Upload
rinajacky
View
172
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 1/21
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai
oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2
luas permukaan tubuh per hari),
hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas
Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom
nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai
dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan
fungsi renal yang normal3
Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5
kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif
berkisar15,5/100.000.4
Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom
nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi
sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia
sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan
perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5
tahun.2
Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per
100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang
bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan
sindrom nefrotik primer atau idiopatik 1. Pada pasien sindrom nefrotik angka
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 2/21
4
mortalitas berhubungan langsung dengan proses penyakit primernya, tapi
bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik, prognosisnya kurang baik
karena3:
1. sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan
komplikasi sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia).
2. pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karena
pemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain.
Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan
kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi
minimal3,4.Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai
dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS)
merupakan sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi
kejadiannya cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis
(MPGN) merupakan sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada
anak yang lebih besar dan adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik
pada anak dan adolescent dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan
penyakit virus lain.4
2.2.Etiologi
Nefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit
sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab.
Penyebab primer diantaranya3:
1. post infeksi
2. Colagen vaskular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis nodosa)
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 3/21
5
3. Henoch-Schönlein purpura
4. Hereditary nephritis
5. Sickle cell disease
6. Diabetes melitus
7. Amyloidosis
8. Malignancy (leukemia, lymphoma, Wilms tumar, pheochromocytoma)
9. Toxin (sengatan lebah, racun ular)5
10. obat-obatan (probenecid, fenoprofen, catopril, lithium, wafarin,
penicilamine, mercury, gold, trimethadione, para metadione, AINS) 5
11. Penggunaan Heroin
Penyebab sekunder berhubungan dengan keadaan post infeksi mencakup1:
1. Group A beta-hemolytic streptococcus
2. syphilis
3.
Malaria
4. Tuberkulosis
5. infeksi virus (varicella, hepatitisB, HIV tipe1, infeksi mononukleosis)
Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai
beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya ; penyakit lesi minimal
sekitar 85%, proliferasi mesangium 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10%
anak sisanya menderita nefrosis. Sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai
oleh beberapa bentuk glomerulonefritis dan yang tersering adalah membranosa
dan membranoproliferatif.6
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 4/21
6
2.3.Patofisiologi
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang
terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah
protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2
luas permukaan tubuh (1gr/
m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan
selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus.8
Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus
begantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat
diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein berat molekul
rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus normalnya
dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri
dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom,
konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat
rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati barier. Selain itu terjadi pula
terjadi perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar sehingga protein muatan
netral dapat melalui barier.4,5,8
Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia terutama albumin, hal ini
disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya
degradasi dalam tubulus renal yang melebihi daya sintesis hati. Gangguan protein
lainnya didalam plasma adalah menurunnya -1 globulin. Sedangkan -2globulin,
-globulin dan fibrinogen meningkat secara relatif atau absolut. -2globulin
meningkat disebabkan oleh retensi selektif protein dengan berat molekul tinggi
oleh ginjal sedangkan laju sintesisnya relatif normal.8
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 5/21
7
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori
underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema
terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein
melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,
yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan
intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan
perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron,
yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume
intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi
penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka
cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial
sehingga memperberat edema.4,5,8
Gambar 1. Skema teori underfilled
KelainanGlomerulus
Hi oalbuminemia
Al uminuria
Retensi Na di tubulus distal & sekresi ADH
Tekanan onkotik koloid plasma
Volume plasma
Edema
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 6/21
8
Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena
mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas
kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra
renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema
yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.
Gambar 2. Skema teori overfilled
Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak
terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di
pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume
plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.
Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid
meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1)
Albuminuria
Hipoalbuminemia
KelainanGlomerulus
Retensi Na renal primer
Volume plasma
Edema
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 7/21
9
hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk
lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.8
2.4 Manifestasi Klinik
Dari anamnesis dapat didapatkan gejala awal dari sindroma nefrotik
meliputi menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan
seluruh tubuh, nyeri perut, dan kencing berbusa. Sesak napas dapat dikeluhkan
karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan
abdominal yang meningkat akibat asites. Keluhan lain yang mungkin terjadi
adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Keluhan bengkak dapat
dirasakan berpindah-pindah dikarenakan seringkali cairan yang menyebabkan
edema dipengaruhi oleh gravitasi sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat
malam cairan terakumulasi di tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang
hari cairan terakumulasi dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk
atau berdiri.7,8
Keluhan lainnya yang juga bisa didapatkan adalah sedikit kencing.
Diare sering dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya
bukan berkaitan dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema
di mukosa usus. Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis
protein yang meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut
kuadran kanan atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut.
Pada pemeriksaan fisik kita bisa mendapatkan abdomen mungkin
membesar karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites), dan sesak
napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura)
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 8/21
10
ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Pada keadaan
asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani.2
Pada anak tekanan
darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun sekali saat berdiri
(orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi. Produksi urin dapat
menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran cairan dari dalam
pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal berkurang. Biasanya
renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tiba-tiba.8,9
Defisiensi zat gizi
dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta anoreksia, dapat terjadi
gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang.2,10 Hal ini bisa didapatkan dari
pengukuran status gizi. Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi
gangguan fungsi psikososial yang merupakan akibat stess nonspesifik terhadap
anak yang sedang berkembang.8
Dari pemeriksaan penunjang Tanda utama sindrom nefrotik adalah
proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m
2
/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya
berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein
yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. Hipoalbuminemia
merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia
merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi
sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria
mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 9/21
11
ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin Tidak perlu
dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan
foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung
dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal
sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari
kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.2,3,7
2.5. Klasifikasi
Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan deskripsi
histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah
diketahui.3 Tetapi bagaimanapun pengetahuan mengenai penyebab spesifik
sindrom nefrotik sangat terbatas, varians nefrotik sindrom akan diketahui
manifestasi klinisnya dengan memastikan proses histopatologinya. Tipe
histopatologi juga menentukan dalam hal respon terapi, dan prognosis dari
penyakit.11
Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindroma nefrotik
yang digunakan sesuai dengan rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan
glomerulus ini sebagian besar ditegakan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya,
ditambah dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunoflorosensi.
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 10/21
12
2.6. Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini
akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama
kambuh. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh5:
- penurunan kadar imunoglobulin
kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat
menurun, dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari
normal. Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan
kemungkinan ada kelainan pada konversi yang diperantarai sel T
pada sintesis IgG dan IgM
- cairan edema yang berperan sebagai media biakan.2
- defisiensi protein,
-
penurunan aktivitas bakterisid leukosit,
- imunosupresif karena pengobatan,
- penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,
- kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin
yang meng oponisasi bakteria tertentu.
Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria
tertentu seperti3
:
- St rept ococcus pneumoniae,
- H aemophilus influenzae,
- E scherichia coli,
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 11/21
13
- Dan bakteri gram negatif lain
Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas
sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis,
pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram
positif dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya
peritonitis.6,10
2. Kelainan koagulasi dan trombosis
Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada
kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang
pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi
tromboembolism1,2. Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-
faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis
oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein.
Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen,
fibrinogen plasma meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan
protein S meningkat dalam plasma5. Secara ringkas kelainan hemostatik
pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda2:
- peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin
seperti anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan
antiplasmin
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 12/21
14
hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat
tromboksan A2, meningkatkan sintesis protein pro koagulan
karena hiporikia dan tekanan fibrinolisis.
- Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor
jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler
glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin
dan agregasi trombosit.
