Upload
nguyendiep
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil
pertanian, terutama dalam mempertahankan tingkat produktivitas dan mutu produk. Upaya
tersebut diimplementasikan melalui optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem
perlindungan dalam rangka meminimalkan kehilangan hasil akibat dampak perubahan iklim
(DPI) dan serangan OPT.
Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan
hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-Undang
No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun
1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No.
887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Di samping itu, dalam era otonomi
daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-ketentuan
peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-prinsip “Good
Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya
buah dan sayur yang baik). Berdasarkan amanah kelestarian alam tersebut, Direktorat
Perlindungan Hortikultura melakukan perumusan kebijaksanaan pengendalian OPT
berdasarkan sistem PHT.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian
No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan tugas dan menyelenggarakan
fungsi. Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan criteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
perlindungan hortikultura.
Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan obat,
florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan obat,
florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
2
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan tanaman buah,
sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran
dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat Perlindungan
Hortikultura, terdiri atas Subdirektorat Dampak Iklim dan Persyaratan Teknis, Subdirektorat
Perlindungan Tanaman Buah, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman
Obat, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Florikultura, 9 unit Eselon IV dan 1 Sub Bagian
Tata Usaha.
Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja input, output,
outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh Lembaga Administrasi Negara
sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi Negara No. 239/IX/6/8/2003, tentang perbaikan
pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, dan Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun
2010, tentang pedoman penyusunan penetapan kinerja dan pelaporan instansi pemerintah.
Pelaksanaan pembangunan hortikultura tahun 2012 merupakan tahun ketiga dari periode
Rencana Strategis 2010-2014. Oleh karena itu pada tahun 2012 Direktorat Perlindungan
Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma baru yang dilaksanakan dalam
5 kegiatan strategis yang merupakan indikator kinerja utama (IKU) program perlindungan
hortikultura, guna mendukung pengembangan hortikultura periode 2010-2014 terutama dalam
mengawal budidaya tanaman hortikultura sesuai prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices
(GAP)“ yang didasari pada penerapan prinsip-prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil
hortikultura dan terpenuhinya persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan
organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO).
Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan TA 2012 dan
menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran pemerintah, maka
disusunlah LAKIP Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2012.
3
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah satu alat
manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi yang diharapkan
mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan tranparan kepada publik terhadap
kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan
setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.
SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan. Komponen –
komponen tersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen perencanaan kinerja meliput:
a) Indikator Kinerja Utama (IKU), b) Rencana Strategis (Renstra), c) Rencana Kinerja Tahunan
(RKT), dan Penetapan Kinerja (PK) atau juga sering disebut perjanjian kinerja.
2.1. Perencaaan kinerja
2.1.1 Indikator Kinerja Utama (IKU)
Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2010 telah ditetapkan
dengan keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1185/Kpts/OT.140/3/2010 (terlampir)
Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Perlindungan Hortikultura disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 1. Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Indikator Kinerja
Utama
Sumber Data
1 Terkelolanya serangan OPT
dalam pengamanan produksi
hortikultura dan terpenuhinya
persyaratan teknis yang terkait
dengan perlindungan tanaman
dalam mendukung ekspor
hortikultura
1. Fasilitas
Pengelolaan OPT
- Laporan dari BPTPH
dan Dinas Pertanian
Provinsi
2. Rekomendasi
dampak
perubahan Iklim
- Laporan dari BPTPH
dan BMKG
3. Lembaga
perlindungan
- Laporan dari BPTPH
4
tanaman
hortikultura
4. Draft Pest List
persyaratan teknis
SPS
- Laporan dari
BPTPH, Lembaga
penelitian dan
perguruan tinggi
5. Sekolah Lapangan
Pengendalian
Hama Terpadu
( SLPHT )
- Laporan BPTPH
2.1.2 Renstra
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura dirancang sebagai
acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program dan kegiatan pengembangan
hortikultura. Dokumen Renstra tersebut berisi visi, misi, dan tujuan Direktorat
Perlindungan Hortikultura yang selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan lingkup
Direktorat Perlindungan Hortikultura. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Perlindungan Hortikultura dan berpedoman pada PP RI No. 5 Tahun 2010
tentang RPJMN 2010 – 2014 serta Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 –
2014, maka telah disusun Renstra Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2010 –
2014, yang mencakup :
2.1.2.1 Visi dan Misi
Visi perlindungan hortikultura adalah “Terwujudnya Kemandirian Petani dan
Pemasyarakatan Pertanian Lain dalam Penerapan PHT dalam Sistem
Pertanian Berkelanjutan dan Berwawasan Agribisnis“.
Untuk mewujudkan visi tersebut, perlindungan hortikultura mempunyai misi :
a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan petani
tentang PHT.
b. Menciptakan kondisi yang kondusif untuk terbinanya kemandirian petani
dalam pengelolaan DPI dan OPT.
c. Melindungi petani dan konsumen hasil pertanian dari akibat samping
penggunaan bahan kimia.
d. Meminimalkan pencemaran lingkungan dan melestarikan
keanekaragaman hayati di ekosistem pertanian.
5
e. Melindungi dan mengatur hak dan kewajiban petani maupun masyarakat
lainnya yang terkait dalam pengelolaan DPI dan OPT.
f. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dari usahataninya.
2.1.2.2. Tujuan, Target dan Sasaran Strategis
Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah memperkecil resiko
DPI dan serangan OPT sehingga produksi hortikultura mantap pada taraf
tinggi baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin
kesehatan manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup,
melalui upaya-upaya:
a. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya penurunan luas
serangan dan kehilangan hasil karena DPI dan serangan OPT serta
peningkatan mutu hasil hortikultura (buah, sayuran dan obat, dan
florikultura);
b. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan usahatani yang
efektif dan efisien dalam menerapkan teknologi dan prinsip PHT;
c. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida
dan kelestarian lingkungan hidup melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan
pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan
residu minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia
(SPS-WTO);
d. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan kepuasan dan
tanggungjawab di bidang perlindungan tanaman.
