Upload
vantu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi yang identik dengan persaingan menuntut organisasi
bertindak serba cepat dan rasional, bila tidak ingin dikalahkan oleh pesaing. Pada
era persaingan, organisasi tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Namun,
diperlukan peran berbagai komponen seperti sumber daya manusia, teknologi, dan
perangkat hukum (Hassin, 2010; Petzer et al., 2008; Gibson et al., 1996) sehingga
tujuan organisasi dapat dicapai.
Masalah globalisasi sampai saat ini masih sering didiskusikan baik pada
forum internasional, nasional, maupun lokal, walaupun sebenarnya globalisasi
sudah melanda beberapa belahan dunia termasuk di Indonesia. Pariwisata adalah
bagian dari globalisasi itu sendiri. Globalisasi bila dikaji dari aspek
epistimologinya berasal dari kata globe yang berarti dunia, sehingga globalisasi
sebagai suatu aspek yang “mendunia”. Globalisasi dapat dipandang dari aspek
konsep, dampaknya serta berbagai ikutan yang muncul dari adanya interaksi
antara wisatawan dan tuan rumah (host).
Globalisasi dapat dipandang dari berbagai sudut, sebagai dikotomi
kekuatan positif dan negatif, bergantung kepada siapa yang memandangnya.
Adapun dimensi globalisasi menurut Reisinger (2009:5) adalah: pertama adanya
proses di mana ekonomi dunia menjadi meningkat secara integratif; kedua adanya
ketergantungan, serta pendekatan yang berorientasi pasar untuk membangun
penyebaran, privatisasi, dan deregulasi bidang investasi, liberalisasi dan
2
meningkatnya penetrasi dan kerjasama transnasional, sehingga dikenal istilah
ekonomi global atau globalisasi dalam bidang ekonomi.
Dalam konteks teknologi, globalisasi juga dipandang sebagai proses
inovasi yang cepat dan meningkatnya hubungan international utamanya bagi
informasi dan jasa komunikasi serta bioteknologi. Ini adalah suatu proses di mana
pengetahuan adalah faktor yang sangat penting untuk menuju standar hidup
melebihi dari modal dan tenaga. Dewasa ini, banyak pengetahuan yang benar-
benar berbasis teknologi (World Bank, 1998). Jikalau dilihat dari aspek sosial,
globalisasi adalah proses korporasi manusia menuju masyarakat satu dunia, yang
dikenal dengan istilah ”desa global” atau ”desa internasional’ seperti di Ubud dan
Kuta.
Dalam aspek lingkungan, globalisasi merupakan proses peningkatan
hubungan antara ekosistem, akselerasi inovasi biologi, penyederhanaan dan
homogenitas sistem alam. Namun, globalisasi tidak selamanya dipandang
memberikan manfaat positif. Ada pula yang memandangnya dari sisi negatif
sehingga globalisasi dianggap sebagai ancaman. Beberapa kritik terhadap
globalisasi (Reisinger, 2009) di antaranya sebagai berikut ini.
1) Menurunnya kemampuan dari pemerintahan nasional dan meningkatnya
kemampuan perusahaan multinasional dan organisasi supranasional. Ekonomi
nasional menjadi bebas dalam aktivitas bagi perusahaan multinasional utama
yang memiliki modal dan tenaga ahli. Meningkatnya polarisasi dunia dan
munculnya kekuatan ekonomi, serta adanya jurang yang tinggi antara yang
kaya dan miskin.
3
2) Adanya dampak bagi komunitas lokal, di mana ada banyak penggunaan tenaga
kerja asing pada berbagai perusahaan yang mengabaikan tenaga kerja lokal.
Dampak lain adalah adanya penggunaan produk luar negeri tanpa
memperhatikan produk lokal.
3) Adanya degradasi lingkungan akibat dari globalisasi. Industri global telah
mengeksploitasi lingkungan alam dan secara radikal mengubah kualitas tanah,
laut, dan udara yang memiliki nilai komersial.
Dengan demikian, globalisasi diibaratkan sebagai pisau bermata dua.
Apabila salah menggunakannya, maka akan terjadi dampak negatif. Namun, bila
digunakan dengan benar, justru akan diperoleh keuntungan. Sama halnya,
pariwisata sebagai bagian dari arus globalisasi dan modernisasi tentunya akan
memberikan manfaat positif di satu pihak dan dampak yang kurang baik di pihak
lain.
