Upload
ngonhan
View
221
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Menurut Sejarah, pendidikan perdamaian sesungguhnya pertama kali
muncul pada abad 17 yang dicetuskan pertama kali oleh seorang akademisi Ceko,
Comenius, yang secara universal menyebarluaskan paham bahwa dengan
pengetahuan, akan memberikan jalan kepada perdamaian1. Di masa sekarang,
pendidikan perdamaian telah menjadi gerakan global dengan melihat terlibatnya
ratusan organisasi yang diwakili oleh ribuan orang dalam acara International
Peace Conference di The Hague, Belanda2. Dalam acara yang bernama The
Hague Appeal for Peace yang mengusung tema perdamaian dunia tersebut, para
peserta mencetuskan untuk mempromosikan penghentian segala peperangan dan
menyebarluaskan budaya perdamaian. Konferensi internasioal ini mengusung
beberapa aspek dari olah raga hingga pendidikan sebagai salah satu upaya untuk
mempromosikan budaya perdamaian. Dalam kaitannya dengan pendidikan The
Hague telah membentuk Global Peace Education Network serta menggalakan
Global Campaign for Peace education guna mendukung aplikasi pendidikan
perdamaian di seluruh dunia3.
Bahkan pada peringatan Hari Perdamaian Internasional yang diperingati
pada tanggal 21 September 2013 PBB secara khusus mengusung tema pendidikan
1 Ian Harris (2008) Encyclopedia of Peace Education: history of Peace Education. Columbia
University. <www.tc.edu/centers/epe/> 2 Gouri Sadhwani (2000) The Hague Appeal for Peace Conference, <www.mediate.com>
3 ibid
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
perdamaian. Sekretaris Jendral Ban Ki-Moon melalui pesan perdamaiannya
menyerukan untuk merupakan tugas seluruh lapisan masyarakat untuk
mengajarkan generasi – generasi muda nilai – nilai toleransi dan menanamkan
perilaku yang saling menghormati4. Selain itu pada pidatonya, Sekretaris Jendral
Ban Ki-Moon mengajak peran serta seluruh warga internasional untuk
berinveastasi di sekolah–sekolah dan pengajar untuk membangun dunia yang adil
dan inklusif yang merengkuh keragaman sehingga tercapai perdamaian dunia.
Dengan melihat perhatian yang tertuju kepada pentingnya pendidikan yang
mengusung tema perdamaian, menjadikan pendidikan perdamaian sebagai aspek
yang sangat penting dan harus segera dilaksanakan dalam mencapai perdamaian
secara menyeluruh.
Dalam level internasional, pendidikan sebagai pendekatan untuk
mengurangi konflik sesungguhnya sudah menjadi wacana terutama pendidikan
perdamaian. PBB melalui badan–badannya seperti UNESCO dan UNICEF sudah
menggunakan pedidikan perdamaian sebagai respon kemanusiaan paska konflik
untuk mengembalikan kondisi masyarakat paska konflik lebih berperilaku lebih
kepada perdamaian. Pendidikan terutama pendidikan perdamaian juga dipercaya
mempunyai kekuatan untuk mengikis dan menimalisir gerakan ekstrimisme yang
sekarang ini merambah ke kaum pemuda dan pemudi yang tidak memiliki
pendidikan yang cukup tentang toleransi dan saling menghormati.
Hal ini telah disampaikan oleh Tony Blair Perdana Mentri Inggris dalam
pidatonya di Dewan Keamanan PBB pada November 2013 yang mengatakan
4 Rhesa Ivan Lorca (2013) Hari Perdamaian Internasional, PBB Serukan Investasi dalam
Pendidikan Perdamaian, <www.pedomannews.com>.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
bahwa pendidikan sangatlah penting dalam menjaga perdamaian dunia5. Perdana
Mentri Blair juga mengungkapan dengan melihat konflik-konflik jaman sekarang
yang sangat berbeda dari sebelumnyal, beliau juga menyatakan bahwa “education
is a security issue” sehingga sudah seharusnya seluruh masyarakat di dunia
memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan perdamaian. Berangkat dari
hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan perdamaian merupakan gerakan
internasional yang sungguh sangatlah penting dalam mewujudkan perdamaian
dunia secara internasional walaupun pelaksanaannya ada di aerah terpencil di
suatu Negara sekalipun sehingga apabila gerakan ini dilakukan secara bersama-
sama oleh semua Negara, tentunya membawa kesempatan untuk mencapai
perdamaian dunia lebih besar untuk terwujud6.
UNICEF dan UNESCO selaku badan-badan PBB pun sesungguhnya
sudah meletakan pendidikan perdamaian sebagai sebuah perhatian dalam
membina perdamaian terutama dalam membina perdamaian di daerah konflik.
