41
22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Setelah dipaparkan mengenai hal-hal yang melatar belakangi penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan serta metode yang digunakan dalam penelitian, selanjutnya dalam bab ini akan dikemukakan tentang landasan-landasan teori yang merupakan tuntutan bagi penulis dalam melakukan pembahasan masalah lebih lanjut, adapun penyajian pada Bab II yaitu terdiri dari beberapa pengertian istilah penting dalam pembahasan karya ilmiah ini dan konsep-konsep tentang bidang kemasyarakatan yaitu mengenai Ketentraman dan ketertiban masyarakat serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial kegotong royongan. 2.1 Kewenangan Pemerintahan Desa Dalam bidang kemasyarakatan

BAB II (1)

  • Upload
    anon

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab 2

Citation preview

30

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Setelah dipaparkan mengenai hal-hal yang melatar belakangi penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan serta metode yang digunakan dalam penelitian, selanjutnya dalam bab ini akan dikemukakan tentang landasan-landasan teori yang merupakan tuntutan bagi penulis dalam melakukan pembahasan masalah lebih lanjut, adapun penyajian pada Bab II yaitu terdiri dari beberapa pengertian istilah penting dalam pembahasan karya ilmiah ini dan konsep-konsep tentang bidang kemasyarakatan yaitu mengenai Ketentraman dan ketertiban masyarakat serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial kegotong royongan.2.1 Kewenangan Pemerintahan Desa Dalam bidang kemasyarakatanPemerintah Desa dalam menjalankan tugasnya dalam bidang kemasyarakatan pada dasarnya cukup besar. Hal ini tercermin dengan sifat pemerintah desa yang berhadapan langsung dengan masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Kewenangan Pemerintahan Desa dalam bidang kemasyarakatan secara garis besar dapat diidentifikasikan sebagai berikut :a. Pembinaan kemasyarakatan yang meliputi keamanan, ketertiban dan kesejahteraan sosial;b. Pembinaan gotong royongc. Pembinaan kelembagaan baik lembaga masyarakat maupun lembaga adat;d. Pembinaan kemasyarakatan dalam arti luas baik yang menyangkut aspek keduniawian misalnya tersedianya pangan, sandang, maupun papan bagi masyarakat dan aspek kerohanian yang meliputi rasa aman, keagamaan, dan lain-lain.e. Pembinaan dan pelestarian adat istiadat yang berkembang dimasyarakat, yang pelaksanaanya menjadi tugas dan tanggung jawab dari pada lembaga adat desa.2.2 Beberapa Pengertian2.2.1 KewenanganWewenang (kamus Besar bahasa Indonesia, 1995) didefinisikan sebagai kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain; fungsi yang boleh tidak dilaksanakan.Kewenangan dalam literature bahasa inggris disebut authority atau competence, sedang dalam bahasa Belanda disebut gezag atau bevoegdheid.Wewenang adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum public atau kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (matcht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat. Dalam hukum wewenang, berarti pula hak dan kewajiban (rechteren plichter). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (self regular) dan mengelola sendiri (self bestur). Sedangkan kewajiban berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Kewenangan itu berasal dari delegasi dan mandate. Istilah delegasi berarti penyerahan atau perlimpahan wewenang dari atasan kepada bawahan untuk suatu tugas-tugas tertentu dengan kewajiban untuk mempertanggunjawabkan tugas itu kepada pemberi tugas, seperti camat menerima perlimpahan sebagian kewenangan dari Bupati/ Walikota. Adapun istilah mandate adalah perintah atau tugas yang diberikan oleh atasan untuk melaksanakan suatu tugas.Menurut Prajudi atmosudirdjo, membedakan antara wewenang (competence, bevoegdheid) dan kewenangan (author, gezag). Walaupun dalam prakteknya perbedaan tidak selalu perlu. Kewenangan apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislative (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administrative (Prajudi Atmosudirdjo, 1995:78). Tipe kewenangan, yaitu :1. Kewenangan Prosedural, yaitu berasal dari Peraturan Perundang-undangan2. Kewenangan Substansial, yaitu bersal dari tradisi, kekuatan sacral, kualitas pribadi dan instrumental.Sikap terhadap kewenangan, yaitu Menerima, Mempertanyakan (skeptis), Menolak dan Kombinasi2.2.2 Desa dan Pemerintahan DesaKeberadaan desa telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Masyarakat di Indonesia secara turun temurun hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang disebut dengan desa. Desa secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai a group of houses and shops in a country area, smaller than a town.Desa atauudik, menurut definisiuniversal adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). DiIndonesia, istilahdesaadalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawahkecamatan, yang dipimpin olehKepala Desa, sedangkan diKutai Barat,Kalimantan Timurdisebut Kepala Kampung atau Petinggi. Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya diSumatera Baratdisebut dengan istilahnagari, dan diPapuadanKutai Barat,Kalimantan Timurdisebut dengan istilahkampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja (2003:3) dalam bukunya Otonomi Desa menyatakan bahwa:Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

