47
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan keberagaman etnis maupun suku. Etnis Minangkabau atau yang sering didengar dengan sebutan etnis Minang merupakan salah satu kelompok etnis terbesar yang terdapat di Indonesia. Dengan keunikannya, masyarakat etnis Minang dikenal memiliki tradisi merantau atau pergi ke kota lain demi mengadu nasib atau meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mochtar Naim, pada tahun 1961 terdapat sekitar 32% orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1971 jumlah tersebut meningkat menjadi 44%. Perantauan yang dilakukan oleh etnis Minang tersebut dilakukan di kota-kota besar yang salah satunya adalah Kota Jakarta. Di Kota Jakarta sendiri, menurut sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik jumlah perantau Minang mencapai 305.538 orang dengan persentase 3,18% pada tahun 2010. 1 Masyarakat etnis Minang yang merantau tersebut kemudian banyak yang berkecimpung di dunia perdagangan atau melakukan kewirausahaan. Kewirausahaan dalam berdagang yang dilakukan oleh masyarakat etnis Minang tersebut beragam, baik yang bergerak di bidang kuliner 1 Badan Pusat Statistik, Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010, Provinsi DKI Jakarta. 1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - repository.unj.ac.idrepository.unj.ac.id/2289/1/BAB 1.pdfKegiatan kedermawanan tersebut berhubungan dengan tradisi pemberian sumbangan dari para

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan keberagaman

etnis maupun suku. Etnis Minangkabau atau yang sering didengar dengan sebutan

etnis Minang merupakan salah satu kelompok etnis terbesar yang terdapat di

Indonesia. Dengan keunikannya, masyarakat etnis Minang dikenal memiliki tradisi

merantau atau pergi ke kota lain demi mengadu nasib atau meningkatkan

kesejahteraan hidup mereka. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi.

Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mochtar Naim, pada tahun 1961 terdapat

sekitar 32% orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat. Kemudian pada

tahun 1971 jumlah tersebut meningkat menjadi 44%.

Perantauan yang dilakukan oleh etnis Minang tersebut dilakukan di kota-kota

besar yang salah satunya adalah Kota Jakarta. Di Kota Jakarta sendiri, menurut

sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik jumlah perantau Minang mencapai

305.538 orang dengan persentase 3,18% pada tahun 2010.1 Masyarakat etnis Minang

yang merantau tersebut kemudian banyak yang berkecimpung di dunia perdagangan

atau melakukan kewirausahaan. Kewirausahaan dalam berdagang yang dilakukan

oleh masyarakat etnis Minang tersebut beragam, baik yang bergerak di bidang kuliner

1 Badan Pusat Statistik, Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010, Provinsi DKI Jakarta.

1

2

2

yaitu dengan membuka rumah makan padang, maupun retail yaitu menjual pakaian,

selain itu juga membuka kios-kios usaha alat tulis kantor dan fotocopy. Hal tersebut

menjadikan perantau etnis Minang cukup mendominasi dalam perdagangan di Kota

Jakarta.

Bagi laki-laki Minangkabau, tradisi merantau erat kaitannya dengan pesan

nenek moyang “karatau madang di hulu babuah babungo balun” (yang berarti

anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung belum berguna). Berdasarkan

pesan tersebut harus dikembangkan dan dipahami, apa yang terkandung dan

dimaksud “satinggi-tinggi tabangnyo bangau kembalinya ke kubangan juo”.2

Ungkapan ini ditujukan bahwa orang Minang agar akan selalu ingat pada ranah

asalnya. Kewirausahaan yang dilakukan oleh masyarakat etnis Minang di Jakarta dan

kota-kota lain banyak dilandaskan pada sejarah budaya masyarakat Minangkabau,

yaitu dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang terdahulu juga menjalankan tradisi

berdagang yang mempengaruhi tindakan masyarakat yang lain.3

Perantau Minang yang sedang merantau di Jakarta dan daerah sekitarnya ini

banyak yang telah menyumbangkan materi ataupun ilmu saat mengunjungi kembali

kampung halamannya. Kegiatan kedermawanan tersebut berhubungan dengan tradisi

pemberian sumbangan dari para perantau atau yang disebut diaspora filantropi.

2 Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm.32. 3 Rizki Ramadhan, dkk, Nilai-nilai Sosial Budaya Masyarakat Rantau Etnis Minangkabau sebagai

Pedagang di Pasar Al-Wathoniyah, Cakung, Jakarta Timur, Jurnal Pendidikan Sosiologi, Vol. 6 No. 1,

2016, hlm. 9.

3

Diaspora filantropi merupakan sumber daya yang potensial bagi pengentasan problem

sosial.4 Hal tersebut dapat dikatakan sebagai kontribusi filantropi yang dilakukan

perantau yaitu dengan memberikan sumbangan dari para perantau kepada keluarga

atau warga lainnya di kampung halaman.

Kegiatan “memberi” dalam berbagai bentuknya tidak terbatas dalam bentuk

uang atau barang, melainkan juga pekerjaan, atau berbagai upaya untuk meringankan

beban orang miskin serta meningkatkan kesejahteraannya disebut sebagai filantropi.5

Filantropi merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan untuk

mempromosikan kesejahteraan termasuk di dalamnya upaya pengentasan kemiskinan

yaitu pendekatan social service, social work dan philantropy.6 Filantropi secara

umum dapat diartikan sebagai cinta kasih sesama manusia yang kemudian

diwujudkan dalam bentuk kedermawanan, sedekah, amal dan sebagainya. Setiap

orang menyisihkan sebagian harta yang dimiliki untuk membantu orang lain yang

membutuhkan.

Dalam filantropi Islam di Indonesia, melalui hasil survei Global@dvisor

”Views on Globalisation and Faith” yang dilakukan Ipsos MORI di 24 negara pada

April 2011, yang melibatkan hampir 20.000 responden berdasarkan garis keagamaan:

4 Iwan Tjitradjaja, Diaspora Filantropi: Potensi yang Belum Tergali, Jurnal Galang, Vol. 3, No. 2,

2008, hlm. 112. 5 Zaim Saidi, dkk, Kedermawanan untuk Keadilan Sosial, Jakarta: Piramedia, 2006, hlm. 4-5. 6 Imron Hadi Tamim, Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal.

Jurnal Sosiologi Islam, Vol.1, No.1, 2011, hlm. 36.

4

Kristiani (Katolik dan Protestan di 19 negara); Islam di tiga negara (Indonesia, Arab

Saudi, dan Turki); Hindu (India); serta Buddha di tiga negara (China, Jepang, dan

Korea Selatan) menunjukkan bahwa kaum Muslim merupakan paling dermawan di

tiga negara yang disurvei berdasarkan motivasi agama yaitu Muslim Indonesia (91

persen), diikuti Muslim Arab Saudi (71 persen), dan Muslim Turki (33 persen).7

Melalui data tersebut, potensi filantropi Islam Indonesia sangat besar mengingat

jumlah penganut Muslim Indonesia yang juga amat besar. Membahas mengenai

filantropi Islam, agama merupakan motif dalam melakukan pemberian maupun

kegiatan berbagi dalam pemberian waktu dan uang untuk membantu orang lain yang

membutuhkan.

Muslim di Indonesia yang didalamnya termasuk para perantau Minang

melakukan filantropi yaitu dengan memberikan sumbangsih untuk pemberdayaan

kampung halamannya dari kewirausahaan yang mereka lakukan di kota-kota besar.

Selain adanya motif agama dalam filantropi perantau, adanya pengaruh budaya

Minangkabau juga dapat menjadi dasar perantau Minang dalam melakukan praktek

filantropi. Masyarakat Minang yang menjalankan budaya merantau memiliki falsafah

hidup “Karantau madang di ulu, Babuah Babungo balun. Merantau Bujang dahulu,

di rumah paguno balun.”8 Pepatah ini merupakan anjuran bagi pemuda Minang untuk

7 Azyumardi Azra, Filantropi untuk Kohesi Sosial, 2012, diakses melalui

https://nasional.kompas.com/read/2012/08/18/1654224/Filantropi.untuk.Kohesi.Sosial pada 10 Juni

2018 pukul 11.13. 8 Zaim Saidi dan Hamid Abidin, Menjadi Bangsa Pemurah, Jakarta: Piramedia, 2004, hlm. 7.

5

mengadu nasib ke berbagai daerah untuk mengatasi permasalahan di tanah

kelahirannya. Setelah ilmu dan pengalaman didapat di tanah rantau, perantau

kemudian menyisihkan pendapatannya untuk membangun kampung halaman. Hal

tersebut juga dilakukan bila terjadi bencana alam atau musibah yang menimpa

kampung halaman, berbagai pihak membuat program penggalangan dana untuk

membantu meringankan beban korban.

Berdasarkan budaya tolong menolong yang telah mengakar pada masyarakat

Indonesia, khususnya pada Etnis Minang tersebut, keberadaan perantau etnis Minang

di Jakarta dan sekitarnya dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ekonomi

maupun mengatasi permasalahan sosial yang ada pada kampung halaman. Bentuk

kedermawanan sosial atau filantropi seperti ini banyak ditemui di berbagai daerah

karena masyarakat Indonesia yang memiliki budaya merantau yang kuat dan hampir

ada di semua komunitas.9 Sumbangan yang diberikan untuk kampung halaman

tersebut selain disalurkan secara langsung oleh perantau juga dapat didistribusikan

melalui organisasi sosial perantau.

Perantau Minang umumnya hidup berkelompok dengan memiliki organisasi

atau perkumpulan sesama etnis Minang di tanah perantauan. Kawasan di Kota

Tangerang di Kelurahan Cikokol penduduknya berasal dari berbagai etnis yang salah

9http://www.pirac.org/2012/05/15/diaspora-filantropi-potensi-dan-tantangan-pendayagunaannya/

diakses pada 6 Juni 2018 pukul 13.52 WIB.

6

satunya termasuk etnis Minang, dimana mereka melakukan praktik filantropi dalam

suatu organisasi berbentuk koperasi yang bernama Koperasi Tunas Nagari. Gerakan

filantropi dapat diwadahi oleh berbagai jenis organisasi selama organisasi tersebut

dapat menjadi tempat untuk aktivitas dari para filantrop untuk memberikan

sumbangan. Keberadaan perantau yang menyatu dalam organisasi sosial perantau

lebih memudahkan dalam proses pembangunan desa untuk kampung.

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis

secara sosiologis mengenai bagaimana praktik filantropi yang dilakukan oleh

Koperasi Tunas Nagari serta pengaruhnya terhadap pemberdayaan yang ada di

kampung halaman perantau. Penelitian ini ingin menggambarkan mengenai proses

filantropi organisasi perantau etnis Minang di tempat perantauan. Kemudian,

diharapkan penelitian ini menjadi kontribusi bagi para perantau wiraswasta etnis

Minang dalam melakukan pemberdayaan kampung halaman melalui gerakan

filantropi sehingga mampu menghasilkan nilai-nilai sosial yang positif bagi

perkembangan pembangunan.

I.2 Permasalahan Penelitian

Terkait usaha menjelaskan bagaimana filantropi yang dilakukan organisasi

perantau Minang tersebut, organisasi menjadi unsur yang penting. Organisasi yang

dimaksud disini adalah wadah bagi gerakan filantropi dan pengikat dari berbagai

pihak yang terlibat untuk terus mengembangkan praktik filantropi itu sendiri yang

7

dimana dapat memberikan nilai atau kebermanfaatan sosial. Permasalahan mengenai

praktik filantropi erat hubungannya dengan aktifitas keswayadaan masyarakat dalam

membangun kehidupan bermasyarakat, baik dalam partisipasi pembangunan maupun

kepedulian terhadap sesama.

Salah satu organisasi yang hendak penulis bahas adalah Koperasi Tunas

Nagari yang dibentuk oleh wirausaha perantau etnis Minang, Sumatera Barat yang

ada di Tangerang. Koperasi Tunas Nagari dalam melakukan aktivitas tidak hanya

menjadi koperasi usaha simpan pinjam untuk para anggotanya tetapi juga sebagai

wadah dalam melakukan filantropi untuk pemberdayaan kampung yang anggotanya

merupakan orang Minang perantauan. Oleh karena itu, penulis akan merumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi Koperasi Tunas Nagari dalam melakukan praktik

filantropi?

2. Bagaimana analisis praktik filantropi oleh Koperasi Tunas Nagari untuk

pemberdayaan kampung halaman?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang diharapkan dari

penelitian Praktik Filantropi pada Koperasi untuk Pemberdayaan Kampung Halaman

8

(Studi Kasus: Koperasi Tunas Nagari, Tangerang) adalah untuk menjawab pertanyaan

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan mengenai latarbelakang organisasi perantau Koperasi Tunas

Nagari dalam melakukan praktik filantropi.

2. Menjelaskan dan menganalisis praktik filantropi yang dilakukan oleh

Koperasi Tunas Nagari untuk pemberdayaan kampung halaman.

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar dalam

pemikiran mengenai filantropi yang dilakukan organisasi perantau Minang yang

terdapat pada perantauan untuk pemberdayaan terhadap kampung halaman melalui

analisa sosiologis. Lebih lanjut secara lebih spesifik kegunaan penelitian akan

dijabarkan pada beberapa hal yaitu:

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat maupun

wawasan bagi sivitas akademik FIS UNJ secara umum dan Jurusan Sosiologi

secara khusus. Selain itu, penelitian ini diharapkan menambah literatur

mengenai konsep filantropi dalam kajian strategi pengembangan masyarakat.

Selanjutnya, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan sumbangsih

terhadap pemikiran sosiologis mengenai fenomena filantropi dalam organisasi

lokal.

9

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada

peneliti lain yang melakukan penelitian serupa mengenai praktik filantropi

yang dapat digunakan sebagai pemahaman kepada masyarakat untuk dapat

mengaplikasikan praktik filantropi melalui pemberdayaan masyarakat yang

memberikan manfaat sosial secara umum. Diharapkan pula penelitian ini

dapat memberikan manfaat kepada para perantau etnis Minang di Koperasi

Tunas Nagari secara khusus.

I.5 Tinjauan Penelitian Sejenis

Dalam penelitian penulis mengenai praktik filantropi, penulis menggunakan

beberapa bahan bacaan yang sejenis dengan subjek dan objek penelitian penulis.

Berikut merupakan beberapa tinjauan pustaka yang diambil berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat menjadi acuan penulis dalam

melakukan penelitian terkait dengan gerakan filantropi pada etnis Minangkabau.

Penelitian pertama, ditulis oleh Imron Hadi Tamim dalam Jurnal Sosiologi

Islam, Vol.1 No.1 tahun 2011 dengan judul Peran Filantropi dalam Pengentasan

Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal.10 Dalam penelitian ini bertujuan

mendeskripsikan bagaimana kontribusi filantropi oleh petani jeruk untuk

meningkatkan kesejahteraan di komunitas lokal pedesaan pada desa Sukoreno,

10 Imron Hadi Tamin, Peran Filantropi dalam Pengentasan Kemiskinan di dalam Komunitas Lokal,

Jurnal Sosiologi Islam, Vol.1 No.1, 2011, hlm. 35.

10

Kabupaten Jember, Jawa Timur. Peneliti dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa

masyarakat pedesaan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama tidak

hanya memiliki filantropi agama tetapi juga melakukan filantropi sosial. Penelitian

ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan observasi, wawancara, studi

pustaka, dan dokumentasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Imron menunjukkan bahwa bentuk-

bentuk filantropi yang dilakukan oleh petani jeruk di Desa Sukoreno yaitu berupa

zakat, zakat tersebut disalurkan untuk penduduk miskin dan masjid. Kemudian

bentuk filantropi yang lain berupa Infaq setiap hari Jumat dengan besaran infaq

sebesar 500 hingga 5000 rupiah. Sadaqah juga dilakukan oleh petani jeruk yang kaya

yaitu dengan memberikan materi seperti uang dan makanan. Pemberian wakaf dalam

bentuk benda tak bergerak juga ada di wilayah Sukoreno yaitu berupa wakaf kolam.

Filantropi yang lain adalah bantuan untuk keluarga miskin, pembangunan

infrastruktur untuk kepentingan bersama, pemberian lahan garapan bagi keluarga

miskin, membantu memperbaiki perumahan keluarga miskin, melakukan budi daya

ikan, dan pemberdayaan perempuan dengan kerajinan.

Kesimpulan dalam penelitian yang dilakukan oleh Imron, menunjukkan

bahwa penelitian ini lebih membahas mengenai peran serta dampak yang

ditimbulkan dari filantropi yang dilakukan oleh petani jeruk. Filantropi telah menjadi

bagian dari tradisi masyarakat di Desa Sukoreno telah mampu meningkatkan

kesejahteraan para penduduk miskin yang mayoritasnya adalah para buruh dan petani

11

gurem. Peran filantropi petani jeruk tersebut tidak bisa dipisahkan dari komoditas

jeruk karena jeruk memiliki nilai ekonomi yang mendatangkan keuntungan bagi para

petani. Praktek filantropi di Sukoreno terintegrasi ke dalam sistem kehidupan sosial

masyarakat pedesaan yang identik dengan solidaritas sosial yang tinggi.

Penelitian kedua dilakukan oleh Unun Roudlotul Janah dalam Jurnal

Kodifikasia, Volume 10 No. 1 tahun 2016 yang berjudul Nilai-nilai Filantropi pada

Tradisi Yatiman di Brotonegaran Ponorogo.11 Penelitian yang dilakukan oleh Unun

ini bertujuan untuk mendeskripsikan tradisi yatiman pada masyarakat Brotonegaran

termasuk fungsi dan makna tradisi yatiman bagi kehidupan masyarakat. Tradisi

yatiman merupakan salah satu kearifan lokal yang masih berlangsung pada

masyarakat di kelurahan Brotonegaran yang digelar setiap tahunnya pada malam

tanggal 10 Sura atau 10 Muharam dalam kalender Islam sebagai tanda pemberian

kasih sayang kepada anak yatim.

Hasil penelitian dalam jurnal tersebut menunjukkan bahwa, pertama,

kedermawanan (filantropi) dalam tradisi yatiman bukan semata-mata untuk beramal,

bersedekah dan infaq, tetapi lebih bersifat pada rasa cinta kasih dan kemanusiaan.

