18
 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Diare a. Pengertian Menurut Harries (1995), Diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus (to flow through). Diare adalah frekuensi pengeluaran dan kekentalan feses yang tidak normal (Dorland, 2002) dimana seseorang buang air besar, dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah dengan konsistensi lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011). Untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Sazawal,2007). Sedangka n menurut Juffrie (2009), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja. b. Etiologi 1) Faktor infeksi, menurut beberapa penelitian menunjukan bawah faktor dominan penyebab diare beras al dari infeksi (Szajewska, 2007).

BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 1/18

 

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A.  Tinjauan Pustaka

1.  Diare

a.  Pengertian

Menurut Harries (1995), Diare (diarrheal disease) berasal dari

kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus (to flow

through). Diare adalah frekuensi pengeluaran dan kekentalan feses

yang tidak normal (Dorland, 2002) dimana seseorang buang air besar,

dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah

dengan konsistensi lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dan

frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu

hari (Depkes RI, 2011).

Untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai

pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran

tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Sazawal,2007).

Sedangkan menurut Juffrie (2009), diare adalah keluarnya tinja

air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15

g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya

sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut

diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk 

volume tinja.

b. Etiologi

1)  Faktor infeksi, menurut beberapa penelitian menunjukan bawah

faktor dominan penyebab diare berasal dari infeksi (Szajewska,

2007).

Page 2: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 2/18

 

5

a)  Infeksi enteral yaitu infeksi yang berasal dari saluran

pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada

anak.

  Infeksi bakteri: Vibrio sp, E. Coli, Salmonella sp,

shigella sp, Campylobacter sp, Yersinia sp, Aeromonas

sp dan sebagainya.

  Infeksi virus: enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astenovirus, dan

lain-lain.

  Infeksi parasit: Cacing ( Ascaris, Trichiuris, Oxyrus,

Strongyloides), Protozoa ( Entamoeba histolytica,

Giradia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida

albicans).

b)  Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat

pencernaan, seperti otitis media akut (OMA),

tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan

sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak 

berumur di bawah 2 tahun.

2)  Faktor malabsorbsi

a)  Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,

maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting

dan tersering adalah intoleransi laktosa.

b)  Malabsorbsi lemak 

c)  Malabsobsi protein

3)  Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap

makanan.

4)  Faktor psikologis: rasa takut dan cemas.

5)  Beberapa jenis peradangan dalam sistem pencernaan juga dapat

menimbulkan diare seperti:

a)  Sindrom radang usus (Irritable bowel syndrome). 

Page 3: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 3/18

 

6

b)  Penyakit radang usus ( Inflamatory bowel disease) meliputi

Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. (Hassan dan Alatas,

2007 ; Schwartz, 2005)

c.  Faktor risiko penyebab diare:

1)  Penggunaan sumber air yang sudah tercemar mikroba dan tidak 

memasaknya sampai mendidih.

2)  Bayi/balita bermain di tempat kotor atau bermain mainan yang

kotor, kemudian menghisap jari tangannya atau memasukkan

mainan yang kotor kemulutnya.

3)  Pencucian alat-alat makan dan minum (piring dan

sendok) memakai air yang tidak bersih; botol susu tidak 

direbus/diseduh sebelum dipakai.

4)  Orang yang menyiapkan makanan anak tidak mencuci tangan

dengan air bersih dan sabun (terutama setelah buang air besar).

5)  Makanan seafood. 

6)  Orang mengkonsumsi produk susu yang sebelumnya tidak 

dipasteurisasi.

7)  Orang yang suka makan makanan mentah, seperti sayur mentah.

