25
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Sejarah, pendidikan perdamaian sesungguhnya pertama kali muncul pada abad 17 yang dicetuskan pertama kali oleh seorang akademisi Ceko, Comenius, yang secara universal menyebarluaskan paham bahwa dengan pengetahuan, akan memberikan jalan kepada perdamaian 1 . Di masa sekarang, pendidikan perdamaian telah menjadi gerakan global dengan melihat terlibatnya ratusan organisasi yang diwakili oleh ribuan orang dalam acara International Peace Conference di The Hague, Belanda 2 . Dalam acara yang bernama The Hague Appeal for Peace yang mengusung tema perdamaian dunia tersebut, para peserta mencetuskan untuk mempromosikan penghentian segala peperangan dan menyebarluaskan budaya perdamaian. Konferensi internasioal ini mengusung beberapa aspek dari olah raga hingga pendidikan sebagai salah satu upaya untuk mempromosikan budaya perdamaian. Dalam kaitannya dengan pendidikan The Hague telah membentuk Global Peace Education Network serta menggalakan Global Campaign for Peace education guna mendukung aplikasi pendidikan perdamaian di seluruh dunia 3 . Bahkan pada peringatan Hari Perdamaian Internasional yang diperingati pada tanggal 21 September 2013 PBB secara khusus mengusung tema pendidikan 1 Ian Harris (2008) Encyclopedia of Peace Education: history of Peace Education. Columbia University. <www.tc.edu/centers/epe/> 2 Gouri Sadhwani (2000) The Hague Appeal for Peace Conference, <www.mediate.com> 3 ibid PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIE Silvia Ajeng Putri N Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71287/potongan/S2-2014-342391... · digunakan oleh Sekolah Sukma Bangsa serta bagaimana pendidikan perdamaian

  • Upload
    ngonhan

  • View
    221

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Menurut Sejarah, pendidikan perdamaian sesungguhnya pertama kali

muncul pada abad 17 yang dicetuskan pertama kali oleh seorang akademisi Ceko,

Comenius, yang secara universal menyebarluaskan paham bahwa dengan

pengetahuan, akan memberikan jalan kepada perdamaian1. Di masa sekarang,

pendidikan perdamaian telah menjadi gerakan global dengan melihat terlibatnya

ratusan organisasi yang diwakili oleh ribuan orang dalam acara International

Peace Conference di The Hague, Belanda2. Dalam acara yang bernama The

Hague Appeal for Peace yang mengusung tema perdamaian dunia tersebut, para

peserta mencetuskan untuk mempromosikan penghentian segala peperangan dan

menyebarluaskan budaya perdamaian. Konferensi internasioal ini mengusung

beberapa aspek dari olah raga hingga pendidikan sebagai salah satu upaya untuk

mempromosikan budaya perdamaian. Dalam kaitannya dengan pendidikan The

Hague telah membentuk Global Peace Education Network serta menggalakan

Global Campaign for Peace education guna mendukung aplikasi pendidikan

perdamaian di seluruh dunia3.

Bahkan pada peringatan Hari Perdamaian Internasional yang diperingati

pada tanggal 21 September 2013 PBB secara khusus mengusung tema pendidikan

1 Ian Harris (2008) Encyclopedia of Peace Education: history of Peace Education. Columbia

University. <www.tc.edu/centers/epe/> 2 Gouri Sadhwani (2000) The Hague Appeal for Peace Conference, <www.mediate.com>

3 ibid

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2

perdamaian. Sekretaris Jendral Ban Ki-Moon melalui pesan perdamaiannya

menyerukan untuk merupakan tugas seluruh lapisan masyarakat untuk

mengajarkan generasi – generasi muda nilai – nilai toleransi dan menanamkan

perilaku yang saling menghormati4. Selain itu pada pidatonya, Sekretaris Jendral

Ban Ki-Moon mengajak peran serta seluruh warga internasional untuk

berinveastasi di sekolah–sekolah dan pengajar untuk membangun dunia yang adil

dan inklusif yang merengkuh keragaman sehingga tercapai perdamaian dunia.

Dengan melihat perhatian yang tertuju kepada pentingnya pendidikan yang

mengusung tema perdamaian, menjadikan pendidikan perdamaian sebagai aspek

yang sangat penting dan harus segera dilaksanakan dalam mencapai perdamaian

secara menyeluruh.

Dalam level internasional, pendidikan sebagai pendekatan untuk

mengurangi konflik sesungguhnya sudah menjadi wacana terutama pendidikan

perdamaian. PBB melalui badan–badannya seperti UNESCO dan UNICEF sudah

menggunakan pedidikan perdamaian sebagai respon kemanusiaan paska konflik

untuk mengembalikan kondisi masyarakat paska konflik lebih berperilaku lebih

kepada perdamaian. Pendidikan terutama pendidikan perdamaian juga dipercaya

mempunyai kekuatan untuk mengikis dan menimalisir gerakan ekstrimisme yang

sekarang ini merambah ke kaum pemuda dan pemudi yang tidak memiliki

pendidikan yang cukup tentang toleransi dan saling menghormati.

Hal ini telah disampaikan oleh Tony Blair Perdana Mentri Inggris dalam

pidatonya di Dewan Keamanan PBB pada November 2013 yang mengatakan

4 Rhesa Ivan Lorca (2013) Hari Perdamaian Internasional, PBB Serukan Investasi dalam

Pendidikan Perdamaian, <www.pedomannews.com>.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3

bahwa pendidikan sangatlah penting dalam menjaga perdamaian dunia5. Perdana

Mentri Blair juga mengungkapan dengan melihat konflik-konflik jaman sekarang

yang sangat berbeda dari sebelumnyal, beliau juga menyatakan bahwa “education

is a security issue” sehingga sudah seharusnya seluruh masyarakat di dunia

memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan perdamaian. Berangkat dari

hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan perdamaian merupakan gerakan

internasional yang sungguh sangatlah penting dalam mewujudkan perdamaian

dunia secara internasional walaupun pelaksanaannya ada di aerah terpencil di

suatu Negara sekalipun sehingga apabila gerakan ini dilakukan secara bersama-

sama oleh semua Negara, tentunya membawa kesempatan untuk mencapai

perdamaian dunia lebih besar untuk terwujud6.

