Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Iklan Sebagai Media Komunikasi
A.1. Pengertian Komunikasi
Sebuah istilah Komunikasi, ini merupakan kata serapan dari bahasa inggris
(Communication), secara etimologi atau menurut asal katanya, komunikasi berasal
dari kata latin (Communicatio), dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Apabila dua orang terlibat
dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan
terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang
dipercakapkan.2
Komunikasi, secara sederhana penulis katakan sebagai sebuah bentuk
interaksi seperti yang dikatakan Effendy diatas. Bisa saja terjadi antara dua orang
bisa juga terjadi pada lebih dari satu orang. Namun untuk lebih memperjelas lagi
mengenai pengertian komunikasi akan penulis cuplik dari beberapa sumber.
Selanjutnya adalah model-model komunikasi dari beberapa ahli, John
Fiske memaparkan dalam bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” 3, antara lain:
1. Harrold Lasswell (1948)
Model ini sangat terkenal yang menyebutkan beberapa unsurnya yaitu:
Siapa, Berkata apa, ‘Melalui’ Saluran apa ‘Untuk’ siapa, dan dengan ‘Efek’ yang
2 Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung:CV.Remaja Karya, 1999), p.9
3 Fiske, John, Pengantar Ilmu Komunikasi-Edisi Ketiga. (Jakarta: PT.Rajagrafindo, 2012), p.49
7
seperti apa. Model ini adalah versi verbal dari model awal Shannon dan Weaver.
Model ini masih linier: melihat komunikasi sebagai transmisi pesan:
memunculkan ‘efek’ bukan makna. Efek menunjukan sebuah perubahan yang
dapat diamati dan diukur dari penerima yang disebabkan oleh elemen-elemen dari
proses komunikasi yang bisa di identifikasikan.4
2. Newcomb (1953)
Newcomb adalah salah satu yang memperkenalkan kepada kita sebuah
bentuk fundamental yang berbeda, yaitu bentuk segitiga. Namun demikian,
signifikasi utama dari model tersebut berada pada kenyataan bahwa ini adalah
model pertama yang memperkenalkan peran komunikasi di daLam sebuah
masyarakat atau sebuah hubungan sosial. Bagi Newcomb peran tersebut adalah
sederhana-yaitu menjaga keseimbangan di dalam sistem sosial. Asumsi model ini
seperti ini: A dan B adalah komunikator dan penerima (bisa individu, atau
kelompok) X adalah bagian dari lingkungan sosial mereka. ABX adalah sebuah
sistem yang berarti hubungan internal ketiga unsure ini saling bergantung, jika ada
salah satu yang berubah maka yang lain ikut berubah.5
3. Jakobson (1960)
Model Jakobson memiliki beberapa kesamaan dengan model linier dan
segitiga. Namun sebagai seorang ahli bahasa, maka ia tertarika pada hal-hal
seperti makna dan struktur internal dari pesan. Oleh sebab itu Jakobson
menjembatani kesenjangan antara kelompok pemikir proses dan semiotik. Model
Jakobson ini memiliki dua bagian. Jakobson memulai dengan membuat model
4 Fiske, op.cit, p.49 5 Ibid, p.50
8
factor-faktor konstitutif (esesnsial) di dalam sebuah tindakan komunikasi.
Terdapat enam factor yang harus ada agar komunikasi bisa terjadi. Jakobson
kemudian membuat model mengenai fungsi yang dilakukan oleh masing-masing
factor dalam tindak kominikasi. Ada penyampaian dan penerima, diantara
keduanya ada konteks pesan dan kontak kode, ini adalah factor pokok dalam
model komunikasi Jakobson. 6
Maka peneliti menyimpulkan bahwa masing-masing tokoh mempunyai
cara masing-masing dalam menelaah model komunikasi tetapi tujuan dari
komunikasi sama yaitu manusia tidak bisa hidup sendiri (individual), manusia
harus hidup bermasyarakat demi kelangsungan hidupnya, keamanan hidupnya,
maupun keturunannya.
A.2. Unsur Komunikasi
Seperti yang dikatakan Effendy 7, paradigma Lasswel tentang komunikasi
dapat disumpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan melalui media yang dapat menimbulkan efek
tertentu. Unsur yang ada pada paradigma Lasswel tersebut penulis cantumkan lagi
sebagai bahan penelitian, sebagaimana dalam kutipan Effendy diatas, yaitu:
1. Penyampai Pesan (Communicator)
Komunikator adalah seseorang yang memberikan pesan kepada
komunikan. Dalam hal ini seorang komunkator harus mampu
mengetahui dan memahamiaapaayang ingin disampaikannya kepada
6 Fiske, op.cit, p.56 7 Effendy, op.cit, p.10
9
komunikan, karena sebuah pesan tidak akan sampai dengan baik
apabila komunikatornya tidak memahami apa yang ingin disampaikan.
2. Pesan
Sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan harus memiliki makna. Makna tersebut sebaiknya bukan
makna yang harus dicerna dulu melainkan makna yang mudah
dipahami agar dalam berkomunikasi pesan yang ingin disampaikan
komunikator dapat mudah dimengerti oleh komunikan.8
3. Media
Sebuah pesan dapat disalurkan menggunakan berbagai macam media.
Media yang dapat digunakan untuk menyalurkan sebuah pesan antara
lain udara, televise, radio, telepon, surat, koran, majalah, dan yang
lainnya. 9
4. Penerima pesan
Seorang pengirim pesan sebaiknya mengetahui kepada siapa pesan
tersebut ingin disampaikan. Sebuah komunikasi dikatakan berhasil jika
pesan yang disampaikan oleh komunikator sampai dan diterima
dengan baik oleh komunikan.10
5. Efek
Efek atau dampak apa yang terjadi kepada komunikan setelah
menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Sebuah pesan
8 Effendy, op.cit,, p.10 9 Ibid 10 Ibid
10
dikatakan memiliki makna atau arti bagi orang yang menerimanya
apabila pesan tersebut memiliki dampak yang dapat merubah sudut
pandang orang lain misalnya cara berpikir, sikap, perilaku, dan lain-
lain.11
A.3. Media Dalam Komunikasi
Kebutuhan untuk penelitian ini, penulis akan fokus pada media yang
digunakan. Untuk meninjau pemilihan media dalam sebuah komunikasi, penulis
akan cantumkan beberapa jenis media dalam komunikasi yang ditinjau dari
beberapa aspek, diantaranya adalah:
1. Jenis media berdasarkan fungsinya
a) Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah media komunikasi yang berguna untuk
menghasilkan informasi contohnya: Komputer pengolah kata (Word
Processor).
b) Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi adalah media komunikasi yang kegunaaanya untuk
memproduksi ulang dan menggandakan informasi contohnya: Audio tapes
recorder dan Video tapes.
c) Fungsi Penyampaian Informasi
Fungsi Penyampaian informasi adalah media komunikasi yang digunakan
untuk komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarluaskan dan
menyampaikan pesan kepada komunikan yang menjadi sasaran contohnya:
Telepon, Faximile, dan lain-lain.
11 Effendy, op.cit,, p.10
11
2. Jenis media berdasarkan bentuknya
a) Media Cetak
Media cetak adalah segala barang cetak yang dapat dipergunakan sebagai
sarana penyampaian pesan contohnya: surat kabar, brosur, bulletin, dan
lain-lain.
b) Media Visual atau media pandang
Media visual adalah penerimaan pesan yang tersampaikan menggunakan
indra penglihatan contohnya: televisi, foto, dan lain-lain.
c) Media Audio
Media Audio adalah penerimaan pesan yang tersampaikan dengan
menggunakan indra pendengaran contohnya: radio, tape recorder, dan lain-
lain.
d) Media Audio Visual
Media audio visual adalah media komunikasi yang dapat dilihat sekaligus
didengar jadi untuk mengakses informasi yang disampaikan, digunakan
indra penglihatan dan pendengaran sekaligus contohnya : iklan dan film.
3. Jenis media berdasarkan jangkauan penyebaran informasi
a) Media Komunikasi Eksternal
Ialah media komunikasi yang dipergunakan untuk menjalin hubungan dan
menyampaikan informasi dengan pihak-pihak luar. Media komunikasi
eksternal yang sering digunakan antara lain:
1. Media cetak
12
Ialah media komunikasi tercetak atau tertulis dimaksudkan untuk
menjangkau public eksternal seperti pemegang saham, konsumen,
pelanggan, mitra kerja, dan sebagainya. Contohnya adalah makalah
perusahaan, bulletin, brosur. Media eksternal cetak ini berfungsi sebagai :
Media Penghubung, Sarana menyampaikan keterangan-keterangan kepada
kalayak, Media Pendidikan, Sarana membentuk opini public, Sarana
membangun citra.
2. Radio
Radio merupakan alat elektronik yang dipakai sebagai media
komunikasi juga informasi. Radio termasuk media audio yang hanya dapat
mengeluarkan output audiosaja. Dengan alat ini orang dapat
mendengarkan informasi tentang bermacam kejadian, peristiwa penting
dan terbaru, problem dalam kehidupan serta hiburan yang menyenangkan.
Bentuk radio sangat bermacam tetapi secara sederhana bisa dibagi jadi dua
bagian. Pertama, radio berfungsi untuk alat yang menerima informasi.
Kedua,aradio sebagai pemancar informasi.
Streaming adalah istilah yang dipakai untuk merujuk pada siaran live
menggunakaniInternet. Beda dengan, jika kita download file audio di
internet lalu kita dengarkan dari perangkat. Ada banyak software audio
streaming, misalnya winamp (mp3), realaudio (ram) dan liquid radio.
Dengan kata lain radio streaming adalah radio yang bisa didengarkan
lewat internet. Secara umum radio memiliki fungsi:
1. memperjelas pesan yang dipancarkan. 2. Mengatasi terbatasnya ruang
waktu dan fisik. 3. Memberi pengalaman interaksi langsung dari sumber
13
belajar melalui audio. 4. memungkinkan pembelajaran mandiri sesuai
bakat kemampuan auditori dan kinestetik. 5. Memberi input yang sama,
menyamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang juga sama.
3. Televisi
Televisi merupakan perangkat penangkap siaran audio visual. Kata
televisi berasal dari kata tele dan vision; yang memiliki arti; jauh (tele) dan
tampak (vision). Jadi televisi berarti dapat dilihat meski dari jarak yang
jauh. Awal dari televisi disandingkan dengan penemuan dasar hukum
gelombang elektromagnetic yang ditemukan oleh Joseph Henry dan
Michael Faraday (1831). Diklaim jadi awal dari era komunikasi elektronic.
Untuk menyampaikan pesan kepada khalayak lewat televisi bisa dengan
memasang iklan, mengundang jurnalis televisi untuk memuat berita atau
dapat pula mengajukan proposal untuk membuat acara.
4. Telepon
Sebagai sebuah media komunikasi, telepon digunakan untuk
berkomunikasi dua arah melalui suara dengan cepat dan tepat sesuai
kebutuhan.
5. Smartphone (Telephone Seluler)
Smartphone merupakan telepon yang memiliki jalur internetnya
sendiri dan merangkap beberapa fungsi alat, seperti kalender, catatan,
kalkulator, dan alamat. Smartphone merupakan salah satu dari
pengembangan teknologi tercanggihan saat ini. Smartphone tidak hanya
14
berfungsi untuk alat komunikasi saja tapi juga dapat mengakses internet,
telepon, email dan juga dapat saling mengirim data. Dengan semakin
canggihnya teknologi, maka semakin membantu khalayak dalam
melakukan banyak aktivitas, karena Smartphone ini dapat dikatakan
sebagai identitas seseorang. Smarthone sekarang sudah banyak dilengkapi
oleh kecanggihan teknologi seperti: MMS, seperti pesan teks biasa, tetapi
untuk MMS dapat melakukan pengiriman pesan beserta gambar.
Selanjutnya 3G: Telepone dengan lawan bicara, tetapi bias dilakukan
dengan cara tatap muka. Dan juga GPRS untuk internet, membuka email.
Bahkan saat ini sudah mengarah ke generasi ke 5 atau 5G.