3. Pertumbuhan abnormal
Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan
( failure t o t hrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia,
peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi,
mal absorbsi karena edem saluran gastrointestinal.2,3
Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis
tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi
tulang dan terhentinya pertumbuhan linier; terutama apabila dosis
melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak
terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi
telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon
pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui
efeknya terhadap somatomedin. 3,4
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 13/21
15
4. Perubahan hormon dan mineral
Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena
protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat
tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju
eksresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo
kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan disebabkan oleh albumin
serum yang rendah dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi
trionisasi tetap normal dan menetap.2
5. Anemia
Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom
nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang
tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume
vaskular yang bertambah anemia nya terjadi karena pengenceran. Pada
beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena
hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.
2.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang
didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk
pemeriksaan histopatologis4
. Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1-8
tahun agaknya menderita penyakit lesi minimal yang responsif terhadapt
kortikosteroid. Penyalit lesi minimal tetap lazim pada anak usia diatas 8 tahun,
tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoploriferatif frekuensinya
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 14/21
16
menjadi semakin sering. Pada kelompok ini biopsi ginjal dianjurkan biopsi ginjal
untuk menegakan diagnostik sebelum pertimbangan terapi.8,9,10
Pada analisa urin didapatkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada
hemeturia mikroskopis, tapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal
mungkin normal atau menurun. Klirens protein melebihi 2 gr/24 jam. Kadar
kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2
g/dl (20g/L). Dan kadar kalsium serum total menurun, karena penurunan fraksi
terikat albumin. Kadar C3 biasanya normal.6
2.8. Penatalaksanaan
1. Terapeutik
Obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom
mencakup kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine.
Respon terhadap pengobatan dengan kortikosteroid berhubungan dengan
tipe histopatologi sindrom nefrotik.4,5
ISKDC melaporkan sekitar 91,8% pasien yang berespon terhadap
kotikosteroid mempunyai kelainan minimal glomeruloneprithis,
dibandingkan dengan 25% pasien yang tidak respon. Pada pasien yang
tidak berespon terhadap kortikosteroid dan berusia dibawah 6 tahun, 50 %
merupakan kelainan minimal glomerulonepritis. Dan pada usia lebuh dari
6 tahun hanya 3,6% yang mempunyai kelainan minimal glomerulonepritis.
The Southwest Pediatric Nephrology Study Group melaporkan sekitar
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 15/21
17
63% pasien dengan diffuse membranous hypercellularity, dan 30% pasien
dengan focal glomeruralscerosis berespon terhadap kortikosteroid.3
Pengobatan kortistreroid (prednison) dimulai dengan dosis 60
mg/m2/24jam (maksimum dosis 60 mg/ hari), dibagi menjadi tiga atau
empat dosis. Waktu yang dibutuhkan untuk berespon dengan prednison
sekitar 2 minggu, responnya ditetapkan pada saat urin bebas protein 3 hari
berturut-turut. Jika anak berlanjut menderita proteinuria (+2 atau lebih)
setelah satu bulan pemberian prednison dosis terbagi secara terus-menerus
setiap hari, maka disebut resisten steroid dan terindikasi melakukan biopsi
ginjal untuk menentukan penyebab penyakit yang tepat.2,3
Lima hari setelah urin bebas protein (negatif, sedikit sekali atau +1
pada dipstick), dosis prednison diubah menjadi 60mg/m2 (maksimal
60mg) diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal bersama dengan
makan pagi. Setelah periode selang sehari tersebut, prednison dapat
dihentikan secara mendadak.2,4
Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan
didefinisikan sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria.
Karena pada anak dengan keadaan ini menderita proteinuria intermiten
yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil pasien yang berespon terhadap
terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera
setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari,
penderita demikian disebut tergantung steroid.2,3
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 16/21
18
Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita
toksisitas steroid (muka cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus
dipikirkan terapi imuno supresif lain.