UNICEF sendiri mempunyai program-program yang dikhususkan baik untuk
pendidikan perdamaian dalam bentuk informal dan formal. Pendidikan formal
dimkasudkan disini merupakan pendidikan perdamaian di sekolah – sekolah
berbasis perdamaian atau sekolah-sekolah yang sedang dalam tahap memasukan
unsur-unsur perdamaian dengan pengembangan sistem pendidikan, meningkatkan
kondisi lingkungan sekolah dan mutu pengajarannya7. PBB melalui kedua
badannya tersebut juga menekankan bahwa pendidikan perdamaian berbeda
5 Tony Blair (2014 ) “Education is a Security Issue”,The Jakarta Post. Jumat, 17 Januari 2014.
Hal 7 6 ibid
7 Susan Fountain (1999) Peace Education in UNICEF, UNICEF, <www.unicef.org>.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
dengan pendidikan pada umumnya dimana fokusnya bukan hanya belajar dan
menghapalkan untuk menyenangkan guru semata seperti halnya di konteks Aceh
namun lebih dari itu bahwa pendidikan perdamaian menekankan kepada
bagaimana seorang generasi muda mampu membangun masa depan dan membuat
dunia sekitarnya menjadi tempat yang lebih damai untuk ditinggali8. Walaupun
pendidikan perdamaian bermula dari gerakan komunitas intenasional namun
praktisi perdamaian di bidang pendidikan pada dewasa ini meluaskan jangkauan
praktek pengajarannya melewati batasan-batasan wilayah serta tidak hanya fokus
pada isu – isu perdamaian internasional namun mencoba merengkuh subyek-
subyek yang signifikan di dalam dimensi -dimensi domestik seperti pendidikan
demokrasi, Hak Asasi Manusia dan kewarganegaraan9.
Dengan begitu walaupun pendidikan perdamaian merupakan gerakan di
level nternasional namun pengaplikasiannya berada di level daerah – daerah
konflik yang lebih kecil melihat perang yang ada di saat ini lebih banyak
merupakan perang komunal yang berada di dalam Negara. Dalam konteks
Indonesia yang merupakan Negara berkembang yang masih bergulat untuk
kemajuan ekonomi nasional yang merupakan fokus dari pembangunan negara,
seolah – olah melupakan kondisi sosial Indonesia yang rawan muncul konflik
komunal baik vertikal dan horizontal dikarenakan terdapat keanekaragaman cara
pandang yang tidak dapat dikelola dengan baik. Baik cara pandang yang berbeda
antar kelompok atau cara pandang yang berbeda antara masyarakat dan
pemerintah yang mampu menyebabkan konflik terbuka yang menghasilkan
8 United Nations, United Nations Cyberschoolbuss, <www.un.org>.
9 Mari Fitzduff dan Isabella Jean (2011) hal 8.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
kekerasan. Dengan melihat hubungan konflik yang membawa kepada kekerasan,
serta kekerasan akhirnya membawa masalah kepada generasi_generasi muda
sebagai korban, lalu generasi muda tersebut yang akhirnya terbiasa akan hidup
dengan kekerasan sehingga akan membentuk karakter yang penuh dengan
kekerasan dan tidak dapat menerima keanekaragaman yang kemudian contoh
karakter seperti itulah yang akan membawa masyarakat kembali kepada konflik.
Disinilah peran pendidikan yang mengusung tema perdamaian seharusnya masuk
dan memotong rantai tersebut dengan upaya – upaya pengajaran ketrampilan
seperti negosiaisi dan mediasi serta pendidikan nilai_nilai perdamaian yang
mencakup penghormatan HAM dan sebagainya. Sehingga akan membawa Negara
Indonesia kepada situasi yang lebih baik lagi.
Sekolah Sukma Bangsa yang menjadi obyek penelitian penulis ini
dibangun atas respon kemanusiaan yang merupakan sekolah MKBS yaitu sekolah
dengan Manajemen Konflik Berbasis Sekolah yang mengusung kurikulum
perdamaian seperti peaceable classroom, peaceable school dan peer mediation.
Selain MKBS, tentunya terdapat hidden kurikulum yang tertuang di upaya –
upaya aplikasi pendidikan perdamaian di sekolah yang melengkapi satu sama lain.
Sekolah Sukma Bangsa sendiri berdiri di tiga kabupaten di Aceh salah
satunya adalah Kabupaten Pidie yang merupakan salah satu Kabupaten dimana
konflik pecah. Didalam praktek pengajarannya, Sekolah Sukma Bangsa di
Kabupaten Pidie menggunakan kurikulum pendidikan perdamaian yang
merupakan aspek yang menarik untuk diteliti terutama Sekolah Sukma Bangsa
tersebut dibangun di daerah paska konflik Aceh melihat pendidikan di Indonesia
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
yang masih berfokus kepada ujian nasional dan bukan kepada pendidikan yang
mengandung unsur character building. Di samping itu, pendidikan formal yang
menggunakan kurikulum pendidikan perdamaian masih sedikit diaplikasikan di
Indonesia sehingga penelitian tentang Sekolah Sukma Bangsa menjadi menarik
untuk diangkat dikarenakan sekolah MKBS yang memiliki kurikulum perdamaian
dianggap mampu membina perdamaian sejak dini di dalam lingkungan sekolah.
Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penulisan tesis ini, penulis
melakukan studi independen di Sekolah Sukma Bangsa Kabupaten Pidie selama
satu bulan dimana penulis ditempatkan langsung di lapangan sehingga penulis
mampu melihat secara langsung bagaimana kurikulum pendidikan perdamaian
dan implementasi kurikulum pendidikan perdamaian yang dimiliki sekolah
tersebut. Dalam masa penempatan penulis, penulis menjalankan beberapa
kegiatan yang meliputi observasi kelas dan sekolah; wawancara; dan
implementasi kuesioner di kelas-kelas.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan
pertanyaan penelitian:
1. Kurikulum pendidikan perdamaian seperti apa yang dimiliki oleh
Sekolah Sukma bangsa?
2. Bagaimana implementasi kurikulum pendidikan perdamaian yang
dimiliki oleh Sekolah Sukma Bangsa?
