Upload
reza-irian-rama
View
906
Download
110
Embed Size (px)
Citation preview
3
BAB IIISI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kehilangan Gigi (Edentulous)
Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh gigi asli.
Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses
penuaan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi,
periodontitis, atau kecelakaan. Hilangnya beberapa gigi disebut
edentulous sebagian dan hilangnya seluruh gigi disebut edentulous total
(Gunadi dkk., 2012).
Edentulous total dapat didefinisikan sebagai keadaan fisik dari
rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan
pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi.
Edentulous sebagian didefinisikan sebagai hilangnya beberapa tetapi
tidak semua gigi asli pada lengkung rahang. Pada pasien edentulous
sebagian, hilangnya gigi dilanjutkan dengan penurunan tulang alveolar,
gigi tetangga dan pengaruh tingkat kesulitan jaringan pendukung dalam
menerima restorasi prostetik yang adekuat. Kualitas dari jaringan
pendukung memperbaiki kondisi keseluruhan dan dipertimbangkan
pada tingkat diagnostik dari sistem klasifikasi (Gunadi dkk., 2012).
2.1.2 Gigi Tiruan (Protesa)
Pengertian Gigi Tiruan adalah gigi tiruan yang menggantikan
satu atau lebih gigi yang hilang yang dilekatkan pada gigi asli, biasanya
digunakan dengan pontik yang didisain untuk memenuhi fungsi dan
juga estetika dari gigi yang hilang tersebut (Rosenstiel dkk., 1995).
Menurut Simon dan Yanase (2003) gigi tiruan tetap adalah gigi tiruan
sebagian yang dilekatkan secara mekanis pada gigi asli, akar gigi dan
atau implan gigi sebagai penyangga utama gigi tiruan.
Gigi tiruan tetap yang baik adalah yang dapat mengembalikan
fungsi kunyah, fungsi estetik, fungsi bicara, mengembalikan kesehatan
4
jaringan penyangga gigi dan kesehatan syaraf serta otot pengunyahan.
Salah satu komponen gigi tiruan yang perlu mendapat perhatian untuk
tercapainya tujuan pembuatan tersebut adalah pontik yaitu bagian gigi
tiruan yang menggantikan gigi yang hilang. Dylina (1999) mengatakan
bahwa sisa makanan yang menumpuk pada permukaan lingual serta
pengeluaran kelebihan udara dan ludah dari permukaan lingual hingga
labial mengakibatkan gangguan bicara pada kebanyakan bentuk pontik.
2.2 Pembahasan
SKENARIO PBL 1
HK, 23 tahun, seharian ini tampak bersungut-sungut pasalnya sudah
hampir 1 tahun ini ia selalu dipanggil Pak ketika ditempat umum. Padahal
HK belum juga lulus dari kuliahnya apalagi menikah dan punya anak. Semua
ini berawal dari kecelakaan lalu lintas yang menimpanya 1,5 tahun yang lalu.
Meskipun HK tidak mengalami cedera kepala atau cidera lain yang serius,
akan tetapi kecelakaan itu mrngakibatkan HK harus merelakan 5 gigi
depannya dicabut.
2.2.1 Klarifikasi Istilah (Step 1)
Semua isitilah dimengerti pada skenario sehingga tidak
terdapapat isitilah yang harus diklarifikasi.
2.2.2 Rumusan Permasalahan (Step 2)
1. Etiologi kehilangan gigi?
2. Jenis-jenis atau klasifikasi kehilangan gigi?
3. Akibat yang ditimbulkan karena kehilangan gigi?
4. Jenis-jenis dan perawatan yang dilakukan pada kasus
2.2.3 Curahan Pendapat (Step 3)
1. Etiologi kehilangan gigi?
a. Faktor penyakit
1) Karies
2) Penyakit periodontal
3) Penyakit sistemik
5
b. Trauma atau cidera
c. Tidak memiliki benih gigi
d. Oral higiens buruk
2. Jenis-jenis atau klasifikasi kehilangan gigi
Menurut Gunadi dkk., (2012), Kennedy dan Applegate-
Kennedy membagi beberapa klasifikasi kehilangan gigi, berikut
penjelasannya:
a. Klasifikasi Kenedy
1) Tidak ada gigi bagian posterior yang masih ada (bilateral).