8)  Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko

infeksi HIV dan  Acuquired Immune Deficiency Syndrome 

(AIDS), sindrom usus homoseksual (Gay Bowel Syndrome)

(Anonim, 2011 ; Anand, 2007 ; Simadibrata, 2006).

d. Jenis-jenis diare menurut durasinya:

1)  Diare Akut: Adalah diare yang terjadi secara tiba-tiba dan

berlangsung selama kurang dari 14 hari. Diare akut terdiri dari:

2)  diare persistent: jika durasinya antara 2-4 minggu dimana diikuti

kehilangan berat badan secara signifikan dan masalah nutrisi.

Page 4: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 4/18

 

7

3)  diare kronis: didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi

dan kandungan air pada tinja yang berlangsung selama jika durasi

lebih dari 4 minggu (Eppy, 2009 ; Zein, 2004).

e.  Imunitas pada saluran cerna

Dua per tiga seluruh sistem imun pada manusia terdapat pada

saluran cerna. Respon imunitas saluran cerna terdiri dari dua

komponen yaitu respon imun natural/non spesifik dan respon imun

didapat/spesifik. Mulai dari rongga mulut dimana terdapat enzim

lisozim yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Selanjutnya di

lambung terdapat asam lambung yang mengandung HCl dan pepsin

mengurangi jumlah mikroba dan di usus kecil yang memiliki enzim

proteolitik yang dapat menurunkan mengeliminasi jumlah mikroba.

Epitel saluran cerna juga mensekresi mukus untuk menjaga dan

menangkap mikroba yang berusaha masuk ke sirkulasi tubuh melalui

usus. Lapisan mukosa ini selalu dalam proses pembaharuan (renewal).

Dan dibilang lebih cepat dibandingkan pada jaringan tubuuh lainya.

Yaitu pergantian epitel usus terjadi setiap 3 sampai 6 hari

(Baratawidjaja, 2009 ; Goulet, 2004).

Sistem limfatik sendiri terdiri dari Organ limfatik primer dan

sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas sumsum tulang dan timus.

Sedangkan organ limfoid sekunder terdapat di limpa, kelenjar getah

bening, Skin-Associated Lymphoid Tissue (SALT) dan  Mucosa

 Associated Lymphoid Tissue (MALT) (Guyton,2007).

MALT sendiri pada sistem pencernaan yaitu : Respons imun

oral, Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), Microfold cell atau sel

M yang berperan sebagai presentasi antigen dari lumen ke folikel

limfoid setempat. Dan yang terakhir yaitu plak Peyer ( Peyer’s

 patches) yang merupakan folikel limfoid di mukosa

gastrointestinal,yaitu pada yeyenum dan ileum. Plak peyer ( Peyer’s

Page 5: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 5/18

 

8

 patches) merupakan tempat sel B prekursor yang mengalihkan

produksi IgA (Baratawidjaja, 2009, Guyton 2007).

f.  Patogenesis diare

Pada dasarnya diare akut terdiri dari 2 jenis, yaitu diare sekretorik 

dan diare osmotik.

1)  Diare  sekretorik: disebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam

usus halus. Hal ini terjadi bila absobsi natrium oleh vili gagal

sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus menerus

atau meningkat yang dirangsang oleh bahan tertentu (misal oleh

toksin). Hasil sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air

dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Yang merangsang

kripte untuk melakukan sekresi aktif Cl- dan menghambat absobsi

Na+, Cl-, dan HCO3- yang dirangsang oleh siklik AMP, siklik 

GMP dan Ca2+.

2)  Diare osmotik: disebabkan oleh oleh meningkatnya osmolaritas

intra luminal, misalnya absobsi larutan dalam lumen kolon yang

buruk. Sebagai contoh adalah rotavirus yang menggangu

pemecahan karbohidrat golongan disakarida karena kerusakan

mikrovili. Adanya karbohidrat yang tidak dapat diabsobsi, setelah

mencapai usus besar akan difermentasikan bakteri menjadi asam

organik sehingga menyebabkan suasana menjadi hipoosmolar

yang mengakibatkan sekresi air ke dalam lumen usus (Santoso,

2007).

g.  Peran Mukosa pada Gastro Intestine Track terhadap diare

Menurut Eroschenko (2003), Lapisan usus halus (intestinum

tenue) terdiri dari (dalam ke luar): stratum serosa, stratum muskularis,

stratum sub mucosa, dan stratum mucosa, dan di mucosa tersebut

terdapat bangunan penting, seperti sel epitel, sel goblet, vili dan

lainnya. Antigen yang lolos masuk ke dalam akan sampai ke sel-sel

Page 6: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 6/18

 

9

epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-

sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel

enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang

belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini

menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan mengalami

pemendekan vili-vili usus dan tidak dapat menyerap cairan dan

makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di

usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini

menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan

menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan

yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan

terjadilah diare (Kliegman, 2007).

3)  Manifestasi klinis

Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan

mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian

timbul diare, Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/atau

lendir, warna tinja berubah menjadi kehijauan karena tercampur

empedu. Karena sering defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja

makin lama makin asam akibat banyak asasm laktat yang terjadi dari

pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsobsi oleh usus (Suraatmaja,

2007).

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila

penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala

dehidrasi. Berat badan menurun, pada bayi ubun-ubun bisa cekung,

tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir

terlihat kering (Suraatmaja, 2007).

Page 7: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 7/18

 

10

4)  Diagnosis 

1) Anamnesis

Disini, anamnesis penting untuk menentukan apakah diare

tersebut merupakan diare akut atau kronis dan beberapa informasi

penting yang ditanyakan (Matondang, 2003). Kepada penderita

atau kelurganya perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan

penyakit antara lain:

a)  Lama sakit diare (sudah berapa jam/hari?)

b)  Frekuensinya dan adanya tenesmus atau tidak (berapa kali

sehari?)

c)  Banyaknya/volumenya (berapa banyak setiap defekasi)

d)  Warnanya (biasa, kuning berlendir, berdarah, hitam, hijau, atau

seperti cucian beras, dsb)

e)  Baunya (amis, asam, busuk)

f)  Buang air kecil (banyaknya, warnanya kapan terakhir kencing,

dsb)

g)  Ada tidaknya batuk, panas, pilek dan kejang sebelumnya,

selama dan setelah diare, dsb)

h)  Jenis, bentuk dan banyaknya makanan dan minuman yang

diberikan sebelum, selama dan sesudah diare)

i)  Penderita diare disekitar rumah

 j)  Berat badan sebelum sakit (bila diketahui) (Suraatmaja, 2009)

2) Pemeriksaan fisik 

Lebih berguna untuk menentukan keparahan diare dari pada

menemukan penyebabnya. Keparahannya dapat dilihat pada derajat

dehidrasi, karena telah dijelaskan diatas, adanya pengeluaran cairan

tubuh secara lebih. Pengukurannya dapat dilihat dengan Skor

Maurice king:

Page 8: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 8/18

 

11

Bagian tubuh Nilai untuk gejala

yang ditemukanYang diperiksa 0 1 2

Keadaaan umum

Kekenyalan kulit

Mata

Ubun-ubun besar

Mulut

Denyut nadi / 

menit

Sehat

Normal

Normal

Normal

Normal

Kuat >120

Gelisah, cengeng,

apatis , ngantuk 

Sedikit cekung

Sedikit cekung

Sedikit cekung

Kering

Sedang (120-140)

Mengigau, koma

atau syok 

Sangat kurang

Sangat kurang

Sangat kurang

Kering & Sianosis

Lebih dari 140

Tabel. 1.1 Pengukuran Derajat Dehidrasi

Catatan:

  Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit “dicubit” selama 30-

60 detik, kemudian dilepas.

Jika Kulit kembali normal dalam waktu:

*2 - 5 detik : turgor agar kuramg (dehidrasi ringan)

*5 - 10 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)

* >10 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

  Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat

ditentukan derajat dehidrasinya: *Skor 0-2 : dehidrasi ringan

*Skor 3-6 : dehidrasi sedang

*Skor >7 : dehidrasi berat (Pusponegoro, 2004 ; Suraatmaja,

2009).

Status volume dapat dicari dengan dengan mencari

perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi. Demam dan tanda

lain toksisitas perlu dicari dan dicatat. Pemeriksaan fisik abdomen

dengan melihat dan meraba distensi usus, nyeri terlokalisir atau

merata, pembesaran hati atau massa, dan mendengarkan bising

usus. Perubahan kulit dapat dilihat pada mastositosis (urtikaria

Page 9: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 9/18

 

12

pigmentosa), amiloidosis berupa papula berminyak dan purpura

pinch. Tanda limfadenopati menandakan AIDS atau limfoma.

Tanda-tanda arthritis mungkin dijumpai pada inflammatory bowel

disease. Pemeriksaan rektum dapat memperjelas adanya

inkontinensia feses (Pusponegoro, 2004 ; Suraatmaja, 2007).

3) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan

diagnosis kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat

yang tepat pula. Dalam praktek sehari-hari, pemereksaan

laboratorium lengkap hanya dikerjakan jika diare tidak sembuh

dalam 5-7 hari (Mansjoer, 2000).Pemeriksaan tinja meliputi:

a) Pemereksaan tinja

  Makroskopik dan mikroskopik 

  Biakan kuman

  Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika  pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa

b)  Pemeriksaan darah

  Darah lengkap

  Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)

  Kadar ureum (untuk mengetahui adanya gangguan faal

ginjal)

c)  Intubasi duodenum: pada diare kronuk untuk mencari kuman

penyebab (Suraatmaja, 2007).

5) Tatalaksana 

1) Pengobatan cairan

a)  Jenis cairan:

  Peroral: cairan rumah tangga, oralit

  Parenteral: ringer laktat, ringer asetat, larutan normal salin

Page 10: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 10/18

 

13

b)  Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi

 Tanpa dehidrasi: cairan rumah tangga dan ASI deberikansemaunya, oralit diberikan sesuai usia, dengan dosis:

-  < 1 tahun: 50-100 cc

-  1-5 tahun: 100-200 cc

-  > 5 tahun: semaunya

  Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang) : rehidrasi dengan

oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam pertama.

  Dehidrasi berat: rehidrasi parenteral dengan cairan ringer

laktat atau ringer asetat 100cc/kgBB (Pusponegoro, 2004).

2)  Pengobatan dietik 

Sebagian pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietik,

dipakai singkatan O-B-E-S-E, Sebagai singkatan Oralit, Breast

Feeding, Early Feeding Simultaneously with Education

(Suraatmaja, 2007).

3)  Pengobatan kausal:

Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah

kita mengetahui penyebab secara pasti. Agar nantinya tidak terjadi

resistensi obat. Seperti Antibiotik, Anti viral, Anti Amuba dan

sebagainya (Suraatmaja, 2007).

4)  Pemberian suplementasi zinc

Dosis pemberian:

- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari

- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari. (Depkes, 2011)

5)  Pengobatan simtomatik 

a)  Antipiretika: aspirin, asetosal

b)  Antiemetik: klorpromazin (Suraatmaja, 2007).

2.  Zinc

a.  Pengertian

Page 11: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 11/18

 

14

Zinc adalah metaloenzim dan bekerja sebagai koenzim pada

berbagai sistem enzim. lebih dari 80 enzim dan protein yang

mengandung zinc telah ditemukan. tubuh mengandung 1-2 g zinc.

Tulang, gigi, rambut, kulit dan testis mengandung banyak zinc. Dalam

darah zinc terdapat di dalam plasma terikat pada albumin dan

globulin. Sumber utama zinc terdapat pada makanan bersumber dari

hewan. The International Zinc Consulative Group (IZiNCG) merevisi

recommended dietary allowances (RDA) pada tahun 2004 sebagai

berukut:

Tabel. 1.2 Rekomendasi kebutuhan seng menurut usia

Kelompok RDA seng

Bayi

Anak usia 1-3 tahun

Anak 4-8 tahun

Perempuan yang tidak hamil

Perempuan yang hamil dan menyusui

Laki-laki

4-5 mg

3 mg

4-5 mg

8-9 mg

9-13 mg

13-19 mg

Defisiensi zinc dapat menyebabkan: dermatosis,

hypogonadisme, oligospermia, gangguan imunitas, rambut rontok,

nafsu makan berkurang (Supariasa et al, 2002).

Zinc atau seng merupakan mineral yang mempunyai potensi

meningkatkan status imunologi, dan beberapa studi yang ada

menunjukkan zinc bermanfaat mencegah dan memperpendek waktu

diare. Efek zinc sebagai imunomodulator ini diperkirakan bermanfaat

untuk membantu mempercepat penyembuhan infeksi maupun

mencegah kekambuhan; zinc akan membantu meningkatkan daya

tahan tubuh melalui kaskade atau langkah-langkah peningkatan

imunitas yang diawali dengan mobilisasi dan sekuestrasi zinc pada

 jaringan kaya atau banyak mengandung zinc-metallothionein, yang

selanjutnya akan mempercepat upregulasi sintesis protein sebagai

Page 12: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 12/18

 

15

bahan untuk imun spesifik, serta aktivasi makrofag, limfosit, dan sel

NK. Dalam hubungan dengan diare, peranan zin dapat merupakan

pengaruh langsung pada sistem gastrointestinal dan melalui

peranannya dalam sistem imunitas (Anonim, 2010).

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam

tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide

Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan

mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam

epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan

fungsi selama kejadian diare karena zinc dibutuhkan untuk sintesis

DNA dan transkripsi RNA, pembelahan sel dan aktivasi sel.

Apoptosis (kematian sel terprogram) yang diperkuat oleh defisiensi

seng. (Kemkes, 2011; Prasad,2009).

b.  Peran Zinc dalam ko-faktor enzim

Seperti penjelasan sebelumnya zinc mempengaruhi aktivitas

berbagai enzim yang berhubungan dengan regulasi, kalalitik, dan

struktural, seperti DNA polimerase, DNA dependent  RNA

polimerase, aminoacil tranferase RNA sintese, timidin kinase, dan

terminal  deoksiribonukleotidil tranferase. Replikasi DNA sangat

berperan terhadap regenerasi epitel. Sehingga peran seng sangat

menonjol pada organ yang mengalami regenerasi epitel dengan cepat

seperti pada mukosa usus. Seng juga  mempengaruhi integritas sel,

baik struktur maupun fungsinya, maka akan berpengaruh terhadap

lamanya diare (Karuniawati, 2010).

c.  Zinc dalam imunitas

Zinc mempengaruhi berbagai aspek dari sistem kekebalan

tubuh. Zinc sangat penting untuk perkembangan dan fungsi kekebalan

sel-mediasi bawaan, neutrofil, dan natural killer . Makrofag dan

produksi sitokin semua dipengaruhi oleh defisiensi zinc. Pertumbuhan

Page 13: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 13/18

 

16

dan fungsi T dan sel B juga terkena dampak negatif akibat kekurangan

zinc.

Gambar 1.1 Mekanisme zinc dalam memodulasi sel T dan sel B.

Defisiensi zinc mempengaruhi timulin di timus sebagai

kofaktor dan berada di dalam plasma.Sel T dihasilkan dalam timus,

dimana fungsi sel T digunakan untuk memanggil leukosit ke tempat

terjadinya infeksi, sebagai contoh kemotaksis sel-sel polimorfonuklear

dan mendorong adesi sel-sel meilomonositik. Dengan aktivasi sel T

helper 2 akan memicu sitokin untuk melakukan proliferasi sel B untuk 

menjadi TNF-α dan antibodi, antibodi yang diproduksi berupa

imunoglobulin , seperti IgA yang terdapat pada interstitium, saliva,

lapisan mukosa dan saluran pencernaan untuk mencegah infeksi oleh

antigen (Prasad, 2009) Zinc menstabilkan struktur membran dan

memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan

oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta

aktivitas antioksidan. Zinc melindungi membran dari efek agen

Page 14: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 14/18

 

17

infeksius dan dari peroksidasi lemak dengan meningkatkan

pembentukan immunoglobulin A sekretori (Wapnir, 2000).

d. Reaksi zinc dalam antioksidan

NO (Nitric Oxide) memodulasi inflamasi dan dapat bertindak 

baik sebagai proinflamasi dan agen anti-inflamasi. Sitokin

proinflamasi up-mengatur diinduksi sintase NO. Mekanisme ini dapat

diaktifkan pada sepsis dan infeksi lokal. Sebaliknya, penurunan NO

sintesis dalam endotel dapat menyebabkan kontraksi sel endotel,

peningkatan kebocoran protein pembuluh darah dan peradangan (Altaf 

et al, 2002).

Dengan adanya NO (Nitric Oxide) akan mengaktifkan dan

meningkatkan kerja siklik-GMP (cGMP) kemudian cGMP akan

mengaktivasi protein kinase C (PKC) yang selanjutnya akan

mempengaruhi sistem transport pada dinding sel (transmembrane-

transporter) untuk mensekresi Cl-. Jalur lain cGMP juga

meningkatkan siklik-AMP (cAMP) melalui proses yang sama dengan

diatas akan menyebabkan diare sekresi (Wapnir, 2000).

Zinc dimana kita ketahui berperan sebagai pembersih

(scavenger) terhadap NO sehingga dapat menghalangi proses

terjadinya diare sekresi seperti pada gambar berikut:

Gambar 1.2 Rangkaian reaksi biokimia akibat produksi NO dan sekresi

traktus intestinal (Wapnir, 2000).

Page 15: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 15/18

 

18

Enzim antioksidan merupakan pertahanan pertama bagi tubuh

dalam melawan radikal bebas dan bentuk sistem antioksidan yang

paling penting dalam tubuh. Enzim antioksidan secara normal

dihasilkan oleh sel-sel tubuh dan menjaga meminimalkan kerusakan

sel yang tidak perlu. Radikal bebas yang umum diketahui yaitu

Superoxide yang merupakan molekul oksigen yang mempunyai

elektron yang tidak berpasangan. Enzim antioksidan yang berperan

dalam mengontrol radikal bebas Superoxide disebut Superoxide

Dismutase (SOD) (Prasad, 2009).

Secara fisiologis tubuh menghasilkan senyawa radikal bebas

melalui proses fosforilasi. Proses fosforilasi dalam mitokondria

menyebabkan 1 molekul O2 tereduksi oleh 4 elektron bersama-sama

dengan ion H+ membentuk 2 molekul H2O. Jika jumlah elektron yang

mereduksi O2 kurang dari 4, proses fosforilasi berlangsung tidak 

sempurna sehingga akan terbentuk senyawa radikal bebas. Selama

proses fosforilasi oksidatif tadi, O2 akan tereduksi menjadi H2O

dengan penambahan 4 elektron, sehingga terbentuk radikal anion

superoksida yang kemudian diubah menjadi hidrogen peroksida

(H2O2) oleh enzim SOD (Murray et al ,2009).

SOD merupakan metaloenzim, dimana aktivitasnya tergantung

adanya kofaktor logam Cu, Zn dan Mn. Defisiensi seng menurunkan

produksi dan aktivitas enzim SOD dan selanjutnya meningkatkan

aktivitas radikal bebas sehingga terjadi peroksidasi lemak yang

berlebihan. Dampak radikal bebas pada mukosa usus adalah terjadinya

atrofi mukosa melalui proses apoptosis sel mukosa usus. Atropi

mukosa usus akibat defisiensi seng dapat terjadi karena menurunnya

produksi dan aktivitas enzim SOD pada sel mukosa usus sehingga

aktivitas radikal bebas meningkat dan dapat menyebabkan fragmentasi

DNA serta dapat memicu terjadinya apoptosis sel tersebut. Apoptosis

sel menyebabkan atropi vili usus (karuniawati, 2010).

Page 16: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 16/18

 

19

Aktivitas radikal bebas dapat pula menyebabkan reaksi

inflamasi pada mukosa usus yang memicu peningkatan TNF-α oleh

sel imun kompeten. TNF-α yang tinggi akan merusak  tight junction

pada sel enterosit mukosa usus. Atropi vili usus dapat pula terpicu

oleh berkurangnya IGF-1 (insulin like growth factor -1) dan GH

(growth hormon) sebagai akibat defisiensi seng dan protein. Akibat

kumulatif atropi usus dan rusaknya tight junction menyebabkan

permeabilitas membran meningkat dan berakibat terganggunya

absorbsi pada usus dan timbul diare (karuniawati, 2010).

Efek suplementasi seng memperbaiki diare dapat dijelaskan

melalui efek seng yang menghambat pembentukan radikal bebas

dengan cara peningkatan pembentukan SOD yang merupakan enzim

antioksidan utama yang meredam anion superoksida sehingga

menghambat proses apoptosis di sel epitel mukosa usus. Seng juga

meningkatkan pembentukan enzim ADP ribosil, DNA dan RNA

polimerase yang berperan dalam proses perbaikan dan regenerasi sel

sehingga menghentikan proses apoptosis (karuniawati, 2010).

Seng mempengaruhi regenerasi dan fungsi vili usus, sehingga

akan berpengaruh terhadap pembentukan enzim disakaridase seperti

laktase, sukrose, dan maltase. Oleh karena itu seng dapat

mempengaruhi perjalanan diare osmotik yang sebagian besar

disebabkan oleh malabsorpsi dan maldigesti (karuniawati, 2010).

3.  Lama Rawat Inap

Lama hari rawat ditentukan berdasarkan lama hari mulai pasien

masuk sampai dengan keluar rumah sakit. Lama hari rawat digolongkan

menjadi, hari rawat kurang dari 5 hari dan lebih/sama dengan 5 hari.

Batasan tersebut ditentukan atas dasar rata-rata lama hari rawat inap yang

dihubungkan dengan batasan jangka waktu diare akut yaitu kurang dari 7

hari. Rata-rata onset diare adalah 1,76 hari atau 2 hari (Primayani, 2009).

Page 17: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 17/18

 

20

B.  Kerangka konsep

Diare

Diare Sekretorik 

Keadaan epitel, vili

dan mukosa usus

Radikal bebas Sistem Imunitas

Kadar SOD

(Superoxide Dismutase)

Jumlah Makrofag

Jumlah neutrofil

Perkembangan

Limfosit T dan B

 jumalahNatural killer

Jumlah sitokin

TNF(Tumor Nekrosis

Faktor)- α 

Diare membaik:

>>Konsistensi feses

<<Frekuensi BAB

>>Kenaikan BB

Regenerasi epitel usus

Perbaikan vili usus

Clearance nukosa ususdari toxin

Lama rawat inap cepat

Kadar NO

(nitrite Oxide

Sehat

Suplementasi

Zinc

Seng dalam

tubuh

Diare Sekretorik 

Page 18: BAB II

5/17/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55b07a062efb9 18/18

 

21

C.  Hipotesis 

Ada hubungan pemberian Hubungan Pemberian Zinc (Zn) pada Anak Diare

dengan Lama Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.