28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagaitatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat perawat dapat berperan dalam berbagai hal. Menurut konsorium ilmu-ilmu kesehatan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai advokat, educator, koordinator, kolabolator dan konsultan. Pengaplikasiannya dapat di sesuaikan dengan masalah tertentu. Peran perawat dalam masyarakat tujuannya untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang dari aturan. Seperti penyimpangan aturan tempat khusus menyusui yang disediakan oleh pemilik tempat sarana umum atau tempat kerja yang telah di atur oleh menteri kesehatan dalam PERMENKES No. 15 tahun 2013. Oleh sebab itu dalam makalah ini kami menganalisis bagaimana sarana dan prasarana dan kriteria dalam tata cara penyediaan 1

BAB I PENDAHULUAN.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKeperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupunsakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan sistem klien dan tenagakesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnyapada berbagaitatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual danberkelompok.Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat perawat dapat berperan dalam berbagai hal. Menurut konsorium ilmu-ilmu kesehatan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai advokat, educator, koordinator, kolabolator dan konsultan. Pengaplikasiannya dapat di sesuaikan dengan masalah tertentu. Peran perawat dalam masyarakat tujuannya untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang dari aturan. Seperti penyimpangan aturan tempat khusus menyusui yang disediakan oleh pemilik tempat sarana umum atau tempat kerja yang telah di atur oleh menteri kesehatan dalam PERMENKES No. 15 tahun 2013.Oleh sebab itu dalam makalah ini kami menganalisis bagaimana sarana dan prasarana dan kriteria dalam tata cara penyediaan ruangan atau tempat khusus menyusui di sarana umum atau tempat kerja dan bagaimana seharusnya peran perawat.1.2 Tujuana. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam tatacara penyediaan khusus menyususui sesuai dengan Permenkes No. 15 Tahun 2013b. Untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana ruangan penyediaan khusus menyusui di sarana umum ataupun sarana kerja1.3 Manfaat. Dengan disusunnya makalah ini penyusun dapat memahami bagaimana peran perawat dalam keterlibatan di Permenkes No. 15 tahun 2013 dan mengetahui hal-hal yang terkait yang tertera didalamnya BAB IILANDASAN TEORI2.1 Peran PerawatPeran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu (Lailia, 2009). Peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2007). Peran perawat menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advocator, koordinator, edukator, kolaborator, konsultan, dan pembaharu.0. Peran Sebagai Pemberi Asuhan KeperawatanPeran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. Peran ini dikenal dengan istilah care giver. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Metode yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector dan advocate, communicator serta rehabilitator.Sebagai comforter, perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien. Peran sebagai protector dan advocate lebih terfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan seimbang memperoleh pelayanan kesehatan. Misalnya, kewajiban perawat memenuhi hak klien untuk menerima informasi dan penjelasan tentang tujuan dan manfaat serta efek samping suatu terapi pengobatan atau tindakan perawatan. Demikian pula terlaksananya hak klien untuk menolak suatu terapi medis atau tindakan perawatan, setelah memahami dan memperoleh penjelasan tentang tujuan terapi tersebut dilakukan.Peran sebagai communicator akan nampak bila perawat bila perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan anggota tim kesehatan lainnya. Peran ini berkaitan erat dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam. Sedangkan peran rehabilitator berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal. Sebagai contoh ketika merawat pasien dengan kolostomi permanen. Selama merawat klien di rumah sakit, perawat berkewajiban mengajarkan cara merawat kolostomi sehingga ketika berada di rumah, klien mampu merawat sendiri kolostominya agar tidak mengganggu aktivitas klien sehari-hari.0. Peran Sebagai AdvokatPeran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. 