Hasil temuan selanjutnya yaitu bahwa tradisi yatiman masuk dalam varian filantropi

tradisional karena beraktifitas dalam ruang karitas, tidak berkelanjutan. Pendekatan

filantropi tersebut masuk kedalam pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic

11 Unun Roudlotul. Nilai-nilai Filantropi pada Tradisi Yatiman di Brotonegaran Ponorogo, Jurnal

Kodifikasia, Vol.10 No.1, 2016, hlm. 57.

12

needs) dan menggunakan paradigma social service (pelayanan sosial) untuk

memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, kesehatan, dan pendidikan. Kegiatan ini

dapat dipandang sebagai suatu proses dinamis, dimana masnusia adalah aktor dan

penanggungjawab yang mempersatukan aspek individual dan aspek sosial ke dalam

kehidupan antara individu dan masyarakat.

Kesimpulan dalam jurnal ini yaitu studi tentang tradisi yatiman di

Brotonegaran Ponorogo ditujukan pada motif dan bentuk-bentuk filantropi yang

berkembang di tengah-tengah masyarakat. Motif filantropi dalam tradisi yatiman

bukan hanya pada dorongan beramal ataupun bersedekah, tetapi juga karena

panggilan hati nurani dan kesetiakawanan sosial. Sebagai tradisi yang telah

dipraktekkan sejak lima puluh tahun lamanya, masyarakat menjalankan tradisi ini

sebagai perwujudan rasa kekeluargaan, solidaritas dan keberagaman.

Penelitian ketiga adalah yang dilakukan oleh Innike Rahma Dewi dalam

Jurnal Harmoni Sosial Vol. 1 No.2 tahun 2007 dengan judul Badan Musyawarah

Masyarakat Minang (BM3) (Studi Deskriptif tentang Fungsi Organisasi Sosial Suku

Bangsa Minangkabau di Kota Medan).12 Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini,

organisasi sosial suku bangsa Minangkabau dijelaskan sebagai akibat dari semakin

meningkatnya jumlah perantau di Kota Medan. Badan Musyawarah Masyarakat

Minang (BM3) menjadi wadah yang mengorganisir berbagai aktivitas yang dianggap

12 Innike Rahma Dewi. Badan Musyawarah Masyarakat Minang (BM3) (Studi Deskriptif tentang

Fungsi Organisasi Sosial Suku Bangsa Minangkabau di Kota Medan), Jurnal Harmoni Sosial, Vol.1

No. 2, 2007, hlm. 96.

13

bermanfaat dalam meningkatkan kebersamaan dan mempererat hubungan

silaturahmi.

Hasil penelitian dalam jurnal Innike menunjukkan bahwa BM3

mengupayakan untuk mencari peluang menembus berbagai instansi pemerintahan dan

perusahaan swasta untuk mencari informasi berkaitan dengan kesempatan kerja.

Dalam bidang ekonomi salah satunya BM3 berperan dengan mendirikan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Gebu Prima. Dalam bidang hukum, BM3

mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam membela kepentingan suku

bangsa Minangkabau. BM3 Kota Medan juga membina kurang lebih 20 (dua puluh)

kelompok kesenian Minangkabau.

Kesimpulan dalam jurnal Innike, bahwa Badan Musyawarah Masyarakat

Minang (BM3) dibentuk sebagai cara untuk mengekspresikan dan menegaskan

identitas suku bangsa Minangkabau di tengah-tengah kemajemukan Kota Medan. Hal

ini juga dilakukan untuk mempertahankan tradisi dan budaya Minang agar tidak

semakin menghilang sebagai akibat dari proses modernisasi dan urbanisasi. Badan

Musyawarah Masyarakat Minang (BM3) di Kota Medan ini merupakan bukti

keterikatan dan kepedulian sebagai sesama suku bangsa Minangkabau di kota

perantauan yang memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi integrasi (integration),

adaptasi (adaptation), pemeliharaan pola (latent pattern maintenance), dan

pencapaian tujuan (goal attainment).

14

Penelitian keempat, oleh Primajati Hastuti dkk yang berjudul The Minang

Entrepreneur Characteristic tahun 2015 pada Jurnal Social and Behavioral Sciences

Vol. 211.13 Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dalam tulisan ini,

dimana yang menjadi subjek penelitian adalah wirausaha masyarakat Minang yang

memiliki restoran Padang di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

karakteristik berwirausaha etnis Minang dalam membangun dan memanajemen bisnis

restoran Padang. Untuk mendukung argumentasi penulis, teori yang digunakan dalam

jurnal ini yaitu A contextualisation of entrepreneurship dari Morrison yang

menyatakan bahwa pada dasarnya setiap pengusaha membawa karakter unik yang

dimiliki dalam interaksi dengan lingkungan sosial dan bisnis yang kemudian

berpengaruh terhadap aktivitas kewirausahaan dan perilaku. Dengan kata lain,

Morisson menyebut ada pengaruhnya budaya tertentu dengan perilaku

kewirausahaan.

Pada penelitian yang dilakukan Primajati dkk, penulis mendeskripsikan

karakter kewirausahaan etnis Minang dapat dilihat melalui berbagai perspektif,

pengambilan keputusan dan implementasi terhadap bisnis. Penelitian ini

menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha Minang yaitu: percaya diri, pekerja

keras, mampu melakukan perhitungan yang cermat, mandiri, cerdik, berkontribusi

kepada keluarga, konsisten, ketekunan, fleksibilitas dan mau untuk mengambil

13 Primajati Hastuti, dkk, The Minang Entrepreneur Characteristic, Jurnal Procedia Social and

Behavioral Sciences, Vol. 211, 2015, hlm.819.

15

tantangan. Karakteristik tersebut yang berkontribusi terhadap keberhasilan etnis

Minang dalam kewirausahaannya di tempat mereka bermigrasi.

Penelitian kelima adalah jurnal yang ditulis oleh Rene Bekkers dan Pamala

Wiepking yang berjudul A Literature Review of Empirical Studies of Philanthropy:

Eight Mechanisms That Drive Charitable Giving14 dalam jurnal Nonprofit and

Voluntary Sector. Penelitian ini menggunakan tinjauan literatur pada 500 artikel yang

membahas tentang pemberian amal. Penelitian Rene Bekkers bertujuan untuk

membahas motif individu dalam menyumbangkan uang untuk organisasi amal.

Dalam penelitian ini terbentuk delapan mekanisme yang menjadi alasan

mengapa individu mau untuk melakukan filantropi. Mekanisme yang pertama adalah

karena kebutuhan. Kesadaran akan kebutuhan adalah prasyarat pertama untuk

filantropi sehingga orang-orang harus menyadari kebutuhan akan dukungan.

Mekanisme kedua yang mendahului pertimbangan sadar berbagai jenis biaya dan

manfaat dari sumbangan adalah ajakan atau sosialisasi. Permintaan ini mengacu pada

tindakan hanya diminta untuk disumbangkan. Kemudian, mekanisme ketiga

mencakup biaya material dan manfaat yang terkait dengan donasi. Mekanisme

14 Rene Bekkers dan Pamala Wiepking, A Literature Review of Empirical Studies of Philanthropy:

Eight Mechanisms That Drive Charitable Giving, Journal Nonprofit and Voluntary Sector, Vol. 40,

No. 5, 2011, hlm. 924.

16

keempat terkait dengan altruisme, individu mau mengkontribusikan uang untuk amal

karena mereka peduli pada output organisasi.

Mekanisme yang kelima menyangkut reputasi atau harga diri seseorang.

Mekanisme reputasi mengacu pada konsekuensi sosial dari donasi untuk donor.

Mekanisme yang keenam adalah psychological benefits, bahwa memberi dapat

berkontribusi pada citra diri seseorang sebagai orang yang altruis, empatik,

bertanggung jawab secara sosial, menyenangkan, atau berpengaruh. Selain itu,

memberi dalam banyak kasus merupakan respons emosional yang hampir otomatis,

menghasilkan suasana hati yang positif, mengurangi perasaan bersalah, mengurangi

gairah yang tidak menyenangkan, memuaskan keinginan untuk menunjukkan rasa

terima kasih, atau menjadi orang yang bermoral secara moral. Mekanisme yang

ketujuh adalah adanya nilai sosial dengan ikut dalam kegiatan beramal. Terakhir yaitu

karena adanya efficacy atau manfaat yang timbul dari persepi lembaga donor bahwa

kontribusi individu itu dapat membuat perubahaan karena dukungan dari individu

untuk beramal.

Penelitian keenam adalah tesis yang ditulis oleh Zaenal Abidin pada tahun

2012 dengan judul Manifestasi dan Latensi Lembaga Filantropi Islam dalam Praktik

Pemberdayaan Masyarakat: Suatu studi di Rumah Zakat Kota Malang.15 Penelitian

15 Zaenal Abidin, Tesis: “Manifestasi dan Latensi Lembaga Filantropi Islam dalam Praktik

Pemberdayaan Masyarakat”, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, Program Magister

Sosiologi 2012), diakses melalui http://eprints.umm.ac.id/30538/ pada 21 Mei 2018 pukul 03.37 WIB.

17

ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji secara detail

tentang fungsi manifes dan laten Rumah Zakat sebagai lembaga filantropi Islam.

Peneliti dalam penelitian ini berasumsi bahwa adanya pertentangan antara nilai

filantropi dan implementasi praktik filantropi, khususnya pada praktik pemberdayaan

masyarakat yang telah terjadi selama ini.

Konsep yang digunakan Zaenal dalam penelitian adalah konsep filantropi dan

pemberdayaan. Sedangkan teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori sosiologi

dari Robert K. Merton yaitu teori fungsionalisme-struktural untuk menganalisis

gagasan fungsi manifes dan laten pada Rumah Zakat. Teori kedua yang digunakan

Zaenal dalam tesisnya adalah teori Pierre Bourdieu tentang Habitus-Arena dan

Praktik. Hasil penelitian pada tesis ini menunjukkan bahwa Rumah Zakat berfungsi

sebagai lembaga yang hanya berperan sebagai pengumpul dana dan promosi program

sedangkan pelaksanaannya diserahkan kepada 4 yayasan, yaitu Yayasan Mandiri

Daya Insani, Yayasan Indonesia Juara, Cita Sehat Foundation dan Core Plus. Pola

fundraising yang dilakukan Rumah Zakat terbagi menjadi beberapa bentuk yaitu dari

donasi perorangan, donasi institusi dan donasi program. Rumah Zakat menerapkan

model Integrated Community Development dimana zakat yang disalurkan berdampak

cukup signifikan terhadap kondisi ekonomi mustahik atau penerima manfaat. Praktik

pemberdayaan masyarakat oleh Rumah Zakat merupakan desain kombinasi filantropi

dan charity profesional.

18

Kesimpulan dalam penelitian Zaenal tersebut yaitu Rumah Zakat sebagai

lembaga filantropi Islam telah memberikan pemahaman baru akan dinamisasi

lembaga zakat infaq dan shodaqoh yang berkembang di Indonesia. Secara sosiologis,

penelitian ini memberikan gambaran bahwa lembaga filantropi Islam dalam praktik

pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh kondisi manajemen dan pemahaman

individu dalam lembaga tersebut. Rumah Zakat secara luas berupaya untuk menarik

minat dari masyarakat dan juga pemerintah agar lembaga seperti Rumah Zakat ini

layak dan profesional dalam mengelola dana ZIS (Zakat, Infaq dan Sadaqoh).

Penelitian ketujuh adalah penelitian yang dilakukan oleh Robert L. Payton dan

Michael P. Moody dalam buku yang berjudul Understanding Philanthropy: Its

meaning and mission.16 Buku ini menggambarkan bahwa banyak orang Amerika

berpikir bahwa sebagian besar pemberian filantropis berasal dari yayasan besar

seperti Ford Foundation dan dari perusahaan besar seperti Microsoft. Namun,

berdasarkan temuan data, yakni sekitar 83 persen dari semua dolar yang diberikan

secara filantropis di Amerika Serikat ternyata disalurkan oleh individu, bukan oleh

perusahaan atau yayasan.

Pandangan mengenai filantropi ini kurang mendapat informasi yang rinci

karena filantropi adalah sesuatu yang dipelajari hanya secara informal dari keluarga,

16 Robert L. Payton dan Michael P. Moody, Understanding Philanthropy: Its Meaning and Mission,

USA: Indiana University Press, 2008, hlm. 1.

19

gereja, dan tradisi. Hal mengenai filantropi belum sepenuhnya dibahas dalam

kehidupan ekonomi, kehidupan politik, atau bahkan kehidupan spiritual masyarakat.

Buku ini mencoba untuk merefleksikan bagaimana konsep filantropi melibatkan

individu dan dunia, serta mengapa filantropi dijadikan rujukan atas problem yang

terjadi di masyarakat. Filantropi merupakan suatu hal yang penting untuk mengukur

diri dengan orang lain, dengan cara membantu orang lain yang membutuhkan,

membantu lingkungan dan komunitas, maupun dengan uang dan waktu yang kita

sumbangkan karena kepercayaan tersebut.

Filantropi sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat demokratis.

Untuk mengatasi masalah-masalah sosial, orang-orang pada negara demokrasi sering

beralih ke pemberian pribadi dan sektor nirlaba sebagai alternatif yang dipilih,

terutama ketika sektor lainnya tidak efektif. Asosiasi sukarela seperti filantropi adalah

cara tepat yang digunakan untuk bergabung bersama dengan orang-orang dari pikiran

yang sama sehingga membuat suara masyarakat didengar di ruang publik baik untuk

mengadvokasi maupun sebagai cara untuk protes.

Kemudian, penelitian kedelapan adalah penelitian yang dilakukan oleh Irham

Huri pada tahun 2016 dalam buku yang berjudul Filantropi Kaum Perantau: Studi

Kasus Kedermawanan Sosial Organisasi Perantau Sulit Air Sepakat (SAS),

20

Kabupaten Solok, Sumatera Barat.17 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

strategi organisasi SAS dalam menggalang kedermawanan sosial perantau untuk

pembangunan Nagari Sulit Air. Dalam buku ini juga menjelaskan pola hubungan

kerja dalam organisasi SAS yang ada di Jakarta dan daerah rantau lainnya dengan

masyarakat di Nagari Sulit Air dan organisasi perantau Minang lainnya. Penelitian

yang dilakukan Irham Huri menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Konsep filantropi merupakan cara membantu sesama dimana esensi utamanya

adalah saling memberi perhatian dan saling membagi. Tujuan tersebut dicapai dengan

pengembangan perhatian dan kepekaan kepada orang lain, membuat orang lain peduli

pada kebutuhan sesamanya di dalam suatu komunitas, serta mewujudkan perhatian

dan kepekaan melalui tindakan berusaha menjawab kebutuhan mereka. Philanthropy

dapat ditempatkan sebagai sebuah proses, dimana ada tindakan (action) memberi

bantuan uang atau bentuk lain kepada seseorang secara sukarela tanpa unsur paksaan

dan tekanan. Dalam kedermawanan sosial perantau diartikan sebagai pemberian

sumbangan dalam berbagai bentuk seperti uang, materi, waktu, tenaga dan pemikiran

pada kampung halamannya.

Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai sosial yang tumbuh pada organisasi

SAS terlihat dari besarnya partisipasi perantau dalam pembangunan kampung

17 Irham Huri, Filantropi Kaum Perantau (Studi Kasus: Kedermawanan Sosial Organisasi Perantau

Sulit Air Sepakat (SAS), Kab. Solok, Sumatera Barat), Depok: Piramedia, 2006.

21

halaman. Kepercayaan (trust) menjadi dasar partisipasi warga SAS dalam pemberian

sumbangan bantuan (filantropi).18 Organisasi SAS telah memberikan fasilitas untuk

tempat berkumpul para perantau berupa gedung serbaguna yang digunakan untuk

berbagai kegiatan sosial. Kemudian dari segi ekonomi, organisasi SAS mampu

menggerakan aktivitas ekonomi dengan adanya wartel dan koperasi. Organisasi SAS

juga menumbuhkan jaringan hubungan sosial yang kuat antar perantau dengan

keluarga di kampung halaman untuk saling bertukar informasi.

Kesimpulan dari penelitian Irham Huri yaitu organisasi SAS sebagai wadah

bagi para perantau Minang yang berperan besar dalam memajukan nagari Sulit Air.

Kedermawanan sosial (filantropi) perantaunya cukup solid dan konsisten dalam

menjalankan misinya, yaitu mensejahterakan warga yang ada di rantau maupun yang

ada di kampung halaman. Berdasarkan hal tersebut, organisasi SAS diharapkan

mampu dijadikan rujukan sebagai model bagi perkumpulan perantau Minang lainnya.

Berdasarkan penjabaran dari kedelapan penelitian sejenis diatas, penulis akan

memuat persamaan dan perbedaan ke dalam tabel perbandingan sebagai berikut:

18 Ibid., hal. 69.

22

Tabel I.1 Perbandingan Telaah Pustaka

No Peneliti Jenis

Publikasi

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

1. Imron Hadi

Tamim

(2011)

Jurnal

Nasional

Peran Filantropi

dalam Pengentasan

Kemiskinan di dalam

Komunitas Lokal

Menjelaskan

mengenai peran

filantropi dalam

komunitas

Penelitian Imron Hadi, lebih

membahas peran filantropi

oleh petani jeruk dan

menjadikan petani jeruk

sebagai subjek penelitian

sedangkan dalam penelitian

penulis menjadikan koperasi

perantau etnis Minang

sebagai subjek penelitian.

2. Unun

Roudlotul

Janah

(2016)

Jurnal

Nasional

Nilai-nilai Filantropi

pada Tradisi Yatiman

di Brotonegaran Ponorogo

Menjelaskan

mengenai bentuk-

bentuk filantropi

Unun meneliti tentang

bentuk-bentuk filantropi

serta dampak filantropi pada tradisi yatiman di Ponorogo

sedangkan penulis meneliti

tentang peran dan bentuk

filantropi oleh organisasi

Minang

3. Innike

Rahma Dewi

(2007)

Jurnal

Nasional

Badan Musyawarah

Masyarakat Minang

(BM3) (Studi

Deskriptif tentang

Fungsi Organisasi

Sosial Suku Bangsa

Minangkabau di Kota Medan).

Menjelaskan

mengenai

organisasi sosial

etnis Minang di

perantauan

Innike meneliti tentang

fungsi organisasi perantau

Minangkabau di perantauan,

sedangkan penulis lebih

kepada peran organisasi

koperasi pada praktik

filantropi

4. Primajati

Hastuti,

Armanu

Thoyib, Eka

Tronea dan

Margono

Setiawan

(2015)

Jurnal

Internasion

al

The Minang

Entrepreneur

Characteristic

Menjelaskan

mengenai karakter

kewirausahaan

orang Minang

Penelitian Primajati fokus

pada karakter wirausaha

pada orang Minang di rumah

makan Padang, sedangkan

penelitian penulis

memfokuskan pada karakter

perantau yang tergabung

dalam organisasi Minang

5. Rene

Bekkers dan

Pamala

Wiepking

Jurnal

Internasion

al

A Literature Reviev

of Empirical Studies

of Philanthropy:

Eight Mechanisms

That Drive

Charitable Giving

Sama-sama

membahas tentang

motif dalam

melakukan praktik

filantropi

Rene Bekkers dan Pamala

Wiepking dalam

penelitiannya lebih

membahas mengenai motif

individu dalam melakukan

filantropi, sedangkan penulis

membahas motif organisasi

dalam melakukan filantropi.

6. Zaenal

Abidin

Tesis Manifestasi dan Latensi Lembaga

Filantropi Islam

dalam Praktik

Sama-sama membahas tentang

peran filantropi

dalam praktik

Penelitian Zaenal Abidin lebih membahas peran dan

dampak Lembaga Rumah

Zakat dalam filantropi Islam,

23

No Peneliti Jenis

Publikasi

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

(2012) Pemberdayaan

Masyarakat: Suatu

studi di Rumah Zakat

Kota Malang

pemberdayaan

masyarakat

sedangkan penulis

memfokuskan pada praktik

filantropi oleh organisasi

koperasi

7. Robert L.

Payton dan

Michael P.

Moody

(2008)

Buku Understanding

Philanthropy. Its

meaning and mission.

Sama-sama

membahas

mengenai konsep

filantropi

Robert dan Michael

membahas mengenai arti

dan misi filantropi di

Amerika secara umum

sedangkan penulis

membahas filantropi pada

organisasi perantau Minang

8. Irham Huri

(2006)

Buku Filantropi Kaum

Perantau

Menjelaskan

mengenai filantropi yang dilakukan oleh

perantau

Irham Huri membahas

mengenai filantropi yang dilakukan perantau pada

organisasi Sulit Air Sepakat.

Penelitian Irham lebih

membahas peran dan

dampak filantropi pada

organisasi tersebut,

sedangkan penelitian penulis

yaitu pada organisasi

perantau Koperasi Tunas

Nagari

(Sumber: Diolah dari tinjauan penelitian, 2018)

Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat mengambil informasi maupun

konsep yang relevan dengan penelitian mengenai filantropi untuk pemberdayaan pada

Koperasi Tunas Nagari. Kedelapan penelitian yang telah dipaparkan tersebut

kemudian menjadi acuan penulis dalam memperoleh gambaran mengenai skripsi

penulis. Berdasarkan tinjauan studi pustaka mengenai filantropi yang telah dilakukan

sebelumnya, filantropi pada penelitian-penelitian tersebut lebih banyak membahas

peran, motif, bentuk serta dampak dari melakukan filantropi. Penelitian ini lebih

cenderung fokus pada praktik filantopi yang dilakukan oleh organisasi berbasis etnis

Minangkabau yang mencakup peran maupun dampak. Penulis juga memperoleh

24

gambaran mengenai teknik penulisan dan analisis data berdasarkan tinjauan

penelitian sejenis tersebut.

I.6 Kerangka Konseptual

I.6.1 Filantropi

Di Indonesia, kata filantropi merupakan kata serapan dan belum begitu

populer. Terjemahan filantropi dapat diartikan sebagai “kedermawanan”, “cinta

kasih”, “kasih sayang”, “kesetiakawanan” dan sebagainya. Kata philanthropy sendiri

berasal dari bahasa Yunani, yaitu phillen yang berarti mencintai (to love) dan

anthropos yang berarti manusia (human kind), sehingga kata Philanthropy dapat

dimaknai sebagai ungkapan cinta kasih kepada sesama manusia.19 Filantropi adalah

kegiatan memberi baik dalam bentuk uang atau barang, pekerjaan, atau berbagai

upaya untuk meringankan beban orang miskin serta meningkatkan kesejahteraannya.

Robert L. Payton20 menekankan definisi filantropi dalam konteks kegiatan

keorganisasian atau kolektif dimana filantropi tidak diartikan sebagai kegiatan

individual tetapi kegiatan kolektif yang dilaksanakan oleh atau melalui organisasi

atau lembaga. Kegiatan ini mencakup penggalangan, pengelolaan, dan

pendayagunaan dana sosial dari masyarakat untuk kepentingan bersama.

19 Hamid Abidin dan Kurniawati, Galang Dana Ala Media, Jakarta: Piramedia, 2004, hlm.17. 20 Robert L. Payton dan Michael P. Moody. Op. Cit., hlm.10.

25

Pada tahun 2001 dalam sebuah lokakarya nasional di Jakarta mencoba

memberikan batasan konsep kedermawanan yaitu sebagai “perpindahan sumber daya

secara sukarela untuk tujuan sedekah, sosial, dan kemasyarakatan, terdiri atas dua

bentuk utama yaitu pendayagunaan hibah sosial dan pembangunan”.21 Hibah sosial

bersifat lebih umum sifatnya daripada hibah pembangunan yang lebih khusus dalam

kegiatannya. Perbedaan yang cukup jelas terlihat pada dua bentuk tersebut, dimana

hibah sosial lebih dalam hubungan pemberi dan penerima, sedangkan hibah

pembangunan dalam hubungan untuk kepentingan bersama.

Filantropi bukan merupakan hal yang baru dalam masyarakat Indonesia.

Sebelumnya masyarakat Indonesia telah mengenal dan mempraktekkan sehari-hari

kegiatan filantropi tersebut sebagai tradisi selama berabad-abad. Filantropi sebagai

suatu pola yang secara kultural dapat ditemukan serupa pada masyarakat di wilayah

Asia pada umumnya.22 Diskursus mengenai filantropi di Indonesia pertama-tama

bersumber dari agama karena kegiatan berderma pada dasarnya merupakan kebiasaan

masyarakat Indonesia. Kegiatan keagamaan tersebut terkait dengan dakwah maupun

misionaris yang memberikan pelayanan sosial untuk pendidikan, kesehatan dan

kesejahteraan sosial. Kegiatan berderma tersebut dapat berupa materi yaitu dengan

amal harta dan benda maupun berupa sumbangan tenaga sukarela pada kegiatan

sosial.

21 Hamid Abidin dan Kurniawati, Loc.Cit. 22 Ibid., hal. 18.

26

Kegiatan berderma di Indonesia ditandai dengan motivasi mengikuti ajaran

agama yang kuat. Dengan mayoritas penduduk beragama Islam, penggalangan

sumber daya sosial yang dominan juga terjadi pada kerangka pembayaran zakat, infaq

dan sedekah (ZIS). Agama Islam tidak hanya mewajibkan penganutnya membayar

zakat yaitu sedekah wajib atas harta yang dikumpulkan dalam jumlah tertentu, tetapi

juga sangat menganjurkan pengikutnya memberikan sedekah.23 Di agama-agama lain

seperti, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, serta dalam ajaran Konfusian, konsep

sedekah tersebut juga berlaku. Di dalam ajaran Hindu, konsep seperti zakat dalam

Islam dinamakan datrta datrtva dan orang yang berhak menerimanya disebut

danapatra. Di agama Katolik terdapat dana puasa advent dan kolekte yang digalang

oleh Lembaga Daya Dharma Jakarta yang berada dibawah keuskupan.24

Berdasarkan hal tersebut, agama berperan langsung maupun tidak langsung

dimana ajaran agama ini mendorong orang untuk menyumbang. Beberapa organisasi

sosial selama masa pergerakan sebelum Indonesia merdeka juga banyak yang

didirikan atas sumbangan sosial anggota masyarakat karena dilandasi semangat

keagamaan. Selain motivasi ajaran agama, kegiatan berderma juga didorong oleh

tradisi atau kebiasaan masyarakat.25

23 Ibid., hal. 19. 24 Ibid., hal. 20. 25 Ibid., hal. 21.

27

Tradisi lokal yang berkaitan dengan kegiatan sumbang menyumbang juga

hampir ada di setiap daerah atau di setiap suku bangsa di Indonesia. Masyarakat

Jawa, mempraktikkan tradisi jimpitan, yakni kebiasaan menyisihkan beras yang akan

dimasak dan disumbangkan kepada lembaga sosial atau masyarakat yang

membutuhkan. Tradisi tersebut juga dipraktikkan di dalam masyarakat Sunda dengan

nama parelek. Kemudian, masyarakat Toraja mempraktikkan tradisi bua bungaran,

yakni mendermakan hasil panen tanaman atau ternak pertama pada desa atau lembaga

sosial. Dorongan agama yang cukup kuat dan tradisi derma mengakar membuat

tingkat kedermawanan (rate of giving) masyarakat Indonesia sangat tinggi, bahkan

tertinggi di antara beberapa negara Asia.26

Jenis filantropi berdasarkan sifatnya terbagi menjadi dua bentuk filantropi

yaitu filantropi tradisional dan filantropi untuk keadilan sosial. Filantropi tradisional

adalah filantropi yang berbasis karitas, yaitu umumnya berbentuk pemberian untuk

kepentingan pelayanan sosial, pemberian secara individu dari para dermawan untuk

kaum yang membutuhkan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari.27 Sedangkan

filantropi untuk keadilan sosial adalah bentuk kedermawanan sosial yang bertujuan

untuk menjembatani jurang antar si kaya dengan si miskin.28. Filantropi keadilan

sosial berusaha mengikutsertakan sumberdaya dalam mengentaskan ketidakadilan

26 Hamid Abidin dan Kurniawati, Loc.Cit. 27 Chaider S. Bamualim dan Irfan Abubakar, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Jakarta: CSRC

UIN Syarif Hidayatullah, 2006, hlm. 4. 28 Ibid.