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
3. Kesenjangan – kesenjangan apa saja yang terjadi antara kurikulum
pendidikan perdamaian dan implementasi?
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yakni untuk menganalisa kurikulum apa yang
digunakan oleh Sekolah Sukma Bangsa serta bagaimana pendidikan perdamaian
yang diimplementasikan dan kesenjangan yang terjadi dalam implementasi
kurikulum yang digunakan Sekolah Sukma bangsa. Selain itu penelitian ini
diharapkan untuk memberikan gambaran baik bagi pemerintah maupun aktor non-
pemerintah untuk lebih memperhatikan pendidikan perdamaian yang dibutuhkan
oleh anak-anak Indonesia terutama di daerah konflik. Sehingga pemerintah dan
organisasi yang terkait tidak hanya berfokus kepada pembangunan infrastruktur
paska konflik saja namun juga menitik beratkan kepada rekonsiliasi yang lebih
membina perdamaian yang berkelanjutan.
I.4 Tinjauan Pustaka
Isu pendidikan perdamaian merupakan hal yang dapat dikatakan baru di
level nasional terutama di Negara-Negara berkembang seperti Indonesia yang
masih menitikberatkan kepada perkembangan ekonomi sebagai prioritas.
Begitupun juga penelitian tentang pendidikan perdamaian yang ada di Aceh
khususnya setelah konflik dan bencana dimana pendidikan di Aceh sendiri sangat
tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Namun penelitian tentang
perndidikan perdamaian sudah mulai menarik perhatian seiring dengan kesadaran
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
akan pentingnya pendidikan perdamaian baik untuk alat pengikis generasi yang
penuh kekerasan di daerah konflik maupun bukan daerah konflik.
Meski Yogyakarta merupakan daerah konflik namun menurut tesis yang
dilakukan oleh Natalina Sangapta Peranginangin yang berjudul “Pendidikan
Perdamaian untuk Membentuk Perilaku Non Agresif pada Remaja” membahas
secara mendetail tentang pentingnya pendidikan perdamaian dalam proses tumbuh
kembang anak di sekolah yang sayangnya tidak dimasukan ke dalam kurikulum di
sekolah-sekolah formal. Apabila di bukan daerah konflik ternyata pendidikan
perdamaian sangatlah penting, dapat dibayangkan betapa penting dan
mendesaknya kebutuhan pendidikan perdamaian untuk merekonsiliasi konflik di
daerah konflik yang menjadikan masyarakat yang ada di daerah konflik tersebut
terbiasa terhadap kekerasan terutama pada anak-anak dan remaja usia sekolah.
Seperti halnya tesis milik Arlen Florencia Hehakaya yang berjudul “Program
Pendidikan Damai” yang membahas secara rinci tentang permasalahan –
permasalahan yang menghambat implementasi program pendidikan damai secara
optimal di Lombok.
Di dalam tesisnya Arlen menemukan fakta bahwa pendidikan damai yang
merupakan sebuah bentuk pencegahan konflik yang berupaya untuk menanamkan
nilai – nilai perdamaian di generasi – generasi muda sehingga proses rekonsiliasi
dapat berjalan dengan lancar. Penelitian Arlen sesungguhnya menekankan kepada
masih banyaknya kendala – kendala yang dihadapi serta rekomendasi-
rekomendasi untuk program pendidikan damai di Ambon yang dinilai kurang
dijadikan prioritas oleh pemerintah walaupun sesungguhnya pendidikan
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
perdamaian merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak melihat kondisi Ambon
yang belum dapat dikatakan mencapai kondisi perdamaian menurut Galtung10
.
Dalam tesis Arlen, sesungguhnya Ambon sudah memenuhi tiga hal dasar
yang dibutuhkan dalam menjalankan pendidikan perdamaian menurut Candice C.
Carter yakni training guru, kebijakan dan kurikulum. Dalam bidang kebijakan,
Ambon memiliki kebijakan yang sangat kuat di dalam pengimplementasian
kurikulum pendidikan perdamaian yang tertuang pada Peraturan Walikota No.2
Tahun 2010 mengenai penerapan Muatan Lokal Kurikulum Pendidikan Dasar dan
menengah. Dalam bidang Training guru, Ambon pun sudah melaksanakan banyak
sekali training bagi para guru untuk mengajarkan pendidikan damai dan yang
terakhir Ambon pun sudah memiliki kurikulum yang didesain untuk mengajarkan
pendidikan damai tersebut. Namun dalam prakteknya, setelah ketiga hal tersebut
sudah dijalankan, konflik yang melahirkan kekerasan masih terjadi pada 11
September 2011 yang telah menjadi pukulan keras bagi pemerintah serta seluruh
stakeholder yang telah menjalankan program tersebut di Ambon. Hal yang
problematis ini akhirnya membuat Arlen tergelitik untuk mengidentifikasi dan
menganalisa permasalahan yang menghambat pengembangan program pendidikan
damai di Aceh sehingga lahirlah rekomendasi – rekomendasi bagi pembangunan
program tersebut untuk mencapai perdamaian berkelanjutan di Maluku.
