Upload
yurike-fitria-sari
View
28
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
radiografi
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Patogenesis Osteomielitis Rahang
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup
sumsum dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves,
2001:257).
Istilah osteomielitis secara literatur berarti inflamasi pada sumsum tulang. Secara
klinis, osteomielitis merupakan suatu infeksi pada tulang yang berawal dari kavitas
medulla, lalu melibatkan tulang kanselous dan meluas serta menyebar ke tulang kortikal
bahkan terkadang mencapai periosteum (Peterson, 2003). Invasi bakteri ke dalam tulang
kanselous, yang menyebabkan inflamasi dan edema pada rongga sumsum sehingga akan
berakibat terjadinya kompresi pembuluh darah dalam tulang yang menyebabkan aliran
darah menjadi terganggu (Balaji, 2007). Kegagalan mikrosirkulasi didalam tulang
kanselous merupakan faktor kritis terjadinya osteomielitis, karena area yang terlibat
menjadi iskemik dan tulang menjadi nekrotik. Bakteri akan berproliferasi, karena
mekanisme pertahanan tubuh (blood-borne defense) tidak mencapai jaringan, dan
akhirnya osteomielitis akan menyebar luas hingga ia dihentikan melalui penanganan
medical dan pembedahan.
Walaupun maksila juga dapat mengalami osteomielitis, namun kasusnya lebih
jarang dijumpai dibandingkan dengan region mandibula. Penyebab utamanya adalah
suplai darah daerah maksila lebih banyak dan berasal dari beberapa arteri, sehingga
menghasilkan jaringan pembuluh darah yang kompleks. Sedangkan tulang mandibula
hanya memiliki aliran pembuluh darah dari arteri alveolaris inferior dan karena kepadatan
tulang yang menutupi tulang kortikal yang melindungi penetrasi pembuluh darah
periosteal, tulang kanselous mandibula lebih mudah iskemik dan akhirnya terinfeksi
(Peterson, 2003; balaji, 2007). Faktor pendukung utama terjadinya osteomielitis pada rahang adalah adanya
infeksi odontogenik yang berasal dari jaringan pulpa atau periapikal. Trauma, khususnya
fraktur tipe compound mandibula yang tidak dirawat merupakan faktor penyebab kedua.
Kedua kejadian tersebut sebenarnya jarang menimbulkan infeksi pada tulang kecuali
mekanisme pertahanan tubuh penderita yang mengalami supresi oleh karena syndrome
malnutrisi alcoholism, diabetes, penyakit-penyakit myeloproliferatif seperti leukemia,
penyakit sikle cell dan kanker yang dikemoterapi (Singer, dkk., 2005).
Mikrobiologi Osteomielitis
Terjadinya infeksi pada tulang berhubungan dengan virulensi organisme,
integritas dan mekanisme pertahanan tubuh penderita, serta faktor anatomis dan
struktural. Investigasi terkini pada mikrobiologi osteomielitis mandibula menunjukkan
bahwa bakteri primer yang menyebabkan osteomielitis sangat mirip dengan penyebab
infeksi odontogenik yakni streptokokus (α-hemolityc), kokus anaerob seperti
Peptostreptococcus dan batang gram negatif seperti Fusobacterium dan Prevotella
(Bacteroides) (Topazian, 2002; Peterson, 2003). Pada penelitian terdahulu, spesimen
diambil dari drainase pus yang terkontaminasi Staphylococcus, tetapi tidak menggunakan
tehnik pengambilan untuk spesimen anaerob. Sehingga, osteomielitis mandibula
memiliki perbedaan mikroorganisme dengan osteomielitis tulang lain, karena
Staphylococcus merupakan bakteri yang predominan.
Hanya pada kasus-kasus osteomielitis rahang yang tertentu saja yang disebabkan
oleh S.aureus. apabila dijumpai pada kultur osteomielitis rahang, S.aureus biasanya
berasal dari kulit melalui luka dan fistula (Topazian, 2002). Manifestasi Klinis
Persentasi kasus osteomielitis pada rahang biasanya terjadi pada dekade 5-6,
dengan predileksi laki-laki lebih dominan dari pada wanita. Daerah yang paling sering
terkena adalah region posterior mandibula, sedangkan insidensi akan semakin meningkat
pada perokok dan peminum alkohol juga pada penderita dengan kebersihan mulut yang
buruk (Yeoh dkk., 2005).
Ada empat tipe osteomielitis pada rahang yang sering dijumpai, yaitu: (1) Akut
supurativa ; (2) kronik sekunder; (3) kronik primer dan (4) non supurativa. Gejala sub
akut juga dapat dijumpai dimana terdapat gejala kenaikan suhu namun jumlah sel darah
putihnya normal tetapi terdapat pembentukan pus dan penyebaran ke jaringan tulang
sekitarnya (Topazian, 2002). Manifestasi klinis tiap tipe sangat bervariasi satu sama lain.
Osteomielitis Supurativa tipe akut tahap awal pada mandibula biasanya dikenal
dengan gejala-gejala (1) rasa sakit yang dalam dan terus-menerus; (2) demam tinggi; (3)
parestesia atau anestesia bibir bawah; dan (4) terdapat gigi penyebab yang biasanya
memiliki lubang cukup besar. Pada tahap ini biasanya belum dijumpai perubahan pada
gambaran radiografisnya. Namun pada tahapan ini juga belum diketahui adanya
pembengkakan, gigi goyang atau pembentukan fistula. Penggunaan antibiotika yang tepat
pada tahap ini dapat mencegah perkembangan terlibatnya periosteum, demikian pula
adanya faktor pemberat seperti diabetes mellitus harus segera ditangani (Topasian, 2002;
Peterson, 2003).
Bila dalam 10-14 hari setelah onset, penyakit ini tidak terkontrol dengan baik,
maka osteomielitis supurativa sub akut akan terbentuk. Pus akan meluas melalui kanalis haversian untuk berakumulasi di bawah periosteum dan akan berpenetrasi serta meluas ke
dalam jaringan lunak. Rasa nyeri dalam, malaise, demam, dan anoreksia akan terlihat;
gigi mulai goyang dan perkusi menjadi positif. Eksudat pus akan mulai berada disekitar
sulkus ginggiva, keluar ke mucosal, dan akhirnya membentuk fistula kutaneus. Pada
tahap ini juga akan dijumpai selulitis yang firm pada pipi, ekspansi tulang akibat
kenaikan aktivitas periosteal, pembentukan abses yang erithematous dengan perabaan
palpasi yang hangat, fluktuan dan tenderness. Trismus belum dijumpai, namun dapat
dijumpai pembesaran kelenjar limfe regional. Suhu tubuh pasien dapat meningkat sedikit
dan biasanya pasien merasa dehidrasi. Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak
memperlihatkan perubahan yang mencolok, hanya terjadi sedikit peningkatan jumlah sel
darah putih.
Pada osteomielitis kronik sekunder bila penatalaksanaan keadaan akut inadekuat,
maka manifestasi klinisnya dalam bentuk fistula, indurasi jaringan lunak dan penebalan
atau karakter pengerasan (wooden) pada daerah yang terlibat disertai rasa
sakit/tenderness pada palpasi. Sedangkan, pada osteomielitis kronik primer yang tidak
diawali dengan episode akut, biasanya diawali onset dengan sedikit rasa sakit, ekspansi
rahang yang berjalan lambat serta pembentukan sekuestra yang gradual, tanpa disertai
adanya fistula (Topazian, 2002).
Pemeriksaan Radiografis
Pemeriksaan radiografis untuk mendiagnosis osteomielitis pada rahang dapat
dilakukan dengan bantuan radiografis konvensional (panoramik/periapikal), Computed
Tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan radionuclide bone scanning. Alat bantu pemeriksaan radiografis yang tepat akan menentukan perluasan serta tingkat
keparahan penyakit, lokasi sekuestra, dan merencanakan tindakan pembedahan yang luas.
Pemeriksaan radiografis juga diharapkan mampu untuk menentukan apakah perawatan
telah dapat dihentikan dan membantu membedakan osteomielitis dengan tumor tulang
lainnya (Topazian, 2002).
Setelah diagnosis osteomielitis rahang ditegakkan, perubahan radiografis biasanya
menunjukkan kelompok karakteristik seperti yang diungkapkan oleh worth (cit.
Topazian, 2002), yaitu: (1) daerah yang bercak-bercak (scattered) dari destruksi tulang
sangat bervariasi dalam ukuran dan jumlah, dipisahkan oleh berbagai variable jarak dan
tulang dengan penampakkan tulang yang normal. Tulang memiliki gambaran “moth-
eaten” karena adanya pembesaran rongga medula dan pelebaran kanalis Volkmann akibat
yang dihasilkan dari destruksi melalui proses lisis dan penggantian oleh jaringan
granulasi; (2) destruksi tulang sangat bervariasi perluasannya, yang disebut sebagai
pulau-pulau atau sekuestra, dengan bukti adanya pola trabekula dan rongga sumsum.
Sebongkah tulang baru (involukrum) sering kali dijumpai, terpisahkan oleh sekuestra
melalui zona radiolusensi; (3) adanya sekuestra di bagian tengah osteomielitis dapat
membedakannya dari fibrous dysplasia.
Diagnosis Banding
Anamnesa, pemeriksaan klinis serta radiografis yang adekuat dapat membedakan
osteomielitis dengan kelainan tulang lainnya seperti pada neoplasma. Biopsi sebaiknya
dilakukan apabila sejarah perjalanan penyakit, penemuan klinis, dan radiografis
memperlihatkan keadaan ekuivokal dan resolusi terjadi tidak seperti harapan. Fibrous dysplasia, osteoid osteoma, Paget’s disease of bone serta tumor tulang
yang cenderung maligna (osteosarkoma) dapat didiagnosis bandingkan dengan
osteomielitis, khususnya adanya pembentukan tulang periosteal pada pasien pra-dewasa.
Seluruh kelainan tersebut memiliki kemiripan dalam karakteristik radiografis, namun
berbeda dalam pemeriksaan klinisnya (Singer dkk.,2005).