MenurutPeraturan PemerintahNomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Pada Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dariperangkat daerahkabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda denganKelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan. Kemudian pada Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah Desa dan badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Desa memiliki pemerintahannya sendiri pemerintahan desa terdiri atas Pemerintah Desa yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Pada hakekatnya Pemerintahan Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisionil dan bersumber dari hukum adat. Jadi Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-tugas pembantuan.2.2.3 Ketertiban dan Ketentraman masyarakatKetentraman dan ketertiban, berasal dari kata dasar tentram dan tertib yang pengertiannya menurut W.J.S Poerwadarminta adalah :Tentram ialah aman atau ( tidak rusuh, tidak dalam kekacauan) misalnya didaerah yang aman, orang-orang bekerja dengan senang, tenang (tidak gelisah, tenang hati, pikiran). Misalnya sekarang barulah ia merasa tentram, tiada tentram hatinya ketentraman artinya keamanan, ketenangan, (pikiran). Selanjutnya Tertib ialah aturan, peraturan yang baik, misalnya tertib acara aturan dalam sidang (rapat dan sebagainya), acara program, tertib hukum yaitu aturan yang bertalian hukum. ketertiban artinya aturan peraturan, kesopanan, peri kelakuan yang baik dalam pergaulan, keadaan serta teratur baik.Berdasarkan kedua pengertian diatas terdapat keterkaitan yang erat dimana dengan adanya rasa aman, masyarakat merasa tenang maka timbullah masyarakat yang tertib hukum dengan segala peraturan yang berlaku dan begitu pula sebaliknya dengan adanya sikap tertib terhadap sesuatu dimana saling menghormati peraturan yang ada, saling mengerti posisi masing-masing, maka masyarakat dapat merasa bahwa di dalam kondisi yang ia hadapi masyarakat dapat merasa aman secara jasmani dan psikis, damai dan tenang tanpa adanya gangguan apapun dan itulah yang disebut terciptanya suasana tentram.Menurut J.S Badudu dan Z.M Zain mendefinisikan bahwa :Ketentraman adalah keamanan, kesentosaan, kedamaian, ketenangan dan ketertiban adalah keteraturan, keadaan teratur misalnya ketertiban harus selalu dijaga demi kelancaran pekerjaan.