Arlen menggunakan konsep pendidikan perdamaian dari UNESCO yang
menekankan tentang langkah-langkah untuk membangun budaya damai seperti
memberikan pelatihan perdamaian pagi pembuat keputusan dan pendidik;
10
Arlen Florencia Hehakaya (2012) Program Pendidikan Damai di Ambon, Tesis Mahasiswa
Strata-2 Universitas Gadjah Mada.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
merevisi materi-materi kurikulum, khusunya buku-buku sejarah untuk
menghilangkan prasangka; menciptkana materi kurikulum perdamaian;
memproduksi dan menyebarluaskan materi pendidikan yang mencakup budaya
damai damai dan hak asasi manusia; mendorong kemampuan multibahasa;
meningkatkan jaringan diantara institusi nasional, organisasi non pemerintah serta
pakar pendidikan kewarganegaraan dan mengembangkan metode – metode baru
bagi resolusi konflik.
Dengan menggunakan konsep-konsep yang telah disebutkan diatas, Arlen
menemukan bahwa terrdapat dua hal yang membuat pendidikan damai di Ambon
tidak dapat berjalan dengan baik yaitu pertama bahwa pemerintah menganggap
program pendidikan damai tersebut tidak merupakan sebuah kebutuhan yang
mendasar sehingga pemerintah hanya akan serius apabila keadaan Ambon
berkonflik kembali sehingga perdamaian yang terus berkelanjutan tidak dapat
dicapai di Ambon. Hal tersebut dikarenakan pemerintah lokal tidak pernah serius
dalam komitmennya mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan.
Meskipun pendidikan perdamaian merupakan sebuah kebutuhan yang
mendesak bagi masyarakat paska konflik, tidak berarti daerah-daerah tak
berkonflik tidak membutuhkan pendidikan perdamaian. Ini disebabkan dalam
mewujudkan perdamaian Indonesia yang berkelanjutan pergerakan pendidikan
perdamaian juga harus dilaksanakan di seluruh daerah yang tidak berkonflik
namun memiliki intensitas kekerasan yang cenderung tinggi. Seperti halnya
penelitian milik Natalina Sangapta Perangin-angin yang ingin menekankan bahwa
dengan melihat perilaku kekerasan oleh pelajar atau remaja merupakan masalah
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
sosial ternyata semakin meningkat setiap tahunnya dan membutuhkan strategi
ekologi hak dan kewajiban melalui pendidikan perdamaian. Hal tersebut
dikarenakan bahwa pendidikan perdamaian dipercaya mampu mengubah
paradigma dan cara berpikir remaja pada masa sekarang untuk lebih memilih
tindakan nir kekerasan dalam kehidupan sehari-harinya11
.
Berbeda dengan penelitian milik Arlen yang berfokus kepada sekolah –
sekolah formal dalam penelitian Natalina, Natalina berfokus kepada pendidikan
non-formal yang dijalankan oleh actor non-Negara. Dalam penelitian yang
dilakukan di dua lembaga non pemerintah yaitu Sahabat Gloria dan Anak Wayang
Indonesia dalam pengimplementasian pendidikan perdamaian yang tercermin
pada visi dan misi kedua lembaga tersebut yaitu menjunjung tinggi perbedaan
budaya serta mengampanyekan hak-hak anak yang sering terlupakan oleh
sekolah-sekolah formal. Kedua lembaga pendidikan tersebut juga menekankan
kepada pendidikan karakter, life skill dan pendidikan keberagaman yang
dipercaya mampu menekan agresi anak-anak di Yogyakarta apabila ketiga aspek
yang tersebut mampu diimplementasi dengan baik dan sejalan.
Dengan melihat pendidikan perdamaian yang sudah dijalankan di berbagai
tempat di Indonesia, Aceh merupakan obyek yang sangat menarik untuk diteliti
dalam aspek pendidikan dikarenakan konflik Aceh yang sangat berlarut-larut yang
akhirnya membawa Aceh kepada peringkat terbawah di bidang pendidikan
ditambah trauma kekerasan dan bencana yang bersamaan membawa kekacauan di
bidang pendidikan baik pendidikan akademik dan karakter yang saat ini
11
Natalina Sangapta Perangin – angin, Pendidikan Perdamaian untuk Membentuk Perilaku Non-
Agresif Pada Remaja (Studi Kasus di Lembaga Sahabat Gloria dan Anak Wayang di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta), Tesis Mahasiswa Strata-2 Universitas Gadjah Mada.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
merupakan perkerjaan rumah yang sulit bagi pemerintah daerah. Di dalam
penelitian ini, penulis merasa tertarik dengan suatu sekolah yang dibangun
sebagai respon kemanusiaan yang memiliki kurikulum pendidikan perdamaian
yang secara khusus dimasukan kedalam statuta dan blue print sekolah di
Kabupaten Pidie, Aceh. Hal tersebut dikarenakan Sekolah Sukma Bangsa atau
yang biasa disingkat sebagai SSB ini merupakan sekolah formal yang memiliki
basis kurikulum pendidikan perdamaian yang kuat tentunya berbeda dengan
lembaga pendidikan yang diteliti oleh Natalina yang merupakan pendidikan non
formal. SSB juga berbeda dengan sekolah – sekolah di Ambon yang diteliti oleh
Arlen yang merupakan sebuah program pemerintah daerah bersama organisasi –
organisasi kemanusiaan dikarenakan SSB merupakan sekolah yang dibangun oleh
yayasan Sukma yang didalam proses pembangunannya melibatkan kaum
akademisi dan praktisi perdamaian.
Yang menjadikan penelitian ini berbeda yakni jenis konflik; konteks
daerah dan jenis sekolah yang berbeda dengan sekolah-sekolah yang diteliti
sebelumnya dan peneliti merasa tertarik dengan orang -orang yang berada di balik
pembangunan sekolah yang melibatkan para akademisi dan praktisi perdamaian.