UNICEF dan UNESCO selaku badan-badan PBB pun sesungguhnya

sudah meletakan pendidikan perdamaian sebagai sebuah perhatian dalam

membina perdamaian terutama dalam membina perdamaian di daerah konflik.

UNICEF sendiri mempunyai program-program yang dikhususkan baik untuk

pendidikan perdamaian dalam bentuk informal dan formal. Pendidikan formal

dimkasudkan disini merupakan pendidikan perdamaian di sekolah – sekolah

berbasis perdamaian atau sekolah-sekolah yang sedang dalam tahap memasukan

unsur-unsur perdamaian dengan pengembangan sistem pendidikan, meningkatkan

kondisi lingkungan sekolah dan mutu pengajarannya7. PBB melalui kedua

badannya tersebut juga menekankan bahwa pendidikan perdamaian berbeda

5 Tony Blair (2014 ) “Education is a Security Issue”,The Jakarta Post. Jumat, 17 Januari 2014.

Hal 7 6 ibid

7 Susan Fountain (1999) Peace Education in UNICEF, UNICEF, <www.unicef.org>.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4

dengan pendidikan pada umumnya dimana fokusnya bukan hanya belajar dan

menghapalkan untuk menyenangkan guru semata seperti halnya di konteks Aceh

namun lebih dari itu bahwa pendidikan perdamaian menekankan kepada

bagaimana seorang generasi muda mampu membangun masa depan dan membuat

dunia sekitarnya menjadi tempat yang lebih damai untuk ditinggali8. Walaupun

pendidikan perdamaian bermula dari gerakan komunitas intenasional namun

praktisi perdamaian di bidang pendidikan pada dewasa ini meluaskan jangkauan

praktek pengajarannya melewati batasan-batasan wilayah serta tidak hanya fokus

pada isu – isu perdamaian internasional namun mencoba merengkuh subyek-

subyek yang signifikan di dalam dimensi -dimensi domestik seperti pendidikan

demokrasi, Hak Asasi Manusia dan kewarganegaraan9.

Dengan begitu walaupun pendidikan perdamaian merupakan gerakan di

level nternasional namun pengaplikasiannya berada di level daerah – daerah

konflik yang lebih kecil melihat perang yang ada di saat ini lebih banyak

merupakan perang komunal yang berada di dalam Negara. Dalam konteks

Indonesia yang merupakan Negara berkembang yang masih bergulat untuk

kemajuan ekonomi nasional yang merupakan fokus dari pembangunan negara,

seolah – olah melupakan kondisi sosial Indonesia yang rawan muncul konflik

komunal baik vertikal dan horizontal dikarenakan terdapat keanekaragaman cara

pandang yang tidak dapat dikelola dengan baik. Baik cara pandang yang berbeda

antar kelompok atau cara pandang yang berbeda antara masyarakat dan

pemerintah yang mampu menyebabkan konflik terbuka yang menghasilkan

8 United Nations, United Nations Cyberschoolbuss, <www.un.org>.

9 Mari Fitzduff dan Isabella Jean (2011) hal 8.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5

kekerasan. Dengan melihat hubungan konflik yang membawa kepada kekerasan,

serta kekerasan akhirnya membawa masalah kepada generasi_generasi muda

sebagai korban, lalu generasi muda tersebut yang akhirnya terbiasa akan hidup

dengan kekerasan sehingga akan membentuk karakter yang penuh dengan

kekerasan dan tidak dapat menerima keanekaragaman yang kemudian contoh

karakter seperti itulah yang akan membawa masyarakat kembali kepada konflik.

Disinilah peran pendidikan yang mengusung tema perdamaian seharusnya masuk

dan memotong rantai tersebut dengan upaya – upaya pengajaran ketrampilan

seperti negosiaisi dan mediasi serta pendidikan nilai_nilai perdamaian yang

mencakup penghormatan HAM dan sebagainya. Sehingga akan membawa Negara

Indonesia kepada situasi yang lebih baik lagi.

Sekolah Sukma Bangsa yang menjadi obyek penelitian penulis ini

dibangun atas respon kemanusiaan yang merupakan sekolah MKBS yaitu sekolah

dengan Manajemen Konflik Berbasis Sekolah yang mengusung kurikulum

perdamaian seperti peaceable classroom, peaceable school dan peer mediation.

Selain MKBS, tentunya terdapat hidden kurikulum yang tertuang di upaya –

upaya aplikasi pendidikan perdamaian di sekolah yang melengkapi satu sama lain.

Sekolah Sukma Bangsa sendiri berdiri di tiga kabupaten di Aceh salah

satunya adalah Kabupaten Pidie yang merupakan salah satu Kabupaten dimana

konflik pecah. Didalam praktek pengajarannya, Sekolah Sukma Bangsa di

Kabupaten Pidie menggunakan kurikulum pendidikan perdamaian yang

merupakan aspek yang menarik untuk diteliti terutama Sekolah Sukma Bangsa

tersebut dibangun di daerah paska konflik Aceh melihat pendidikan di Indonesia

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6

yang masih berfokus kepada ujian nasional dan bukan kepada pendidikan yang

mengandung unsur character building. Di samping itu, pendidikan formal yang

menggunakan kurikulum pendidikan perdamaian masih sedikit diaplikasikan di

Indonesia sehingga penelitian tentang Sekolah Sukma Bangsa menjadi menarik

untuk diangkat dikarenakan sekolah MKBS yang memiliki kurikulum perdamaian

dianggap mampu membina perdamaian sejak dini di dalam lingkungan sekolah.