Selama lima tahun (2010-2014) program perlindungan baik yang sudah dan
akan dilaksanakan, Direktorat Perlindungan Hortikultura mencanangkan
target utama yaitu :
a. Peningkatan pengelolaan OPT
b. Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim
c. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan hortikultura
d. Peningkatan kapasitas laboratorium perlindungan Hortikultura
e. Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis SPS mendukung ekspor
produk hortikultura
f. Pengembangan SLPHT
6
Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan hortikultura maka sasaran
strategis tahun 2010-2014 adalah meningkatkan produksi, produktivitas dan
mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
berkelanjutan, dengan Indikator dari sasaran strategis bidang perlindungan
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun
2012
No Indikator Strategis Komoditas
Buah Sayur Tan. Obat
dan Jamur
Florikultura
1 Proporsi luas
serangan OPT
hortikultura terhadap
luas panen (%)
5,0 5,0 5,0 5,0
Keterangan: *) maksimal 5,0 %
Sedangkan sasaran strategis perlindungan hortikultura yang diharapkan meliputi. a. Terkendalinya serangan atau gangguan OPT maksimum 5,0% dari luas
panen, pemantauan dampak anomali iklim (kebanjiran, kekeringan,
perubahan status OPT, dominasi spesies, dsb) mempertahankan potensi
produksi hortikultura baik jumlah maupun mutu; serta meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan patani dan pelaku agribisnis lainnya;
dengan tetap terjaganya kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan
hidup.
b. Terbangunnya sinergisme kegiatan perlindungan hortikultura yang
merupakan bagian dari sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.
c. Tercapainya koordinasi dan sinkronisasi instansi pemerintah, swasta dan
masyarakat terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
pembangunan perlindungan hortikultura.
d. Terwujudnya sinkronisasi program dan kegiatan perlindungan hortikultura
antar berbagai instansi atau organisasi di tingkat pusat, antar instansi
tingkat pusat dengan perwakilan di luar negeri.
7
2.1.2.3 Arah Kebijakan, Strategi dan Program
Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura terkait dengan
sasaran strategis tahun 2010 – 2014 adalah “meningkatkan produksi, produktifias dan
mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
berkelanjutan”, yang dilaksanakan melalui kegiatan utama dan kegiatan pendukung
sebagai berikut :
1. a. Peningkatan Pengelolaan OPT
- Gerakan pengendalian OPT hortikultura
- Bimbingan teknis pelaksanaan pengendalian OPT hortikultura
- Apresiasi pengendalian OPT hortikultura
b. Pengamatan dan Peramalan OPT pada Komoditas Hortikultura
- Penerapan metode pengamatan OPT hortikultura
- Pengamatan, analisis dan manajemen data OPT
- Peningkatan kemampuan teknis POPT dan petugas Lab PHP
- Pemetaan wilayah sebar serangan OPT hortikultura
2. Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim
- Inventarisasi data dan informasi tentang iklim
- Koordinasi penanganan dampak perubahan iklim
- Analisa dampak perubahan iklim terhadap tanaman hortikultura
- TOT/SLI Hortikultura
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Hortikultura
a. Inisiasi Klinik Komoditas Hortikultura
- Pembinaan dan pemantauan Klinik PHT
- Forum koordinasi dan konsultasi
b. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
- Laporan bulanan, tahunan, keuangan
- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan mendesak
- Sarana kantor
- Alat pengolah data
8
4. Peningkatan Kapasitas Laboratorium Perlindungan Hortikultura
- Pembinaan dan pemantauan pengembangan penerapan agens hayati dan
biopestisida pada Lab PHP
- Pengembangan dan perbanyakan agens hayati dan biopestisida di
Laboratorium PHP
- Pembinaan teknis pengelolaan OPT dan DPI pada tanaman hortikultura
5. Peningkatan Pemenuhan Persyaratan Teknis SPS Mendukung Ekspor
Produk Hortikultura
- Surveillance OPT hortikultura untuk pest list, identifikasi, pembuatan koleksi,
penyusunan laporan, Pest Risk Management, penerapan ALPP
6. Sekolah Lapang PHT dan pengembangan kelembagaan perlindungan
tanaman hortikultura
- SLPHT hortikultura
- TOT SLPHT bagi alumni
- SLPHT oleh alumni
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di atas pada
dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-subsistem dalam sistem
perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut ini.
1. Peningkatan Pengelolaan OPT
Kenaikan suhu udara akibat DPI telah memicu peningkatan populasi dan serangan
OPT hortikultura yang menimbulkan kerugian bagi petani, seperti penyakit Gemini
virus, antraknosa pada cabai, NSK pada kentang, trotol pada bawang merah, dan
bercak daun pada krisan, hama lalat buah, penggerek ranting pada mangga, burik
pada manggis, mati meranggas pada duku, ulat daun pada bawang merah serta
trips pada sayuran umumnya. Untuk peningkatan pengelolaan OPT diperlukan
bimbingan teknis, apresiasi dan gerakan pengendalian OPT sesuai PHT dengan
penggunaan agens hayati dan biopestisida. Pengamatan diarahkan untuk
mengetahui dengan cepat, lengkap, dan akurat tentang jenis OPT hortikultura,
komoditas yang diserang, dimana, dan kapan yang mencakup intensitas, luas, dan
kerugian yang di timbulkan OPT dan DPI, serta faktor lingkungan yang
9
mempengaruhinya. Hasil pengamatan digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan pengendalian dan tindakan lain yang diperlukan.
Peramalan diarahkan untuk memperkirakan perkembangan DPI dan OPT
hortikultura, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga dapat diambil
tindakan antisipatif yang tepat, terutama apabila didukung oleh sistem informasi
managemen (SIM) perlindungan yang handal, dimana arus informasi segera dapat
diakses melalui peringatan dini (early warning system).
2. Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim terhadap hortikultura telah banyak menimbulkan
kerugian akibat frekuensi kejadian iklim ekstrim meningkat seperti banjir,
kekeringan, angin kencang dan serangan OPT. Untuk meminimalkan DPI
terhadap produksi hortikultura perlu upaya peningkatan pengelolaannya melalui
kegiatan koordinasi, sosialisasi, dan pembinaan serta sekolah lapang tentang
pemanfaatan informasi iklim kepada pelaku agribisnis hortikultura dan masyarakat
lainnya, sehingga bermanfaat untuk melakukan antisipasi, mitigasi dan adaptasi
DPI terhadap usahataninya. Selain itu memfasilitasi pengadaan sarana POPT
(kondisi saat ini kurang memadai) guna mempermudah mengakses database DPI
dan OPT, seperti alat pencatat unsur iklim (SMPK/AWS), dan alat komunikasi via
internet.
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Hortikultura (Inisiasi
Klinik Komoditas Hortikultura dan Dukungan Pengembangan Sistem
Perlindungan Hortikultura)
DPI telah merubah status OPT yang sebelumnya kurang penting menjadi OPT
utama yang menimbulkan kerugian bagi petani hortikultura, seperti Gemini virus
pada cabe dan melon, NSK pada kentang, kutu putih pada papaya, mati
meranggas pada duku dan lain-lain. Oleh karena itu tersedianya klinik
perlindungan lapangan diharapkan menjadi wadah bagi petani untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam pemanfaatan informasi
iklim, pengenalan dan pengendalian OPT terutama OPT baru yang informasinya
masih sangat terbatas, seperti penyakit Erwinia carotovora subsp. atroseptica
pada tanaman Kentang (ECA), dan bakteri Pantoea stewartii pada jagung manis,
serta meningkatkan penggunaan pengendali agens hayati dan biopestisida untuk
10
mengurangi residu pestisida kimia pada produk hortikultura. Kegiatan teknis
perlindungan akan berjalan baik sesuai rencana apabila didukung oleh kegiatan
non teknis, seperti tersedianya alat pengolah data, peralatan kantor, kendaraan
untuk mobilitas pekerjaan tata usaha, bimbingan administrasi, konsultasi dan
pengendalian kegiatan lapang.
