Upload
phungphuc
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga wanita karier
1. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian pendidikan
Secara umum pendidikan sering diartikan sebagai bimbingan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.1
Menurut Qodri. A. Azizi, dalam bukunya Pendidikan (Agama)
Untuk Membangun Etika Sosial, ia lebih memaknai pendidikan
sebagai (proses melatih dan mengembangkan pengetahuan,
ketrampilan, pikiran, perilaku, dan lain-lain terutama oleh sekolah
formal). 2 Pendidikan dalam pengertian ini, dalam kenyataannya sering
dipraktekkan dengan pengajaran yang sifatnya verbalistik.
Sedangkan menurut Abu bakar Muhammad dalam bukunya
Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, pendidikan ialah pemberian
pengaruh dengan berbagai macam yang berpengaruh, yang sengaja
kita pilih untuk membantu anak, agar berkembang jasmaninya,
akalnya, dan akhlaqnya, sehingga sedikit demi sedikit, sampai kepada
batas kesempurnaan maksimal yang dapat dia capai, sehingga dia
bahagia dalam kehidupannya sebagai individu dan dalam kehidupan
kemasyarakatan (sosial) dan setiap tindakan keluar daripadanya,
menjadi lebih sempurna, lebih tepat dan lebih baik bagi masyarakat.3
1 AD. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma’arif, 1974), hal.
19 2 Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama) untuk membangun Etika Sosial, (Semarang�� Aneka
Ilmu, 2003), Hal. 18 3Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, (Surabaya � Usaha
Nasional, 1981), hal. 9
14
b. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Setelah memahami tentang arti pendidikan, maka akan dibahas
lebih lanjut tentang pendidikan agama Islam. Anggapan sementara
yang masih dijumpai dewasa ini antara pendidikan Islam dan
pendidikan agama Islam masih rancu. Agar lebih jelas dalam
memahami pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam maka secara
berurutan akan dikemukakan tentang pengertian pendidikan Islam baru
kemudian mengarah pada pengertian pendidikan agama Islam.
Menurut Ahmad D. Marimba dalam bukunya Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam disebutkan bahwa pendidikan Islam adalah:
bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran Islam.4
Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam disebutkan bahwa pendidikan Islam adalah:
bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.5
Dari pendapat-pendapat tersebut maka dapat di ambil suatu
pengertian bahwa pengertian pendidikan Islam, yaitu usaha yang sadar
untuk menumbuhkan anak atau individu baik jasmani atau rohani
(fitrah) secara terus-menerus sehingga membentuk kepribadian yang
utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Selain itu pendidikan Islam tidak saja menyampaikan “science”
tentang Islam kepada anak didik akan tetapi yang lebih penting ialah
menyampaikan aspek pendidikannya, yakni: menanamkan dan
meningkatkan keimanan anak didik kepada agama Islam, supaya
4 AD. Marimba, Op. cit, hal.23 5 Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung � PT Remaja Rosda
karya,�1994), hal. 32
15
mereka menjadi penganut-penganut Islam yang taat dalam
kehidupannya sehari-hari.6
Selanjutnya pendidikan agama Islam adalah lebih mengarahkan
hal yang kongkrit dan operasional, yaitu “usaha yang lebih khusus
ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik
agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-
ajaran Islam”.7
Selain itu menurut Zuhairini, dkk dalam bukunya Metode
Khusus Pendidikan Agama, pendidikan agama Islam adalah: Usaha-
usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik
agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.8
Dari pengertian di atas jelas sekali bahwa pendidikan agama
Islam dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada hal-hal yang
konkrit dan operasional seperti memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama (ibadah) dalam kehidupan sehari-
hari bagi anak didik.
Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam terdapat tiga
bidang yang dapat dijadikan anak untuk menerima pendidikan agama
Islam tersebut, yaitu pendidikan dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat. Di antara ketiga bidang tersebut pendidikan yang paling
efektif adalah pendidikan agama yang dilaksanakan dalam keluarga.
6 Mahfudz Shalahuddin, dkk. Metodologi Pendidikan Agama, (Surabaya : PT Bina Ilmu,
1987), hal. 10 7Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta� Aditya Media, 1992),
hal. 20 8 H. Zuhairini, Abdul Ghofur, Slamet As. Yusuf, Metode Khusus Pendidikan Agama,
(Surabaya : Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1981), hal. 27
16
c. Pandangan agama Islam tentang anak
1. Anak lahir dengan membawa fitrah
Dalam pandangan Islam, anak sejak lahir telah dibekali
oleh Allah Swt dengan adanya fitrah keberagamaan, sebagaimana
yang terdapat dalam Surat Ar-Rum ayat 30:
����������������������� ������������� ������ ��������������������������� �������� ��!�"#$��
���������� �����%�&#'�(��&� � �)!���*� ��)���� ����� �+����� ���, ���-� �#.����/���0
���� )1���2���0�3! � �4��5
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Q.S. Ar-Ruum : 30)9
2. Anak dapat terpengaruh lingkungan
Disisi lain Islam memandang bahwa anak dalam
perkembangannya dapat terpengaruh lingkungan. Hal tersebut
dilukiskan oleh sebuah Hadits yang berbunyi:
.�"������ ���6 ��7���8��/����4�9�� ��� � 1�.&
����:�1�� �������; ��� ������� ���<� /���7�= � �>�
Diriwayatkan bukhari oleh Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah Saw bersabda : “Tidaklah dari anak yang dilahirkan melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani, dan Majusi…10
9 Soenarjo, Departeman Agama R.I. Al Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha
Putra, 1989), hal. 645 10 Imam Abu Husein Bin Hajjah, Shahih Muslim, (Indo, Mahtabah Dalilan, t.th) Juz 4, hal.
204
17
Dari ayat dan hadits tersebut jelas sekali bahwa pada
dasarnya anak telah membawa fitrah beragama dan kemudian
tergantung pada pendidikan selanjutnya.
Dalam konteks pendidikan, Islam menempatkan anak
dalam posisi yang sangat penting. Karena tugas suci ini termasuk
fardlu ‘ain bagi setiap orang tua, maka dosa besar bagi mereka
yang tidak memperhatikan pendidikan agama Islam pada anaknya.
Nabi menganjurkan agar setiap orang tua membacakan
adzan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kiri pada bayi
yang baru lahir. Adzan dan iqomah merupakan ajakan kemenangan
dalam arti yang sebenarnya yakni Al-Falah, true victory, kejayaan
lahir batin, dunia dan akhirat.
Orang tua sebagai first school dianjurkan mampu
memotivasi perkembangan anak secara total yang mencakup fisik,
emosi, intelektual dan relegius-spiritual. Perkembangan intelektual
senantiasa dibarengi dan seirama dengan perkembangan intelektual
senantiasa dibarengi dan seirama dengan perkembangan religius
ialah satu keniscayaan dalam pendidikan.11
2. Pendidikan Agama Islam pada anak dalam keluarga
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat (!) dan
(2) dan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia,
maka pendidikan agama merupakan segi pendidikan utama yang
mendasari semua segi pendidikan lainnya. Bahkan secara paedagogis,
pendidikan agama harus dimulai sedini mungkin sejak anak masih kecil.
