Upload
mviw-novita
View
83
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Tetanus
a. Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang di sebabkan oleh eksotoksin
yang dapat larut (tetanospasmia) dari Clostridium tetani. (Depkes RI,
1993).
b. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal
dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater
dan otot-otot rangka. (W.B Saunders 1996).
c. Tetanus adalah gangguan neurologis yang di tandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme , yang di sebabkan oleh tetanospasmin,suatu toksin
protein yang kuat yang di hasilkan oleh Clostridium tetani. (McGrawHill
2005 : 840) .
d. Tetanus adalah (rahang terkunci / lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic
yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan oleh
Clostridium Tetani. (Ilmu Kesehatan Anak 2000 oleh Richard E.
Behrman, dkk, hal 1004).
Dari keempat pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Tetanus
adalah gangguan neurologis yang di tandai dengan meningkatnya tonus
otot dan spasme, yang di sebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin
protein yang kuat yang di hasilkan oleh Clostridium tetani dan di ikuti
dengan kekakuan otot seluruh badan.
2. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x
0,4-0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan
hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik.
Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan
saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65o C akan
hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat
hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus
sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan
epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal
biasanya kesadaran tetap baik . Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus
oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula
timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada
anak). Kkadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium
akhir. Br J Anaesth (2001) mengemukakan bahwa pada umumnya etiologi
Tetanus di bagi menjadi :
a. Tetanus Generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umun dari
tetanus, yang di tandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme
generalisata. Masa inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan
lebih singkat pada tetanus berat,median onset setelah trauma adalah 7
hari ; 15 % kasus terjadi dalam 3 hari dan 10 % kasus terjadi setelah 14
hari.
Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat
disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk
membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot
masseter menyebabkan trismus atau “rahang terkunci“. Spasme secara
progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah
yang khas, ‘‘risus sardonicus” dan meluas ke otot-otot untuk menelan
yang menyebabkan disfagia. Spasme ini di picu oleh stimulus internal dan
eksternal dapat berlangsung selama beberapa menit dan di rasakan nyeri.
Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh
menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya
kelenturan dinding dada. Refleksi tendon dalam meningkat. Pasien dapat
demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran tidak
terpengaruh.
b. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan
biasanya fatal apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada
anak-anak yang di lahirkan dari ibu yang tidak di imunisasi secara
adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak
steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan
lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus.
Onset biasanya dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulit
menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas tetanus
neonatorum. Di antara neonatus yang terinfeksi, 90 % meninggal dan
retardasi mental terjadi pada yang bertahan hidup .
c. Tetanus Lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang di mana manisfestasi
klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan otot
dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat hubungan neuromuskuler .
Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan sampai berbulan-
bulan. Progresi ke tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian
secara umum prognosisnya baik.
d. Tetanus Sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang
terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga, masa inkubasinya 1-2
hari. Di jumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf cranial, yang
tersering adalah sarap ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat
terjadi mortalitasnya tinggi .
3. Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka
tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang
kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk
2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan
mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai
pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.
Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat
lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam
peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara
absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung
saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan
saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam
sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin
bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan
rata-rata 10 hari. ( BMJ 1999 ; 319 ; 1049 ).
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena
toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin di sebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous
System (ANS) dengan gejala ; berkeringat, hipertensi yang fluktuasi,
periodisiti takikhardia aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam
urin .
e. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychnine, di mana ia
mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan
neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. Timbulnya
kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga
terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif
terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferent tidak hanya
menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi
agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas.
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu ;
1) Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu
silindrik di bawa kekomu anterior susunan syaraf pusat .
2) Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi
darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. Toksin
tetanospamin menyebar dari syaraf perifer secara ascending bermigrasi
secara sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS. Penjalaran
terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru
berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah
(hematogen) dan jaringan atau sistem lymphatic. (Adams, 1997).
4. Tanda Dan Gejala
Ada tiga bentuk tetanus yang di kenal secara klinis , yaitu ;
a. Localited tetanus (Tetanus local)
b. Cephalic Tetanus
c. Generalized tetanus (Tetanus umum) (Behrrnan.E.Richard,1996).
