakan klasifikasi pelayanan

publik, yaitu:

1. Pelayanan administratif, yaitu pelayanan publik yang menghasilkan

berbagai produk dokumen resmi yang dibutuhkan masyarakat. Produk ini

meliputi status kewarganegaraan, status usaha, sertifikat kompetensi,

kepemilikan, atau penguasaan atas barang. Wujud dari produk tersebut

adalah dokumen-dokumen resmi, seperti SIUP, ijin trayek, ijin usaha,

akta, kartu tanda penduduk, sertifikat tanah, dan lain sebagainya.

2. Pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk

jasa yang dibutuhkan masyarakat. Misalnya, pendidikan, kesehatan,

peneyelenggaraan transportasi, dan lain sebagainya.

3. Pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan jenis barang yang

dibutuhkan masyarakat. Misalnya, jaringan telepon, listrik, air bersih, dan

sebagainya.

II.2.2. Kualitas Pelayanan Publik

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah

memuaskan masyarakat. (Sinambela, 2008:6) mengatakan bahwa untuk

mencapai kepuasan bagi penerima pelayanan maka dituntut kualitas pelayanan

yang tercermin dari:

Page 27: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

27

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima pelayanan denga tetap berpegang

pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

4. Pertisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan kebutuhan, dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat

dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial,

dan lain-lain.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima

pelayanan publik.

Gasperz dalam buku Manajemen Kualitas Pelayanan yang disusun oleh

Sampara Lukman mendefenisikan bahwa:

“Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas pengguna produk”.

Pada hakekatnya, kualitas pelayanan publik dapat diketahui dengan

cara membandingkan persepsi para pelanggan (masyarakat) atas pelayanan

yang sesungguhnya mereka inginkan. Apabila pelayanan dalam prakteknya yang

Page 28: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

28

diterima oleh masyarakat sama dengan harapan atau keinginan mereka, maka

pelanggan tersebut dikatakan sudah memuaskan atau sudah berkualitas.

Zeithalm (Rakhmat, 2009), mengatakan ada dua faktor utama yang

mempengaruhi kualitas layanan, yaitu Expectative Service (pelayanan yang

diharapkan) dan Perceived Service (pelayanan yang diterima). Karena kualitas

pelayanan berpusat pada pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk

mengimbangi harapan pelanggan, maka Zeithaml mendefinisikan bahwa

pelayanan yang seharusnya adalah penyampaian pelayanan secara excelent

atau superior dibandingkan dengan pemenuhan harapan konsumen. Artinya

pelayanan yang diberikan seharusnya melebihi harapan konsumen agar tercipta

kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan.

Pelayanan birokrasi yang berkualitas, oleh Sinambela (2010:43)

didefinisikan melalui ciri-ciri berikut:

1. Pelayanan yang bersifat anti birokratis

2. Distribusi pelayanan

3. Desentralisasi dan berorientasi kepada klien

Adapun pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat menurut Moenir

(2006:41-44) adalah sebagai berikut:

1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan

yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadangkala dibuat-buat

2. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau hal-hal

yang bersifat tidak wajar.

3. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap

kepentingan yang sama, tertib, dan tidak pandang bulu.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

29

4. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan

karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknhya

diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang

tidak jelas.

Menurut Gasper (1997:2), karakteristik atau atribut yang harus

diperhitungkan dalam perbaikan kualitas jasa pelayanan ada 10 (dimensi), antara

lain sebagai berikut :

1. Kepastian waktu pelayanan

Ketetapan waktu yang di harapkan berkaitan dengan waktu

proses atau penyelesaian, pengiriman, penyerahan, jaminan atau garansi

dan menanggapi keluhan.

2. Akurasi pelayanan

Akulturasi pelayanan berkaitan dengan reabilitas pelayanan,

bebas dari kesalahan-kesalahan.

3. Kesopanan dan keramahan

Dalam memberikan pelayanan personil yang berada di garis

depan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan harus dapat

memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan. Sentuhan pribadi

yang menyenangkan tercermin melalui penampilan, bahasa tubuh dan

tutur bahasa yang sopan, ramah, lincah dan gesit.

4. Tanggung jawab

Bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan

dan penanganan keluhan pelanggan eksternal.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

30

5. Kelengkapan

Kelengkapan pelayanan menyangkut lingkup (cakupan) pelayanan

ketersediaan sarana pendukung.

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan

Kemudahan mendapatkan pelayanan berkaitan dengan

banyaknya petugas yang melayani dan fasilitas yang mendukung.

7. Pelayanan pribadi

Pelayanan pribadi berkaitan dengan ruang/tempat pelayanan

kemudahan, ketersediaan, data/Informasi dan petunjuk – petunjuk.

8. Variasi model pelayanan

Variasi model pelayanan berkaitan dengan inovasi untuk

memberikan pola baru pelayanan.

9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan

Kenyamanan pelayanan berkaitan dengan ruang tunggu/tempat

pelayanan, kemudahan, ketersediaan data dan Informasi dan petunjuk-

petunjuk.

10. Atribut pendukung pelayanan

Yang dimaksud atribut pendukung pelayanan dalam hal ini adalah

sarana dan prasarana yang diberikan dalam proses pelayanan.

II.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan

Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor yang penting guna

tercipta dan terwujudnya pelaksanaan secara efektif. Seperti yang dikemukakan

oelh H.A.S Moenir adalah sebagai berikut:

Page 31: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

31

a. Faktor kesadaran

Kesadaran menunjukkan suatu keadaan pada jiwa seseorang,

yaitu merupakan titik temu atau equilibrum dari berbagai pertimbangan

sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati dan

keseimbangan dalam jiwa yang bersangkutan. Dengan adanya

kesadaran pada pegawai atau petugas, diharapkan mereka dapat

melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, dan

disiplin.

b. Faktor aturan

Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan

perbuatan seseorang. Dalam organisasi kerja aturan dibuat oleh

manajemen sebagai pihak yang berwenang mengatur segala sesuatu

yang ada di organisasi kerja tersebut. Peraturan tersebut harus diarahkan

kepada manusia sebagai subyek aturan, artinya mereka yang membuat,

menjalankan dan mengawasi pelaksanaan aturan itu, maupun manusia

sebagai subyek aturan.

c. Faktor organisasi

Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda dengan

organisasi pada umumnya, namun terdapat beberapa perbedaan dalam

penerapannya. Sasaran pelayanan ditunjukkan secara khusus kepada

manusia yang memiliki watak dan kehendak yang multikompleks.

Organisasi perusahaan yang dimaksud yakni mengorganisir fungsi

pelayanan baik struktur maupun mekanismenya yang akan berperan

dalam mutu dan kelancaran pekerjaan.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

32

d. Faktor pendapatan

Pendapatan ialah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan

atas tenaga dan atau pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau

badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, maupun fasilitas, dalam

jangka waktu tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus dapat

memenuhi kebutuhan bak untuk dirinya sendiri maupun keluarga.

e. Faktor kemampuan dan keterampilan

Kemampuan berasal dari kata mampu yang dalam hubungan

dengan tugas/pekerjaan berarti dapat melakukan tugas/pekerjaan

sehingga menghasilkan batang atau jasa sesuai dengan yang

diharapkan. Kata kemampuan dengan sendirinya juga merupakan kata

sifat/keadaan yang ditujukan pada sifat atau keadaan seseorang yang

dapat melaksanakan tugas/pekerjaan atas dasar ketentuan-ketentuan

yang ada.

f. Faktor sarana pelayanan

Sarana pelayanan yang dimaksud adalah segala jenis peralatan,

perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat

utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial

dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang membangun dalam

organisasi kerja tersebut. Peranan sarana pelayanan sangat penting

dismping unsur manusianya sendiri, antara lain (1) sarana kerja yang

meliputi peralatan kerja, perlengkapan kerja dan perlengkapan bantu atau

fasilitas, (2) fasilitas pelayanan yang meliputi fasilitas ruangan, telepon

umum dan alat panggil.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

33

Faktor-faktor pendukung pelayanan menurut Moenir dalam bukunya

yang berjudul “Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia”, faktor tersebut dapat

mempengaruhi pelayanan, adapun faktor-faktor tersebut adalah :

1. Faktor kesadaran

Adanya kesadaran dapat membawa seseorang kepada keikhlasan

dan kesungguhan dalam menjalankan atau melaksanakan suatu

kehendak. Kehendak dalam lingkungan organisasi kerja tertuang dalam

bentuk tugas, baik tertulis maupun tidak tertulis, mengikat semua orang

dalam organisasi kerja. Karena itu dengan adanya kesadaran pada

pegawai atau petugas, diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan

penuh keikhlasan, kesungguhan dan disiplin. Kelebihan dan tingkah laku

orang lain jika disadari lalu dikembangkan dapat menjadi faktor

pendorong bagi kemajuan dan keberhasilan.

