10
1. KEPALA BAYI TERTINGGAL DALAM RAHIM Kasus nyata malpraktik yang dilakukan oleh bidan di daerah Jawa Timur berhubungan dengan kesalahan bidan yang menolong persalinan sungsang dan tidak merujuk ke fasilitas kesehatan yang berhak untuk menangani kasus tersebut. Inilah kisah tragis bayi Nunuk Rahayu : Proses persalinan ibu yang tinggal di Batu, Malang ini sungguh tragis.Diduga karena kesalahan bidan, si bayi pun meninggal dalam keadaan tragis. Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi pada wanita mana saja. Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa saja terjadi. Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39 tahun) ini memang kelewat tragis. Ia melahirkan secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga melakukan kesalahan penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala masih tertinggal di rahim! Kejadian yang demikian tragis itu diceritakan Wiji Muhaimin (40), suami Nunuk. Sore itu Selasa, Nunuk mengeluh perutnya sakit sebagai tanda akan melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak ketiganya akan semakin melengkapi kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami, segera berkemas-kemas dan mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur. Sesampai di tempat bersalin, sekitar jam 15.00, Nunuk langsung diperiksa bidan untuk mengetahui keadaan kesehatan si bayi. “Menurut Bu Han (panggilan Tutik Handayani), kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Saya disuruh keluar karena persalinan akan dimulai,” kata Wiji saat ditemui, Jumat (11/8). Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukup lama. “Setiap pembantu Bu Han keluar ruang persalinan, saya selalu bertanya apakah anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu belum. Katanya, bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat perangsang sampai dua kali agar jabang bayi segera keluar,” papar Wiji. Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan salat magrib. Usai salat, lelaki berkumis lebat ini kembali ke bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han ke luar dari ruang persalinan dengan

BAB I.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I.docx

1. KEPALA BAYI TERTINGGAL DALAM RAHIM

Kasus nyata malpraktik yang dilakukan oleh bidan di daerah Jawa Timur berhubungan dengan kesalahan bidan yang menolong persalinan sungsang dan tidak merujuk ke fasilitas kesehatan yang berhak untuk menangani kasus tersebut. Inilah kisah tragis bayi Nunuk Rahayu :

Proses persalinan ibu yang tinggal di Batu, Malang ini sungguh tragis.Diduga karena kesalahan bidan, si bayi pun meninggal dalam keadaan tragis. Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi pada wanita mana saja. Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa saja terjadi. Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39 tahun) ini memang kelewat tragis. Ia melahirkan secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga melakukan kesalahan penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala masih tertinggal di rahim!

Kejadian yang demikian tragis itu diceritakan Wiji Muhaimin (40), suami Nunuk. Sore itu Selasa, Nunuk mengeluh perutnya sakit sebagai tanda akan melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak ketiganya akan semakin melengkapi kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami, segera berkemas-kemas dan mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur. Sesampai di tempat bersalin, sekitar jam 15.00, Nunuk langsung diperiksa bidan untuk mengetahui keadaan kesehatan si bayi. “Menurut Bu Han (panggilan Tutik Handayani), kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Saya disuruh keluar karena persalinan akan dimulai,” kata Wiji saat ditemui, Jumat (11/8). Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukup lama. “Setiap pembantu Bu Han keluar ruang persalinan, saya selalu bertanya apakah anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu belum. Katanya, bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat perangsang sampai dua kali agar jabang bayi segera keluar,” papar Wiji. Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan salat magrib. Usai salat, lelaki berkumis lebat ini kembali ke bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han ke luar dari ruang persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang sudah praktik sejak tahun 1972 itu berteriak minta tolong kepadanya. “Pak, tolong bantu saya!” teriaknya kepada Wiji.

Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan mainan anak-anak di sekolah-sekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji mengikuti bidan Han masuk ruang persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala bayi masih berada di dalam rahim. Di tengah kepanikan, bidan memintanya untuk menahan tubuh si bayi sedang kedua perawat bertugas menekan perut ke bawah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi istri Wiji antara sadar dan tidak. “Ia hanya bisa merinih kesakitan saja,” imbuh Wiji. Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik tubuh bayi agar segera keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh bayi agar tak menggantung. “Saya tak tega menarik tubuh anak saya. Apa jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya lakukan hanya terus istigfar,” tutur Wiji sambil mengisap rokoknya dalam-dalam. Kala itu, Wiji sudah tak sanggung membendung air matanya. Ia paham, anak bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena tubuh si bayi sudah lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega melihat penderitaan istrinya. “Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han.” Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati istrinya yang tengah

Page 2: BAB I.docx

kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus kemudian dia mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat mengeluh, “Aduh yok opo iki”. (aduh bagaimana ini). “Saya sudah tak berani melihat bagaimana bidan menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri saya,” ujar Wiji.

Beberapa saat kemudian, selintas Wiji melihat tubuh anaknya sudah diangkat dan ditempatkan di ranjang sebelah. Yang mengerikan, kepala si jabang bayi belum juga berhasil dikeluarkan. “Saya tak berani memandangi wajah anak saya. Pikiran saya sangat kalut,” urainya. Dengan nada setengah berteriak lantaran panik, bidan mengajak Wiji untuk membawa istrinya ke BKIA Islam Batu, untuk penanganan lebih lanjut. Beruntung ada mobil pick up yang siap jalan. Setiba di sana, istri Wiji segera ditangani. Dr. Sutrisno, SpOG, langsung melakukan tindakan untuk mengeluarakan kepala si bayi dari rahim istrinya. “Baru setelah itu, kepala disambung kembali dengan tubuh bayi,” urai Wiji. Si jabang bayi segera dimakamkan. Wiji pun memberi nama anaknya Ratna Ayu Manggali. “Nama itu memang permintaan istri saya sejak mengandung. Makanya, saya tetap memberinya nama, meski dia tak sempat hidup,” ujar Wiji. “Setelah melakukan rapat keluarga, kami sepakat untuk melaporkan kasus ini kepolisi,” kata Wiji yang selama wawancara ditemani Riyanto, sepupunya. Baik Wiji maupun Riyanto menyesalkan tindakan sang bidan. Sebab, kalau keadaan bayi sungsang, seharusnya sejak awal bidan merujuk ke dokter kandungan. “Waktu itu, Bu Han bilang sanggup menangani. Makanya saya mempercayakan persalinan istri saya kepadanya,” papar Wiji.

Selain itu, Riyanto melihat ada upaya untuk mengaburkan kasus ini dengan mengalihkan kesalahan kepada Wiji. “Misalnya saja pada saat bidan kesulitan mengeluarkan kepala bayi, bidan berusaha memanggil Wiji dan memintanya untuk menarik. “Untung saja Mas Wiji tidak mau melakukan. Coba kalau ditarik beneran lalu putus, pasti yang disalahkan oleh Bu Han adalah Mas Wiji,” urai Riyanto. Lelaki yang sehari-hari sebagai takmir masjid sekaligus tukang memandikan jenazah ini tak menampik bahwa bidan Han merupakan bidan senior di Batu. Ia sudah menangani ribuan persalinan, termasuk dua anak Wiji. “Namun dalam kasus ini, Bu Han tetap saja salah. Makanya saya tolak ajakan damai meski banyak pihak meminta. Ini adalah persoalan hukum, mari diselesaikan secara hukum,” tegas Riyanto.

Page 3: BAB I.docx

2. Malpraktek RS OMNI Internasional Akibatkan Bayi Menjadi Buta

Nama RS Omni Internasional lagi-lagi muncul ke permukaan, kali ini berkenaan dugaan malpraktek yang di lakukan oleh salah satu dokter RS ini, bernama dr A yang mengakibatkan 2 bayi kembar pasangan Juliana dan T Kurniadi, mengalami kebutaan. Dua bayi kembar yang malang ini bernama, Jared yang buta total dan Jayden mengalami cacat mata

Sebenarnya kasus malpraktek ini telah di laporkan hampir 1 tahun lalu kepihak kepolisian, namun kasusnya sempat fakum, bahkan pada tanggal 16 November 2009 kemarin kepolisian sempat mengeluarkan Surat Penghentian Pemeriksaan Perkara (SP3) karena di anggap kurang bukti. Sekarang bersama tim pengacara OC Kaligis pasangan Jualiana dan T Kurniadi kembali melayangkan gugatan kepada RS Omni. “Saya dan tim pengacara dari OC Kaligis akan melanjutkan dan terus berusaha melengkapi bukti, kami tidak akan mundur, saya akan perjuangkan keadilan untuk anak saya”, kata ibu dari kembar Jared dan Jaynet, Juliane di kantor pengacara OC. Kaligis, Jl. Majapahit, Jakarta Pusat (20/4/2010).

Kali ini pihak penggugat mengaku membawa bukti kuat, untuk menuntut pertanggung jawaban RS Omni dan meminta status hukum kedua putranya. Bukti-bukti yang telah mereka kantongi berupa hasil diagnosa dari dokter kompeten dari RS di Australia, bahwa anak mereka tidak seharusnya mengalami kebutaan karena lahir secara sempurna walaupun prematur. Penyebab kebutaan terjadi karena banyaknya oksigen saat kedua bayi mereka di rawat dalam incubator. “Saya sudah datang ke dokter yang kompeten dengan masalah kebutaan,selama sebulan mereka sudah melakukan diagnosa, hasilnya anak saya seharusnya tidak mengalami kebutaan, anak saya sempurna saat lahir”, katanya.

Diagnosa ini di dukung oleh sebuah rekaman yang diambil secara diam-diam oleh Jualiani saat ia melakukan dialog dengan dokter A. Dalam rekaman tersebut, dr A menyatakan bahwa kedua bayi mereka sempurna dan dapat melihat. dr A mengakui bahwa Jared dan Jayden tidak mengidap retinopathy of prematurity (ROP) saat lahir. Potensinya ada, tetapi dr A mengakui bahwa ROP itu hanya mungkin muncul karena kelalaian pada perawatan anak prematur setelah lahir. Di tambah lagi kenyataan bahwa kelalaian dr. Ferdi Limawa yang tidak membentuk tim dokter untuk menangani anak mereka yang lahir secara prematur, meskipun dari pihak Juliani, tidak punya masalah finansial. Mereka mengaku telah keluarkan biaya sebesar 125 juta rupiah

Sumber berita: Kompas dan DetikNews

Page 4: BAB I.docx

3. Lumpuh Setelah Disuntik

 

DIduga menjadi korban malpraktek, Rafael (3 tahun), warga Gang Bersatu, Jalan Budi Utomo Pontianak Utara mengalami lumpuh total dan buta setelah mendapat penanganan medis di Puskesmas, Kecamatan Batu Ampar, April 2007. Namun hal ini dibantah dokter yang menanganinya.Rafael tumbuh sebagai anak yang normal. Usianya saat itu 1,5 tahun, matanya berfungsi dan bisa berjalan selayak anak lain seusianya. Saat itu, Rafael demam panas, Lince neneknya mengantarkan di Puskesmas Batu Ampar.

Oleh dokter, cucunya itu disuntik. Tidak hanya sekali, menurut Lince, Rafael saat itu disuntik enam kali. “Kalau tidak salah, dokter tersebut menyuntiknya sampai enam kali selang beberapa jam,” ujarnya.Perawat yang membantu dokter menangani Rafael, lanjut Lince, sempat menanyakan apakah pasiennya perlu disuntik. “Waktu itu dokternya seperti ragu-ragu dan meneruskan menyuntik cucu saya,” kata dia. Bukannya membaik, kesehatan Rafael justru semakin memburuk. Badannya kejang-kejang dan panasnya semakin tinggi. Rafael langsung dirujuk ke RSUD Sudarso atas saran dokter yang menanganinya. “Katanya disuruh terapi di Sudarso,” ungkapnya.

Rafael diopname selama tiga bulan. Lengan dan pergelangan kakinya sampai saati ini masih membekas akibat jarum infus. Sejak saat itulah anak yang ditelantarkan bapak kandungnya itu lumpuh dan buta. Sampai sekarang, Rafael tidak hidup normal. Setiap badannya panas, sekujur tubuhnya kejang-kejang.Dokter yang merawat Rafael, Virhan Novinry membantah telah melakukan malpraktek. Apa yang dilakukannya sudah sesuai prosedur tetap standar pelayanan medik Ikatan Dokter Anak Indonesia. “Semuanya ada di dalam buku standar pelayanan medik Ikatan Dokter Anak Indonesia,” ujarnya.Virhan juga membantah telah menyuntik Rafael sebanyak enam kali. Diakuinya, saat itu Rafael disuntik sebanyak tiga kali. Setelah disuntik pertama, dirinya melakukan observasi medis selama lima menit. Karena masih kejang, dia kembali menyuntiknya, begitu kemudian hingga tiga kali. “Memang begitu prosedurnya. Kalau pasien kejang tidak boleh diberikan obat, dia harus disuntik,” ucapnya seraya

Page 5: BAB I.docx

menunjukan buku buku standar pelayanan medik Ikatan Dokter Anak Indonesia.Mengenai Rafael kejang setelah disuntik juga dibantah keras Virhan. Bersama nenek dan kakenya, Rafael dibawa ke Puskesmas pukul 05.00 wib. Setelah ditanya kepada neneknya, Virhan melanjutkan, Rafael sudah kejang sejak pukul 02 dini hari. “Saya ingat betul kejadiannya. Soalnya saya baru bertugas dua hari di sana. Datangnya jam lima pagi, namun, sudah kejang sejak jam dua malam,” paparnya. “Setalah itu saya sarankan untuk dibawa ke Sudarso,” tambahnya. (hen/fah)

4. Kasus Malpraktik di Bidang Orthopaedi

dr. Yusuf Alam Romadhon, seorang dokter umum di Solo, Jawa Tengah.