Kenapa hal ini menjadi sesuatu yang menarik, ini dikarenakan dibandingkan
dengan sekolah-sekolah sebelumnya yang pertama dimana dibangun murni dari
pemerintah dan lembaga pendidikan yang dibangun oleh komunitas masyarakat,
SSB dibangun dengan campur tangan ahli-ahli dibidangnya baik akademisi
maupun praktisi perdamaian. Sehingga dengan melakukan penelitian ini, dapat
diketahui bagaimana kurikulum pendidikan perdamaian yang diusung oleh kaum
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
akademisi dan praktisi perdamaian serta bagaimana implementasi kurikulum
tersebut dan kesenjangan apa saja yang terjadi di SSB.
I.5. Kerangka Pemikiran
Konflik Aceh sendiri merupakan konflik komunal yang sifatnya vertikal
dimana pihak-pihak yang berkonflik merupakan pemerintah dan kelompok
separatis GAM yang mempunyai keinginan untuk lepas dari NKRI dikarenakan
ketidakpuasan rakyat Aceh terhadap pemerintah Indonesia. Konflik vertikal ini
telah menghasilkan kekerasan yang tidak hanya dilakukan oleh GAM namun juga
dilakukan oleh Militer Indonesia12
. Pada masa konflik rakyat Aceh tidak dapat
menikmati kehidupan normal seperti menempuh perjalanan di malam hari baik
dipedesaan dan perkotaan, anak-anak tidak berani datang ke sekolah. Padahal
pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak
serta tempat dimana mereka berkumpul bersama teman – teman bermain bersama
dan belajar. Ditambah lagi bencana tsunami yang meghancurkan infrastruktur
bangunan-bangunan sekolah sehingga konflik dan bencana telah memberikan
dmpak buruk secara fisik maupun mental anak-anak di Aceh.
Dengan adanya 30 tahun darurat militer, segala akses seperti kesehatan
dan pendidikan seolah-olah berhenti dan menurut Dra. Nur Jannah Nitura13
mengatakan bahwa bertahun-tahun anak-anak Aceh melihat, mendengar,
merasakan dan mengalami berbagai kejadian pahit selama konflik, dan seeara
tidak sadar pengalaman itu telah diinternalisasikan dalam diri anak-anak yang
12
Bank Dunia/DSF (2007) Laporan Pemantauan Konflik di Aceh. <www-wds.worldbank.org> 13
Dra. Nur Jannah nitura adalah dosen fakultas psikologis Universiats Syiah Kuala Darusaalam
dan direktur eksekutif Yayasan Psikodista NAD.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
membawa pengaruh kondisi psikologis secara menyeluruh baik kognitif, efektif
dan prilaku14
. Ditambah lagi bencana alam tsunami yang menghantam Aceh pada
tahun 2004 yang akhirnya memperparah kondisi anak-anak yang sebelumnya
telah hidup dalam bayang-bayang kekerasan. Anak-anak di Aceh paska konflik
dan tsunami sering sekali mengalami rasa cemas yang berlebihan, rasa bersalah
dan ketakutan sehingga dibutuhkannya peran banyak golongan dalam mengatasi
hal tersebut termasuk pemerintah dan kalangan masyarakat itu sendiri.
Dikarenakan bentuk – bentuk trauma yang membayangi orang – orang terutama
anak-anak di Aceh paska konflik dan bencana alam tidak tertangani dengan serius
maka akan melahirkan generasi pendendam15
. Hal tersebut tentunya merupakan
sebuah pengaruh yang sangat buruk bagi pembentukan karakter generasi muda
yang tentunya akan melahirkan karakter yang toleran terhadap kekerasan.
Walaupun pada tanggal 15 Agustus 2005 merupakan momentum
perdamaian yang ditunggu-tunggu rakyat Aceh dimana telah ditandatanganinya
perjanjian Helsink namun penandatanganan Helsinki Accord yang menandakan
berakhirnya konflik dan kekerasan di Aceh ternyata menyisakan pekerjaan rumah
bagi seluruh pihak terutama pemerintah dalam membangun kembali infrastruktur
juga mental anak-anak Aceh sebagai generasi penerus bangsa yang harus
dilindungi dikarenakan hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai hal yang biasa.
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa pendidikan
memerankan peranan yang sangat penting dalam aspek bina damai. Salah satu alat
untuk menciptakan generasi-generasi yang cinta damai; merekonsiliasi konflik
14
Nur Jannah Nitura (2013) “Anak Korban Koflik Aceh Perlu Penanganan Khusus”, antaranews,
<www.antaranews.com> 15
Ibid
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
serta penyembuhan trauma paska konflik dapat melalui salah satunya adalah
pendidikan perdamaian. Pendidikan perdamaian yang menjadi fokus dari tulisan
ini merupakan pendidikan perdamaian yang dapat berupa sekolah-sekolah yang
dibangun sebagai respon kemanusiaan setelah terjadinya konflik yang memiliki
nilai-nilai perdamaian. Pendidikan perdamaian sangatlah penting untuk digalakan
setelah konflik berakhir dimana disaat itulah pendidikan harus dibangun kembali
disaat kehidupan sosial, ekonomi dan politik di daerah konflik tersebut melemah.
Dalam konteks Aceh, terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam membangun
kembali pendidikan di Aceh. Yang pertama adalah aspek kemampuan akademik
yang telah tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia serta yang
kedua yakni pendidikan perdamaian yang sangat penting dan mendesak untuk
membuat anak-anak Aceh belajar untuk hidup lebih berdamai. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam dalam konteks Aceh menggalakan kedua aspek
tersebut harus berjalan secara beriringan.