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penulisan tesis ini, penulis

melakukan studi independen di Sekolah Sukma Bangsa Kabupaten Pidie selama

satu bulan dimana penulis ditempatkan langsung di lapangan sehingga penulis

mampu melihat secara langsung bagaimana kurikulum pendidikan perdamaian

dan implementasi kurikulum pendidikan perdamaian yang dimiliki sekolah

tersebut. Dalam masa penempatan penulis, penulis menjalankan beberapa

kegiatan yang meliputi observasi kelas dan sekolah; wawancara; dan

implementasi kuesioner di kelas-kelas.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan

pertanyaan penelitian:

1. Kurikulum pendidikan perdamaian seperti apa yang dimiliki oleh

Sekolah Sukma bangsa?

2. Bagaimana implementasi kurikulum pendidikan perdamaian yang

dimiliki oleh Sekolah Sukma Bangsa?

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7

3. Kesenjangan – kesenjangan apa saja yang terjadi antara kurikulum

pendidikan perdamaian dan implementasi?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yakni untuk menganalisa kurikulum apa yang

digunakan oleh Sekolah Sukma Bangsa serta bagaimana pendidikan perdamaian

yang diimplementasikan dan kesenjangan yang terjadi dalam implementasi

kurikulum yang digunakan Sekolah Sukma bangsa. Selain itu penelitian ini

diharapkan untuk memberikan gambaran baik bagi pemerintah maupun aktor non-

pemerintah untuk lebih memperhatikan pendidikan perdamaian yang dibutuhkan

oleh anak-anak Indonesia terutama di daerah konflik. Sehingga pemerintah dan

organisasi yang terkait tidak hanya berfokus kepada pembangunan infrastruktur

paska konflik saja namun juga menitik beratkan kepada rekonsiliasi yang lebih

membina perdamaian yang berkelanjutan.

I.4 Tinjauan Pustaka

Isu pendidikan perdamaian merupakan hal yang dapat dikatakan baru di

level nasional terutama di Negara-Negara berkembang seperti Indonesia yang

masih menitikberatkan kepada perkembangan ekonomi sebagai prioritas.

Begitupun juga penelitian tentang pendidikan perdamaian yang ada di Aceh

khususnya setelah konflik dan bencana dimana pendidikan di Aceh sendiri sangat

tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Namun penelitian tentang

perndidikan perdamaian sudah mulai menarik perhatian seiring dengan kesadaran

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

8

akan pentingnya pendidikan perdamaian baik untuk alat pengikis generasi yang

penuh kekerasan di daerah konflik maupun bukan daerah konflik.

Meski Yogyakarta merupakan daerah konflik namun menurut tesis yang

dilakukan oleh Natalina Sangapta Peranginangin yang berjudul “Pendidikan

Perdamaian untuk Membentuk Perilaku Non Agresif pada Remaja” membahas

secara mendetail tentang pentingnya pendidikan perdamaian dalam proses tumbuh

kembang anak di sekolah yang sayangnya tidak dimasukan ke dalam kurikulum di

sekolah-sekolah formal. Apabila di bukan daerah konflik ternyata pendidikan

perdamaian sangatlah penting, dapat dibayangkan betapa penting dan

mendesaknya kebutuhan pendidikan perdamaian untuk merekonsiliasi konflik di

daerah konflik yang menjadikan masyarakat yang ada di daerah konflik tersebut

terbiasa terhadap kekerasan terutama pada anak-anak dan remaja usia sekolah.

Seperti halnya tesis milik Arlen Florencia Hehakaya yang berjudul “Program

Pendidikan Damai” yang membahas secara rinci tentang permasalahan –

permasalahan yang menghambat implementasi program pendidikan damai secara

optimal di Lombok.

Di dalam tesisnya Arlen menemukan fakta bahwa pendidikan damai yang

merupakan sebuah bentuk pencegahan konflik yang berupaya untuk menanamkan

nilai – nilai perdamaian di generasi – generasi muda sehingga proses rekonsiliasi

dapat berjalan dengan lancar. Penelitian Arlen sesungguhnya menekankan kepada

masih banyaknya kendala – kendala yang dihadapi serta rekomendasi-

rekomendasi untuk program pendidikan damai di Ambon yang dinilai kurang

dijadikan prioritas oleh pemerintah walaupun sesungguhnya pendidikan

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

9

perdamaian merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak melihat kondisi Ambon

yang belum dapat dikatakan mencapai kondisi perdamaian menurut Galtung10

.

Dalam tesis Arlen, sesungguhnya Ambon sudah memenuhi tiga hal dasar

yang dibutuhkan dalam menjalankan pendidikan perdamaian menurut Candice C.

Carter yakni training guru, kebijakan dan kurikulum. Dalam bidang kebijakan,

Ambon memiliki kebijakan yang sangat kuat di dalam pengimplementasian

kurikulum pendidikan perdamaian yang tertuang pada Peraturan Walikota No.2

Tahun 2010 mengenai penerapan Muatan Lokal Kurikulum Pendidikan Dasar dan

menengah. Dalam bidang Training guru, Ambon pun sudah melaksanakan banyak

sekali training bagi para guru untuk mengajarkan pendidikan damai dan yang

terakhir Ambon pun sudah memiliki kurikulum yang didesain untuk mengajarkan

pendidikan damai tersebut. Namun dalam prakteknya, setelah ketiga hal tersebut

sudah dijalankan, konflik yang melahirkan kekerasan masih terjadi pada 11

September 2011 yang telah menjadi pukulan keras bagi pemerintah serta seluruh

stakeholder yang telah menjalankan program tersebut di Ambon. Hal yang

problematis ini akhirnya membuat Arlen tergelitik untuk mengidentifikasi dan

menganalisa permasalahan yang menghambat pengembangan program pendidikan

damai di Aceh sehingga lahirlah rekomendasi – rekomendasi bagi pembangunan

program tersebut untuk mencapai perdamaian berkelanjutan di Maluku.

Arlen menggunakan konsep pendidikan perdamaian dari UNESCO yang

menekankan tentang langkah-langkah untuk membangun budaya damai seperti

memberikan pelatihan perdamaian pagi pembuat keputusan dan pendidik;

10

Arlen Florencia Hehakaya (2012) Program Pendidikan Damai di Ambon, Tesis Mahasiswa

Strata-2 Universitas Gadjah Mada.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

10

merevisi materi-materi kurikulum, khusunya buku-buku sejarah untuk

menghilangkan prasangka; menciptkana materi kurikulum perdamaian;

memproduksi dan menyebarluaskan materi pendidikan yang mencakup budaya

damai damai dan hak asasi manusia; mendorong kemampuan multibahasa;

meningkatkan jaringan diantara institusi nasional, organisasi non pemerintah serta

pakar pendidikan kewarganegaraan dan mengembangkan metode – metode baru

bagi resolusi konflik.

Dengan menggunakan konsep-konsep yang telah disebutkan diatas, Arlen

menemukan bahwa terrdapat dua hal yang membuat pendidikan damai di Ambon

tidak dapat berjalan dengan baik yaitu pertama bahwa pemerintah menganggap

program pendidikan damai tersebut tidak merupakan sebuah kebutuhan yang

mendasar sehingga pemerintah hanya akan serius apabila keadaan Ambon

berkonflik kembali sehingga perdamaian yang terus berkelanjutan tidak dapat

dicapai di Ambon. Hal tersebut dikarenakan pemerintah lokal tidak pernah serius

dalam komitmennya mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan.

Meskipun pendidikan perdamaian merupakan sebuah kebutuhan yang

mendesak bagi masyarakat paska konflik, tidak berarti daerah-daerah tak

berkonflik tidak membutuhkan pendidikan perdamaian. Ini disebabkan dalam

mewujudkan perdamaian Indonesia yang berkelanjutan pergerakan pendidikan

perdamaian juga harus dilaksanakan di seluruh daerah yang tidak berkonflik

namun memiliki intensitas kekerasan yang cenderung tinggi. Seperti halnya

penelitian milik Natalina Sangapta Perangin-angin yang ingin menekankan bahwa

dengan melihat perilaku kekerasan oleh pelajar atau remaja merupakan masalah

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11

sosial ternyata semakin meningkat setiap tahunnya dan membutuhkan strategi

ekologi hak dan kewajiban melalui pendidikan perdamaian. Hal tersebut

dikarenakan bahwa pendidikan perdamaian dipercaya mampu mengubah

paradigma dan cara berpikir remaja pada masa sekarang untuk lebih memilih

tindakan nir kekerasan dalam kehidupan sehari-harinya11

.

Berbeda dengan penelitian milik Arlen yang berfokus kepada sekolah –

sekolah formal dalam penelitian Natalina, Natalina berfokus kepada pendidikan

non-formal yang dijalankan oleh actor non-Negara. Dalam penelitian yang

dilakukan di dua lembaga non pemerintah yaitu Sahabat Gloria dan Anak Wayang

Indonesia dalam pengimplementasian pendidikan perdamaian yang tercermin

pada visi dan misi kedua lembaga tersebut yaitu menjunjung tinggi perbedaan

budaya serta mengampanyekan hak-hak anak yang sering terlupakan oleh

sekolah-sekolah formal. Kedua lembaga pendidikan tersebut juga menekankan

kepada pendidikan karakter, life skill dan pendidikan keberagaman yang

dipercaya mampu menekan agresi anak-anak di Yogyakarta apabila ketiga aspek

yang tersebut mampu diimplementasi dengan baik dan sejalan.

Dengan melihat pendidikan perdamaian yang sudah dijalankan di berbagai

tempat di Indonesia, Aceh merupakan obyek yang sangat menarik untuk diteliti

dalam aspek pendidikan dikarenakan konflik Aceh yang sangat berlarut-larut yang

akhirnya membawa Aceh kepada peringkat terbawah di bidang pendidikan

ditambah trauma kekerasan dan bencana yang bersamaan membawa kekacauan di

bidang pendidikan baik pendidikan akademik dan karakter yang saat ini

11

Natalina Sangapta Perangin – angin, Pendidikan Perdamaian untuk Membentuk Perilaku Non-

Agresif Pada Remaja (Studi Kasus di Lembaga Sahabat Gloria dan Anak Wayang di Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta), Tesis Mahasiswa Strata-2 Universitas Gadjah Mada.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

12

merupakan perkerjaan rumah yang sulit bagi pemerintah daerah. Di dalam

penelitian ini, penulis merasa tertarik dengan suatu sekolah yang dibangun

sebagai respon kemanusiaan yang memiliki kurikulum pendidikan perdamaian

yang secara khusus dimasukan kedalam statuta dan blue print sekolah di

Kabupaten Pidie, Aceh. Hal tersebut dikarenakan Sekolah Sukma Bangsa atau

yang biasa disingkat sebagai SSB ini merupakan sekolah formal yang memiliki

basis kurikulum pendidikan perdamaian yang kuat tentunya berbeda dengan

lembaga pendidikan yang diteliti oleh Natalina yang merupakan pendidikan non

formal. SSB juga berbeda dengan sekolah – sekolah di Ambon yang diteliti oleh

Arlen yang merupakan sebuah program pemerintah daerah bersama organisasi –

organisasi kemanusiaan dikarenakan SSB merupakan sekolah yang dibangun oleh

yayasan Sukma yang didalam proses pembangunannya melibatkan kaum

akademisi dan praktisi perdamaian.