4. Peningkatan Kapasitas Laboratorium Perlindungan Hortikultura
(Pengembangan dan Penerapan Pemanfaatan Agens Hayati dan
Biopestisida)
Pengendali agen hayati dan biopestisida merupakan salah satu komponen PHT
yang penting dikembangkan dan disosialisasikan secara berkesinambungan
kepada petugas, petani dan stakeholder hortikultura, sehingga pengendali ramah
lingkungan ini ke depan menjadi pilihan utama menggantikan aplikasi pestisida
kimia dalam pengendalian OPT hortikultura yang menimbulkan efek buruk yaitu
selain mencemari lingkungan juga harganya mahal sehingga menambah biaya
produksi usahatani. Kelebihan pengendali ramah lingkungan antara lain: bahan
baku mudah diperoleh, biaya produksi rendah, juga produknya minim dari investasi
OPT dan cemaran residu pestisida, sehingga hasilnya diharapkan mempunyai nilai
saing tinggi di pasar lokal, domestik dan pasar ekspor.
5. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan SPS-WTO
SPS-WTO merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memasuki
negara tujuan ekspor, dimana daftar OPT dan residu pestisida harus dilampirkan
dalam surat perjanjian ekspor. Ditolaknya beberapa komoditas hortikultura
Indonesia oleh negara impor karena pemahaman para eksportir terhadap
persyaratan SPS-WTO masih parsial atau belum utuh. Untuk mendukung tujuan
tersebut telah dilakukan kegiatan surveillance OPT hortikultura untuk pest list,
identifikasi, pembuatan koleksi, penyusunan laporan, Pest Risk Management,
penerapan ALPP di 12 provinsi, penerapan AWM pada tanaman mangga Gedong
di Indramayu. Hasil surveillance OPT hortikultura Terlampir.
11
6. Sekolah Lapang PHT dan Pengembangan Kelembagaan Perlindungan
Hortikultura
SLPHT merupakan metode pendekatan dalam meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan, pengubah perilaku petani dalam penerapan prinsip-prinsip PHT,
pengendalian OPT atas dasar pengelolaan lingkungan. Dalam kegiatan SLPHT,
petani akan belajar menganalisa agroekosistem di lahan serta membuat rencana
bekerja bersama untuk keberhasilan pengelolaan usahataninya.
Keberhasilan penerapan PHT dilakukan melalui pola penyelenggaraan SLPHT
yang menekankan kepada partisipasi petani secara kelompok dalam menerapkan
PHT di lahan usahataninya (belajar dari pengalaman), melalui 4 prinsip dasar
yaitu; penerapan budidaya tanaman sehat, pelestarian musuh alami,
pemantauan/pengamatan ekosistem secara berkala, dan petani memiliki
kemampuan/ahli dalam PHT. Pola SLPHT yang telah dilaksanakan meliputi
SLPHT bagi petani, TOT SLPHT bagi alumni dan SLPHT oleh alumni.
2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun
2012 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2012 telah
sejalan dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan disesuaikan dengan sasaran
strategis pada Rencana Strategis 2010-2014, yang telah disepakati di tingkat
Kementerian Pertanian. Dalam rencana kinerja tahunan telah ditetapkan target-target
yang akan dijadikan ukuran tingkat keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun
target Rencana Kinerja Tahunan 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2012
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
Proporsi luas serangan OPT hortikultura terhadap luas panen (%)
%
5,0
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura
12
2.2. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit tertinggi beserta
jajarannya. Dokumen perjanjian kinerja lebih dikenal dengan Penetapan Kinerja (PK).
Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
A Terkelolanya serangan
OPT dalam pengamanan
produksi hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan
teknis yang terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung ekspor
hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali)
1074
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim
(rekomendasi) 65
3 Peningkatan kapasitas kelembagaan
perlindungan tanaman hortikultura
(unit)
169
4 Peningkatan pemenuhan persyaratan
teknis SPS mendukung ekspor produk
hortikultura (Draft Pest List)
13
5 Pengembangan SLPHT (Klp) 540
6 Maksimal luas serangan terhadap
luas panen (%) 5,0
13
BAB III.
AKUNTABILITAS KINERJA
Untuk melihat realisasi pencapaian kinerja perlindungan hortikultura yang telah difasilitasi
melalui APBN, harus dilakukan pengukuran target yang telah ditetapkan dibandingkan dengan
pencapaian realisasi targetnya. Secara rinci realisasi pencapaian target Penetapan Kinerja
perlindungan hortikultura Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2012
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
1 Terkelolanya serangan
OPT dalam pengamanan
produksi hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan
teknis yang terkait
dengan perlindungan
tanaman dalam
mendukung ekspor
hortikultura
1 Peningkatan
pengelolaan OPT
(kali)
1.074 901 83,89
2 Pengelolaan
dampak perubahan
iklim (rekomendasi)
65 64 98,50
3 Peningkatan
kapasitas
kelembagaan
perlindungan
hortikultura (unit)
169 164 97,10
4 Peningkatan
pemenuhan
persyaratan teknis
SPS mendukung
ekspor produk
hortikultura ( Draft
13 13 100,00
14
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
Pest List )
5 Pengembangan
SLPHT ( Klp)
540 531 98,40
6 Proporsi luas
serangan OPT
utama hortikultura
terhadap total luas
panen
- Maksimal luas
serangan terhadap
luas panen (%)
5,0 2,28 119,3
Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode I (31 Desember 2012)
3.1 Analisis Pencapaian Kinerja
Pada tahun 2012 berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah disetujui untuk
program perlindungan hortikultura sebesar Rp 64.992.999.000,-, Setelah ada penghematan
Direktorat Perlindungan Hortikultura mengelola dana APBN untuk Pusat dan Daerah
menjadi Rp. 63.358.309.000,-, dalam upaya pengelolaan dampak perubahan iklim
sehingga kehilangan hasil hortikultura akibat bencana banjir, kekeringan dan serangan
OPT dapat ditekan hingga tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan produk yang
dihasilkan memenuhi persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi dan berdaya saing tinggi di
pasar-pasar baik lokal, regional maupun global.
Sasaran strategi proporsi luas serangan OPT utama hortikultura seluas 5,0% merupakan
target rasional yang dimungkinkan dapat dicapai berdasarkan kemampuan penganggaran,
SDM dan kemampuan koordinasi ke instansi terkait. Meskipun demikian berdasarkan data
yang ada, yaitu laporan periode Desember II Tahun 2012 (16-31 Desember 2012) bahwa
proporsi luas serangan yang terealisasi justru melebihi target yang ditetapkan, yaitu 2,28%
dari luas serangan, hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada tahun 2012
dapat ditekan serendah-rendahnya hingga 2,28% sehingga total serangan OPT hortikultura
tidak sampai meluas mencapai 5,0% sebagaimana target apabila pengelolaan
pengendaliannya kurang berhasil. Dengan demikian rendahnya total serangan OPT
15
hortikultura tersebut menunjukkan prestasi yang baik dan mendukung pencapaian produksi
yang tinggi.
Hasil pengukuran pencapaian masing-masing sasaran di atas secara umum menunjukkan
bahwa pencapaian kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2012 rata-rata
95,54% relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pencapaian Tahun 2011
sebesar 99% . Analisis capaian kinerja yang dilaksanakan Direktorat Perlindungan
Hortikultura pada Tahun 2012, baik yang dilaksanakan di Pusat maupun Daerah sebagai
berikut:
a. Pengendalian OPT Hortikultura
Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman dikonsumsi dan
ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengendalain OPT sesuai PHT sebanyak
1.074 kali di 33 provinsi, yang dilaksanakan melalui kegiatan pendukung antara lain
gerakan pengendalian OPT hortikultura, bimbingan teknis pelaksanaan pengendalian
OPT hortikultura, apresiasi pengendalian OPT hortikultura. Capaian yang diperoleh
adalah 83,89 %,
Hasil pengendalian OPT hortikultura berdasarkan PHT pada tahun 2012 mampu
menekan luas serangan OPT hortikultura, yaitu proporsi luas serangan terhadap luas
panen Tahun 2012 mencapai 2,28% atau lebih tinggi dari target maksimal penurunan
luas serangan 5 % yang ditetapkan. Rincian proporsi luas serangan OPT terhadap
luas panen pada tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Pengendalian OPT terutama pada komoditas hortikultura, petani masih mengandalkan
pestisida kimia sebagai bahan pengendali OPT, oleh karena itu perlu terus
mengembangkan pengendalian ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan
pestisida kimia. Beberapa pengendali OPT yang terus dikembangkan antara lain
PGPR, Corynebacterium sp., Trichoderma sp., Metharhizium sp., Beauveria bassiana,
dan MOL (Mikroorganisme Lokal).
Untuk itu dilakukan pembinaan dan bimbingan di daerah sentara produksi hortikultura
meliputi penerapan PHT, penggunaan pestisida secara baik dan benar dengan residu
minimum, dan pemanfaatan agen hayati dan pestisida nabati, yang merupakan
pengendalian ramah lingkungan untuk pengendalian OPT hortikultura.
Upaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dan petani dalam
pengendalian OPT pada tanaman cabai dan kentang, dilakukan kelompok kerja
(POKJA) dalam rangka merumuskan teknologi pengendalian ramah lingkungan
16
terhadap OPT cabai dan kentang, dan penyempurnaan teknologi pengendalian
sebelumnya.
Pengelolaan Lalat Buah Skala Luas pada Tanaman Mangga di Indramayu (100 Ha)
merupakan Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Australia (ACIAR),
menunjukkan penurunan tangkapan harian populasi lalat buah antara daerah
perlakuan dengan daerah kontrol, yang dinyatakan dalam Fruit Fly Trap/day (FTD).
Maksimum FTD di Kecamatan Sliyeg 30 ekor/hari, di Krasak 20 ekor/hari. Sedangkan
di Cikedung yang merupakan daerah kontrol tangkapan lalat buah lebih tinggi, yaitu
200 ekor/hari (Tabel 6).
Tabel 6. Hasilnya FTD di Indramayu Tahun 2011-2012
No. Subdistrict 8 Dec’11 9 Feb’12 8 Mar’12 1 Krasak 12 1.2 0.3 2 Sliyeg 16.6 0.11 0.08 3 Cikedung 134 24 64
Demikian pula hasil analisa residu pestisida kimia pada hortikultura Tahun 2012
umumnya masih di bawah BMR dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Produk Hortikultura Tahun 2012
No. Komoditas Terdeteksi
dibawah BMR Tidak terdeteksi
Belum ditetapkan
1. Buah 3 (2,07%) 0 (0%) 49 (33,79%)
2. Sayur 19 (28%) 50 (72%) 0 (0%)
3. Tan Obat 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
4. Florikultura 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Jumlah 22 (30,07%) 50 (72%) 49 (33,79%)
b. Antisipasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
Kegiatan ini menghasilkan 65 rekomendasi untuk upaya antisipasi dan mitigasi
perubahan iklim dalam rangka menekan kehilangan hasil hortikultura akibat DPI
berupa bencana banjir, kekeringan dan serangan OPT di 32 provinsi, yang
dilaksanakan melalui kegiatan pendukung, yaitu Inventarisasi data dan informasi
tentang iklim, koordinasi penanganan dampak perubahan iklim, dan analisa dampak
17
perubahan iklim terhadap tanaman hortikultura. Capaian yang diperoleh adalah
98,50%.
Antisipasi DPI jangka pendek di bidang pertanian dapat dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan kerugian lebih besar pada usahatani khususnya hortikultura dengan
menyusun rencana pengelolaan hortikultura yang adaptis terhadap DPI, meliputi
pemelihan lokasi di luar daerah DPI, memperbanyak pemupukan organik, penggunaan
benih unggul yang toleran banjir/kekeringan, dan menyesuaikan pola tanam dengan
kondisi musim, serta menyiapkan sarana embung dan pompanisasi untuk membuang
air bila terjadi banjir dan mengairi kebun saat mengalami kekeringan.
Iklim ekstrim merupakan kejadian alamiah di luar kendali manusia. Manusia hanya
dapat melakukan upaya mitigasi dan adaptasi dari dampak negatif yang
ditimbulkannya. Upaya mitigasi dan adaptasi yang dapat dilakukan antara lain :
- Pemantauan lebih intensif terhadap perubahan iklim, penghimpunan data dan
informasi, koordinasi antar instansi, komunikasi dengan pakar ditingkatkan
- Pengembangan sistem budidaya yang lebih responsif terhadap keterbatasan air/ air
hujan yang berlebihan
- Pemanfaatan komoditas buah-buahan pohon untuk rehabilitasi lahan dan
penghijauan daerah tangkapan air dan / atau daerah aliran sungai ( DAS )
- Pemanfaatan sistem informasi iklim secara optimal
- Peningkatan buffer capacity untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
cekaman lingkungan.