0. Peran EdukatorPeran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Sabagai pendidik atau heath educator, perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu pada peserta didik keperawatan, antara sesame perawat atau tenaga kesehatan lain.Penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada klien akan terlaksana dengan baik jika sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu perawat perlu melakukan pengkajian atau penjajakan berupa pengumpulan dan analisa data sebelum melakukan kegiatan. Selain itu perawat harus membuat perencanaan agar tujuan dapat tercapai. Perencanaan ini meliputi tujuan, sasaran penyuluhan, jumlah peserta, metode, alat bantu yang digunakan serta kriteria evaluasi sebagai instrument penilaian tingkat keberhasilan kegiatan. 0. Peran KoordinatorPeran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggungjawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berbeda dibawah tanggungjawabnya sesuai dengan konsep manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola perawat berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan/pelayanan keperawatan.Pada institusi pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola atau manajer dibedakan atas tiga tingkatan yaitu tingkat atas (top manager), menengah (middle manager), dan tingkat dasar/bawah (super ficial manager). Dalam struktur organisasi rumah sakit di Indonesia misalnya, sebagai pengelola tingkat atas adalah kepala bidang keperawatan dan tingkat menengah adalah kepala seksi keperawatan dan penyelia (super visor). Sedangkan pengelola tingkat dasar adalah perawat yang menjabat kepala ruangan.Peran perawat dalam pengelolaan pendidikan meliputi tanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini menjaga kualitas pendidikan keperawatan dengan menumbuh kembangkan iklim pendidikan akademik professional yaitu penguasaan iptek keperawatan, penyelesaian masalah secara ilmiah, pembinaan sikap professional serta belajar aktif dan mandiri.Secara umum, di Indonesia pelaksanaan peran pengelola belum optimal. Hal ini disebabkan pemahaman perawat terhadap konsep manajemen keperawatan masih kurang, mayoritas posisi, lingkup kewenangan dan tanggung jawab perawat hamper tidak berpengaruh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, serta adanya kecenderungan system promosi karir dan jabatan belum menggunakan kriteria objektif sebagai stimulus untuk berprestasi. Oleh karena itu, agar peran ini terlaksana dengan baik perawat harus memahami lingkup manajemen asuhan keperawatan yaitu penguasaan terhadap proses keperawatan. Selain itu memiliki dan menguasai keterampilan manajerial yaitu kemampuan berkomunikasi dan memberi motivasi, keterampilan memimpin serta kemampuan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.2.1.5 Peran KolaboratorPeran perawat disini dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.0. Peran KonsultanPeran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. 0. Peran PembaharuPeran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.Penelitian bertujuan menghasilkan: pertama, jawaban terhadap pertanyaan; kedua, solusi penyelesaian masalah baik melalui produk teknologi atau metode baru maupun berupa jasa; ketiga, penemuan dan penafsiran fakta baru; keempat, pengujian teori berdasarkan kondisi atau fakta baru; kelima, perumusan teori baru (Leady & Pepper, 1993 dikutip dari Hamid, A.Y., 1996).Kemampuan perawat mengadakan penelitian sangat diperlukan tidak saja untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan pelayanan dan pendidikan keperawatan, tetapi juga dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Disamping itu temuan hasil penelitian digunakan untuk menyeleksiteknologi dari Negara lain yang selanjutnya diaplikasikan dalam pelayanan keperawatan sesuai dengan masalah kesehatan dan social budaya masyarakat Indonesia. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pola dan distribusi penyakit serta kondisi keperawatan di Indonesia berbeda dengan Negara lain.Penelitian di bidang keperawatan berperan dalam mengurangi disparitas atau kesenjangan penguasaan teknologi mutakhir dibidang kesehatan karena temuan hasil penelitian lebih memungkinkan terjadinya trasformasi iptek. Selain itu sanagt penting dalam memperkokoh upaya memantapkan realisasi keperawatan sebagai profesi karena pada hakekatnya penelitian memperkaya body of knowledge ilmu keperawatan.Penelitian dibidang keperawatan juga bermanfaat dalam menopang dan menciptakan pengembangan ruang lingkup praktek keperawatan karena hanya dengan hasil temuan penelitian efektifitas praktik keperawatan dapat dievaluasi sehingga dapat diidentifikasi cara pemecahan masalah yang tepat (Sudibyo, Y, 1996).Untuk itu perlu menciptakan iklim yang menumbuh kembangkan kegiatan penelitian dibidang keperawatan yaitu: pertama,kemampuan perawat menggunakan hasil memodifikasi asuhan keperawatan sejalan dengan hasil temuan penelitian. Kedua, memperluas kesempatan kepada perawat untuk mengaktualisasikan diri pad acara berfikir kritis pada semua tatanan pelayanan keperawatan. Ketiga, apresiasi terhadap metodologi dan prosedur penilaian serta kebutuhan klien untuk melandasi pelayanan/asuhan keperawatan dengan hasil penelitian. Keempat, meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian dalam bentuk desiminasi ilmu secara luas dan terencana. Kelima, perlunya posisi perawat pada lembaga penelitian pemerintah maupun swasta. Keenam, perawat selalu didukung untuk melakukan penelitian dengan struktur pengembangan karier yang jelas dan perlu dipkirkan adanya insentif khusus bagi perawat peneliti.0. Kaitan Peran Perawat dengan Permenkes No.15 Tahun 2013Dalam Permenkes No.15 tahun 2013 yang membahas tentang tata cara penyedian fasilitas khusus menyusui terdapat beberapa peran perawat yaitu A. Peran EdukatorSebagai seseorang edukator perawat dapat memberikan pengetahuan kepada pengelola pelayanan tersebut bagaimana standar ruangan yang sesuai dengan PERMENKES NO.15 Tahun 2013. Hal-hal yang harus diedukasikan kepada para penyelenggara tempat sarana umum maupun pengurus tempat kerja menurut Permenkes No.15 Tahun 2013 adalah sebagai berikut Pada pasal 9 dan 10 dapat disimpulkan bahwa ruangan ASI diselenggrakan pada bangunan yang permanen dan memenuhi prasaratan kesehatan. Prasaratan Kesehatan contohnya paling sedikit meliputi tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2, ada pintu yang dapat dikunci, lantai keramik/semen/karpet, memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup. Pada pasal 11 harus diedukasikan kepada pengurus tempat kerja mengenai peralatan diruang ASI meliputi, peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung seperti meja ataupun kulkas. Pada pasal 12 harus diedukasikan kepada penyelenggara tempat sarana umum harus sesuai dengan standar minimal yaitu adanya kursi dan meja, wastafel, dan sabun cuci. Pada pasal 14 membahas mengenai pengedukasian kepada ibu menyusui mengenai pemenfaatan berupa peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan produktivitas kerja, peningkatan rasa percaya diri ibu, keuntungan ekonomis dan higienis serta penundaan kehamilan. Hal ini dilakukan apabila jika memang konselor yang bertugas tidak ada. Pada pasal 16 terdapat peran apabila menjadi terlatih kita harus mampu memotivasi pekerja untuk terus memberikan ASI kepada anaknya walaupun sedang bekerja.B. Peran Koordinator Pelaksanaan peran ini mencakup mengarahkan, merencanakan kepada para penyelenggara tempat sarana umum maupun pengurus tempat kerja agar penyediaan fasilitas menyusui sesuai dengan Permenkes No.15 Tahun 2013 seperti: Menyediakan sarana prasarana maupun peralatan sesuai pasal 9, 10, dan 11. Mengkoordinasi kepada mereka untuk menyediakan tenaga terlatih untuk memberikan konseling menyusui kepada buruh atau pekerja sesuai dengan pasal 13 ayat 1. Mengkoordinasi tenaga kesehatan sebagai tenaga terlatih diruangan tersebut apabila konselor tidak ada sesuai dengan pasal 16 ayat 3.