Tentu saja hal tersebut adalah merupakan tugas orang tua dimana orang
tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan agama kepada
anaknya. Orang tua yang menyadari pentingnya pendidikan agama bagi
11 Abdurrahman Mas’ud, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2001), Cet I hal. 6-7.
18
perkembangan jiwa anak, mereka akan berusaha menanamkan pendidikan
agama pada anak-anaknya sejak kecil sesuai dengan agama yang
dianutnya.
Anak adalah merupakan bagian dari keluarga, dimana didalamnya
anak mendapatkan pendidikan pertama dalam segala fungsi jiwanya.
Dalam pembentukan jiwa keagamaan anak diperlukan pengalaman-
pengalaman keagamaan, yang di dapat sejak lahir dari orang-orang
terdekat seperti ibu bapak, saudara dan lain-lain. Pengalaman-pengalaman
yang dilalui anak sejak kecil itulah merupakan unsur-unsur yang akan
menjadi bagian dari pribadinya dikemudian hari. “Pendidikan anak pada
masa kecil merupakan hal yang sangat penting sekali. Rumah tangga atau
keluarga adalah taman kanak-kanak yang pertama yang mempunyai
pengaruh yang besar sekali bagi perkembangan masa depan anak.”12
Anak merupakan anugerah dan amanah Allah yang diberikan
kepada orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua bertanggung jawab penuh
agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berguna
bagi dirinya sendiri, bangsa, negara dan agamanya sesuai dengan tujuan
dan kehendak Tuhan Penciptanya.
Seorang anak itu mempunyai “dwi potensi” yaitu: bisa menjadi
baik dan buruk. Baik dan buruknya anak itu sangat berkaitan erat dengan
pembinaan dan pendidikan agama Islam dalam keluarga, masyarakat,
lembaga pendidikan agama dan sosial. Pendidikan agama Islam pada anak
yang baik akan melahirkan seorang anak yang baik dan agamis.
Sebaliknya anak yang tanpa mendapatkan pendidikan agama, akan terbina
menjadi anak yang hidup tanpa norma-norma agama berarti hidup tanpa
aturan-aturan yang diberikan oleh Allah sebagai Penciptanya.
Oleh karena itu, orang tua wajib membimbing dan mendidik
anaknya berdasarkan petunjuk dari Allah dalam agama-Nya, yaitu agama
12 Dr. Miqdad Yaljan, Potret Rumah Tangga Islami, (Solo : CV. Pustaka Mantiq, 1993),
hal. 106
19
Islam agar anak-anaknya dapat berhubungan dan beribadah kepada Allah
dengan baik dan benar.
Dapat digaris bawahi di sini bahwa pendidikan agama Islam pada
anak ialah suatu usaha untuk mempersiapkan anak/individu,
menumbuhkannya, dan membimbingnya baik dari segi jasmani, akal
pikiran dan rohaninya dengan pertumbuhan yang terus-menerus, agar
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam dan dapat hidup
dan berpenghidupan sempurna sehingga ia dapat menjadi orang yang
berkepribadian muslim dan menjadi anggota masyarakat yang berguna
bagi dirinya dan umatnya.
Keluarga adalah merupakan suatu lembaga pendidikan di luar
sekolah. Pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga adalah merupakan
pendidikan yang lebih bersifat informal. Hal ini bukan berarti bahwa
kedudukan keluarga sebagai lembaga pendidikan itu kurang penting,
bahkan sebaliknya, keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan
pertama dan utama dalam proses pembentukan perilaku keagamaan anak.
Di samping itu keluarga sebagai lembaga pendidikan memberikan
pendidikan dasar berkenaan dengan keagamaan dan budaya. Keluarga juga
di pandang sebagai peletak dasar pembinaan pribadi anak. Oleh karena itu
kedudukan keluarga sebagai lembaga pendidikan sangatlah vital bagi
kelangsungan pendidikan anak di masa yang akan datang.
Sebagaimana pendapat Arnold Gessel yang di kutip oleh Arifin:
Arnold Gessel menganggap bahwa hubungan anak dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga adalah merupakan suatu kepentingan yang dapat menentukan pola pertama pribadi anak. Suatu rumah yang teratur rapi yang terpelihara secara normal dapat menjamin dengan sebaik-baiknya bagi kesehatan mental dalam pertumbuhan anak sedangkan sekolah hanya dapat memperoleh hasil maksimum bila bekerja secara harmonis dengan keluarga.13
13 H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993) hal 92.
20
Titik penting pendidikan dalam keluarga juga dilengkapi oleh
pendapat Crow & Crow dan Freud, sebagaimana di kutip oleh Arifin:
Crow & Crow berpendapat bahwa pendidikan pertama anak di terima dalam lingkungan rumah”. Sedangkan Freud berpendapat bahwa anak selalu mengadakan identifikasi atau meniru orang-orang yang lebih tua tidaklah secara pasif tetapi secara sungguh-sungguh dan gairah. Anak ingin menjadi seperti ayahnya atau ibunya.14
Pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga merupakan
pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan, dimana didalamnya
orang tua berfungsi sebagai panutan untuk membentuk pribadi anak yang
sesuai dengan norma-norma agama Islam. Keluarga adalah tempat pertama
dan paling utama yang merupakan awal berlangsungnya pendidikan pada
anak. Keluarga bagi anak merupakan wahana yang paling baik dan tepat
untuk mengembangkan dirinya. Pertama kali anak mengenal ibu, bapak
dan anggota keluarga yang lainnya dalam lingkungan keluarga.
Di dalam keluargalah anak akan mendapatkan apa yang seharusnya
didapatkan. Dari kasih sayang, materi, pendidikan dan lain sebagainya.
Sejak dalam kandungan ibu, pendidikan prenatal telah berlangsung dan
kemudian terus berkembang ketika dalam asuhan, sehingga menjelang
dewasa tatkala seseorang secara penuh berkembang pribadi dan akal
budinya. Akan tetapi patut disadari bahwa pembentukan pribadi seseorang
tidak hanya ditentukan oleh pendidikan keluarga saja, karena ada berbagai
pendidikan yang juga amat mempengaruhinya.
3. Dasar Pendidikan Agama Islam pada anak dalam keluarga
1. Dasar Yuridis (Hukum)
Yaitu dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam yang berasal dari
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung dapat
14 Ibid., hal. 93
21
dijadikan sebagai pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama
Islam.
a. Dasar Ideal
Yaitu Falsafah Negara Pancasila, yang pada sila pertama berbunyi:
”Ketuhanan Yang Maha Esa”, memberikan pengertian bahwa
seluruh bangsa Indonesia harus percaya pada Tuhan Yang Maha Esa,
atau harus beragama. Maka untuk realisasinya diperlukan
pemahaman sejak dini, yaitu melalui pendidikan agama Islam pada
anak.
b. Dasar Struktural
Yaitu UUD 1945 pada BAB XI Pasal 29 ayat I dan 2 disebutkan
bahwa:
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya itu.15
c. Dasar Operasional
Yang dimaksud adalah dasar yang secara langsung mengatur
pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah.16 Seperti yang
disebutkan dalam Tap. MPR no. IV/MPR/1973 yang kemudian
dikokohkan pada Tap. MPR No. IV/1978. Selain itu juga ketetapan
MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN, yang pada pokoknya
dinyatakan bahwa: “Pelaksanaan pendidikan agama secara langsung
dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai sekolah
dasar sampai Perguruan Tinggi. Juga dalam UU Pendidikan Nasional
No. 2 tahun 1989 tercantum dasar pendidikan Nasional adalah
Pancasila dan UUD1945.”17
15 Zuhairini, Op.Cit, hal. 22 16 Ibid, hal. 23 17 UU RI No. 2 Thn 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,( Semarang : Aneka Ilmu,
1989), hal. 3
22
2. Dasar Religius
Yang dimaksud adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam.
Dasar pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga terdiri dari
Al-Qur’an As-sunnah dan Ijtihad, berdasarkan firman Allah dalam Al-
Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 59: ���#'�� ?��1@�����+� �����A�#'��������1#$� ���� B'� �#. ):(� ��� )2���#'� ����� ��� )2�
����!?���?&����C��. ):(� �� ����� ��9� �C�)< A�)����DE���F������!?���G���������H����!?&���1
��I �� J$���)��:��#'� �K����-���� �+����-L� ���!� ��� �� ����� ��/��� ?��1JM?�
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah Nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (Q S. An-Nisa’: 59)18
Uraian dari ketiga hal tersebut adalah:
a. Al-Qur’an
“Al-Qur’an menurut Zakiah Daradjat adalah firman Allah
berupa wahyu yang disampaikan Jibril kepada Nabi Muhammad Saw,
yang didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan
untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad”.19
Al-Qur’an adalah merupakan landasan pertama dari semua
ajaran Islam, sehingga pendidikan agama Islam pada anak dalam
keluarga harus berlandaskan pada Al-Qur’an. Untuk itulah, dalam
melaksanakan pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga,
orang tua harus dapat menerapkan berdasarkan pedoman Al-Qur’an.
18 Soenarjo, Departeman Agama R.I. Op. Cit, hal. 128 19 Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hal 19.
23
b. As-sunnah
Nabi adalah utusan Allah, dan di dalam diri-Nya terdapat
contoh yang baik. Sehingga segala perkataan, perbuatan dan ketetapan
beliau dijadikan sebagai landasan kedua dari pendidikan agama Islam.
Sebagaimana diungkapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dalam
Surat Al-Ahzab ayat 21:
����� ����&� ���1� �NO���:���N7� �:B'� ���� �� �. ):������� �!?&� � ����&� ���*� � )�
�������%�&����� �����&�+� ����-L� ���!� ��� �� ����� �3P �G�Q�4��5 �
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu….”. ( Q. S. Al-Ahzab :21)20
Untuk itu sebagai landasan kedua dari pendidikan agama Islam,
maka dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak dalam
keluarga harus berlandaskan pada sendi-sendi yang telah ditetapkan
oleh Rasulullah. Sehingga nantinya diharapkan anak dapat mencontoh
dari apa yang telah dicontohkan oleh Nabi sebagai suri tauladan yang
baik bagi seluruh umat-Nya.
c. Ijtihad
Manusia dilebihkan Allah dari pada makhluk yang lain karena
akalnya. Dengan akal manusia mampu memikirkan alam, memilih
mana yang baik dan yang buruk, menciptakan sesuatu untuk mencapai
kemudahan dalam kehidupannya dan manfaat lainnya. Dengan akal
pula manusia mampu merumuskan dan melaksanakan pendidikan
agama Islam dengan baik. Ijtihad di sini dijadikan sebagai landasan
ketiga dari pendidikan agama Islam.
Menurut Zakiah Daradjat disebutkan bahwa:
“Pergantian dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, yang bermuara pada perubahan kehidupan sosial telah menuntut ijtihad dalam
20 Soenarjo, Departeman Agama R.I. Ibid, hal. 670
24
bentuk penelitian dan pengkajian kembali prinsip-prinsip ajaran Islam, apakah ia boleh ditafsirkan dengan yang lebih serasi dengan lingkungan dan kehidupan sosial sekarang? Kalau ajaran itu memang prinsip yang tidak boleh diubah maka lingkungan dan kehidupan sosialah yang perlu diciptakan dan disesuaikan dengan prinsip itu. Sebaliknya jika dapat ditafsir, maka ajaran-ajaran itulah yang menjadi lapangan ijtihad”
3. Dasar sosial psikologi
Setiap manusia memerlukan pasangan hidup yang disebut agama.
Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang
mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa. Manusia akan merasakan
tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekatkan diri
kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan Surat Ar-Ra’d ayat 28.
�����������A��R�1��������� �����&�+�/�0#'����� �����&�+�/��!)�)/ ?�?"�A��R�1����� �� ?��1@�����+� �
�)P ?�?*� �3�� �4��5
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.( Q. S. Ar-Ra’d :28)21
4. Fungsi Pendidikan Agama Islam Pada Anak Dalam Keluarga
Fungsi pendidikan Islam secara makro adalah memelihara dan
mengembangkan fitrah dan sumberdaya insani yang ada pada anak menuju
pada terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma
Islam.
Berangkat dari fungsi tersebut maka dalam pelaksanaan pendidikan
agama Islam pada anak dalam keluarga haruslah ditanamkan sejak dini,
sehingga nantinya diharapkan tercipta anak yang sesuai dengan norma-
norma dan dapat berguna bagi dirinya, negara, agama dan masyarakat.
Untuk itulah maka pendidikan agama Islam pada anak memiliki fungsi
21 Soenarjo, Departeman Agama R.I. Ibid, hal. 373
25
sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. Bila pendidikan
agama kita ibaratkan sebuah bangunan, maka haruslah dibangun pondasi
yang kuat, sehingga nantinya bangunan tersebut tak akan goyah dan
runtuh diterjang apapun. Tidak berbeda dengan pendidikan agama pada
anak, penanaman nilai-nilai agama sejak dini dapat menjadikan anak dapat
memilih dan menyaring arus globalisasi yang tidak semuanya baik untuk
anak.
Anak akan menjadi tumpuan bagi orang tuanya setelah mereka
dewasa nanti. Untuk menjadikannya menjadi manusia yang benar-benar
berguna dan berbakti pada orang tua tergantung pada pendidikan yang
diberikan kepada mereka, juga pada pembentukan diri dan penggodokan
mereka dalam menghadapi kehidupan
Kehidupan anak semasa kecil pada umumnya berada pada
lingkungan dan pengaruh orang tua, sehingga pendidikan agama berfungsi
sebagai benteng dalam kelanjutan hidupnya di masa depan mengingat
betapa intensif kesan pendidikan agama yang membekas pada jiwa anak.
Intensitas pengaruh dan pendidikan yang di terima anak dalam situasi
kehidupan keluarganya ini secara tidak langsung mendasari pendidikan
yang diterimanya pada masa berikutnya.
5. Faktor- faktor pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga
Mengenai pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak dalam
keluarga, terdapat beberapa faktor yang saling mempengaruhi:
a. Faktor tujuan
b. Faktor materi
c. Faktor metode
d. Faktor pendidik
e. Faktor peserta didik
f. Faktor lingkungan
Adapun pembahasan mengenai kelima faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
26
a. Faktor Tujuan
Tujuan Pendidikan Islam menurut Mafudz Shalahuddin dalam
bukunya Metodologi Pendidikan Agama adalah: untuk mendidik anak-
anak supaya menjadi orang yang taqwa kepada Allah SWT, yang
berarti taat dan patuh menjalankan perintah serta menjauhi larangan-
larangan-Nya.22.
Tujuan Pendidikan agama Islam menurut Zakiah Darajat dalam
bukunya Ilmu Pendidikan Islam ialah membentuk Insan kamil dengan
pola takwa. Insan kamil ialah manusia utuh rohani dan jasmani, dapat
hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya
kepada Allah.23
Dari tujuan-tujuan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
tujuan pendidikan Islam dalam keluarga adalah membentuk manusia
yang ber-akhlaqul karimah, manusia yang sempurna, yang bahagia di
dunia dan akhirat yang meliputi jasmani yang sehat serta kuat dan
mempunyai ketrampilan, akalnya cerdas, pandai dan rohani yang
sholeh.
b. Faktor Materi
Pendidikan agama Islam sebagai bagian dari Pendidikan Islam
memiliki acuan materi secara khusus untuk sampai pada tujuan yang
telah ditetapkan dalam pendidikan tersebut. Sebagaimana materi
pendidikan Islam, pendidikan agama Islam materinya juga berangkat
dari Al-Qur’an, sehingga anak diharapkan mempunyai akhlaq mulia
dan berkepribadian muslim. Sebagaimana firman Allah dalam Surat al-
Kalam :
� �C���2� �����9�?-��D!��S��D,?�3!�* �4�5�
22 Mahfudh Shalahuddin, dkk., Op.cit., hal. 11 23 Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Op.cit., hal 29
27
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Q.S. l-Qalam: 4)24
Sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an surat Luqman
yang berisi tentang nasehat Luqman Hakim kepada anaknya yang
meliputi beberapa pokok materi pendidikan agama Islam yaitu:
1) Tauhid atau aqidah
2) Akhlaq
3) Shalat
4) Amal ma’ruf nahi mungkar
5) Kesabaran
6) Larangan meremehkan, menghina dan sombong
7) Sederhana
8) Berkata dengan benar secara lunak dan sopan25
Berdasarkan materi-materi tersebut dapat disederhanakan
menjadi tiga materi pokok, yaitu:
1) Materi keimanan atau aqidah
2) Materi ihsan atau akhlak
3) Materi keIslaman atau syari’ah
Dari tiga materi di atas dapat dijelaskan secara global sebagai
berikut:
1) Materi keimanan atau akidah
Aqidah merupakan dasar-dasar kepercayaan dalam agama
yang mengikat seseorang dengan persoalan-persoalan yang
prinsipil dari agama itu. Islam mengikat kepercayaan umatnya
dengan tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah itu Esa.26
Sebenarnya dari semua komponen rukun iman adalah
saling berhubungan, akan tetapi iman kepada Allah SWT adalah
24 Soenarjo, Departeman Agama R.I, Ibid, hal. 960 25 Abu Tauhid dan Mangun Budiyanto, Op.Cit., hal. 79-81 26.H.Nurdin, et.al. Moral dan kognisi Islam, (Bandung : Alfa beta, 1993), hal. 78
28
menjadi yang utama, baru kemudian iman kepada yang lainnya
secara otomatis harus mengikuti.
Penyampaian materi keimanan sebaiknya dilakukan sedini
mungkin, dalam arti anak belum memperoleh pengaruh dari luar
secara berlebihan. Pada usia 4-5 tahun anak sudah mulai dan
mampu menguasai bahasa ibu. Maka akan lebih baik bila orang tua
misalnya ibu mulai mengenalkan tentang sang Pencipta jagad raya
ini, tentunya dengan bahasa anak-anak.
2) Materi ihsan atau akhlak
Materi ihsan atau akhlaq yang di maksud adalah ilmu yang
menentukan batas antara yang baik dan buruk, tentang perkataan
atau perbuatan manusia lahir dan batin.27
Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlaq merumuskan
pengertian akhlaq sebagai berikut:
Akhlaq adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan jalan yang harus diperbuat.28
Jadi materi akhlak ini disampaikan dengan tujuan untuk
mengarahkan tingkah laku manusia agar sesuai dengan akhlak
Islam yaitu akhlak Fadhilah (kelebihan).29 Materi akhlak fadhilah
tersebut meliputi amanah, kesabaran, menepati janji, keadilan,
memelihara kesucian, malu, keberanian kekuatan, kasih sayang dan
hemat.30
27 H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hal. 12 28 Ibid. 29 Ibid., hal. 95 30 Ibid., hal. 97-98
29
Materi akhlak ini tidak hanya berlaku antara manusia dengan
manusia saja akan tetapi antara manusia dengan mahluk Allah
SWT yang lainnya.
3) Materi keislaman atau syari’at
Materi keislaman atau materi syariat ini berhubungan erat
dengan amal lahir dalam rangka menta’ati semua peraturan dan
hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.31
Materi tentang keislaman ini perlu diberikan kepada anak
agar nantinya anak mengetahui tentang hal-hal yang diperintahkan
oleh Tuhan, dan juga hal-hal yang dilarang oleh-Nya. Setelah anak
mengetahui, diharapkan anak mengamalkan amalan-amalan yang
dianjurkan oleh Tuhan dan meninggalkan hal-hal yang dilarang
oleh Tuhan.
Menurut teori Ibnu Khaldun, ”ajarilah anak-anak itu dengan
apa yang ia sanggup mengerti, sesuai dengan daya tangkapnya dan
memenuhi pula keinginan pembawaan dan kebutuhannya”.32
c. Faktor Metode
Metode adalah suatu cara, jadi metode agama Islam adalah suatu
cara untuk mendidik agama Islam. Moh. Abd. Rahim Ghunaimah,
mendefinisikan metode mengajar dengan: “cara yang praktis yang
menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud pengajaran”.33
Selanjutnya Al-Jumbalathy dan Abu Al-Fateha Attawanisy
31 H. Zuhairini, dkk., Op. cit, hal. 61 32 M. Athiyah Al- Abrasy, Op. cit, hal. 192 33 Omar M. Al-Taumy Al- Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang,
1979), hal. 551
30
mentakrifkan metode mengajar sebagai: “cara-cara yang di ikuti oleh
guru untuk menyampaikan maklumat ke otak murid-murid”.34
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu
pemahaman bahwa metode mengajar mempunyai makna segi kegiatan
yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka menyampaikan
mata pelajaran yang disesuaikan dengan ciri-ciri perkembangan murid-
muridnya, lingkungan dan tujuan untuk mencapai proses belajar yang
diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Dalam pendidikan agama Islam terdapat beberapa macam
metode, penggunaannya disesuaikan dengan tujuan, materi,
kemampuan pendidik serta peserta didik dan situasi pendidikan.
Dalam pelaksanaan pendidikan hendaknya mempergunakan
berbagai jenis metode secara bergantian atau saling menunjang. Sebab
masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
d. Faktor Pendidik
Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak
adalah orang tua, karena merekalah yang mendapatkan amanah dari
Allah yang berupa anak untuk dididik, serta akan dipertanggung
jawabkan pada Allah.
Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu
yang sangat mulia. Posisi ini menyebabkan mengapa Islam
menempatkan orang-orang yang beriman dan berpengetahuan lebih
tinggi derajatnya dibandingkan dengan manusia lainnya. Secara umum
tugas pendidik adalah mendidik. Dalam prakteknya mendidik
merupakan rangkaian proses mengajar, memberi dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain sebagainya.35
34 Ibid hal. 551 35 H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet I hal. 43
31
Seorang ibu dalam fitrahnya mereka mengandung, melahirkan
dan menyusui anak dan untuk tahap berikutnya anak membutuhkan
didikan. Tentunya pendidikan bagi anak tersebut akan lebih mudah
dilaksanakan oleh seorang ibu.
Allah telah berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Ahzab ayat 21:
� �*����&����?&� ��!�������):B'����� ���. �NO���:���N7� �:3P �G�Q�4��5�
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu…. ( Q. S. al-Ahzab: 21) 36
Jadi Rasulullah dalam mendidik umatnya tidak hanya dengan
ucapan, tetapi beliau memberikan contoh terlebih dahulu apa yang
beliau katakan.
Dalam memberikan pendidikan Islam pada anak, sebagai orang
tua harus dapat membentuk, menanamkan sifat-sifat mulia dan akhlak-
akhlak terpuji kepada anak. Hal ini dilakukan dengan cara-cara yang
baik dan tepat serta memberikan suri tauladan yang baik, bergaul dan
memberlakukannya dengan baik, penuh cinta kasih, kelembutan,
persamaan, keadilan serta memberi nasehat dan bimbingan, lemah-
lembut tetapi tidak terlalu lemah, tegas tetapi tidak terlalu kasar dan
sadis. Selain itu juga senantiasa mengajak mereka untuk selalu
berdiskusi dan bertukar fikiran dalam memecahkan suatu masalah
dengan cara-cara yang tidak membosankan.37
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Hafidz Ibrahim
dalam syairnya : “seorang ibu adalah madrasah, apabila engkau
menyiapkannya, berarti telah menyiapkan generasi muda yang baik
dan gagah berani. Seorang ibu adalah guru pertama dari semua guru
pertama, yang pengaruhnya menyentuh seluruh jagad raya”.38
36 Soenarjo, Departeman Agama R.I, Op.cit., hal.670 37 Ustadz Labib M, Op. Cit, hal. 103 38 Ibid, hal. 104
32
e. Peserta Didik
Pendidikan tidak lepas dari peserta didik, karena peserta didik
merupakan faktor yang harus ada dalam setiap kegiatan pendidikan.
Peserta didik dalam pendidikan agama Islam dalam keluarga yaitu
anak sebagai bagian dari keluarga.
Anak yang berusia di bawah dua tahun, mereka sangat
membutuhkan pendidikan jasmani dari ibu berupa air susu ibu untuk
pertumbuhan jasmani dan pertumbuhan anak. Telah diungkapkan
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233:
� �� ?����� �� � )���)8��0� #'� ���2�6(����� ����� ���1��&��� ����� #'� �����#'� ���1����
(!��)����6 (� ����O��
Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan… (Q.S. Al-Baqarah :233)39
Setelah usia dua tahun kebutuhan jasmani anak berupa makanan
tidak lagi dari air susu ibu tetapi dari sumber makanan lain. Sehingga
anak tidak tergantung sekali pada ibu dalam hal makanan.
Anak yang belum sekolah atau usia prasekolah, anak dominan
berada dalam lingkungan keluarga sehingga dibutuhkan pendidik yang
betul-betul mampu mendidik anak dengan sebaik-baiknya apabila
orang tua menginginkan anaknya menjadi manusia yang ia cita-
citakan.
Pada usia pra sekolah anak belum bisa menggunakan akal
pikirannya untuk membeda-bedakan baik dan buruk, maka pendidikan
harus dilaksanakan dengan cara pembiasaan secara terus-menerus.
Anak-anak dalam keluarga dibiasakan untuk mengerjakan
sesuatu, sehingga anak akan senantiasa melakukannya dalam
39 Soenarjo, Departemen Agama RI .Op.cit., hal.57
33
kehidupan sehari-hari tanpa harus diperintah. Misalnya shalat,
mengaji, membaca do’a, puasa dan lain sebagainya.
f. Faktor Lingkungan
“Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak
yang meliputi seluruh yang ada, baik manusia maupun benda buatan
manusia, alam yang bergerak atau tidak bergerak, serta kejadian-
kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan seseorang”.40
Lingkungan memiliki peranan yang sangat besar dalam
pendidikan. Karena lingkungan akan mempengaruhi pendidikan yang
dilaksanakan.
Ramayulis membagi lingkungan menjadi tiga macam yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat.
1) Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak
dibesarkan. Keluarga bagi anak merupakan wahana yang paling
baik dan tepat untuk mengembangkan dirinya. Pertama kali anak
mengenal ibu, bapak dan anggota keluarga lainnya, dalam
lingkungan keluarga.
Ciri-ciri keluarga dapat dilihat dari tiga aspek:
a) Keluarga adalah persekutuan hidup yang pasti dari orang tua
sebagai suami Isteri.
b) Keluarga adalah persekutuan kodrati bagi anak-anak dalam
pertumbuhan yang bersifat mengurang
c) Keluarga adalah persekutuan kodrati yang abadi bagi anak
dewasa dan orang tua.41
40 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Op.cit,. hal.63-64 41 H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di lingkungan Sekolah dan
Keluarga, Op.cit., hal.89
34
Dalam keluargalah anak pertama kali memperoleh
pendidikan. Sejak dalam kandungan ibu, pendidikan prenatal telah
berlangsung dan kemudian terus berlangsung ketika dalam asuhan
sehingga menjelang dewasa tatkala seseorang secara penuh
berkembang pribadi dan akal budinya. Akan tetapi patut disadari
bahwa pembentukan pribadi seseorang tidak hanya ditentukan oleh
pendidikan keluarga saja, karena ada berbagai pendidikan yang
juga amat mempengaruhinya. Ditengah-tengah pergaulan kaum
sebaya, di sekolah dan dalam kesempatan yang lainnya.
Pendidikan dalam keluarga sebagai agen pendidikan yang utama,
harus mampu merespon setiap perkembangan yang terjadi di luar
keluarga.
Memperhatikan konsep Islam bahwa pendidikan itu dimulai
dari buaian dan berakhir sampai ke liang lahat, pendidikan
sepanjang usia, jelas mengakui adanya pendidikan dalam keluarga
yakni terutama di saat anak masih kecil. Bahkan bukan itu saja
karena pendidikan anak di lingkungan keluarga adalah yang paling
awal, maka ia memiliki posisi yang paling penting dan mendasar
atau sebagai penyangga pendidikan anak pada fase selanjutnya.
Suasana keluarga yang aman dan bahagia itulah, yang diharapkan akan menjadi wadah yang baik dan subur bagi pertumbuhan jiwa anak yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga itu. Semua pengalaman yang dilalui anak sejak lahirnya itu merupakan pendidikan agama, yang diterimanya secara tidak langsung, baik melalui penglihatan, pendengaran, dan perlakuan yang diterimanya. Kalau dia sering menyaksikan orang tuanya sembahyang, berdo’a, berpuasa dan tekun menjalankan ibadah, maka apa yang di lihatnya itu, merupakan pengalaman yang akan menjadi bagian dari pribadinya, serta akan masuklah unsur agama dalam pembinaan pribadinya. Demikian pulalah dengan pengalamannya melalui pendengaran dan perlakuan orang tua yang mencerminkan ajaran agama.42
42 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta : Bulan Bintang,
1975) cet III, hal 113
35
Lingkungan keluarga bagi seorang anak bagaikan sebuah
rumah, atap dari rumah adalah kedua orang tuanya. Agar anak
teratapi dengan baik, maka dalam hal ini orang tua haruslah hidup
rukun, menyayangi dan mendidiknya. Sedang pondasi rumah
adalah kehidupan rohani yakni dasar-dasar yang diletakkan
melalui pendidikan anak sejak lahir yang akan menjadi landasan
bagi perkembangan anak selanjutnya. Dalam keluarga biasanya
berlaku peraturan-peraturan yang tidak tertulis, hanya kebiasaan-
kebiasaan dan tingkah laku yang diperankan oleh orang tua dalam
keseharian yang membentuk kepribadian anak. Di sini kepaduan
antara kata dan perbuatan setiap anggota keluarga sangat penting
untuk diperhatikan karena sangat mendukung terhadap suasana
kondusif-edukatif.
2) Sekolah
Hubungan antara sekolah dan keluarga memang sangat
dibutuhkan, di satu sisi untuk memenuhi tuntutan perkembangan
budaya dan ilmu pengetahuan yang harus diberikan kepada anak
tetapi tidak bisa diberikan dalam lingkungan keluarga. Pada sisi
lain keluarga membantu dan mengarahkan agar tetap memiliki
kepribadian Islam dan dapat mengisi kekurangan sekolah. Karena
saling berhubungan antara lingkungan keluarga dengan sekolah
maka diantara keduanya harus berjalan seharmonis mungkin,
terhindar dari overlapping dan harus tetap berada pada satu tujuan
yaitu pembinaan anak, untuk hal itu dibutuhkan sikap terbuka dan
saling mengisi antara keduanya.
Menurut Abu Bakar Muhammad dalam bukunya Pedoman
Pendidikan dan Pengajaran, disebutkan bahwa:
Sekolah merupakan media, tempat anak memahami (mengetahui) arti pemerintahan dan kekuasaannya. Di dalam sekolah itu anak (mulai belajar menempatkan diri
36
diatas landasan undang-undang, bangsa dan adat kebiasaan mereka dan dia dapat menetapkan, bahwa amal seseorang ditimbang (dinilai) dengan adil. Di sekolah itulah anak diajarkan struktur pemerintahan dan sedikit tentang undang-undangnya; Maka sekolah tempat perantara, antara kehidupan rumah tangga dengan kehidupan yang umum (kehidupan bermasyarakat yang luas). Di samping itu di dalam sekolah, murid dapat melihat dirinya dalam tempat yang lebih luas dari pada rumah dan lebih sempit dari pada ruang lingkup kehidupan bermasyarakat pada masa depannya.43
Sesungguhnya fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan
kedua setelah keluarga tidak hanya terbatas pada pengisian pikiran
murid-murid dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi sekolah adalah
salah satu sarana yang besar sebagai tempat pembentukan akhlaq
yang mulia. Teladan yang baik dan nasehat serta pendidikan yang
baik dalam sekolah itu sangat besar pengaruhnya. Oleh karena itu
guru yang dalam hal ini sebagai pelaksana pendidik harus dapat
mengarahkan anak agar nantinya menjadi anak yang berguna bagi
bangsa, negara dan agama.
3) Masyarakat
Masyarakat selain sebagai tempat pergaulan sesama
manusia juga merupakan lapangan pendidikan yang luas. Sebab
dalam pergaulan sehari-hari antara seseorang dengan orang lain
adalah mengandung gejala-gejala pendidikan. Sehingga orang tua
harus memperhatikan teman bergaul anak, karena teman bergaul
akan besar sekali pengaruhnya terhadap kepribadian anak.
Sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang senang
bermain dan cenderung meniru, maka lingkungan masyarakat
sangat besar pengaruhnya bagi kepribadian anak. Anak sebagai
43 Abu Bakar Muhammad, Op. cit., hal. 61
37
generasi yang akan terjun dalam masyarakat, sejak kecil tidak
boleh terpisah dengan masyarakatnya.
Masjid sebagai lembaga yang terdapat dalam masyarakat
dapat menunjang pendidikan terhadap anak dengan cara anak
dibiasakan untuk sholat berjamaah, mengaji bersama teman-
temannya dan memperoleh pendidikan keagamaan yang lainnya.
6. Wanita Karier
Setelah kita mengetahui tentang pendidikan agama Islam,
pendidikan agama Islam dalam keluarga, dasar pendidikan agama Islam
pada anak dalam keluarga, fungsi pendidikan agama Islam pada anak
dalam keluarga dan faktor-faktor pendidikan agama Islam dalam keluarga
selanjutnya akan dibahas tentang wanita karier.
a. Pengertian Wanita Karier
Menurut kamus besar Indonesia (Depdikbud 2001) wanita
berarti seorang perempuan/kaum putri. Sedangkan karier adalah
perkembangan dan kemajuan di kehidupan, pekerjaan, jabatan dan lain
sebagainya.
Menurut Nana Nurliana dalam bukunya Wanita Sebagai
Pemimpin; Suatu Tinjauan Historis Wanita karier adalah wanita yang
bekerja untuk mengembangkan karier. Pada umumnya “wanita karier”
adalah wanita yang berpendidikan cukup tinggi dan mempunyai status
yang cukup tinggi dalam pekerjaannya, yang cukup berhasil dalam
karyanya.44
Dari pengertian wanita karier tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang disebut wanita karier adalah wanita yang bekerja dan
berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran dan lain
44 Nana Nurliana Soeyono, “ Wanita sebagai pemimpin : suatu tinjauan historis”, dalam H.M. Atho Mudzhar, Wanita dalam Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001) cet ke-2, hal. 302
38
sebagainya) dan mempunyai status yang cukup tinggi dalam pekerjaan
yang ditekuninya.
b. Kriteria Wanita Karier
Untuk mengetahui lebih jauh tentang wanita karier penulis
akan mencoba membedakan beberapa kategori wanita karier menjadi
beberapa kriteria yaitu :
1) Wanita tunggal
Yang dimaksud wanita tunggal adalah wanita single yang
belum menikah. Wanita tunggal yang bekerja sebagai wanita karier
kebanyakan merasa cocok karena mereka tidak mempunyai peran
yang lain selain bekerja untuk mengembangkan karier dan
mendapatkan materi. Mereka tidak disibukkan oleh aktifitas rumah
tangga yang banyak, dari mengurusi suami, anak dan lain
sebagainya.
2) Wanita yang menikah tanpa anak
Kriteria yang kedua ini adalah wanita karier yang sudah
menikah akan tetapi belum mempunyai anak. Keuntungan bagi
wanita karier yang menikah tanpa anak adalah bahwa ia
mempunyai pasangan yang mendukungnya dan membantunya
dengan urusan rumah tangga, ia kurang mempunyai masalah
keuangan karena penghasilannya ganda, tidak ada anak yang
menyita waktunya dan mengurangi kinerja atau prospek kariernya.
3) Wanita menikah dan mempunyai anak
Kriteria yang ketiga ini adalah wanita yang bekerja sebagai
wanita karier dan juga berperan sebagai ibu. Wanita karier yang
sudah memiliki anak mempunyai tanggung jawab yang besar,
karena mereka harus memainkan “peran ganda”. Wanita karier
sebagai ibu banyak dihadapkan dengan berbagai permasalahan
seperti:
39
a) Peningkatan tanggung jawab yang menyita waktu dan
menimbulkan stres fisik dan emosional
b) Rasa bersalah karena kurang dapat memberikan perhatian dan
waktu pada anak atau pada pekerjaan
c) Kesempatan karier yang terbatas karena sikap atasan yang
meragukan komitmen penuh dari wanita terhadap pekerjaan
atau karena komitmen terhadap keluarga.45
Pada zaman modern seperti sekarang, semakin terbuka peluang
bagi wanita untuk mengembangkan diri, mengaktualisasikan
kemampuan yang dimiliki dan memanfaatkan ilmu yang telah
diperoleh di bangku sekolah. Kaum wanita sekarang tidak hanya
mengurusi rumah tangga atau bekerja di dalam rumah, tetapi mereka
telah bekerja di luar rumah.
Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya, Islam dan Peranan
Wanita, disebutkan bahwa:
Dalam semua lapangan kerja, yang cocok dengan kodratnya, wanita juga di tuntut untuk aktif bekerja, wanita tidaklah untuk duduk berpangku tangan atau tinggal terkurung dalam rumah, sebagai mahluk Allah yang lemah yang harus di bantu dan di belanjai oleh laki-laki. Banyak sekali lapangan pekerjaan yang cocok dengan wanita, hanya saja wanita harus selalu ingat, bahwa kewanitaannya itu tetap melekat pada dirinya. Artinya kodrat fisik dan ciri kewanitaan itu tetap berbahaya bagi dirinya dan terhadap orang lain, jika ia tidak sadar dan menjaga dirinya.46
Sebagai wanita karier yang sudah mempunyai anak tentunya
mempunyai banyak problematika akibat pilihannya untuk bekerja
karena mereka harus memainkan peran ganda yang melekat pada
kodrat dirinya yang berkaitan dengan keluarga yaitu mendidik anak-
45 Ibid, hal.306-308 46 Zakiah Daradjat, Islam Dan Peranan Wanita, Bulan Bintang, Jakarta, cet ke-4,1990, hal.
23
40
anaknya dan hakekat keibuan serta peran dalam pekerjaannya di luar
rumah.
Anak menjadi tanggung jawab pembantu, bacaan, dan televisi.
Institusi yang menggantikan peran ibu di dalam mendidik anak belum
dikembangkan ke arah yang jelas. Sumber pengetahuan tentang nilai-
nilai moral dan praktek kehidupan diperoleh dari berbagai agen lain,
seperti televisi, mainan (elektronik), dan bacaan-bacaan. Padahal, tidak
jelas siapa yang mengendalikan pesan yang disampaikan media
tersebut, sehingga kita tidak bisa menjamin bahwa anak kita di didik
dengan cara yang benar.
Karena kesibukan orang tua terutama ibu, hubungan antara
anak dan orang tua semakin renggang dan rendah intensitasnya,
sehingga memicu munculnya kekhawatiran-kekhawatiran apa saja.
Ketentuan akan hal-hal buruk yang dialami anak akan merusak
kepribadian anak. Akibat kerusakan itu sesungguhnya berpangkal pada
perubahan relasi antara orang tua dan anak. Zaman sekarang memang
sudah jauh berbeda dengan zaman dahulu, orang menjadi kurang yakin
lagi bahwa lembaga keluarga mampu menjadi benteng yang paling
kuat dari lembaga pendidikan yang lainnya.
Menurut pendapat Salma Huffar yang dikutip oleh Wahbi
Sulaiman dan Ghowaji Al Albani dalam bukunya Sosok Wanita
Muslim al-Mar atul Muslimah, disebutkan bahwa:
Wanita telah melenyapkan tabiat asli yang paling mulia dan paling tinggi nilainya, yaitu kodrat kewanitaanya, yang berarti ia telah menghilangkan kebahagiaanya. Adapun pekerjaannya di luar rumah akan memperburuk keadaan dan menghilangkan surga kecil tempat bernaungnya wanita dan laki-laki. Hal itu tak mungkin tumbuh berkembang kecuali dengan menjadi ibu rumah tangga dan pendidik di rumahnya. Peran ibu rumah tangga dalam membina anak serta kebahagiaan masyarakat terkait juga dengan kebahagiaan individu dan sumber ilham, kebaikan dan kejadian yang indah.47
47 Wahbi Sulaiman, Ghowaji Al Bani, Sosok Wanita Muslim Al Mar-atul Muslimah,
(Trigenda Karya) hal. 177
41
Dengan demikian menjadi wanita karier bukan pekerjaan
mudah. Karena wanita karier harus memainkan peran ganda, yakni
bekerja di luar rumah untuk meniti karier tetapi begitu tiba di rumah
kembali harus mengurusi tugas sebagai ibu rumah tangga. dan juga
sebagai pendidik bagi putra-putri mereka. “Taman kanak-kanak dan
tempat-tempat penitipan anak-anak tidak akan mampu menjalankan
fungsi ibu dalam mendidik anak-anak dan tidak pula dapat
memberikan yang dalam kepadanya sebagaimana yang diberikan oleh
seorang ibu”.48
Jika seorang ibu memang terpaksa harus bekerja, berarti
meninggalkan anak di rumah serta pekerjaan rumah tangga. Sehingga
ibu terpaksa menyerahkan pengawasan serta pengasuhan terhadap ibu
pengganti, sering tidak dapat dihindari. Kalau memang itu terjadi,
maka ibu pengganti harus yang benar-benar bisa mengganti
ketidakhadiran atau peran ibu kandung yang bekerja, sehingga betapa
besarnya peranan seorang ibu pengganti maka perlu memilih pribadi
yang tepat.
Seorang wanita dengan kesucian, kebenaran dan pembangunan dirinya akan menjadi pelita yang bercahaya yang tidak hanya menerangi lingkungan keluarganya yang hangat tetapi dengan gagasan-gagasan pendidikannya, serta anak-anak yang baik dan sehat (moralnya), ia juga akan membangun masyarakat, kalau tidak, ia akan menjadi perusak yang tidak hanya mengacaukan keluarga, tetapi juga akan mengakibatkan penderitaan bagi kekuatan kaum muda dan menghancurkan kemampuan-kemampuan mereka.49
Untuk itulah dalam memberikan pendidikan agama Islam pada
anak seharusnya seorang ibu mampu bersikap, berbuat yang sesuai
48 Muhammad Albar, Wanita Karir Dalam Timbangan Islam, (Jakarta : Pustaka Azzam,
2000), hal. 64 49 Hashemi Rafsanjani, Syaikh Husain Fadhillah et, al,. Misteri Kehidupan Fathimah Az-
Zahra (Kajian Atas Fungsi Ganda Peran Wanita), (Bandung : Mizan, T.th) hal. 175
42
dengan tuntunan agama Islam. Dengan hal tersebut diharapkan anak
akan menjadi anak yang sempurna kelak kemudian hari sesuai dengan
tujuan pendidikan Islam
Bagi wanita karier yang tidak bisa menemukan ibu pengganti
bagi anak-anaknya maka bisa menyerahkan anaknya untuk sementara
waktu kepada tempat penitipan anak (TPA) atau day care center.
“Memang lembaga-lembaga pendidikan dapat membentuk anak
sebagaimana dapat membentuk makhluk yang lainnya, namun lembaga
tersebut tidak akan mampu menjadikan anak kecil tersebut sebagai
anak yang sempurna kepribadiannya, sempurna pertumbuhannya,
sesuai dengan kemanusiaannya.”50
Peralatan teknologi akan membantu wanita karier untuk
berkomunikasi dengan anaknya di manapun ia berada. Kalau mau
jujur, masalah yang banyak dihadapi dalam era kemitrasejajaran
wanita-pria adalah pembagian tugas domestik yang selama ini
terobsesi dalam peran ibu yang dianggap secara kodrati mempunyai
tugas mengerjakan segala macam pekerjaan rumah tangga termasuk
mengasuh dan mendidik anak. Pada masa janin berada dalam
kandungan adalah tugas ibu yang mendidiknya, namun setelah bayi
dilahirkan maka ibu dan bapak sebagai orang tua anak tersebut
berkewajiban mengasuh dan mendidiknya. Demikian pula dengan
pekerjaan rumah tangga yang lain menjadi tanggung jawab bersama.
Sehingga perubahan peranan wanita menuntut perubahan
peranan pria sedemikian rupa. Harus ada kesadaran berbagi peran dan
tanggung jawab sosialisasi yang lebih berimbang antara ayah dan ibu.
“Demikian pula halnya dengan pekerjaan rumah tangga, seperti
memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah. Hal itu sebetulnya
dilakukan oleh berjuta-juta orang secara sendiri-sendiri. Tetapi
50 Khoiron Nadhiyyin, Wanita dan Keluarga, (Surabaya : Al Ikhlas, 1996) Cet I, hal. 191-
192
43
sebenarnya, tugas ini dapat dilakukan dengan lebih efektif secara
bersama-sama”.51
Pembagian tugas dalam keluarga atau tugas itu di lakukan
secara bersama-sama antara ayah dan ibu akan meringankan tugas ibu,
sehingga ibu mampu memerankan peran gandanya. Misalnya
pembagian tugas menyapu, mencuci, menyuapi anak, menyetrika, dsb.
Pembagian tugas tersebut disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing anggota keluarga.
Tetapi wanita tidak boleh lalai terhadap kodrat yang melekat
pada dirinya. Yaitu kodrat sebagai ibu rumah tangga tidak boleh
ditinggalkan sepenuhnya, sebab kehadiran seorang ibu amat
dibutuhkan oleh anak-anak. Melalui pendidikan dan pengarahan ibu,
maka anak-anak bisa mempersiapkan diri sebagai generasi penerus
yang lebih berkualitas, sebab secara psikologis ibu lebih sensitif dalam
mendeteksi perkembangan jiwa sang anak
Sehingga sesibuk apapun aktifitas ibu sebagai wanita karier
namun hendaknya mampu membagi waktu, memberikan perhatian dan
mendidik anak-anaknya.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa tanggung jawab
mendidik adalah tanggung jawab orang tua yaitu ayah dan ibu. Tetapi
seorang wanita dalam fitrahnya mengandung, melahirkan dan
menyusui. Ketiga hal tersebut tidak bisa dilaksanakan oleh orang lain,
karena semenjak mengandung anak selalu bersama ibu maka tentunya
akan lebih dekat dengan ibunya. Oleh sebab itu untuk pendidikan
selanjutnya akan sangat efektif bila di lakukan oleh ibu sebagai
pendidik anak.
51 Jane Cary Peck alih bahasa Fransisca Dewi L, Wanita dan Keluarga, (Jakarta : Kanisius,
1991), Cet I, hal. 25