Pariwisata adalah salah satu fenomena globalisasi yang menuntut
organisasi untuk dapat eksis dan berkembang. Salah satu organisasi yang terkait
dengan parwisata adalah industri perhotelan. Hotel adalah salah satu industri jasa
yang memiliki peran strategis dalam dunia pariwisata. Hotel sebagai salah satu
organisasi dituntut untuk selalu dinamis dan menggunakan berbagai strategi untuk
dapat memenangi persaingan. Salah satunya adalah dengan pemberdayaan sumber
daya manusia sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan harapan perusahaan
dan harapan mereka sebagai pekerja.
Bali adalah salah satu tempat di mana globalisasi telah terjadi sejak
dahulu yang dibuktikan dengan adanya kunjungan orang asing (wisatawan) sejak
4
tahun 1920an. Intinya, Bali sudah tidak asing dengan globalisasi, karena
kedatangan wisatawan mancanegara adalah salah satu fenomena globalisasi.
Globalisasi di Bali ditandai oleh kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali,
yang telah dicatat dalam statistik pariwisata Bali sejak tahun 1969. Pertumbuhan
kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali sejak tahun 2007 sampai dengan
2013, menurut Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2013), mengalami pertumbuhan
rata-rata sebesar 13%. Jumlah wisatawan mancanegara yang langsung datang ke
Bali sejak tahun 1994 sudah mencapai satu jutaan wisatawan dan tahun 2013
kedatangan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali sudah
mencapai 3.278.598 wisatawan (Dinas Pariwisata Bali, 2013). Pertumbuhan
pariwisata Bali juga ditandai oleh tumbuhnya berbagai akomodasi seperti hotel
berbintang, hotel melati, dan juga pondok wisata, yang tersebar hampir di seluruh
Bali.
Industri pariwisata menjadi industri yang maju pesat dan akan terus
berkembang di masa mendatang. Hal ini memiliki nilai penting pada penciptaan
kesempatan kerja dan penghasilan devisa. Ketika ekonomi tumbuh, tingkat
pendapatan juga meningkat. Sebagian besar pendapatan berasal dari industri
pariwisata, khususnya dalam hal ini negara-negara berkembang (WTO, 2007).
Bali adalah salah satu tujuan wisata terkenal di dunia. Bali telah
dianugerahi beberapa penghargaan, antara lain adalah The Best Island di Asia
Pasifik oleh Leisure Magazine dan Majalah Luxury Travel yang terbit di London
(2007); The Best Island se-Asia Pasifik oleh majalah Destin-Asia Hong Kong
(2009); “Island Destination of the Year” dalam ajang China Travel and Meetings
5
Industry Award 2013; dan penghargaan Worlds Best Awards 2014 dalam kategori
The Best Island in Asia versi majalah pariwisata internasional, "Travel+Leisure”
(Kompas, Selasa, 23 September 2014; metrobali.com/2014/09/23). Beberapa
penghargaan ini memiliki pengaruh yang sangat positif terhadap jumlah
kunjungan wisata. Selain itu, keamanan Bali yang baik dijamin juga memberikan
kontribusi positif untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Data kunjungan
wisatawan ke Bali untuk 7 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Berikut ini
adalah data kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali 2007-2013 (Tabel 1.1).
Tabel 1.1
Kunjungan Wisatawan Mancanegara yang Langsung ke Bali 2007-2013
Tahun Jumlah wisatawan Pertumbuhan (%)
2007 1.664.854 32,10
2008 1.968.892 18,26
2009 2.085.084 14,39
2010 2.385.122 8,01
2011 2.576.142 9,73
2012 2.826.709 4,34
2013 3.278.598 11,16
Sumber: Dinas Pariwisata Bali (2013a)
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan kunjungan langsung
wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali dalam periode 2007 – 2013 sangat
fluktuatif. Kunjungan langsung wisman ke Bali pernah tumbuh sebanyak 32,10%
pada tahun 2007 dan cenderung terus menurun sampai ke level 4,34% pada tahun
2012. Selanjutnya pada tahun 2013, kunjungan wisman naik lagi sebanyak
11,16%.
6
Wisatawan yang datang akan tinggal untuk sementara di Pulau Bali.
Rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara dan nusantara di Bali dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2013 ditunjukkan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Lama Menginap Wisatawan Mancanegara di Bali 2008-2013
Tahun Lama menginap (hari)
Asing Domestik
2008 9.65 3.50
2009 8.75 4.20
2010 9.49 4.20
2011 9.27 3.90
2012 9.10 3.60
2013 9.60 3.70
Sumber: Dinas Pariwisata Bali (2013b)
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.2, rata-rata lama tinggal
wisatawan di Bali dalam beberapa tahun terakhir tergolong cukup tinggi, yakni
lebih dari 9 hari untuk wisatawan mancanegara dan lebih dari 3 – 4 hari untuk
wisatawan domestik. Data Badan Pusat Statistik Indonesia menunjukkan bahwa
jumlah total wisatawan tinggal di Bali tahun 2012 adalah sebesar 6.415.156 orang,
yang mana 3.748.320 tinggal di hotel berbintang sementara 2.666.836 tinggal di
hotel non-bintang (BPS Provinsi Bali 2013). Jumlah wisatawan mancanegara
yang tinggal di hotel menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara lebih suka
hotel berbintang daripada hotel non-bintang. Berbeda halnya dengan wisatawan
domestik yang lebih memilih hotel nonbintang untuk fasilitas akomodasi mereka.
Akomodasi merupakan elemen penting dalam pariwisata. UU Pariwisata
No10/2009 menyatakan bahwa bisnis jasa akomodasi ditetapkan dalam Pasal IV
7
Bab 14, di mana ada 13 jenis usaha pariwisata. Dalam salah satu pasalnya,
disebutkan adanya sarana akomodasi. Sarana akomodasi dan pelayanan adalah
salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh wisatawan. Fasilitas
akomodasi dapat berupa hotel berbintang, hotel nonbintang (melati), dan pondok
wisata, yang disesuaikan dengan daya beli segmen pasar yang ada. Tabel 1.3
menunjukkan jumlah penginapan di Bali Tahun 2014.
Tabel 1.3
Jumlah Penginapan di Bali Tahun 2014
Jenis Akomodasi 2014
Unit Jumlah kamar
Hotel berbintang 217 29.541 48%
Hotel melati 1.178 24.356 40%
Pondok Wisata 1.644 7.128 12%
Jumlah 3.039 61.025 100%
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.3, sampai dengan Tahun 2014,
di Bali terdapat 3.039 unit fasilitas akomodasi dengan 61.025 kamar. Sebagian
besar kamar (48%) adalah hotel berbintang, sisanya 40% kamar hotel melati dan
12% kamar pondok wisata.
Dari sisi tenaga kerja, faktor-faktor yang menjadi penyebab tinggi
rendahnya kinerja hotel berbintang di Bali salah satu di antaranya adalah
kemampuan organisasi hotel dalam mengantisipasi pengaruh perubahan
lingkungan eksternal serta kurang cepatnya organisasi dalam beradaptasi terhadap
perubahan tersebut. Clarke (1994) mengungkapkan bahwa mengelola perubahan
8
secara efektif adalah sumber keunggulan kompetitif dan perubahan dalam bisnis
saat ini merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan, terutama adanya tekanan dari
para pesaing. Perubahan terjadi sangat cepat dan memerlukan tanggapan yang
cepat pula jikalau ingin tetap bertahan (survive).
Pemberdayaan sumber daya manusia menurut beberapa hasil penelitian
menunjukkan hasil yang signifikan terhadap kinerja organisasi (Clarke, 1994;
Kasali, 2007; Luekitinan, 2014). Walaupun demikian, beberapa hasil penelitian
menunjukkan hasil yang tidak signifikan yang mungkin disebabkan oleh faktor
lainnya seperti perubahan organisasi (Suaedi, 2005; Triatmanto et al., 2010).
Sumber daya manusia memiliki peran yang sangat sentral dalam sebuah
organisasi. Tujuan perusahaan akan dapat tercapai apabila memiliki manajemen
sumber daya manusia yang profesional. Sumber daya manusia harus dikelola
dengan baik dan merupakan bagian dari tugas para manajer untuk mencapai
kesuksesan organisasi saat ini dan di masa mendatang (Rachmawati, 2008: 4;
Nawawi, 2011: 13). Diyakini akan pentingnya sumber daya manusia dalam
mencapai efektivitas dan efisiensi perusahaan dan kemampuan sumber daya
manusia untuk berinovasi yang berasal dari motivasi dan moral kerja.
Semakin gencarnya inovasi perusahaan juga ditentukan oleh potensi
sumber daya manusia yang dimiliki; mereka dapat berinovasi bagi perusahaan
karena adanya motivasi dan moral kerja sumber daya bersangkutan. Terkait
dengan kompetensi sumber daya manusia, tantangan eksternal yang muncul akibat
dari tingginya tingkat persaingan adalah menyangkut perubahan susunan tenaga
kerja dan harapan yang terlalu tinggi dari para konsumen. Adapun tantangan
9
internalnya disebabkan oleh retensi karyawan, motivasi, dan perkembangan
karyawan. Hal ini ditunjukkan oleh keterkaitan antara pemberdayaan sumber daya
manusia dan perubahan organisasi (Rachmawati, 2008).
Dalam upaya untuk menyelaraskan perubahan yang terjadi di eksternal
organisasi dengan perubahan yang terjadi di internal organisasi, maka dibutuhkan
pemberdayaan sumber daya manusia. Pemberdayaan sumber daya manusia
merupakan suatu strategi perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan individu dan kinerja organisasi. Pemberdayaan dilakukan untuk
peningkatan kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan
(skill) serta berbagai potensi yang sesungguhnya dimiliki oleh pegawai. Dengan
pemberdayaan, pegawai akan memiliki otonomi untuk berinisiatif, semakin
produktif, dan hasil pekerjaannya akan menjadi semakin berkualitas (Kadarisman,
2012).
Pemberdayaan sumber daya manusia terkait dengan perubahan
organisasi dan peningkatan kinerja organisasi. Perubahan organisasi yang
dimaksud adalah kemampuan organisasi untuk menanggapi dan beradaptasi
terhadap perubahan eksternal, yaitu perubahan dalam persaingan dari yang
bersifat material menuju kompetisi dasar pengetahuan. Untuk itu, dibutuhkan
peran sumber daya manusia yang lebih besar dalam beradaptasi terhadap
kecepatan perubahan yang terjadi (Kasali, 2007).
Perubahan organisasi adalah proses yang secara sengaja dilakukan
dengan tujuan membuat kondisi organisasi menjadi lain dari yang sebelumnya.
Kondisi di sini mempunyai arti yang luas, dari yang sangat teknikal sampai yang
10
sangat konseptual. Upaya perubahan telah banyak dilakukan oleh berbagai
organisasi. Organisasi yang mau melihat dan menerima perubahan di
lingkungannya akan lebih mudah beradaptasi dan akan lebih survive dalam
melakukan persaingan dengan organisasi lain. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan melakukan perubahan, kinerja organisasi dapat maju
dengan pesat (Wibowo, 2006; Karmelia, 2007).
Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang sangat
menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Moekijat (2002) bahwa ”orang merupakan unsur yang
sangat penting dalam organisasi”. Untuk mencapai tujuan organisasi, maka salah
satu hal yang perlu dilakukan oleh pemimpin adalah memberikan daya pendorong
yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku para pegawai agar
bersedia bekerja sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi. Daya pendorong
tersebut disebut sebagai motivasi.
Hasibuan (2003) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata latin
movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan
kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi
mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan agar mereka
mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya
untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Greenberg dan Baron (dalam Djatmiko, 2005) mendefinisikan bahwa
”motivasi kerja adalah suatu proses yang mendorong, mengarahkan, dan
memelihara perilaku manusia ke arah pencapaian suatu tujuan”. Senada dengan
11
pernyataan McCormick (dalam Mangkunegara, 2006) yang dalam hubungannya
dengan lingkungan kerja, mengemukakan bahwa ” Motivasi kerja didefinisikan
sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja”.
Definisi yang diberikan oleh beberapa ahli di atas mengemukakan bahwa
yang dimaksud dengan motif adalah suatu perangsang atau daya pendorong yang
ada dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi agar orang tersebut dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lebih lanjut, motivasi adalah daya
pendorong yang menimbulkan kemauan dan kerelaan dalam diri individu untuk
mengerjakan berbagai tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam mencapai
tujuan. Motivasi timbul atas dorongan pada seorang individu yang dapat
menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Selanjutnya, motivasi kerja adalah
proses mendorong, mengarahkan perilaku manusia yang berhubungan dengan
lingkungan kerja untuk mencapai tujuan.
Perubahan organisasi selalu dikaitkan dengan manajemen perubahan, di
mana perubahan harus dikelola dengan baik sehingga mendapatkan hasil yang
sesuai dengan harapan perusahaan. Perubahan organisasi sudah tentu didasarkan
pada tujuan perusahaan atau organisasi, yakni (1) mencapai produktivitas yang
tinggi, (2) tercapainya kepemimpinan industrial, (3) kesejahteraan karyawan, (4)
stabilitas organisasi dalam mencapai laba, (5) efisiensi organisasi, (6)
kesejahteraan sosial, dan (7) pertumbuhan organisasi (Winardi, 2004).
Dengan demikian, untuk sebuah organisasi seperti hotel, agar dapat
memenangi persaingan, salah satu upayanya adalah melakukan manajemen
12
perubahan, karena dengan ketatnya persaingan sebuah organisasi dituntut untuk
melakukan proses penyesuain secara terus menerus (Davidson, 2010). Berbagai
model atau variasi perubahan dilakukan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, di antaranya; meningkatkan keragaman tenaga kerja,
perubahan struktur organisasi yang lebih rata, membantu keseimbangan pekerjaan
dan kehidupan pribadi para staf profesional, memperluas jalur komunikasi bahkan
mengembangkan filosofi operasi, dan pembentukan citra perusaahan (Davidson,
2010). Wibowo (2006) menyatakan bahwa perubahan organisasi merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari; perubahan adalah sebagai suatu tuntutan agar
perusahaan dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat (faktor
eksternal) dan tuntutan organisasi untuk dapat memperoleh laba yang
berkelanjutan (faktor internal).
Tuntutan untuk melakukan perubahan menurut Hussey (2000) dalam
Wibowo (2012) disebabkan oleh adanya lima tuntutan penting dewasa ini, yakni
(1) perubahan teknologi yang menuntut adanya perubahan, (2) tuntutan
persaingan global, (3) perubahan selera konsumen di mana konsumen
menginginkan banyak tuntutan, (4) profil demografi yang semakin berubah,
seperti adanya peningkatan pendapatan konsumen sehingga memiliki keinginan
yang tinggi untuk melakukan perjalanan wisata, dan (5) privatisasi bisnis milik
masyarakat yang semakin berlanjut. Berkaitan dengan tuntutan ini, maka semakin
berat tugas seorang manajer atau pimpinan perusahaan yang mendapatkan dua
tekanan sekaligus dari karyawan dan dari konsumen.
13
Sumber daya manusia merupakan pemain kunci untuk keberhasilan
perubahan. Oleh karena itu, sumber daya manusia yang ada harus meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya secara terus menerus (Wibowo, 2006). Dalam
prakteknya, terkadang terjadi penolakan terhadap perubahan organisasi, karena
perubahan tersebut memunculkan ketidakpastian; penolakan tersebut mulai dari
penolakan yang sifatnya halus sampai dengan penolakan yang memusuhi secara
terang-terangan terhadap perubahan organisasi tersebut (Smith, 2005).
Perubahan adalah suatu proses yang konstan, tidak ada titik berhenti dan
perubahan dipacu oleh adanya teknologi baru, pasar baru dan minat pelanggan,
tekanan politik dari pemerintah, serta harapan-harapan sosial (Clarke, 1994). Pada
dasarnya, perubahan akan terjadi apabila individu atau kelompok dalam organisasi
mengambil keputusan bahwa sesuatu harus dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas dan kinerja organisasi (Alwi, 2001). Organisasi yang dinamis akan
selalu melakukan perubahan agar tetap eksis dan mampu mempertahankan
keunggulan kompetitif yang dimilikinya.
Secara teoritis, pemberdayaan sumber daya manusia berpengaruh
terhadap kesuksesan manajemen perusahaan (Wilkinson, 1998; Noe et al., 2004)
di mana pemberdayaan dimaksudkan sebagai pemberian tanggung jawab dan
wewenang kepada karyawan untuk membuat keputusan yang berhubungan
dengan semua aspek dari pengembangan produk atau pelayanan pelanggan (Noe
et al., 2004). Di samping itu, pemberdayaan sumber daya manusia juga mampu
meningkatkan kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi (Alwi, 2001).
14
Kinerja organisasi menurut beberapa peneliti dipengaruhi oleh adanya
pemberdayaan sumber daya manusia pada suatu organisasi (Noe et al., 2004;
Lashley, 1999; Jarrar & Zairi, 2002 dalam Triatmanto et al., 2010). Bahkan
pemberdayaan organisasi adalah salah satu alternatif strategi dalam
pengembangan organisasi (Jarrar & Zairi, 2002 dalam Triatmanto et al., 2010).
Hasil dari upaya pemberdayaan sumber daya manusia adalah kinerja
organisasi. Kinerja organisasi tersebut bisa diwujudkan apabila sumber daya
manusia pelakunya memiliki motivasi kerja yang tinggi (Rispati et al., 2013;
Arimbawa dan Dewi 2013). Suatu organisasi akan berhasil melaksanakan
program-programnya apabila orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan tanggung
jawabnya masing-masing. Dalam melaksanakan pekerjaannya tersebut, para
pegawai perlu diberi dorongan dan motivasi sehingga potensi yang ada dalam
dirinya dapat diubah menjadi prestasi yang menguntungkan organisasi
(Kadarisman, 2012).
Sumber daya manusia yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan
siap menghadapi perubahan organisasi, termasuk perubahan struktur organisasi,
peningkatan kualitas program, dan pemanfaatan teknologi baru agar organisasi
bisa dikembangkan secara lebih efektif dan efisien sesuai dengan tantangan gobal
saat ini. Organisasi yang terus melakukan perubahan untuk bertahan hidup dan
melakukan adaptasi akan siap menjadi pemenang di abad 21 (Pant, 1991; Kotter,
1997). Pada akhirnya, perubahan organisasi diharapkan mampu mendukung
peningkatan kinerja organisasi (Luekitinan, 2014; Fong et al., 2011).
15
Upaya peningkatan kinerja organisasi menjadi tantangan dalam
pengembangan bisnis perhotelan di Bali. Latar belakang dilakukannya penelitian
ini adalah karena di Bali sudah terjadi kelebihan akomodasi. Dalam 4 tahun
terakhir (tahun 2010 – 2014), jumlah kamar hotel/penginapan di Bali meningkat
sebesar 34% , yaitu dari 45.408 kamar pada tahun 2010 menjadi 61.015 kamar
pada tahun 2014 (lihat Tabel 1.4).
Tabel 1.4
Jumlah Penginapan di Bali Tahun 2010 dan 2014
Jenis Akomodasi
2010 2014
Unit Jumlah
kamar Unit
Jumlah
kamar
Hotel berbintang 158 20.558 217 29.541
Hotel melati 1.036 20.410 1.178 24.356
Pondok Wisata 996 4.440 1.644 7.128
Jumlah 2.190 45.408 3.039 61.025
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014
Peningkatan jumlah kamar hotel di Kabupaten Badung dalam periode
2011-2014 telah menimbulkan perang tarif sehingga harga kamar hotel jatuh.
Pada beberapa hotel, harga kamar yang semula dijual dengan harga berkisar Rp.
500.000 – Rp. 750.000 diturunkan menjadi Rp. 250.000 – Rp. 350.000. Hal ini
dinilai oleh beberapa pihak sebagai fenomena bisnis pariwisata yang kurang sehat
karena dalam jangka panjang akan merugikan pengusaha jasa akomodasi wisata
karena nilai kembali investasinya (return of investment/ROI) sangat sulit
(Kompas, 19 Agustus 2012). Peningkatan jumlah kamar hotel tersebut
menyebabkan tingkat hunian kamar hotel menurun. Dengan penurunan hunian
16
kamar hotel, otomatis service charge yang harus diterima oleh pegawai hotel juga
menurun sehingga menyebabkan motivasi kerja karyawan menurun dan kinerja
hotel juga menurun.
Hasil studi pendahuluan terhadap beberapa hotel berbintang di wilayah
kabupaten Badung mengindikasikan bahwa terjadi banyak persoalan akibat
peningkatan jumlah kamar hotel. Di antaranya adalah masalah ketenagakerjaan,
kebutuhan akan peningkatan skill dan motivasi tenaga kerja serta tantangan
pemasaran produk hotel yang perlu lebih kreatif.
Menurut Irmansjah Madewa, general manager hotel Aston Kuta, dengan
meningkatnya jumlah akomodasi di Bali, terjadi kondisi sulit untuk mendapatkan
tenaga kerja perhotelan yang sudah terlatih. Aston group hotel di Bali berjumlah
20 unit dengan 2000 kamar (di seluruh Indonesia terdapat 100 hotel group Aston).
Group hotel Aston mempekerjakan tenaga kerja sebanyak jumlah kamar
(perbandingan antara jumlah kamar hotel dan pekerja adalah 1:1). Akibat tenaga
terlatih relatif kurang, maka group hotel Aston terpaksa mempekerjakan pegawai
baru yang baru lulus sekolah perhotelan dengan kualitas yang masih relatif
rendah. Untuk itu, pihak manajemen group hotel Aston dalam 1-2 tahun pertama
memberikan berbagai pelatihan kepada pekerjanya untuk peningkatan
profesionalitas mereka. Di hotel Aston Kuta, manajemen melakukan pelatihan
selama 8 jam untuk setiap karyawan per bulannya, baik yang dilakukan oleh staf
intern (in-house training) maupun pelatihan yang melibatkan expert dari luar
hotel.
17
Pemberdayaan tenaga kerja juga dilakukan oleh manajemen hotel
Padma, Legian Kuta. Menurut Daniel Christiawan Sembel, HRM hotel Bali
Padma, Legian pemberdayaan sumber daya manusia dilakukan dengan melakukan
cross training bagi pekerjanya. Tiap bulan, terdapat 15 tenaga kerja yang di
rolling dari satu departemen ke departemen lain, sehingga mereka memiliki multi
skill. Dengan sistem rolling, tiap pekerja akan memiliki lebih dari 1 keterampilan
sehingga mereka bisa menangani permasalahan layanan hotel jika diperlukan.
Peningkatan jumlah kamar hotel di Bali ternyata diikuti oleh
permasalahan sirkulasi/mobilitas (turn over) tenaga kerja perhotelan yang cukup
tinggi. Turn over tenaga kerja perhotelan yang relatif tinggi ini terjadi akibat
adanya kesempatan kerja lain, seperti kesempatan kerja di kapal pesiar, bekerja di
hotel-hotel luar negeri, terutama di Maladewa dan Timur Tengah. Untuk
mengantisipasi kelangkaan tenaga kerja perhotelan ini, group hotel Aston
merekrut 20% tenaga harian yang belum terlatih (daily worker). Tenaga harian ini
kontraknya diperpanjang setiap 3 bulan.
Sesuai dengan tuntutan kualitas pelayanan, maka pihak manajemen hotel
memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas (skill) tenaga kerjanya.
Selain itu, pihak manajemen hotel juga melakukan peningkatan motivasi bagi
pekerjanya, di antaranya adalah dengan memberikan insentif berupa tambahan
satu kali gaji (1 bulan) dalam setahun, program best employee of the month, best
employee of the quarterly, best employee of the year serta pemberian kesempatan
bagi karyawannya untuk peningkatan karir mereka di hotel group Aston.
18
Upaya pihak manajemen group hotel Aston di atas juga dilakukan oleh
group hotel Accor. Menurut Kahar Salamun, general manager hotel All Season
Kuta anggota group Accor, terjadinya peningkatan akomodasi luar biasa di
Kabupaten Badung menyebabkan beberapa permasalahan yang perlu diantisipasi,
di antaranya adalah perlunya strategi untuk meningkatkan motivasi kerja
karyawan serta peluang untuk peningkatan karir yang jelas bagi mereka. Selain
itu, pihak manajemen juga terus mempertimbangkan sejumlah hal yang
mempengaruhi kepuasan kerja, lingkungan kerja, keamanan, kenyamanan, career
development, dan kesejahteraan pegawai.
Para pengelola jasa akomodasi hotel berbintang di Bali memang
dihadapkan kepada tantangan dalam upaya memberikan service yang berkualitas
kepada konsumennya. Dalam kaitan ini, general manager hotel All Season Kuta
itu menyatakan sebagai berikut:
“Hotel boleh banyak, tetapi, yang akan keluar sebagai pemenangnya
adalah hotel yang memiliki excellence service: antara lain: bagaimana
membuat guests feel home, terus berupaya meningkatkan kualitas
layanan terbaik, menjalankan tugas secara profesional, melakukan
tindakan yang cepat, mengembangkan sistem komunikasi terbaik
dengan relasi dan tamu hotel, serta melaksanakan kegiatan sesuai time
frame layanan yang jelas” (hasil wawancara dengan Kahar Salamun,
53 tahun pada tanggal 31 Oktober 2014).
Sesuai tuntutan pasar, hotel-hotel berbintang di wilayah Bali terus
berinovasi dalam mengembangkan layanannya. Hotel All Season, misalnya, pada
tahun 2014 telah berhasil melakukan pemasaran dengan memanfaatkan jaringan
sosial media, yakni on-line travel agent dan websites yang memberikan kontribusi
terhadap tingkat hunian sebesar 56%. Tahun 2015, pemasaran on-line ini
ditargetkan akan memberikan kontribusi terhadap tingkat hunian kamar sebesar
19
65%. Selain itu, juga diterapkan sistem dynamic pricing, yakni menaikkan harga
kamar hotel pada waktu high season, dan menurunkannya pada waktu low season.
