21
 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m 2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan fungsi renal yang normal 3 Secara keseluruhan pr evalensi nefrotik syndrome pada a nak berkisar 2 -5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif  berkisar15,5/100.000. 4 Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan  perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun. 2  Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang  bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan sindrom nefrotik primer atau idiopatik 1 . Pada pasien sindrom nefrotik angka

BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 1/21

 

3

BAB II 

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai

oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2

luas permukaan tubuh per hari),

hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,

hiperkoagulabilitas

Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom

nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai

dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan

fungsi renal yang normal3

Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5

kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif 

 berkisar15,5/100.000.4

Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom

nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi

sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia

sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan

  perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5

tahun.2 

Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 

100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang

 bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan

sindrom nefrotik primer atau idiopatik 1. Pada pasien sindrom nefrotik angka

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 2/21

 

4

mortalitas berhubungan langsung dengan proses penyakit primernya, tapi

  bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik, prognosisnya kurang baik 

karena3:

1.  sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan

komplikasi sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia).

2.   pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karena

 pemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain.

Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan

kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi

minimal3,4.Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai

dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS)

merupakan sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi

kejadiannya cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis

(MPGN) merupakan sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada

anak yang lebih besar dan adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik 

  pada anak dan adolescent dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan

 penyakit virus lain.4 

2.2.Etiologi

  Nefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit

sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab.

Penyebab primer diantaranya3:

1.   post infeksi

2.  Colagen vaskular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis nodosa)

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 3/21

 

5

3.  Henoch-Schönlein purpura

4.  Hereditary nephritis

5.  Sickle cell disease

6.  Diabetes melitus

7.  Amyloidosis

8.  Malignancy (leukemia, lymphoma, Wilms tumar, pheochromocytoma)

9.  Toxin (sengatan lebah, racun ular)5 

10. obat-obatan (probenecid, fenoprofen, catopril, lithium, wafarin,

 penicilamine, mercury, gold, trimethadione, para metadione, AINS) 5 

11. Penggunaan Heroin

Penyebab sekunder berhubungan dengan keadaan post infeksi mencakup1:

1.  Group A beta-hemolytic streptococcus

2.  syphilis

3. 

Malaria

4.  Tuberkulosis

5.  infeksi virus (varicella, hepatitisB, HIV tipe1, infeksi mononukleosis)

Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai

 beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya ; penyakit lesi minimal

sekitar 85%, proliferasi mesangium 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10%

anak sisanya menderita nefrosis. Sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai

oleh beberapa bentuk glomerulonefritis dan yang tersering adalah membranosa

dan membranoproliferatif.6 

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 4/21

 

6

2.3.Patofisiologi

Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang

terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah

  protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2

luas permukaan tubuh (1gr/

m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan

selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus.8 

Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus

  begantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat

diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein berat molekul

rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus normalnya

dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri

dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom,

konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat

rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati barier. Selain itu terjadi pula

terjadi perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar sehingga protein muatan

netral dapat melalui barier.4,5,8

 

Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia terutama albumin, hal ini

disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya

degradasi dalam tubulus renal yang melebihi daya sintesis hati. Gangguan protein

lainnya didalam plasma adalah menurunnya -1 globulin. Sedangkan -2globulin,

-globulin dan fibrinogen meningkat secara relatif atau absolut. -2globulin

meningkat disebabkan oleh retensi selektif protein dengan berat molekul tinggi

oleh ginjal sedangkan laju sintesisnya relatif normal.8 

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 5/21

 

7

Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori

underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema

terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein

melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,

yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan

intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan

  perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron,

yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume

intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi

  penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka

cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial

sehingga memperberat edema.4,5,8

 

Gambar 1. Skema teori underfilled 

KelainanGlomerulus

Hi oalbuminemia

Al uminuria

Retensi Na di tubulus distal & sekresi ADH

Tekanan onkotik koloid plasma

Volume plasma

Edema

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 6/21

 

8

Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena

mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik 

  perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas

kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra

renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema

yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.

Gambar 2. Skema teori overfilled  

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan

aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak 

terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di

 pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume

 plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.

Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid

meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1)

Albuminuria

Hipoalbuminemia

KelainanGlomerulus

Retensi Na renal primer 

Volume plasma

Edema

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 7/21

 

9

hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk 

lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein

lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.8 

2.4 Manifestasi Klinik 

Dari anamnesis dapat didapatkan gejala awal dari sindroma nefrotik 

meliputi menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan

seluruh tubuh, nyeri perut, dan kencing berbusa. Sesak napas dapat dikeluhkan

karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan

abdominal yang meningkat akibat asites. Keluhan lain yang mungkin terjadi

adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Keluhan bengkak dapat

dirasakan berpindah-pindah dikarenakan seringkali cairan yang menyebabkan

edema dipengaruhi oleh gravitasi sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat

malam cairan terakumulasi di tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang

hari cairan terakumulasi dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk 

atau berdiri.7,8

Keluhan lainnya yang juga bisa didapatkan adalah sedikit kencing.

Diare sering dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya

 bukan berkaitan dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema

di mukosa usus. Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis

 protein yang meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut

kuadran kanan atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut.

Pada pemeriksaan fisik kita bisa mendapatkan abdomen mungkin

membesar karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites), dan sesak 

napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura)

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 8/21

 

10

ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Pada keadaan

asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani.2

Pada anak tekanan

darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun sekali saat berdiri

(orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi. Produksi urin dapat

menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran cairan dari dalam

 pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal berkurang. Biasanya

renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tiba-tiba.8,9

Defisiensi zat gizi

dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta anoreksia, dapat terjadi

gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang.2,10 Hal ini bisa didapatkan dari

  pengukuran status gizi. Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi

gangguan fungsi psikososial yang merupakan akibat stess nonspesifik terhadap

anak yang sedang berkembang.8 

Dari pemeriksaan penunjang Tanda utama sindrom nefrotik adalah

 proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m

2

/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya

 berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein

yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. Hipoalbuminemia

merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia

merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi

terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL

meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi

sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria

mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat

dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 9/21

 

11

ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.

Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin Tidak perlu

dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan

foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut

  berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung

dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal

sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari

kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.2,3,7 

2.5. Klasifikasi

Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan deskripsi

histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah

diketahui.3 Tetapi bagaimanapun pengetahuan mengenai penyebab spesifik 

sindrom nefrotik sangat terbatas, varians nefrotik sindrom akan diketahui

manifestasi klinisnya dengan memastikan proses histopatologinya. Tipe

histopatologi juga menentukan dalam hal respon terapi, dan prognosis dari

 penyakit.11

 

Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindroma nefrotik 

yang digunakan sesuai dengan rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan

glomerulus ini sebagian besar ditegakan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya,

ditambah dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunoflorosensi.

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 10/21

 

12

2.6. Komplikasi

1.  Infeksi

Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini

akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama

kambuh. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh5:

-   penurunan kadar imunoglobulin

kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat

menurun, dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari

normal. Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan

kemungkinan ada kelainan pada konversi yang diperantarai sel T

 pada sintesis IgG dan IgM

-  cairan edema yang berperan sebagai media biakan.2 

-  defisiensi protein,

 penurunan aktivitas bakterisid leukosit,

-  imunosupresif karena pengobatan,

-   penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,

-  kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin

yang meng oponisasi bakteria tertentu.

Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria

tertentu seperti3

:

-  St rept ococcus pneumoniae,

-   H aemophilus influenzae,

-   E  scherichia coli,

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 11/21

 

13

-  Dan bakteri gram negatif lain

Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas

sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis,

  pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram

  positif dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya

 peritonitis.6,10

 

2.  Kelainan koagulasi dan trombosis

Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada

kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang

  pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi

tromboembolism1,2. Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-

faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis

oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein.

Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen,

fibrinogen plasma meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan

  protein S meningkat dalam plasma5. Secara ringkas kelainan hemostatik 

 pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda2:

-   peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:

  meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin

seperti anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan

antiplasmin

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 12/21

 

14

  hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat

tromboksan A2, meningkatkan sintesis protein pro koagulan

karena hiporikia dan tekanan fibrinolisis.