Berdasarkan definisi diatas pada dasarnya ketentraman dan ketertiban adalah suatu keadaan yang aman dan teratur, tidak datang kerusuhan dan kekacauan sehingga daerah-daerah aman dan orang-orang didaerah tersebut bekerja dengan tenang dan teratur sesuai peraturan yang berlaku, menyebabkan terciptanya kelancaran pekerjaan.Selanjutnya pengertian ketentraman dan ketertiban menurut Ermaya Suradinata, mendefinisikan bahwa :Ketentraman dan ketertiban adalah suatu keadaan agar pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib dan teratur.Ketentraman dan ketertiban ini dapat terganggu oleh berbagai sebab dan keadaan diantaranya oleh pelanggaran Hukum yang berlaku, yang menyebabkan terganggunya ketentraman dan ketertiban masyarakat, bancana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh manusia atau organisasi lainnya, dan faktor dari bidang Ekonomi dan Keuangan.Selanjutnya yang dimaksud dengan ketentraman dan ketertiban umum didalam undang-undang No.12 Tahun 2008 pasal 13 Ayat (1) huruf C dikatakan bahwa :Yang dimaksud dengan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat pada ketentuan ini termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat.Definisi tersebut diatas, menunjukkan bahwa ketentraman dan ketertiban itu, menunjukkan suatu keadaan yang mendukung bagi kegiatan pemerintah dan rakyatnya dalam melaksanakan pembangunan.Sedangkan pengertian dalam masyarakat, menurut W.J.S Paerwadarminta adalah pergaulan hidup manusia (sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu).Jadi dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa: Ketentraman dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi yang dinamis, aman dan tenang yang berjalan secara teratur sesuai aturan hukum dan norma yang berlaku.Dengan kata lain adalah suatu keadaan yang aman, tenang dan bebas dari gangguan / kekacauan yang menimbulkankesibukan dalam bekerja untuk mencapai kesejahteraan masyarakat seluruhnya yang berjalan secara teratur sesuai hukum dan norma-norma yang ada.Hal ini menunjukkan pula bahwa ketentraman ketertiban masyarakat sangat penting dan menentukan dalam kelancaran jalannya pemerintahan, pelaksanaan pembangunan serta pembinaan kemasyarakatan dalam suatu wilayah/daerah sehingga tercapainya tujuan pembangunan yang diharapkan untuk kesejahteraan masyarakat.Berdasarkan pengertian ketentraman dan ketertiban menurut Ermaya Suradinata, bahwa ketentraman dan ketertiban ini dapat terganggu oleh berbagai sebab dan keadaan diantaranya :a. Pelanggaran hukum yang berlakub. Bencana-bencana, baik bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh manusia atau organisme lainnya.c. Faktor Bidang Ekonomi dan KeuanganAdapun jenis-jenis dan sumber kejadian yang menyebabkan terganggunya ketentraman dan ketertiban masyarakat, dan harus dihadapi oleh perangkat Desa dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat untuk kelancaran pembangunan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang ditulis Rusdibjono yaitu :a. Bencana Alam (Natural Disaster)1. Volcanic Explosion / Eruption2. Kelaparan3. Gempa Bumi Tektonik4. Kekeringan5. Epidemic, AIDS6. Angin Puyuh, Badai Topan7. Tanah Longsor8. Hama Terhadap Flora dan Fauna9. Erosi10. Banjir11. Hutan gundul12. Sengatan Matahari13. Petir 14. Kebakaran Hutan15. Kedinginan b. Bencana Karena Manusia (Man Made Disaster)1. Keteledoran 2. Kriminalitas 3. Kesengajaan4. Menguras Sumber Daya Alam5. Bunuh Diri6. Pemalsuan7. Narkotika8. Pelacuran9. White colour Pestisidac. Kejadian di Rumah (Disaster at Home)a. Listrik, gas, Komporb. Obat-obatan Kadaluarsa c. Keracunan Makanan, Minumand. Konstruksi Bangunan yang salahe. Lapuknya Bahan Bangunanf. Letak Meubel yang Membahayakan g. Konstruksi Kamar Mandi/Toileth. Penggunaan Bumbu-bumbu Makanani. Penggunaan Obat Pewarna Makananj. Obat Penyedap Makanank. Pencemaran (Polusi)l. Bencana-bencana lainnya Selain dari jenis-jenis dan kejadian diatas, yang menyebabkan terganggunya ketentraman dan ketentramanKonflik karena ideology, Politik, Ekonomi, Sosial . Dalam monografi desa dan kelurahan untuk bidang keamanan, ketentraman dan ketertiban (K3), diperinci sebagai berikut :1. Pelanggaran Hukuma. Pelanggaran Pidanab. Peristiwa Perdata2. Kenakalan Remajaa. Perkelahian antar pelajarb. Membolos sekolahc. Penyalahgunaan narkotikad. Perilaku seksual pra nikahe. Dll.