Di samping pemanfaatan teknologi mutakhir dalam sistem pemasaran
produk hotel, hotel-hotel berbintang di Bali juga melakukan perubahan dan
penyesuaian struktur organisasi. Sesuai tuntutan perkembangan pasar, struktur
organisasi hotel berbintang telah menambah bagian e-commerce staff dan revenue
manager. Kondisi tersebut perlu direspon dengan berbagai langkah strategis, di
antaranya adalah dengan mengupayakan standarisasi harga kamar hotel serta
pembatasan pembangunan hotel baru di wilayah Kabupaten Badung
(Beritabali.com, Selasa, 19 Maret 2013). Selain itu, secara internal masing-masing
manajemen hotel perlu melakukan langkah antisipasi agar bisa tetap bersaing
dalam kondisi yang sangat ketat ini.
Sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah hotel berbintang di
Kabupaten Badung di atas, pihak manajemen hotel perlu mengantisipasi masalah
yang terkait dengan kebutuhan sumber daya manusia yang profesional, kebutuhan
peningkatan skill dan motivasi sumber daya manusia, serta melakukan terobosan
pemasaran produk hotel yang kreatif dengan menggunakan media on line. Upaya
pemberdayaan sumber daya manusia dan peningkatan motivasi kerja karyawan ini
dilakukan agar perubahan organisasi yang terjadi dapat meningkatkan kinerja
organisasi usaha jasa sektor perhotelan di Bali. Penelitian yang dilaporkan dalam
disertasi ini sengaja dilakukan pada hotel berbintang (III, IV, V) di seluruh Bali
dengan harapan agar hasil kajiannya berguna bagi pengembangan bisnis
perhotelan seluruh Kabupaten/Kota di Bali. Selain itu, kajian ini diharapkan dapat
20
menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan
investasi jasa sektor perhotelan di seluruh Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut ini.
1) Bagaimanakah pengaruh pemberdayaan sumber daya manusia terhadap motivasi
kerja pekerja, perubahan organisasi, dan kinerja organisasi usaha perhotelan di
Bali?
2) Bagaimanakah pengaruh motivasi kerja terhadap perubahan organisasi, dan
kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali?
3) Bagaimanakah pengaruh perubahan organisasi terhadap kinerja organisasi usaha
perhotelan di Bali?
3.3 Tujuan Penelitian
3.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis
masalah manajemen organisasi sektor jasa perhotelan yang berkaitan dengan
upaya pemberdayaan sumber daya manusia, motivasi kerja, perubahan organisasi,
dan kinerja organisasi sektor usaha jasa perhotelan di Bali.
3.3.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka tujuan khusus penelitian
ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis:
21
1) pengaruh pemberdayaan sumber daya manusia terhadap motivasi kerja pekerja,
perubahan organisasi, dan kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali,
2) pengaruh motivasi kerja terhadap perubahan organisasi, dan kinerja organisasi
usaha perhotelan di Bali, dan
3) pengaruh perubahan organisasi terhadap kinerja organisasi usaha perhotelan di
Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum, sebuah penelitian ditujukan untuk mengelola masalah
dengan cara berfikir science, sehingga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan dunia science maupun dunia empiris, khususnya industri
pariwisata. Hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi Bali, tetapi juga dapat
digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan industri
pariwisata pada skala yang lebih luas.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang ilmu manajemen
sumber daya manusia dalam industri perhotelan. Secara lebih spesifik, penelitian
ini berkaitan dengan kinerja organisasi usaha perhotelan yang dipengaruhi oleh
pemberdayaan sumber daya manusia, motivasi kerja, dan perubahan organisasi.
22
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagi para pengusaha yang berkecimpung dalam usaha jasa akomodasi
(perhotelan), hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang pengaruh pemberdayaan sumber daya manusia, motivasi kerja,
perubahan organisasi, serta kinerja organisasi, agar dapat diketahui
pentingnya memperhatikan berbagai upaya untuk memberdayakan sumber
daya manusia, memotivasi pekerja, melakukan perubahan organisasi yang
melibatkan tenaga kerja usaha perhotelan.
2) Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
menetapkan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pemberdayaan
sumber daya manusia perhotelan dan pengelolaan organisasi usaha
perhotelan.