Sedangkan upaya adaptasi meliputi:
- Perubahan zona penanaman (tanaman hortikultura semusim turun elevasi, tanaman
hortikultura tahunan naik elevasi)
- Pengaturan waktu tanam dan pergiliran tanaman
- Penggunaan varietas yang toleran terhadap cekaman biotik maupun abiotik
- Sistem pemanenan dan pengelolaan air yang baik
- Implementasi PHT; sistem peringatan dini perubahan cuaca extrim
c. Pengembangan dan Penerapan Pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida
Untuk meningkatkan penerapan pengendalian ramah lingkungan pada tanaman
hortikultura, sehingga produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan berdaya saing
dalam memasuki pasar domestik dan pasar ekspor, maka telah dilaksanakan
pembinaan dan pemantauan pengembangan penerapan agens hayati dan biopestisida
18
pada Laboratorium PHP, pembinaan teknis dalam pengelolaan OPT pada tanaman
hortikultura, serta pengembangan dan perbanyakan agens hayati dan biopestisida di
164 Laboratorium PHP di 32 propinsi dengan capaian adalah 93,30 %.
d. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan SPS – WTO
SPS – WTO merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memasuki negara
tujuan ekspor, dimana daftar OPT dan residu pestisida harus dilampirkan dalam surat
perjanjian ekspor. Untuk mendukung tujuan tersebut telah dilakukan kegiatan
surveillance OPT hortikultura untuk pest list, identifikasi, pembuatan koleksi,
penyusunan laporan, Pest Risk Management, penerapan ALPP di 12 provinsi,
penerapan AWM pada tanaman mangga Gedong di Indramayu. Hasilnya diperoleh
13 draft pest list hortikultura atau capaian 100,00 %.
Kerjasama pemerintah Indonesia dengan Jepang (IJ-EPA) telah dirintis beberapa
tahun yang lalu untuk kajian pengendalian lalat buah pada mangga. Kegiatan
dilaksanakan terutama di laboratorium di Balai Besar Peramalan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT). Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah uji
VHT terutama untuk buah mangga Gedong Gincu. Salah satu OPT utama yang akan
difokuskan untuk penerapan thermal treatment adalah lalat buah, yaitu Bactrocera
papayae, B. carambolae, B. albistrigatra. Kegiatan untuk rearing jenis lalat buah
tersebut diilakukan di laboratorium di dalam ruang biotron. Pemeliharaan lalat buah
tersebut membutuhkan makanan yang rutin yang saat ini sudah diproduksi di
laboratorium VHT.
Dalam pengujian thermal treatment pada mangga, diperlukan mangga dengan mutu
untuk ekspor yang berukuran 250 – 300 gram per butir. Jumlah yang dibutuhkan untuk
treatment pada kajian ini sekitar 3.000 buah. Untuk itu diperlukan persiapan kebun
yang baik seperti GAP/SOP agar produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu
dan keamanan pangan. Namun dalam pelaksanaannya tidak mudah mengumpulkan
sampel buah mangga dari kebun petani sesuai ukuran.
Hasil pengujian VHT di BBPOPT-Jatisari telah diperoleh temuan, bahwa dengan
thermal treatment pada mangga gedung Gincu selama 30 menit pada suhu 470C
efektif mematikan larva dan telur lalat buah tanpa merusak daging buah dan
mempengaruhi rasa buah.
19
e. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan Pengembangan
Kelembagaan Perlindungan Hortikultura
SLPHT merupakan kegiatan unggulan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan bagi petugas, petani dan kelompok tani dalam rangka
memasyarakatkan perlindungan tanaman hortikultura sesuai prinsip PHT, yang
dilaksanakan melalui sekolah lapang pola pendidikan orang dewasa yang berbasis
responsif gender dengan memberikan kesempatan, peran dan peluang yang sama bagi
laki-laki dan perempuan, yang telah dilaksanakan melalui kegiatan SLPHT hortikultura
bagi petani, TOT SLPHT bagi alumni, dan SLPHT oleh alumni di 32 provinsi. Pada
tahun 2012 realisasi SLPHT adalah 531 kelompok SLPHT dengan capaian 98,40 % dari
target 540 kelompok SLPHT. Kelompok tani yang mengikuti SLPHT pada tahun 2012
sebanyak 540 yang dilaksanakan pada ± 38 komoditas hortikultura meliputi pisang,
cabe, tomat, jeruk, markisa, bawang merah, anggrek, kentang, kubis, krisan, manggis,
Raphis excels, salak, jahe, durian, nenas, melon, pylodendron, sedap malam, adenium,
rambutan, kapulaga, jamur, duku, jambu biji, buncis, bawang putih, stroberi, jambu air,
biofarmaka, nangka, blommcol, alpukad, belimbing, semangka, anggur, kacang panjang,
dan paria.
f. Inisiasi Klinik Komoditas Hortikultura
Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dan petani terhadap
pengenalan dan pengendalian OPT hortikultura, telah dilaksanakan kegiatan pembinaan
dan pemantauan Klinik PHT, serta forum koordinasi dan konsultasi di 32 provinsi, yang
hasilnya diharapkan mendorong pemasyarakatan penerapan PHT pada tanaman
hortikultura dan meningkatkan ketersediaan produknya yang aman konsumsi. Realisasi
kegiatan sebanyak 95 unit atau capaian adalah 95,10 %.
g. Pengamatan dan Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan pada Komoditas
Hortikultura
Pengamatan OPT hortikultura merupakan bahagian penting dalam PHT, karena itu
sangat penting pula untuk dilaksanakan di lapangan, agar OPT hortikultura dapat
diketahui secara dini, sehingga pengendalian OPT dapat dilakukan secara efektif dan
efisien serta minimal penggunaan pestisida kimia. Untuk mendukung kegiatan tersebut
telah dilaksanakan kegiatan penerapan metode pengamatan OPT hortikultura,
20
pengamatan, analisis dan manajemen data OPT, peningkatan kemampuan teknis POPT
dan petugas Laboratorium PHP, dan pemetaan wilayah sebar serangan OPT
hortikultura di 33 provinsi, yaitu sebanyak 378 kali, dengan capaian 95,13 %.
Hasil penting pengamatan dan peramalan OPT hortikultura antara lain:
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan sistem dan teknologi pengelolaan
budidaya tanaman, mulai dari penanaman, pengamatan, pengendalian, evaluasi hasil
pengamatan dan pengendalian, serta pemasyarakatan hasil-hasil kegiatan tersebut.