2.2.4 Partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial dalam gotong royonga. Pengertian Partisipasi dan Gotong royongDalam Kamus Bahasa Indonesia Populer, partisipasi didefinisikan sebagai hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta.Sementara itu dalam kamus Bahasa Inggris partisipasi disebut dengan Participate yang artinya mengikutsertakan atau mengambil bagian, sementara orang yang ikut serta atau ambil bagian dalam suatu kegiatan tersebut, dalam Bahasa Inggris disebut dengan Participant. Partisipasi adalah pengikut sertaan suatu aktifitas untuk membangkitkan perasaan serta dalam kegiatan organisasi, turut serta dalam organisasi. Untuk memperjelas pengertian tersebut Bhattacharyya (dalam Supriatna, 1985:30) mengatakan bahwa partisipasi menurut literatur berarti ikut serta mengambil bagian dalam kegiatan bersama. Sedangkan Mubyarto (1984:35) mendefinisikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.Selain itu, Bank Dunia (1990) mendefinisikan Partisipasi sebagai Suatu proses dimana setiap stakeholders mempengaruhi dan membagi pengawasan pada inisiatif pembangunan dan keputusan serta sumberdaya yang mempengaruhi mereka. Dari definisi tersebut terdapat beberapa konsep yaitu Stakeholders (pihak-pihak yang berkepentingan), pengawasan dan sumberdaya. Ketiga konsep tersebut kemudian saling interaksi dalam suatu sistem atau proses yang disebut partisipasi.Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah hal ikut sertanya setiap orang atau kelompok orang dalam suatu kegiatan dan merupakan suatu aktifitas dalam organisasinya untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Jika dihubungkan dengan kegiatan sosial, maka partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan sosial untuk mencapai tujuan sosial kemasyarakatan yakni meningkatkan keadaan sosial masyarakat menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarto yang mengatakan : partisipasi merupakan proses anggota masyarakat sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka

Proses masyarakat dalam mengambil peran dalam kegiatan sosial sebagai mana pendapat yang dikemukakan diatas, dalam kenyataannya tidak terjadi begitu saja.Dibutuhkan motivasi terhadap masyarakat agar mau berpartisipasi dalam suatu kegiatan sosial masyarakat, dalam hal ini Soetomo menegaskan,Berdasarkan motivasi yang mendasarinya, partisipasi dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yakni ; berpartisipasi karena perasaan takut, berpatisipasi karena sekedar ikut-ikutan dan solidaritas, berpartisipasi karena mengerti dan sadar bahwa partisipasinya dalam kegiatan sosial tersebut merupakan kewajiban sekaligus haknya.Selanjutnya menurut Soetomo bentuk partisipasi yang paling terakhir itulah yang paling ideal. Meskipun demikian harus disadari pula, bahwa dalam praktek tidak jarang terjadi bentuk partisipasi karena perasaan takut (pertama) serta bentuk partisipasi karena ikut-ikutan dan solidaritas (kedua) mendahului bentuk partisipasi atas dasar kesadaran pribadi (ketiga).karena bentuk partisipasi atas dasar kesadaran pribadi dianggap paling ideal, maka yang paling penting dalam menggerakkan partisipasi adalah penanaman pengertian secara luas dan merata tentang makna partisipasi dalam kegiatan sosial, arti penting bermasyarakat serta kegotong royongan.Dari uraian diatas, maka dapat dikatakan partisipasi membutuhkan suatu interaksi antara masyarakat dan pemerintah, interaksi yang dimaksud adalah saling pengertian dan mendukung antara pemerintah dan masyarakat, tanpa ada itu maka partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan social akan sulit terjadi. Menurut Ach. Wazir Ws, partisipasi bisa diartikan sebagaiketerlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.

