Upload
rizky-huryamin
View
61
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 1/18
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Diare
a. Pengertian
Menurut Harries (1995), Diare (diarrheal disease) berasal dari
kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus (to flow
through). Diare adalah frekuensi pengeluaran dan kekentalan feses
yang tidak normal (Dorland, 2002) dimana seseorang buang air besar,
dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah
dengan konsistensi lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu
hari (Depkes RI, 2011).
Untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran
tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Sazawal,2007).
Sedangkan menurut Juffrie (2009), diare adalah keluarnya tinja
air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15
g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya
sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut
diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk
volume tinja.
b. Etiologi
1) Faktor infeksi, menurut beberapa penelitian menunjukan bawah
faktor dominan penyebab diare berasal dari infeksi (Szajewska,
2007).
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 2/18
5
a) Infeksi enteral yaitu infeksi yang berasal dari saluran
pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada
anak.
Infeksi bakteri: Vibrio sp, E. Coli, Salmonella sp,
shigella sp, Campylobacter sp, Yersinia sp, Aeromonas
sp dan sebagainya.
Infeksi virus: enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astenovirus, dan
lain-lain.
Infeksi parasit: Cacing ( Ascaris, Trichiuris, Oxyrus,
Strongyloides), Protozoa ( Entamoeba histolytica,
Giradia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti otitis media akut (OMA),
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak
berumur di bawah 2 tahun.
2) Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering adalah intoleransi laktosa.
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsobsi protein
3) Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap
makanan.
4) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas.
5) Beberapa jenis peradangan dalam sistem pencernaan juga dapat
menimbulkan diare seperti:
a) Sindrom radang usus (Irritable bowel syndrome).
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 3/18
6
b) Penyakit radang usus ( Inflamatory bowel disease) meliputi
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. (Hassan dan Alatas,
2007 ; Schwartz, 2005)
c. Faktor risiko penyebab diare:
1) Penggunaan sumber air yang sudah tercemar mikroba dan tidak
memasaknya sampai mendidih.
2) Bayi/balita bermain di tempat kotor atau bermain mainan yang
kotor, kemudian menghisap jari tangannya atau memasukkan
mainan yang kotor kemulutnya.
3) Pencucian alat-alat makan dan minum (piring dan
sendok) memakai air yang tidak bersih; botol susu tidak
direbus/diseduh sebelum dipakai.
4) Orang yang menyiapkan makanan anak tidak mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun (terutama setelah buang air besar).
5) Makanan seafood.
6) Orang mengkonsumsi produk susu yang sebelumnya tidak
dipasteurisasi.
7) Orang yang suka makan makanan mentah, seperti sayur mentah.
8) Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko
infeksi HIV dan Acuquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS), sindrom usus homoseksual (Gay Bowel Syndrome)
(Anonim, 2011 ; Anand, 2007 ; Simadibrata, 2006).
d. Jenis-jenis diare menurut durasinya:
1) Diare Akut: Adalah diare yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung selama kurang dari 14 hari. Diare akut terdiri dari:
2) diare persistent: jika durasinya antara 2-4 minggu dimana diikuti
kehilangan berat badan secara signifikan dan masalah nutrisi.
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 4/18
7
3) diare kronis: didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi
dan kandungan air pada tinja yang berlangsung selama jika durasi
lebih dari 4 minggu (Eppy, 2009 ; Zein, 2004).
e. Imunitas pada saluran cerna
Dua per tiga seluruh sistem imun pada manusia terdapat pada
saluran cerna. Respon imunitas saluran cerna terdiri dari dua
komponen yaitu respon imun natural/non spesifik dan respon imun
didapat/spesifik. Mulai dari rongga mulut dimana terdapat enzim
lisozim yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Selanjutnya di
lambung terdapat asam lambung yang mengandung HCl dan pepsin
mengurangi jumlah mikroba dan di usus kecil yang memiliki enzim
proteolitik yang dapat menurunkan mengeliminasi jumlah mikroba.
Epitel saluran cerna juga mensekresi mukus untuk menjaga dan
menangkap mikroba yang berusaha masuk ke sirkulasi tubuh melalui
usus. Lapisan mukosa ini selalu dalam proses pembaharuan (renewal).
Dan dibilang lebih cepat dibandingkan pada jaringan tubuuh lainya.
Yaitu pergantian epitel usus terjadi setiap 3 sampai 6 hari
(Baratawidjaja, 2009 ; Goulet, 2004).
Sistem limfatik sendiri terdiri dari Organ limfatik primer dan
sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas sumsum tulang dan timus.
Sedangkan organ limfoid sekunder terdapat di limpa, kelenjar getah
bening, Skin-Associated Lymphoid Tissue (SALT) dan Mucosa
Associated Lymphoid Tissue (MALT) (Guyton,2007).
MALT sendiri pada sistem pencernaan yaitu : Respons imun
oral, Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), Microfold cell atau sel
M yang berperan sebagai presentasi antigen dari lumen ke folikel
limfoid setempat. Dan yang terakhir yaitu plak Peyer ( Peyer’s
patches) yang merupakan folikel limfoid di mukosa
gastrointestinal,yaitu pada yeyenum dan ileum. Plak peyer ( Peyer’s
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 5/18
8
patches) merupakan tempat sel B prekursor yang mengalihkan
produksi IgA (Baratawidjaja, 2009, Guyton 2007).
f. Patogenesis diare
Pada dasarnya diare akut terdiri dari 2 jenis, yaitu diare sekretorik
dan diare osmotik.
1) Diare sekretorik: disebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam
usus halus. Hal ini terjadi bila absobsi natrium oleh vili gagal
sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus menerus
atau meningkat yang dirangsang oleh bahan tertentu (misal oleh
toksin). Hasil sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air
dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Yang merangsang
kripte untuk melakukan sekresi aktif Cl- dan menghambat absobsi
Na+, Cl-, dan HCO3- yang dirangsang oleh siklik AMP, siklik
GMP dan Ca2+.
2) Diare osmotik: disebabkan oleh oleh meningkatnya osmolaritas
intra luminal, misalnya absobsi larutan dalam lumen kolon yang
buruk. Sebagai contoh adalah rotavirus yang menggangu
pemecahan karbohidrat golongan disakarida karena kerusakan
mikrovili. Adanya karbohidrat yang tidak dapat diabsobsi, setelah
mencapai usus besar akan difermentasikan bakteri menjadi asam
organik sehingga menyebabkan suasana menjadi hipoosmolar
yang mengakibatkan sekresi air ke dalam lumen usus (Santoso,
2007).
g. Peran Mukosa pada Gastro Intestine Track terhadap diare
Menurut Eroschenko (2003), Lapisan usus halus (intestinum
tenue) terdiri dari (dalam ke luar): stratum serosa, stratum muskularis,
stratum sub mucosa, dan stratum mucosa, dan di mucosa tersebut
terdapat bangunan penting, seperti sel epitel, sel goblet, vili dan
lainnya. Antigen yang lolos masuk ke dalam akan sampai ke sel-sel
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 6/18
9
epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-
sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel
enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang
belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan mengalami
pemendekan vili-vili usus dan tidak dapat menyerap cairan dan
makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di
usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan
yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare (Kliegman, 2007).
3) Manifestasi klinis
Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul diare, Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/atau
lendir, warna tinja berubah menjadi kehijauan karena tercampur
empedu. Karena sering defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja
makin lama makin asam akibat banyak asasm laktat yang terjadi dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsobsi oleh usus (Suraatmaja,
2007).
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila
penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala
dehidrasi. Berat badan menurun, pada bayi ubun-ubun bisa cekung,
tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir
terlihat kering (Suraatmaja, 2007).
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 7/18
10
4) Diagnosis
1) Anamnesis
Disini, anamnesis penting untuk menentukan apakah diare
tersebut merupakan diare akut atau kronis dan beberapa informasi
penting yang ditanyakan (Matondang, 2003). Kepada penderita
atau kelurganya perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan
penyakit antara lain:
a) Lama sakit diare (sudah berapa jam/hari?)
b) Frekuensinya dan adanya tenesmus atau tidak (berapa kali
sehari?)
c) Banyaknya/volumenya (berapa banyak setiap defekasi)
d) Warnanya (biasa, kuning berlendir, berdarah, hitam, hijau, atau
seperti cucian beras, dsb)
e) Baunya (amis, asam, busuk)
f) Buang air kecil (banyaknya, warnanya kapan terakhir kencing,
dsb)
g) Ada tidaknya batuk, panas, pilek dan kejang sebelumnya,
selama dan setelah diare, dsb)
h) Jenis, bentuk dan banyaknya makanan dan minuman yang
diberikan sebelum, selama dan sesudah diare)
i) Penderita diare disekitar rumah
j) Berat badan sebelum sakit (bila diketahui) (Suraatmaja, 2009)
2) Pemeriksaan fisik
Lebih berguna untuk menentukan keparahan diare dari pada
menemukan penyebabnya. Keparahannya dapat dilihat pada derajat
dehidrasi, karena telah dijelaskan diatas, adanya pengeluaran cairan
tubuh secara lebih. Pengukurannya dapat dilihat dengan Skor
Maurice king:
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 8/18
11
Bagian tubuh Nilai untuk gejala
yang ditemukanYang diperiksa 0 1 2
Keadaaan umum
Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi /
menit
Sehat
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat >120
Gelisah, cengeng,
apatis , ngantuk
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)
Mengigau, koma
atau syok
Sangat kurang
Sangat kurang
Sangat kurang
Kering & Sianosis
Lebih dari 140
Tabel. 1.1 Pengukuran Derajat Dehidrasi
Catatan:
Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit “dicubit” selama 30-
60 detik, kemudian dilepas.
Jika Kulit kembali normal dalam waktu:
*2 - 5 detik : turgor agar kuramg (dehidrasi ringan)
*5 - 10 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
* >10 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat
ditentukan derajat dehidrasinya: *Skor 0-2 : dehidrasi ringan
*Skor 3-6 : dehidrasi sedang
*Skor >7 : dehidrasi berat (Pusponegoro, 2004 ; Suraatmaja,
2009).
Status volume dapat dicari dengan dengan mencari
perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi. Demam dan tanda
lain toksisitas perlu dicari dan dicatat. Pemeriksaan fisik abdomen
dengan melihat dan meraba distensi usus, nyeri terlokalisir atau
merata, pembesaran hati atau massa, dan mendengarkan bising
usus. Perubahan kulit dapat dilihat pada mastositosis (urtikaria
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 9/18
12
pigmentosa), amiloidosis berupa papula berminyak dan purpura
pinch. Tanda limfadenopati menandakan AIDS atau limfoma.
Tanda-tanda arthritis mungkin dijumpai pada inflammatory bowel
disease. Pemeriksaan rektum dapat memperjelas adanya
inkontinensia feses (Pusponegoro, 2004 ; Suraatmaja, 2007).
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
diagnosis kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat
yang tepat pula. Dalam praktek sehari-hari, pemereksaan
laboratorium lengkap hanya dikerjakan jika diare tidak sembuh
dalam 5-7 hari (Mansjoer, 2000).Pemeriksaan tinja meliputi:
a) Pemereksaan tinja
Makroskopik dan mikroskopik
Biakan kuman
Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa
b) Pemeriksaan darah
Darah lengkap
Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
Kadar ureum (untuk mengetahui adanya gangguan faal
ginjal)
c) Intubasi duodenum: pada diare kronuk untuk mencari kuman
penyebab (Suraatmaja, 2007).
5) Tatalaksana
1) Pengobatan cairan
a) Jenis cairan:
Peroral: cairan rumah tangga, oralit
Parenteral: ringer laktat, ringer asetat, larutan normal salin
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 10/18
13
b) Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi: cairan rumah tangga dan ASI deberikansemaunya, oralit diberikan sesuai usia, dengan dosis:
- < 1 tahun: 50-100 cc
- 1-5 tahun: 100-200 cc
- > 5 tahun: semaunya
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang) : rehidrasi dengan
oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam pertama.
Dehidrasi berat: rehidrasi parenteral dengan cairan ringer
laktat atau ringer asetat 100cc/kgBB (Pusponegoro, 2004).
2) Pengobatan dietik
Sebagian pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietik,
dipakai singkatan O-B-E-S-E, Sebagai singkatan Oralit, Breast
Feeding, Early Feeding Simultaneously with Education
(Suraatmaja, 2007).
3) Pengobatan kausal:
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah
kita mengetahui penyebab secara pasti. Agar nantinya tidak terjadi
resistensi obat. Seperti Antibiotik, Anti viral, Anti Amuba dan
sebagainya (Suraatmaja, 2007).
4) Pemberian suplementasi zinc
Dosis pemberian:
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari. (Depkes, 2011)
5) Pengobatan simtomatik
a) Antipiretika: aspirin, asetosal
b) Antiemetik: klorpromazin (Suraatmaja, 2007).
2. Zinc
a. Pengertian
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 11/18
14
Zinc adalah metaloenzim dan bekerja sebagai koenzim pada
berbagai sistem enzim. lebih dari 80 enzim dan protein yang
mengandung zinc telah ditemukan. tubuh mengandung 1-2 g zinc.
Tulang, gigi, rambut, kulit dan testis mengandung banyak zinc. Dalam
darah zinc terdapat di dalam plasma terikat pada albumin dan
globulin. Sumber utama zinc terdapat pada makanan bersumber dari
hewan. The International Zinc Consulative Group (IZiNCG) merevisi
recommended dietary allowances (RDA) pada tahun 2004 sebagai
berukut:
Tabel. 1.2 Rekomendasi kebutuhan seng menurut usia
Kelompok RDA seng
Bayi
Anak usia 1-3 tahun
Anak 4-8 tahun
Perempuan yang tidak hamil
Perempuan yang hamil dan menyusui
Laki-laki
4-5 mg
3 mg
4-5 mg
8-9 mg
9-13 mg
13-19 mg
Defisiensi zinc dapat menyebabkan: dermatosis,
hypogonadisme, oligospermia, gangguan imunitas, rambut rontok,
nafsu makan berkurang (Supariasa et al, 2002).
Zinc atau seng merupakan mineral yang mempunyai potensi
meningkatkan status imunologi, dan beberapa studi yang ada
menunjukkan zinc bermanfaat mencegah dan memperpendek waktu
diare. Efek zinc sebagai imunomodulator ini diperkirakan bermanfaat
untuk membantu mempercepat penyembuhan infeksi maupun
mencegah kekambuhan; zinc akan membantu meningkatkan daya
tahan tubuh melalui kaskade atau langkah-langkah peningkatan
imunitas yang diawali dengan mobilisasi dan sekuestrasi zinc pada
jaringan kaya atau banyak mengandung zinc-metallothionein, yang
selanjutnya akan mempercepat upregulasi sintesis protein sebagai
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 12/18
15
bahan untuk imun spesifik, serta aktivasi makrofag, limfosit, dan sel
NK. Dalam hubungan dengan diare, peranan zin dapat merupakan
pengaruh langsung pada sistem gastrointestinal dan melalui
peranannya dalam sistem imunitas (Anonim, 2010).
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare karena zinc dibutuhkan untuk sintesis
DNA dan transkripsi RNA, pembelahan sel dan aktivasi sel.
Apoptosis (kematian sel terprogram) yang diperkuat oleh defisiensi
seng. (Kemkes, 2011; Prasad,2009).
b. Peran Zinc dalam ko-faktor enzim
Seperti penjelasan sebelumnya zinc mempengaruhi aktivitas
berbagai enzim yang berhubungan dengan regulasi, kalalitik, dan
struktural, seperti DNA polimerase, DNA dependent RNA
polimerase, aminoacil tranferase RNA sintese, timidin kinase, dan
terminal deoksiribonukleotidil tranferase. Replikasi DNA sangat
berperan terhadap regenerasi epitel. Sehingga peran seng sangat
menonjol pada organ yang mengalami regenerasi epitel dengan cepat
seperti pada mukosa usus. Seng juga mempengaruhi integritas sel,
baik struktur maupun fungsinya, maka akan berpengaruh terhadap
lamanya diare (Karuniawati, 2010).
c. Zinc dalam imunitas
Zinc mempengaruhi berbagai aspek dari sistem kekebalan
tubuh. Zinc sangat penting untuk perkembangan dan fungsi kekebalan
sel-mediasi bawaan, neutrofil, dan natural killer . Makrofag dan
produksi sitokin semua dipengaruhi oleh defisiensi zinc. Pertumbuhan
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 13/18
16
dan fungsi T dan sel B juga terkena dampak negatif akibat kekurangan
zinc.
Gambar 1.1 Mekanisme zinc dalam memodulasi sel T dan sel B.
Defisiensi zinc mempengaruhi timulin di timus sebagai
kofaktor dan berada di dalam plasma.Sel T dihasilkan dalam timus,
dimana fungsi sel T digunakan untuk memanggil leukosit ke tempat
terjadinya infeksi, sebagai contoh kemotaksis sel-sel polimorfonuklear
dan mendorong adesi sel-sel meilomonositik. Dengan aktivasi sel T
helper 2 akan memicu sitokin untuk melakukan proliferasi sel B untuk
menjadi TNF-α dan antibodi, antibodi yang diproduksi berupa
imunoglobulin , seperti IgA yang terdapat pada interstitium, saliva,
lapisan mukosa dan saluran pencernaan untuk mencegah infeksi oleh
antigen (Prasad, 2009) Zinc menstabilkan struktur membran dan
memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan
oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta
aktivitas antioksidan. Zinc melindungi membran dari efek agen
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 14/18
17
infeksius dan dari peroksidasi lemak dengan meningkatkan
pembentukan immunoglobulin A sekretori (Wapnir, 2000).
d. Reaksi zinc dalam antioksidan
NO (Nitric Oxide) memodulasi inflamasi dan dapat bertindak
baik sebagai proinflamasi dan agen anti-inflamasi. Sitokin
proinflamasi up-mengatur diinduksi sintase NO. Mekanisme ini dapat
diaktifkan pada sepsis dan infeksi lokal. Sebaliknya, penurunan NO
sintesis dalam endotel dapat menyebabkan kontraksi sel endotel,
peningkatan kebocoran protein pembuluh darah dan peradangan (Altaf
et al, 2002).
Dengan adanya NO (Nitric Oxide) akan mengaktifkan dan
meningkatkan kerja siklik-GMP (cGMP) kemudian cGMP akan
mengaktivasi protein kinase C (PKC) yang selanjutnya akan
mempengaruhi sistem transport pada dinding sel (transmembrane-
transporter) untuk mensekresi Cl-. Jalur lain cGMP juga
meningkatkan siklik-AMP (cAMP) melalui proses yang sama dengan
diatas akan menyebabkan diare sekresi (Wapnir, 2000).
Zinc dimana kita ketahui berperan sebagai pembersih
(scavenger) terhadap NO sehingga dapat menghalangi proses
terjadinya diare sekresi seperti pada gambar berikut:
Gambar 1.2 Rangkaian reaksi biokimia akibat produksi NO dan sekresi
traktus intestinal (Wapnir, 2000).
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 15/18
18
Enzim antioksidan merupakan pertahanan pertama bagi tubuh
dalam melawan radikal bebas dan bentuk sistem antioksidan yang
paling penting dalam tubuh. Enzim antioksidan secara normal
dihasilkan oleh sel-sel tubuh dan menjaga meminimalkan kerusakan
sel yang tidak perlu. Radikal bebas yang umum diketahui yaitu
Superoxide yang merupakan molekul oksigen yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan. Enzim antioksidan yang berperan
dalam mengontrol radikal bebas Superoxide disebut Superoxide
Dismutase (SOD) (Prasad, 2009).
Secara fisiologis tubuh menghasilkan senyawa radikal bebas
melalui proses fosforilasi. Proses fosforilasi dalam mitokondria
menyebabkan 1 molekul O2 tereduksi oleh 4 elektron bersama-sama
dengan ion H+ membentuk 2 molekul H2O. Jika jumlah elektron yang
mereduksi O2 kurang dari 4, proses fosforilasi berlangsung tidak
sempurna sehingga akan terbentuk senyawa radikal bebas. Selama
proses fosforilasi oksidatif tadi, O2 akan tereduksi menjadi H2O
dengan penambahan 4 elektron, sehingga terbentuk radikal anion
superoksida yang kemudian diubah menjadi hidrogen peroksida
(H2O2) oleh enzim SOD (Murray et al ,2009).
SOD merupakan metaloenzim, dimana aktivitasnya tergantung
adanya kofaktor logam Cu, Zn dan Mn. Defisiensi seng menurunkan
produksi dan aktivitas enzim SOD dan selanjutnya meningkatkan
aktivitas radikal bebas sehingga terjadi peroksidasi lemak yang
berlebihan. Dampak radikal bebas pada mukosa usus adalah terjadinya
atrofi mukosa melalui proses apoptosis sel mukosa usus. Atropi
mukosa usus akibat defisiensi seng dapat terjadi karena menurunnya
produksi dan aktivitas enzim SOD pada sel mukosa usus sehingga
aktivitas radikal bebas meningkat dan dapat menyebabkan fragmentasi
DNA serta dapat memicu terjadinya apoptosis sel tersebut. Apoptosis
sel menyebabkan atropi vili usus (karuniawati, 2010).
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 16/18
19
Aktivitas radikal bebas dapat pula menyebabkan reaksi
inflamasi pada mukosa usus yang memicu peningkatan TNF-α oleh
sel imun kompeten. TNF-α yang tinggi akan merusak tight junction
pada sel enterosit mukosa usus. Atropi vili usus dapat pula terpicu
oleh berkurangnya IGF-1 (insulin like growth factor -1) dan GH
(growth hormon) sebagai akibat defisiensi seng dan protein. Akibat
kumulatif atropi usus dan rusaknya tight junction menyebabkan
permeabilitas membran meningkat dan berakibat terganggunya
absorbsi pada usus dan timbul diare (karuniawati, 2010).
Efek suplementasi seng memperbaiki diare dapat dijelaskan
melalui efek seng yang menghambat pembentukan radikal bebas
dengan cara peningkatan pembentukan SOD yang merupakan enzim
antioksidan utama yang meredam anion superoksida sehingga
menghambat proses apoptosis di sel epitel mukosa usus. Seng juga
meningkatkan pembentukan enzim ADP ribosil, DNA dan RNA
polimerase yang berperan dalam proses perbaikan dan regenerasi sel
sehingga menghentikan proses apoptosis (karuniawati, 2010).
Seng mempengaruhi regenerasi dan fungsi vili usus, sehingga
akan berpengaruh terhadap pembentukan enzim disakaridase seperti
laktase, sukrose, dan maltase. Oleh karena itu seng dapat
mempengaruhi perjalanan diare osmotik yang sebagian besar
disebabkan oleh malabsorpsi dan maldigesti (karuniawati, 2010).
3. Lama Rawat Inap
Lama hari rawat ditentukan berdasarkan lama hari mulai pasien
masuk sampai dengan keluar rumah sakit. Lama hari rawat digolongkan
menjadi, hari rawat kurang dari 5 hari dan lebih/sama dengan 5 hari.
Batasan tersebut ditentukan atas dasar rata-rata lama hari rawat inap yang
dihubungkan dengan batasan jangka waktu diare akut yaitu kurang dari 7
hari. Rata-rata onset diare adalah 1,76 hari atau 2 hari (Primayani, 2009).
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 17/18
20
B. Kerangka konsep
Diare
Diare Sekretorik
Keadaan epitel, vili
dan mukosa usus
Radikal bebas Sistem Imunitas
Kadar SOD
(Superoxide Dismutase)
Jumlah Makrofag
Jumlah neutrofil
Perkembangan
Limfosit T dan B
jumalahNatural killer
Jumlah sitokin
TNF(Tumor Nekrosis
Faktor)- α
Diare membaik:
>>Konsistensi feses
<<Frekuensi BAB
>>Kenaikan BB
Regenerasi epitel usus
Perbaikan vili usus
Clearance nukosa ususdari toxin
Lama rawat inap cepat
Kadar NO
(nitrite Oxide
Sehat
Suplementasi
Zinc
Seng dalam
tubuh
Diare Sekretorik
5/17/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 18/18
21
C. Hipotesis
Ada hubungan pemberian Hubungan Pemberian Zinc (Zn) pada Anak Diare
dengan Lama Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.