Pengamatan merupakan kegiatan penghitungan dan pengumpulan informasi tentang
keadaan populasi atau tingkat serangan OPT dan faktor – faktor yang
mempengaruhinya di tempat dan pada waktu tertentu. Ada dua macam pengamatan
yaitu: (1) pengamatan tetap (pengamatan yang dilakukan secara berkala di lokasi atau
terhadap alat yang tetap dan mewakili bagian terbesar wilayah pengamatan),
(2) pengamatan keliling (pengamatan yang dilakukan dengan menjelajahi wilayah
pengamatan untuk mengetahui luas tanaman terserang dan terancam, serta luas
pengendalian).
Umumnya petugas POPT telah melakukan pengamatan, identifikasi, inventarisasi dan
pelaporan OPT tanaman hortikultura secara rutin. Namun hasilnya belum optimal
karena banyaknya komoditas hortikultura dan jenis OPTnya, maka selain
meningkatkan pengetahuan POPT juga metode pengamatan terus disempurnakan.
Menurut POPT buku metode pengamatan OPT yang diberikan oleh Direktorat
Perlindungan Hortikultura ke BPTPH belum dapat menjangkau petugas POPT di
lapang karena jumlah yang dicetak cukup terbatas. Berkaitan dengan itu disarankan
untuk pencetakan berikutnya diharapkan dapat dicetak dalam jumlah banyak sehingga
dapat menjangkau POPT di lapangan.
Hal lain yang dicapai pada Tahun 2012 dalam peningkatan pengamatan OPT antara
lain :
1) Pelaporan serangan OPT dan dampak BA dinilai cukup baik meskipun belum lancar
dan tepat waktu, karena sebagian besar pelaporan masih melalui pos.
Penyampaian laporan oleh UPTD BPTPH rata-rata terlambat 2 bulan (Lampiran 6),
2) Program SIM dan atau pelaporan melalui email ([email protected]) yang telah
dirancang sejak Tahun 2003, belum dimanfaatkan secara optimal oleh UPTD
BPTPH,
21
3) Analisa serangan OPT dan rekomendasi pengendaliannya belum dilakukan
optimal, sehingga kadangkala respon terhadap permasalahan OPT dinilai masih
lambat,
4) Informasi dan analisa DPI terkait terjadinya bencana alam (banjir dan kekeringan)
dan timbulnya OPT baru, belum banyak ditangani secara optimal).
Selain itu dalam pelaksanaan butir – butir kegiatan jabatan fungsional POPT dan
penyusunan DUPAK masih terdapat berbagai permasalahan, khususnya tentang
batasan – batasan waktu pelaksanaan kegiatan dengan periode penilaian dan wilayah
kegiatan dalam melakukan pengumpulan data, kegiatan pengamatan, serta
kelengkapan bukti fisik dari setiap butir kegiatan. Di samping itu, masih terdapat
perbedaan persepsi dalam melakukan penilaian DUPAK. Untuk itu disusun suatu
pedoman berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan dalam
melaksanakan setiap butir kegiatan tugas fungsional POPT sesuai jenjang jabatan
POPT.
Pedoman SOP Fungsional POPT diharapkan dapat memberi penjelasan yang lebih
rinci kepada para petugas pengendali OPT lingkup Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen
Hortikultura, dan Ditjen Perkebunan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai pejabat fungsional POPT, dan sebagai acuan dalam penyusunan DUPAK bagi
pejabat fungsional POPT, dan pelaksanaan penilaian DUPAK bagi Tim Penilai.
Proses pelaksanaan butir – butir kegiatan POPT untuk penetapan angka kredit yang
merupakan satuan nilai atau kumulatif dari tiap butir kegiatan yang disusun dalam
bentuk DUPAK. DUPAK tersebut merupakan unsur penting yang harus diajukan oleh
POPT untuk pembinaan karier POPT melalui proses penilaian. Untuk itu diperlukan
pedoman tersebut sebagai acuan dalam melakukan butir – butir kegiatan yang
selanjutnya diperlukan untuk penyusunan DUPAK.
Pelaksanaan magang untuk meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan
hortikultura dalam mengidentifikasi OPT, khususnya patogen tumbuhan dengan teknik
PCR, yaitu suatu cara untuk mengidentifikasi patogen secara cepat dan relatif tidak
mahal untuk menggandakan fragmen DNA spesifik yang berasal dari sumber DNA
dalam jumlah yang sangat kecil, tidak memerlukan penggunaan molekul radioisotop
atau senyawa kimia yang bersifat racun.
Pemetaan wilayah sebar OPT hortikultura sangat diperlukan untuk mengetahui
sebaran OPT khususnya serangan OPT pada kategori endemis, sporadis, potensial.
Dengan tersedianya peta wilayah sebar OPT hortikultura, maka peta tersebut dapat
22
digunakan sebagai bahan acuan untuk menentukan upaya-upaya preventif maupun
upaya penanggulangan OPT tersebut sesuai wilayah sebarannya.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemetaan antara lain adalah: kegiatan
penghitungan dan pengumpulan data tentang keadaan populasi atau tingkat serangan
OPT, inventarisasi data, penentuan OPT yang akan dipetakan, analisis data, dan
pemetaan.
h. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
Dalam rangka menunjang kegiatan sistem perlindungan tanaman, maka dibutuhkan
kelengkapan kerja pendukung dan fasilitas yang memadai agar penyelenggaraan
kegiatan dapat berjalan dengan baik. Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang
memadai sangat berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat
maupun di daerah. Pengadaan sarana pendukung di pusat dan daerah (29 provinsi)
antara lain berupa alat pengolah data pendukung pengembangan Sistem Informasi
Manajemen (SIM), sarana pendukung kegiatan sinergisme sistem perlindungan
hortikultura dengan SPS – WTO, analisis dan mitigasi perubahan iklim. Hasilnya
sebanyak 67 unit dengan capaian 100 %. Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang
memadai sangat berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat
maupun di daerah.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam bentuk penerapan pembinaan penggunaan pestisida
secara baik dan benar dengan residu minimum dalam usahatani, sinergisme sistem
perlindungan hortikultura, pengembangan kelembagaan perlindungan hortikultura
BBPOPT Jatisari, dan fasilitasi sarana dan prasarana Laboratorium dalam rangka
peningkatan kinerja Laboratorium mutu dan Lab. PHP (APBN – P).