Pengertian partisipasi yang dikemukakan diatas dimaksudkan bahwa dalam partisipasi berupa wujud kesadaran diri seseorang atau sekelompok masyarakat untuk turut berperan dalam konteks hubungan sosial dimana memiliki rasa tanggung jawab bersama dari dalam diri masing-masing

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi adalah :Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Mikkelsen membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;2. Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.Sedangkan Gotong royong Menurut Kartodirjo dalam Colletta dan Kayam, Gotong royong merupakan suatu bentuk saling menolong yang berlaku di desa-desa di Indonesia terutama masyarakat agraris tradisional .Dalam gotong royong ini masyarakat-masyarakat terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial yang disebut ikatan primordial, yaitu lewat ikatan keluarga, dekatnya letak geografis serta iman kepercayaan. Selanjutnya, ini menjadi suatu solidaritas yang mekanis yang terintegrasi secara struktural yang menjadikan pertukaran sosial berlangsung terbatas karena anggotanya bersifat homogen dalam mentalitas dan moralitas serta mempunyai suatu kesadaran kolektif dan iman kepercayaan bersama. Namun perbedaan fungsi atau pembagian kerjanya sedikit sekali. Jika muncul fungsi yang baru dan berbeda kebudayaan gotong royong dalam masyarakat Indonesia telah membuat satu kesatuan yang utuh dan menjadi masyarakat yang terintegrasi secara fungsional. Sebagai manifestasi solidaritas sosial yang sangat tinggi yang didasari oleh moralitas, rasa bersatu, dan konsensus umum gotong royong menjadi sebuah potensi yang menguntungkan untuk roda pembangunan daerah. Solidaritas dalam gotong royong masyarakat telah memunculkan relasi-relasi antar individu di dalam keluarga maupun antar masyarakat untuk saling bekerja sama secara ekonomis, sosial dan politik. Konsep gotong royong dalam masyarakat tradisional yang memunculkan solidaritas sosial memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya:a. Dalam masyarakat agraris tradisional, terkadang melakukan pertukaran tanah dengan tenaga kerja. b. Pancen yaitu bantuan tenaga kerja yang siap bagi kepala desa.c. Gugur Gunung yaitu suatu pekerjaan secara bersama-sama tanpa dibayar. d. Punjungan yaitu memberi bantuan atau hadiah, menukarkan barang dengan barang. Gotong royong bukan saja kekayaan sosial-budaya, tetapi juga modal sosial yang hampir secara merata dijumpai pada setiap sub-kultur masyarakat Indonesia. Dalam gotong royong terkandung unsur visi nilai kehidupan universal (Ideologi), spirit perjuangan kolektif, semangat saling menghargai (mutual collective trust), dan keorganisasian kerjasama yang kompatibel terhadap kemajuan masyarakat (bangsa). Revitalisasi gotong royong dapat dijadikan wahana untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) melalui peningkatan partisipasi masyarakat secara menyeluruh (deep participation).Melalui kelembagaan gotong royong dapat dibangun kompetensi SDM yang lebih baik, perubahan struktur masyarakat (ke arah yang lebih egaliter; tidak polaristik), manajemen sosial yang lebih sehat, serta kepemimpinan sosio-politik yang pro kemajuan bersama, baik dalam tingkat komunitas lokal maupun nasional. Gerakan kolektif dalam penguatan kelembagaan gotong-royong secara terarah akan memudahkan bagi terwujudnya kemandirian (masyarakat) bangsa yang dilandasi oleh keadilan sosial.b.Bentuk Bentuk PartisipasiMenurut Holil Soelaiman (1985), bentuk bentuk partisipasi sosial digolongkan ke dalam :a. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap mukab. Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang dalam kegiatan partisipatori, dana dan sarana sebaiknya datang dari dalam masyarakat sendiri kalaupun terpaksa diperlukan dari luar hanya bersifat sementara dan sebagai umpan.c. Partisipasi dalam bentuk dukungan.d. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusane. Partisipasi representatif dengan memberikan kepercayaan dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia.Menurut Taliziduhu Ndraha (1987 : 103-104) :1. Partisipasi dalam kontak dengan pihak lain sebagai titik awal perubahan sosial.2. Partisipasi dalam menyerap atau memberikan tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat atau menolaknya.3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan6. Partisipasi dalam menilai pembangunan yaitu keterlibatan warga masyarakat dalam menilai pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauhmana kebutuhan masyarakat.Partisipasi Menurut (Hobley,1996)antara lain :1. Partisipasi Manipulasi (Manipulative Participation) Karakteristik dari model partisipasi ini adalah keanggotaan bersifat keterwakilan pada suatu komisi kerja, organisasi kerja, dan atau kelompok-kelompok. Jadi tidak berbasis pada partisipasi individu.2. Partisipasi Pasif (Passive Partisipation) Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan atau apa yang telah terjadi, informasi dari administrator tanpa mau mendengar respon dari rakyat tentang keputusan atau informasi tersebut. Informasi yang disampaikan hanya untuk orang-orang luar yang profesional.3. Partisipasi Melalui Konsultasi (Partisipation by Consultation) Partisipasi rakyat dengan berkonsultasi atau menjawab pertanyaan. Orang dari luar mendefinisikan masalah-masalah dan proses pengumpulan informasi, dan mengawasi analisa. Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam pengambilan keputusan, dan pandangan-pandangan rakyat tidak dipertimbangkan oleh orang luar.4. Partisipasi Untuk Insentif (Partisipation for Material Incentives)Partisipasi rakyat melalui dukungan berupa sumber daya, misalnya tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau insentif material lainnya. Mungkin petani menyediakan lahan dan tenaga, tetapi mereka dilibatkan dalam proses percobaan-percobaan dan pembelajaran. Kelemahan dari model partisipasi ini adalah apabila insentif habis maka teknologi yang digunakan dalam program juga tidak akan berlanjut.5. Partisipasi Fungsional (Functional Participation) Partisipasi dilihat dari lembaga eksternal sebagai suatu tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui pembentukan kelompok untuk menentukan tujuan yang terkait dengan proyek. Keterlibatan seperti itu mungkin cukup menarik, dan mereka juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, tetapi cenderung keputusan tersebut diambil setelah keputusan utama ditetapkan oleh orang luar desa atau dari luar komunitas rakyat desa yang bersangkutan.6. Partisipasi interaktif (Interactive Participation) Partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai pengembangan perencanaan aksi dan pembentukan atau penekanan lembaga lokal. Partisipasi dilihat sebagai suatu hak, tidak hanya berarti satu cara untuk mencapai target proyek saja, tetapi melibatkan multi-disiplin metodologi dan ada proses belajar terstruktur. Pengambilan keputusan bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok menentukan bagaimana ketersediaan sumber daya yang digunakan, sehingga kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk menjaga potensi yang ada di lingkungannya.7. Partisipasi inisiatif (Self-Mobilisation)Partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara indenpenden dari lembaga luar untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal untuk advis mengenai sumber daya dan teknik yang mereka perlukan, tetapi juga mengawasi bagaimana sumber daya tersebut digunakan. Hal ini dapat dikembangkan jika pemerintah dan LSM menyiapkan satu kerangka pemikiran untuk mendukung suatu kegiatan.Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: 1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; 2) Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; 3) Bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.c.Faktor Faktor yang Mempengaruhi PartisipasiBerikut ini adalah sebagian faktor yang dapat menjadi hambatan yang potensial bagi pelaksanaan partisipasi sosial.1. Sikap sosial yang telah terbentuk dan membudaya, seperti paternalistic, feodalisme dan sebagainya.2. Dominasi suami terhadap istri, laki-laki terhadap perempuan,orang tua terhadap anak.3. Struktur pranata sosial yang berlapis-lapis.4. Pengarahan, pembinaan,pengawasan yang berlebih dari pemerintah.5. Sikap ketergantungan dan kepasrahan sebelum berusaha.6. Jurang sosial yang besar.7. Salah konsep tentang partisipasi di kalangan masyarakatAda beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:a. UsiaFaktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.b. Jenis kelaminNilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah di dapur yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.c. PendidikanDikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

d. Pekerjaan dan penghasilanHal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.e. Lamanya tinggalLamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.Sedangkan menurut Holil (1980: 9-10), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:Kepercayaan diri masyarakat, Solidaritas dan integritas sosial masyarakat, Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat, Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri, Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat:1. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian kecil dari masyarakat;2. Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;3. Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;4. Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:a. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya;b. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat;c. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial;d. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.d.Tingkat Kesukarelaan PartisipasiDusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan sebagai berikut :1) Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri2) Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.3) Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masy arakat setempat. Jika tidak berperan serta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.4) Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. 5) Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peran serta yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan