Upload
adhy-elbi-sanana
View
684
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Laparatomi
1. Pengertian
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi/ teknik sayatan
pada daerah abdomen, merupakan yang dilakukan pada bedah digestif
dan kandungan. (http://medicastore.laparatomi.co.id, di akses 27 april
2010).Laparatomi adalah pembedahan perut sampai dengan membuka
selaput perut (Sutisna Himawan, 2008).
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan
teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau
fistulektomi.
Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan
teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus,
operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium yaitu: histerektomi baik
itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal,
eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral(Prawirohardjo,
2001).
Selain tindakan bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga
sering dilakukan pada pembedahan organ lain, antara lain ginjal dan
kandung kemih. (Spencer, 1994)
4
Ada 4 (empat) cara laparatomi, yaitu :
a. Midline incision
b. Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi
dari garis tengah.
c. Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di
bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di
atas anterior spinal iliaka, ± insisi melintang di bagian
bawah misalnya : pada operasi appendictomy.
2. Indikasi
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
b. Peritonitis
c. Perdarahan saluran pencernaan.
d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
e. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll)
3. Komplikasi
a. Ventilasi paru tidak adekuat
b. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
5
B. Konsep Anestesi Umum
1. Total intravena anestesi (TIVA)
a Batasan
Total intra vena anestesi adalah tindakan anestesi umum dengan
memasukan obat melalui intra vena (Gordon, 2003)
b Keuntungn
Kombinasi dari obat-obat IV menimbulkan titrasi dari tiap
dosis sesuai kebutuhan spesifik
Efek anestesi tidak tergantung pada jalan napas dan
pernapasan
Sangat mudah dan tidak memerlukan mesin anestesi
Tidak ada pencemaran lingkungan
(Hammer & Krane, 2000)
c Kerugian
Tidak ada agent tunggal yang dapat memberikan trias anestesi
sekaligus dan butuh kombinasi obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda
d Rute pemberian TIVA
Bolus intra vena
Melalui infus kontinyu (syiringe pump & infus pump)
6
2. Inhalasi Pipa Endotrakea ( ETT ) Nafas Kendali.
a Batasan.
Pemakaian salah satu kombinasi obat-obatan inhalasi secara
inhalasi melalui ETT dan pemakaian obat pelumpuh otot non
depolarisasi,selanjutnya dilakukan nafas kendali.
Komponen trias anestesi yang dipenuhinya adalah : hipnotik,
analgesia, dan relaksasi otot.
b Indikasi
Teknik ini dilakukan pada operasi :
1) Kraniotomi.
2) Torakotomi.
3) Laparatomi.
4) Operasi dengan posisi khusus, misalnya posisi miring seperti
operasi ginjal.
5) Operasi berlangsung lama ( > 1 Jam ).
c Kontra Indikasi
Berhubungan dengan efek farmakologi obat yang digunakan.
d Tata Laksana
Pasien telah dipersiapkan sesuai dengan program.
Pasang alat pantau yang diperlukan.
Siap alat-alat dan obat-obat resusitasi.
Siapkan mesin anestesi dengan sistem sirkuitnya dan gas
anestesi yang diperlukan.
7
Induksi pentotal atau obat hipnotik lain.
Berikan obat pelumuh otot suksinil kholin intravena secara
cepat untuk fasilitas intubasi.
Berikan nafas buatan melalui sungkup muka dengan oksigen
100% mempergunakan fasilitas mesin anestesi, sampai
fasikulasi hilang dan otot rahang relaksasi.
Lakukan laringoskopi dan pasang ETT
Fiksasi ETT dan hubungkan dengan sirkuit mesin anestesi.
Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi dan obat pelumpuh
otot non depolarisasi secara intravena.
Kendalikan nafas klien secara manual atau mekanik dengan
volume dan frekuensi nafas disesuaikan dengan kebutuhan
pasien.
Pantau tanda vital secara kontinyu dan periksa analisis gas
darah apabila ada indikasi.
Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas / obat
anestesi inhalasi dan berikan oksigen 100% ( 4-8 ltr / menit )
selama 2 – 5 menit.
Berikan neostigmin dan atropine.
Ekstubasi ETT dilakukan apabila pasien bernafas spontan dan
adekuat serta jalan nafas ( mulut, hidung, dan pipa endotrakea )
sudah bersih.
8
3. Menentukan ASA(American Society of Anesthesiologists
ASA I : Pasien dalam keadaan sehat hanya membutuhkan operasi.
ASA 2: Kelainan sistemik ringan sampai sedang mis: batu ureter
dengan hipertensi sedang terkontrol
ASA 3: Gangguan atau penyakit sistemik berat mis: pasien app
perforasi dengan septisemia,ilius obstruksi dgn iskemia
miokardium
ASA 4 : Kelainan sistemik berat yang secara langsung mengacam
kehidupannya misalnya: pasien syok atau dekompensasi kordis
ASA 5 : Pasien tak mempunyai harapan hidup setelah 24 jam
walapun diopersi atau tidak misalnya pasien tua degan perdarahan
basis krani dan syok haemoragik karena ruptur hepar
Tanda E: EMERGENCY ( I E,II E ) operasi darurat
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah
gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu?
preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing-
masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu
pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan
masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang
9
luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan
dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif
ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten
dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai
suatu bentuk pelayanan prima. Berikut adalah gambaran umum masing-
masing tahap dalam keperawatan perioperatif.
1. Fase Preoperatif
a Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan,yaitu:
1) Persiapan di unit perawatan
2) Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien
sebelum operasi antara lain
a) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas
klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain
status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,
fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup,
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
10
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien
yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat
stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya
haid lebih awal.
b) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar
protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi
sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca
operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat
di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah
infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis
yang bisa mengakibatkan kematian.
c) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum
harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang
biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar
11
natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 -
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat
dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur
mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan
anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan
dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.
Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu.
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah
pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa
dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus
pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti
pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan
12
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube).
e) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada
beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-
hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang
dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk
mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
f) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan
operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber
kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
13
g) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder
tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi
balance cairan.
h) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum
operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan
yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
- Latihan nafas dalam
- Latihan batuk efektif
- latihan gerak sendi
i) Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan
usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini
diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat
menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan
oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
14
Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko
terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal
dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada
orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi
nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan
luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein,
kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A,
Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis
protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama
pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan
terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan
permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya
dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes
sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien
bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan
karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi
pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen,
flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit
biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler,
diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar
15
terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan
primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah
sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi
pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin,
seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama
yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan
adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi
selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat
masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi
atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang
mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang
mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami
insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan
kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan
dokter bedahnya.
Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami
gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis
pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah
sistemiknya.
16
Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali
menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti
gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko
pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan
operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung
untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.
b Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan
penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan
tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan
penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, foto
pelvis, USG
2) Pemeriksaan Laboratorium; yang terpenting pada pasien
perioperatif adalah pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida),
CT ?BT, ureum kretinin, BUN, dll.
3) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
17
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula
darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya
dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam
PP (ppst prandial).
4) Dan lain-lain’
c Pemeriksaan Status Anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan penting untuk
keselamatan selama pembedahan. Pasien akan menjalani pemeriksaan
status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan
adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American
Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Selain dilakukannya
berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yaitu
Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari
bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi
tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien.
18
Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan
komplikasi yang berlebihan bagi klien.
d Persiapan Mental/Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau
labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual
pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres
fisiologis maupun Psikologis (Barbara C. Long)
e Persiapan Pasien Di Kamar Operasi
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien
masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi
sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima
diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan
kemudian prosedur drapping. Kesalahan yang dilakukan pada saat
tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-
tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara
masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan
outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna.
2. Perawatan Intra Operatif
19
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV catheter, pemberian
medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh :
memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai
perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi
dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh. Aktivitas
keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
3. Perawatan Postoperatif
Tujuan perawatan pasien post operatif adalah :
a Mempertahankan jalan nafas.
b Mempertahankan ventilasi / oksigenasi.
c Mempertahankan sirkulasi darah.
d Observasi keadaan umum, observasi vomitus, dan drainage.
e Balance cairan.
f Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injury.
g Dirawat di ruang pulih menunggu pemulihan anestesi.
20
h Awasi kemungkinan terjadi perdarahan luka operasi dan
sumbatan jalan nafas akibat perdarahan, kelumpuhan pita suara
dan Malase pada trakea.
i Pasien dikirim kembali keruangan setelah memenuhi kriteria
pemulihan.
j Menilai aldrette score, nilai > 8 boleh pindah keruang
perawatan dengan catatan respirasi harus nilai 2
4. Diagnosa preoperatif :
a Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi.
DS : pasien menyatakan belum tahu tentang proses / akibat
pembiusan.
DO : TD_____mmhg, N _____x/mnt, R_____x/mnt.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cemas berkurang/ hilang
dengan criteria :
Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi/
pembiusan.
Pasien dinyatakan siap dilakukan pembiusan.
Pasien mengkomunikasikan perasaan negative secara tepat.
Pasien tampak tenang dan kooperatif.
Tanda-tanda vital normal.
Intervensi :
21
Kaji tingkat kecemasan.
Orientasikan dengan tim anestesi / kamar operasi.
Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
Ajarkan tehnik relaksasi.
Kolaborasi untuk pemberian obat penenang.
b Sindrom sters akibat perpindahan b/d perubahan lingkungan tingkat
sedang/ tinggi, kehilangan di masa lalu, terjadi bersamaan dan baru-
baru ini.
DO : Perubahan lingkungan lokasi, depresi, sering berkemih,
ketidak amanan, gelisah, afek sedih.
DS : Ps mengatakan cemas dan ketakutan, pengungkapan ketidak
inginan unatuk dipindah, pengungkapan perhatian/ rasa prihatin
tentang perpindahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien akan :
Menunjukkan kemampuan untuk menyesuaikan terhadap
lingkungan baru,
Mengungkapkan secara verbal rasa puas terhadap kehidupan yang
baru.
Mengungkapkan optimis.
Mengungkapkan rasa puas terhadap pencapaian dalam hidup
22
Berpartisipasi dalam aktifitas hiburan ( hobi ).
Anak akan beradaptasi dengan hospitalisasi ( tidak menampakkan
agitasi, perilaku regrasi, ansietas, takut, atau marah ).
Menunjukkan terselasaikannya ansietas akibat perpisahan.
Intervensi :
Kaji orientasi ps, mood missal depresi, marah dan ansietas, status
fisiologis pada saat masuk.
Gunakan sumber-sumber lain untuk membantu dalam transisi
terhadap lingkungan baru.
Koordinasikan rujukan diantara pemberi layanan kesehatan dan
lembaga untuk memberikan relikasi/ perpindahan yang tenang.
Orientasikan pasien ke lingkungan baru sesering mungkin.
Hindari perpindahan yang kasar/ tak terencana juga hindari
perpindahan pada malam hari atau pada saat pergantian jaga.
5. Diagnosa Intra dan postoperatif
a Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi.
DS : Pasien mengatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, dan
mengaatakan haus.
DO : Tensi rendah, nadi cepat dan kecil, respirasi cepat, akral dingin,
bibir tampak kering.
Tujuan :
23
Setelah dilakukan perawatan keseimbangan cairan dalam ruang intra
sel dan ekstra sel tubuh tercukupi dengan criteria :
Pasien menyatakan tidak haus/ tidak lemas.
Akral kulit hangat
Haemodinamik normal
Masukan dan keluaran cairan imbang
Urin output 1-2 cc / kg bb/ jam, lab elektrolit darah normal.
Intervensi :
Kaji tingkat kekurangan volume cairan
Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit
Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit
Monitor Haemodinamik, perdarahan.
b Pola napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuskuler dampak sekunder
obat pelumpuh otot pernapasan/obat GA.
DO :
Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi
Penurunan ventilasi, dispnea
Frekwensi napas kurang/ lebih dari normal
Penggunaan obat napas tambahan untuk bernapas.
Tujuan :
Setelah selesai tindakan anestesi pola napas pasien menjadi efektif atau
normal dengan criteria :
Frekwensi napas normal
24
Irama napas sesuai yang diharapkan
Ekspansi dada simetris
Bernapas mudah, tidak didapatkan napas pendek
Tidak menggunakan obat tambahan
Tidak sianosis
Auskultasi vocal sesuai yang diharapkan.
Intervensi :
Bersihkan secret pd jalan napas; hidung, oral, trakea, ETT
Jaga jalan napas
Pasang peralatan O2
Beri suplai O2 2-3 l/mnt
Monitor aliran O2, ritme, irama, kedalaman dan usaha respirasi.
Monitor pola napas tachipnoe dan apnoe.
Monitor tanda hipoventilasi.
c Hipotermi b/d Berada atau terpapar di lingkungan dingin.
DS : Pasien menyatakan dingin.
DO : Pucat, kulit dingin, menggigil, tachikardi, kuku sianosis.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan
termoregulasi dengan criteria :
Kulit hangat, suhu tubuh normal.
Perubahan warna kulit tidak ada.
Keletihan dan mudah tersinggung tidak Nampak.
25
Intervensi :
Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan sesuai yang
diharapkan.
Pantau tanda vital, beri penghangat.
d Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
DO : Banyak secret dan salvias di oral, pasien belum sadar.
Tujuan :
Setelah dilakukan keperawatan tidak akan terjadi aspirasi yang
dibuktikan dengan kemampuan kognitif dan status neurologis yang
tidak berbahaya dengan kriteri a;
Mampu menelan
Bunyi paru bersih
Tonus oto adekwat
Intervensi :
Atur posisi pasien
Pantau tanda-tanda aspirasi
Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah dan
kemampuan menelan.
Pantau status paru
Bersihkan jalan napas
Kolaborasi dengan dokter
26
e Resiko kecelakaan cidera berhubungan dengan efek anestesi umum
DS : -
DO :
Pasien dalam pembiusan
Pasien bergerak tak terkontrol ( mulai sadar atau bangun)
Pasien belum sadar penuh
Tujuan :
Pasien aman selama dan setelah pembiusan dengan criteria :
Selama oprasi tidak bangun/tenang
Pasien sadar setalah anestesi selesai( AS= 8-10 )
Mampu untuk melakukan gerakan yang bertujuan
Mampu untuk bergerak atau berkomunikasi
Pasien aman tidak jatuh
Intervensi :
Tingkatkan keamanan dan ketajaman
Jaga posisi imobil
Ubah tempat atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi
fisiologis dan psikologis
Cegah resiko injuri jatuh
Pasang pengaman tempat tidur
Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul
27
f Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ( tindakan oprasi )
DS : Pasien melaporkan rasa nyeri
DO :Gelisah,menangis,mengeluh,merintih,perubahan haemodinamik
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan 1 x24 jam nyeri berkurang atau hilang
dengan criteria :
Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang
Pasien mampu istirahat atau tidur
Ekspresi wajah nyaman atau tenang
Intervensi :
Kaji derajat,lokasi,durasi,frekwensi,dan karakteristik nyeri
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Ajarkan teknik relaksasi
Kolaborasi dengan dokter
g Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan sekunder dari GA
DO : penurunan SPO2,penurunan volume tidal,peningkatan denyut
jantung,peningkatan kecepatan metabolik,peningkatan
PaCO2,peningkatan penggunaan otot bantu pernapasan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan ventilasi yang
adekwat dengan criteria :
Pola, irama dan kedalaman napas teratur
28
Menunjukan status neurologis yang adekwat untuk mendapatkan
pernapasan yang adekwat.
Mempunyai gas darah / saturasi O2 dalam batasan yang masih
dapat diterima.
Intervensi :
Pantau adanya kegagalan pernapasan yang akan terjadi.
Pantau adanya penurunan volume ekshalasi dan peningkatan
tekanan inspirasi pada pasiean yang menerima ventilasi mekanik.
Pantau keefektifan ventilasi mekanik pada kondisi fisiologis dan
psikologis pasien.
Monitor saturasi O2, Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan/
ketiadaan ventilasi dan addnya bunyi tambahan.
Lakukan penghisapan lendir pada jalan napas yang besar.
Lakukan penghisapan oropharing
Lakukan pemasangan dan pemakaian ventilator
Lakukan hygiene mulut secara rutin.
h Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d Hipoventilasi
DO : Sianosis pada kuku, mulut daerah perifer, perubahan warna kulit,
suhu kulit, adnya penurunan saturasi O2 dibawah normal, adanya
peningkatan PCO2 dalam darah, denyut nadi lemah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan perifer
pasien akan membaik dengan criteria :
29
Nadi perifer teraba, TD dalam rentang yang diharapkan.
Odem perifer tidak ada.
Saturasi O2 dalam batas normal.
Suhu jaringan, sensasi, hidrasi, dan warna dalam batas normal
Jaringan bebas dari lesi.
Suhu ekstremitas hangat, fungsi otot utuh.
Denyut proksimal dan perifer distal kuat dan simetris, CRT kurang
dari 2 menit.
Intervensi :
Monitor saturasi O2, serta denyut nadi perifer, warna kulit,
pengisian kapiler, dan suhu ekstremitas.
Bebaskan jalan napas serta berikan ventilasi yang adekwat.
Kolaborasi dokter tentang pemberian obat-obatan
30
31