2. Faktor aturan

Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan

perbuatan orang. Makin maju dan majemuk suatu masyarakat makin

besar peranan aturan dan dapat dikatakan orang tidak dapat hidup layak

dan tenang tanpa aturan. Oleh karena itu aturan demikian besar dalam

hidup masyarakat maka dengan sendirinya aturan harus dibuat, dipatuhi,

dan diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan

maksudnya. Dalam organisasi kerja dibuat oleh manajemen sebagai

pihak yang berwenang mengatur segala sesuatu yang ada di organisasi

kerja tersebut. Oleh karena setiap orang pada akhirnya menyangkut

langsung atau tidak langsung kepada orang, maka masalah manusia

serta sifat kemanusiaannya harus menjadi pertimbangan utama.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

34

Pertimbangan harus diarahkan kepada sebagai subyek aturan, yaitu

mereka yang akan dikenai aturan itu.

3. Faktor organisasi

Organisasi pada dasarnya tidak berbeda dengan organisasi pada

umunya, namun ada perbedaan sedikit dalam penerapannya, karena

sasaran pelayanan ditujukan secara khusus, kepada manusia yang

mempunyai dan kehendak multikompleks, kepada manusia yang

mempunyai dan kehendak multikompleks. Oleh karena itu organisasi

yang dimaksud disini tidak semata-mata dalam perwujudan susunan

organisasi, melainkan lebih banyak pada pengaturan dan mekanisme

kerjanya yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang memadai.

4. Faktor pendapatan

Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai

imbalan atas tenaga, dana, serta pikiran yang telah dicurahkan untuk

orang lain atau badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, maupun

fasilitas, dalam jangka waktu tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus

dapat memenuhi kebutuhan hidup baik untuk dirinya maupun

keluarganya.

5. Faktor kemampuan dan keterampilan

Kemampuan yang dimaksud disini adalah keadaan yang ditujukan

pada sifat atau keadaan seseorang dalam melaksanakan tugas atau

pekerjaan atas ketentuan-ketentuan yang ada. Istilah yang “kecakapan”

selanjutnya keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas atau

pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan pengetahuan kerja

yang tersedia. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa

Page 35: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

35

keterampilan lebih banyak menggunakan unsur anggota badan dari pada

unsur lain.

6. Faktor sarana pelayanan

Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis

pelayanan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai

alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga

berfungsi social dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang

berhubungan dengan organisasi kerja itu. Fungsi sarana pelayanan itu

antara lain:

a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat

menghemat waktu.

b. Meningkatkan produktivitas, baik barang maupun jasa.

c. Kualitas produk yang lebih baik.

d. Kecepatan susunan dan stabilitas terjamin.

e. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang

berkepentingan.

f. Menimbulkan perasaan puas orang-orang yang berkepentingan

sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.

II.2.4. Pelayanan Perizinan

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun

1993 kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan umum sebagai

segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat,

di Daerah, dan di lingkungan BUMN dan BUMD dalam bentuk barang dan jasa,

baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam

Page 36: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

36

rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan

pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perizinan dapat

didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya

manjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di

Daerah, dan lingkungan BUMN atau BUMD, baik dalam rangka upaya

pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan

pelayanannya adalah izin atau warkat. (Ratminto, 2005:5).

Jadi pelayanan perizinan adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan

oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat legalitas atau melegalkan

kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu atau organisasi.

Asep Warlan Yusuf (Ridwan, 2009:92) mengatakan bahwa izin adalah

instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai

sarana hukum administrasi untuk menngendalikan perilaku masyarakat.

Sedangkan menurut Sjachran Bash izin adalah perbuatan hukum administrasi

negara yang menghasilkan peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur

sebagaimana ditetepkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pelayanan perizinan dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat, misalnya upaya instansi yang berwenang dalam memberikan

jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah maupun Izin Mendirikan

Bangunan misalnya sehingga dapat menjamin segala aktivitas. Izin Mendirikan

Bangunan diperlukan dengan maksud untuk mendirikan bangunan yang aman

tanpa gangguan yang berarti. Jadi, pelayanan perizinan adalah segala bentuk

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat

Page 37: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

37

legalitas atau melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu

atau organisasi.

Menurut Ratminto (2005:39), dalam bukunya yang berjudul

“Manajemen Pelayanan” kualitas pelayanan perizinan sangat dipengaruhi oleh

lima faktor yaitu :

a) Kuatnya Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan

Adanya kesetaraan hubungan atau kesetaraan posisi tawar antara

pemberi pelayanan dan pengguna jasa pelayanan yang dilakukan antara

lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan.

Sehingga posisi tawar masyarakat seimbang dengan posisi tawar

pemberi jasa pelayanan.

b) Berfungsinya Mekanisme „Voice‟

Pengguna jasa pelayanan harus diberi kesempatan untuk

mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang

diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka

posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar

penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas pelayanan dapat

ditingkatkan.

c) Pembentukan Birokrat Yang Berorientasi Pelayanan

Faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan adalah sumber

daya manusia atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan. Oleh

sebab itu pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia

penyelenggara pelayanan (birokrat) harus ditingkatkan baik secara

kualitas maupun kuantitas.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

38

d) Pengembangan Kultur Pelayanan

Hal lain yang juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan

perizinan adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat.

Penyelenggara pelayanan harus memiliki kultur pelayanan yang

berorientasi pada kepentingan masyarakat.

e) Pembangunan Sistem Pelayanan Yang Mengutamakan Kepentingan

Masyarakat

Faktor terakhir yang juga sangat penting dalam manajemen pelayanan

perizinan adalah beroperasinya pelayanan yang mengutamakan

kepentingan masyarakat. Pelayanan yang berkualitas harus memberikan

kejelasan sistem dan prosedur sehingga ada kepastian yang diperoleh

masyarakat pengguna layanan.

Menurut Ridwan (2009:163) ada beberapa hambatan yang biasanya

dikeluhkan oleh masyarakat yang ingin mengurus perizinan yaitu :

1) Biaya perizinan

a) Biaya pengurusan izin sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil.

Besarnya biaya perizinan seringkali tidak transparan.

b) Penyebab besarnya biaya disebabkan karena pemohon tidak

mengetahui besar biaya resmi untuk pengurusan izin, dan karena

adanya pungutan liar.

2) Waktu

a) Waktu yang diperlukan mengurus izin relatif lama karena prosesnya

yang berbelit.

b) Tidak adanya kejelasan kapan izin diselesaikan.

c) Proses perizinan tergantung pada pola birokrasi setempat.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

39

3) Persyaratan

a) Persyaratan yang sama dan diminta secara berulang-ulang untuk

berbagai jenis izin.

b) Persyaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh.

c) Informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dan terdapat beberapa

persyaratan yang tidak dapat dipenuhi khususnya oleh para

pengusaha kecil.

II.2.5. Izin Mendirikan Bangunan

Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 45 tahun 1998,

yang dimaksud dengan Izin Mendirikan Bangunan termasuk dalam

pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan

pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana teknis

bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap

memperhatikan koefisisen dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan

(KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan

bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat

keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. (Marsinta, 2004:18)

Jadi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan untuk

melakukan kegiatan membangun yang dapat diterbitkan apabila rencana

bangunan dinilai telah sesuai dengan ketentuan yang meliputi aspek pertanahan,

aspek planalogis (perencanaan), aspek teknis, aspek kesehatan, aspek

kenyamanan, dan aspek lingkungan. (Goenawan, 2009:81)

Page 40: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

40

Salah satu dasar pertimbangan penetapan peraturan izin mendirikan

bangunan adalah agar setiap bangunan memenuhi teknik konstruksi, estetika

serta persyaratan lainnya sehingga tercipta suatu rangkaian bangunan yang

layak dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, keindahan dan

interaksi sosial. Tujuan dari penerbitan IMB adalah untuk mengarahkan

pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat, swasta maupun

bangunan pemerintah dengan pengendalian melalui prosedur perizinan,

kelayakan lokasi mendirikan, peruntukan dan penggunaan bangunan yang

sehat, kuat, indah, aman dan nyaman.

IMB berlaku pula untuk bangunan rumah tinggal lama yaitu

bangunan rumah yang keberadaannya secara fisik telah lama berdiri tanpa

atau belum ber-IMB. Selain untuk rumah tinggal IMB juga berlaku untuk

bangunan-bangunan dengan fungsi yang lain seperti gedung perkantoran,

gedung industri, dan bangunan fasilitas umum. IMB memiliki dasar hukum

yang harus dipatuhi sehingga mutlak harus dimiliki setiap orang yang berniat

mendirikan sebuah bangunan.

Selain itu, adanya IMB berfungsi supaya pemerintah daerah dapat

mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat

penting bagi perencanaan, pengawasan dan penertiban pembangunan kota

yang terarah dan sangat bermanfaat pula bagi pemilik bangunan karena

memberikan kepastian hukum atas berdirinya bangunan yang bersangkutan

dan akan memudahkan bagi pemilik bangunan untuk suatu keperluan, antara

lain dalam hal pemindahan hak bangunan yang dimaksud sehingga jika tidak

Page 41: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

41

adanya IMB maka akan dikenakan tindakan penertiban sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

II.3 Kerangka Konsep

Menurut Martiani dan Lubis terdapat tiga pendekatan yang digunakan

untuk menukur efektivitas, yaitu pendekatan sasaran, pendekatan sumber, dan

pendekatan proses. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur efektivitas

pada penelitian ini adalah pendekatan proses yang menekankan pada efisiensi

dalam pelayanan dan kondisi kesehatan internal organisasi.

Mengingat Kantor Dinas Permukiman dan Tata Ruang yang berorentasi

pada pelayanan publik maka pendekatan proses (process approach) melihat

kegiatan internal organisasi dan mengukur efektivitas melalui indikator internal

seperti efesiensi dalam pelayanan, daya tanggap petugas, sarana dan

prasarana, semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja, dan hubungan

antara pimpinan dan bawahan. Dengan adanya indikator yang telah ditetapkan,

maka dalam suatu organisasi yang disertai dengan pelaksanaan pelayanan

yangmana bila telah memenuhi apa yang menjadi harapan yang diinginkan oleh

publik serta terealisasikan dapat dikatakan efektif.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

42

Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun keranka konsep penelitian

seperti gambar 1 berikut:

Gambar 1. Kerangka Konsep

Pelayanan Izin

Mendirikan Bangunan

Pendekatan Pengukuran Efektifitas (Martani dan Lubis):

Pendekatan Proses (process approach)

Diukur dengan indikator:

1. Efisiensi Pelayanan

2. Daya Tanggap Petugas

3. Sarana dan Prasarana

4. Semangat Kerjasama dan

Loyalitas Kelompok

5. Hubungan antara Pimpinan

dan Bawahan

Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan

Bangunan

Page 43: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

43

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yang

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang efektivitas pelayanan publik

pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja.

Selanjutnya Sugiono (2003 : 11) berpendapat bahwa pada penelitian

kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Penelitian kualitatif bertujuan untuk

mengungkapkan informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah

proses dan makna dengan cara mendeskripsikan sesuatu masalah.

Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah pendekatan interaksi

simbolik, diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki

pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka.

Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya

bersifat esensial serta menentukan. Penelitian ini juga menginterpretasikan atau

menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh

dari informan dilapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang

kondisi yang ada menghubungkan variabel-variabel dan selanjutnya akan

dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian

Kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian ini berdasarkan

metode ini dianggap sangat relevan dengan materi penulisan skripsi, karena

penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yaitu mengambarkan apa adanya

dari kejadian yang diteliti. Selain itu, guna memperoleh data yang objektif dan

valid dalam rangka memecahkan permasalahan yang ada.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

44

III.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang

Kabupaten Tana Toraja.

III.3. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif.

Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau

keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk

mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang

keadaan sebenarnya dari obyek yang di teliti. Sedangkan dasar penelitiannya

adalah wawancara kepada narasumber/informan yang berisi pertanyaan-

pertanyaan mengenai hal yang berhubungan dengan rumusan masalah

penelitian.

III.4. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka pikir. Adapun

dalam pengukuran efektifitas akan diukur dengan pendekatan pengukuran yang

dikemukakan oleh Martani dan Lubis (1987:55), bahwa terdapat 3 pendekatan

pengukuran efektivitas, yakni pendekatan Sumber (resource approach),

Pendekatan Proses (process approach), dan Pendekatan Sasaran (goal

approach). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan

Proses (process approach) yang terlebih dahulu ditentukan indikatornya, yaitu

sebagai berikut:

Page 45: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

45

a. Efisiensi dalam Pelayanan

Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari

segi besarnya sumber/biaya dan waktu untuk mencapai hasil dari

kegiatan yang dijalankan.

b. Daya tanggap petugas

Keinginan untuk melayani masyarakat secara tepat dengan tidak

mengulur-ulur waktu. Saat pengguna layanan membutuhkan

pelayanan, maka penyedia layanan segera memberikan pelayanan

tanpa harus menunggu lama.

c. Sarana dan Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang

keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan

publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua

kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang

diharapkan sesuai dengan rencana.

d. Semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja

Setiap organisasi selalu berusaha agar produktivitas kerja

karyawan dapat ditingkatkan. Untuk itu pimpinan perlu mencari cara

dan solusi guna menimbulkan semangat kerja para karyawan. Hal itu

penting, sebab semangat kerja mencerminkan kesenangan yang

mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan sehingga pekerjaan

lebih cepat dapat diselesaikan dan hasil yang lebih baik dapat dicapai.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

46

e. Hubungan antara pimpinan dan bawahan

Hubungan antara pimpinan dan pegawai berpengaruh untuk

menciptakan suasana kerja yang kondusif, sehingga pekerjaan

menjadi lebih mudah dan lancar.

III.5. Informan

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi

dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang

penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai,

sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.

Informannya antara lain:

1. Kepala Dinas

2. Kepala Sub Bagian Umum dan Staf

3. Kasi Perijinan dan Staf

4. Masyarakat umum yang sedang mengurus IMB

5. Masyarakat umum yang telah mengurus IMB

III.6. Jenis Sumber Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber dan cara

Menurut Lofland (1984;47) sebagaimana yang dikutip Lexi J Moeleong bahwa

sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Penelitian

dilakukan pada dua sumber, yaitu penelitian yang dilakukan dalam penelitian

lapangan dan dari penelitian akan didapatkan dua jenis data yaitu :

Page 47: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

47

III.6.1 Data sekunder

Data sekunder yang bersumber dari hasil olahan instansi atau sesuatu

lembaga tertentu bukan saja untuk kepentingan lembaganya tetapi juga untuk

pihak lain yang membutuhkan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh landasan

atau kerangka pemikiran yang digunakan untuk membahas hasil penelitian.

III.6.2 Data primer

Penelitian ini disebut Field Research, dimana penulis langsung

berkomunikasi dengan sumber data berupa data primer kemudian untuk

memperoleh data dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data

dengan menerapkan teknik penggumpulan data yang dapat disebutkan pada

uraian selanjutnya.

III.7. Teknik pengumpulan data

Guna memperoleh data dan informasi serta keterangan-keterangan bagi

kepentingan penulis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

instrumen sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis

terhadap gejala-gejala yang diteliti. Kegiatan pengamatan terhadap obyek

penelitian ini untuk memperoleh keterangan data yang lebih akurat

mengenai hal-hal yang diteliti serta untuk mengetahui relevasi antara

jawaban responden dengan kenyataan yang terjadi di lapangan

khususnya efektivitas pelayanan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang

Kabupaten Tana Toraja.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

48

b. Wawancara

Penelitian mengadakan tanya jawab dengan para informan untuk

memperoleh data mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan masalah

pembahasan skripsi ini dalam hal melakukan wawancara digunakan

pedoman pertanyaan yang disusun berdasarkan kepentingan masalah

yang diteliti.

c. Dokumentasi

Studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka,

dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan

dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan

tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan

pemerintah dan Undang-Undang yang telah tersedia pada lembaga yang

terkait dipelajari, dikaji dan disusun/dikategorikan sedemikian rupa

sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan

dengan penelitian yang akan dilakukan.

III.8. Teknik Pengelolahan Data dan Analisis Data

Teknik analisa dilakuakan secara kualitatif, yang dibantu dengan data

angka yang dikualifikasikan melalui tabel frekwensi. Menurut Bogdan dan Biken

(1982), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang

dapat dikelolah, mensistesiskannya, dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain. Di dalam melakukan analisis data penelitian

mengacu kepada beberapa tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman yang

terdiri dari beberapa tahapan antara lain :

Page 49: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

49

1. Pengumpulan Informasi melalui wawancara terhadap key informan yang

comportable terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke

lapangan untuk menunjang penerimaan yang dilakukan agar

mendapatkan sumber data yang diharapkan.

2. Reduksi Data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan

perhatian kepada penyerdehanaan, transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan

transkrip data (transformasi data) untuk memilih informasi mana yang

dianggap sesuai dan tidak sesuai dengan masalah yang menjadi pusat

penelitian di lapangan.

3. Penyajian data (data display), yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam

bentuk naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan

mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih

kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan.

4. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion

drawing/verivication), yang mencari pola-pola penjelasan, konfigurasi

yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan

dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan

ulang pada catatan-catatan di lapangan sehingga data-data dapat diuji

validitasnya.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

50

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi

Selatan dengan ibukotanya Kota Makale, berjarak ±350 Km dari kota Makassar

dan memiliki luas wilayah secara keseluruhan 2.054,30 Km² yang terbagi dalam

159 Desa/Kelurahan dan 19 Kecamatan dan berpenduduk 248.607 jiwa.

Secara geografis, Kabupaten ini terletak pada 20 - 30 LS dan 1190 - 1200 BT

yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Polmas di sebelah barat,

Kabupaten Luwu di sebelah timur, Kabupaten Luwu dan Mamuju di sebelah

utara dan Enrekang di sebelah selatan.