28

struktur yang menjadi penyebab kemiskinan dan permasalahan lain. Perbandingan

antara filantropi tradisional dan filantropi keadilan sosial digambarkan dalam tabel

dibawah ini:

Tabel I.2 Perbandingan Filantropi Tradisional dan Keadilan Sosial

Aspek

Pembanding

Filantropi Tradisional Filantropi Keadilan Sosial

Motif Individual Publik, Kolektif

Orientasi Kebutuhan mendesak Kebutuhan jangka panjang

Bentuk Pelayanan sosial langsung Mendukung perubahan sosial

Sifat Tindakan yang berulang-ulang Kegiatan menyelesaikan ketidakadilan

struktur

Dampak Mengatasi gejala ketidakadilan sosial Mengobati akar penyebab ketidakadilan

sosial

Contoh Menyediakan tempat tinggal bagi

tuna wisma

Advokasi perundang-undangan

perubahan kebijakan publik

(Sumber: Chaider S. Bamualim dan Irfan Abubakar, 2005)

Ditinjau dari sisi tata kelola, filantropi dibagi menjadi dua bentuk pertama

citizen filantropi (filantropi warga) dan organized filantropi (filantropi terorganisir).

Citizen filantropi adalah aktifitas memberi yang umumnya dilakukan oleh individu

perorangan atau sekelompok orang atau warga masyarakat. Organized filantropi

adalah bentuk filantropi yang terorganisir dan terlembagakan.29 Dalam filantropi ini

memiliki struktur organisasi, visi dan program kerja untuk mengatur bagaimana dana

filantropi didistribusikan kepada penerima.

29 Imron Hadi Tamim, Filantropi dan Pembangunan. Jurnal Community Development, Vol.1 No. 1,

2016, hlm.125.

29

Berdasarkan penjabaran diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa filantropi

adalah tindakan sukarela untuk kepentingan publik (public goods). Filantropi

dilakukan dengan memberikan waktu, uang maupun pengetahuan untuk kebaikan

bersama. Filantropi sebagai bentuk kedermawanan sosial dan juga ekonomi bersifat

individual maupun kolektif. Filantropi dapat terlaksana oleh aktor pegiat dalam

organisasi masyarakat baik yang berbasis komunitas, agama, maupun organisasi

profit dan non profit.

Dimensi Filantropi

Robert L. Payton dan Michael P. Moody dalam buku Understanding Philanthropy:

Its meaning and mission30 menjabarkan filantropi dalam tiga dimensi, yaitu:

1. Pemberian sukarela (Voluntary giving). Memberi dengan sukarela yaitu

berkaitan dengan uang atau barang yang dimiliki. Sebagian orang lebih

memilih untuk memberikan uang daripada waktu dan keahlian untuk

menjalankan filantropi. Pemberian barang adalah hal umum yang dilakukan

dalam praktik filantropi. Pemberian uang juga merupakan bentuk filantropi

umum yang dilakukan oleh orang-orang. Namun, beberapa orang memberikan

uang dan juga pelayanan.

30 Robert L. Payton dan Michael P. Moody. Op. cit, hlm. 42-45.

30

2. Pelayanan sukarela (Voluntary Service). Layanan sukarela mencakup berbagai

jenis kegiatan, layanan sukarela hanya bergantung pada sumber daya manusia

dalam memberikan waktunya untuk orang lain. Bentuk pelayanan sosial dapat

dikategorisasikan menjadi dua bentuk pokok, yaitu pelayanan sebagai

individu untuk orang lain dan pelayanan untuk komunitas atau masyarakat.

Pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan dengan fokus dalam

mengurangi penderitaan dan kesengsaraan, selain itu juga bisa mengenai

peningkatan kualitas hidup.

3. Asosiasi sukarela (Voluntary Association). Tindakan sukarela dalam bentuk

yang terorganisir adalah asosiasi sukarela untuk menggambarkan berbagai

kelompok dengan tujuan filantropis, baik dari asosiasi akar rumput kecil

sampai lembaga nirlaba yang besar dan birokratis. Kegiatan filantropi dapat

tidak terjadi tanpa adanya organisasi. Filantropi yang terorganisir dalam

asosiasi sukarela memberikan pengaruh pada upaya individu yang tidak

memiliki kekuatan dalam beberapa keadaan untuk meringankan beban

penderitaan atau mempengaruhi perbaikan yang tampaknya perlu atau

diinginkan. Organisasi filantropi merupakan salah satu dari banyak bentuk

suatu organisasi. Organisasi memerlukan sumber daya, memiliki misi, tujuan

dan sasaran. Organisasi harus dikelola dan memiliki ukuran keberhasilan dan

kegagalan. Asosiasi sukarela yang sukses adalah yang mampu menggalang

dana.

31

I.6.2 Kedermawanan Masyarakat Minangkabau

Pada masyarakat Minangkabau prinsip-prinsip kedermawanan sosial memiliki

landasan filosofis dan normatif dalam adat dan tradisi Minangkabau dan berakar kuat

pada agama Islam sebagai agama anutan orang Minangkabau.31 Dari adanya filosofis

dan normatif tersebut yang membentuk norma-norma kesetiaan dan kepercayaan pada

masyarakat Minangkabau, sehingga individu-individu mengakui keterikatannya

dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. Gagasan mengenai hal

tersebut kemudian diimplementasikan oleh masyarakat Minangkabau dengan

membentuk organisasi atau perkumpulan-perkumpulan sosial yang bersifat lokal

seperti perkumpulan kesukuan, perkumpulan berdasarkan daerah asal, hingga

lembaga formal.

Dalam konteks sosial budaya kedermawanan sosial di Minangkabau, orang

Minangkabau menamakan tanah kelahirannya sebagai Alam Minangkabau. Alam

tidak hanya dimaknai sebagai ruang geografis tetapi juga sebagai ruang filosofis.

Dalam pandangan orang Minangkabau, manusia dipandang sebagai sebuah ciptaan

dengan potensi budi daya yang sempurna yang memungkinkan manusia hidup selaras

31 Yulkardi, dkk.. Filantropi untuk Keadilan Sosial sebuah studi pendahuluan tentang Potensi dan Pola

Derma pada Masyarakat Minangkabau dan Kemungkinan pengembangannya untuk Keadilan Sosial.

Jurnal Antropologi, Vol. 1 No. 14, 2014, hlm. 34.

32

dengan berbagai unsur lain dalam kosmos kehidupan dimana manusia dipandang

memiliki status yang sama.32

Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau erat kaitannya dengan pepatah-

petitih yaitu sebagai pedoman hidup yang berasal dari nenek moyang. Pepatah

Minangkabau yang berbunyi “...gadang dek di ambak, tinggi dek dianjuang...”

menggambarkan bahwa masyarakat Minangkabau menganut sistem komunal yang

berarti individu dan semua individu adalah anggota masyarakat etnis dan

komunitasnya. Pepatah tersebut berarti bahwa setiap individu akan menjadi besar dan

tinggi karena dibesarkan dan ditinggikan oleh masyarakat dan komunitasnya.33

Individu akan diperlakukan sama sehingga tidak ada penguasaan satu sama lain.

Masyarakat Minang mempunyai peluang untuk saling mengembangkan diri, memiliki

satu sama lain, dibantu oleh kerabat dan komunitasnya didorong untuk menjadi

orang.

Pepatah tersebut juga menjadi dasar agar orang Minangkabau membayar

semua hutang-hutang ekonomis-psikologis dan hutang sosial dengan bergantian

membantu anggota komunitasnya.34 Kedermawanan sosial masyarakat Minangkabau

merupakan suatu bagian dari pengimplementasian orang Minangkabau dalam beradat

dan beragama yang diwujudkan dalam budaya - religius untuk membantu orang lain.

32 Nurus Shalihin, Demokrasi di Nagarinya Para Tuan, Padang: Imam Bonjol Press, 2014, hlm. 20. 33 Ibid., hlm. 33. 34 Ibid., hlm. 34.

33

Orang Minangkabau yang telah terikat dengan hal tersebut menjadikan mereka

berpartisipasi dalam membentuk tindakan solidaritas dengan orang lain yang

berujung pada perbuatan membantu terhadap sesama.

Solidaritas sosial ini sebagian besar merupakan ekspresi langsung dari ajaran

agama Islam sebagai agama yang diyakini oleh orang Minangkabau.35 Orang

Minangkabau melakukan pembayaran zakat fitrah yang merupakan kedermawanan

sosial dilihat dari segi agama. Kedermawanan sosial lain orang Minangkabau terlihat

juga dalam pelaksanaan tradisi atau budaya melalui siklus hidup masyarakatnya yang

berbunyi dalam pepatah “...barek samo dipikua, ringan samo di jinjiang...” yang

berarti berat sama dipikul ringan sama dijinjing.