-  Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor 

 jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler 

glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin

dan agregasi trombosit.

3.  Pertumbuhan abnormal

Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan

( failure t o t hrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia,

 peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi,

mal absorbsi karena edem saluran gastrointestinal.2,3

 

Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula

menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis

tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi

tulang dan terhentinya pertumbuhan linier; terutama apabila dosis

melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak 

terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi

telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon

 pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui

efeknya terhadap somatomedin. 3,4

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 13/21

 

15

4.  Perubahan hormon dan mineral

Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena

 protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat

tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju

eksresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo

kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan disebabkan oleh albumin

serum yang rendah dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi

trionisasi tetap normal dan menetap.2 

5.  Anemia

Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom

nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang

tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume

vaskular yang bertambah anemia nya terjadi karena pengenceran. Pada

  beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena

hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.

2.7. Diagnosis

Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang

didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk 

 pemeriksaan histopatologis4

. Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1-8

tahun agaknya menderita penyakit lesi minimal yang responsif terhadapt

kortikosteroid. Penyalit lesi minimal tetap lazim pada anak usia diatas 8 tahun,

tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoploriferatif frekuensinya

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 14/21

 

16

menjadi semakin sering. Pada kelompok ini biopsi ginjal dianjurkan biopsi ginjal

untuk menegakan diagnostik sebelum pertimbangan terapi.8,9,10

 

Pada analisa urin didapatkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada

hemeturia mikroskopis, tapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal

mungkin normal atau menurun. Klirens protein melebihi 2 gr/24 jam. Kadar 

kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2

g/dl (20g/L). Dan kadar kalsium serum total menurun, karena penurunan fraksi

terikat albumin. Kadar C3 biasanya normal.6 

2.8. Penatalaksanaan

1.  Terapeutik 

Obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom

mencakup kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine.

Respon terhadap pengobatan dengan kortikosteroid berhubungan dengan

tipe histopatologi sindrom nefrotik.4,5

 

ISKDC melaporkan sekitar 91,8% pasien yang berespon terhadap

kotikosteroid mempunyai kelainan minimal glomeruloneprithis,

dibandingkan dengan 25% pasien yang tidak respon. Pada pasien yang

tidak berespon terhadap kortikosteroid dan berusia dibawah 6 tahun, 50 %

merupakan kelainan minimal glomerulonepritis. Dan pada usia lebuh dari

6 tahun hanya 3,6% yang mempunyai kelainan minimal glomerulonepritis.

The Southwest Pediatric Nephrology Study Group melaporkan sekitar 

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 15/21

 

17

63% pasien dengan diffuse membranous hypercellularity, dan 30% pasien

dengan focal glomeruralscerosis berespon terhadap kortikosteroid.3 

Pengobatan kortistreroid (prednison) dimulai dengan dosis 60

mg/m2/24jam (maksimum dosis 60 mg/ hari), dibagi menjadi tiga atau

empat dosis. Waktu yang dibutuhkan untuk berespon dengan prednison

sekitar 2 minggu, responnya ditetapkan pada saat urin bebas protein 3 hari

  berturut-turut. Jika anak berlanjut menderita proteinuria (+2 atau lebih)

setelah satu bulan pemberian prednison dosis terbagi secara terus-menerus

setiap hari, maka disebut resisten steroid dan terindikasi melakukan biopsi

ginjal untuk menentukan penyebab penyakit yang tepat.2,3 

Lima hari setelah urin bebas protein (negatif, sedikit sekali atau +1

  pada dipstick), dosis prednison diubah menjadi 60mg/m2 (maksimal

60mg) diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal bersama dengan

makan pagi. Setelah periode selang sehari tersebut, prednison dapat

dihentikan secara mendadak.2,4

 

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan

didefinisikan sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria.

Karena pada anak dengan keadaan ini menderita proteinuria intermiten

yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil pasien yang berespon terhadap

terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera

setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari,

 penderita demikian disebut tergantung steroid.2,3

 

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 16/21

 

18

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita

toksisitas steroid (muka cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus

dipikirkan terapi imuno supresif lain.