BAB IIIANALISIS DAN PEMBAHASANKami memotret tiga tempat berbeda yang menyediakan fasilitas Ruangan Menyusui/Laktasi yaitu Ruang Laktasi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Ruang Laktasi area hiburan Citylink Bandung, dan Ruang Laktasi di sarana transportasi Kereta Api Stasiun Bandung. Dalam ketiga tempat tersebut, kami menganalisis dan membahas apakah tempat-tempat tersebut masih dipakai/berfungsi dengan baik serta sesuaikah dengan standar Peraturan Menteri Kesehatan/Permenkes No.15 tahun 2013.3.1 Ruang Laktasi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

3.1.1 Analisis Ruangan Laktasi dan Penanggung Jawab RuanganRuang laktasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung berukuran 3x4 m2 dengan fasilitas tempat tidur untuk Ibu menyusui, kursi dan meja untuk petugas, lemari es, handscrub, foto tata cara mencuci tangan, poster tentang ASI, tempat sampah, pintu yang dikunci, lantai keramik. Dilihat dari Permenkes No.15 Tahun 2013 kriteria yang disebutkan diatas menurut Pasal 9 ayat 1 yaitu merupakan bagian dari tempat pelayanan kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat Sarana Umum dan ayat 3, penyediaan sarana dan prasarana Ruang ASI sesuai dengan standar minimal dan sesuai kebutuhan. Ruang laktasi disana jarang sekali digunakan, karena tulisan ruangan tersebut adalah ruang laktasi untuk orang awam mungkin mereka tidak mengetahui apa itu ruang laktasi sehingga para ibu jarang menggunakan ruangan tersebut. Pasal 10 Persyaratan kesehatan Ruang ASI paling sedikit meliputi tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup, lantai keramik/semen/karpet, memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi, lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan, penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan, kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60% dan tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan. Ruangan berada jauh dari kebisingan karena berada didalam, ruangan tersebut dikunci dan kuncinya disimpan ditempat khusus sehingga agak sedikit kesulitan untuk memasuki ruangan tersebut, disana juga tidak tersedia wastafel yang tersedia hanyalah handscrub serta tidak terdapat ventilasi.Untuk peralatan ruangan ditempat tersebut sudah sesuai dengan Pasal 11 ayat 1,2 dan 3 Peralatan Ruang ASI di Tempat Kerja sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai standar antara lain meliputi: lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI; gel pendingin (ice pack); tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag); dan sterilizer botol ASI, meja tulis, kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASImedia KIE tentang ASI dan inisiasi menyusui dini yang terdiri dari poster, foto, leaflet, booklet, dan buku konseling menyusui); tempat sampah dan penutup; tisu/lap tangan; bantal untuk menopang saat menyusui. Ditempat tersebut terdapat lemari pendingin yang bisa digunakan untuk menyimpan ASI serta berbagai macam poster mengenai ASI, tisu, bantal untuk menopang saat menyusui dan terdapat tempat sampah yang tertutup.

Dalam Pasal Pasal 13 (1) Setiap Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara Tempat Sarana Umum dapat menyediakan Tenaga Terlatih Pemberian ASI untuk memberikan konseling menyusui kepada pekerja/buruh di Ruang ASI. Tenaga terlatih pemberian ASI untuk memberikan konseling yang bekerja diruangan tersebut tidak ada karena ruangan tersebut jarang sekali digunakan oleh para ibu menyusui. Entah apakah ketidaktahuan fungsi dari tempat tersebut, karena kurangnya sosialisasi tentang ruang laktasi tersebut dan orang awam tidak mengetahuinya apa itu ruang laktasi serta ruang tersebut selalu tertutup dan terkunci, Jadi, kesimpulan yang kami dapat adalah ruangan menyusui di area Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung ini cukup sesuai dengan Permenkes No.15 Tahun 2013 tetapi ada salah satu kriteria yang tidak terpenuhi seperti peralatan pendukung yaitu wastafel meskipun disana tersedia handscrub tapi untuk orang awam mungkin tidak mengetahui cara pemakaiannya, dan tenaga perawat untuk memberikan konseling mengenai ASI pun tidak ada.Peran perawat sebagai pendidik (educator), peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan. Dalam hal ini perawat dapat melakukan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat). Perawat disini seharusnya memberikan konseling menyusui juga menyampaikan manfaat pemberian ASI Eksklusif antara lain berupa peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan produktivitas kerja, peningkatan rasa percaya diri ibu, keuntungan ekonomis dan higienis serta penundaan kehamilan. Tetapi disini peran perawat tersebut tidak ada karena diruangan tersebut tidak ada perawatnya dan ruangan tersebut pun jarang digunakan oleh masyarakat.3.2 Ruang Laktasi di sarana transportasi Kereta Api Stasiun Bandung

3.2.1 Analisis Ruangan Laktasi dan Penanggung Jawab RuanganRuang laktasi di Stasiun Bandung berukuran 6x6 m2 dengan fasilitas kursi untuk para Ibu menyusui, kursi dan meja untuk petugas, kipas angin, kursi roda, lemari, pintu yang dikunci tapi mudah untuk dibuka dan ditutup, satu jendela serta lantai keramik. Ruang laktasi ini menyatu dengan ruang pemeriksaan jika ada sesuatu hal yang terjadi atau kedaruratan seperti penumpang/petugas kereta sakit/kecelakaan. Dilihat dari Permenkes No.15 Tahun 2013 kriteria yang disebutkan diatas menurut Pasal 9 ayat 1 yaitu merupakan bagian dari tempat pelayanan kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat Sarana Umum dan ayat 3, penyediaan sarana dan prasarana Ruang ASI sesuai dengan standar minimal dan sesuai kebutuhan. Karena disana jarang sekali digunakan, bahkan bagi para ibu menyusui tetap saja menyusui ditempat/kursi tunggu. Pasal 10 Persyaratan kesehatan Ruang ASI paling sedikit meliputi tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup, lantai keramik/semen/karpet, memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi, lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan, penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan, kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60% dan tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan. Ruangan berada sedikit jauh dari kebisingan karena berada disamping, hanya saja tidak tersedia wastafel, dan walaupun terdapat pintu yang memakai kunci hanya sayang sekali pintu tersebut selalu di kunci.Untuk peralatan ruangan, kami tidak menemukan ditempat tersebut yang sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 dan 2. Hanya saja kami menemukan peralatan pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 3 antara lain meliputi: meja tulis, kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI. Dalam Pasal 15 (1) Setiap Ruang ASI harus memiliki penanggung jawab yang dapat merangkap sebagai konselor menyusui. (2) Penanggung jawab Ruang ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara Tempat Sarana Umum. Penanggung jawab yang bekerja diruangan tersebut kadang kala tidak ada karena ruangan tersebut jarang sekali digunakan oleh para ibu menyusui. Entah apakah ketidaktahuan letak tempat, karena tempat tersebut selalu tertutup, bahkan kurangnya sosialisasi tentang adanya ruang menyusui ditempat tersebut.Seharusnya kita sebagai perawat yang memiliki peran tertentu di masyarakat seperti sudah dijelaskan pada bab II, salah satunya sebagai edukator. Kita dapat memberi pengetahuan kepada penyedia pelayanan tersebut bagaimana standar ruangan dan alat yang harus ada sesuai dengan PERMENKES No. 15 tahun 2013. Minimal dalam peralatan pendukung seperti adanya tisu, dan tempat sampah. Selain kepada penyadia pelayanan tersebut kita mampu mengkoordinasi apa saja yang harus ada, seperti adanya penanggungjawab ruangan tersebut yang merangkap menjadi konselor yang mengetahu pengetahuan yang cukup mengenai penatalaksanaan pemberian ASI. Jadi, kesimpulan yang kami dapat adalah ruangan menyusui di area umum Stasiun Bandung ini kurang sesuai Permenkes No.15 Tahun 2013 sebab ada salah satu kriteria yang tidak terpenuhi seperti peralatan yang harus ada, peralatan pendukung seperti wastafel, dan penanggung jawab yang jelas tugasnya. Dan sebagai perawat mampu mendorong agar penyedia layanan tersebut dapat mendukung pemberian ASI eksklusif.3.3 Ruang Laktasi di Area Tempat Umum: Citylink

3.3.1 Analisis Ruangan Laktasi dan Penanggung Jawab RuanganRuang laktasi di Mall Festival Citylink berukuran 23 m2 dengan fasilitas kursi untuk Ibu menyusui, meja untuk menaruh barang bawaan, tempat sampah untuk membuang bekas tisue, wastafel untuk mencuci tangan, lampu untuk menerangi ruangan,pintu yang mudah untuk dibuka dan ditutup,serta lantai keramik. Ruang laktasi ini berada disamping toilet dan tempat wudhu yang berada dilantai 4 mall. Dilihat dari Permenkes No.15 Tahun 2013 kriteria yang disebutkan diatas menurut Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2 yaitu penyediaan ruang ASI di tempat umum dan standar untuk r, penyediaan sarana dan prasarana Ruang ASI sesuai dengan standar minimal dan sesuai kebutuhan. . Pasal 12 Persyaratan kesehatan Ruang ASI paling sedikit meliputi tersedianya ruangan khusus sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangya meliputi kursi dan meja, wastafel, dan sabun cuci tangan. Ruangan berada sedikit jauh dari kebisingan karena berada dilantai paling atas dekat mushola, hanya saja tidak tersedia sabun untuk mencuci tangan.Seharusnya kita sebagai perawat yang memiliki peran tertentu di masyarakat seperti yang sudah dijelaskan pada bab II, salah satunya sebagai edukator. Kita dapat memberikan pengetahuan kepada pengelola pelayanan tersebut bagaimana standar ruangan yang sesuai dengan PERMENKES NO.15 Tahun 2013. Karena sarana yang tersedia belum memenuhi standar yaitu tidak tersedianya sabun untuk mencuci tangan yang digunakan mencuci tangan sebelum ibu menyusui atatelahnyaupun se. Karena mencuci tangan merupakan hal yang perlu atau wajib dilakukan sebelum ibu menyusui agar membersihkan tangan dari kuman atau sebagai antiseptic. Dan peran perawat sebanggai koordinator yang befungsi sebagai mengarahkan kepada pengelola pelayanan untuk meyediakan penanggung jawab ruangan atau tenaga kesehatan yang mempunyai peran sebagai konselor mengenai pemberian asi.Jadi, kesimpulan yang kami dapat adalah ruangan menyusui di Sarana umum Stasiun Mall festival Citylink ini kurang sesuai Permenkes No.15 Tahun 2013 sebab ada salah satu kriteria yang tidak terpenuhi seperti peralatan yang harus ada, peralatan pendukung seperti sabun cuci tangan. .

BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanPeran perawat menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advocator, koordinator, edukator, kolaborator, konsultan, dan pembaharu. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Peran advokator dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Peran edukator dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Peran koordinator dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.Peran perawat untuk kolaborasi dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. Peran konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan Sesuai dengan Permenkes No.15 Tahun 2013 Pasal 13. Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.Sesuai dengan analisa lapangan dapat disimpulkan ketidaksesuaian di lapangan terhadap Permenkes No.15 2013 di dominasi dengan ketidaktersedianya alat-alat perlengkapan seperti sabun cuci tangan, dan poster-poster mengenai pemberian ASI eksklusif, tidak hanya itu ketersediaan penanggung jawab ruangan yang merangkap sebagai konselor para ibu menjadi fokus perhatian. Oleh karena itu, hal-hal yang harus diperhatikan oleh perawat dalam memerani perannya terhadap penyedia fasilitas ruangan ASI tersebut sebagai edukator, koordinasi, dan care giver.4.2 RekomendasiSetelah dilakukan analisis mengenai peran perawat dalam Permenkes No. 15 Tahun 2013 diharapkan adanya perubahan minimal penyediaan alat yang sesuai standar. Agar terciptanya pengaplikasian pemberian ASI eksklusif bagi para ibu terhadap anaknya. Tanpa disadari penyedia pelayanan tersebut mendukung program pemerintah dalam ASI eksklusif.

DAFTAR PUSTAKAHidayat A. Aziz Alimul. 2009.Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba MedikaJumadi, La Ode. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGCAli, Zaidin. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.Asmadi. 2008.Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGCMenteri Kesehatan. 2013.Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu. Jakarta: Departemen KesehatanHamid, A. 2000. Kedudukan dan Peran Perhimpunan Profesi Keperawatan dalm Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Ners di Masa Depan dan Era Kesejagatan. Seminar, Jakarta

17