Adapun visi kabupaten tana toraja adalah “Terwujudnya Tana Toraja

sebagai idaman yang paling indah dan tempat tinggal masyarakat yang mandiri,

kreatif, dinamis, sejahtera dan penuh kasih persahabatan”.

IV.2. Profil Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja

Dinas Permukiman dan Tata Ruang merupakan bagian dari Pemerintahan

Daerah Kabupaten Tana Toraja yang merupakan unsur penunjang yang dipimpin

oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati

melalui Sekretaris Daerah. Dinas Permukiman dan Tata Ruang juga merupakan

salah satuperangkat daerah yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat

strategis dalam penyerasian pembangunan wilayah secara berkelanjutan.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

51

Dinas Tata Ruang dan Permukiman merupakan unsur pelaksana otonomi

daerah di bidang tata ruang, bangunan, perumahan dan permukiman, air bersih

dan teknik penyehatan lingkungan,dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang

berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris

Daerah.

IV.2.1. Visi dan Misi Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana

Toraja

Visi merupakan pandangan sejauh mana dan bagaimana instansi

pemerintah harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis,

antisipatif, inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang

akan datang tentang keadaan masa depan organisasi yang berisikan cita-cita

dan citra yang ingin diwujudkan.

Mengacu pada pernyataan diatas, maka Visi dari Dinas Permukiman dan

Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja adalah:

”Terwujudnya keselarasan pembangunan prasarana dan sarana

pemukiman guna mewujudkan keserasian pembangunan wilayah perkotaan dan

pedesaan secara terpadu, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.”

Misi adalah suatu yang harus dilaksanakan oleh organisasi (instansi

pemerintah) agar tujuan organisasi dapat tercapai dan berhasil dengan baik. Misi

dari Dinas Permukiman dan Tata Ruang adalah:

“Perwujudan tanggung jawab untuk mencapai optimalisasi terlaksananya

pembangunan lingkungan pemukiman dan secara mandiri oleh masyarakat serta

Page 52: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

52

pemanfaatan ruang secara konsisten berdasarkan penataan ruang yang telah

ditetapkan.”

IV.2.2. Tugas dan Fungsi Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten

Tana Toraja

Dinas Tata Ruang dan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan

sebagai urusan pemerintah daerah di bidang penataan ruang, bangunan,

perumahan dan permukiman, air bersih dan teknik penyehatan lingkungan

pemukiman berdasarkan azaz otonomi dan tugas pembantuan, penataan

bangunan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Dinas

Tata Ruang dan Permikiman, menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakkan teknis Dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan,

pembinaan, evaluasi dan penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang

tata ruang, banunan, perumahan dan permukiman, air bersih dan

penyehatan lingkungan.

2. Penyelenggaraan urusan pemerintah dalam pelayanan umum di bidang

tata ruang, bangunan, perumahan dan permukiman, air bersih, dan teknis

penyehatan lingkungan.

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas Dinas dalam menyelenggarakan

urusan pemerintah di bidang tata ruang, bangunan, perumahan dan

permukiman, air bersih, dan teknis penyehatan lingkungan.

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas

dan fungsi dinas.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

53

IV.2.3. Susunan Organisasi Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten

Tana Toraja

Susunan Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidenreng

Rappang, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 10

tahun 2008 dapat dilihat sebagai berikut :

1. Kepala Dinas

2. Sekretaris

2.1. Sub. Bagian Keuangan

2.2. Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian

2.3. Sub. Bagian Perencanaan dan Pelaporan

3. Bidang Tata Ruang

3.1. Kasi Penyusun Rencana Tata Bangunan

3.2. Kasi Pengendalian Pemanfaatan Rencana Tata Ruang

3.3. Kasi Survey dan Pemetaan

4. Bidang pembangunan pengembangan pemukiman dan perumahan

4.1. Kasi Perumahan dan Pemukiman

4.2. Kasi Sarana dan Prasarana Lingkungan

4.3. Kasi Pengembangan Kawasan Pemukiman

5. Bidang Pengembangan Perkotaan dan Pedesaan

5.1. Kasi Kerjasama Pembangunan

5.2. Kasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

5.3. Kasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Perkotaan

Page 54: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

54

6. Bidang Pengawasan Bangunan

6.1. Kasi Penertiban dan Pengawasan

6.2. Kasi Pengaduan dan Pengusutan

6.3. Kasi Perizinan

IV.2.4. Keadaan Pegawai Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten

Tana Toraja

Pegawai adalah pelaksana tugas perkantoran baik dari segi fisik maupun

dari segi materialnya. Dalam hal ini pegawai adalah manusia yang mempunyai

sifat keterbatasan pikiran, waktu, tenaga, dan lain-lain. Dari keterbatasan-

keterbatasan yang ada kiranya perlu mendapat suatu bentuk pembinaan-

pembinaan, seperti latihan kerja dan sebagainya.

Efektif tidaknya suatu organisasi tetap tergantung pada orang-orang yang

membantu dalam menyukseskan hasil luaran (output) berupa informasi

kepegawaian yang akurat dan up to date sedangkan intern organisasi seperti

peningkatan dari segi kemampuan, kualitas maupun kuantitas pegawai.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat dilihat keadaan

pegawai pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang sebagai berikut:

Page 55: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

55

Tabel 1

Keadaan Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang

Kabupaten Tana Toraja Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Pegawai Persentase

1

2

Laki-Laki

Perempuan

23

11

66,67%

33,33%

JUMLAH 34 100%

Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang

April 2012

Selanjutnya penulis akan memberikan gambaran tentang keadaan

pegawai berdasarkan golongan kepangkatan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2

Keadaan Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang

Kabupaten tana Toraja Berdasarkan Golongan

No Golongan Jumlah Persentase

1.

2.

3.

II

III

IV

6

26

2

17,64 %

76,47 %

5,88 %

JUMLAH 34 100 %

Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang

April 2012

Selanjutnya pada tabel dibawah ini, diuraikan keadaan tingkat pendidikan yang

dimiliki aparat yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidenreng

Rappang, sebagai berikut :

Page 56: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

56

Tabel 3

Keadaan Pegawai Negeri Sipil Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten

Tana Toraja Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1

2

3

4

5

S2

S1

Diploma

SLTA

SLTP

2

23

2

7

-

5,88%

67,64%

5,88%

20,58%

-

JUMLAH 34 100 %

Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang

April 2012

IV.3. Standar Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kabupaten Tana Toraja

Sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 3 Tahun

2009 tentang retribusi dan standar pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

maka berikut ini dijelaskan syarat, waktu, dan biaya dalam proses pemberian

layanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

1. Syarat dan Waktu

Surat keterangan hak kepemilikan atas tanah

Surat persetujuan tetangga

Surat pernyataan pemohon

Surat keluasan tanah

Gambar rencana bangunan

Waktu penyelesaiannya selama kurang lebih 12 hari

Page 57: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

57

2. Biaya Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Cara menentukan Biaya Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

diukur dengan menggunakan Tarif Luas Lantai Bangunan Meter

Persegi (M²) ditetapkan seragam untuk jenis bangunan sebagai

berikut:

a. Untuk Bangunan Permanen berlantai satu Rp. 8000,-/M²

b. Untuk Bangunan Permanen berlantai dua Rp. 5000,-/M²

c. Untuk Bangunan Semi Permanen berlantai satu Rp. 4000,-/M²

d. Untuk Bangunan Semi Permanen berlantai dua Rp. 3000,-/M²

e. Untuk Bangunan Sementara Rp. 2000,-/M²

f. Untuk Bangunan Tower Rp. 7.500.000,-/unit

Koefisien Guna Bangunan, Koefisien Luas Bangunan, dan Tingkat

Bangunan ditetapkan. Koefisien adalah harga satuan angka-angka

jumlah guna, luas, dan tingkat bangun yang digunakan untuk

mengerjakan suatu bangunan dalam satu satuan tertentu.

Penjelasannya dapat dilihat pada tabelsebagai berikut:

Page 58: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

58

a. Koefisien Guna Bangunan

Tabel. 4

Koefisien Guna Bangunan

No Guna Bangunan Koefisien

1 Bangunan Sosial

0,50

2 Rumah Tinggal

1,00

3 Bangunan Fasilitas Umum

1,00

4 Bangunan Fasilitas Umum Swasta

1,50

5 Bangunan Perumahan Milik Swasta

1,50

6 Bangunan Perdagangan dan Jasa

2,00

7 Bangunan Industri

2,50

Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang

2009

Page 59: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

59

b. Koefisien Luas Bangunan

Tabel.5

Koefisien Luas Bangunan

No Luas bangunan Koefisien

1 Bangunan dengan luas s/d 100 M² 1,00

2 Bangunan dengan luas s/d 250 M² 1,50

3 Bangunan dengan luas s/d 500 M² 2,00

4 Bangunan dengan luas s/d 1000 M² 2,50

5 Bangunan dengan luas s/d 2000 M² 3,00

6 Bangunan dengan luas s/d 3000 M² 3,00

7 Bangunan dengan luas s/d 3001 M² 3,50

Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang 2009

c. Koefisien Tingkat Bangunan

Tabel.6

Koefisien Tingkat Bangunan

No Tingkat Bangunan Koefisien

1 Bangunan 1 Lantai 1,00

2 Bangunan 2 Lantai 2,00

3 Bangunan 3 Lantai 2,50

4 Bangunan 4 Lantai ke atas 3,00

Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang

2009

Page 60: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

60

Biaya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dihitung sebagai

perkalian antara tarif Luas Lantai Bangunan Meter Persegi (m²) dikali

Koefisien Guna Bangunan, dikali Koefisien Luas Bangunan, dikali

Koefisien Tingkat Bangunan.