Karakteristik dari tetanus ;
a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5-7
hari
b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang
d. Biasanya di dahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)
karena spasme otot masetter.
e. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)
f. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan keras.
g. Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan ; eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi
afiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collurnna
vertebralis (pada anak).
5. Pencegahan
a. Mencegah terjadinya luka
b. Perawatan luka yang adekuat
c. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka
yaitu untuk memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah
terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus
gejalanya ringan. Umunnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan
didahului oleh uji kulit atau mata.
d. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat
imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS,
kemudian di ulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.
e. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat
(dosis 50.000 U / kgbb / hari) .
f. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk
kekebalan secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama
vaksinasi terhadap pertusis dan difteri, di mulai pada umur 3 bulan.
Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5
tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid
difteri (tanpa vaksin pertusis).
Bila terjadi luka berat pada seorang anak yang telah mendapat imunisasi
atau toksoid tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib di berikan
pencegahan dengan suntikan sekaligus antitoksin dan toksoid pada kedua
ekstermitas (berlainan suntikannya).
6. Komplikasi
a. Pada saluran Pernafasan
Oleh karena spsme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan
seringnya kejang menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi
saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman
sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh
sekret. Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat
dilakukannya trakeostomi.
b. Pada kardiovaskuler
Kompikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa
takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
c. Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bias terjadi perdarahan
dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat
kejang yang terus-menerus terutama pada anak dan orang dewasa.
Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans
sirkumskripta.
d. Komplikasi yang lain :
- Laserasi lidah akibat kejang
- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar
luas dan mengganggu pusat pengatur suhu .
Komplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya, seperti
laringospasme atau sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi
yang mengarah pada koma, aspirasi atau apnea au konsekuensi dari perawatan
intensif, seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator. Penyebab kematian
penderita tetanus akibat komplikasi yaitu : Bronkopneumonia, cardiac arrest,
septikemia, pneumotoraks.
7. Penatalaksanaan Medis Secara Umum
a. Umum.
Pasien hendak nya di tempatkan di ruangan yang tenang di ICU, dimana
observasi dan pemantauan kardiopulmoner dapat di lakukan secara terus-
menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi. Perlindungan terhadap jalan
nafas bersifat vital. Luka hendaknya di eksplorasi, di bersihkan secara
hati-hati dan di lakukan debridement secara menyeluruh.
Tujuan terapi ini berupa mengeleminasi kuman tetani, menetralirsirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan
pernafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat di perinci sebagai
berikut ;
1) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa;
membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan
H2O2, dalam hal ini penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan
1-2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotic. Sekitar luka di suntik
ATS .
2) Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan
dapat di berikan personde atau parenteral. Pemberian cairan secara iv
sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium
pum).
3) Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita.
4) Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
tracheostomy. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau
sungkup.
5) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Kejang harus segera di hentikan dengan pemberian valium/diazepam
bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus I . v . atau perecetal 10 mg untuk
anak-anak (maksimum 0,7 mg/kg BB).
b. Khusus
1) Antibiotika PP 50.000 – 100.000 IU/kg BB
2) Sera anti. Dapat di berikan ATS 5000 IU i.m atau TIGH (Tetanus
Immune Globulin Human) 500 – 3.000 IU . Pemberian sera anti harus
di sertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT) .
3) Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan
terbuka (debridement ).
B. Karakteristik Anak usia Pra Sekolah
Tahap-tahap perkembangan balita dapat didefinisikan sebagai tahap
perkembangan fisik dan mental balita dalam berhubungan dengan lembaga-
lembaga sosial, adat istiadat, dan hukum yang membentuk masyarakat. Makna
lain dari tahapan perkembangan balita adalah periode anak usia dini dari lahir
sampai usia delapan tahun, namun di Amerika Serikat perkembangan balita
dianggap hanya sampai di usia 5 tahun. Karena selepas usia 5 tahun anak akan
memasuki lingkungan sekolah yang lebih formal.
Ada tiga tahap dalam perkembangan anak, yaitu: anak usia dini, masa
kanak-kanak menengah, dan remaja. Peranan orang tua sangat penting dalam
perkembangan anak ini. Pada setiap tahapan tentu berbeda-beda trik yang dapat
digunakan oleh orang tua.
Kali ini saya akan membahas tahap perkembangan balita usia 4-5 tahun . Usia 4-
5 tahun adalah usia dimana anak memasuki waktu pra sekolah.