Kasa Tertinggal Berakibat Osteomyelitis

Mas Parjo datang ke Rumah Sakit Remen Waras karena fraktur di tulang femur. Dokter Ndang Sun Tiken SpB menangani kasus ini adalah dokter bedah satu-satunya di kota Sarwo Saras. Parjo dijadwalkan operasi, dengan melalui prosedur-prosedur rutin rumah sakit, informed concent telah ditanda tangani oleh Parjo sendiri. Parjo sangat sadar dengan apa yang ia tanda tangani. Sebelum mengoperasi Parjo pada jam 10.00, dr. Ndang Sun Tiken sudah melakukan tiga operasi elektif satu operasi cito. Malam harinya dr. Ndang Sun Tiken mengoperasi dua operasi cito. Operasi reposisi Parjo telah berhasil dengan baik, dari foto rontgen pasca operasi, pen telah menancap pada tempat yang benar, kelurusan tulang telah sesuai dengan yang diharapkan. Parjo setelah recovery dan perawatan di bangsal yang memadai akhirnya bisa dipulangkan. Belum ada seminggu, di tempat luka operasi, setiap saat selalu keluar nanah, hingga membuat pembalut luka selalu diganti.

Parjo bermaksud kontrol lagi ke Rumah Sakit Remen Waras, tetapi ia mendapati antrian begitu panjang, dan sudah menunggu mulai dari jam 8.00 hingga 11.00 dokter Ndang Sun Tiken tidak kunjung datang. Berkali-kali ia bertanya kepada perawat poliklinik, selalu saja jawabannya masih melakukan operasi. Karena tidak nyaman dengan apa yang dialaminya, serta tidak enak dengan pandangan-pandangan orang di sekitar yang tampaknya jijik melihat kondisi pahanya. Parjo dan keluarga memutuskan untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit Arto Wedi yang letaknya ratusan kilometer dari rumah tinggalnya. Masuk rumah sakit arto wedi, dengan biaya yang lebih tinggi, Parjo langsung diperiksa oleh dokter Hangabehi SpBO. FICS. Ahli ortopedi yang sudah terkenal hingga jauh di luar daerah. Oleh dokter Hangabehi, Parjo segera dilakukan prosedur rutin, roentgen ulang dan segera dijadwalkan operasi. Kembali dilakukan prosedur rutin, termasuk informed concent telah ditanda tangani dan Parjo sadar betul dengan apa yang dilakukannya. Secara umum kondisi Parjo menjelang operasi baik. Hanya dari luka operasi sebelumnya saja yang terus menerus mengalir nanah.

Akhirnya operasi debridement untuk mengatasi pus yang terus-menerus mengalir dari tulang yang didiagnosis mengalami osteomielitis dilakukan. Selama debridement dilakukan betapa mengejutkan yang dihadapi tim operasi dokter Hangabehi…. Mereka menemukan kassa tertinggal di tulang yang telah direposisi. Masih syukur tulang mau menyatu.

Page 6: BAB I.docx

Keluarga pasien ingin mengetahui mengapa terjadi “bencana” demikian pada Parjo. Dengan terpaksa dokter Hangabehi SpBO FICS menjelaskan ini semua karena adanya kasa yang tertinggal di ruang antara tulang dan otot. Mendengar penjelasan itu kontan keluarga Parjo marah dan tidak terima dengan kinerja dokter Ndang Sun Tiken beserta timnya. Mereka sepakat untuk melakukan somasi dengan melayangkan surat dugaan malpraktik kepada dokter Ndang Sun Tiken beserta direktur Rumah Sakit Remen Waras lewat kuasa hukum mereka Gawe Ribut SH. Mereka menuntut ganti rugi senilai 1 miliar rupiah atas kerugian materiil dan imateriil yang dialami.

REFERENSI

1.Ameln,F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.2.Dahlan, S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.3.Guwandi, J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.4.Mariyanti, Ninik, 1988, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta.

Page 7: BAB I.docx

KLIPING HUKUM KESEHATAN

MALPRAKTEK

Oleh

Linda Safesta

AKADEMI KEBIDANAN SULUH BANGSA

JAKARTA

2011