Pada dasarnya pendidikan perdamaian menurut UNICEF merupakan
sebuah komponen yang esensial. Pendidikan perdamaian mengacu kepada proses
untuk menggalakan pengetahuan, keahlian, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan
untuk mengubah sifat yang tentunya mampu membuat anak, anak, remaja serta
orang dewasa untuk mencegah terjadinya konflik dan kekerasan baik terbuka
maupun struktural; mampu menyelesaikan konflik secara damai serta mampu
menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai perdamaian baik dalam level
intrapersonal, interpersonal, antar kelompok, nasional maupun internasional16
.
16
Susan Fountain (1999) hal. 1
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Definisi pendidikan perdamaian diatas merupakan ide – ide yang dikembangkan
melalui pengalaman-pengalaman praktikal dari UNICEF dalam program –
program pendidikan perdamaian di Negara – Negara berkembang17
.
Salah satu fokus dari pendidikan perdamaian adalah berubahnya sikap
serta bergesernya cara pandang yang lebih kepada hidup yang cenderung tidak
ingin berkonflik dimana sifat-sifat yang dimiliki oleh generasi muda seperti ini
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, kelompok masayarakat, serta lingkungan
sosial masyarakat yang skalanya lebih besar. Pendidikan perdamaian yang
diusung UNICEF juga berupaya mendorong perkembangan nilai-nilai perdamaian
sebagai landasan dari perubahan sikap dan pandangan generasi muda.
Selain upaya mengubah perilaku dan cara pandang generasi muda,
UNICEF juga menekankan bahwa program-program rehabilitasi psikososial
dalam pendidikan perdamaian yang merupakan aspek yang sangat penting bagi
generasi-generasi muda korban konflik dan kekerasan yang memberikan trauma
tersendiri bagi mereka. Walaupun sesungguhnya pendidikan perdamaian bukan
merupakan sebuah “terapi” untuk generasi muda yang terkena trauma dikarenakan
konflik, namun program rehabilitasi melengkapi dan membantu pendidikan
perdamaian dikarenakan dengan adanya rehabilitasi trauma akan konflik tentunya
akan membantu generasi muda dalam mempelajari pengetahuan dan informasi –
informasi yang baru18
. Hal yang tersebut tentunya merupakan aspek yang sangat
penting dalam pemulihan korban-korban konflik. Ini dikarenakan kekerasan yang
terjadi secara otomatis akan terekam didalam pikirannya dan akan terus
17
Ibid 18
ibid hal 13 – 14.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
membayanginya. Apabila hal tersebut tidak ditangani dengan baik tentunya akan
membawa kepada karakter generasi muda yang kebal terhadap kekerasan.
Sedangkan tujuan dari pendidikan perdamaian terbagi menjadi tiga tujuan
yaitu pengetahuan, keterampilan dan perilaku dimana ketiga aspek tersebut saling
berhubungan19
. Tujuan pendidikan perdamaian dalam tujuan pengetahuan
meliputi: kesadaran diri; mengerti sifat dasar konflik dan perdamaian; mampu
mengidentifikasi sebab konflik dan gerakan nir kekerasan untuk resolusi; analisa
konflik; meningkatkan pengetahuan mekanisme komunitas untuk membina
perdamaian dan menyelesaikan konflik; proses mediasi; memahami hak dan
kewajiban; memahami ketergantungan dan keterkaitan individu dengan
masyarakat; dan kesadaran akan peninggalan sejarah20
.
Tujuan dalam bidang keterampilan meliputi: komunikasi (aktif mendengar
dan pengekpresian diri); berpikir kritis (terutama dalam prasangka); kemampuan
untuk menghadapi stereotype; keahlian mengontrol emosi; kemampuan
menyelesaikan masalah; kemampuan untuk menghadapi perubahan; partisipasi
masyarakat dalam perdamaian; kemampuan untuk menghasilkan solusi alternatif;
mencegah konflik; kemampuan berkerja sama; pengakuan keberadaan orang lain;
dan tegas
Tujuan dalam bidang perilaku meliputi: penghormatan pada diri sendiri;
toleransi; menerima orang lain; penghormatan terhadap perbedaan; menghormati
hak dan kewajiban anak dan orang tua; kepekaan gender; rekonsliliasi; empati
solidaritas; tanggung jawab sosial; mempunyai rasa keadilan dan persamaan;
19
ibid 20
Ibid
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
menghargai kehidupan; cinta damai dan kesadaran akan prasangka21
. Dalam
prakteknya ketiga tujuan dari pendidikan perdamaian tersebut ternyata
berhubungan satu sama lain. Dimana dengan adannya pemberian pengetahuan –
pengetahuan tentang mencegah konflik tentunya generasi muda akan terasah
kemampuannya untuk berpikir dan menyelesaikan masalah sehingga tentunya
akan berdampak pada perilaku yang cenderung tidak ingin berkonflik dan cinta
damai.
Tujuan – tujuan dari pendidikan perdamaian yang disebutkan diatas
diperlukan didalam penelitian ini untuk dijadikan acuan kurikulum perdamaian
apa yang dimiliki oleh Sekolah Sukma Bangsa, nilai – nilai apa saja yang
diajarkan dan dipraktekan serta bagaimana implementasi kurikulum perdamaian
diajarkan di sekolah tersebut. Disamping itu, keterampilan apa saja yang akhirnya
dimiliki oleh murid – murid Sekolah Sukma Bangsa setelah implementasi
kurikulum perdamaian dan sikap – sikap apa saja yang akhirnya ditunjukan
murid-murid apabila dihadapkan dengan sebuah masalah. Sehingga dapat
dikatakan tujuan-tujuan pendidikan perdamaian yang disebutkan diatas
mempunyai keterkaitan satu sama lain. Hubungan tujuan-tujuan tersebut dapat
dilihat dari segitiga hubungan anyata pengetahuan, ketrampilan dan perilaku
berikut:
Gambar 1.1. Segitiga Hubungan Antara Pengetahuan, Ketrampilan
dan Perilaku
21
ibid
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
(http://www.un.org/cyberschoolbus/peace/frame.htm)
Mengelola konflik di dalam sekolah sesungguhnya sebuah tantangan lama
bagi kaum pendidik dan melihat bahwa konflik dan kekerasan semakin
meningkat, inilah saatnya bagi kaum pemerhati pendidikan untuk sudah memulai
untuk tidak hanya fokus kepada kemampuan akademik semata namun bagaimana
caranya sekolah mampu mengurangi interaksi yang negatif seperti perkelahian
dan perseteruan tanpa upaya penyelesaian dengan damai, dan meningkatkan
interaksi yang positif seperti upaya–upaya penyeleasaian konflik di dalam
sekolah. Konsep Manajemen Konflik Berbasis Sekolah sesungguhnya sudah
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
populer di Negara – Negara Barat seperti Kanada dan terbukti telah mengurangi
kecenderungan siswa – siswanya untuk berkonflik satu sama lain22
.
Students need to know how to manage and resolve conflicts if they are to
become responsible members of schools and of society. Some educators
believe competence in conflict resolution skills can lead to increased social
and academic achievement in the short run and a more harmonious world
in the long run (Van Slyck & Stern, 1991).
Diperlukannya pengetahuan tentang pengelolaan konflik sungguh dirasa
sangat dibutuhkan di waktu sekarang ini dikarenakan dunia membutuhkan
generasi – generasi muda yang mampu mengelola konflik di masa yang akan
datang sehingga menciptakan manusia-manusia yang cenderung tidak ingin
berkonflik di masyarakat nantinya. Berbicara tentang pendidikan resolusi konflik
yang terkandung di MKBS yang merupakan turunan dari pendidikan perdamaian,
terdapat pendekatan – pendekatan dalam mengimplementasiannya menurut Donna
Crawford dan Richard Bodine yakni:
1. Process Curriculum
Sebuah pendekatan dalam pendidikan resolusi konflik yang dikarakterisasi
dengan dengan mencurahkan waktu khusus untuk mengajarkan dasar-dasar
kemampuan, prinsip dan proses pemecahan masalah yang merupakan kursus yang
terpisah dan mempunyai kurikulum tersendiri terpisah dengan kurikulum
akademik. Terdapat program process curriculum yang di desain oleh Jared
Curhan yang di beri nama The Program for Young Negotiators mempunyai tujuan
utama untuk mengajarkan setiap individu untuk mampu mencapai keinginannya
tanpa menggunakan kekerasa beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam
22
Mahduri Pendharkar, 1995, School-Based Conflict Management. [pdf] dalam
http://www.saskschoolboards.ca/old/ResearchAndDevelopment/ResearchReports/SchoolImprove
ment/95-02.htm diakses pada 13 Januari 2014.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
progam tersebut yakni training guru dan keterlibatan komunitas, kurikulum
mengenai negosiasi, followup opportinites dan tentunya inovasi dan
perkembangan kurikulum yang sedang berjalan.
2. Mediation Program
Di dalam sekolah terdapat mediator- mediator baik dari guru, karyawan
maupun siswa dan siswi itu sendiri yang dilatih untuk mengerti prinsip dan
kemampuan dasar resolusi konflik yang nantinya akan menjadi pihak ketiga yang
netral di dalam proses mediasi untuk membantu siapa pun yang berkonflik untuk
mencapai resolusi. Melalui mediasi, dipercaya mampu mengurangi hukuman
disipliner seperti destensi dikarenakan setiap masalah diberlakukan upaya
mediasi. Selain itu program mediasi juga mapu meningkatkan pemecahan
masalah yang efektif, dan menyediakan siswa-siswi dan karyawan forum
alternatif untuk memecahkan masalah. Dalam aspek ini, komponen mediator
sejawat sangat penting agar siswa-siswi terbiasa untuk memecahkan masalah
dengan teman-teman sebayanya.
3. Peaceable Classroom
Metodologi secara keseluruhan yang meliputi pengajaran dasar
kemampuan, prinsip dan proses pemecahan masalah terhadap siswa dalam konflik
resolusi. Pendidikan resolusi konflik juga harus dimasukan kedalam inti pokok
kurikulum dan strategi manajemen kelas serta kelas yang damai merupakan aspek
yang berpengaruh dalam membangun sekolah yang damai. Dalam peaceable
classroom siswa – siswi harus belajar bertanggungjawab atas apa yang telah
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
mereka lakukan, membangun rasa keterikatan dan ketergantunga positif dengan
orang sekitar dan lingkungan.
4. Peaceable School
Pendekatan sekolah yang damai merupakan metodologi sekolah secara
keseluruhan yang dibangun di oleh kelas-kelas yang damai yang dengan
menggunakan resolusi konflik sebagai sistem operasi untuk mengelola sekolah
begitu juga kelas. Prinsip dan proses konflik resolusi harus dipelajari serta
dimanfaatkan oleh seluru komunitas di sekolah baik di kalangan guru, karyawan
dan guru23
.
Keempat pendekatan tersebut dinilai tepat untuk digunakan dalam melihat
pendidikan perdamaian yang dimiliki Sekolah Sukma Bangsa yang tertuang di
dalam MKBS yang dimiliki sekolah tersebut. Dengan pendekatan-pendekatan
tersebut penulis akan meneliti bagaimana proses kurikulum, proses mediasi, kelas
dan sekolah yang damai dalam.
I.6 Metodologi Penelitian
I.6.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
memaparkan gambaran tentang situasi sebuah sekolah yang mempunyai
kurikulum pendidikan perdamaian yang dibangun sebagai respon kemanusiaan
untuk korban-korban konflik dan bencana yang paling rentan, yaitu teman –
23
Donna Crawford dan Richard Bodine (1996) Conflict Resolution Education: A Guide to
Implementing Programs in Schools, Youth- Serving Organizations, and Community and Juvenile
Justice settings. Office of elementary and secondary Education U.S Department of Education, hal
12.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
teman kecil dan remaja di Aceh. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk
menggambarkan secara tepat dan akurat dari sebuah proses membina perdamaian
melalui pendidikan yang tujuannya untuk memberikan lingkungan yang positif
bagi – bagi teman – teman kecil dan remaja di Aceh yang selama 30 tahun darurat
militer hidup di sebuah lingkungan yang negatif baik untuk perkembangan
akademik maupun karakter.
I.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan empat metode penelitian yaitu
penulis menggunakan metode studi pustaka, observasi lapangan, wawancara dan
kuesioner. Studi pustaka dilakukan oleh penulis dengan melalui pengumpulan
data – data yang diambil dari literature berupa buku, jurnal, publikasi, serta
sumber – sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dari internet. Selain itu
penulis juga terjun langsung ke sekolah untuk mendapatkan pengetahuan yang
akurat melaui observasi yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu observasi mediasi,
kelas yang damai dan sekolah yang damai. Setelah melakukan observasi, penulis
mewawancari Kepala Yayasan Sukma, Direktur Sekolah Sukma Bangsa Pidie,
Kepala sekolah setiap level (SD, SMP, dan SMA), karyawan, guru- guru, dan
siswa pindahan dari sekolah lain. Untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh
siswa-siswi di sekolah tersebut, penulis menggunakan kuesioner. Koresponden
kuesioner merupakan seluruh siswa-siswi SSB di level SMA dan SMP serta kelas
VI dan V Sekolah Dasar.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
Dari tiga sekolah yang dibangun oleh Yayasan Sukma Bangsa, penulis
memilih Sekolah Sukma Bangsa Kabupaten Pidie dikarenakan siswa-siswi Pidie
berasal dari keluarga korban konflik dan bencana serta merupakan siswa-siswi
beasiswa yang berasal dari seluruh Aceh.
I.6.3 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif.
Dalam analisa data, penulis menggunakan kuesioner untuk menemukan kumlah
persentase atau angka melalui mengelompokan data berdasarkan variable dan
jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dan jenis responden, lalu
menyajikan data atau angka persentase yang sudah dihitung untuk menjawab
pertanyaan. Kuesioner dilakukan di seluruh kelas di level SMA yang berjumlah
79 siswa; SMP yang berjumlah 99 siswa serta dua kelas di SD yakni kelas VI dan
kelas V SD yang berjumlah 37 siswa.
Dalam analisa data kualitatif penulis menggunakan metode wawancara,
studi pustaka dan observasi dimana penulis menyusun dan mengorganisir data-
data tersebut lalu penulis memilah-milah data mana yang paling relevan untuk
menjawab pertanyaan. Dengan menggunakan kedua teknik analisa data tersebut,
akhirnya penulis menarik kesimpulan. Penulis melakukakan wawancara kepada
16 narasumber yakni Kepala Yayasan Sukma Bangsa; Direktur Sekolah Sukma
Bangsa Pidie; Kepala sekolah setiap level (SD, SMP dan SMA); wakasek
kesiswaan setiap level (SD, SMP dan SMA); tiga guru yang sering dipercaya
untuk melakukan mediasi; tiga siswa pindahan; serta dua karyawan SSB Pidie.
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
Untuk pengambilan data, penulis melakukan penelitian di lapangan selama satu
bulan dan observasi dilakukan selama dua minggu pertama; wawancara dilakukan
pada minggu ketiga dan minggu terakhir untuk melaksanakan kuesioner.
1.6.4 Sistematika Penulisan
Laporan penelitian sebagai hasil dari proses pengumpulan data dan
analisis ini disusun sebagai berikut:
Bab I, secara umum mengantar pada awal munculnya pertanyaan dan latar
belakang, tinjauan pustaka yang berfungsi sebagai mengenai pendidikan
perdamaian di Sekolah Sukma Bangsa.
Bab II, berisi pembahasan kurikulum perdamaian seperti apa yang dimiliki
oleh Sekolah Sukma bangsa.
Bab III, berisi pembahasan bagaimana implementasi kurikulum yang
dimiliki oleh Sekolah Sukma Bangsa.
Bab IV, merupakan pembahasan tentang tantangan – tantangan apa saja
yang dihadapi dalam pengimplementasian kurikulum perdamaian.
Bab V, berisi kesimpulan dan saran dari penelitian ini
PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/