1. Perkembangan Usia 4 tahun:
a. Perkembangan fisik bayi usia 4 tahun ditandai dengan kepala mulai
membesar, ketajaman penggunaan panca indra meningkat, kebutuhan
energi meningkat menjadi 1700 kalori perhari.
b. Perkembangan motorik anak usia 4 tahun ditandai dengan mulai dapat
berjalan di garis lurus, dapat berdiri dengan satu kaki, sudah mahir naik
tangga, dapat melompat setinggi 15cm, mampu melempar bola dengan
baik, sudah mampu menulis beberapa bentuk dan huruf, sudah bisa
memegang pensil dengan baik, dan dapat berjalan membentuk lingkaran.
c. Perkembangan kognitif pada anak usia 4 tahun dapat ditandai dengan
kemampuan untuk mengenali kata-kata dan suara yang serupa, sudah bisa
berhitung minimal sampai 20, memahami konsep ukuran, dapat
memahami urutan kejadian sehari-hari, dan sudah dapat menyusun puzzle.
d. Anak usia 4 tahun sudah mulai mahir dalam hal bahasa. Mereka sudah
bisa mengucapkan preposisi, posesif konsisten, membentuk kalimat
dengan struktur rumit, mulai mneggunakan keterangan waktu dalam
kalimatnya, paham intonasi kalimat sesuai konteksnya, dan sudah dapat
menyanyikan lagu dengan syair yang singkat.
e. Perkembangan sosial anak usia 4 tahun ditandai dengan: senang bermain
ke luar rumah, perasaan yang berubah-ubah, sudah mulai berteman, bisa
bekerjasama dan berpartisipasi dalam kelompok, sudah bisa menelpon,
dan mulai mengenal sahabat.
2. Perkembangan Usia 5 tahun;
a. Perkembangan fisik bayi lima tahun ditandai dengan ukuran kepala sudah
menyerupai kepala orang dewasa, gigi mulai bertukar, tubuh sudah
proporsional, dan membutuhkan energi sebanyak 1800 kalori per hari.
Motorik bayi lima tahun ditandai oleh: bisa berjalan ke belakang, sudah
bisa turun-naik tangga tanpa bantuan, sudah bisa jungkir balik, bisa
berjalan di balok keseimbangan, sudah hapal beberapa huruf, dan mulai
memanfaatkan tangannya untuk berbagai aktivitas.
b. Perkembangan kemampuan kognitif bayi lima tahun ditandai oleh bisa
membentuk bagun datar, memahami konsep bentuk dan ukuran, sudah
bisa menghitung sampai 50, paham bentuk angka, sudah bisa membaca
jarum jam, dan menunjukkan semangat belajar hal baru. Bayi lima tahun
sudah mulai bisa bercerita tentang kejadian yang dialami. Selain itu
mereka juga mulai bisa paham tentang lelucon, dan hapal nama orang-
orang terdekatnya.
c. Perkembangan sosial anak usia 5 tahun ditandai dengan: sudah bisa
bersahabat, menunjukkan partisipasinya dalam kelompok, kebutuhan akan
kepastian dan kenyamanan dari orang tua, suka menghibur orang lain, dan
ingin menorehkan prestasi.
1) Perkembangan Intelektual / Kognitif
Dalam keadaan normal, pada periode ini pemikiran anak berkembang
secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak
masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir
anak sudah berkembang kearah yang lebih konkrit, rasional dan objektif.
Daya ingat menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada
stadium belajar.
Menurut teori Piaget, pemikiran anak disebut pemikiran Operasional
konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktifitas mental yang di
fokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Dalam upaya
memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai
kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan sesungguhnya . Dalam masa ini anak telah mengembangkan 3
proses yang disebut dengan operasi-operasi , yaitu ;
a) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak
memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yang satu
dengan benda atau keadaan yang lain .
b) Hubungan timbal balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui
hubungan sebab akibat dalam suatu keadaan.
c) Identitas, yaitu anak sudah mengenal satu persatu deretan benda-
benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk
mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut di
tunjukan . Jadi , pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang
memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan , tanpa
ia sendiri bertindak secara nyata .
2) Perkembangan Kepribadian
Pada periode ini anak mencapai pertumbuhan intelektual yang cepat.
Dorongan primitif benar-benar dapat dikendalikan dengan berhasil dan
diekspresikan dengan cara sosial yang dapat diterima atau ditekan. Fantasi
mulai berkurang, anak ingin terlibat dalam tugas sesungguhnya yang dapat
diselesaikan sampai selesai. Ia ingin menjadi anggota suatu kelompok
besar yang terdiri dari teman sebayanya dan ini cenderung mengarah pada
kualitas kerjasama dan kepatuhan akan kehendak kelompok. Mengarah
pada periode ini ia cenderung untuk mempertanyakan nilai-nilai orang tua
jika terdapat perbedaan dengan nilai-nilai kelompok (Sacharin,1996 : 26).
Kepribadian anak usia 3-4 tahun dapat di contohkan sebagai berikut :
Senang berlari, melompat, dan memanjat.
Makan dan minum sendiri dengan rapi.
Dapat membawa cangkir dan minuman tanpa tumpah.
Dapat berpakaian dan melepas pakaiannya sendiri.
Tidak menyukai tidaur siang namun melakukan permainan yang
terarah dan tenang.
Membutuhkan persetujuan dari orang dewasa dan melakukan perintah
- perintah sederhana.
Sangat peka terhadap ungkapan tidak setuju.
Selalu ingin diikutsertakan.
Ingin tahu yang besar.
Mulai mampu berimajinasi dengan baik, dan cenderung memiliki
teman khayal, takut terhadap gelap.
Mampu bermain sendiri dengan baik, namun cenderung menjadi ribut
jika bermain bersama.
Mulai dapat memikul tanggung jawab, seperti merapikan mainan,
mematikan TV dan film yang ditontonnya.
Dekat dengan orang tua yang berbeda jenis kelamin.
Mulai melepaskan perasaan tidak enak dengan merengek dan
menangis, ekspresif.
Berjalan-jalan mengunjungi tetangga
Berjalan pada jari kaki
Menggambar garis silang
Menggambar orang hanya kepala dan badan
Mengenal 2 atau 3 warna
Mendengarkan cerita-cerita
3) Perkembangan Moral
Pada usia anak semakin dihadapkan pada hukum yang dipaparkan dari
luar. Aturan-aturan ditentukan oleh orang lain dan mereka cenderung suci
dan tidak berubah. Bagaimanapun aturan ini membatasi perilaku mereka
dalam suatu situasi tertentu tetapi tidak akan mengubah tingkah laku anak
dalam situasi lainnya karena ia tidak menyadari akan arti dari peranan,
hanya aplikasinya. Karena itu, aturan dilihat sebagai kekompakan
individu, untuk keperluan memelihara kerjasama dan pertukaran faham .
Aturan-aturan tidak ditawarkan tapi penting untuk suatu keperluan
(Sacharin, 1996 : 26).
Kemampuan sosialisasi yang berkembang membawa anak usia
prasekolah masuk ke dalam berbagai kelompok baru di luar rumah, yaitu
sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sebagai bagian dari kelompok, anak
prasekolah belajar mematuhi aturan kelompok dan menyadari
konsekuensinya bila tidak mengikuti aturan tersebut.
Anak usia prasekolah belajar perilaku moral lewat peniruan . Itulah
sebabnya, orang-orang dewasa harus menghindari melakukan hal-hal yang
buruk, semisal bicara kasar, memukul, mencela, dan lain-lainnya di depan
anak.
Sosialisasi juga membawa anak pada risiko konflik, terutama dengan
teman sebaya. Oleh karenanya, kemampuan memecahkan konflik
merupakan modal yang harus dimiliki anak. Semakin baik kemampuannya
dalam hal ini, maka kepribadiannya akan semakin stabil. Anak yang
pandai mengatasi konflik umumnya akan mudah pula mengatasi masalah
dalam hidupnya, entah di sekolah, di rumah, ataupun kelak di tempat
bekerja .
4) Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Perkembangan sosial
anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua
terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau
norma-norma kehidupan bermasyarakat.
Usia prasekolah memberi kesempatan luas kepada anak untuk
mengembangkan keterampilan sosialnya. Di usia inilah ia mulai melihat
dunia lain di luar dunia rumah bersama ayah-ibu. Kemampuan
bersosialisasi harus terus diasah. Sebab, seberapa jauh anak bisa meniti
kesuksesannya, amat ditentukan oleh banyaknya relasi yang sudah dijalin .
Banyaknya teman juga membuat anak tidak gampang stres karena ia bisa
lebih leluasa memutuskan kepada siapa akan curhat.
Ciri Sosial Ciri Anak Prasekolah atau TK :
a) Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi
sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat
menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman.
Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi
kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.
b) Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara
baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
c) Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang
lebih besar.
Parten (1932) dalam social participation among preschool
children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di
sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial:
a) Tingkah laku unoccupied. Anak tidak bermain dengan sesungguhnya.
Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya
tanpa melakukan kegiatan apapun.
b) Bermain soliter. Anak bermain sendiri dengan menggunakan alat
permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang berada
di dekatnya, mereka berusaha untuk tidak saling berbicara.
c) Tingkah laku onlooker anak menghasilkan tingkah laku dengan
mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan
anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama.
d) Bermain pararel. Anak-anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi
tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain, mereka
menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara
tidak saling bergantung.
e) Bermain asosiatif . Anak bermain dengan anak lain tanpa organisasi .
Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan
caranya sendiri-sendiri.
f) Bermain Kooperatif. Anak bermain dalam kelompok di mana ada
organisasi. Ada pemimpinannya, masing-masing anak melakukan
kegiatan bermain dalam kegiatan, misalnya main toko-tokoan, atau
perang-perangan.
Perubahan sosial utama pada usia ini, ketika mana hubungan beralih dari
hubungan anak sebaya lainnya. Untuk beberapa anak perubahan ini lebih
sulit dibandingkan dengan anak lainnya. Ia harus belajar bersaing dan
bekerja sama. Ia akan belajar menerima atau menolak standar perilaku
akan mengalihkan hubungan serta mengikuti kelompok atau gang.
5) Perubahan-Perubahan fisik
Penampilan maupun gerak gerik anak usia prasekolah mudah dibedakan
dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak prasekolah
umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap
tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah
anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang
cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat
cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak. Otot-otot besar pada
anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan.
Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan
kegiatan yang rumit, seperti mengikat tali sepatu. Anak masih sering
mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada
obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan
masih kurang sempurna. Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak
kepala yang melindungi otak masih lunak (soft).
6) Perkembangan Psikologis
Usia sekolah akhir yakni menjelang remaja, sangat membutuhkan keadaan
disenangi oleh teman sebaya. Selama waktu ini pengaruh orang tua
berkurang dan pengaruh dari kelompok sebaya akan sangat meningkat.
Juga terdapat perhatian yang besar terhadap seks yang berlawanan.
Adanya teman-teman akan memungkinkan terjadinya eksperimen dengan
identitas yang baru (Sacharin,1996 : 31).
C. Tinjauan Teoritis tentang Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus
1. Pengkajian
a. Dalam pengkajian data fokus klien dengan Tetanus ialah :
1). Riwayat penyakit, meliputi keluhan utama , riwayat penyakit sekarang,
dahulu dan keluarga serta keadaan sosial ekonomi
2). Pemeriksaan fisik
3). Monitor tanda – tanda vital dan deteksi dini atau hypovolemi
4). Monitor hasil laboratorium dan pantau urine setiap hari, adanyaa
protein
5). Pengkajian pengetahuan keluarga tentang kondisi dan pengobatan
b. Manisfestasi Klinis
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma .Kontaminasi luka dengan
tanah, kotoran binatang,atau lgam berkarat dapat menyebabkan tetanus.
Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren,
luka gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi
seftik, persalinan, injeksi intramuskular dan pembedahan. Trauma yang
menyebabkan tetanus dapat hanyalah trauma ringan, dan sampai 50%
kasus trauma terjadi di dalam gedung yang tidak di anggap serius untuk
mencari pertolongan medis. Pada 15-25% pasien, tidak terdapat bukti
adanya perlukaan baru.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas
terutama pada rahang
Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya
sekretsi atau produksi mucus
Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan
dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut
Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran
menelan, dan spasme otot faring.
Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas
tatanuslysin
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas
kejang
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan
perubahan status kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang
Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang
3. Intervensi dan Rasional
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya
sekretsi atau produksi mucus
Tujuan Kriteria Hasil Anak memperlihatkan kepatenan
jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih,tidak ada sekresi.
Jalan nafas bersih Tidak ada sekresi
Intervensi Rasional Kaji status pernafasan, frekwensi,
irama, setiap 2-4 jam
Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati dan pastikan bila ada penumpukan secret
Gunakan sudip lidah pada saat kejang
Miringkan ke samping untuk drainage
Observasi oksigen sesuai program
Pemberian sedative diazepam drip 10 amp (hari pertama dan setiap hari di kurangi 1 amp).
Perhatikan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
Takipnu,pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya secret
Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan obstruksi
Menghindari tergigitnya lidah dan member sokongan pernafasan jika di perlukan
Memudahkan dan meningkatkan aliran secret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
Mengurangi rangsangan kejang
Memaksimalkan fungsi pernapasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia
Sumber: (Doengoes: 245)
b. volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan Kriteria Hasil Anak tidak memperlihatkan
kekurangan velume cairan yang dengan criteria, Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
Membran mukosa baik Turgor kulit baik
Intervensi Rasional Kaji intake dan out put setiap 24
jam
Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi (infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien.
Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya.
Pertahankan kepatenan NGT
Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh.
Sumber: (Doengoes : 250)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan
dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut.
Tujuan Kriteria Hasil Status nutrisi anak terpenuhi Berat badan sesuai usia
Makanan 90 % dapat dikonsumsi Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai
dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang
Tujuan Rasional Pasang dan pertahankan NGT untuk
intake makanan
Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan
Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air.
Suplay Kalori dan protein yang adekuat
protein Timbang berat badan sesuai protokol
mempertahankan metabolisme tubuh Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan
mengubah pemberian nutrisi
Sumber: (Doengoes : 260)
d. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran
menelan, dan spasme otot faring.
Tujuan Kriteria Hasil Tidak terjadi aspirasi dengan kriteria
Jalan nafas bersih dan tidak ada secret, Pernafasan teratur
Jalan nafas bersih dan tidak ada secret Pernafasan teratur
Intervensi Rasional Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam
Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati
Gunakan sudip lidah saat kejang
Miringkan ke samping untuk drainage
Pemberian oksigen 0,5 Liter
Pemberian sedativa sesuai program Pertahankan kepatenan jalan nafas dan
bersihkan mulut
Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya secret
Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi
Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
Mengurangi rangsangan kejang Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksi
Sumber: (Doengoes : 270)
e. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan Kriteria Hasil Cedera tidak terjadi dengan kriteria
klien tidak ada cedera dan tempat tidur yang terpasang pengaman
Klien tidak ada cedera Tidur dengan tempat tidur yang
terpasang pengama
Intervensi Rasional Identifikasi dan hindari faktor pencetus
Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
Sediakan disamping tempat tidur
Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
Mencegah terjadinya benturan/trauma
tongue spatel
Lindungi pasien pada saat kejang
Catat penyebab mulai terjadinya kejang
yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien
Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
Sumber: (Doengoes : 286)
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin ,
pembatasan aktifitas (immobilisasi)
Tujuan Kriteria Hasil Tidak terjadi kerusakan integritas kulit,
dengan kriteria tidak ada kemerahan, lesi dan edema
Tidak ada kemerahan Tidak ada lesi dan edema
Intervensi Rasional Observai adanya kemerahan pada kulit
Rubah posisi secara teratur
Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotio
Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus
Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan
Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringanMempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit
Sumber: (Doengoes : 289)
g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas
kejang
Tujuan Kriteri Hasil Kebutuhan aktifitas
sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria: Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Tempat tidur bersih Tubuh anak bersih Tidak ada iritasi pada kulit BAB/BAK dapat dibantu.
Intervensi Rasional Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-
hari
Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas, BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri
Berikan makanan perparenteral
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Sumber: (Doengoes : 359)
h. Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang
Tujuan Kriteria Hasil Orang tua menunjukan rasa cemas
berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami, dengan kriteria : Orang tua klien tidak cemas dan gelisah.
Orang tua klien tidak cemas Orang tuan klien tidak gelisah
Intervensi Rasional Jelaskan tentang aktifitas kejang yang
terjadi pada anak
Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya
Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik
Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan
Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat kecemasan
Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan/ menghilangkan kecemasan
Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga
Sumber: (Doengoes : 401)