Yang menjadikan penelitian ini berbeda yakni jenis konflik; konteks

daerah dan jenis sekolah yang berbeda dengan sekolah-sekolah yang diteliti

sebelumnya dan peneliti merasa tertarik dengan orang -orang yang berada di balik

pembangunan sekolah yang melibatkan para akademisi dan praktisi perdamaian.

Kenapa hal ini menjadi sesuatu yang menarik, ini dikarenakan dibandingkan

dengan sekolah-sekolah sebelumnya yang pertama dimana dibangun murni dari

pemerintah dan lembaga pendidikan yang dibangun oleh komunitas masyarakat,

SSB dibangun dengan campur tangan ahli-ahli dibidangnya baik akademisi

maupun praktisi perdamaian. Sehingga dengan melakukan penelitian ini, dapat

diketahui bagaimana kurikulum pendidikan perdamaian yang diusung oleh kaum

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

13

akademisi dan praktisi perdamaian serta bagaimana implementasi kurikulum

tersebut dan kesenjangan apa saja yang terjadi di SSB.

I.5. Kerangka Pemikiran

Konflik Aceh sendiri merupakan konflik komunal yang sifatnya vertikal

dimana pihak-pihak yang berkonflik merupakan pemerintah dan kelompok

separatis GAM yang mempunyai keinginan untuk lepas dari NKRI dikarenakan

ketidakpuasan rakyat Aceh terhadap pemerintah Indonesia. Konflik vertikal ini

telah menghasilkan kekerasan yang tidak hanya dilakukan oleh GAM namun juga

dilakukan oleh Militer Indonesia12

. Pada masa konflik rakyat Aceh tidak dapat

menikmati kehidupan normal seperti menempuh perjalanan di malam hari baik

dipedesaan dan perkotaan, anak-anak tidak berani datang ke sekolah. Padahal

pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak

serta tempat dimana mereka berkumpul bersama teman – teman bermain bersama

dan belajar. Ditambah lagi bencana tsunami yang meghancurkan infrastruktur

bangunan-bangunan sekolah sehingga konflik dan bencana telah memberikan

dmpak buruk secara fisik maupun mental anak-anak di Aceh.

Dengan adanya 30 tahun darurat militer, segala akses seperti kesehatan

dan pendidikan seolah-olah berhenti dan menurut Dra. Nur Jannah Nitura13

mengatakan bahwa bertahun-tahun anak-anak Aceh melihat, mendengar,

merasakan dan mengalami berbagai kejadian pahit selama konflik, dan seeara

tidak sadar pengalaman itu telah diinternalisasikan dalam diri anak-anak yang

12

Bank Dunia/DSF (2007) Laporan Pemantauan Konflik di Aceh. <www-wds.worldbank.org> 13

Dra. Nur Jannah nitura adalah dosen fakultas psikologis Universiats Syiah Kuala Darusaalam

dan direktur eksekutif Yayasan Psikodista NAD.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

14

membawa pengaruh kondisi psikologis secara menyeluruh baik kognitif, efektif

dan prilaku14

. Ditambah lagi bencana alam tsunami yang menghantam Aceh pada

tahun 2004 yang akhirnya memperparah kondisi anak-anak yang sebelumnya

telah hidup dalam bayang-bayang kekerasan. Anak-anak di Aceh paska konflik

dan tsunami sering sekali mengalami rasa cemas yang berlebihan, rasa bersalah

dan ketakutan sehingga dibutuhkannya peran banyak golongan dalam mengatasi

hal tersebut termasuk pemerintah dan kalangan masyarakat itu sendiri.

Dikarenakan bentuk – bentuk trauma yang membayangi orang – orang terutama

anak-anak di Aceh paska konflik dan bencana alam tidak tertangani dengan serius

maka akan melahirkan generasi pendendam15

. Hal tersebut tentunya merupakan

sebuah pengaruh yang sangat buruk bagi pembentukan karakter generasi muda

yang tentunya akan melahirkan karakter yang toleran terhadap kekerasan.

Walaupun pada tanggal 15 Agustus 2005 merupakan momentum

perdamaian yang ditunggu-tunggu rakyat Aceh dimana telah ditandatanganinya

perjanjian Helsink namun penandatanganan Helsinki Accord yang menandakan

berakhirnya konflik dan kekerasan di Aceh ternyata menyisakan pekerjaan rumah

bagi seluruh pihak terutama pemerintah dalam membangun kembali infrastruktur

juga mental anak-anak Aceh sebagai generasi penerus bangsa yang harus

dilindungi dikarenakan hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai hal yang biasa.

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa pendidikan

memerankan peranan yang sangat penting dalam aspek bina damai. Salah satu alat

untuk menciptakan generasi-generasi yang cinta damai; merekonsiliasi konflik

14

Nur Jannah Nitura (2013) “Anak Korban Koflik Aceh Perlu Penanganan Khusus”, antaranews,

<www.antaranews.com> 15

Ibid

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

15

serta penyembuhan trauma paska konflik dapat melalui salah satunya adalah

pendidikan perdamaian. Pendidikan perdamaian yang menjadi fokus dari tulisan

ini merupakan pendidikan perdamaian yang dapat berupa sekolah-sekolah yang

dibangun sebagai respon kemanusiaan setelah terjadinya konflik yang memiliki

nilai-nilai perdamaian. Pendidikan perdamaian sangatlah penting untuk digalakan

setelah konflik berakhir dimana disaat itulah pendidikan harus dibangun kembali

disaat kehidupan sosial, ekonomi dan politik di daerah konflik tersebut melemah.

Dalam konteks Aceh, terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam membangun

kembali pendidikan di Aceh. Yang pertama adalah aspek kemampuan akademik

yang telah tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia serta yang

kedua yakni pendidikan perdamaian yang sangat penting dan mendesak untuk

membuat anak-anak Aceh belajar untuk hidup lebih berdamai. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa dalam dalam konteks Aceh menggalakan kedua aspek

tersebut harus berjalan secara beriringan.

Pada dasarnya pendidikan perdamaian menurut UNICEF merupakan

sebuah komponen yang esensial. Pendidikan perdamaian mengacu kepada proses

untuk menggalakan pengetahuan, keahlian, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan

untuk mengubah sifat yang tentunya mampu membuat anak, anak, remaja serta

orang dewasa untuk mencegah terjadinya konflik dan kekerasan baik terbuka

maupun struktural; mampu menyelesaikan konflik secara damai serta mampu

menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai perdamaian baik dalam level

intrapersonal, interpersonal, antar kelompok, nasional maupun internasional16

.

16

Susan Fountain (1999) hal. 1

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

16

Definisi pendidikan perdamaian diatas merupakan ide – ide yang dikembangkan

melalui pengalaman-pengalaman praktikal dari UNICEF dalam program –

program pendidikan perdamaian di Negara – Negara berkembang17

.

Salah satu fokus dari pendidikan perdamaian adalah berubahnya sikap

serta bergesernya cara pandang yang lebih kepada hidup yang cenderung tidak

ingin berkonflik dimana sifat-sifat yang dimiliki oleh generasi muda seperti ini

dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, kelompok masayarakat, serta lingkungan

sosial masyarakat yang skalanya lebih besar. Pendidikan perdamaian yang

diusung UNICEF juga berupaya mendorong perkembangan nilai-nilai perdamaian

sebagai landasan dari perubahan sikap dan pandangan generasi muda.

Selain upaya mengubah perilaku dan cara pandang generasi muda,

UNICEF juga menekankan bahwa program-program rehabilitasi psikososial

dalam pendidikan perdamaian yang merupakan aspek yang sangat penting bagi

generasi-generasi muda korban konflik dan kekerasan yang memberikan trauma

tersendiri bagi mereka. Walaupun sesungguhnya pendidikan perdamaian bukan

merupakan sebuah “terapi” untuk generasi muda yang terkena trauma dikarenakan

konflik, namun program rehabilitasi melengkapi dan membantu pendidikan

perdamaian dikarenakan dengan adanya rehabilitasi trauma akan konflik tentunya

akan membantu generasi muda dalam mempelajari pengetahuan dan informasi –

informasi yang baru18

. Hal yang tersebut tentunya merupakan aspek yang sangat

penting dalam pemulihan korban-korban konflik. Ini dikarenakan kekerasan yang

terjadi secara otomatis akan terekam didalam pikirannya dan akan terus

17

Ibid 18

ibid hal 13 – 14.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

17

membayanginya. Apabila hal tersebut tidak ditangani dengan baik tentunya akan

membawa kepada karakter generasi muda yang kebal terhadap kekerasan.

Sedangkan tujuan dari pendidikan perdamaian terbagi menjadi tiga tujuan

yaitu pengetahuan, keterampilan dan perilaku dimana ketiga aspek tersebut saling

berhubungan19

. Tujuan pendidikan perdamaian dalam tujuan pengetahuan

meliputi: kesadaran diri; mengerti sifat dasar konflik dan perdamaian; mampu

mengidentifikasi sebab konflik dan gerakan nir kekerasan untuk resolusi; analisa

konflik; meningkatkan pengetahuan mekanisme komunitas untuk membina

perdamaian dan menyelesaikan konflik; proses mediasi; memahami hak dan

kewajiban; memahami ketergantungan dan keterkaitan individu dengan

masyarakat; dan kesadaran akan peninggalan sejarah20

.

Tujuan dalam bidang keterampilan meliputi: komunikasi (aktif mendengar

dan pengekpresian diri); berpikir kritis (terutama dalam prasangka); kemampuan

untuk menghadapi stereotype; keahlian mengontrol emosi; kemampuan

menyelesaikan masalah; kemampuan untuk menghadapi perubahan; partisipasi

masyarakat dalam perdamaian; kemampuan untuk menghasilkan solusi alternatif;

mencegah konflik; kemampuan berkerja sama; pengakuan keberadaan orang lain;

dan tegas

Tujuan dalam bidang perilaku meliputi: penghormatan pada diri sendiri;

toleransi; menerima orang lain; penghormatan terhadap perbedaan; menghormati

hak dan kewajiban anak dan orang tua; kepekaan gender; rekonsliliasi; empati

solidaritas; tanggung jawab sosial; mempunyai rasa keadilan dan persamaan;

19

ibid 20

Ibid

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

18

menghargai kehidupan; cinta damai dan kesadaran akan prasangka21

. Dalam

prakteknya ketiga tujuan dari pendidikan perdamaian tersebut ternyata

berhubungan satu sama lain. Dimana dengan adannya pemberian pengetahuan –

pengetahuan tentang mencegah konflik tentunya generasi muda akan terasah

kemampuannya untuk berpikir dan menyelesaikan masalah sehingga tentunya

akan berdampak pada perilaku yang cenderung tidak ingin berkonflik dan cinta

damai.

Tujuan – tujuan dari pendidikan perdamaian yang disebutkan diatas

diperlukan didalam penelitian ini untuk dijadikan acuan kurikulum perdamaian

apa yang dimiliki oleh Sekolah Sukma Bangsa, nilai – nilai apa saja yang

diajarkan dan dipraktekan serta bagaimana implementasi kurikulum perdamaian

diajarkan di sekolah tersebut. Disamping itu, keterampilan apa saja yang akhirnya

dimiliki oleh murid – murid Sekolah Sukma Bangsa setelah implementasi

kurikulum perdamaian dan sikap – sikap apa saja yang akhirnya ditunjukan

murid-murid apabila dihadapkan dengan sebuah masalah. Sehingga dapat

dikatakan tujuan-tujuan pendidikan perdamaian yang disebutkan diatas

mempunyai keterkaitan satu sama lain. Hubungan tujuan-tujuan tersebut dapat

dilihat dari segitiga hubungan anyata pengetahuan, ketrampilan dan perilaku

berikut:

Gambar 1.1. Segitiga Hubungan Antara Pengetahuan, Ketrampilan

dan Perilaku

21

ibid

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

19

(http://www.un.org/cyberschoolbus/peace/frame.htm)

Mengelola konflik di dalam sekolah sesungguhnya sebuah tantangan lama

bagi kaum pendidik dan melihat bahwa konflik dan kekerasan semakin

meningkat, inilah saatnya bagi kaum pemerhati pendidikan untuk sudah memulai

untuk tidak hanya fokus kepada kemampuan akademik semata namun bagaimana

caranya sekolah mampu mengurangi interaksi yang negatif seperti perkelahian

dan perseteruan tanpa upaya penyelesaian dengan damai, dan meningkatkan

interaksi yang positif seperti upaya–upaya penyeleasaian konflik di dalam

sekolah. Konsep Manajemen Konflik Berbasis Sekolah sesungguhnya sudah

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

20

populer di Negara – Negara Barat seperti Kanada dan terbukti telah mengurangi

kecenderungan siswa – siswanya untuk berkonflik satu sama lain22

.

Students need to know how to manage and resolve conflicts if they are to

become responsible members of schools and of society. Some educators

believe competence in conflict resolution skills can lead to increased social

and academic achievement in the short run and a more harmonious world

in the long run (Van Slyck & Stern, 1991).

Diperlukannya pengetahuan tentang pengelolaan konflik sungguh dirasa

sangat dibutuhkan di waktu sekarang ini dikarenakan dunia membutuhkan

generasi – generasi muda yang mampu mengelola konflik di masa yang akan

datang sehingga menciptakan manusia-manusia yang cenderung tidak ingin

berkonflik di masyarakat nantinya. Berbicara tentang pendidikan resolusi konflik

yang terkandung di MKBS yang merupakan turunan dari pendidikan perdamaian,

terdapat pendekatan – pendekatan dalam mengimplementasiannya menurut Donna

Crawford dan Richard Bodine yakni:

1. Process Curriculum

Sebuah pendekatan dalam pendidikan resolusi konflik yang dikarakterisasi

dengan dengan mencurahkan waktu khusus untuk mengajarkan dasar-dasar

kemampuan, prinsip dan proses pemecahan masalah yang merupakan kursus yang

terpisah dan mempunyai kurikulum tersendiri terpisah dengan kurikulum

akademik. Terdapat program process curriculum yang di desain oleh Jared

Curhan yang di beri nama The Program for Young Negotiators mempunyai tujuan

utama untuk mengajarkan setiap individu untuk mampu mencapai keinginannya

tanpa menggunakan kekerasa beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam

22

Mahduri Pendharkar, 1995, School-Based Conflict Management. [pdf] dalam

http://www.saskschoolboards.ca/old/ResearchAndDevelopment/ResearchReports/SchoolImprove

ment/95-02.htm diakses pada 13 Januari 2014.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

21

progam tersebut yakni training guru dan keterlibatan komunitas, kurikulum

mengenai negosiasi, followup opportinites dan tentunya inovasi dan

perkembangan kurikulum yang sedang berjalan.

2. Mediation Program

Di dalam sekolah terdapat mediator- mediator baik dari guru, karyawan

maupun siswa dan siswi itu sendiri yang dilatih untuk mengerti prinsip dan

kemampuan dasar resolusi konflik yang nantinya akan menjadi pihak ketiga yang

netral di dalam proses mediasi untuk membantu siapa pun yang berkonflik untuk

mencapai resolusi. Melalui mediasi, dipercaya mampu mengurangi hukuman

disipliner seperti destensi dikarenakan setiap masalah diberlakukan upaya

mediasi. Selain itu program mediasi juga mapu meningkatkan pemecahan

masalah yang efektif, dan menyediakan siswa-siswi dan karyawan forum

alternatif untuk memecahkan masalah. Dalam aspek ini, komponen mediator

sejawat sangat penting agar siswa-siswi terbiasa untuk memecahkan masalah

dengan teman-teman sebayanya.

3. Peaceable Classroom

Metodologi secara keseluruhan yang meliputi pengajaran dasar

kemampuan, prinsip dan proses pemecahan masalah terhadap siswa dalam konflik

resolusi. Pendidikan resolusi konflik juga harus dimasukan kedalam inti pokok

kurikulum dan strategi manajemen kelas serta kelas yang damai merupakan aspek

yang berpengaruh dalam membangun sekolah yang damai. Dalam peaceable

classroom siswa – siswi harus belajar bertanggungjawab atas apa yang telah

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

22

mereka lakukan, membangun rasa keterikatan dan ketergantunga positif dengan

orang sekitar dan lingkungan.