6. Surat
Surat adalah media penyampai informasi secara tertulis, bisa
berupa surat konvensional atau surat elektronik. Surat menyurat
merupakan salah satu aktifitas penting di kantor atau perusahaan.
Bermacam info yang keluar masuk melalui sebuah surat, karena surat
menjadi media yang efektif jika yang berkaitan tidak bisa berhubungan
secara langsung atau lisan.
7. Internet
Internet merupakan sebuah jaringan komputer yang saling
terhubung secara internasional dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini
meliputi jutaan komputer yang terhubung dengan memanfaatkan jaringan
telepon (kabel atau gelombang elektromagnetik). Internet merupakan
15
media komunikasi berbasis teknologi informasi komputer. Internet banyak
dipakai perusahaan untuk menjalin hubungan pada khalayak. Keunggulan
media komunikasi internet adalah: 1) Mudah, cepat dan murah dengan
jangkauan dunia, 2) Tidak ada birokrasi baik secara teknis maupun non
teknis Tersebar di berbagai pelosok kota.
A.4. Iklan Sebagai Media Komunikasi
Dalam membahas iklan tentu kita berangkat dari induknya yaitu
komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah aspek penting dalam
penentuan sukses atau tidaknya sebuah proses pemasaran. Di dalamnya terdapat
berbagai unsure dan strategi yang dirancang untuk sebuah proses pemasaran.
Seperti halnya iklan, ada banyak hal di dalamnya sehingga untuk menciptakan
sebuah iklan yang bisa dikatakan berhasil, tentu saja harus bisa menguasai konsep
didalamnya, dan tentu saja harus memahami landasan dalam pemasaran. Selain itu
ada juga banyak hal yang berkaitan dengan komunikasi. Dalam penelitian ini
penulis akan mencoba menyajikan apa saja yang sudah penulis paparkan di atas.
Untuk memulainya, kami sajikan mengenai dasar dari komunikasi pemasaran.
1. Komunikasi Pemasaran
Komunikasi pemasaran dapat dipahami dengan menguraikan dua 15nsure
pokoknya, yaitu komunikasi dan pemasaran. Komunikasi adalah proses dimana
pemikiran dan pemahaman disampaikan antar individu, atau antara organisasi
dengan individu (Shimp, 2003:4). Pemasaran adalah suatu konsep yang
menyangkut suatu sikap mental, suatu cara berfikir yang membimbing anda
melakukan sesuatu yang tidak selalu menjual benda tetapi juga menjual gagasan-
gagasan, karier, tenpat (pariwisata, rumah, lokasi industry), undang-undang, jasa
(pengangkutan, penerbangan, pemotongan rambut, kesehatan), hiburan
16
(pertunjukan, pertandingan-pertandingan) dan kegiatan - kegiatan nirlaba seperti
yayasan-yayasan social dan keagamaan.12
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa komunikasi pemasaran merupakan
sebuah proses interaksi yang melibatkan dua belah pihak untuk mentransformasi
sebuah konsep sebagai sarana untuk terjadinya sebuah transaksi. Senada dengan
ini, Asmajasari juga mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai berikut:
Komunikasi Pemasaranldapat didefinisikan sebagai kegiatan komunikasi yang
dilakukan oleh pembeli dan penjual, dan merupakan kegiatan yang membantu
dalam pengambilanl keputusan dibidang pemasaran serta mengarahkan pertukaran
agar lebih memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih
baik.13
Disisi lain kata pemasaran memang sudah sangat dikenal dan didengar
banyak didengar orang. Namun terkadang jawaban mereka berbeda-beda. Seperti
kita ketahui bersama pemasaran merujuk pada kata pasar yang berarti tempat
untuk jual beli. Sehingga kebanyakan orang akan menjawab hal yang tidak jauh
dari pasar ketika ditanya mengenai pemasaran. Beda lagi jika digabung, yaitu
komunikasi pemasara, sepertinya belum banyak orang mengetahuinya. Dalam
komunikasi pemasaran ada satu hal yang penting untuk diketahui, yaitu sebuah
pesan harus sampai pada sasaran. Seperti yang dikatakan Duncan dan Moriarty
dalam Morissan:
Bahwa seluruh pesan harus disampaikan dan diterima secara konsisten
dalam upaya untuk menciptakan persepsi yang utuh diantara pelanggan dan pihak
terkait lainnya. Hal ini memerlukan kesatuan atau integrasi berbagai pesan
komunikasi pemasaran serta integrasi fungsi berbagai fasilitator promosi, seperti
biro iklan, konsultan humas, tenaga promosi penjualan, perusahaan perancang
produk, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk dapat berkomunikasi dengan
12 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2010) p.2
13 Asmajasari, Magdalena, Studi periklanan dalam perspektif komunikasi pemasaran,(Malang:UMM Press,1997)p.1
17
satu suara, satu penampilan, dan satu citra dalam setiap kegiatan komunikasi
pemasaran serta untuk mengidentifikasi serta memosisikan perusahaan dan
merknya dengan cara yang konsisten.14
Oleh karenanya sebuah komunikasi pemasaran tidak bisa terjadi begitu
saja tanpa ada kerjasama yang baik dari pihak yang bersangkutan. Dengan begitu
akan mudah bagi komunikator dan komunikan dalam hal ini katakanlah penjual
dan pembeli untuk melakukan sebuah transaksi. Dalam hal ini transaksi yang
terjadi tak lepas juga dari sebuah promosi. Seperti yang diungkapkan oleh
Asmajasari dalam bukunya :
Salah satu bagian dari proses komunikasi pemasaran secara total adalah
promosi. Promosi dapat membantu pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran
untuk memperbaiki hubungan pertukaran dengan lainnya. Bagian yang lain dari
proses komunikasi adalah umpan balik. Umpan balik ini menunjukan tentang apa
pengaruh dari komunikasi yang dilakukan serta memberi kemungkinan untuk
menyesuaikan usaha promosi terhadap keinginan pasar.15
Ketika mendengar kata promosi, yang ada dalam benak penulis adalah
semacam diskon untuk harga sebuah barang. Namun dalam hal ini penulis
menemukan definisi yang berbeda untuk kata promosi. Sepeti yang dikatakan
Michael Ray dalam Morissan16, bahwa promosi adalah sebuah usaha yang
dilakukan oleh pihak penjual untuk mengatur berbagai cara ketika akan
memperkenalkan suatu gagasan dalam menjual barang melalui bermacam saluran
informasi dengan cara mempersuasi. Dalam sebuah komunikasi pemasaran yang
terjadi pada perusahaan, sebuah promosi merupakan bagian yang diawasi dan
direncanakan dengan hati-hati. Sementara itu, bagian-bagian dasar yang
digunakan untuk mencapai tujuan komunikasi perusahaan disebut dengan bauran
promosi atau promotional mix. Secara sederhana bauran promosi bisa dibagi
14 Morissan, op.cit., p.11 15 Asmajasari, op.cit., p.1-2 16 Morissan, op.cit., p.16-17
18
menjadi enam elemen, yaitu iklan, promosi penjualan, publikasi, personal selling,
direct marketing, dan interactive media.
2. Pengertian Iklan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia iklan berarti berita pesanan untuk
mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang
ditawarkan; pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang
dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di
tempat umum.
Secara sederhana iklan dideinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu
produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Maka untuk
membedakannya dengan pengumuman biasa, iklan lebih diarahkan untuk
membujuk orang supaya membeli, seperti yang dikatakan oleh Frank Jefkins:
Advertising aims tolpeople to buy.17
Beda lagi dengan apa yang diungkapkan oleh Asmajasari dalam bukunya,
bahwa orang akan mendapatkan kesan tersendiri atas sebuah iklan. Sebab para
pengiklan memang sudah mengatur bagaimana menata iklan sebaik mungkin agar
menarik. Sehingga bisa membuat orang yang melihatnya memutuskan untuk
membeli barang dalam iklan tersebut bukan karena nilai ekonomisnya, tetapi lebih
17 Kasali, Rhenald, Manajemen Periklanan :Konsep dan Aplikasinya di Indonesia,(Jakarta : Pustaka Utama
Grafiti,1995),p.9
19
terdorong untuk mempertahankan atau meningkatkan gengsi.18 Betapa kuat
pengaruh iklan sampai bisa membuat orang jadi berpikir untuk membeli
produknya.
Sedangkan menurut peneliti sendiri, iklan adalah suatu media yang kreatif
dengan tujuan untuk mempengaruhi secara langsung maupun tidak, dan mampu
mengubah pandangan konsumen terhadap sebuah produk sehingga dapat
menggiring konsumen untuk menentukan pilihan dalam membeli sebuah produk.
Iklan menjadi salah satu sasaran tepat untuk mempromosikan suatu kebutuhan
yang bernilai barang maupun jasa. Iklan mempermudah banyak orang untuk
mengetahui berbagai layanan juga produk yang ditawarkan dari berbagai
perusahaan. Dengan berbagai macam media iklan yang umumnya orang ketahui
seperti iklan di TV, koran, majalah, radio, internet, dan lainnya membuat iklan
lebih mudah dijumpai dan dikenal. Iklan sendiri dalam beberapa buku memiliki
beberapa fungsi.
Seperti menurut Asmajasari dalam bukunya 19, menyebutkan beberapa
fungsi dari periklanan:
1. Memberikan informasi
2. Membujuk atau mempengaruhi
3. Menciptakan kesan
4. Memuaskan keinginan
5. Sebagai alat komunikasi
Selain memiliki bebrapa fungsi, iklan juga memiliki manfaat yang dapat
dirasakan banyak orang dari berbagai segi kehidupan. Salah satunya ialah
memberi beberapa manfaat bagi pembangunan masyarakat dan ekonomi. Seperti
menurut Kasali dalam bukunya20 manfaat itu antara lain:
18 Asmajasari, op.cit., p.13 19 Ibid,.p.11 20 Kasali, op.cit., p.16
20
1. Iklan memperluas alternative bagi konsumen. Dengan adanya iklan,
konsumen dapat mengetahui adanya berbagai produk, yang pada
gilirannyaamenimbulkan adanya pilihan.
2. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi
konsumennya. Sering dikatakan “tak kenal maka tak saying”. Iklan-
iklan yang secaraagagah tampil di hadapan masyarakat dengan ukuran
besaar dan logo yang cantik menimbulkan kepercayaan yang tinggi
bahwa perusahaaniyang membuatnya bonafid dan produknya bermutu.
3. Iklan membuattorang kenal, ingat dan percaya.
3. Tujuan Periklanan
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan periklanan adalah
meningkatkan penjualan yang menguntungkan dengan berbagai media dan
cara mempersuasi. Adapun beberapa tujuan lain dari periklanan adalah 21:
1. Mendukung program personal selling dan kegiatan promosi yang lain.
2. Mencapai orang-orang yang tidak dapat dicapai oleh tenaga
penjualan/salesman dalam jangka waktu tertentu.
3. Mengadakan hubungan dengan para penyalur, misalnya dengan
mencantumkan nama dan alamatnya.
4. Memasuki daerah pemasaran baru atau menarik langganan baru
5. Memperkenalkan produk baru
6. Menambah penjualan indusri
7. Mencegah timbulnya barang-barang tiruan
8. Memperbaiki reputasi perusahaan dengan memberikan pelayanan
umum melalui periklanan.
Dari berbagai uraian tentang tujuan dari periklanan diatas dapat kita temui
berbagai macam usaha dalam sisi positif yang dibangun dalam periklanan.
Sehingga dalam beriklan mestinya tidak ada dampak negative yang
ditimbulkan. Para pengiklan tidak rugi sebab barangnya laku terjual, para
pembeli tidak dirugikan sebab memiliki produk sesuai dengan kebutuhan.
4. Syarat-syarat iklan
Meskipun definisi tentang periklanan yang efektif dapat digunakan untuk
diterapkan di sebuah iklan, tapi harus diketahui juga syarat-syarat iklan yang
21 Asmajasari, op.cit., p.19-20
21
baik itu seperti apa. Walau bukan sebuah patokan yang wajib, tapi setidaknya
ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan seperti yang dijabarkan oleh
Shimp dalam bukunya22:
1. Iklan harus memperpanjang suara strategi pemasaran. Iklan bisa jadi
efektif hanya bila cocok dengan elemen lain dari strategi komunikasi
pemasaran yang diarahkan dengan baik dan terintegrasi.
