Upload
dernus-nugarir-komba
View
260
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Crush injury berasal dari bahasa Inggris Crush “ hancur” dan Injuri “ luka” , yang
definisikan sebagai Luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan lain yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa
kulit, kerusakan pembulu darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi penghubung
anatara tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang.
Menurut U.S Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ( 2009) , lokasi yang
sering terjadi crush injuri meliputu ; extremitas inferior 74%, extremitas superior 10%, serta
organ lain 10%.
Penyebab crush injury biasanya tertimpa object berat/lebar, motor
(kecelakaan lalulintas) , kecelakaan industrial, atau sarana (angkut) jalan kereta api yang
menggulung di atas kaki, dan crush injury dari peralatan industri.
1
I.2. Landasan Teori
I.2.1. Anatomi dan Fisiologi REGIO Cruris
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada
tungkai bawah. Ia mempunyai kondilus besar tempat
berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya terbungkus
kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur.
Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang
femur pada sendi lutut. Bagian distal berbentuk agak
pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada tepi
luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung medial terdapat maleolus medialis.
Tulang fibula merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak
berartikulasi dengan tulang femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada ujung distalnya terdapat
maleolus lateralis.
2
Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya berfungsi
menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan
tubuh pada saat berdiri.
Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan tempat deposit
mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang adalah sebagai berikut, yaitu :
a.. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak melindungi otak )
Untuk pergerakan ( otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak.
Merupakan gudang untuk menyimpan mineral ( contoh, kalsium )
Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang )
Vaskularisasi
regio crurys oleh a. Tibialis
3
anterior dan posterior cabang dari arteri besar poplitea. Dan vena saphena magna dan sapena
parva serta vena poplitea dengan caban- cabangnya.
Persarafan di regio cruris oleh n.tibialis anterior dan n. peroneus menginervasi
otot extensor dan abductor serta n. tibialis posterior n.poplitea menginervasi fleksor dan otot
tricep surae.
Gb
r. N. Tibialisposterior
Struktur Otot Bagian posterior region crurys superficial terdiri dari ; lapisan ;
m.Gastrocnemius, tendon dan muskulus plantaris, muskulus soleus, lapisan posterior paling
dalam muskulus flexor digitorum longus, bagian lateral muskulus peroneus longus dan muskulus
brevis, bagian anterior lagi ; muskulus tibialis anterior, muskulus extensor digitorum longus dan
muskulus brevis. Dari masing- masing otot memiliki tendon dibagian origo dan insertionya.
I.1.2. Crush Injuri
Didefinsikan sebagai luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan lain
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa
kulit, kerusakan pembulu darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi penghubung
anatara tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang. Crush injuri lebih sering
mengenai anggota gerak dibanding anggota tubuh yang lain.
I.1.2.1. Patofisiologi
Pada crush injuri kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat mempermudah
masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka sehingga sangat penting pada ada anamnesis
4
dapat diketahui mengenai mekanisnisme trauma dan lokasi kejadian, agar dapat mengetahui
risiko terjadinya infeksi.
Kerusakan pembulu darah dapat oleh kekuatan crush injuri mengakibatkan
hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot dapat bertahan selama 4 jam tanpa aliran darah
( warm ischemia time) masuk dalam sel otot, kemudian sel-sel otot akan mati. Selanjutnya
kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan pembulu darah akan mengakibatkan cairan
intravaskuler akan terakumulasi ke jaringan yang ciderah. Hal ini dapat dapat menyebabkan
hipovelemia yang signifikan sehinnga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta kehilangan
ion calcium (Ca+) berpotensi terjadinya hipokalsemia.
Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek neurologis yang
signfikan pada sebelah distal region cruris, sebab cabang n.Tibialis dapat menginervasi regio
pedis.
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluh darah pada kortek, sum-
sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi dari
ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya. Hematoma
terbentuk pada kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum.
Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi,
eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada
periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sum-sum tulang terutama pada
tulang panjang, sum-sum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan
mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak ( Fat emboly). Apabila
emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli lebih besar
dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang
5
mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai
organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak Juga dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan
terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah
yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan fungsi syaraf, yang ditandai
dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila perubahan susunan tulang dalam
keadaan stabil atau benturan akan lebih mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat
dikembalikan sesuai dengan anatominya.
Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan berkembang
timbul tanda- tanda dari crush syndrome yang mana akibat kerusakan sel-sel otot sebagai akibat
dari crush injuri. Crush syndrome ditandai dengan adanya gangguan sistemik.
I.1.2.2. Gejala dan Tanda
Tergantung keparahan crush injuri, gejala jelas berbedah. Pada trauma yang ringan
dapat ditandai dengan adanya luka robek, nyeri terlokasir dan ringan. Namun pada tarauma
crush injury yang berat dapat terlihat kerusakan hebat dibawa kulit lokasi lesi, dan sering
dijumpai kerusakan hebat terhadap kulit, jaringan lunak , fascia, saraf, pembulu darah, tulang
serta tendon dan organ lainnya. Beberapa tanda yang mungkin dan sering timbul yaitu; klinis
pada kulit munkin hampir sama dengan trauma bukan crush injuri, bengkak daerah trauma,
paralisis ( jika mengenai vertebra), parestesi , nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi trauma,
mioglobinuri yang mana warna urine menjadi merah gelap atau coklat.
I.1.2.3. Kelainan Mertabolik
6
Hipokalsemia sistemik; akibat kalsium masuk kedalam sel otot melalui membrane yang
bocor,
Hiperkalemia ; kaliun dilepaskan oleh sel otot iskemik ke sirkulasi sistemik
Asidosis metabolic ; akibat pelepasan asam laktat dari sel otot iskemik ke sirkulasi
sistemik
Ketidakseimbangan Kalsium dan kalium menyebabkan aritmia jantung memperburuk
konsisi penderita ( cardiac arrest ) dan asodosis metabolic memperburuk kondisi pasien.
I.1.2.4. Etiologi
Penyebab utama dari crush injuri adalah banyak factor antara lain ; tertindis objek
berat, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja pada Industri, kecelakaan kerja lain yang
menyebabkan luka hancur yang serius.
I.1.2.5. Komplikasi
Hypotensi
Crush Syndrome
Renal failure
Kompartmen Syndrome
Cardiac Arrest
I.1.2.6. Penatalaksanaan.
Pada crush injuri , perlu adanya penanganan yang sergera , kareana lebih dari 6-8 jam
setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik akan menyebabkan kondisi pasien
7
semakin memburuk dan terjadi banyak komplikasi lain yang dapat memperberat kondisi pasien
dan penanganan selanjutnya menjadi semakain sulit.
Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu dengan prinsip
prmary surface ( ABC) terutama mempertahankan atau mengurangi perdarahan dengan cara
debat tekan sebentara dilarikan ke rumah sakit.
Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS. Pemberian oksigen
(O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta terutama organ-organ vital. Kemudian
dilanjutkan dengan terapi cairan, terapi cairan awal harus diarahkan pada mengoreksi
tachycardia atau hypotension dengan memperluas volume cairan tubuh dengan cepat dengan
menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur dan kemudian dilanjutkan
perlahan ± 1-1.5 L/jakm .( Barbera& Macintyre, 1996; Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004;
Malinoski et Al., 2004; Stewart, 2005).
Anjuran therapy akhir –akhir ini pemberian cairan mencapai keberhasilan produksi urin
300- 400 mL/jam, dalam hal ini penting dipasang folley bcateter guna menghitung balance cairan
masuk dan cairan keluar ( Malinoski et Al., 2004). Volume agresif ini dapat mencegah kematian
yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian, dimana dapat memperbaiki perfusi jaringan
yang iskemik sebagai akibat crush injury.
Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan crush sindrom. Ini akan
mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering timbul. Ini adalah salah satu
langkah pertama dalam mengobati hiperkalemia. Hal ini juga akan meningkatkan pH urin,
sehingga menurunkan jumlah mioglobin mengendap di ginjal. Disarankan bahwa 50 sampai 100
mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat keparahan.
8
Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan untuk membalikkan
hiperkalemia, tergantung pada cedera yang mengancam , biasanya diberikan ;
Insulin dan glukosa.
Kalsium - intravena untuk mengancam jiwa disritmia.
Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll
Kalium-mengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene (Kayexalate).
Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal acute ( AKI)
Pemberian Manitol intravena memiliki tindakan yang menguntungkan beberapa korban
crush syndrome guna melindungi ginjal, meningkatkan volume cairan ekstraselular, dan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain itu, intravena manitol selama 40 menit berhasil
mengobati sindrom kompartemen, dengan menghilangkan gejala dan pengurangan
pembengkakan ( edema).
Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram / kgor ditambahkan ke cairan intravena pada
pasien sebagai infuse lanjutan. Dosis maksimum adalah 200 gm / d, dosis yang lebih tinggi dari
ini dapat merusak fungsi ginjal. Mannitol boleh diberikan hanya setelah aliran urin baik yang
dikoreksi dengan cairan IV lain sebelumnya.
Luka harus dibersihkan, debridement, dan ditutup dengan dressing steril dengan kain
kasa. Lokasi ciderah diangkat lebih tinggi dari posisi jantung akan membantu untuk membatasi
edema dan mempertahankan perfusi. Antibiotik intravena sering digunakan guna mencegah
infeksi, obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang sesuai.
Torniket yang kontroversial perlu jika perdarahan aktif , namun biasanya jarang digunakan.
Amputasi di lapangan atau tempat kejadian harus digunakan hanya sebagai upaya
terakhir. Ini mungkin yang sesuai penyelamatan strategi untuk pasien yang hidupnya berada
dalam bahaya langsung dari yang lain runtuh atau bahan berbahaya dan yang tidak dapat
melepaskan diri dengan cara lain. Ini adalah bidang yang sulit prosedur yang sangat
meningkatkan risiko pasien infeksi dan perdarahan. Amputasi dirumah sakit harus dilakukan
oleh dokter ahli yang berkompeten berdasarkan keahlian.
9
Pada amputasi bawa lutut dapat dilakukan jika ada kerusakan yang sulit untuk dipertahan
lagi fungsi komponen yang terdapat pada daerah bawa lutut ( under of knee) yang melibatkan
kerusakan kulit , soft tissue, otot, vaskularisasi, persarafan, tendon, fascia serta tulang. Sehingga
amputasi pada daerah bawah lutut dapat dilakukan dengan cara mempertahankan otot dan
komponen lainnya serta kondilus tulang paha, namun pada kasus crush injury ( Regio cruris)
yang kerusakannya mencapai tulang patella, dapat dilakukan tindakan amputasi daerah diatas
lutut (Amputation above the knee).Pastikan tindakan ini membantu pasien untuk berlatih
seketika setelah pemotongan, agar supaya memperkuat: otot adductor sisa, mencegah
prosthesis gerakkan keluar ketika ia berjalan, dan otot extensors, sebab kedua fungsi otot ini akan
melebarkan pinggulnya dan prosthesis, yang mana untuk membentuk lututnya dan juga harus
belajar untuk menyeimbangkan pinggulnya sebagai ganti otot yang diamputasi. Tujuan operasi
amputasi bawah lutut adalah untuk menghasilkan sebuah alat gerak yang padat, berbentuk
silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif dengan tulang yang cukup baik ditutupi oleh otot
dan jaringan subkutan yang sesuai dengan panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh
jaringan kulit, subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat.
Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang mahir mengenai anatomi dan fisiologi
pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan oleh ahli orthopedic.
10
Adapun indikasi yang sangat penting diketahui yaitu :
(1) Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam
jiwa (perdarahan dan infeksi). Sangat mengancam nyawa bila dibiarkan, misalnya pada
crush injury, sepsis yang berat, dan adanya tumor ganas.
(2) Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secaramaksimal),
seperti pada kelainan kongenital dan keganasan. Anggota gerak tidak berfungsi sama
sekali, sensibilitas anggota gerak hilang sama sekali, adanya nyeri yang hebat,
11
malformasi hebat atau ostemielitis yang disertai dengan kerusakan tulang hebat. Serta
kematian jaringan baik akibat diabetes miletus(DM), penyakit vaskuler, setelah suatu
trauma, dapat di indikasikan amputasi.
(3) Menurut Gustilo
12
BAB II
LAPORAN KASUS BEDAH
STATUS PENDERITA
A. Identitas
Nama : Tn. P.I
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 20 Tahun
Status : Belum Menikah
Alamat : Lereh
Agama : Kristen Protestan
Suku : Papua
Pekerjaan : Buru ( Tukang Sensor Kayu)
MRS : 28 November 2012
B. Anamnesis (tangga 17 Juni 2011)
1. Keluhan utama : Dirujuk dari PUSKESMAS Taja dengan Betis kaki kiri hancur
ercabik- cabik , berdarah tak berhenti, dan tulang ikut hancur.
2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Pasien datang dirujuk dari PUSKESMAS Taja dengan keluhan Betis kaki kiri hancur
tercabik- cabik , berdarah tidah berhenti serta otot, sendi-sendi dan tulang terlihat ikut
hancur setelah tertimpa Potongan kayu, yang beratnya ± 1000 kg dari ketinggian ± 7 m
di hutan. Awalnya pasien menebang pohon dengan sensor dan tebangannya tidak sampai
terjatuh ke tanah, namun ujung pohon ini terkait dengan pohon lain di sekitarnya dan
kearah bukit. Kemudian, pasien menjauh dari pohon tersebut dan duduk mengasah mata
rantai sensor, saat tengah sibuk, pasien tak sadar kalau pohon yg ditebangnya jatuh
kearahnya, hingga pohon tersebut menimpah betis kaki kiri dari pasien. Saat itu pasien
sempat pusing namun sesaat, berdarah banyak, kaki kiri sudah tidak dapat digerakkan
13
lagi, otot dan tulang hancur tercabik- cabik, sehingga pasien mengikat daerah lututnya
dgn bajunya dan mencari pertolongan menempuh jarak ± 10-15 m dengan cara berjalan
mundur dengan pantat serta kedua tangannya sebagai tumpuan. Akhirnya dibantu oleh
rekannya ke Puskemas Taja, ± 2 jam setelah kejadian. Disana sempat ditangani dengan
dengan mengikat daerah lutut dengan kain ( tourniquet), memasang infuse dua jalur
( tangan kiri dan kanan), dan diguyur cairan Widahes dan Ringer lakatat masing- masing
dihabiskan kemudian diganti dengan cairan yang sama, serta dimasukan obat suntik
untuk mengurangi sakit, mengurangi perdarahan serta mencegah kuman, namun karena
peralatan dan sarana tidak mendukung serta belum ada perubahan, sehinnga pasien
dirujuk Ke RSUD Yowari, dilanjutkan ke RSU Jayapura , ± 4 jam setelah kejadian,
untuk ditindaklanjutkan pengobatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami sakit serupa,
Riwayat operasi sebelumnya, belum pernah dialami oleh pasien / disangkal
Riwayat sakit paru- paru disangkal pasien,
4. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan konsumsi alkohol dan pemakaian narkoba dan merokok disangkal
pasien,
5. Riwayat sosial
Pasien adalah anak ketiga dari 4 orang saudaranya, tinggal bersama ke dua
orangtuanya, pasien merupakan pekerja keras, kesehariannya bekerja sebagai
buruh kasar ( tukang sensor ) dihutan. Selain itu pasien juga seringkali
membantu pekerjaan sehari-hari dirumah. Pasien bergaul baik dengan keluarga,
sahabat- sahabatnya, serta sesamanya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
Keadan Umum : Tampak Kesakitan dan Pucat
Kesadaran : Alert ( GCS : 15)
TD : 100/ 70 mmHg
14
RR : 20 x/menit
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,5 C
Kepala dan Leher : Conjutiva anemis (+/+), Sklera ikterik(-/-), Pembesaran
KGB leher (-),
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia eksterna : dalam batas normal
Ekstermitas atas : akral hangat, edema (-/-)
Ekstermita bawah : dextra akral hangat, edema (-),sinistra ,akral dingin
trauma (+), edema (-)
2. Status lokalis
Regio Cruris Sinistra :
Foto klinis ( tgl 28/11/2012) setelah tiba
di IGD RSU Dok II Jayapura.
Look : Luka hancur terbuka dengan ; Skin lost (+), muscle exposed (+), fascia
exposed(+), tendon exposed (+), bone exposed (+), kerusakan nervus dan
pembulu darah (+), aktiv bleeding (+).
Feel : Nyeri (+), pusing (+), anastesia distal R.cruris dan R. Pedis (+), pulsasi arteri
dorsalis pedis(-).
Movement : Limitasi gerak (+).
15
Primery Survey :
Airway : bebas,
Breathing : diberikan O2 2-3n LPM
Circulation : TD : 100/70; N : 83 xPM, Refiil Time > 2detik, jantung dalam batas
normal.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin ( I ) CITO (28 Nov 2012 ; )
Hemoglobin : 6,9 gram/dl
Lekosit : 10,96 /mm3
Hematokrit : 21,3 %
Trombosit : 139.000 /mm3
DDR : Negatif
Cross cek Golongan darah : - O-
Pemeriksaan Darah Rutin ( II ) (28 Nov 2012 ; )
Hemoglobin : 7,4 gram/dl
Lekosit : 10,900 /mm3
Hematokrit : 21,3 %
Trombosit : 155.000 /mm3
CT : ” 3.00”
BT : ”8, 00”
E. Resume
Pasien laki- laki, umur 20 tahun, dengan keluhan utama ; dengan Betis kaki kiri hancur
tercabik- cabik , berdarah tak berhenti, serta komponen disekitarnya ikut hancur; kulit, otot,
fascia, pembulu darah, saraf, tendon serta limb, dirujuk dari PUSKESMAS Taja, karena
16
terimpa dengan potongan dengan berat ± 1000 kg, dari ketinggian ± 7 m, perdarahan aktif
(+) walaupun sudah di tangani. Dari periksaan fisik status lokalis : Regio Cruris sinistra ;
luka hancur tecabi- cabik terbuka dengan perdarahan aktif, Skin lost (+), muscle exposed
(+), fascia exposed(+), tendon exposed (+), bone exposed (+), kerusakan nervus dan
pembulu darah (+), aktive bleeding (+) serta Nyeri (+), pusing (+), anastesia distal R.cruris
dan R. Pedis (+) sinistra, pulsasi arteri dorsalis pedis(-) dan adanya limitasi gerak lokasi
trauma..
F. Daftar masalah :
Perdarahan aktif
Anemia
Kerusakan struktur dan fungsi , komponen di regio cruris
Syok
G. Diagnosis Banding
Crush syndrome
H. Diagnosis Kerja
Crush Injury Regio Cruris Sinistra e.c. Trauma berat Benda Tumpul.
I. Penatalaksanaan
Infus RL + NaCl 1000 cc Guyur maintenens
Inj Ceftriaxon 1 g (iv)
Inj Asam traksenamat 3x 1 ampul
Inj Ketorolac 1 Amp
Inj Ranitin 1 Amp
Anti Tetanus Serum 1 ampul
Transfusi PRC 200 cc
Debat tekan
Konsul Sp.OT Instruksi : terapi lanjut, pro debridemen + amputasi Cito jam 08.00 ( tgl
29 Nov 2012 ) persiapan :
Konsul Sp.An pre operasi : Cek DL, CT/BT, Informed consent, transfusi Hb target ≥ 10
%, siapkan PRC 4 bag. Pasien puasakan dan lapor kamar operasi.
17
Laporan operasi (dokter ahli dr.J.A, Sp.OT , TGL 29 Nov 2012, jam 08.00 WIT-
09:15 WIT)
1. Pasien dalam posisi supine dalam pengaruh SAB
2. Dilakukan aseptik dan antiseptik dengan prosedur drapping
3. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
4. Dilakukan debridemen + disartikulasi setinggi level lutut kiri – ligasi arteri poplitea,
5. Jahit tobacco sach – rawat luka terbuka
6. Operasi selesai.
7. Instruksi post operasi : Injeksi antibiotik, analgetik, Rawat luka, cek Hb post Operesi.
Diagnosa Pre operasi : Crush Injury With Dead Limb Cruris Sinistra.
Diagnosa Post operasi : Sesuai .
Foto : Post disartikulasi setinggi knee joint + debridement. ( 29 Nov. 2012)
Follow Up ( Tgl 30 November 2012 – 09 Desember 2012)
Hari/ Tgl S O A P
30/11/2012 Sakit di ujung
kaki kiri,
bekas operasi
(+).
Ku : TSS Kes: Alert
TD: 110/70 mmHg
N: 86x/mnt
RR: 20x/mnt
Crush injury
regio crurys
sinistrs, post
artikulasi
setinggi Knee
IVFD RL/ 8jam
Ceftrixan 2x 1 G (iv)
Ketorolac 3x1 ampul
Ranitidin 2x 1 ampl
18
T : 36,70C
STATUS LOKALIS :
Terbalut Elastik. Verban,
Nyeri(+),Ggerakan
Terbatas.
joint (HP : I) Wound care
Cek Hb.post operasi
(8, 4 g/dl )
01/12/2012 Sakit di
ujung kaki
kiri, bekas
operasi (+).
Ku : TSS Kes: Alert
TD: 110/80 mmHg
N: 82x/mnt
RR: 22x/mnt
T : 36,30C
STATUS LOKALIS :
Terbalut Elastik. Verban,
Nyeri(+),Gerakan
Terbatas.
Crush injury
regio crurys
sinistrs, post
artikulasi
setinggi Knee
joint (HP : II)
IVFD RL/ 8jam
Ceftrixan 2x 1 G (iv)
Ketorolac 3x1 ampul
Ranitidin 2x 1 ampl
Wound care
02-07/12/2012 Sakit di ujung
kaki kiri,
bekas operasi
(+). Luka
basa.
Ku : TSS Kes: Alert
TD: 110/80 mmHg
N: 82x/mnt
RR: 20x/mnt
T : 36,90C
STATUS LOKALIS :
Terbalut Elastik. Verban,
Nyeri(+),Gerakan
Terbatas.
Crush injury
regio crurys
sinistrs, post
artikulasi
setinggi Knee
joint (HP : III-
IX)
IVFD RL/ 8jam
Ceftrixan 2x 1 G (iv)
Ketorolac 3x1 ampul
Ranitidin 2x 1 ampl
Wound care
CEK LAB : DL,
CT/BT
PRO S
08/12/2012 Sakit di ujung
kaki kiri,
bekas operasi
(+).Luka basa.
Ku : TSS Kes: Alert
TD: 100/70 mmHg
N: 80x/mnt
RR: 20x/mnt
T : 36,10C
STATUS LOKALIS :
Terbalut Elastik. Verban,
Crush injury
regio crurys
sinistrs, post
artikulasi
setinggi Knee
joint (HP : X)
IVFD RL/ 8jam
Ceftrixan 2x 1 G (iv)
Ketorolac 3x1 ampul
Ranitidin 2x 1 ampl
Wound care
Consul: Sp.An :
Adviced : Siapkan
19
Nyeri(+),Gerakan
Terbatas.
pasien, darah (PRC)
2 Bag, Puasakan.
09/12/2012 Siap preop :
Tanggal 10/12/2012
Laporan operasi (dokter ahli dr.R.T, Sp.OT , TGL 10 Desember 2012, jam 10.00
WIT-11: 20 WIT)
1. Pasien dalam posisi supine dalam pengaruh SAB
2. Dilakukan aseptik dan antiseptik dengan prosedur drapping
3. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
4. Dilakukan disartikulasi pada fosa poplitea,
5. Cuci luka dgn H2O2 , hentikan perdarahan
6. Jahit luka lapis demi lapis
7. Operasi selesai
8. Instruksi post operasi : Observasi Vital sign, Injeksi antibiotik, analgetik, Rawat
luka, cek Hb post Operesi.
Diagnosa Pre operasi : Crush Injury post open amputasi
Diagnosa Post operasi : Sesuai .
Jaringan yang di eksisi : Amputasi
Transfemur sinistra.
Foto : Rontgen post Amputasi Transfemur
sinistra (Tgl 11 Desember 2012)
FOLLOW UP ( tgl 11- 12)
20
S. sakit bekas operasi (+↓)
O . Ku : TSS, Kes : Alert, TD : 11O/80mmHg, N ; 78x/mnt, RR; 28x/mnt, T ; 36,80C.
Status Lokalist : R. Femoris sinistra : terbalut elastis verban, terjahit simpul sederhana, darah (-),
nyeri (↓), dapat digerakan.
A . POST AMPUTASI TRANSFEMUR SINISTRA. ( HP II)
P.
aff infus
terapi oral ( antibiotik, analgetik, vitamin )
tongkat Axiler sepasang
Edukasi kontrol polik Bedah
Pasien Rawat Jalan
21
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus pasien bedah Crush injuri tersebut diatas , dapat diketahui bahwa ; pasien
laki- laki dewasa muda, yang sehari- hari dapat bekerja sebagai buru kasar yang memiliki risiko
cukup tinggi terjadi kecelakaan kerja.
Berdasarkan Anamnesis : pasien ini mengalami trauma hebat dan mengalami kerusakan
jaringan serta mengalami perdarahan hebat karena tempat kejadian serta pertlongan pertama
tidak dapat dilakukan dengan baik karena saat kejadian pasien saat itu sendirian dan berat beban
serta jarak bendah yang menimpah pasien. Dan setelah sesaat terjadi trauma, pasien tidak dapat
merasakan lagi ada ujung kaki sebelah bawa, artinya sudah terjadi kerusakan fungsi motorik.
Pada pasien ini sempat dilakukan pertolongan pertama di puskesmas setempat, dengan ini dapat
diketahui bawa penanganan pertama untuk mencegah terjadinya syok karena kehilangan darah
sudah dapat dilakukan , walaupun belum maksimal serta memasang tourniquet diata lutut pasien
guna mencegah perdarahan yang lebih hebat. Dalam perjalanan menuju RSU Jayapura, pasien
tidak mengalami kondisi klinis yang membahayakan pasien, hal ini dapat diketahui bahawa
tanda dan gejala yang mengarah ke komplikasi lain seperti Crush syndrome mungkin tak dapat
terjadi.
Setelah pasien tibah di IGD RSU Jayapura pasien lansung ditangani dengan prinsip
pasien trauma ( prymeri survey), yakni manangani jalan nafas pada pasien ini jalan nafas bebas,
pernafasan baik namun diberikan O2, guana mencegah terjadinya hypoksia jaringan terutama
mencegah penurunan fungsi organ-organ vital. Tindakan penanganan ( ABC) dilakukan
bersamaan dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik .
Pada pemeriksaan fisik secara objektif dapat disimpulkan terjadinya crush injuri yang
hebat serta memungkinkan penangan segerah, karena dapat dijumpai terjadinya kerusakan kulit,
22
subkutis, otot dan tendon, pembulu darah, saraf serta tulang serta adanya mati rasa serta tidak
teraba nadi dorsalis pedis.
Pada pemeriksaan darah rutin dapat dijumpai kadar Hb 6,9 gr/dl, hal ini berarti pada
pasien terjadi anemia akibat kehilangan darah dari lokasi trauma serta kemungkinan akibat dari
gangguan produksi sel darah di tulang panjang yaitu tulang tibia yang telah hancur pada pada
pasien ini.
Pada penatalaksanaan awal dapat diberikan cairan intra vena berupa kristaloid guna
mencegah terjadinya komplikasi crush injury ( seperti gangguan pada ginjal, syok hipovolemik
dll.) serta mengembalikan cairan tubuh yang hilang berupa darah dan juga jalur untuk akses
terapi obat yang lain. Pada pasien ini dibrikan analgetik ( Ketorolak 1 ampl) guna mengurangi
rasa nyeri, antibiotic ( Ceftriaxon) yang mana antibiotic golongan cefalosforin generasi ke II
yang mana dapat bekerja sebagai anti bakteri spectrum luas guna mencegah terjadinya infeksi
lebih lanjut, anti emetic diberikan guna menekan asam lambung karena pasien dapat
direncanakan tindakan segerah sehingga harus puasa makan dan minum ( Ranitidin), anti
koagulan dapat diberikan guna dapat mengurangi perdarahan yang aktif, ( asam traksenamat 1
ampul) serta diberikan anti tetanus serum guna mencegah terjadinya infeksi sekunder .
Selanjut pada pasien ini dapat di transfuse sebanyak 400 cc guna mengoreksi kehilangan
darah serta persiapan untuk operasi segerah. Pasien ini kemudian diobservasi selama ± 10 jam,
dalamnya tidak dijumpai terjadinya komplikasi lain seperti tanda- tanda gangguan ginjal,
syndrome crush , syndrome compartment, gangguan jantung serta gangguan lainnnya.
Akhirnya pasien ini disiapkan untuk amputasi, berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, serta
pertimbangan kemungkinan pulih kembali trauma crush injury yang dialami pasien ini, yaitu;
adanya kerusakan yang hebat dan serta adanya luka terbuka yang mengancam terjadinya
komplikasi lain ( syndrome kompartmen, AKI, dan gangguan jantung), yang mempersulit
penanganan selanjutnya.
Selanjutnya dapat dilakukan amputasi tahap pertama dibawah lutut dan dirawat terbuka.
Hal ini dapat dilakukan karena ada kerusakan yang sulit untuk dipertahan lagi fungsi komponen
yang terdapat pada daerah bawa lutut ( under of knee) yang melibatkan kerusakan kulit , soft
tissue, otot, vaskularisasi, persarafan, tendon, fascia serta tulang. Sehingga amputasi pada daerah
23
bawah lutut dapat dilakukan dengan cara mempertahankan otot dan komponen lainnya serta
kondilus tulang paha.
Namun pada pasien ini terjadi kerusakan kulit otot, tendon serta komponen lainnya yang
berfungsi untuk menahan dan menutup ujung puntung pada amputasi bawa lutut, sehingga
dapat dilakukan operasi amputasi tahap berikutnya yakni transfemur diatas lutut 1/3 distal os
Femur (Amputation above the knee). Jadi amputasi ini dilakukan guna menutup ujung amputasi
atau puntung secara sempurna.
Lokasi amputasi dapat dilakukan di regio femoris 1/3 distal os Femur dengan
mempertahankan fungsi otot sisa, guna menjaga keseimbangan tubuh.
Adapaun indikasi amputasi yang terdapat pada pasien ini yaitu; adanya perdarahan yang
tak dapat dihentikan, luka terbuka mudah terjadi infeksi, adanya dead limb.
24
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari kasus “ Crush Injuri “ ini , dapat disimpulkan bahwa;
1. Crush injury adalah Luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan lain yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan lunak
dibawa kulit, kerusakan pembulu darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi
penghubung anatara tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang, yang
termasuk dalam kasus kegawat daruratan bedah ortopedi,
2. Dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain; tertindis objek berat, kecelakaan
lalulintas, kecelakaan kerja pada Industri, kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka
hancur yang serius.
3. Pada pasien Crush injury dapat dilakukan tindakan segera sesuai petunjuk ATLS, sebab
jika tiadak dilakukan tindakan pertolongan segerah, dapat mengakibatkan komplikasi
sistemik lain seperti; kompartemen syndrome, crush syndrome, gagal ginjal, gangguaan
fingsi jantung, komplikasi lainnya yang dapat memperberat kesehatan pasien.
4. Diagnosis pada pasien crush injury dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang segerah,
25
5. Pada pasien ini, tidak dapat dijumpai terjadinya komplikasi dari trauma yang dialami
( Crush injury)
6. Memerlukan tindakan segerah, guna mencegah terjadinjadinya komplikasi lain dari crush
injury.
DAFTAR PUSTAKA
1. James R. Dickson M. D., FACEP, Crush Injury
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp
2. Clifton Rd. “ Crush Injury and Crush Syndrome” Centers for Disease Control and
Prevention, Atlanta,USA 2009 ;
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp
3. Darren J. Malinoski, MD, Matthew S. Slater, MDc, Richard J. Mullins, MD “Crush
injury and rhabdomyolysis”Department of Surgery, Oregon Health & Science
University” D.J. Malinoski et al / Crit Care Clin 20 (2004) 171–192.
http:// www.thedenverclinic.com/services/mangled/extremity-trauma-home/35-news/50-
crush-injury-to-lower-legs.html
4. Edward J. Newton, MD“Acute Complications of Extremity Trauma” Department of Emergency Medicine, Keck School of Medicine, LACþUSC Medical Center, Building GNH 1011, 1200 North State Street, Los Angeles, CA 90033, USA. http://www.thedenverclinic.com/services/mangled/extremity-trauma-home/35-news/50-crush-injury-to-lower-legs.html
5. dr. Vitriana, Sprm “ Bagian Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Fk-Unpad / Rsup.Dr.Hasan Sadikin Fk-Ui / R supn Dr. Ciptomangunkusumo .2002
6. Mychael.B. Straut “ Lower Leg Amputation” http://search.mywebsearch.com/mywebsearch/redirect.jhtml?searchfor Leg+ Amputation+Surgery. Apload 08 Feb 2003; 21.30
26
Tinjauan KASUS
CRUSH INJURY REGIO CRURIS SINISTRA
Kepaniteraan Klinik Madya
27
OLEH
Dernus Komba
PEMBIMBING
Dr. ONLY ONE .T, Sp.OT
SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
RSU DOK II JAYAPURA
PAPUA
2013
Lembar Persetujuan
28
DARTAR ISI
I. Halaman Judul……………………………………………………………………………..i
II. Lembar persetujuan……………………………………………………………………… ii
III. Daftar isi ………………………………………………………………………………... iii
IV. BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang……………………………………………………………………...…1
I.2. Landasan Teori…………………………………………………………………..4
V. BAB III TINJAUAN KASUS
II.1. Identitas ………5
II.2. Anamanesis………………………………………………………………………….5
II.3. Pemeriksaan Fisik………………………………………………………………….5
II.4. Pemeriksaan Penunjang
II.5. Daftar Masalah…………………………………………………………………10
II.6. Resume……………………………………………………………………...…15
II.7. Diagnosis Banding. ……………………………………………………………….16
II.8. Diagnosis Kerja ……………………………
29
VI. BAB III PENUTUP
III.1. Kesimpulan………………………………………………………………………...18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..……………………..19
30