Secara sosiologis, mekanisme berderma dalam konteks adat ataupun agama

memainkan peran yang penting dalam merekat integrasi dalam struktur masyarakat

dan memungkinkan keberadaan masyarakat bertahan lama. Prinsip ini bekerja

melalui mekanisme perangkat filosofis dan normatif yang membentuk kesetiaan

sosial dan kepercayaan sehingga individu mengakui keterkaitannya dengan orang

lain36 Namun, kenyataannya dalam masyarakat Minangkabau hubungan antara

pemberi bantuan derma dan penerima bantuan masih bersifat tradisional. Hal tersebut

dikarenakan, karena pemberi derma berorientasi hanya menunaikan kewajiban

35 Ibid., hlm. 35. 36 Ibid., hlm. 35.

34

normatif agama maupun tradisi. Perilaku kedermawanan jenis ini belum mampu

memberi dampak jangka panjang pada penerima bantuan.

I.6.3 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan merupakan kata yang berasal dari Bahasa Inggris yakni

“empowerment” yang bermakna pemberian kekuasaan sehingga kata daya tidak

hanya berarti mampu namun juga mempunyai kuasa. Menurut Wrihatnolo dan

Dwidjowijoto, bahwa konsep pemberdayaan mencakup pengertian community

development (pembangunan masyarakat) dan community based development

(pembangunan yang bertumpu pada masyarakat) dan pada tahap selanjutnya ada

istilah community driven development (pembangunan yang diarahkan atau digerakkan

oleh masyarakat).37

Soetomo menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah

pendekatan yang memberikan kesempatan, wewenang yang lebih besar kepada

masyarakat terutama masyarakat lokal untuk mengelola proses pembangunannya.38

Kemudian, menurut Adi, pemberdayaan dapat dilihat dari sisi keberadaannya sebagai

suatu program ataupun sebagai suatu proses. Pemberdayaan sebagai suatu program

dimana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan guna mencapai suatu tujuan yang

biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sedangkan pemberdayaan sebagai

37 Randy R.Wrihatnolo & Riant Nugroho D, Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan

Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007, hlm. 74. 38 Soetomo, Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, hlm. 22.

35

proses adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan (on going) sepanjang

komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan, dan tidak hanya

terpaku pada suatu program saja.39

Tujuan pemberdayaan masyarakat tersebut adalah untuk membentuk individu

dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi

dimana masyarakat memiliki kemampuan untuk memikirkan, memutuskan maupun

dalam cara bertindak yang dipandang tepat untuk mencapai pemecahan masalah-

masalah yang dihadapi dengan menggunakan daya dan kemampuan. Target tujuan

pemberdayaan pun dapat berbeda-beda sesuai dengan bidang pembangunan yang

akan dijalankan.

Dalam tujuan pemberdayaan di bidang ekonomi berupaya agar kelompok

sasaran dalam pembangunan dapat mengelola usahanya dengan baik dan pemasaran

yang relatif stabil. Pada bidang pendidikan adalah agar kelompok sasaran dapat

menggali berbagai potensi yang ada dalam dirinya dan memanfaatkan potensi yang

dimiliki untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi. Sedangkan tujuan

pemberdayaan pada bidang sosial adalah agar kelompok sasaran dapat menjalankan

fungsi sosialnya kembali sesuai dengan peran dan tugas sosialnya.40

39 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Jakarta:

Lembaga Penerbit FE-UI, 2002, hlm. 83. 40 Isbandi Rukminto Adi, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya

Pemberdayaan Masyarakat, Depok: Rajawali Pers, 2008, hlm.79.

36

Dalam strategi pemberdayaan diperlukan inisiator-inisiator untuk mengatasi

permasalahan sosial dalam masyarakat. Beberapa inisiator atau penginisiasi dari

pemberdayaan tersebut antara lain:

1. Pemerintah. Pemerintah mempunyai peran penting dalam melakukan

pemberdayaan masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat.

2. Swasta. Lembaga swasta berperan dalam pemberdayaan masyarakat dalam

menjadi penggerak aktivitas pemberdayaan melalui program CSR (Coporate

Social Responsibility)

3. Masyarakat. Masyarakat dapat menjadi pemangku kepentingan dalam

pemberdayaan terlepas dari bantuan pemerintah maupun swasta.

Dari beberapa pengertian mengenai pemberdayaan diatas dapat disimpulkan

bahwa pemberdayaan merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan dalam

rangka mengembangkan kemampuan dan kemandirian individu atau masyarakat

dalam memenuhi kebutuhannya.

37

Strategi Pemberdayaan Masyarakat

David Korten dalam Priyatna41 mengemukakan bahwa dalam strategi program

pengembangan masyarakat tercermin dalam empat generasi yang berorientasi pada

pembangunan, yaitu:

a) Generasi pada relief dan welfare, generasi yang sesegera mungkin dapat

memenuhi kebutuhan tertentu yang dialami individu maupun keluarga

(kebutuhan makanan, pendidikan dan kesehatan).

b) Generasi pada small scale reliant local development atau disebut dengan

comunnity development. Dalam hal ini, penyelesaian persoalan pada

masyarakat bawah membutuhkan pendekatan bottom up tidak dapat

diselesaikan dengan hanya pendekatan top down.

c) Generasi dalam sustainable system development, yaitu generasi yang semua

sumber daya manusia dan potensi yang ada harus terlibat yakni

memperhatikan dampak pembangunan dan cenderung melihat jauh ke daerah

lain, baik tingkat regional, nasional dan internasional. Pada generasi ini

terdapat strategi yang dapat mempengaruhi perumusan kebijakan

pembangunan.

41 Priyatna. “Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Pengukuran Keberdayaan Komunitas

Lokal” artikel diakses melalui http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/

194505031971091-/PM.pdf pada 13 April 2018 pukul 21.20 WIB.

38

d) Generasi yang berperan sebagai fasilitator gerakan masyarakat (people

movement). Pada generasi ini membantu agar masyarakat mampu

mengorganisasikan diri, mengidentifikasi kebutuhan mereka, dan

memobilisasi sumber daya yang ada. Fasilitator gerakan masyarakat ini

menghendaki adanya perubahan dalam pelaksanaannya.

I.6.4 Hubungan Antar Konsep

Dari kerangka konsep tersebut, peneliti membuat skema sederhana mengenai

praktik filantropi untuk pemberdayaan kampung halaman dengan studi kasus

Koperasi Tunas Nagari sebagai salah organisasi berbasis etnis Minangkabau yang

memberikan perhatian terhadap pembangunan di kampung halaman. Sebagai

organisasi yang beranggotakan para perantau Minang, organisasi ini merupakan

wadah daripada para anggota yang melakukan praktik filantropi. Suatu organisasi

tertentu dapat dikatakan lembaga filantropi apabila terbentuk atas dasar peduli

terhadap sesama dan memiliki rasa kedermawanan dilakukan secara kolektif untuk

membantu pihak yang membutuhkan demi mencapai kepentingan bersama.

Untuk itu, praktik filantropi tersebut membuat perantau etnis Minangkabau

pada Koperasi Tunas Nagari melakukan pendekatan yang berdasar pada

pemberdayaan. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti membuat skema hubungan antar

konsep yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang penelitian ini.

39

Skema I.1 Hubungan Antar Konsep

(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2018)

I.7 Metodologi Penelitian

I.7.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualitatif adalah sebuah penelitian yang mencoba memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, mulai dari perilaku, persepsi,

tindakan, dan lain-lain secara menyeluruh dan dengan cara mendeskripsikan

dengan kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khususnya yang ilmiah serta

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah yang ada.42 Dalam penelitian

kualitatif, data yang diperoleh dapat dikembangkan melalui teori, dari adanya

42 John W. Creswell, Penelitian Kualitatif dan Desain Riset Memilih di antara Lima Pendekatan,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, hlm. 59.

Filantropi

Perantau Etnis Minang

Budaya Minangkabau

Pemberdayaan Masyarakat

Organisasi Perantau

Aktor penggerak

40

data dan teori tersebut dapat bersifat fleksibel apabila dalam penelitian

menemukan hasil yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena

penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik filantropi khususnya

yang dilakukan oleh Koperasi Tunas Nagari untuk pemberdayaan kampung

halaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

studi kasus. Peneliti menggunakan metode studi kasus pada Koperasi Tunas

Nagari untuk mendeskripsikan lebih rinci mengenai praktik filantropi

Koperasi Tunas Nagari. Penelitian ini akan membahas hal tersebut dengan

menggunakan konsep dan teori yang relevan dengan penelitian.

I.7.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan kunci yang

sangat penting. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah

koperasi perantau yaitu Koperasi Tunas Nagari, oleh karena itu subjek

penelitian yang akan menjadi pembahasan kajian ini adalah Koperasi Tunas

Nagari yang berada di Tangerang. Alasan pemilihan subjek penelitian ini

karena koperasi ini selain melakukan kegiatan ekonomi untuk

menyejahterahkan anggotanya dalam kegiatan simpan pinjam, koperasi juga

melakukan penggalangan dana filantropi untuk pembangunan desa yang ada

di kampung halaman, Sumatera Barat.

41

Informan kunci pada penelitian ini adalah pengurus dan anggota-

anggota dari Koperasi Tunas Nagari serta informan pendukung yang lain

adalah keluarga dari anggota Koperasi Tunas Nagari. Berikut adalah tabel

gambaran informan yang disusun untuk melihat informasi yang akan di

deskripsikan dalam penelitian ini:

Tabel I.3 Karakteristik Informan

No NAMA POSISI PERAN DALAM PENELITIAN

1 Uda UW Penasehat Koperasi

Memberikan informasi mengenai proses/

bentuk, pendukung dan penghambat filantropi

di Koperasi Tunas Nagari

2 Om EM Ketua Koperasi

3 Uda IJ

Anggota Koperasi

4 Uda AF

Anggota Koperasi

5 Om IN Anggota Koperasi

6 Istri Uda IJ Keluarga Anggota Koperasi

Memberikan informasi tambahan mengenai kedermawanan sosial/ filantropi Koperasi

Tunas Nagari

(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2018)

I.7.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini mengambil tempat di Koperasi Tunas Nagari

yang bertempat di Cikokol, Tangerang. Adapun alasan penelitian dilakukan di

tempat tersebut karena lokasi tersebut merupakan kantor atau tempat koperasi

berdiri. Alasan lain dari pemilihan lokasi tersebut karena menunjang peneliti

dalam pencarian data untuk skripsi ini. Pemilihan lokasi tersebut akan

membantu penelitian peneliti dalam menggali mengenai kedermawanan sosial

42

(filantropi) yang dilakukan perantau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Februari - Mei 2018.

I.7.4 Peran Peneliti

Peran penulis dalam penelitian secara kualitatif adalah untuk

mengumpulkan data-data yang telah ada di dalam instrumen untuk dapat

mengidentifikasi nilai-nilai personal dan asumsi-asumsi yang ditemui di

lapangan dan akan mempengaruhi hasil akhir dari penelitian.43 Penulis terjun

ke lapangan dan menjadi bagian dari penelitian sehingga penulis mengetahui

keadaan sebenarnya di lapangan. Pada saat penulis melakukan observasi

mengenai para perantau etnis Minang di Koperasi Tunas Nagari, penulis

membuat langkah kerja yaitu merencanakan penelitian kemudian menyusun

dan melakukan penelitian. Terakhir penulis akan mempresentasikan hasil

temuan penelitian penulis.

I.7.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

berbagai macam cara, yaitu dengan melakukan observasi lapangan dan

wawancara untuk mendapatkan data primer. Selain itu, pengumpulan data

43 John W. Creswell, Op.Cit., hlm.90.

43

juga dilakukan dengan studi pustaka atau kajian literatur yang dipergunakan

untuk mendapatkan data sekunder.

a. Observasi

Observasi merupakan pengumpulan data langsung di lapangan dimana

peneliti mengamati objek-objek serta segala sesuatu yang berhubungan

dengan suatu fenomena yang akan diteliti. Peneliti melakukan pengamatan

langsung dengan mengamati bagaimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh para anggota perantau etnis Minang di Koperasi Tunas Nagari.

b. Wawancara

Wawancara merupakan cara untuk mendapatkan informasi atau

keterangan dari para informan yang menunjang data penelitian. Teknik

wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara

mendalam (indepth interview). Wawancara tersebut dilakukan dengan tanya

jawab antara pewawancara dan informan, baik menggunakan pedoman

maupun tidak menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan

guna mengetahui informasi yang belum didapatkan saat observasi. Teknik

wawancara yang dilakukan adalah dengan melakukan tanya jawab langsung

kepada informan yaitu pengurus maupun anggota Koperasi Tunas Nagari.

Wawancara ini dilakukan beberapa kali demi keperluan penulis dalam

menggali informasi. Penulis akan melakukan wawancara kepada enam

informan yang sudah penulis tentukan sebelumnya.

44

c. Studi pustaka/ kajian literatur dan dokumentasi

Studi kepustakaan tersebut dilakukan dengan mengumpulkan berbagai

macam data yang relevan dengan penelitian penulis baik itu berupa buku,

jurnal, tesis, disertasi maupun data yang berasal dari internet. Studi

kepustakaan dilakukan guna mengkonseptualisasikan filantropi ini dengan

strategi pengembangan masyarakat. Dokumentasi saat penelitian juga

dilakukan untuk menunjang penulis saat terjun langsung ke tempat penelitian

yang dapat menggambarkan langkah-langkah dalam melakukan penelitian.

I.7.6 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif dengan studi

kepustakaan. Berbagai macam data yang telah diperoleh baik dari observasi,

wawancara mendalam, dan data-data sekunder tersebut yang kemudian akan

dianalisis oleh penulis pada suatu kerangka pemikiran atau hasil olah data

oleh penulis. Data-data penelitian berupa hasil observasi dan wawancara

mendalam merupakan data utama yang akan diabstraksikan dengan data

sekunder yang didapat dari studi kepustakaan. Dalam tahap analisis, data yang

diperoleh oleh penulis akan diolah dan dikaitkan dengan konsep atau teori

yang berhubungan dengan penelitian.

45

I.7.7 Triangulasi Data

Triangulasi data merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan

oleh peneliti saat mengumpulkan dan menganalisis data. Konsep triangulasi

didasarkan pada asumsi bahwa setiap prasangka yang ada dalam sumber data,

peneliti, dan metode akan dinetralisir ketika digunakan bersama sumber data,

peneliti dan metode yang lain.44 Dalam penelitian ini menggunakan

triangulasi data yang digunakan untuk pengecekan data tentang keabsahannya,

membandingkan hasil wawancara informan yang satu dengan informan

lainnya untuk bahan pertimbangan.

Penulis melakukan wawancara kembali kepada informan pendukung

untuk mengkroscek kebenaran hasil wawancara dari informan utama. Penulis

juga akan menguji dan memperdalam kembali informasi yang didapatkan oleh

penulis melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu anggota

Koperasi Tunas Nagari. Triangulasi dilakukan kepada panitia pembangunan

desa yaitu Pak AS. Pak AS dipilih sebagai informan pendukung karena Ia

terlibat dalam pengelolaan sumbangan oleh koperasi di Nagari. Setelah itu

penulis kembali melakukan pengecekan terhadap data-data yang telah

diperoleh dari penelitian tersebut apakah valid atau tidak.

44 Ibid., hlm.162.

46

I.8 Sistematika Penulisan

Sebuah penelitian harus memiliki sistematika penelitian. Penelitian ini terdiri

atas tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Ketiga bagian ini disajikan

dalam lima bab dan beberapa sub bab. Dalam penelitian yang dibuat ini, isi bab I

akan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian sehingga dapat terlihat

permasalahan penelitian yang muncul yang terdiri dari dua pertanyaan penelitian

yang bertujuan agar peneliti fokus terhadap suatu fenomena yang dikaji. Selanjutnya

terdapat juga tujuan penelitian, tinjauan studi sejenis, kerangka konsep, metode

penelitian dan sistematika penulisan. Semua itu bertujuan untuk mengetahui kerangka

dasar dalam penelitian ini dibuat dan hal ini diharapkan dapat memberikan penjelasan

mengenai praktik filantropi untuk pemberdayaan kampung halaman secara akurat.

Bab II berisikan deskripsi mengenai wilayah yang dijadikan lokasi penelitian

yaitu Koperasi Tunas Nagari, juga akan dijelaskan mengenai latar belakang

terbentuknya Koperasi Tunas Nagari, struktur kepengurusan, serta kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh Koperasi Tunas Nagari dalam melakukan praktik filantropi.

Bab III berisikan tentang deskripsi mengenai praktik filantropi oleh Koperasi

Tunas Nagari. Sub bab pertama membahas mengenai latarbelakang para anggota

melakukan filantropi sosial pada Koperasi Tunas Nagari, sub bab kedua menjelaskan

bentuk-bentuk filantropi perantau pada Koperasi Tunas Nagari, sub bab ketiga

membahas proses kedermawanan sosial oleh koperasi, sub bab keempat akan

47

dijelaskan mengenai faktor pendukung dan penghambat Koperasi Tunas Nagari

dalam melakukan praktik filantropi.

Bab IV membahas mengenai analisis praktik filantropi koperasi perantau etnis

Minang untuk pemberdayaan kampung halaman. Pada bagian ini menjelaskan

Koperasi Tunas Nagari sebagai agen filantropi sosial, filantropi Koperasi Tunas

Nagari sebagai Implementasi Nilai-nilai baik nilai tradisi Minangkabau dan nilai

kebaikan (altruism) pengurus maupun anggota koperasi, dan bagian terakhir

membahas refleksi sosiologis atas kegiatan filantropi berbasis koperasi kedaerahan.

Bagian akhir yaitu bab V yang merupakan bagian penutup. Bab ini berisikan

tentang kesempatan bagi peneliti menyimpulkan laporan penelitian secara

menyeluruh. Kesimpulan ini merupakan jawaban eksplisit dari pertanyaan penelitian.

Kemudian peneliti memberikan rekomendasi agar dapat mempertimbangkan sebagai

masukan kedepan.