2. Periklanan yang efektif harus menyetakan sudut pandang konsumen. Para
konsumen membeli manfaat-manfaat produk, bukan attribute/lambangnya.
Oleh karena itu, iklan harus dinyatakan dengan cara yang berhubungan
dengan kebutuhankebutuhan, keinginannya, serta apa yang dinilai oleh
konsumen daripada si pemasar.
3. Periklanan yang efektif harus persuasive. Persuasi biasanya terjadi ketika
produk yang diklankan dapat memberikan keuntungan tambahan bagi
konsumen.
4. Iklan harus menemukan cara yang unik untuk menerobos kerumunan
iklan. Pada pengiklan secara kontinyu berkompetisi dengan para
pesaingnya dalam mnarik perhatian konsumen. Ini bukan tugas yang
mudah karena sudah terlalu banyak iklan di media cetak, media elektronik,
serta sumber-sumber informasi lainnya yang tersedia setiap hari ke
hadapan konsumen. Saat ini, iklan di televisi telah digolongkan sebagai
“wallpaper audiovisual”- suatu yang sarkastik untuk menggambarkan
bahwa konsumen/pemirsa hanya menonton iklan sekilas saja, seperti
melihat wallpaper mereka yang baru mereka perhatikan secara detil
setelah bertahun-tahun terpasang di tembokrumahnya.
5. Iklan yang baik tidak pernah menjanjikan lebih dari apa yangbisa
diberikan. Intinya adalah menerangkan dengan apa adanya, baik dalam
pengertian etika serta dalam pengertian bisnis yang cerdas. Para konsumen
belajar dengan cepat ketika mereka ditipu dan akan membenci pengiklan.
6. Iklan yang baik mencegah ide kreatif dari strategi yang berlebihan. Tujuan
iklan adalah mempersuasi dan mempengaruhi; tujuannya bukan
membagus-baguskan yang bagus dan meluculucukan yang lucu.
Penggunaan humor yang tak efektif mengakibatkan orang-orang hanya
ingat pada humornya saja, tapi melupakan pesannya.
5. Jenis Iklan
Setelah mengurai beberapa hal yang harus diperhatikan dalam iklan, tentu
saja ada satu lagi yang tak kalah pentingnya dalam sebuah periklanan yaitu
pemilihan media dalam beriklan. Untuk dipertimbangkan lagi bahwa
22 Shimp, Terence A, Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta: Erlangga, 2003), p.415
22
pemilihan media ini harus berdasarkan kebutuhan dan strategi yang digunakan
oleh pengiklan, seperti yang dikatakan oleh Kasali dalam bukunya23:
1. Iklan di media cetak
2. Iklan di radio
3. Iklan di bioskop, TV, dan Video
4. Iklan luar ruang (papan reklame, neon box, spanduk, dll)
5. P.O.S Material (Selebaran, brosur, catalog, dll)
6. Merchandising (barang pecah belah, kaos, tas, booknote, dll)
6. Direct mail
Adapun dalam perkembangannya, iklan memiliki banyak jenis yang ada di
masyarakat. Berbagai jenis iklan ini mulai diperhatikan oleh pengelola
pemasaran suatu perusahaan dalam beriklan. Sebab dalam memasarkan
produk tentu saja mereka melihat target pasarnya dan jenis iklan apa yang
akan digunakan. Misalnya iklan level nasional atau lokal/retail dengan target
yaitu masyarakat konsumen secara umum, maka mereka harus menyesuaikan
sesuai target pasarnya. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat jenis iklan
menurut Morissan24 ini:
1. Iklan nasional
2. Iklan lokal
3. Iklan primer dan selektif
4. Iklan antar-bisnis
5. Iklan professional
6. Iklan predagangan
Dibalik semua iklan yang beredar tentu saja ada banyak pihak yang
bekerja dalam mensukseskan terbentuknya sebuah iklan. Sebuah iklan yang
komplit, seperti dalam televisi atau media cetak, merupakan hasil berbagai
upaya gabungan dari bagian atau orang-orang yang terlibat dalam periklanan.
23 Kasali, op.cit., p.27-28 24 Morissan, op.cit., p.20-21
23
Dari berbagai sumber penulis mendapatkan beberapa pihak yang terlibat
dalam proses periklanan dalam buku Shimp25 seperti dibawah ini :
a. Perusahaan dan organisasi lainnya yang beriklan
b. Biro-biro iklan
c. Perusahaan produksi iklan
d. Media periklanan
6. Jenis Iklan Berdasarkan Isi Pesan
Ada banyak jenis iklan yang berdasarkan kategori tertebtu, salah satunya
adalah iklan yang berdasarkan isi pesan. Berdasarkan isi pesan yang
dikandungnya iklan dapat dikategorikan dalam beberapa bidang. Bermacam
kategori iklan tersebut, yaitu :
a. Iklan Politik
b. Iklan Pendidikan
c. Iklan kesehatan
d. Iklan kecantikan dan perawatan tubuh
e. Iklan pariwisata
f. Iklan hiburan
g. Iklan olahraga
h. Iklan hokum
i. Iklan lowongan pekerjaan
j. Iklan duka cita
k. Iklan makanan dan minuman
l. Iklan otomotif
m. Iklan lingkungan hidup
n. Iklan property
o. Dan sebagainya
B. Bentuk Pesan dalam Iklan
Berbicara mengenai pesan berarti membahas tentang komunikasi,
sebab media disini sebagai sarana berkomunikasi. Seperti dalam
komunikasi Model Berlo dalam buku Deddy Mulyana26 yang sering
25 Shimp, op.cit., p.362 26
Mulyana, Deddy, M.A., Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), p.150
24
dikenal dengan SMCR kepanjangan dari Source (sumber), Message
(pesan), Channel (saluran), dan Receiver (penerima). Sebagian dari dunia
komunikasi, iklan menggunakan bahasa sebagai alat utama bentuk pesan
untuk melakukan penggambaran tentang sebuah realitas. Bentuk pesan
dalam iklan televisi menggunakan perpaduan kata-kata (verbal) dan
gambar (visual) dalam mengkonstruksi makna dan pencitraanya.
Perpaduan antara kata-kata dan gambar tampak lebih dinamis dalam iklan
televisi bila dibandingkan di media cetak. Seperti saat di televisi,
sebenarnya tidak sekedar kata-kata itu yang menjadi kekuatan konstruksi,
sebagai faktor yang memperkuat ingatan pemirsa terhadap kalimat
tersebut, namun sebenarnya kata-kata tersebut telah diperkuat oleh
visualisasi orang yang mengatakan kata-kata tersebut dengan dialek dan
perilaku yang menggelikan. Ketika diwaktu lain iklan tersebut muncul di
radio, maka kekuatan visual tetap saja muncul dalam ingatan pendengar
yang pernah menonton iklan tersebut di televisi, inilah sebuah realitas
bahasa dalam iklan televisi. Saat ini para model iklan sangat terampil
dalam memainkan kata-kata yang diikuti dengan bahasa tubuh yang dapat
memperkuat tampilan produk yang diiklankan serta menambah daya tarik
sebuah iklan televisi.
Bentuk pesan dalam iklan ini mengacu pada konsep pesan verbal
dan nonverbal dalam komunikasi. Sebab berbicara mengenai iklan tentu
tak lepas dari media dalam penyampai pesan dalam komunikasi.
25
A. Pesan Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai
sistem kode verbal27. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat
simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut,
yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Jalaluddin Rakhmat28, mendefinisikan bahasa secara fungsional dan
formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki
bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama,
karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara
anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal,
bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat
dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan
bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.
B. Pesan Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan
pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk
melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan
tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat
dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini
saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita
lakukan sehari-hari.
27 Mulyana, op.cit., p.200 28 Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1994), p.56
26
Masih belum terjalin kesepakatan dari ahli komunikasi nonverbal
mengenai pesan non verbal. Dalam buku “Psikologi Komunikasi”29, pesan
non verbal dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pesan kinesik, proksemik dan
artifaktual.
1) Pesan kinesik
Menggunakan gerakan tubuh yang berarti. Terdiri dari tiga
komponen utama : pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
a. Pesan fasial
Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna
tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat
menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebahagiaan, rasa
terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan kemuakan, pengecaman, minat,
ketakjuban, dan tekad.30
b. Pesan gestural
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti
mata dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut
Galloway, pesan gestural kita gunakan untuk mengungkapkan31 :
1. Melancarkan/tidak reseptif
2. Mendorong/membatasi
3. Responsif/tak responsif
4. Menyesuaikan/mempertentangkan
5. Mempehatikan/tidak memperhatikan
6. Perasaan positif/negatif Menyetujui/menolak
29 Rakhmat, op.cit., p.57 30 Ibid 31 Ibid., p.58
27
c. Pesan Postural
Pesan postural berkaitan dengan seluruh anggota tubuh. Postur
tentara saat berdiri akan berbeda dengan postur siswa di depan gurunya.
Mehrabian mengatakan ada tiga makna yang bisa disampaikan postur:
power, immediacy dan responsiveness32.
1. Immediacy merupakan ekspresi suka atau tidak suka pada
orang lain. Postur yang condong kearah yang diajak ngobrol
menjadi ekspresi suka atau impresi positif.33
2. Power menunjukan status yang tinggi untuk komunikator.
Seperti postur sosok yang tinggi hati di hadapan anda dan
postur sosok yang merendah34.
3. Seseorang menggunakan responsiveness bila ia berekspresi
secara emosional terhadap lingkungan, baik positif maupun
secara negatif35.
2) Pesan Prosemik
Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan
ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan
keakraban kita dengan orang lain. Pesan ini juga diekspresikan
dengan mengelola ruang objek dan rancang interiornya. Pesan
32 Rakhmat, op.cit., p.59 33 Ibid 34 Ibid 35 Ibid
28
proksemik bisa mengekspresikan suatu setatus keakraban, sosial-
ekonomi, dan keterbukaan36.
3) Pesan Artiaktual
Sebuah pesan artifaktual diekspresikan dengan penampilan –
badan, pakaian, dan kosmetika. Meskipun bentuk badan relatif
menetap, orang sering berkelakuan sesuai persepsinya tentang
tubuhnya dalam berhubungan dengan orang lain. Berkaitan dengan
tubuh, kita berupaya untuk membentuk image tubuh dengan
kosmetik dan pakaian. Pada umumnya pakaian kita gunakan
sebagai penyampai identitas kita, untuk mengatakan kepada orang
lain tentang siapa kita. Menyampaikan identitas berarti mengatakan
pada orang lain bagaimana posisi kita dan bagaimana orang lain
seharusnya memperlakukan kita. Selain itu, pakaian digunakan
untuk mengekspresikan perasaan (seperti blouse hitam ketika
sedang berduka cita, atau warna yang semarak ketika sedang ceria),
status dan peranan (seperti seragam dinas polisi), dan formalitas
(seperti menggunakan sendal untuk menunjukkan keadaan
nonformal dan menggunakan batik untuk situasi yang formal).
Kosmetik, seperti yang dinyatakan M.S. Wetmore Cosmetic Studio
di Encino, Kalifornia, dapat mengekspresikan kesehatan (dengan
memakaikan make up dasar guna meratakan noda kulit), sikap
36 Rakhmat, op.cit., p.60
29
yang ekspresif dan komunikatif (dengan cara “memoles” mata),
dan kehangatan (dengan mengolah warna bibir)37.
C. Mitos Kecantikan Dalam Iklan
Dalam memahami proses penandaan, Barthes juga melihat aspek lain dari
penandaan yaitu “mitos” (yang digunakan dalam tahap kedua) untuk memaknai
sebuah pesan. Mitos, menurut Kamus besar bahasa Indonesia adalah cerita suatu
bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran
tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tsb, mengandung arti
mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. Untuk melengkapi data,
selanjutnya penulis paparkan data lebih detail. Menurut Barthes sendiri, mitos
terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-
penanda; tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang memiliki penanda kedua
dan membentuk tanda baru. Kontruksi penandaan pertama adalah bahasa, yang
kedua merupakan mitos yang di pahami Barthes sebagai metabahasa.
Mitos kecantikan perempuan dalam Wolf 38 adalah suatu bentuk destruktif
dari kontrol sosial dan merupakan reaksi terhadap meningkatnya status
perempuan. Dimana kini perempuan lebih dihargai dan diperhitungkan secara
professional baik dalam dunia politik maupun dunia bisnis. Umumnya perempuan
mengahadapi kontradiksi yang hebat didalam dirinya sendiri dalam mengadopsi
sifat-sifat feminisme yang diajarkan oleh keluarga berdasarkan tradisi turun -
temurun. Definisi cantik dan mitos bagi perempuan berubah-ubah dari masa ke
masa. Mitos-mitos kecantikan dan seksualitas sebagian juga lahir lewat tradisi.
Sejak zaman dulu, perempuan sudah dikonstruksikan sebagai makhluk yang
cantik, identik dengan keindahan.
Menjadi perempuan berarti menjadi cantik, dan sebaliknya tidak cantik
sangatlah tidak perempuan . Dan cantik adalah kata yang sebagian besar mengacu
37 Rakhmat, op.cit., p.60 38 Wolf, Naomi, mitos kecantikan: kala kecantikan menindas perempuan. (Yogyakarta: Niagara, 2004), p.23
30
pada sifat fisik. Maka kecantikan hanyalah ornamen, bukan keanggunan yang
sesungguhnya. Kecantikan tidak bisa dilepaskan dari citra tubuh dan seksualitas.
Kecantikan selalu disetarakan dengan bentuk fisik, relasi atau keintiman dengan
lawan jenis, serta perjodohan dan hubungan seksual. Mitos kecantikan tidak
pernah lekang oleh waktu dan telah berlangsung sepanjang sejarah, berawal sejak
zaman Revolusi Industri pada tahun 1830- an39.
Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas lingkup
makna yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dengan
makna konotatif. Spradley menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang
ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Sehubungan dengan uraian diatas,
semiotika sebagai pendekatan meninjau iklan. Adalah dengan melakukan otokritik
terhadap karya-karya yang di buat. Pendekatan semiotik merupakan salah satu
untuk mengetahui dan mengontrol iklan-iklan yang dibuat karena iklan
merupakan salah satu tanda yang diciptakan seniman yang dapat dibaca oleh
penonton atau penerima tanda. Dengan pendekatan signifikansi Barthes akan
diketahui bagaimana makna konotasi dan mitos yang terkandung dalam rangkaian
iklan40.
Menurut Roland Barthes, sebuah teks bukanlah sebaris kata-kata yang
menampilkan sebuah makna teologis tunggal (pesan pengarang atau Tuhan)
melainkan sebuah ruang multidimensi yang di dalamnya beraneka ragam tulisan,
tak satupun darinya yang orisinal, bercampur aduk, dan saling berbenturan. Teks
adalah tisu kutipan yang diambil dari pusat kebudayaan yang tiada batas. Teks itu
sendiri merupakan sebuah jaringan kutipan-kutipan yang diambil dari pusat-pusat
kebudayaan yang tak terhingga banyaknya41.
39 Wolf, op.cit., p.5 40
Barker, Chris, Cultural Studies: Teori dan Praktik, (Bantul: Kreasi Wacana, 2016), p.74
41 Barker, op.cit., p.75
31
Teks iklan sebagai sebuah sistem penandaan yang kompleks tersusun atas
kombinasi tanda-tanda. Makna yang dihasilkan dalam iklan tergantung dari
kombinasi antara gambar, suara dan tulisan untuk memahami bagaimana iklan
memanfaatkan dunia tanda-tanda.
Berarti iklan yang dalam hal ini menjadi sebuah pesan teks pada proses
komunikasi yang dirancang khusus dari sebuah gagasan menjadi symbol-simbol
dan atau bahasa. Berarti nanti para penerima pesan ini akan menerima sebuah
pesan berupa iklan yang berupa symbol dan atau bahasa. Sehingga akan
memunculkan banyak persepsi dalam benak penerima pesan. Seperti yang
dikatakan Saussure:
Persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-
kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap
revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia, lebih dari
sekedar merefleksikan realitas yang ada42 (Sobur,2006:87).
Mitos kecantikan sebenarnya merujuk pada prilaku, bukan fisiknya.
Kualitas pada periode tertentu, disebutkan sebagai kecantikan perempuan itu
hanya symbol dari perangai perempuan yang dianggap menggairahkan.
Persaingan antara perempuan menjadi mitos yang memisahkan satu sama lain.
Kemudaan dan keperawanan menjadi ukuran kecantikan perempuan. Perempuan
yang sudah tua merasa terancam oleh perempuan muda. Sementara itu,
perempuan yang masih muda takut menjadi tua. Kemudian identitas perempuan
direduksi hanya sebatas pada kecantikan43.
42 Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik Analisis Framing, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006),p.87 43 Julian, Royyan. “MITOS KECANTIKAN DALAM CERPEN-CERPEN DWI RATIH RAMADHANY”. Jurnal Poetika (2016), IV, p.55
32
C.1. Konsep Kecantikan
Untuk mendapatkan pengertian dari kecantikan dan citra perempuan,
penulis akan menyajikan secara bertahap. Dengan cara membaginya secara
terpisah terlebih dahulu. Berbicara perihal kecantikan berarti berbicara pula
mengenai perempuan. Terlepas dari peran seorang wanita baik personal maupun
sosialnua. Dalam jurnlanya44, Wiasti membahas tentang Konsep kecantikan
seperti ini:
1. Kecantikan klasik lebih condong pada ukuran-ukuran tubuh yang
proporsional sesuai konsepsi ideal yang ditentukan oleh budaya, dan
perpaduan antara kecantikan fisik dan mental (inner buauty), serta
menekankan pada keselarasan hubungan dengan alam.
2. Konsep kecantikan tradisional pada dasarnya cenderung pada prinsip
harmony, yang terkait secara struktural antar bagian tubuh sebagai efek
alamiah dari sebuah anatomi dan fisiologis badan manusia.
3. Kecantikan modern, lebih mengarah kepada keseragaman atau
universalitas, seperti halnya kulit putih, dan ukuran-ukuran tubuh yang
proporsional, dan semuanya mengacu pada hal-hal yang modern.
4. Sedangkan kecantikan postmodern, adalah kecantikan yang mengarah
pada makna pluralitas, heterogenitas dan bersifat sangat subyektif.
Bebarapa definisi tentang kecantikan sering mengarah pada sosok
perempuan yang memiliki tubuh langsing berkulit putih. Hal ini senada dengan
pendapat dari seorang ahli komunikasi massa, Dedi Mulyana dalam bukunya45
menyatakan bahwa:
“Seorang wanita yang paling cantik dalam banyak budaya adalah yang wajahnya
paling menarik dan seksi (plus kulitnya putih mulus), namun dalam budaya lain
mungkin yang rambutnya keriting, paling pucat wajahnya, paling hitam kulitnya.
Pendek kata kecantikan selalu dikonstruksikan oleh masyarakatnya. Bagi suku
Dayak di Kalimantan, kecantikan identik dengan seberapa banyak anting-anting
yang dikenakan untuk membuat lubang di cuping telinga mereka semakin lebar
dan tergantung ke bawah. Di kalangan penduduk Fiji di Pasifik, secara tradisional
kecantikan identik dengan kemampuan reproduksi, yakni makan banyak dan
tubuh yang subur. Namun kini media massa yang yang merambah berbagai
44 Wiasti, Ni Made. “REDEFINISI KECANTIKAN DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA PEREMPUAN BALI, DI KOTA DENPASAR”. PIRAMIDA (2012), S.l, p.4 45 Mulyana, op.cit., p.177-178
33
budaya telah banyak mengubah citra kecantikan wanita dalam budaya- budaya
tersebut. Salah satu ciri kecantikan modern adalah tubuh yang ramping”46.
Dari pengertian diatas penulis mendapatkan sebuah gagasan tentang
kecantikan secara tradisional dan modern. Untuk melengkapinya mari kita
perhatikan hal yang berkaitan dengan kecantikan, yaitu sebuah citra dan
perempuan. Menurut KBBI Citra adalah gambaran yang dimiliki orang banyak
mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Sedangkan perempuan itu
sendiri didefinisikan sebagai sebagai orang (manusia) yang memiliki puki dapat
menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), dengan demikian, maka diperoleh pengertian bahwa citra perempuan
adalah gambaran atau representasi mental yang tergambar dibenak seseorang
terhadap perempuan dewasa.
Sejarah tubuh wanita di dalam ekonomi politik kapitalisme adalah sejarah
pemenjaraannya sebagai ‘tanda’ atau fragmen-fragmen tanda. Kapitalisme
‘membebaskan’ tubuh wanita dari ‘tanda-tanda’ dan identitas tradisionalnya (tabu,
etiket, adat, moral, spiritual) dan ‘memenjarakannya’ dalam ‘hutan rimba tanda-
tanda’ yang diciptakannya sendiri sebagai bagian dari ekonomi politik
kapitalisme. Ekonomi kapitalisme mutakhir telah berubah ke arah penggunaan
‘tubuh’ dan ‘hasrat’ sebagai titik sentral komoditi, yang disebut dengan ‘ekonomi
libido’. Tubuh menjadi bagian dari semiotika komoditi kapitalisme, yang
diperjualbelikan tanda, makna, dan hasratnya47.
46 Mulyana, op.cit., p.177-178 47 Sobur, op.cit, p.38
34
Standart Kecantikan
Dalam jurnal Julian48 mitos kecantikan memerlukan standar baku karena ia
universal. Standar baku ini merupakan imajinasi tentang kesempurnaan seorang
perempuan. Mistik feminine yang menjadikan seorang ibu dan istri rumah tangga
sebagai sosok sempurna sudah digantikan oleh perempuan yang telah ditakar
ukuran kualitasnya secara fisik.
Menurut mitos kecantikan didunia modern bahwa perempuan cantik
adalah sosok berambut pirang seperti yang disebut Wolf, dalam jurnal Julian49,
perempuan bisa disebut cantik jika punya rambut hitam, lurus, dan panjang hingga
pinggul. Imajinasi mengenai kecantikan dalam jurnal ini lebih mengarah pada
perempuan tradisional yang punya rambut panjang daripada perempuan modern
yang punya model rambut bermacam.
Standart kecantikan dalam jurnal ini dikatakan lagi tentang deskripsi kulit
seputih salju, bibir merah merona, dan tubuh yang beraroma wangi. Nyatanya,
aroma wangi bukan sifat instrinsik manusia. Ia disebabkan oleh faktor luar, seperti
bebungaan atau parfum.
Frase “kulit kencang” seringkali diasosiasikan dengan usia. Pada
umumnya, perempuan tua merupakan kelompok usia yang tidak punya kualitas
tersebut. Oleh karena itu, ketika jadi tua adalah kata lain dari mengucapkan
selamat tinggal pada kecantikan. Para perempuan sering melawan penuaan dengan
cara menghapus kerutan pada wajah dan mengembalikan kulit kencang
sebagaimana pada saat masih muda50.
48 Julian, op.cit., p.55 49 Ibid 50 Ibid
35
Julian menyebutkan bahwa, apa yang dikatakan cantik sebenarnya
mengarah pada perilaku perempuan yang menggairahkan. Daya tarik sensual
tersebut tidak esensial; bukan suatu yang deterministik. Maka, kecantikan adalah
sebuah konstruksi dari perempuan, sebagai subjek kecantikan, mereka berlomba-
lomba berperilaku sesuai norma menjadi cantik; saling berkontestasi untuk
mendapat pengakuan dari laki-laki atau sesamanya51.
Dengan memanfaatkan standar baku kecantikan, bisa jadi, kecantikan
tidak bisa didefinisikan sebagai kualitas tertentu pada bagian tubuh. Ia harus
diaplikasikan ke dalam tindakan. Tubuh menjadi indah saat ia berjalan dengan
metode yang tepat. Mata bisa menggoda saat ia dikerlingkan dengan cara yang
tepat. Akhirnya, cantik lebih benar disebut sebagai kata kerja daripada kata sifat.
Dalam konteks kutipan di atas, cantik adalah saat si pemiliknya tengah melakukan
upaya menebar pesona.
Sebab cantik bukan value intrinsik, ia perlu factor dari luar. Pada bahasan
diatas, cantik bukanlah kualitas tertentu yang sama dengan penampilan fisik
perempuan. Namun, ia serupa perilaku tertentu yang bisa menyebabkan “gairah”.
Mitos kecantikan “wolfian” juga dikonstruksi di atas anggapan kalau standar baku
cantik dibangun oleh industri kecantikan seperti program diet, operasi wajah,
perusahaan kosmetika, dan sebagainya. Iklan berperan menjadi “nabi” yang
menyampaikan standar- standar kepada khalayak52.
51 Julian, op.cit., p.57 52 Ibid., p.58
36
Standar kecantikan di Indonesia sendiri memiliki banyak versi, seperti
yang penulis temukan pada laman internet yang dilansir situs Brilio53, setidaknya
ada 8 macam kecantikan jaman dahulu, antara lain :
1. Wanita Jawa yang cantik adalah yang pandai menari (tahun 1934)
2. Wanita Papua yang cantik adalah yang bertato tradisional (tahun 1900)
3. Wanita Bandung yang cantik adalah yang bisa menenun (tahun 1920)
4. Wanita Gayo yang cantik adalah yang memakai lebih banyak
perhiasan dari wanita lain (1900)
5. Wanita Minangkabau yang cantik adalah yang menjaga kehormatan
dengan memakai pakaian adat (1930)
6. Wanita Dayak yang cantik adalah yang memakai anting-anting berat,
semakin panjang lebar lubang anting di telinga makin cantik (1920)
7. Wanita Sulawesi yang cantik adalah ketika bisa menari dan
mengenakan pakaian adat lengkap (1940)
8. Wanita Bali yang cantik adalah yang terampil dalam menyusun sesaji
persembahan untuk dewa (1900)
53 Fadila Adelin. “10 Standar Keccantikan Wanita Indonesia Zaman Dulu Tanpa Sulam Alis”. Diakses dari https://www.brilio.net/cewek/10-standar-kecantikan-wanita-indonesia-zaman-dulu-tanpa-sulam-alis-1608023.html , pada tanggal 22 April 2018 pukul 22.00
37
Dibelahan dunia yang lain, dibeberapa negara juga memiliki standar
kecantikan yang berbeda, seperti yang dilansir dalam laman situs Interactive
learning resources for Southeast Asian languages, literatures and cultures54,
antara lain :
1. Di Jepang, kulit merupakan kunci dari kecantikan. Perempuan di
Jepang memiliki kulit lembut dan cantik tanpa bekas, terutama di
wajah mereka. Kulit wanita di Jepang memang halus, tapi tetap saja
belum terasa lengkap tanpa rambut yang lurus, karena rambut lurus di
Jepang juga dianggap cantik, dan kebanyakan rambut-rambut wanita
Jepang itu memang lurus-lurus.55
2. Di Thailand dan Burma, anggota dari suku kayan memulai ritual
kecantikan mereka saat muda. Ketika umur 5 tahun, mereka sudah
dipakaikan gelang berbentuk melingkar di lehernya. Gelang leher itu
terus ditambahkan seiring dengan bertambahnya usia, dan hal tersebut
membuat lehernya semakin panjang seperti leher jerapah. Bagi
mereka, leher yang panjang dengan gelang bersinar merupakan tanda
status sosial mereka. Beratnya gelang leher itu mencapai 22 pounds
atau sekitar 10,5 kilo.56
3. Wanita di India mencampur turmeric, jeruk, dan madu untuk dioleskan
ke kulit mereka, pada hari-hari perayaan seperti pernikahan atau acara
54 Patricia Henry. “Definisi dan Pengertian Cantik tidak sama”. Diakses dari http://www.seasite.niu.edu/flin/definisi_kecantikan.htm pada 22 April 2018 pukul 22.15 55 Ibid 56 Ibid
38
keluarga. Tanda merah di dahi mereka disebut kumkum dan mereka
berpikir hal ini membuat mereka semakin menarik.57
4. Bagi wanita di Iran, kecantikan itu punya hidung mancung. Para
perempuan di Iran sangat menyukai hidung mungil nan indah, karena
mereka biasanya memakai pakaian yang menutupi badannya dari
ujung rambut hingga kaki, kecuali wajahnya. Tapi sesungguhnya
kebanyakan perempuan di Iran punya hidung yang besar, hingga
mereka rela melakukan berbagai cara untuk memperbaiki hidung
mereka. Biasanya mereka melakukan operasi untuk mempercantik
hidungnya. Negara Iran menjadi negara dengan jumlah operasi hidung
terbanyak di dunia.58
5. Brazil merupakan negara pengguna pil diet tertinggi di dunia, karena
para wanita di Brazil ingin memiliki badan yang langsing. Selain
mengkonsumsi pill diet, mereka juga hobi fitness dan melakukan
operasi. Para wanita Brazil menghabiskan 3/4 gajinya hanya untuk
perawatan kecantikan.59
6. Kecantikan di Indonesia cenderung kearah langsing. Di Indonesia
memiliki cara melangsingkan tubuh setelah hamil dengan memakai
stagen. Pemakaiannya dengan melilitkan ke perut guna menekan perut
dan pinggang. Penggunaan stagen membuat yang memakai merasa
sakit, sebab tekanan stagen cukup kencang.60
57 Patricia, op.cit.p.1 58 Ibid 59 Patricia, op.cit., p.1 60 Ibid
39
7. Di Ethiopia, cantik itu punya bekas luka cakar. Bekas luka di Ethiopia
ini sengaja dibuat sendiri dengan cara menyayat perut mereka. Mereka
berpendapat bahwa bekas luka ini dapat memuaskan pria, dan semakin
banyak bekas luka, maka makin cantik. Biasanya luka cakar tersebut
mulai dibuat ketika masih anak-anak.61
8. Di Perancis, cantik itu berkelas, langsing, anggun, dan cantik. Di Paris,
perempuan menghabiskan banyak waktunya untuk perawatan
kecantikan. Karena mereka langsing-langsing, jadi hanya menyediakan
baju dengan ukuran duabelas untuk wanita. Anehnya, menurut mereka,
umur 60 tahun merupakan saat perempuan Paris paling cantik.62
9. Hampir di semua negara menganggap cantik itu ibarat dengan
langsing, tapi di negara bagian Afrika barat, Big is Beautifull.
Mauritania negara berpasir yang terletak di sebelah barat laut Afrika.
Arti kecantikan sangat berlawanan di Mauritania, dimana besar itu
lebih baik(Sexy) dari pada langsing. Semakin Besar (Gendut) seorang
wanita, maka semakin banyak pria yang suka, jika semakin langsing
maka semakin tidak laku. Lucunya, pria di Mauritania haruslah kurus
atau langsing.63
Dari berbagai macam versi kecantikan diatas semakin menambah data bagi
penelitian ini. Sehingga akan memudahkan penelitian ini dengan mengkomparasi
berbagai versi kecantikan lalu menganalaisis iklan ini akan mengarah pada
61 Ibid 62 Patricia, op.cit., p.1 63 Ibid
40
kecantikan yang seperti apa. Selanjutnya penulis akan membahas masalah
perempuan dalam industri media.
C.2. Perempuan dalam Industri Media
Dalam media massa, sering dijumpai iklan produk yang menampilkan
perempuan dalam iklan tersebut. Perempuan dianggap mampu menampilkan citra
yang tepat agar pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan dapat sampai
kepada para penonton. Dalam banyak iklan terjadi penekanan terhadap pentingnya
perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas kecantikan secara
biologis, seperti memiliki kulit putih (iklan sabun mandi), memiliki rambut
panjang (iklan sampo) dan lainnya. Seperti yang terdapat dalam jurnal Sari, ia
menyatakan bahwa:
“Wanita terjangkiti dengan kebutuhan untuk memenuhi gambaran
tertentu tentang kecantikan. Kecantikan yang ideal seringkali memberi tekanan
pada wanita, yang kemudian akan menimbulkan obsesi untuk mencapai
gambaran ideal tentang menjadi cantik. Hal ini juga berlaku tidak hanya bagi
wanita tetapi juga bagi pria. Greer menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan
dampak budaya yang menekan setiap orang saat ini. Berdasarkan penjalasan ini
dapat disimpulkan bahwa stereotip dalam iklan, yang terjadi akibat pengaruh
budaya, dapat memunculkan efek negatif bagi pihak yang terkena stereotip”.64
Senada dengan uraian diatas, Fitryani dalam jurnalnya juga mengatakan
bahwa kebutuhan akan tampil cantik dengan modal kulit putih dan rambut lurus
tidak bisa lepas dari pengaruh media massa, terutama media yang mempunyai
kekuatan audio visual dalam tayangan iklan, terutama dalam produk kecantikan.
Selanjutnya Fitryani melanjutkan dalam jurnalnya:
64 Sari, Wulan Purnama. “KONFLIK BUDAYA DALAM KONSTRUKSI KECANTIKAN WANITA INDONESIA”. FIKOM TARUMANEGARA (2015), VII/2, p.118
41
Marshall McLuhan menyebut televisi sebagai hot media adalah media paling
efektif untuk membangkitkan dan melumpuhkan kesadaran massa dalam jangka
tak bisa ditentukan. Di belahan dunia manapun logika dasar televisi memang
demikian: menghipnotis orang sedemikian rupa, hingga mereka tunduk di bawah
kekuasaannya, untuk kemudian digiring berbondong-bondong agar
mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan.65
Begitu banyak model iklan yang beredar berisi perempuan dengan citra
yang hampir sama, seperti kulit putih, tubuh langsing, rambut hitam lurus, dsb.
Dengan dukungan media yang dapat dengan mudah ditemui dimanapun,
kapanpun, semakin membuat citra perempuan dalam iklan semakin hari semakin
kuat dalam artian pengaruh iklan bukan hanya pada persuasif pembelian produk,
tapi juga pada tahap kesadaran semu akan makna kecantikan yang dibuat iklan.
Seperti yang diungkapkan Naomi dalam bukunya, bahwa sosialisasi citra
kecantikan ideal ini disuguhkan melalui usaha persuasif dalam iklan, sehingga
selanjutnya akan menumbuhkan keinginan bagi konsumen perempuan untuk
memiliki wajah putih sebagaimana yang dimodelkan oleh iklan ini. Dan pada
akhirnyapun akan berlanjut pada perilaku pembelian oleh konsumen perempuan.
Demikianlah, dalam iklan ini perempuan dimaknai sebagai konsumen potensial
bagi sang produsen.66
Oleh karena itu banyak yang menggunakan citra seorang wanita dalam
sebuah media. Sebab bias yang ditimbulkan bisa memantik keuntungan bagi pihak
pengiklan. Belum lagi ketika berbicara mengenai kecantikan, yang tentu banyak
mengandung mitos dibaliknya daripada konten atau informasi yang disampaikan.
65 Fitryani, Inda. “IKLAN DAN BUDAYA POPULAR: PEMBENTUKAN IDENTITAS IDEOLOGIS KECANTIKAN PEREMPUAN OLEH IKLAN DI TELEVISI”. Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti (2009), VI/2, p.121 66 Wolf, op.cit., p.17
42
C.3. Jenis Citra Wanita dalam Iklan
Menurut Tamrin Amal Tomagola dalam Asmajasari67, seorang sosiolog
dari Universitas Indonesia, dalam makalahnya membagi 5 citra wanita yang
ditampilkan di iklan meliputi:
1. Citra Pigura
Maksudnya iklan itu menekankan betapa pentingnya para wanita
untuk tampil memikat. Untuk itu wanita harus mempertegas kewanitaanya
yang sudah ada secara biologis alias kecantikan fisiknya.
2. Citra Pilar
Yaitu wanita sebagai pengurus utama rumah tangga. Citra ini
ditampilkan berdasarkan anggapan biar laki-laki dan wanita sama, tapi
secara kodrati mereka tetap berbeda.
3. Citra Peraduan
Maksudnya wanita harus menggunakan dana dan daya untuk
kepentingan pria.
4. Citra Pinggan
Maksudnya berkisar dalam urusan perut.
5. Citra Pergaulan
Maksudnya bila wanita ingin masuk dan diterima dalam suatu
lingkungan pergaulan sepatutnyalah ia menggunakan sesuatu yang menjadi
pelengkapnya.
Jadi menurut penulis, tubuh wanita dimuati dengan citra-citra tertentu
daripada sekedar pesona biologis. Keunikan tubuh wanita di dalam media
sengaja dikonstruksi dengan mengambil bagian-bagian tubuh tertentu
sebagai satu hal yang bisa dimaknai sesuai apa yang nampak, dengan
berbagai posisi dan pose, serta dengan berbagai aksesoris yang bermakna.
Tubuh wanita yang dieksploitasi melalui ribuan bentuk sikap, gaya, dan
penampilan ini seolah mengkonstruksi tubuhnya sebagai objek yang dijadikan
panutan karena dianggap mempunyai pesona tertentu yang mampu memberi
67 Asmajasari, op.cit., p.114-115
43
efek semu berkepanjangan bagi yang melihat seperti halnya acuan tubuh
ramping adalah kecantikan yang ideal.
D. Makna Tanda
Untuk mengurai makna tanda, mari kita telisik dulu pendapat dari
beberapa sumber yang peneliti dapatkan satu persatu. Sebelum itu mari kita lihat
dulu definisi merutut KBBI. Tanda menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti, (1) yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu, (2) gejala. (3)
bukti, (4) pengenal, (5) lambang (6) petunjuk. Selanjutnya definisi makna menurut
Kamus besar bahasa Indonesia adalah arti, atau maksud pembicara atau penulis;
pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Untuk melengkapi
data, selanjutnya penulis paparkan data lebih detail.
Menurut Budianto dalam Sobur, Tanda sesungguhnya representasi dari
gejala yang punya beberapa kriteria seperti: nama (sebutan), peran, fungsi, tujuan,
keinginan. Tanda ini meliputi kehidupan manusia. Apabila tanda berada pada
kebudayaan manusia, maka ini berarti tanda dapat pula berada pada kebudayaan
manusia, dan menjadi sistem tanda yang digunakannya sebagai pengatur
kehidupannya. Oleh karenanya tanda-tanda itu (yang berada pada sistem tanda)
sangatlah akrab dan bahkan melekat pada kehidupan manusia yang penuh makna
seperti teraktualisasi pada bahasa, religi, seni, sejarah, ilmu pengetahuan.68
Menurut beberapa definisi diatas, tanda merupakan apa saja yang bisa
mewakili atau menunjukan sebuah objek kepada yang sedang melihat, memahami,
menanggapinya. Tanda bersifat material yang mampu diketahui oleh alat
pengindera. Pemahaman tentang sebuah tanda bisa jadi berbeda, hal ini
disebabkan oleh kesepakatan yang berlaku. Tanda selain bersifat material, juga
bisa bersifat komunikatif seperti sebuah jam menunjukkan waktu. Namun pada
68 Sobur, op.cit., p.124
44
kasus tertentu tanda bisa bersifat representatif, seperti pemindahan tali toga dari
kiri ke kanan menandakan sebuah kelulusan seorang mahasiswa. Dalam penelitian
ini, iklan adalah objek yang akan diteliti, melalui semiotik peneliti akan mencari
makna dari tanda-tanda dalam iklan.
Makna adalah persepsi. Seperti yang dikutip Alex Sobur69 dari Gorys
Keraf (1995) mengatakan, makna dapat dibatasi sebagai “hubungan antara bentuk
dengan hal atau barang yang diwakilinya (referennya). Kemudian dalam buku
yang sama Sobur70 juga menyatakan bahwa, “tanda sebenarnya representasi dari
gejala yang memiliki sejumlah kriteria yaitu nama, peran, fungsi, tujuan,
keinginan”. Jika Saussure mengintrodusir istilah signifier dan signified berkenaan
dengan lambang-lambang atau teks dalam satu paket pesan maka Barthes
menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjukkan tingkatan-
tingkatan makna. Makna denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat
objektif yang dapat diberikan terhadap tanda-tanda, yakni dengan mengaitkan
secara langsung antara lambang dengan realitas atau gejala yang ditunjuk.
Kemudian makna konotasi adalah makna-makna yang dapat diberikan pada tanda-
tanda dengan mengacu pada nila-nilai budaya yang karenanya berada pada
tingkatan kedua. Barthes menggunakan kata mitos yang berfungsi sebagai
deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan makna tertentu dengan
berpijak pada nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat.
Untuk lebih detail mari kita perhatikan apa yang disampaikan oleh
Saussure dalam Sobur71:
69 Ibid., p.22-23 70 Ibid., p.124 71 Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi . (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), p.46
45
“Ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam teori Saussure ini yaitu prinsip yang
mengatakan bahwa bahasa itu adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu
tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda), dan signified (petanda).
Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara,
baik suara manusia, binatang, atau bunyi-bunyian, hanya bisa dikatakan sebagai
bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi tersebut
mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan ide-ide, pengertian-
pengertian tertentu. Untuk itu, suara-suara tersebut harus merupakan bagian dari
sebuah sistem konvensi, sistem kesepakatan dan merupakan bagian dari sebuah
sistem tanda.”
Penulis menemukan satu hal yang bisa kita pahami bersama bahwa sebuah
bahasa memiliki sistem yang bisa diuraikan, entah itu melalui suara-suara
manusia, binatang, atau bunyi-bunyi yang lain. Dengan sebuah syarat bahwa
memang sudah ada kesepakatan bahwa suara-suara tadi merupakan bagian dari
sistem konvensi dan bagian dari sistem tanda. Dari sisi semiotik Saussure
menekankan pada tanda yang terbagi dari dua yaitu penanda dan petanda.
Meskipun begitu, ada sebuah teori yang disampaikan Peirce yang menurut
penulis layak untuk diketahui. Yaitu segitiga elemen makna. Menurut Peirce
dalam Sobur72, kata merupakan salah satu bentuk dari tanda. Lalu, sesuatu yang
dirujuk oleh tanda disebut objek. Kali ini yang membedakan dengan teori
Saussure ada pada elemen ketiga yaitu interpretan. Peirce mengatakan bahwa
tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda
adalah elemen ketiga yaitu interpretan. Menurut Peirce, jika ketiga elemen makna
itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka akan muncul makna tentang sesuatu
yang diwakili oleh sebuah tanda tersebut. Untuk memudahkan dalam memahami
ketiga elemen ini mari kita simak gambar dibawah ini:
72 Sobur, op.cit., 2006, p.115
46
Gambar 2.1
Kali ini penulis mengulas sedikit perihal semiotik oleh Rolland Barthes.
Disini penulis menemukan dalam buku Sobur73 bahwa semiotik menjadi
pendekatan penting dalam teori media pada akhir tahun 1960-an sebagai hasil
karya Rolland Barthes. Dibuku ini mengatakan, Barthes memiliki pandangan
bahwa semua objek kultural dapat diolah secara tekstual. Dilanjutkan dengan
pernyataan bahwa semiotik ini merupakan sebuah ilmu mengenai bentuk. Secara
gamblang ia mengungkapkan tentang studi ini sebenarnya mengkaji signifikasi
yang terpisah dari isinya, dan studi ini bukan hanya meneliti tentang signifier dan
signified saja, tapi juga hubungan yang mengikat pada sebuah tanda secara
keseluruhan. Melanjutkan pernyataan diatas mengenai semua objek cultural dapat
diolah secara tekstual, Barthes mengatakan bahwa teks disini diartikan secara
luas, yaitu teks yang tidak hanya berkaitan dengan aspek linguistik saja. Semiotik
ini bisa meneliti teks yang terdapat pada tanda, yang terkodifikasi dalam sebuah
73 Ibid, p.123
47
sistem. Misalnya film, drama, fiksi, berita, puisi, berita, fashion, dan iklan.
Disebutkan juga disini bahwa semiotik merupakan varian dari teori
strukturalisme, yang mana teori ini berasumsi bahwa teks adalah sebuah fungsi
dari isi dan kode. Sedangkan sebuah makna merupakan produk dari sistem
hubungan dalam proses ini.
E. Konstruksi Tanda dalam iklan
Konstruksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai
susunan (model, tata letak) suatu bangunan atau susunan dan hubungan kata
dalam kelompok kata (KBBI). Sedangkan menurut kamus komunikasi, definisi
konstruksi adalah suatu konsep, yakni abstraksi sebagai generalisasi dari hal-hal
yang khusus, yang dapat diamati dan diukur.
Antonio Gramsci melihat media sebagai ruang di mana berbagai ideologi
direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran
ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi
lain, media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi
kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrument perjuangan
bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.74
Kecenderungan dalam pemilihan media iklan menggunakan Audio Visual
semata-mata untuk menarik perhatian dan membuatnya menarik daripada
menggunakan gambar statis. Seperti dalam buku Deddy Mulyana75 menerangkan
seperti ini:
Bahwa suatu objek yang bergerak lebih menarik perhatian daripada
gambar diam seperti komik. Suatu rangsangan yang intensitasnya menonjol juga
akan menarik perhatian. Seseorang yang bersuara paling keras, yang tubuhnya
paling gemuk, yang kulitnya paling hitam, atau yang wajahnya paling cantik akan
menarik perhatian kita. Berdasarkan prinsip ini, kita melihat bahwa suatu nama
surat kabar atau majalah atau iklan televise sering disertai dengan suatu unsure
74 Sobur, op.cit., 2006, p.30 75 Mulyana, op.cit., p.183-184
48
yang kontras, sebagai eye catcher atau ear-catcher-nya. Unsur kontras dalam
sebuah iklan TV adalah, selain wajah cantik, terutama slogan iklan TV tersebut
atau lagu (jigle) yang menutup iklan TV tersebut.
Iklan lebih memilih sesuatu yang menarik perhatian dalam isinya. Dalam
komposisi yang kompleks ini seringkali orang menjumpai hal yang tidak pada
umumnya, sebab akan mudah mencuri perhatian jika ada sesuatu yang aneh.
Senada dengan ini Sobur76 menyatakan, bahwa analisis semiotik ini memang
berusaha untuk memperhatikan sesuatu yang dirasa aneh saat sedang membaca
atau mendengar sebuah naskah atau narasi. Jadi analisis semiotik ini bisa
dikatakan sebagai suatu analisis yang memperhatikan hal yang ganjil dalam
sebuah teks. Menurut Sobur, analisis semiotik bersifat paradigmatik, dalam arti
berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik
sebuah teks. Maka itu, orang lebih sering menyebut ikhtiar ini dengan ungkapan
menemukan makna “berita di balik berita”.
Berarti iklan yang dalam hal ini menjadi sebuah pesan pada proses
komunikasi yang dirancang khusus dari sebuah gagasan menjadi symbol-simbol
dan atau bahasa. Berarti nanti para penerima pesan ini akan menerima sebuah
pesan berupa iklan yang berupa symbol dan atau bahasa. Sehingga akan
memunculkan banyak persepsi dalam benak penerima pesan. Seperti yang
dikatakan Saussure:
Persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-
kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap
revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia, lebih dari
sekedar merefleksikan realitas yang ada.77
76 Sobur, op.cit., 2006, p.117 77 Sobur, op.cit., 2006, p.87
49
Jadi semiotika dalam iklan ini melibatkan tanda dan kode. Setiap bagian
iklan menjadi tanda, yang secara mendasar berarti sesuatu yang memiliki makna.
Dalam iklan, tanda-tanda yang secara jelas dapat dibaca adalah bahasa berupa
narasi atau unsur tekstual, audio dan audiovisual.
Untuk menemukan konstruksi tanda dalam iklan, dalam penelitian ini
dengan perspektif semiotika, peneliti mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan
untuk mendapatkan makna didalamnya. Iklan menggunakan sistem tanda yang
terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga
menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film. Pada
dasarnya, lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu yang
verbal dan nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal; lambang
nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan, yang tidak secara
khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Untuk menganalisis iklan, Sobur menulis
hal-hal berikut ini untuk dipertimbangkan78:
1. Penanda dan petanda
2. Gambar, indeks, dan symbol
3. Fenomena sosiologi: demografi orang didalam iklan dan orang-orang yang
menjadi target iklan, merefleksikan kelas-kelas social ekonomi, life style,
dan sebagainya.
4. Sifat daya tarik yang diciptakan guna menjual produk, melalui naskah
serta mereka yang dilibatkan didalam iklan.
5. Desain dari iklan, termasuk type wajah yang dipakai, warna, dan unsure
estetis yang lainnya.
6. Publikasi di dalam iklan, dan imajinasi yang diharapkan oleh publikasi
tersebut.
Jika kita merujuk pada pendapat Peirce, maka metode semiosis yang
paling mudah tampaknya adalah menganalisis penjulukan (labeling) yang
dilakukan media. Teori penjulukan (labeling theory) menyatakan bahwa proses
penjulukan dapat sedemikian hebat sehingga korban-korban misinterpretasi ini
tidak dapat menahan pengaruhnya. Karena berondongan julukan yang
78 Sobur, op.cit., 2013, p.116-117
50
bertentangan dengan pandangan mereka sendiri, citra-diri asli mereka sirna,
digantikan citra-diri baru yang diberikan orang lain. Labelling, kata Dan Nimmo,
mirip dengan eufemisme, tetapi ada perbedaan yang menonjol. “Apabila eufeisme
merupakan istilah inofensif sebagai pengganti istilah yang tidak menarik
(misalnya ‘usaha pengendalian dan rehabilitasi’ untuk pengucilan), labeling
adalah penerapan kata-kata ofensif kepada individu, kelompok, atau kegiatan”79.
Dalam penelitian dalam iklan ini, peneliti berusaha mengungkap sebuah
fungsi komunikasi verbal dan non-verbal. Pendekatan dengan perspektif semiotik
yang akan menjadi pisau bedah dalam penelitian ini memiliki sistem yang runtut
untuk bisa mendapatkan makna yang dikonstruksikan dalam iklan ini
Dalam bukunya, Sobur menjelaskan tentang fokus perhatian Barthes yang
lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap, yaitu (two order of
signification) seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.2
Melalui gambar ini, Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama yang
merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signified (petanda) di dalam
sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi,
yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan
Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan
interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi bekerja dalam tingkat
subjektif, sehingga kehadirannya tidak disadari. Karena itu, salah satu tujuan
analisis semiotik adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka
berpikir untuk mengatasi salah baca (misreading). Pada signifikasi tahap kedua
yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.80
Oleh karena itu penulis mencoba memaparkan data mengenai makna ini
berdasar kajian yang sudah ada.
79 Sobur, op.cit., 2006, p.117-118 80 Sobur, op.cit., 2006, p.127-128
51
Menurut Kempson dalam Sobur (2013:256), ada 3 hal yang ingin
dijelaskan oleh para filsuf dan linguis berkaitan dengan istilah makna. Tiga hal itu
yaitu: (1) penjelasan makna kata secara harfiah, (2) pendeskripsian kalimat secara
alamiah, dan (3) penjelasan makna dalam proses komunikasi. Dalam kaitan ini
Kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah ‘makna’ harus dilihat dari segi:
(1) kalimat; (2) kata; dan (3) apa yang diperlukan komunikator untuk
berkomunikasi.
Menurut uraian diatas dapat diketahui bahwa untuk menjelaskan sebuah
makna memang perlu cara tertentu dengan beberapa syarat. Bahkan Dedy
Mulyana81 dalam bukunyapun mengutip kata-kata Brown kurang lebih seperti ini,
seseorang mungkin menghabiskan bertahun-tahun untuk menguraikan sebuah
makna dalam kalimat tunggal namun tak bisa terselesaikan juga. Sebuah
ungkapan yang mengarah pada sulitnya menguraikan sebuah makna. Dalam
penelitian ini, sekali lagi penulis tekankan bahwa penelitian hanya sebatas
mengetahui konstruksi makna kecantikan dalam iklan, bukan sedang memaknai
sebuah kecantikan. Disisi lain ada hal yang hampir mirip dengan makna, yaitu
terjemah, tafsir, dan ekstraplorasi.
Seperti dalam buku Sobur menjelaskan upaya pembedaan ini.
Menciptakan terjemahan merupakan usaha mengemukakan substansi atau materi
yang serupa dengan media yang tak sama; media tersebut bisa saja berupa bahasa
satu-ke-bahasa lain, dari verbal ke visual, dan sebagainya. Pada penafsiran, kita
tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteksnya, agar
dapat diungkapkan konsep atau gagasannya lebih jelas. Ekstrapolasi lebih
menekankan pada kemampuan daya berpikir manusia untuk menangkap hal di
balik yang tersajikan. Materi yang tersajikan dilihat tidak lebih dari tanda-tanda
atau indikator pada sesuatu yang lebih jauh lagi. Memaknai adalah usaha lebih
jauh dari menafsirkan, dan posisinya sejaja dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih
menuntut kemampuan integratif manusia: indrawinya, daya pikirnya, dan akal
budinya. Materi yang tersajikan, seperti juga ekstrapolasi, dilihat tidak lebih dari
tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh. Di balik apa yang
tersajikan bagi ekstrapolasi terbatas dalam arti empiric logic, sedangkan pada
pemaknaan dapat pula menjangkau yang etik ataupun yang transendental.82
81 Mulyana, op.cit., p.256 82 Sobur, op.cit., 2013, p.256
52
Dari uraian diatas dapat kita pahami bersama, bahwa sebuah makna
memiliki jangkauan yang lebih luas dan mendalam. Sebab memerlukan peran
pengindraan, pemikiran, juga akal budi dari seorang manusia untuk melakukan
sebuah pemaknaan. Dalam kaitan dengan penelitian ini, makna disini hanya
sebatas sesuatu yang dikonstruksikan dalam sebuah iklan. Selanjutnya ada satu
lagi yang akan penulis sajikan, yaitu mitos. Sebab dalam analisis semiotik, sebuah
tanda selain memiliki makna, juga ada dalam lingkup mitos.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cerita suatu bangsa
tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-
usul semesta alam, manusia, dan bangsa tsb, mengandung arti mendalam yang
diungkapkan dengan cara gaib. Secara umum memang mitos diartikan
sebagaimana dalam KBBI di atas. Biasanya, mitos sering dianggap sebagai cerita
yang aneh dan sulit kita pahami maknanya, juga susah kita terima kebenarannya
karena kisah di dalamnya sering tidak masuk akal, atau tidak sesuai dengan apa
yang kita temui sehari-hari.
Mitos menjadi dasar untuk sebuah penelitian, hal ini pula yang akan
penulis lakukan dalam penelitian ini, membidik iklan dengan berangkat dari
mitos, terutama pada mitos kecantikan yang beredar di masyarakat, dan penulis
menduga bahwa iklan bisa menciptakan mitos baru. Untuk memahami kerangka
mitos, penulis akan menyajikan beberapa pengertian tentang mitos sebagai
penunjang dalam penelitian ini.
Hal ini senada dengan kutipan dalam buku Sobur, bahwa para ilmuwan
barat yang berminat pada teks-teks kuno, sudah lama menekuni berbagai mitos,
yang mereka kumpulkan dari berbagai tempat dan dari berbagai suku-bangsa
didunia ini digunakan sebagai alat pembenaran dalam penelitiannya. Kajian mitos
53
atau mitologi ini sekarang sudah begitu banyak menghasilkan berbagai macam
teori.83
Dalam penelitian ini, penulis mencoba menyajikan hal-hal yang relevan
untuk diketahui secara runtut dan berupaya selengkap mungkin sebagai bahan
acuan nantinya dalam penelitian sesudahnya. Berbicara mengenai mitos, tentu
akan lebih mudah kita temui dalam karya-karya Barthes seperti dibawah ini
misalnya.
Menurut Barthes, mitos bukanlah sembarang tipe: bahasa membutuhkan
syarat khusus agar bisa menjadi mitos: kita akan menelaah semuanya bahwa mitos
merupakan sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Hal ini akan
memungkinkan kita untuk berpandangan bahwa mitos tak bisa menjadi sebuah
objek, konsep, atau ide; mitos adalah cara penandaan (signification), sebuah
bentuk. Nanti, kita tetap harus memberi bentuk ini batasan historis, syarat
penggunaannya, dan mengembalikan masyarakat kepadanya: kendati begitu,
pertama-tama kita harus mendeskripsikannya sebagai sebuah bentuk.84
Sampai disini, penulis mendapati sebuah pengertian bahwa mitos adalah
sebuah bentuk dari sebuah cara penandaan. Dalam bukunya yang berjudul
Mitologi versi terjemahan ini, Barthes banyak menggunakan contoh untuk
mendeskripsikan dan membuat sebuah definisi, jadi penulis juga mengambil
beberapa definisi dari sumber lain.
Tampaknya, mitos telah beroleh definisi baru. Menurut Urban,
umpamanya, mitos adalah “cara utama yang unik untuk memahami realitas.” Atau
seperti kata Manilowski, mitos adalah “suatu pernyataan purba tentang realitas
yang lebih relevan.” Dalam nada yang sama, Langer menilai mitos sebagai
“pandangan yang serius jauh ke muka tentang kebenaran yang paling
mendasar”.85
Pada signifikasi tahap dua yang berkaitan dengan isi, tanda bekerja melalui
mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menngartikan atau memahami
beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos adalah produk dari kelas
social yang sudah memiliki suatu dominasi. Mitos primitif, misalnya, tentang
hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini
83 Sobur, op.cit., 2013, p.222 84 Barthes, Roland, Mitologi (Cetakan ke-empat), (Bantul: Kreasi Wacana, 2011), p.151-152 85 Sobur, op.cit., 2013, p.222
54
misalnya mengenai maskulinitas, feminimitas, kesuksesan, dan ilmu
pengetahuan.86
Dari uraian tentang mitos diatas, dapat penulis pahami bahwa mitos
memang bukan sebuah benda, tapi dapat dicerna dan diamati, seperti halnya
sebuah ide. Bagaimanapun juga ide seperti kita ketahui bersama memang bukan
sebuah benda, tapi dapat kita pahami dan sepakati keberadaanya. Mitos bahkan
memang dianggap sebuah ideologi namun nyata, seperti yang diungkapkan Susilo
dalam Sobur87, bahwa mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi
berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan
penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.
Dalam mitos88, sekali lagi kita mendapati pola tiga dimensi: penanda,
petanda dan tanda. Namun mitos adalah satu sistem khusus, karena dia terbentuk
dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada sebelumnya: mitos adalah
sistem semiologis tingkat kedua. Tanda (yakni gabungan total antara konsep dan
citra) pada sistem pertama, menjadi penanda pada sistem kedua. Dalam konteks
ini, kita tidak boleh lupa bahwa materi-materi wicara mitos (bahasa, fotografi,
lukisan, poster, ritual, objek-objek, dan yang lainnya) – meskipun pada awalnya
berbeda – direduksi menjadi fungsi penandaan murni begitu mereka ditangkap
oleh mitos. Mitos melihat mereka (materi-materi wicaranya) hanya sebagai bahan
mentah; sehingga kesatuannya adalah bahwa mereka semua berubah status hanya
menjadi bahasa. Apakah itu berhubungan dengan huruf alphabet atau tulisan
piktorial, mitos hanya ingin melihat sekumpulan tanda di dalamnya, sebuah tanda
global, istilah terakhir (ketiga) dari rangkaian semiologis tingkat pertama. 89
Dalam uraian Barthes diatas, ada tambahan sedikit untuk penulis jadikan
dasar dalam penelitian ini, yaitu bagaimana mitos membongkar makna dalam
sebuah materi. Materi dalam penelitian ini adalah iklan. Bagi Barthes materi ini
dianggap sebagai teks atau bahasa yang bisa dibaca dan dimaknai. Penelitian ini
akan mencari makna kecantikan dalam konstruksi sebuah iklan. Sehingga dengan
menggunakan mitos dalam semiotika ini peneliti berharap akan mendapat hasil
86 Sobur, op.cit, 2006, p.128 87 Ibid 88 Barthes, op.cit., p.161 89 Barthes, op.cit., p.161
55
yang maksimal. Tapi memahami mitos belumlah tuntas sampai disini, penulis
akan sajikan lagi sebuah gambaran sebagai penunjang dengan tabel mitos dari
Barthes.
Gambar 2.3
Dari gambar di atas dapat dilihat kalau dalam mitos terdapat dua sistem
semiologis, di mana salah satu sistem tersebut disusun berdasarkan
keterpautannya dengan yang lain: sistem linguistik, bahasa (atau mode
representasi yang dipandang sama dengannya) akan saya sebut dengan istilah
bahasa-objek, sebab ia adalah bahasa yang digunakan mitos untuk membentuk
sistemnya sendiri; dan mitos itu sendiri, yang akan saya sebut dengan istilah
metabahasa, karena ia adalah bahasa kedua, tempat dimana bahasa yang pertama
dibicarakan. Ketika seorang ahli semiologi menelaah metabahasa, dia tidak lagi
harus bertanya-tanya tentang komposisi bahasa-objek, dia pun tak perlu lagi
memikirkan detail-detail skema linguistik; dia hanya perlu mengetahui istilah
totalnya, atau tanda global, dan itu berlaku selama istilah ini selaras dengan mitos.
Itulah sebabnya mengapa ahli semiologi diberi keleluasaan untuk memperlakukan
tulisan dan gambar dengan cara yang sama: yang dia pegang adalah fakta bahwa
keduanya adalah tanda, keduanya telah mencapai gerbang mitos yang didukung
dengan fungsi penandaan yang sama, sehingga mereka sama-sama membentuk
sebuah bahasa-objek.90
F. Penelitian Terdahulu
Dari judul penelitian ini, ada dua penelitian terdahulu yang peneliti jadikan
referensi dan acuan :
Penelitian pertama adalah penelitian oleh Ressa Ariyani Sadikin dengan
judul “Pencitraan Perempuan Dalam Iklan; Analisis Semiotik pada Iklan Sabun
Lux Versi Beauty Gives You Super Powers”. Berdasarkan hasil penelitian didapat
bahwa :
1. Melalui penampilan Tamara sebagai salah satu modelnya dalam iklan
scene pertama merepresentasikan fenomena pencitraan “Girl Powers”,
yaitu kepercayaan diri akan menumbuhkan keyakinan, sehingga dapat
90 Ibid, p.162
56
membuat seorang perempuan memiliki kekuatan untuk melakukan hal
apapun termasuk menaklukkan dunia. yang tervisualisasikan melalui
bentuk konotasi karakter modelnya.
2. Tampilan Dian Sastro sebagai salah satu modelnya dalam scene kedua ini
merepresentasikan sosok intelegensia perempuan (eksplorasi mind), yang
mana intelegensia mempunyai makna seorang perempuan yang
berwawasan luas dengan pola berpikir yang modern, hal ini sangatlah
relevan dengan kondisi saat ini. Pencitraan perempuan dalam iklan disatu
sisi membuka pilihan yang semakin luas dimana perempuan dapat leluasa
menggali potensi diri dan membangun citra baru dalam sebuah pencitraan.
3. Pada scene ketiga dalam iklan ini Luna Maya sebagai salah satu modelnya
menampilkan bentuk lain mitos dalam masyarakat adanya pembalikan
posisi gender sang patriarch yang berganti kelamin menjadi perempuan.
Dimana sub-ordinannya adalah kaum perempuan dan kaum lelaki adalah
pihak ordinan, dalam konteks ini pusat makna berada dipihak ordinan
yang berubah menjadi sub-ordinan sehingga penggambaran tokoh laki-laki
menjadi pelengkap Hal ini disebabkan permasalahan mengenai perempuan
yang ada pada nilai-nilai subtansial telah mapan dalam sistem sosial
budaya. Padahal baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai
andil dalam memapankan sistem nilai tersebut. Karena pengembangan
konsep ini pada gilirannya akan mampu menciptakan ruang yang lebih
luas antara lelaki dan perempuan. Relasi perempuan dan lelaki merupakan
relasi yang tidak bisa saling meniadakan satu sama lainnya. Untuk itu
pembagian peran perempuan dan laki-laki sesungguhnya bukanlah suatu
konsep mati, namun dapat bergeser seiring dengan perubahan situasi dan
kondisi sosial masyarakat.
4. Sedangkan Mariana Renata dalam scene keempat iklan ini
merepresentasikan bahwa keyakinan menumbuhkan keberanian dalam diri
perempuan untuk menunjukkan bahwasannya perempuan memiliki
kemampuan dan keunggulan sama halnya seperti laki-laki. Keberanian
merupakan kekuatan perempuan dalam meraih segala yang dia mau,
karena para perempuan saat ini diharapkan dapat menampilkan sosok yang
cerdas, berwawasan luas, mandiri, dan berkepribadian baik, sehingga
pencitraan yang muncul akan lebih berkarakter kedalam sebuah iklan.
pada dirinya untuk meraih segala yang dia mau.
5. Perancangan iklan sabun Lux versi “Beauty Gives You Super Power”
menggunakan konsep representasi, yang mana pada sistem representasi
tanda berdiri dengan mengacu pada realitas sosial. Dimana perancang
iklan hendak mengidentifikasikan produknya ke dalam konteks hubungan
isu gender dan feminisme, melalui perspektif pencitraan perempuan. Hal
ini dinilai sangat menarik karena memberikan komentar positif dan
perlawanan atas fenomena sosial pencitraan perempuan dalam iklan
kebanyakan yang masih merupakan bentuk penstereotipan dan tidak
mengalami banyak perubahan, sehingga citra inilah yang tinggal dalam
benak masyarakat.
57
Adapun yang menjadi persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini
adalah sama-sama meneliti perihal perempuan dalam iklan dengan menggunakan
analisis semiotik. Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan yang akan
peneliti lakukan terletak pada ruang lingkup penelitian, dimana peneliti saat ini
fokus pada makna kecantikan yang dikonstruksi dalam iklan. Sedangkan
penelitian terdahulu memaknai dari banyak aspek, bukan hanya kecantikan.
Selanjutnya penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Indri
Eliani dengan judul “Ideologi Kecantikan Dalam Iklan Televisi; Analisis Semiotik
terhadap Iklan POND’S Versi Gadis Ballerina”. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa tolak ukur untuk memiliki kecantikan kulit putih dalam iklan
POND’S ini telah mengisyaratkan keberhasilan dan kesuksesan terutama dari segi
audisi tari balet. Kecantikan kulit putih menandai Barat sebagaimana dihubungkan
dengan keturunan kulit putih Eropa, yang berbudaya, beradab, modern, global dan
universal. Konstruksi dalam budaya Eropa, membangun ideologi tentang
kecantikan yang cenderung berorientasi pada masyarakat Eropa, dimana dari segi
warna kulit adalah syarat untuk mendapatkan predikat cantik. Adapun yang
menjadi persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terletak pada
Tipe penelitian ini yaitu interpretatif, dan dasar penelitian ini yaitu kualitatif.
Adapun yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini adalah unit analisisnya,
pada penelitian Indri menggunakan Iklan POND’S versi gadis ballerina,
sementara penelitan saya menggunakan tanda dalam menelaah konstruksi tanda
dalam iklan penelitian ini.
58
G. Definisi Konsep
Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah variable
yang dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga akan memudahkan dalam
mengoperasionalkannya saat penelitian. Untuk memahami dan memudahkan
dalam menafsirkan banyak teori yang ada dalam penelitian ini, maka akan
ditentukan beberapa definisi konseptual yang berhubungan dengan yang akan
diteliti, antara lain:
G.1. Konsep Tanda
Untuk menemukan konstruksi tanda dalam iklan, dalam penelitian ini
dengan perspektif semiotika, peneliti mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan
untuk mendapatkan makna didalamnya. Sobur91 menyatakan, “tanda sebenarnya
representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria yaitu nama, peran, fungsi,
tujuan, keinginan”. Dalam penggunaan konsep tanda, ada 3 konsep yang menjadi
dasar dalam penelitian ini yaitu:
1. Saussure mengintrodusir istilah signifier dan signified berkenaan
dengan lambang-lambang atau teks dalam satu paket pesan.
2. Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk
menunjukkan tingkatan-tingkatan makna. Dan Barthes menggunakan
kata mitos yang berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang
kemudian menghadirkan makna tertentu dengan berpijak pada nilai-
nilai sejarah dan budaya masyarakat.
3. Teori yang disampaikan Peirce, yaitu segitiga elemen makna. Dimana
kata merupakan salah satu bentuk dari tanda. Lalu, sesuatu yang
91 Sobur, op.cit., 2006, p.124
59
dirujuk oleh tanda disebut objek. Dan tanda yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda adalah elemen
ketiga yaitu interpretan. Menurut Peirce, jika ketiga elemen makna itu
berinteraksi dalam benak seseorang, maka akan muncul makna tentang
sesuatu yang diwakili oleh sebuah tanda tersebut.
Untuk memudahkan dalam penelitian ini. Penulis meletakan pijakan dalam
menganalisis iklan, Seperti yang diungkap Sobur92 antara lain:
a. Penanda dan petanda
b. Gambar, indeks, dan symbol
c. Fenomena sosiologi: demografi orang di dalam iklan dan orang-orangyang
menjadi sasaran iklan, refleksikan kelas-kelas social ekonomi, gaya hidup,
dan sebagainya.
d. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk, melalui naskah dan
orang-orang yang dilibatkan di dalam iklan.
e. Desain dari iklan, termasuk tipe perwajahan yang digunakan, warna, dan
unsure estetik yang lain.
f. Publikasi yang ditemukan di dalam iklan, dan khayalan yang diharapkan
oleh publikasi tersebut.
G.2. Konsep Kecantikan
Berbicara perihal kecantikan berarti berbicara pula mengenai perempuan.
Terlepas dari peran seorang wanita baik personal maupun sosialnya. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan Konsep Kecantikan seperti dalam Jurnal
Wiasti93:
92 Sobur, op.cit., 2013, p116-117 93 Wiasti, op.cit, p.4
60
1. Kecantikan klasik lebih condong pada ukuran-ukuran tubuh yang
proporsional sesuai konsepsi ideal yang ditentukan oleh budaya, dan
perpaduan antara kecantikan fisik dan mental (inner buauty), serta
menekankan pada keselarasan hubungan dengan alam.
2. Konsep kecantikan tradisional pada dasarnya cenderung pada prinsip
harmony, yang terkait secara struktural antar bagian tubuh sebagai efek
alamiah dari sebuah anatomi dan fisiologis badan manusia.
3. Kecantikan modern, lebih mengarah kepada keseragaman atau
universalitas, seperti halnya kulit putih, dan ukuran-ukuran tubuh yang
proporsional, dan semuanya mengacu pada hal-hal yang modern.
4. Sedangkan kecantikan postmodern, adalah kecantikan yang mengarah
pada makna pluralitas, heterogenitas dan bersifat sangat subyektif.
G.3. Bentuk Pesan Dalam Iklan
Bentuk pesan dalam iklan ini mengacu pada konsep pesan verbal
dan nonverbal dalam komunikasi. Sebab berbicara mengenai iklan tentu
tak lepas dari media dalam penyampai pesan dalam komunikasi.
A. Pesan Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai
sistem kode verbal94. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat
simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut,
yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
94 Mulyana, op.cit., p.152
61
B. Pesan Nonverbal
Belum ada kesepakatan di antara para ahli komunikasi nonverbal
tentang pesan nonverbal. Dalam buku “Psikologi Komunikasi”, pesan
nonverbal dibagi dalam tiga kelompok besar, yakni (1)pesan kinesik,
proksemik dan artifaktual. (2)Pesan noverbal auditif disebutkan hanya
satu, yaitu pesan paralinguistik sedang (3)pesan nonvisual nonauditif,
artinya tidak berupa kata-kata, tidak terlihat, dan tidak terdengar, meliputi
sentuhan dan penciuman.