2) Tidak ada gigi bagian posterior yang masih ada (unilateral).
3) Tidak bergigi dan diantara gigi yang masih ada bagian
posterior atau anterior .
4) Tidak bergigi pada bagian anterior dan melewati midline.
b. Klasifikasi Applegate-Kenedy
1) Tidak ada gigi dan berada di bagian gigi paling posterior yang
masih ada (bilateral).
2) Tidak ada gigi dan berada di bagian gigi paling posterior yang
masih ada (unilateral).
3) Tidak ada gigi dan berada diantara gigi yang masih ada bagian
posterior.
4) Berada pada gigi anterior melewati midline.
5) Berada pada gigi anterior paradental dan gigi tetangga tidak
mnjadi sebagai penyangga.
6) Berada pada gigi anterior paradental caninus menjadi
penyangga.
c. Klasifikasi Soelarko
1) Gigi posteriornya tidak ada.
2) Diantara gigi geligi.
3) Modifikasi dari gigi posterior dan gigi lainnya.
3. Akibat yang ditimbulkan karena kehilangan gigi
a. Estetik
6
b. Fungsi pengunyahan dan bicara
c. TMD dan muscle spasm
d. Premature kontak
e. Erupsi berlebih
f. Rotasi
g. Karies
h. Atrofi otot
4. Jenis-jenis dan perawatan yang dilakukan pada kasus
a. Fix dan removeble
1) Cekat (GTC)
2) Lepasan (GTSL)
b. Berdasarkan jenis bahan gigi tiruan
1) Logam dan non logam
2) Thermoplastis atau valplas
3) Acrylic
c. Berdasarkan saat pemasangannya
1) Immediate atau saat setelah pencabutan.
2) Konvensional atau tidak langsung setelah pencabutan, biasanya
beberapa hari setelah pencabutan.
d. Berdasarkan sayap bukal
1) Open face atau tanpa sayap bukal yang meyerupai gusi.
2) Closed face atau dengan sayap bukal yang menyerupai gusi.
2.2.4 Analisis Masalah (Step 4)
1. Etiologi kehilangan gigi.
a. Fraktur
b. Penyakit sistemik
c. Resesi gingiva
d. Penyakit periodontal
e. Tidak ada benih gigi
f. Usia
7
2. Jenis-jenis atau klasifikasi kehilangan gigi
a. Klasfikasi Kenedy
1) Kelas I
Daerah tak bergigi terletsk dibagian posterior dari gigi
yang masih ada dan berada pada ke dua sisi rahang (bilateral).
2) Kelas II
Daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi
yang masih ada dan berada hanya pada salah satu sisi saja
(unilateral).
3) Kelas III
Daerah yang tak bergigi terletak di antera gigi-gigi
yang masih ada di bagian posterior maupun anteriornya
unilateral.
4) Kelas IV
Daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dan
gigi yang masih dan melewati garis median (Gunadi, 2012).
b. Klasifikasi Applegate Kenedy1) Kelas I
Daerah edentulous sama dengan kelas I Kennedy,
terletak di bagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan
berada pada kedua sisi rahang (bilateral). Keadaan ini sering
dijumpai pada rahang bawah. Secara klinis dijumpai :
a) Derajat resorpsi residual ridge bervariasi.
b) Tenggang waktu pasien tidak bergigi akan mempengaruhi
stabilitas gigitiruan yang akan dipasang.
c) Jarak antar lengkung rahang bagian posterior biasanya
sudah mengecil.
d) Gigi asli yang masih ada atau tinggal sudah migrasi dalam
berbagai posisi.
e) Gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat.
f) Jumlah gigi yang masih tertinggal di bagian anterior
umumnya 6-10 gigi.
8
g) Ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi
temporomandibula.
2) Kelas II
Daerah edentulous sama seperti kelas Kennedy, terletak
dibagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan hanya
berada pada salah satu sisi rahang (unilateral). Secara klinis
dijumpai keadaan:
a) Resorpsi tulang alveolar terlihat lebih banyak.
b) Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.
c) Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada
gigi antagonis ini.
d) Pada kasus ekstrim, karena tertundanya pembuatan protesa
untuk jangka waktu lama, kadang-kadang perlu pencabutan
satu atau lebih ggi antagonis.
e) Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan
sendi temporomandibula.
3) Kelas IIIDaerah edentulous sama seperti kelas III Kennedy,
terletak diantara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior
maupun anterior dan hanya berada pada salah satu sisi rahang
(unilateral). Daerah edentulous paradental dengan kedua gigi
tetangganya tidak lagi mampu memberi dukungan kepada
protesa secara keseluruhan. Secara klinis, dijumpai keadaan :
a) Daerah tak bergigi sudah panjang.
b) Bentuk atau panjang akar gigi kurang memadai.
c) Tulang pendukung mengalami resorpsi servikal, dan atau
disertai goyangnya gigi secara berlebihan.
d) Beban oklusal berlebihan.
4) Kelas IV
Daerah edentulous sama dengan kelas IV Kennedy,
terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan
melewati garis median. Pada umumnya untuk kelas ini dibuat
gigitiruan sebagian lepasan, bila:
9
a) Tulang alveolar sudah banyak hilang.
b) Gigi harus disusun dengan overjet besar, sehingga
dibutuhkan banyak gigi pendukung.
c) Dibutuhkan distribusi merata melalui banyak gigi
penyangga, pada pasien dengan daya kunyah besar.
d) Diperlukan dukungan dengan retensi tambahan dari gigi
penyangga.
e) Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap
untuk memenuhi faktor esetetik.
5) Kelas V
Daerah edentulous berada pada salah satu sisi rahang,
gigi anterior lemah dan tidak dapat digunakan sebagai gigi
penyangga atau tidak mampu menahan daya kunyah. Kasus
seperti ini banyak dijumpai pada rahang atas, karena gigi
kaninus yang dicabut malposisi atau terjadi kecelakaan.
6) Kelas VIDaerah edentulous terletak pada daerah unilateral
dengan kedua gigi tetangga dapat digunakan sebagai gigi
penyangga kelas VI edentulous sebagian menggunakan sistem
klasifikasi Applegate-Kennedy biasanya dijumpai keadaan
klinis:
a) Daerah edentulous yang pendek.
b) Bentuk atau panjang akar gigi tetangga memungkinkan
sebagai pendukung penuh.
c) Sisa Prossesus alveolaris memadai.
d) Daya kunyah pasien tidak besar.
3. Akibat yang ditimbulkan karena kehilangan gigi
a. Migrasi dan Rotasai
Hilangnya kesinambungan pada gigi dapat menyebabkan
pergeseran,miring atau berputarnya gigi. Gigi tidak lagi
menempati posisi yang normal, pada saat pengunyahan maka
akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang
10
miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktifitas
karies meningkat.
b. Erupsi berlebihan
Bila gigi sudah tidak mempunyai gigi antagonisnya lagi,
maka akan terjadi erupsi berlebihan. Erupsi berlebih dapat terjadi
tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur
periodontal akan mengalami kemunduran, sehingga gigi mulai
ekstruksi.
c. Penurunan Efisiensi Kunyah
Mereka yang sudah kehilangan gigi cukup banyak, apalagi gigi
belakang akan merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun.
d. Gangguan pada sendi temporomandibular (TMJ)
Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih
atau over clessure, hubungan rahang yang eksentrik
akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada TMJ.
e. Beban berlebih pada jaringan pendukung
Bila penderita yang sudah kehilangan sebagian gigi
aslinya, maka gigi yang masih adaakan menerima tekanan
mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih
(overloading). Hal ini akan mengakibatkan kerusakan membrane
periodontal dan lama kelamaan gigi yang tidak akan menjadi
goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.
f. Kelaianan Bicara
Kehilangan gigi depan atas dan bawah sering kali
menyebabkan kelainan bicara. Karena giginya (khususnya gigi
depan) termasuk bagian organ fonetik (penghasil suara).
g. Memburuknya penampilan
Gigi yang hilang mengurangi daya tarik wajh seseorang.
h. Terganggunya kebersihan mulut
Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan
kontak dengan gigi tetangganya, demikian pula gigi yang
kehilangan lawan giginya. Adanya ruang interproksimal ini,
11
mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi sisa makanan dan
dengan sendirinya kebersihan mulut terganggu dan mudah terjadi
plak. Tahap ini frekuensi terjadinya karies dapat meningkat
(Gunadi dkk., 2012).
4. Jenis-jenis dan perawatan yang dilakukan pada kasus
a. Jenis-jenis gigi tiruan
Gigi palsu pada dunia kedokteran gigi dikenal sebagai gigi
tiruan, dibedakan menjadi dua yaitu Gigi Tiruan Lepasan (GTL)
dan Gigi Tiruan Cekat). Gigi tiruan lepasan adalah gigi tiruan
yang dilepas dan dipasang oleh pengguna dan terbagi menjadi
gigi tiruan sebagian lepasan dan gigi tiruan lengkap, sedangkan
gigi tiruan cekat adalah gigi tiruan yang tidak dilepas atau
dipasang sendiri oleh pengguna. Berikut adalah pembagian jenis
gigi tiruan:
1) Gigi tiruan sebagian atau lepasan
a) Berdasarkan bahan
i. Akrilik
ii. Logam
iii. Vulcanite
iv. Thermoplasic atau valplast
b) Berdasarkan saat pemasangannya
i. Immediate atau saat setelah pencabutan
ii. Konvensional atau tidak langsung setelah pencabutan,
biasanya beberapa hari setelah pencabutan
c) Berdasarkan sayap bukal
i. Open face, dibuat tanpa gusi tiruan di bagian bukal atau
labial (anterior).
ii. Closed face, dibuat dengan gusi tiruan di bagian bukal
atau labial (posterior).
d) Menurut jaringan pendukungnya
i. Tooth supported atau dukungan berupa gigi asli.
12
ii. Mucosa supported atau dukungan berupa mukosa ujung
bebas.
iii. Mucosa and tooth supported atau dukungan berupa mukosa
dan gigi asli.
2) Gigi tiruan cekat
a) Fixed-fixed bridge
Bridge yang conectornya bersifat rigit atau kaku.
Jenis ini digunakan pada gigi anterior atau posterior.
b) Fixed movable bridge
Bridge yang satu conectornya bersifat rigit dan yang
satu bersifat elastic atau lentur. Jenis ini digunakan pada
gigi yang terkena tekanan mastikasi besar.
c) Spring bridge
Bridge yang mempunyai pontic jauh dari retainer
dan dihubungkan dengan palatal bar. Indikasi jenis ini
digunakan pada kasus gigi anterior terdapat diastema.
d) Cantilever bridge
Satu ujung bridge melekat seara rigit pada retainer
sedangkan ujung yang lain bebas. Indikasi pada pasien yang
menghendaki sedikit jaringan gigi asli dikurangi tetapi tetap
tidak lepas dari kriteria retensi dan stabilitasi.
e) Compound bridge
Kombinasi dari kedua tipe bridge.
f) Complex bridge
Jembatan bilateral meliputi dua sisi rahang yang
menggantikan sejumlah gigi dengan kegiatan fungsi yang
berbeda (Gunadi dkk., 2012).
b. Perawatan yang dilakukan pada kasus
Menurut klasifikasi Applegate-Kennedy dalam Gunadi
2012, kasus mengacu pada klasifikasi kelas IV karena gigi yang
terkena adalah lima gigi bagian anterior. Jenis perawatan yang
dilakukan pada kasus ini dengan menggunakan gigi tiruan
13
sebagian lepasan dan gigi tiruan cekat dimana gigi anterior rahang
atas menggunakan cekat dan gigi anterior rahang bawah
menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan.
2.2.5 Sasaran Belajar (Step 5)
1. Klasifikasi kehilangan gigi jenis lain
2. Perawatan pasien kehilangan gigi
a. Macam-macam perawatan kehilangan gigi
b. Indikasi dan kontra indikasi perawata gigi
c. Tahapan perawatan pasien
2.2.6 Belajar Mandiri (Step 6)
Belajar mandiri telah dilakukan dua hari sebelum PBL tutorial 2
dimulai.
2.2.7 Hasil Belajar (Step 7)
1. Klasifikasi kehilagan gigi jenis lain
a. Sistem Klasifikasi Edentulous Penuh
1) Kelas I
Kelas ini mencirikan tahap edentulous yang paling
sesuai dirawat dengan Gigi tiruan penuh yang dibuat dengan
teknik gigi tiruan konvensional. Adapun kriteria diagnostik
dari kelas ini adalah :
a) Tinggi sisa tulang ≥21 m yang diukur pada tinggi vertikal
rahang bawah terendah pada radiografik panoramik.
b) Morfologi dari sisa lingir resisten terhadap pergerakan
horizontal dan vertikal basis gigitiruan RA tipe A.
c) Lokasi perlekatan otot kondusif untuk retensi dan stabilitas
gigi tiruan RB tipe A atau tipe B.
d) Hubungan rahang kelas I.
2) Kelas II
Secara khusus ditandai dengan adanya degradasi fisis
anatomi jaringan pendukung gigi tiruan yang berkelanjutan.
14
Kelas ini juga ditandai dengan adanya kemunculan dini
interaksi penyakit-penyakit sistemik serta ditandai dengan
adanya penatalaksanaan pasien spesifik dan pertimbangan-
pertimbangan gaya hidup. Kriteria diagnostik dari kelas ini
adalah :
a) Tinggi sisa tulang 16-20 mm yang diukur pada tinggi
vertikal rahang bawah terendah pada radiografi panoramik.
b) Morfologi sisa lingir resisten terhadap pergerakan
horizontal dan vertikal basis gigitiruan; rahang atas tipe A
atau tipe B.
c) Lokasi perlekatan otot sedikit mempengaruhi retensi dan
stabilitas gigitiruan; rahang bawah tipe A atau tipe B.
d) Hubungan rahang klas I.
e) Adanya sedikit perubahan kondisi, pertimbangan
psikososial dan penyakit sistemik ringan yang
bermanifestasi pada rongga mulut.
3) Kelas III
Kelas ini ditandai dengan adanya kebutuhan akan revisi
dari struktur pendukung gigi tiruan untuk memungkinkan
diperolehnya fungsi gigi tiruan yang adekuat. Kriteria
diagnostik dari kelas ini yaitu :
a) Tinggi sisa tulang 11-15 mm yang diukur pada tinggi
vertikal rahang bawah terendah pada radiografik panoramik.
b) Morfologi sisa lingir sedikit berpengaruh dalam menahan
pergerakan horizontal dan vertikal basis gigi tiruan; rahang
atas tipe C.
c) Lokasi perlekatan otot cukup berpengaruh terhadap retensi
dan stabilitas gigitiruan; rahang bawah tipe C.
d) Hubungan rahang kelas I, II atau III.