4. Peaceable School

Pendekatan sekolah yang damai merupakan metodologi sekolah secara

keseluruhan yang dibangun di oleh kelas-kelas yang damai yang dengan

menggunakan resolusi konflik sebagai sistem operasi untuk mengelola sekolah

begitu juga kelas. Prinsip dan proses konflik resolusi harus dipelajari serta

dimanfaatkan oleh seluru komunitas di sekolah baik di kalangan guru, karyawan

dan guru23

.

Keempat pendekatan tersebut dinilai tepat untuk digunakan dalam melihat

pendidikan perdamaian yang dimiliki Sekolah Sukma Bangsa yang tertuang di

dalam MKBS yang dimiliki sekolah tersebut. Dengan pendekatan-pendekatan

tersebut penulis akan meneliti bagaimana proses kurikulum, proses mediasi, kelas

dan sekolah yang damai dalam.

I.6 Metodologi Penelitian

I.6.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang

memaparkan gambaran tentang situasi sebuah sekolah yang mempunyai

kurikulum pendidikan perdamaian yang dibangun sebagai respon kemanusiaan

untuk korban-korban konflik dan bencana yang paling rentan, yaitu teman –

23

Donna Crawford dan Richard Bodine (1996) Conflict Resolution Education: A Guide to

Implementing Programs in Schools, Youth- Serving Organizations, and Community and Juvenile

Justice settings. Office of elementary and secondary Education U.S Department of Education, hal

12.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

23

teman kecil dan remaja di Aceh. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk

menggambarkan secara tepat dan akurat dari sebuah proses membina perdamaian

melalui pendidikan yang tujuannya untuk memberikan lingkungan yang positif

bagi – bagi teman – teman kecil dan remaja di Aceh yang selama 30 tahun darurat

militer hidup di sebuah lingkungan yang negatif baik untuk perkembangan

akademik maupun karakter.

I.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan empat metode penelitian yaitu

penulis menggunakan metode studi pustaka, observasi lapangan, wawancara dan

kuesioner. Studi pustaka dilakukan oleh penulis dengan melalui pengumpulan

data – data yang diambil dari literature berupa buku, jurnal, publikasi, serta

sumber – sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dari internet. Selain itu

penulis juga terjun langsung ke sekolah untuk mendapatkan pengetahuan yang

akurat melaui observasi yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu observasi mediasi,

kelas yang damai dan sekolah yang damai. Setelah melakukan observasi, penulis

mewawancari Kepala Yayasan Sukma, Direktur Sekolah Sukma Bangsa Pidie,

Kepala sekolah setiap level (SD, SMP, dan SMA), karyawan, guru- guru, dan

siswa pindahan dari sekolah lain. Untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh

siswa-siswi di sekolah tersebut, penulis menggunakan kuesioner. Koresponden

kuesioner merupakan seluruh siswa-siswi SSB di level SMA dan SMP serta kelas

VI dan V Sekolah Dasar.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

24

Dari tiga sekolah yang dibangun oleh Yayasan Sukma Bangsa, penulis

memilih Sekolah Sukma Bangsa Kabupaten Pidie dikarenakan siswa-siswi Pidie

berasal dari keluarga korban konflik dan bencana serta merupakan siswa-siswi

beasiswa yang berasal dari seluruh Aceh.

I.6.3 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif.

Dalam analisa data, penulis menggunakan kuesioner untuk menemukan kumlah

persentase atau angka melalui mengelompokan data berdasarkan variable dan

jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dan jenis responden, lalu

menyajikan data atau angka persentase yang sudah dihitung untuk menjawab

pertanyaan. Kuesioner dilakukan di seluruh kelas di level SMA yang berjumlah

79 siswa; SMP yang berjumlah 99 siswa serta dua kelas di SD yakni kelas VI dan

kelas V SD yang berjumlah 37 siswa.

Dalam analisa data kualitatif penulis menggunakan metode wawancara,

studi pustaka dan observasi dimana penulis menyusun dan mengorganisir data-

data tersebut lalu penulis memilah-milah data mana yang paling relevan untuk

menjawab pertanyaan. Dengan menggunakan kedua teknik analisa data tersebut,

akhirnya penulis menarik kesimpulan. Penulis melakukakan wawancara kepada

16 narasumber yakni Kepala Yayasan Sukma Bangsa; Direktur Sekolah Sukma

Bangsa Pidie; Kepala sekolah setiap level (SD, SMP dan SMA); wakasek

kesiswaan setiap level (SD, SMP dan SMA); tiga guru yang sering dipercaya

untuk melakukan mediasi; tiga siswa pindahan; serta dua karyawan SSB Pidie.

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

25

Untuk pengambilan data, penulis melakukan penelitian di lapangan selama satu

bulan dan observasi dilakukan selama dua minggu pertama; wawancara dilakukan

pada minggu ketiga dan minggu terakhir untuk melaksanakan kuesioner.

1.6.4 Sistematika Penulisan

Laporan penelitian sebagai hasil dari proses pengumpulan data dan

analisis ini disusun sebagai berikut:

Bab I, secara umum mengantar pada awal munculnya pertanyaan dan latar

belakang, tinjauan pustaka yang berfungsi sebagai mengenai pendidikan

perdamaian di Sekolah Sukma Bangsa.

Bab II, berisi pembahasan kurikulum perdamaian seperti apa yang dimiliki

oleh Sekolah Sukma bangsa.

Bab III, berisi pembahasan bagaimana implementasi kurikulum yang

dimiliki oleh Sekolah Sukma Bangsa.

Bab IV, merupakan pembahasan tentang tantangan – tantangan apa saja

yang dihadapi dalam pengimplementasian kurikulum perdamaian.

Bab V, berisi kesimpulan dan saran dari penelitian ini

PENDIDIKAN PERDAMAIAN: STUDI KASUS SEKOLAH SUKMA BANGSA KABUPATEN PIDIESilvia Ajeng Putri NUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/