8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Patogenesis Osteomielitis Rahang Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves, 2001:257). Istilah osteomielitis secara literatur berarti inflamasi pada sumsum tulang. Secara klinis, osteomielitis merupakan suatu infeksi pada tulang yang berawal dari kavitas medulla, lalu melibatkan tulang kanselous dan meluas serta menyebar ke tulang kortikal bahkan terkadang mencapai periosteum (Peterson, 2003). Invasi bakteri ke dalam tulang kanselous, yang menyebabkan inflamasi dan edema pada rongga sumsum sehingga akan berakibat terjadinya kompresi pembuluh darah dalam tulang yang menyebabkan aliran darah menjadi terganggu (Balaji, 2007). Kegagalan mikrosirkulasi didalam tulang kanselous merupakan faktor kritis terjadinya osteomielitis, karena area yang terlibat menjadi iskemik dan tulang menjadi nekrotik. Bakteri akan berproliferasi, karena mekanisme pertahanan tubuh (blood-borne defense) tidak mencapai jaringan, dan

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

radiografi

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Patogenesis Osteomielitis Rahang

Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup

sumsum dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar

tubuh) atau hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves,

2001:257).

Istilah osteomielitis secara literatur berarti inflamasi pada sumsum tulang. Secara

klinis, osteomielitis merupakan suatu infeksi pada tulang yang berawal dari kavitas

medulla, lalu melibatkan tulang kanselous dan meluas serta menyebar ke tulang kortikal

bahkan terkadang mencapai periosteum (Peterson, 2003). Invasi bakteri ke dalam tulang

kanselous, yang menyebabkan inflamasi dan edema pada rongga sumsum sehingga akan

berakibat terjadinya kompresi pembuluh darah dalam tulang yang menyebabkan aliran

darah menjadi terganggu (Balaji, 2007). Kegagalan mikrosirkulasi didalam tulang

kanselous merupakan faktor kritis terjadinya osteomielitis, karena area yang terlibat

menjadi iskemik dan tulang menjadi nekrotik. Bakteri akan berproliferasi, karena

mekanisme pertahanan tubuh (blood-borne defense) tidak mencapai jaringan, dan

akhirnya osteomielitis akan menyebar luas hingga ia dihentikan melalui penanganan

medical dan pembedahan.

Walaupun maksila juga dapat mengalami osteomielitis, namun kasusnya lebih

jarang dijumpai dibandingkan dengan region mandibula. Penyebab utamanya adalah

suplai darah daerah maksila lebih banyak dan berasal dari beberapa arteri, sehingga

menghasilkan jaringan pembuluh darah yang kompleks. Sedangkan tulang mandibula

hanya memiliki aliran pembuluh darah dari arteri alveolaris inferior dan karena kepadatan

tulang yang menutupi tulang kortikal yang melindungi penetrasi pembuluh darah

periosteal, tulang kanselous mandibula lebih mudah iskemik dan akhirnya terinfeksi

Page 2: BAB II

(Peterson, 2003; balaji, 2007). Faktor pendukung utama terjadinya osteomielitis pada rahang adalah adanya

infeksi odontogenik yang berasal dari jaringan pulpa atau periapikal. Trauma, khususnya

fraktur tipe compound mandibula yang tidak dirawat merupakan faktor penyebab kedua.

Kedua kejadian tersebut sebenarnya jarang menimbulkan infeksi pada tulang kecuali

mekanisme pertahanan tubuh penderita yang mengalami supresi oleh karena syndrome

malnutrisi alcoholism, diabetes, penyakit-penyakit myeloproliferatif seperti leukemia,

penyakit sikle cell dan kanker yang dikemoterapi (Singer, dkk., 2005).

Mikrobiologi Osteomielitis

Terjadinya infeksi pada tulang berhubungan dengan virulensi organisme,

integritas dan mekanisme pertahanan tubuh penderita, serta faktor anatomis dan

struktural. Investigasi terkini pada mikrobiologi osteomielitis mandibula menunjukkan

bahwa bakteri primer yang menyebabkan osteomielitis sangat mirip dengan penyebab

infeksi odontogenik yakni streptokokus (α-hemolityc), kokus anaerob seperti

Peptostreptococcus dan batang gram negatif seperti Fusobacterium dan Prevotella

(Bacteroides) (Topazian, 2002; Peterson, 2003). Pada penelitian terdahulu, spesimen

diambil dari drainase pus yang terkontaminasi Staphylococcus, tetapi tidak menggunakan

tehnik pengambilan untuk spesimen anaerob. Sehingga, osteomielitis mandibula

memiliki perbedaan mikroorganisme dengan osteomielitis tulang lain, karena

Staphylococcus merupakan bakteri yang predominan.

Hanya pada kasus-kasus osteomielitis rahang yang tertentu saja yang disebabkan

oleh S.aureus. apabila dijumpai pada kultur osteomielitis rahang, S.aureus biasanya

berasal dari kulit melalui luka dan fistula (Topazian, 2002). Manifestasi Klinis

Persentasi kasus osteomielitis pada rahang biasanya terjadi pada dekade 5-6,

dengan predileksi laki-laki lebih dominan dari pada wanita. Daerah yang paling sering

terkena adalah region posterior mandibula, sedangkan insidensi akan semakin meningkat

pada perokok dan peminum alkohol juga pada penderita dengan kebersihan mulut yang

buruk (Yeoh dkk., 2005).