4) Kelas IV
Kelas ini mewakili kondisi edentulous yang paling
buruk. Pembedahan rekonstruksi harus selalu diindikasikan
15
tetapi tidak selamanya dapat dilakukan karena tidak
menguntungkannya kesehatan pasien, minat, riwayat dental,
dan pertimbangan finansial. Jika pembedahan revisi bukan
salah satu pilihan, maka teknik gigitiruan khusus harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang adekuat.
a) Tinggi vertikal ≤10 mm yang diukur pada tinggi vertikal
rahang bawah terendah pada radiografi panoramik.
b) Hubungan rahang klas I, II atau III.
c) Sisa lingir sama sekali tidak dapat menahan pergerakan
horizontal maupun vertikal, rahang atas tipe D.
d) Lokasi perlekatan otot dapat diperkirakan berpengaruh
terhadap retensi dan stabilitas gigitiruan, rahang bawah tipe
D atau tipe E.
e) Kondisi utama yang membutuhkan pembedahan
praprostodontik :
i. Koreksi kelainan-kelainan dentofasial secara bedah
dibutuhkan
ii. Augmentasi jaringan keras dibutuhkan.
iii. Revisi jaringan lunak mayor dibutuhkan yaitu perluasan
vestibulum dengan atau tanpa pencangkokan jaringan
lunak.
iv. Riwayat parasthesia atau disesthesia.
v. Ketidakcukupan ruang antar rahang yang membutuhkan
pembedahan koreksi.
vi. Defek maksilofasial yang bersifat kongenital atau
didapatkan.
vii. Manifestasi penyakit sistemik yang parah pada rongga
mulut.
b. Sistem Klasifikasi Edentulous Sebagian
1) Kelas I
Kelas ini ditandai dengan keadaan yang ideal atau
sedikit buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous
16
(yang dibatasi lengkung rahang tunggal), kondisi gigi
penyangga, karakteristik oklusi dan kondisi residual ridge.
Keempat kriteria diagnostik tersebut dapat dilihat sebagai
berikut :
a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous yang ideal dan
sedikit buruk :
b) Daerah edentulous terletak pada 1 lengkung rahang.
c) Daerah edentulous sedikit buruk sebagai dukungan
fisiologis gigi penyangga.
d) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang
atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi
anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi
insisivus yang hilang, atau beberapa gigi posterior yang
tidak melebihi satu premolar dan satu molar.
e) Kondisi gigi penyangga yang ideal atau sedikit buruk, yang
tidak membutuhkan terapi prostetik.
f) Oklusi yang ideal atau sedikit buruk yang tidak
membutuhkan terapi prostetik.
g) Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous
total klas I.
2) Kelas II
Kelas ini ditandai dengan keadaan yang cukup buruk
dari lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua
lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan
terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi yang membutuhkan
terapi lokal tambahan dan kondisi residual ridge.
a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous cukup buruk :
b) Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung
rahang.
c) Daerah edentulous cukup buruk sebagai dukungan fisiologis
gigi penyangga.
17
d) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang
atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi
anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi
insisivus yang hilang atau beberapa gigi posterior (rahang
atas atau rahang bawah) yang tidak melebihi dua premolar
atau satu premolar dan satu molar atau beberapa gigi
kaninus yang hilang (rahang atas atau rahang bawah).
e) Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous
total klas II.
3) Kelas III
Kelas ini ditandai dengan keadaan yang buruk dari
lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua lengkung
rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan lebih
banyak terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi
membutuhkan penyesuaian kembali tanpa mengubah dimensi
vertikal dan kondisi residual ridge.
a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :
i. Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung
rahang.
ii. Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi
penyangga.
iii. Daerah edentulous mencakup beberapa gigi posterior
rahang atas atau rahang bawah lebih banyak daripada tiga
atau dua gigi molar, tiga gigi atau lebih pada daerah
edentulous anterior dan posterior.
b) Kondisi gigi penyangga buruk :
i. Gigi penyangga pada tiga sisi tidak cukup untuk menahan
struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona
atau ekstrakorona.
ii. Gigi penyangga pada tiga sisi membutuhkan lebih banyak
terapi lokal tambahan (misalnya prosedur periodontal,
endodontik atau ortodontik).
18
iii. Gigi penyangga mempunyai prognosis sedang.
4) Kelas IV
Kelas ini ditandai dengan keadaan yang sangat buruk
dari lokasi dan perluasan daerah edentulous dengan prognosis
terpimpin, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi
lokal tambahan yang besar, karakteristik oklusi membutuhkan
penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah dimansi vertikal
dan kondisi residual ridge.
a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :
i. Daerah edentulous yang luas dan bisa terdapat pada kedua
lengkung rahang.
ii. Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi
penyangga untuk menegakkan diagnosis terpimpin.
iii. Daerah edentulous mencakup kerusakan maksilofasial
kongenital atau yang didapat.
b) Kondisi gigi penyangga buruk :
i. Gigi penyangga pada empat sisi tidak cukup untuk
menahan struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi
intrakorona atau ekstrakorona.
ii. Gigi penyangga pada empat sisi membutuhkan terapi lokal
tambahan yang lebih besar.
c) Oklusi buruk, diperlukan rencana penyesuaian ulang oklusi
dengan mengubah dimensi vertikal.
d) Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous
total klas IV (Google.com).
c. Klasifikasi Miller berdasarkan letak cangkolan
1) Kelas I Ada dua cangkolan yang lurus berhadapan dan tegak
lurus median line.
2) Kelas II Ada dua cangkolan yang letaknya diagonal.
3) Kelas III Ada tiga cangkolan yang membentuk segitiga di
tengah prothesa bila dihubungan dengan garis.
19
4) Kelas IV Ada empat cangkolan yang membentuk segi empat di
tengah prothesa bila dihubungan dengan garis (Phoenix, 2002).
d. Klasifikasi Cummer berdasarkan letak cangkolan
1) Kelas I Diagonal, yang menggunakan 2 buah cangkolan
berhadapan diagonal.
2) Kelas II Diametric, yang menggunakan 2 cangkolan yang
berhadapan tegak lurus.
3) Kelas III Unilateral, cangkolan terletak pada satu sisi rahang.
4) Kelas IV Multilateral, cangkolan dapat berupa segitiga maupun
segiempat.
e. Klasifikasi menurut Osborne J & Lammie G.A berupa klasifikasi
geligi tiruan berdasarkan distribusi beban
1) Geligi tiruan tooth borne, semua pendukung untuk geligi tiruan
berasal dari gigi geligi.
2) Geligi tiruan mucosa borne, geligi tiruan ini seluruhnya
didukung oleh mukosa dan lingir alveolar dibawahnya.
3) Geligi tiruan tooth and mucosa borne, beberapa bagian geligi
tiruan didukung oleh gigi sebagian yang lainnya didukung oleh
mukosa (Watt & McGregor, 1992).
2. Perawatan pasien kehilangan gigi
a. Macam-macam perawatan kehilangan gigi
Perawatan pada pasien kehilangan gigi dalam penentuan
desain perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum dilakukan
pembuatan alat. Hasil dari bentuk gigi tiruan tersebut sangat
mempengaruhi segi estetik pasien. Berikut adalah urutan
perawatan pasien kehilangan gigi.
1) Macam-macam perawatan kehilangan gigi
a) Jenis-jenis gigi tiruan
Gigi palsu pada dunia kedokteran gigi dikenal
sebagai gigi tiruan, dibedakan menjadi dua yaitu Gigi
Tiruan Lepasan (GTL) dan Gigi Tiruan Cekat (GTC). Gigi
tiruan lepasan adalah gigi tiruan yang dilepas dan dipasang
20
oleh pengguna dan terbagi menjadi gigi tiruan sebagian
lepasan dan gigi tiruan lengkap, sedangkan gigi tiruan cekat
adalah gigi tiruan yang tidak dilepas atau dipasang sendiri
oleh pengguna. Berikut adalah pembagian jenis gigi tiruan:
1) Gigi tiruan sebagian atau lepasan
i. Berdasarkan bahan
- Akrilik
- Logam
- Vulcanite
- Thermoplasic atau valplast
ii. Berdasarkan saat pemasangannya
- Immediate atau saat setelah pencabutan.
- Konvensional atau tidak langsung setelah
pencabutan, biasanya beberapa hari setelah
pencabutan.
iii. Berdasarkan sayap bukal
- Open face, dibuat tanpa gusi tiruan di bagian bukal
atau labial (anterior).
- Closed face, dibuat dengan gusi tiruan di bagian
bukal atau labial (posterior).
iv. Menurut jaringan pendukungnya
- Tooth supported atau dukungan berupa gigi asli.
- Mucosa supported atau dukungan berupa mukosa
ujung bebas.
- Mucosa and tooth supported atau dukungan berupa
mukosa dan gigi asli.
2) Gigi tiruan cekat
i. Fixed-fixed bridge
Bridge yang conectornya bersifat rigit atau kaku.
Jenis ini digunakan pada gigi anterior atau posterior.
ii. Fixed movable bridge
21
Bridge yang satu conectornya bersifat rigit dan
yang satu bersifat elastic atau lentur. Jenis ini digunakan
pada gigi yang terkena tekanan mastikasi besar.
iii. Spring bridge
Bridge yang mempunyai pontic jauh dari retainer
dan dihubungkan dengan palatal bar. Indikasi jenis ini
digunakan pada kasus gigi anterior terdapat diastema.
iv. Cantilever bridge
Satu ujung bridge melekat seara rigit pada
retainer sedangkan ujung yang lain bebas. Indikasi pada
pasien yang menghendaki sedikit jaringan gigi asli
dikurangi tetapi tetap tidak lepas dari kriteria retensi dan
stabilitasi.
v. Compound bridge
Kombinasi dari kedua tipe bridge.
vi. Complex bridge
Jembatan bilateral meliputi dua sisi rahang yang
menggantikan sejumlah gigi dengan kegiatan fungsi
yang berbeda (Gunadi dkk., 2012).
b. Indikasi dan kontra indikasi perawatan pasien kehilanga gigi
1) Indikasi
a) Bila tidak memenuhi syarat untuk suatu gigi tiruan cekat.
b) Usia pasien yang masih muda, ruang pulpa masih besar,
panjang mahkota klinis masih kurang.
c) Pasien usia lanjut dengan kesehatan umum yang buruk,
karena perawatannya memerlukan waktu yang lama.
d) Panjang daerah edentulous tida memenuhi syarat Hukum
Ante.
e) Kehilangan tuang yang banyak pada daerah edentulous.
f) Tidak ada abutment gigi posterior pada ruang edentulous
(free end saddle).
g) Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat.
22
h) Bila dibutuhkan stabilisasi dari lengkung yang
berseberangan.
i) Bila membutuhkan estetik yang lebih baik.
j) Bila dibutuhkan gigi segera setelah dicabut.
2) Kontra indikasi
a) Pasien dengan kelainan sistemik.
b) Finansial kurang.
c) Alergi bahan gigi tiruan.
d) Pasien dengan OH buruk.
e) Kelainan jaringan periodontal (Gunadi dkk., 2012).
c. Tahapan perawatan pasien
1) Pemeriksaan pendahuluan
a) Pemeriksaan subyektif
b) Pemeriksaan obyektif (intraoral dan ekstraoral)
2) Pencetakan dengan teknik mukostatik.
3) Pemilihan warna dan bentuk gigi.
4) Tahan persiapan
a) Survei model.
b) Pembuatan desain gigi tiruan.
5) Kirim ke lab atau pengerjaan dipraktekan pribadi.
6) Tahap pemasangan dengan mempertimbangkan hambatan pada
permukaan gigi.
a) Try in
b) Cek oklusi
c) Retensi
d) Stabilisasi
7) Control pasien
8) Tahap pemeliharaan
a) Gigi tiruan harus dikeluarkan dari mulut pada malam hari
(akan tidur), gunanya mencegah fraktur dan keseimbangan
OH.
b) Pembersihan gigi tiruan secara rutin (Gunadi dkk., 2012).