- Siklofosfamid, Dosis siklofosfamid 3 mg/kg/24jam sebagai dosis
tunggal, selama total pemberian 12 minggu (8 minggu1). Terapi
prednison tetap diteruskan selama pemberian siklosfosfamid. Selama
terapi dengan siklofosfamid, leukosit harus dimonitor setiap minggu
dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun dibawah
5000/mm3. komplikasi lain berupa supresi sumsum tulang,hair loss,
azoospremia, hemorrhagic cystitis, keganasan, mutasi dan infertilitas.
- Levamison, adalah imunosimultan dengan efek steroid-sparing yang
lemah sehingga perlu penghentian terapi prednison. Dosis yang
dipakai adalah 2,5 mg/kg selama 4-12 bulan. Efek samping jarang
ditemukan, tetapi dilaporkan dapat terjadi neutropenia dan
encelopathy. Obat ini tidak umum digunakan.
- Cyclosporin, adalah inhibitor fungsi limfosit T dan diindikasikan bila
terjadi relaps setelah terapi dengan cyclosfosfamid. Cyclosporin
lebih disukai digunakan pada anak laki-laki dalam masa pubertas
yang beresiko menjadi azoospermia akibat induksi siklosfosfamid.
Cyclosporin dapat bersifat nefrotoksik, dan dapat menyebabkan
hisurtism, hipertensi dan hipertropi ginggiva.
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 17/21
19
2. Pengobatan supotif
Dalam penanganan pasien sindrom nefrotik harus diperhatikan tidak saja
pendekatan farmakologis terhadap penyakit glomerular yang
mendasarinya. Tapi juga ditujukan terhadap pencegahan dan pengobatan
sekuele yang menyertainya. Pengobatan suportif sangat penting bagi
pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan imunosupresif dan
karena itu mudah mendapat komplikasi Sindrom nefrotik yang
berkepanjangan. Terapi yang dapat dilakukan antara lain 2,3,8
- terapi dietetik 2,3
masukan garam dibatasi ± 2gram/hari untuk mengurangi
keseimbangan natrium yang positif
diet tinggi kalori, protein dibatasi ± 2 gram/kgBB/hari.
Diet vegetarian yang mengandung kedelai lebih efektif
menurunkan hiperlipidemia.
- Pengobatan terhadap edema.
Dengan pemberian diuretik tiazid ditambah dengan obat penahan
kalium (spirinolakton, triamteren). Bila tidak ada respon dapat
digunakan furesemid, asam etekrinat atau bumetamid. Dosis
furosemid 25-1000mg/ hari dan paling sering dipakai karena
toleransinya baik walau dengan dosis tinggi.
- Proteinuria dan hipoalbuminemia
ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung
pada dosis, lama pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 18/21
20
ACE inhibitor dimulai dengan dosis rendah dan secara progresif
ditingkatkan sampai dosis toleransi maksimal.
Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia
sampai 50%, efek ini disebabkan karena menurunnya
permeabilitas kapiler terhadap protein, nenurunnya tekanan
kapiler intraglomerural dan atau karena menurunnya luas
permukaan filtrasi. Indometasin (150mg/hari) dan meklofenamat
(200-300mg/hari) merupakan obat yang sering dipakai.
n-3 asam lemak takjenuh ( polyunsat urat ed fatt y acid) dapat
mengurangi proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang
berarti.
- Hiperlipidemia
Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin
dan simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati
hiperlipidemia pada sindrom nefrotik.
- Hiperkoagulabilitas
Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya
resiko tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat
dehidrasi, atau saat pemberian kortikosteroid iv dosis tinggi.
2.9. Prognosis
Prognosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan
histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada
banyak kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal.
5/8/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-559abea8bc6f7 19/21
21
Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat
baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50%
mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun
waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps
setelah inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid
menjadi steroid resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1%
pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh
infeksi dan komplikasi ekstra renal.8
Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental
glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak
pasien yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit
renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40%
dalam sepuluh tahun.9,10
Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation
mengalami remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20%
terjadi delayed remisi. Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan
sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan
membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya kurang baik, dan
keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan,
tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa
pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit
renal stadium akhir dalam 5 tahun.3