Ada empat tipe osteomielitis pada rahang yang sering dijumpai, yaitu: (1) Akut

Page 3: BAB II

supurativa ; (2) kronik sekunder; (3) kronik primer dan (4) non supurativa. Gejala sub

akut juga dapat dijumpai dimana terdapat gejala kenaikan suhu namun jumlah sel darah

putihnya normal tetapi terdapat pembentukan pus dan penyebaran ke jaringan tulang

sekitarnya (Topazian, 2002). Manifestasi klinis tiap tipe sangat bervariasi satu sama lain.

Osteomielitis Supurativa tipe akut tahap awal pada mandibula biasanya dikenal

dengan gejala-gejala (1) rasa sakit yang dalam dan terus-menerus; (2) demam tinggi; (3)

parestesia atau anestesia bibir bawah; dan (4) terdapat gigi penyebab yang biasanya

memiliki lubang cukup besar. Pada tahap ini biasanya belum dijumpai perubahan pada

gambaran radiografisnya. Namun pada tahapan ini juga belum diketahui adanya

pembengkakan, gigi goyang atau pembentukan fistula. Penggunaan antibiotika yang tepat

pada tahap ini dapat mencegah perkembangan terlibatnya periosteum, demikian pula

adanya faktor pemberat seperti diabetes mellitus harus segera ditangani (Topasian, 2002;

Peterson, 2003).

Bila dalam 10-14 hari setelah onset, penyakit ini tidak terkontrol dengan baik,

maka osteomielitis supurativa sub akut akan terbentuk. Pus akan meluas melalui kanalis haversian untuk berakumulasi di bawah periosteum dan akan berpenetrasi serta meluas ke

dalam jaringan lunak. Rasa nyeri dalam, malaise, demam, dan anoreksia akan terlihat;

gigi mulai goyang dan perkusi menjadi positif. Eksudat pus akan mulai berada disekitar

sulkus ginggiva, keluar ke mucosal, dan akhirnya membentuk fistula kutaneus. Pada

tahap ini juga akan dijumpai selulitis yang firm pada pipi, ekspansi tulang akibat

kenaikan aktivitas periosteal, pembentukan abses yang erithematous dengan perabaan

palpasi yang hangat, fluktuan dan tenderness. Trismus belum dijumpai, namun dapat

dijumpai pembesaran kelenjar limfe regional. Suhu tubuh pasien dapat meningkat sedikit

dan biasanya pasien merasa dehidrasi. Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak

memperlihatkan perubahan yang mencolok, hanya terjadi sedikit peningkatan jumlah sel

darah putih.

Pada osteomielitis kronik sekunder bila penatalaksanaan keadaan akut inadekuat,

maka manifestasi klinisnya dalam bentuk fistula, indurasi jaringan lunak dan penebalan

atau karakter pengerasan (wooden) pada daerah yang terlibat disertai rasa

Page 4: BAB II

sakit/tenderness pada palpasi. Sedangkan, pada osteomielitis kronik primer yang tidak

diawali dengan episode akut, biasanya diawali onset dengan sedikit rasa sakit, ekspansi

rahang yang berjalan lambat serta pembentukan sekuestra yang gradual, tanpa disertai

adanya fistula (Topazian, 2002).

Pemeriksaan Radiografis

Pemeriksaan radiografis untuk mendiagnosis osteomielitis pada rahang dapat

dilakukan dengan bantuan radiografis konvensional (panoramik/periapikal), Computed

Tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan radionuclide bone scanning. Alat bantu pemeriksaan radiografis yang tepat akan menentukan perluasan serta tingkat

keparahan penyakit, lokasi sekuestra, dan merencanakan tindakan pembedahan yang luas.

Pemeriksaan radiografis juga diharapkan mampu untuk menentukan apakah perawatan

telah dapat dihentikan dan membantu membedakan osteomielitis dengan tumor tulang

lainnya (Topazian, 2002).

Setelah diagnosis osteomielitis rahang ditegakkan, perubahan radiografis biasanya

menunjukkan kelompok karakteristik seperti yang diungkapkan oleh worth (cit.

Topazian, 2002), yaitu: (1) daerah yang bercak-bercak (scattered) dari destruksi tulang

sangat bervariasi dalam ukuran dan jumlah, dipisahkan oleh berbagai variable jarak dan

tulang dengan penampakkan tulang yang normal. Tulang memiliki gambaran “moth-

eaten” karena adanya pembesaran rongga medula dan pelebaran kanalis Volkmann akibat

yang dihasilkan dari destruksi melalui proses lisis dan penggantian oleh jaringan

granulasi; (2) destruksi tulang sangat bervariasi perluasannya, yang disebut sebagai

pulau-pulau atau sekuestra, dengan bukti adanya pola trabekula dan rongga sumsum.

Sebongkah tulang baru (involukrum) sering kali dijumpai, terpisahkan oleh sekuestra

melalui zona radiolusensi; (3) adanya sekuestra di bagian tengah osteomielitis dapat

membedakannya dari fibrous dysplasia.

Diagnosis Banding

Anamnesa, pemeriksaan klinis serta radiografis yang adekuat dapat membedakan

osteomielitis dengan kelainan tulang lainnya seperti pada neoplasma. Biopsi sebaiknya

dilakukan apabila sejarah perjalanan penyakit, penemuan klinis, dan radiografis

Page 5: BAB II

memperlihatkan keadaan ekuivokal dan resolusi terjadi tidak seperti harapan. Fibrous dysplasia, osteoid osteoma, Paget’s disease of bone serta tumor tulang

yang cenderung maligna (osteosarkoma) dapat didiagnosis bandingkan dengan

osteomielitis, khususnya adanya pembentukan tulang periosteal pada pasien pra-dewasa.

Seluruh kelainan tersebut memiliki kemiripan dalam karakteristik radiografis, namun

berbeda dalam pemeriksaan klinisnya (Singer dkk.,2005).