-  Siklofosfamid, Dosis siklofosfamid 3 mg/kg/24jam sebagai dosis

tunggal, selama total pemberian 12 minggu (8 minggu1). Terapi

 prednison tetap diteruskan selama pemberian siklosfosfamid. Selama

terapi dengan siklofosfamid, leukosit harus dimonitor setiap minggu

dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun dibawah

5000/mm3. komplikasi lain berupa supresi sumsum tulang,hair loss,

azoospremia, hemorrhagic cystitis, keganasan, mutasi dan infertilitas.

-  Levamison, adalah imunosimultan dengan efek steroid-sparing yang

lemah sehingga perlu penghentian terapi prednison. Dosis yang

dipakai adalah 2,5 mg/kg selama 4-12 bulan. Efek samping jarang

ditemukan, tetapi dilaporkan dapat terjadi neutropenia dan

encelopathy. Obat ini tidak umum digunakan.

-  Cyclosporin, adalah inhibitor fungsi limfosit T dan diindikasikan bila

terjadi relaps setelah terapi dengan cyclosfosfamid. Cyclosporin

lebih disukai digunakan pada anak laki-laki dalam masa pubertas

yang beresiko menjadi azoospermia akibat induksi siklosfosfamid.

Cyclosporin dapat bersifat nefrotoksik, dan dapat menyebabkan

hisurtism, hipertensi dan hipertropi ginggiva.

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 17/21

 

19

2.  Pengobatan supotif 

Dalam penanganan pasien sindrom nefrotik harus diperhatikan tidak saja

  pendekatan farmakologis terhadap penyakit glomerular yang

mendasarinya. Tapi juga ditujukan terhadap pencegahan dan pengobatan

sekuele yang menyertainya. Pengobatan suportif sangat penting bagi

 pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan imunosupresif dan

karena itu mudah mendapat komplikasi Sindrom nefrotik yang

 berkepanjangan. Terapi yang dapat dilakukan antara lain 2,3,8 

-  terapi dietetik 2,3 

  masukan garam dibatasi ± 2gram/hari untuk mengurangi

keseimbangan natrium yang positif 

  diet tinggi kalori, protein dibatasi ± 2 gram/kgBB/hari.

  Diet vegetarian yang mengandung kedelai lebih efektif 

menurunkan hiperlipidemia.

-  Pengobatan terhadap edema.

Dengan pemberian diuretik tiazid ditambah dengan obat penahan

kalium (spirinolakton, triamteren). Bila tidak ada respon dapat

digunakan furesemid, asam etekrinat atau bumetamid. Dosis

furosemid 25-1000mg/ hari dan paling sering dipakai karena

toleransinya baik walau dengan dosis tinggi.

-  Proteinuria dan hipoalbuminemia

ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung

 pada dosis, lama pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 18/21

 

20

ACE inhibitor dimulai dengan dosis rendah dan secara progresif 

ditingkatkan sampai dosis toleransi maksimal.

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia

sampai 50%, efek ini disebabkan karena menurunnya

  permeabilitas kapiler terhadap protein, nenurunnya tekanan

kapiler intraglomerural dan atau karena menurunnya luas

 permukaan filtrasi. Indometasin (150mg/hari) dan meklofenamat

(200-300mg/hari) merupakan obat yang sering dipakai.

n-3 asam lemak takjenuh (  polyunsat urat ed fatt   y acid) dapat

mengurangi proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang

 berarti.

-  Hiperlipidemia

Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin

dan simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati

hiperlipidemia pada sindrom nefrotik.

-  Hiperkoagulabilitas

Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya

resiko tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat

dehidrasi, atau saat pemberian kortikosteroid iv dosis tinggi.

2.9. Prognosis

Prognosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan

histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada

  banyak kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal.

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 19/21

 

21

Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat

  baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50%

mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun

waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps

setelah inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid

menjadi steroid resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1%

  pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh

infeksi dan komplikasi ekstra renal.8 

Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental

glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak 

 pasien yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit

renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40%

dalam sepuluh tahun.9,10

 

Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation

mengalami remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20%

terjadi delayed remisi. Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan

sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan

membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya kurang baik, dan

keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan,

tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa

  pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit

renal stadium akhir dalam 5 tahun.3 

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 20/21

 

22

5/8/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 21/21

 

23