Khusus untuk bangunan milik swasta melalui proses Pelelangan

Biaya Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatur sebagai

berikut:

a. Bangunan Baru sebesar 2% dari Nilai Rencana Anggaran Biaya

(RAB) Bangunan.

b. Rehabilitasi Berat atau Revitalisasi sebesar 1% dari Nilai

Rencana Anggaran Biaya (RAB) Bangunan.

c. Rehabilitasi Ringan sebesar 0,5% dari Nilai Rencana Anggaran

Biaya (RAB) Bangunan.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

61

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelayanan Perizinan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks.

Kualitas pelayanan perizinan sendiri juga dapat diidentifikasi dari peraturan

pemerintah daerah dalam mendukung sekaligus memberikan legitimasi lembaga

perizinan di daerah untuk memberikan pelayanan secara lebih efektif dan efisien.

Dalam hal penyediaan pelayanan perizinan, petugas birokrasi sering kali

memberikan prosedur yang sangat rumit dan cenderung berbelit-belit, sulit

diakses, memiliki prosedur yang sangat rumit serta tidak adanya kepastian waktu

dan keterbukaan biaya pelayanan yang dibutuhkan. Jika mekanisme yang rumit

terus tetap berjalan, otomatis membuat masyarakat menjadi malas dan enggan

dalam mengurus perizinan.

Berikut adalah data masyarakat Kab. Tana Toraja yang telah memiliki

IMB:

Page 62: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

62

Tabel. 7

Jumlah Masyarakat Kab. Tana Toraja yang Telah Memiliki IMB

No Bulan Jumlah

1 Januari 17

2 Februari 24

3 Maret 28

4 April 28

5 Mei 35

6 Juni 20

7 Juli 48

8 Agustus 25

9 September 18

10 Oktober 35

11 Nopember 31

12 Desember 25

Sumber : Diolah dari data sekunder Dinas Permukiman dan Tata Ruang

2011

Page 63: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

63

Berdasarkan hasil penelitian dan observasi yang dilakukan oleh penulis

di Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja sebagai lembaga

yang mengurus tentang keselarasan pembangunan sarana, prasarana,

permukiman dan tentunya pemberi pelayanan prima kepada masyarakat,

terkhusus dalam hal ini efektivitas pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa untuk mengukur

efektivitas peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Martiani dan

Lubis, yaitu pengukuran efektivitas melalui pendekatan proses (process

approach) dimana pendekatan ini memusatkan perhatian pada efektivitas

sebagai efisiensi pelaksanaan program, dan memusatkan perhatian terhadap

kegiatan yang dilakukan terhadap sumber yang dimiliki dan menggambarkan

tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas dari segi

pendekatan proses adalah:

V.1 Efisiensi Pelayanan

Efisiensi merupakan salah satu dimensi yang perlu dideteksi dalam

pengukuran efektivitas pelayanan publik karena efisiensi itu berkaitan dengan

segala persyaratan yang relevan dengan pelayanan yang diberikan kepada

publik, bagaimana pemanfaatan sumber daya dalam penciptaan efektivitas

tersebut. Dimensi efisiensi terkait efektivitas pelayanan publik di Dinas

Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja yang dapat dideteksi

berdasarkan sub- sub indikator berikut:

Page 64: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

64

Waktu

STANDAR OPERATING PROSEDUR (SOP) PENGURUSAN IMB

Gambar 2. SOP Pengurusan IMB Sumber: Data sekunder DPTR Kab. Tana Toraja

Untuk menciptakan pelayanan perizinan yang efektif dapat dilihat dari

kepastian waktu pelayanan dalam penyelesaian pengurusan surat izin.

Berkenaan dengan masalah waktu, berapa lama waktu yang diperlukan untuk

pelayanan IMB? Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasi Perizinan Bapak

Petrus Turu‟ Allo menyatakan bahwa:

“Dalam menyelesaikan pelayanan IMB, membutuhkan waktu yang tidak begitu lama, karena kami berusaha untuk memberikan pelayanan prima bagi masyarakat. namun penyelesaiannya itu juga bergantung pada situasi maupun kondisi yang ada. Sedangkan masalah standar sendiri ada sesuai dengan SOP (Standar Operating Prosedur), lama waktunya ±12 hari”

(hasil wawancara pada tanggal 5 April 2012)

Proses IMB

Pengecekan Kelengkapan:

1. Administrasi

2. Teknik

(Lama=1 hari)

Penerimaan:

1. Blanko IMB

2. Papan IMB

(Lama= 1 hari)

Penandatanganan

Blanko IMB

(Lama=1 hari)

Pembayaran Retribusi

IMB

(Lama= 1 hari)

Permohonan IMB Pengambilan Blanko

Permohonan IMB

(Lama=1 hari)

Pengurusan Kelengkapan:

A. Administrasi:

B. Teknik

(Lama=3 s/d 6 hari)

Page 65: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

65

Selain itu terdapat pendapat lain yang diutarakan oleh Staf Perizinan Ibu

Cory C. Marseniel, SH yang menyatakan bahwa:

“Waktu yang digunakan petugas dalam menyelesaikan pelayanan IMB yaitu ±11-12 hari tergantung dari penerima pelayanan itu sendiri. Kalau mereka sudah memenuhi persyaratan yang ada dan sudah lengkap sudah pasti pengurusannya selesai tepat pada waktunya”

(hasil wawancara pada tanggal 5 April 2012)

Adapun pendapat dari penerima layanan Bapak Paulus Amba Bunga‟

yang menyatakan:

“Pelayanan yang saya terima tidak berbelit-belit dan selesai tepat pada waktunya karena saya sebagai penerima layanan sudah memenuhi semua persyaratan, aturan dan prosedur yang dibutuhkan untuk pengurusan IMB ini.”

(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)

Sedangkan wawancara dengan penerima layanan lainnya yaitu Bapak

Bantun yang menyatakan:

“Saya sebagai penerima layanan merasa sudah cukup puas dengan pelayanan yang saya terima. Mereka tidak berbelit-belit dalam memberikan pelayanan dan juga waktu yang diperlukan untuk selesainya pengurusan IMB ini tidak begitu lama. Yah, kurang lebih 12 hari mungkin dan itu memang sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.”

(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)

Sedangkan Bapak A. London Padang menyatakan:

“Sebelumnya saya tidak tahu bagaimana cara pengurusan IMB ini dan persyaratannya apa saja. Jadi dalam mengurus surat IMB ini waktu pelayanannya saya belum tahu apakah akan selesai tepat waktu.”

(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)

Page 66: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

66

Kemudian Ia juga menambahkan:

“Menurut saya pelayanannya masih kurang efektif sih, karena saya harus datang dua kali ke kantor hanya untuk mengetahui informasi syarat, prosedur, dan mengambil blanko pendaftaran. Yah, jadi perlu waktu yang lama untuk saya mengurus semua persyaratannya. Mungkin akan lebih baik kalau petugas menyediakan layanan informasi melalui brosur yang dibagikan kepada masyarakat supaya pelayanannya lebih efisien”

(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)

Terdapat pula pendapat lain dari Ibu Nelly yang menyatakan:

“Mungkin pelayanannya akan selesai tepat waktu kalau semua persyaratan yang diperlukan sudah terpenuhi. Masalahnya belum banyak masyarakat yang mengetahui secara jelas prosedur dan persyaratannya. Sepertinya mereka juga terkendala pada saat pengecekan langsung ke lokasi, misalnya mereka harus melakukan pengecekan hari ini, tapi setelah lewat dari tiga hari baru petugas datang untuk mengecek lokasi. Alasannya katanya lokasi yang jauh.”

(hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)

Sebagaimana pernyataan oleh para informan diatas, maka keadaan

yang terjadi di lapangan digambarkan dalam SOP yang menyimpang sebagai

berikut:

Page 67: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

67

PROSES PENGURUSAN IMB YANG TERJADI DI LAPANGAN

Gambar 3. Proses Pengurusan IMB yang terjadi di lapangan Sumber: Olahan data primer, 2012

Dari hasil wawancara dari para informan diatas, dapat disimpulkan

bahwa petugas pelayanan surat Izin Mendirikan Bangunan sudah melaksanakan

kegiatan pelayanan belum begitu efektif, meskipun masih memerlukan

peningkatan dalam pemberian informasi kepada masyarakat demi terwujudnya

pelayanan prima yang selesai tepat pada waktunya. Jadi kesimpulan yang dapat

penulis ambil yaitu pelayanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang masih

perlu untuk ditingkatkan.

Pengurusan Kelengkapan:

A. Administrasi:

B. Teknik

(Lama=(7-8 hari)

Pengambilan Blanko

Permohonan IMB

(Lama=1 hari)

Permohonan IMB

Proses IMB

Pengecekan Kelengkapan:

1. Administrasi

2. Teknik

(Lama=3 hari)

Penerimaan:

1. Blanko IMB

2. Papan IMB

(Lama= 1 hari)

Penandatanganan

Blanko IMB

(Lama=1 hari)

Pembayaran Retribusi

IMB

(Lama= 1 hari)

Page 68: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

68

Biaya

Biaya pelayanan adalah tarif pelayanan termasuk rinciannya yang

ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan atau segala biaya sebagai

imbalan jasa yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan

yang berlaku. Terkait dengan masalah biaya dalam pelayanan di Dinas

Permukiman dan Tata Ruang, Elizabeth Bimbang selaku Kepala Sub Bagian

Umum dan Kepegawaian menyatakan bahwa :

“Saya rasa kalau mengenai biaya itu sudah jelas, dan kami hanya mengenakan biaya kepada masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yaitu perda nomor 3 tahun 2009 yang telah mengatur semua tentang IMB.”

(hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)

Adapun pendapat yang diberikan oleh Bapak A. Londong Padang yang

menyatakan:

“Kalau mengenai biaya yang dikenakan saya rasa sudah tepat dan tidak memberatkan sama sekali, lagipula memang biayanya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan ditetapkan oleh pemerintah. Petugas juga tidak menerapkan pungli kepada saya.”

(hasil wawancara pada tanggal 12 April 2012)

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak Bantun:

“Saya rasa dalam hal pembiayaan sudah sesuai semua dengan aturan yang berlaku, dan menurut saya tidak begitu memberatkan karena memang sudah dirancang oleh pemerintah dan aturan itu harus diikuti.”

(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)

Page 69: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

69

Selain itu terdapat pula pendapat penerima layanan Bapak Amiruddin:

“Yang saya rasakan biaya pelayanannya tidak memberatkan, karena sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan aturan itu harusnya dipatuhi yah, jadi saya ikut saja dengan peraturan.”

(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)

Kemudian Ia juga menambahkan:

“Sewaktu saya mengurus, petugas juga tidak pernah meminta bayaran yang lebih kecuali biaya yang memang harus dibayar untuk kepengurusan ini”

(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)

Dari hasil wawancara penuturan para informya diatas, penulis

menyimpulkan bahwa biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengurus surat

Izin Mendirikan Bangunan ini sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan

masyarakat tidak merasa dibebani. Selain daripada itu, masyarakat juga tidak

dikenakan biaya yang lebih oleh para petugas.

V.2. Daya Tanggap Petugas

Daya tanggap petugas atau responsiveness petugas adalah

kemampuan petugas dalam mengidentifikasi dan mengenali kebutuhan

masyarakat. Hali ini juga sangat penting untuk mengukur kefektifan pelayanan.

Dengan demikian birokrasi publik dapat dikatakan bertanggungjawab jika mereka

dinilai mempunyai responsivitas atau daya tanggap yang tinggi terhadap apa

yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi masyarakat.

Sikap responsive atau tanggap dari petugas Dinas Permukiman dan

Tata Ruang dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Ibu Elizabeth Bimbang

selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian yang menyatakan bahwa:

Page 70: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

70

“Kami sebagai salah satu lembaga publik ya tentunya harus melaksanakan pelayanan publik secara cepat dan tepat, dalam arti tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dan tentunya untuk mewujudkan pelayanan prima.”

(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)

Selain itu terdapat pula pendapat dari Staf Sub. Bagian Umum dan

Kepegawaian Adriani Suwardi:

“Tentu kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk merespon kebutuhan masyarakat, karena itu sudah jadi tugas kami sebagai abdi negara untuk melayani masyarakat. Kami tidak pernah menyulitkan masyarakat kalau soal pelayanan. Kami pasti melayani dengan baik.”

(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)

Terdapat pula pendapat dari Ibu Cory C. Marseniel selaku Staf Perizinan

yang menyatakan:

“Kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan secara tanggap. Kami tak ingin menyusahkan masyarakat dalam memperoleh surat IMB ini.”

(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)

Kemudian Ia juga menambahkan:

“Karena seperti Visi dan yang kami emban, yaitu perwujudan tanggung jawab untuk mencapai optimalisasi terlaksananya keserasian pembangunan. Bagaimana visi tersebut akan tercapai kalau kami tidak tanggap terhadap masyarakat.”

(hasil wawancara pada tanggal 14 April 2012)

Sementara tanggapan dari Bapak Amiruddin yaitu:

“Menurut pengalaman saya sih petugasnya sudah respon yah dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.”

(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)

Page 71: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

71

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Bapak Bantun:

“Para petugas Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah cukup respon dalam melayani kebutuhan masyarakat.”

(hasil wawancara pada tanggal 13 April 2012)

Dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa para petugas

pemberi layanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah cukup tanggap

atau respon terhadap masyarakat yang mengurus IMB yang bisa saja dinilai

sebagai perwujudan pelayanan yang efektif.

Selain dari daya tanggap atau responsivitas, petugas juga dituntut untuk

selalu bersikap ramah dan sopan kepana penerima layanan. Dalam memberikan

pelayanan, administrator yang berinteraksi langsung dengan masyarakat harus

dapat memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan. Sentuhan pribadi

yang menyenangkan tersebut tercermin melalui penampilan, bahasa tubuh dan

tutur bahasa yang sopan, ramah, lincah dan gesit.

Untuk mengetahui apakah para petugas sudah bersikap ramah dan

sopan terhadap masyarakat, berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak

Bantun:

“Kalau berbicara masalah kesopanan dan keramahan, secara umum para petugas yang berhadapan langsung dengan kami cukup sopan dan ramah. Cara berinteraksinya juga baik.”

(hasil wawancara pada tanggal 13 April 2012)

Penuturan yang sama dikemukakan oleh Bapak Amiruddin:

“Menurut saya, petugas yang melayani masyarakat sudah cukup sopan dan ramah pada saat berhadapan dengan saya.”

(hasil wawancara pada tanggal 8 April 2012)

Page 72: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

72

Sedangkan Bapak Petrus Turu‟ Allo, ST selaku Kasi Perizinan

menyatakan:

“Kami selaku seksi perizinan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dalam hal pelayanan sudah bersikap ramah dan sopan terhadap masyarakat. Itu sudah merupakan keharusan bagi kami.”

(hasil wawancara pada tanggal 16 April 2012)

Demikian pernyataan yang dapat penulis peroleh dari beberapa

informan diatas. Untuk itu dapat ditarik kesimpulan bahwa petugas pemberi

pelayanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja

sudah memberikan pelayanan dengan sikap yang ramah dan tutur kata yang

sopan.

V.3. Sarana dan Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang

keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik,

karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan

tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.

Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas

yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan

juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi

kerja. Hal ini menjelaskan bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan

seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut

adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang

keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

73

Berdasarkan pengertian di atas, maka sarana dan prasarana pada

dasarnya memiliki fungsi utama sebagai berikut :

1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat

menghemat waktu.

2) Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa.

3) Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin.

4) Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para

pengguna/pelaku.

5) Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin.

6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang

berkepentingan.

7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan

yang mempergunakannya.

Untuk mengetahui kondisi dan keberadaan sarana dan prasarana pada

Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kab. Tana Toraja, penulis melakukan

observasi dan wawancara secara langsung dengan masyarakat penerima

layanan ditinjau dari tempat masyarakat diberikan pelayanan. Adapun penuturan

dari Bapak A. Londong Padang selaku penerima layanan menyatakan bahwa:

“Menurut saya kondisi kantornya sudah cukup baik, ruangannya bersih, sofanya nyaman untuk diduduki. Selain itu diruangan juga ada TV, jadi suasananya nyaman saja.”

(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)

Pendapat senada dikemukakan oleh Bapak Bantun, yaitu:

“Ya, kondisi dari ruangan ini sudah nyaman, dilengkapi dengan TV dan sofa untuk tempat duduk pada saat menunggu, jadinya tidak membosankan. Parkirannya juga luas.”

(hasil wawancara pada tanggal 13 April 2012)

Page 74: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

74

Dari hasil wawancara dan observasi langsung peneliti, maka dapat

disimpulkan bahwa kondisi ruang pelayanan dan ketersediaan fasiltas

pendukung di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Luwu Timur

sudah baik dan lengkap. Kondisi ruang pelayanannya juga dirasakan sudah

bersih dan nyaman.

Selain kondisi ruang pelayanan, penulis juga mengamati sarana

prasarana lain yang terdapat di Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kab. Tana

Toraja, yakni ketersediaan media informasi yang dapat diakses dengan mudah

oleh masyarakat. Hal ini merupakan salah satu penunjang terlakasananya

pelayanan secara efektif.

Berikut penuturan Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla selaku kepala Dinas

Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana Toraja:

“Kalau mengenai masalah media informasi, kami sudah menyiapkan informasi melalui telepon untuk masyarakat sehingga memudahkan masyarakat mengetahui proses dan persyaratan apa saja yang diperlukan untuk mengurus IMB. Seperti yang diketahui bersama bahwa banyak masyarakat yang tinggal jauh dari kota dan mungkin terkendala dengan masalah transportasi, jadi tidak usah datang berkali-kali ke kantor.”

(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)

Ibu Nelly selaku penerima layanan memberikan pendapat:

“Sumber informasi yang bisa dicapai yah cuma lewat telepon dan langsung datang ke kantornya. Menurut saya itu belum efektif karena sumber informasinya masih minim. Facebook dan situs Dinas saja tidak ada yang aktif.”

(hasil wawancara pada tanggal 22 April 2012)

Page 75: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

75

Adapun pendapat dari penerima layanan yang lain yakni Bapak A.

Londong Padang menyatakan:

“Saya malah tidak tahu kalau masyarakat bisa mengetahui informasi melalui telepon. Yang saya tahu, masyarakat harus datang langsung ke kantornya untuk mengetahui prosedur dan persyaratan pengurusan. Untuk mengetahui persyaratan dan prosedur saja harus ke kantor. Saya rasa itu belum begitu efektif kalau masalah sarana media informasi”

(hasil wawancara pada tanggal 11 April 2012)

Berdasarkan penuturan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa

penyediaan sarana informasi pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kab.

Tana Toraja ini dirasakan belum begitu efektif karena masih minimnya sumber

informasi yang bisa diakses oleh para penerima layanan.

V.4. Semangat Kerjasama dan Loyalitas Kelompok Kerja

Semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja juga merupakan hal

yang perlu diperhatikan dalam rangka mengukur efektivitas. Salah satu hal yang

perlu diperhatikan dalam membina semangat dan loyalitas kelompok kerja yaitu

koordinasi atasan dan para pegawai serta koordinasi antar sesama pegawai.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai lebih lanjut mengenai efektivitas

pelayanan pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang dilakukan wawancara

dengan Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla selaku Kepala Dinas yang menyatakan:

“Antara pimpinan serta bawahan memiliki hubungan kerjasama yang baik antara yang satu dan lainnya, dalam hal ini tidak bersifat monoton karena bentuk kerjasama yang dilakukan dalam peningkatan loyalitas yakni dengan bertukar fikiran dan saling melakukan komunikasi sebaik mungkin sehingga sebagai teamwork dapat berjalan dengan baik”

(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)

Page 76: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

76

Selain itu terdapat pula pendapat dari Ibu Adriani Suwardi selaku Staf

Bagian Umum dan Kepegawaian, beliau menyatakan:

“Bentuk kejasama yang terjalin berjalan dengan baik dan juga bersifat kekeluargaan, sehingga tidak menimbulkan sifat yang monoton. Mengenai masalah bentuk kerjasamanya kami melakukannya dengan sebaik mungkin dan seprofesional mungkin sebagai aparat pemerintah yang baik.”

(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)

Berkaitan dengan hal diatas, Ibu Cory C. Marseniel, SH menambahkan

bahwa:

“Dalam hubungan kerja baik antara pimpinan maupun bawahan pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar tidak memiliki jarak serta saling open manajemen sehingga menimbulkan hubungan yang berjalan dengan baik dan saling memberikan kebebasan untuk menjadi lebih baik lagi, sedangkan bentuk kerjasama yang dilakukan yakni disesuaikan dengan kapasitas maupun kemampuannya jadi semuanya menjalankan sesuai dengan TUPOKSI yang sudah ditetapkan”

(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)

Adapun pendapat dari Bapak Benny Bungin Staf Penertiban dan

Pengawasan menyatakan:

“Hubungan kerja yang terjalin baik melalui koordinasi atasan maupun hubungan kerja dengan para pegawai berjalan dengan baik juga selalu memberikan pelayanan yang prima dengan baik, cepat, tepat dan mudah sehingga tanggapan masyarakat juga merasa senang dan bangga kepada aparat pemerintah namun bentuk dari kerjasama ini merupakan turut serta dari pimpinan agar dapat menghasilkan kerjasama yang lebih baik lagi.”

(hasil wawancara pada tanggal 22 April 2012)

Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa kerjasama antara para

pegawai dengan pimpinan sudah berjalan dengan baik, sehingga menciptakan

Page 77: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

77

atmosfer yang baik dalam yang kondusif dalam melaksanakan pelayanan

kepada masyarakat.

Selain koordinasi antara pimpinan dan bawahan, disiplin waktu juga

perlu untuk meningkatkan semangat kerja.

Berkenaan hal di atas, penulis mewawancarai Bapak Ir. Zeth Johnson

Tolla selaku Kepala Dinas yang menyatakan pendapatnya bahwa:

“Menurut saya berkenaan langsung karena disiplin waktu merupakan faktor utama dalam penunjang keberhasilan, karena waktu sangatlah penting makanya kita harus selalu menghargai waktu yang ada tanpa harus menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Jadi saya selaku kepala dinas selalu menekankan disiplin waktu kepada para pegawai.”

(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)

Staf Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian Adriani Suwardi

menyatakan:

“Disiplin waktu sangatlah dibutuhkan dan harus selalu tertanam di diri kita apalagi sebagai seorang aparat pemerintah harus dan patutlah memberikan contoh yang lebih baik lagi dalam hal menunjang kesuksesan setiap pegawai sehingga masing- masing pegawai dapat menjalankan kewajibannya dengan menumbuhkan sifat loyal.”

(hasil wawancara pada tanggal 21 April 2012)

Terdapat pula pendapat dari Ibu Cory C. Marseniel yang Staf Seksi

Perizinana menyatakan:

“Berkenaan disiplin waktu, otomatis berhubungan langsung dengan semangat dalam bekerjasama juga loyal terhadap pekerjaan yang sesuai dengan Tupoksinya dia harus menumbuhkan rasa loyal tersebut namun kesemuanya juga akan kembali dan tergantung dari individu masing- masing tanpa harus menyalahi prosedur maupun aturan yang telah ditetapkan misalnya jam kerja seperti itu”

(hasil wawancara pada tanggal 22 April 2012)

Page 78: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

78

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan dan

juga di dukung dengan telaah pustaka maka penulis dapat menggambarkan

bahwa Semangat Kerjasama dalam Dinas Tenaga Kerja baik itu antara pimpinan

serta para staf sudah dikatakan baik karena mereka menjunjung rasa

kekeluargaan tanpa harus menimbulkan sifat yang monoton terhadapa para

pegawainya namun tidak menutup kemungkinan rasa Loyalitas Kelompok Kerja

yang ditanamkan dan diapresiasikan maupun yang diberikan kepada masyarakat

akan searah dengan semangat kerjasama tersebut.

V.5. Hubungan Antara Pimpinan dan Bawahan

Komunikasi mempunyai beberapa unsur, antara lain komunikator,

menyampaikan pesan berita yang disampaikan, tanggapan atau redaksi, dan

tentunya komunikasi. Hubungan antara bawahan dan pimpinan sangatlah

penting untuk menciptakan suasana organisasi yang kondusif, sehingga

melakukan pekerjaan pun akan terasa menyenangkan.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dilakukan wawancara

dengan Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla yang menyatakan:

“Saya selaku pimpinan di kantor ini tentu harus menjalin komunikasi yang baik dengan para staf pegawai, guna menciptakan suasana yang bekerja yang nyaman bagi mereka. Saya menjalin komunikasi dengan mereka selayaknya teman, dengan tentunya tidak menghilangkan wibawa saya sebagai pimpinan. Disegani itu lebih baik daripada ditakuti.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Selain itu ada terdapat pula pernyataan dari Ibu Adriani Suwardi selaku

staf Bidang Umum dan Kepegawaian:

“Menurut saya komunikasi dengan pimpinan berjalan dengan baik, karena kami menerapkan hubungan kekeluargaan diantara pimpinan dan bawahan.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Page 79: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

79

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Staf Perizinan Ibu Cory C.

Marseniel, SH yang menyatakan:

“Iya tentu saja, komunikasi antara karyawan dan pimpinan di kantor berjalan dengan baik. Tidak ada kekakuan sama sekali.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Dengan adanya pernyataan dari informan diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa jalinan komunikasi antara pimpinan dan bawahan sudah

berjalan dengan baik dan bersifat kekeluargaan.

Selain komunikasi yang terjalin, dukungan pimpinan kepada bawahan

juga penting untuk diperhatikan untuk menjalin hubungan yang baik. berikut

pernyataan dari Bapak Ir. Zeth Johnson Tolla:

“Berpacu untuk selalu menjadi yang terbaik dan memberikan arahan yang lebih baik pula kedepannya agar dapat saling berkompetensi secara positif tanpa harus ada yang merasa dirugikan.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Berkaitan dengan bentuk dukungan yang diberiakan antara pimpinan dan

bawahan, Staf Perizinan Ibu Cory C. Marseniel, SH kemudian mengutarakan

bahwa:

“Dukungan utama yang terjalin yakni saling memotivasi antara satu dan

lainnya dengan menjalin komunikasi yang lebih baik lagi.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Menurut Staf Bagian Umum dan Kepegawaian Ibu Adriani Suwardi

mengatakan bahwa:

Page 80: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

80

“Saling mendukung, baik itu dari aspek pengelolaan administrasi maupun dari segi penunjang yang lainnya baik itu berupa motivasi sendiri untuk pengembangan dirinya maupun terhadap organisasi.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Berkaitan dengan bentuk dukungan yang diberikan antara pimpinan dan

bawahan, Staf Perizinan Maten Balik mengatakan bahwa:

“Ada bentuk dukungannya yakni melalui semangat atau motivasi, penciptaan lingkungan kerja yang kondusif juga menunjang serta adanya sarana maupun prasarana yang memadai sehingga penciptaan yang terjalin sangat baik.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Sejalan dengan hal di atas, Kasi Perizinan Dinas Permukiman dan Tata

Ruang Petrus Turu Allo, ST memberikan penjelasan mengenai upaya yang

dilakukan dalam rangka pemberdayaan pimpinan maupun bawahan, beliau

mengatakan bahwa:

“Upaya yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan antara pimpinan maupun bawahan yang biasa dilakukan di kantor ini yakni berupa rapat koordinasi, yakni memberikan arahan kepada individu masing- masing agar mempunyai kompetensi yang lebih baik lagi baik terhadap diri sendiri maupun organisasi dan juga saling memberikan saran yang bersifat membangun.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa pimpinan daripada Dinas

Permukiman dan Tata Ruang ini telah melakukan tugasnya dengan baik, yaitu

mensuport para pegawainya agar bekerja dengan lebih baik.

Selanjutnya penjelasan mengenai tanggung-jawab pegawai terhadap

tugas masing- masing Kepala Dinas Permukina dan Tata Ruang Kabupaten

Tana Toraja menyatakan:

“Setiap jenjang sudah ada Tupoksi dan sudah ada pembagian tanggungjawabnya, jadi setiap pekerjaan dilaksanakan berdasarkan tugas dan tanggungjawabnya masing- masing.”

(hasil wawancara pada tanggal 25 April 2012)

Page 81: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

81

Dalam kesempatan lain, Staf Bagian Perencanaan dan pelaporan Ibu

Risliana Panggoa, ST juga memberikan tanggapan. Beliau mengatakan yakni:

“Masing- masing individu bekerja secara profesional dalam penyelesaian tugasnya tanpa ada terkecuali, namun apabila apa yang menjadi tanggungjawabnya ia merasa kesulitan ataupun tidak tahu, tidak paham maka ia boleh mempertanyakannya.”

(hasil wawancara pada tanggal 24 April 2012)

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan maka

penulis dapat menggambarkan bahwa hubungan pimpinan dan bawahan di

Kantor Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah dapat dikatakan baik dan

harmonis,Komunikasi yang terjalinpun sesuai dengan pengamatan penulis yakni

baik. Dukungan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan dan juga terhadap

sesama bawahanpun nampak baik. Dan dalam variabel ini tidak terdapat

masalah yang memungkinkan tidak tercapainya efektivitas pelayanan itu sendiri.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

82

BAB VI

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan menggunakan

beberapa indikator, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) pada Dinas Permukiman dan Tata Ruang Kabupaten Tana

Toraja sudah “Efektif” yang dapat dilihat dari indikator-indikator berikut yang

diajukan yaitu:

1. Efisiensi dalam pelayanan

Efisiensi dalam pelayanan dapat dilihat dari segi waktu dan biaya

pelayanan apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa efisiensi dalam pelayanan

pada Kantor Dinas Permukiman dan Tata Ruang, belum efektif, karena

perlu ada tambahan media informasi untuk masyarakat untuk lebih

memudahkannya mendapatkan informasi.

2. Daya tanggap petugas

Daya tanggap petugas dalam melayani masyarakat sudah cukup

maksimal dalam menanggapi keluhan dan tuntutan masyarakat.

Secara umum petugas juga sudah bersikap baik dan bertutur kata

yang sopan terhadap masyarakat penerima layanan. Hal ini

membuktikan bahwa para petugas pemberi layanan di Kantor Dinas

Permukiman dan Tata Ruang telah memberikan kesan pribadi yang

menyenangkan sehingga mendorong terwujudnya pelayanan yang

efektif.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

83

3. Sarana dan Prasarana

Kondisi fisik sarana dan prasarana di Kantor Dinas Permukiman dan

Tata Ruang sudah bisa dikatakan baik dan lengkap, namun masih

perlu ditambahkan sarana informasi yang mudah dijangkau oleh

masyarakat. Jadi bisa dikatakan bahwa ketersediaan sarana dan

prasarana penunjang pelayanan belum efektif.

4. Semangat kerjasama dan loyalitas dalam kelompok kerja

Semangat Kerjasama dalam Dinas Permukiman dan Tata Ruang baik

itu antara pimpinan serta para staf sudah dikatakan baik karena

mereka menjunjung rasa kekeluargaan tanpa harus menimbulkan sifat

yang monoton terhadap para pegawainya. Hal ini sangat berpotensi

untuk menciptakan keefektifan dalam pemberian pelayanan terhadap

publik.

5. Hubungan antara pimpinan dan bawahan

Hubungan pimpinan dan bawahan, berjalan dengan baik, harmonis

dan komunikasinya pun berjalalan dengan baik. Serta dukungan yang

diberikan oleh atasan kepada bawahan dan juga terhadap sesama

bawahan pun nampak baik. Dan dalam variabel ini tidak terdapat

masalah yang memungkinkan tidak tercapainya efektivitas pelayanan

itu sendiri.

Dari hasil kesimpulan kelima indikator diatas, maka ditarik kesimpulan

bahwa Pelayanan IMB di Dinas Permukiman dan Tata Ruang sudah efektif,

meskipun perlu pemaksimalan lagi pada efisiensi pelayanan dan sarana

prasarana. Namun ketiga indikator yang lain telah mendapatkan respon yang

positif dari masyarakat.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

84

VI.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran

sebagai berikut:

1. Pentingnya mendengarkan kritik dan saran dari masyarakat, karena ini

juga mampu untuk mendorong efektivitas pelayanan jauh lebih baik,

contohnya penambahan sarana informasi yang masih dikeluhkan

minim oleh masyarakat. Misalnya mengaupdate situs resmi dinas yang

tidak pernah dipergunakan dengan baik, dan juga mungkin bisa

membagikan brosur informasi kepada masyarakat.

2. Dinas Permukiman dan Tata Ruang juga diharapkan lebih

meningkatkan kemampuan SDM, dan juga meningkatkan motivasi

pegawai untuk pekerja dengan memberikan reward dan punishment

yang sesuai.

3. Dinas Permukiman dan Tata Ruang sebaiknya mengadakan suatu

forum diskusi dengan mengajak masyarakat yang ingin mengurus IMB

agar mereka memahami dan mengerti bagaimana prosedur dan tata

cara pengurusan, sehingga mempermudah dan memperlancar

pelayanan yang diberikan.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

85

DAFTAR PUSTAKA

BUKU TEKS

Lukman Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta : STIA LAN Press

Monier. 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Martani dan lubis, 1987, Teori Organisasi. Bandung: Ghalia Indonesia.

Nawawi, Hadari. 2007. Metode Penelitian Social. Yogyakarta: Gajahmada university press.

Ratminto dan Atik Septi Winarsi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ridwan , Juniarso. 2009. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Refika Adiutama.

Siagian S.P. 1982. Manajemen Modern. Jakarta: Gunung Agung.

Sinambela Lijan Poltak dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

Steers, Ricard M. 1986. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Usaman, Husaini,dan Purnama Setiady. 2006. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT BUMI AKSARA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara No.26/KEP/M.PAN/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaran Pelayanan Publik.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1799/Skripsi.pdf · kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini membawa

86

LAIN-LAIN:

Sahrifin. 2011. Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues). Skripsi .http:///www.repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 17 Februari 2012

Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Desy Hariyati, S. Sos., dan Sigit Indra Prianto, S.Sos. 2010. Reformasi Pelayanan Perizinan dan Pembangunan Daerah : Cerita Sukses Tiga Kota (Purbalingga, Makassar, Dan Banjarbaru) http://www.transparansi.or.id/wp/content/uploads/2011/02/Otonomi_Daerah.pdf. Diakses tanggal 20 Januari 2012

(http://othenkplanet/pengertiantentangefektifitas (diakses 20 Januari 2012).

http://blog.wordPress.com/defenisi dan pengertian efektifitas/ (diakses tanggal 20 Januari 2012).