Dari kegiatan yang dilaksanakan, dihasilkan hal-hal penting, antara lain Pest list pada 13
komoditas yaitu mangga, salak, manggis, nenas, pepaya, pisang, durian, buah naga,
paprika, sayuran daun, anggrek, biofarmaka, dan palem wregu (Raphis excelsa),
meningkatnya pemahaman petugas perlindungan hortikultura tentang standar teknis
perdagangan sesuai SPS-WTO, dan tersedianya peralatan Laboratorium mutu dan
Laboratorium PHP untuk mendukung pelaksanaan sinergisme sistem perlindungan
hortikultura dalam pemenuhan persyaratan teknis SPS – WTO terutama dalam
identifikasi OPT hasil surveillance. Selain itu terimplementasinya teknologi thermal
treatment dalam pengelolaan lalat buah pada mangga di laboratorium VHT BBPOPT
23
Jatisari. Rincian lokasi dan komoditas surveillance hortikultura dan jumlah OPT yang
teridentifikasi (Lampiran 7).
3.2 Analisis Pencapaian Keuangan
Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian sasaran
strategis yang telah tergambar di PK dapat dicapai dengan sumber keuangan yang ada.
Pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura Tahun 2012, menuntut adanya suatu
sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja.
Tabel 8. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut Kegiatan Utama Termasuk APBN-P
No Kegiatan Pagu ( 000 ) Realisasi s/d 30 Desember 2012
Rp ( 000) % fisik
1 Terkelolanya serangan
OPT dalam pengamanan
produksi hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan
teknis yang terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung ekspor
hortikultura
a. Pusat
b. Daerah
63.358.309.000
11.870.610.000
51.487.699.000
57.610.029.526
11.065.149.630
46.544.879.896
91,00
93,30
90,34
95,54
Program Peningkatan Ketahanan Pangan Tahun 2012, Direktorat Perlindungan Hortikultura
semula mengelola dana APBN untuk Pusat sebesar Rp. 13.505.300.000,-. Setelah ada
penghematan Direktorat Perlindungan Hortikultura mengelola dana APBN untuk Pusat
sebesar Rp 11.870.610.000,- dan APBN untuk Daerah sebesar Rp.51.487.699.000,- Total
sebesar Rp. 63.358.309.000,- Dengan realisasi Pusat Rp. 11.065.149.630,- (93,30 %) dan
Daerah Rp.46.544.879.896,- (90,34%) dari Total Rp.57.610.029.526,- atau sebesar
91,00%. Rendahnya capaian realisasi anggaran di Satker daerah terjadi setelah satker
UPTD-BPTPH berada atau dikelola oleh Satker Diperta Propinsi.
Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2012 sebesar
95,54% sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melaui kerja keras petugas dan
24
stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern yang memadai, sehingga
Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai kinerja yang efektif, efisien, ekonomis
dan tertib dalam penanganan OPT dan DPI ramah lingkungan untuk mendukung
pengembangan agribisnis hortikultura yang memenuhi persyaratan SPS-WTO, yaitu produk
minimal residu pestisida kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing di pasar global
3.3. Permasalahan Secara Umum
Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan
hortikultura tahun 2012, namun demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami,
berbagai permasalahan dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek manajemen.
Beberapa permasalahan dan hambatan yang ditemui dalam pembangunan agribisnis
selama ini sebagai berikut :
1. Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan hortikultura tersebut
antara lain disebabkan keterlambatan administrasi pada proses pencairan dana sesuai
kebutuhan, setelah satker berada di dinas pertanian, penetapan PPK dan perangkatnya
memerlukan waktu lebih lama, dan adanya kegiatan lapang menyesuaikan dengan
kondisi iklim (SLPHT).
2. Laporan daerah yang disampaikan belum menggambarkan potret realisasi 6 kegiatan
IKU perlindungan hortikultura, tetapi umumnya melaporkan realisasi kegiatan gerakan
pengendalian OPT dan SLPHT. Akibatnya, menyulitkan untuk mengetahui kendala
teknis masing-masing kegiatan yang terjadi di lapangan, sehingga solusi konkrit yang
diberikan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan ke depan kurang efektif.
3. Serangan OPT yang terjadi pada MH umumnya penyakit dan pada MK serangan hama.
Namun data rerata serangan OPT hortikultura pada 4 MK dan 4 MH di atas,
menunjukkan serangan penyakit layu pisang dan layu bakteri pada tanaman pisang,
penyakit antraknosa dan virus kuning pada tanaman cabai, serangannya terjadi hampir
sepanjang tahun. Oleh karena itu, perubahan pola serangan ini perlu kewaspadaan dan
meningkatkan kreatifitas petugas lapang untuk terus mencoba resep-resep teknologi
pengendalian yang sudah tersedia melalui demplot – demplot kajian, sehingga luas dan
intensitas serangannya ke depan menurun.
4. Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah antara lain
kekurangan Sumber Daya Manusia baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya dan
sarana prasarana yang tersedia terbatas, sehingga cukup menyulitkan para petugas
POPT – PHP dalam mengcover wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2 kecamatan
25
untuk melaksanakan tupoksinya. Minimnya sarana untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan POPT antara lain, buku pedoman perlindungan bergambar, alat pengolah
data, identifikasi OPT, komputer SIM dan perekam data cuaca/iklim. Sedangkan
prasarana yang belum memadai antara lain ruangan lab untuk pengembangan agens
hayati dan biopestisida, serta dukungan pemerintah dan pemerintah daerah terhadap
pelaksanaan UU N0. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, antara lain gerakan
pengelolaan OPT dan DPI yang ramah lingkungan.
5. Standar Biaya Khusus (SBK) yang telah ditetapkan Kementerian Pertanian untuk
kegiatan SLPHT hortikultura dalam implementasinya ada sedikit kendala mengingat
komoditas hortikultura yang beragam sehingga kebutuhan bahannya berbeda. Dalam
pembelajaran PHT dimana sarana belajar mencakup petak PHT dan petak konvensional
untuk komoditas hortikultura semusim luas petak rata-rata tidak sesuai dengan yang
ditetapkan dikarenakan tidak adanya kompensasi lahan sedangkan biaya produksi
tanaman hortikultura termasuk padat modal sehingga dalam pembuatan petak PHT dan
perlakuan petani disesuaikan dengan kesadaran petani dan ketersediaan yang ada.
6. Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka pelaksanaan pelaporan
OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan data membutuhkan rentang waktu yang
panjang;
7. Bahan starter agens hayati yang diperlukan untuk pengembangan agens hayati masih
relatif sulit untuk diperoleh, Sumber Daya Manusia dalam hal ini petani yang belum
sepenuhnya terampil dalam perbanyakan agens hayati, sarana untuk pengembangan
agens hayati di tingkat kelompok tani kurang memadai, dan tidak semua petugas POPT
di lapangan handal dalam teknik pengembangan agens hayati di tingkat lapangan.
8. Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan menghadapi
perubahan iklim antara lain perlu digalakkan kembali sistem peringatan dini/bahaya dan
sistem pelaporan perlindungan hortikultura yang baik.
9. Belum tersedianya peta rawan banjir dan kekeringan untuk daerah kawasan dan
pengembangan hortikultura, sehingga di musim kemarau khususnya tanaman
mengalami gagal panen atau produktifitas rendah akibat cekaman kekeringan. Bahkan
untuk kegiatan Bansos sering menjadi temuan rendahnya capaian fisik karena
penanaman tertunda akibat sumber air dilokasi kegiatan mengalami kekeringan.
26
3.4 Tindak Lanjut
Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat Perlindungan
Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi capaian
kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih baik dibandingkan
sebelumnya.
2. Pada TA 2013, sebaiknya Satker dinas menunjuk petugas UPTD menjadi verifikator
kegiatan masing – masing, supaya proses penyiapan administrasi cepat dan pencairan
dana untuk kegiatan dapat dipenuhi dalam jangka waktu 2 – 3 hari.
3. Laporan evaluasi perlindungan yang disampaikan sebaiknya dapat memotret realisasi
5 IKU perlindungan, atau minimal menyajikan secara ringkas dalam bentuk matrik dan
permasalahan serta progres penyelesaiannya dijelaskan secara lisan, sehingga kendala
yang timbul di lapangan dapat dicarikan solusi penanganan yang lebih efektif guna
meningkatkan capaian kegiatan pada tahun mendatang.
4. Perubahan pola serangan OPT hortikultura dari musiman menjadi merata sepanjang
tahun, kiranya menjadi bahan rekapan series data (minimal 5 musim/tahun) di daerah
karena dengan mengetahui hubungan unsur iklim dengan perkembangan OPT, menjadi
bahan rekomendasi dalam kegiatan DPI.
5. Revitalisasi SLPHT hortikultura mendesak dilakukan dengan melibatkan pakar dan
stakeholder, agar pelaksanaannya di lapangan sesuai pedum, sehingga pengendalian
OPT ramah lingkungan dan tersedianya mutu produk aman konsumsi makin meningkat
dari tahun ke tahun.
6. Untuk mengurangi emisi GRK pada hortikultura, diperlukan demplot – demlot budidaya
sesuai GAP yang mampu menurunkan emisi GRK baik pada hortikultura semusim
maupun tanaman tahunan.
7. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka kesejahteraan
petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik antara satker, ULP dan tim
teknis kegiatan, sehingga ouput yang dihasilkan tersedianya sarana perlindungan sesuai
rencana, efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan (3 E + 1 T).
8. Demikian pula mendesak diperlukan peta rawan banjir dan kekeringan di daerah sentra
dan pengembangan hortikultura, agar antisipasi DPI terlaksana dengan baik sehingga
DPI terhadap agribisnis hortikultura tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi.
27
BAB IV.
PENUTUP
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Perlindungan Hortikultura
2012 ini adalah salah satu media pertanggungjawaban Direktorat Perlindungan Hortikultura
dalam melaksanakan mandat Tupoksi, Misi dan Visi, serta pertanggungjawaban dalam
mengelola anggaran yang difasilitasi pemerintah. Di samping itu juga sebagai umpan balik dan
introspeksi terhadap apa yang selama ini telah dilaksanakan dan apa saja yang belum
dilaksanakan, dan perbaikan apa saja yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja
institusi dan kesejahteraan keluarga petani. Spirit disusunnya laporan ini diharapkan mampu
membenahi diri dan meningkatkan prestasi kerja dan kinerja dengan meningkatkan berbagai
koordinasi, sinergisme dan kerjasama antar institusi dan swasta (petani dan pelaku usaha)
sehingga dapat dicapai hasil yang lebih optimal.
Perlindungan tanaman sebagai suatu subsistem produksi, diharapkan berperan luas dalam
peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk yang berdaya saing, dan akses pasar yang
lebih baik. Peran tersebut adalah menurunnya luas kerusakan lahan dan kehilangan hasil akibat
DPI dan serangan OPT, terwujudnya keberhasilan usahatani melalui upaya pengelolaannya
yang efektif dan efisien dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT, terwujudnya produk
hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian lingkungan hidup, serta
terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS – WTO. Harapan – harapan tersebut
merupakan sasaran pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan tanaman, yaitu
membangun sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien serta tertib aturan.
Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat Perlindungan
Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut :
a. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama petugas dan
petani dalam pengelolaan OPT hortikultura (pengenalan/identifikasi, pengamatan, analisis
dan pengambilan keputusan pengendalian). Kegiatan-kegiatan seperti koordinasi,
sosialisasi, pemasyarakatan terkait pengamatan, pengendalian, penerapan teknologi ramah
lingkungan (agens hayati dan biopestisida), dan penerapan PHT melalui SLPHT, telah
menjadi kegiatan penting jajaran UPTD BPTPH, sehingga perlu dijadikan ciri khusus
pelaksanaan perlindungan tanaman. Dalam memenuhi jumlah petugas/PHP sesuai dengan
wilayah pengamatannya, telah diupayakan pengangkatan PHP/POPT/Tenaga Harian Lepas
(THL) dan biaya operasionalnya bersumber dari Program Peningkatan Ketahanan Pangan.
28
b. Koordinasi apresiasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga penelitian dan
perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil pengembangan teknologi dari
institusi perlindungan tanaman, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP),
memperoleh dukungan keilmiahan, sehingga teknologi tersebut mudah diterima, diterapkan
dan dimasyarakatkan oleh petani.
c. Penyediaan sarana, alat dan bahan pengamatan dan pengendalian OPT dalam rangka
memperkuat institusi/kelembagaan perlindungan tanaman di lapangan dan mobilitas petugas
melakukan pengamatan dan pengendalian OPT, serta kegiatan dasar mendukung
pemenuhan persyaratan SPS perlu ditingkatkan.
d. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II,
maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan tanaman, terus
diupayakan dan didorong ketersediaannya oleh semua pihak.
e. PPK selektif memilih pemenang tender barang supaya kualitas dan waktu penyaluran alat
dan bahan sesuai aturan yang ditetapkan bersama dan memenuhi kaedah SPI, yaitu efektif,
efisien, ekonomis dan tertib aturan.
Terjadinya perubahan program yang dilaksanakan pada Direktorat Perlindungan Hortikultura
tahun 2010 dan hanya menjadi satu program sampai pada tahun 2012 lebih mempertajam arah
dan tujuan pembangunan hortikultura. Mudah – mudahan LAKIP 2012 ini dapat bermanfaat
bagi pengambilan kebijakan di bidang perlindungan masa – masa yang akan datang.