38
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Tetanus a. Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang di sebabkan oleh eksotoksin yang dapat larut (tetanospasmia) dari Clostridium tetani. (Depkes RI, 1993). b. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka. (W.B Saunders 1996). c. Tetanus adalah gangguan neurologis yang di tandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme , yang di sebabkan oleh tetanospasmin,suatu toksin protein yang kuat yang di hasilkan oleh Clostridium tetani. (McGrawHill 2005 : 840) . d. Tetanus adalah (rahang terkunci / lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan

BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Tetanus

a. Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang di sebabkan oleh eksotoksin

yang dapat larut (tetanospasmia) dari Clostridium tetani. (Depkes RI,

1993).

b. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman

Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal

dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater

dan otot-otot rangka. (W.B Saunders 1996).

c. Tetanus adalah gangguan neurologis yang di tandai dengan meningkatnya

tonus otot dan spasme , yang di sebabkan oleh tetanospasmin,suatu toksin

protein yang kuat yang di hasilkan oleh Clostridium tetani. (McGrawHill

2005 : 840) .

d. Tetanus adalah (rahang terkunci / lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic

yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan oleh

Clostridium Tetani. (Ilmu Kesehatan Anak 2000 oleh Richard E.

Behrman, dkk, hal 1004).

Dari keempat pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Tetanus

adalah gangguan neurologis yang di tandai dengan meningkatnya tonus

otot dan spasme, yang di sebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin

protein yang kuat yang di hasilkan oleh Clostridium tetani dan di ikuti

dengan kekakuan otot seluruh badan.

Page 2: BAB II

2. Etiologi

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x

0,4-0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan

hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik.

Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan

saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65o C akan

hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat

hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

Serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus

sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas,

sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan

epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal

biasanya kesadaran tetap baik . Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus

oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula

timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan

sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada

anak). Kkadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium

akhir. Br J Anaesth (2001) mengemukakan bahwa pada umumnya etiologi

Tetanus di bagi menjadi :

a. Tetanus Generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umun dari

tetanus, yang di tandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme

generalisata. Masa inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan

lebih singkat pada tetanus berat,median onset setelah trauma adalah 7

hari ; 15 % kasus terjadi dalam 3 hari dan 10 % kasus terjadi setelah 14

hari.

Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat

disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk

Page 3: BAB II

membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot

masseter menyebabkan trismus atau “rahang terkunci“. Spasme secara

progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah

yang khas, ‘‘risus sardonicus” dan meluas ke otot-otot untuk menelan

yang menyebabkan disfagia. Spasme ini di picu oleh stimulus internal dan

eksternal dapat berlangsung selama beberapa menit dan di rasakan nyeri.

Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh

menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya

kelenturan dinding dada. Refleksi tendon dalam meningkat. Pasien dapat

demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran tidak

terpengaruh.

b. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan

biasanya fatal apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada

anak-anak yang di lahirkan dari ibu yang tidak di imunisasi secara

adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak

steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan

lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus.

Onset biasanya dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulit

menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas tetanus

neonatorum. Di antara neonatus yang terinfeksi, 90 % meninggal dan

retardasi mental terjadi pada yang bertahan hidup .

c. Tetanus Lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang di mana manisfestasi

klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan otot

dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat hubungan neuromuskuler .

Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan sampai berbulan-

bulan. Progresi ke tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian

secara umum prognosisnya baik.

Page 4: BAB II

d. Tetanus Sefalik

Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang

terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga, masa inkubasinya 1-2

hari. Di jumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf cranial, yang

tersering adalah sarap ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat

terjadi mortalitasnya tinggi .

3. Patofisiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka

tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang

kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk

2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau

neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan

mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai

pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.

Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat

lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam

peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara

absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung

saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan

saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam

sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin

bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi

kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan

rata-rata 10 hari. ( BMJ 1999 ; 319 ; 1049 ).

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada

beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :

Page 5: BAB II

a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat

pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b. Kharekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena

toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c. Kejang pada tetanus, mungkin di sebabkan pengikatan dari toksin oleh

cerebral ganglioside.

d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous

System (ANS) dengan gejala ; berkeringat, hipertensi yang fluktuasi,

periodisiti takikhardia aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam

urin .

e. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychnine, di mana ia

mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan

neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. Timbulnya

kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan

meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga

terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif

terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferent tidak hanya

menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi

agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas.

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu ;

1) Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu

silindrik di bawa kekomu anterior susunan syaraf pusat .

2) Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi

darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. Toksin

tetanospamin menyebar dari syaraf perifer secara ascending bermigrasi

secara sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS. Penjalaran

terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru

berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah

(hematogen) dan jaringan atau sistem lymphatic. (Adams, 1997).

Page 6: BAB II

4. Tanda Dan Gejala

Ada tiga bentuk tetanus yang di kenal secara klinis , yaitu ;

a. Localited tetanus (Tetanus local)

b. Cephalic Tetanus

c. Generalized tetanus (Tetanus umum) (Behrrnan.E.Richard,1996).

Karakteristik dari tetanus ;

a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5-7

hari

b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang

d. Biasanya di dahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dari

leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)

karena spasme otot masetter.

e. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)

f. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik

keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan keras.

g. Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,

tungkai dengan ; eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya

kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi

afiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collurnna

vertebralis (pada anak).

5. Pencegahan

a. Mencegah terjadinya luka

b. Perawatan luka yang adekuat

c. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka

yaitu untuk memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah

terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus

Page 7: BAB II

gejalanya ringan. Umunnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan

didahului oleh uji kulit atau mata.

d. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat

imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS,

kemudian di ulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.

e. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat

(dosis 50.000 U / kgbb / hari) .

f. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk

kekebalan secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama

vaksinasi terhadap pertusis dan difteri, di mulai pada umur 3 bulan.

Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5

tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid

difteri (tanpa vaksin pertusis).

Bila terjadi luka berat pada seorang anak yang telah mendapat imunisasi

atau toksoid tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib di berikan

pencegahan dengan suntikan sekaligus antitoksin dan toksoid pada kedua

ekstermitas (berlainan suntikannya).

6. Komplikasi

a. Pada saluran Pernafasan

Oleh karena spsme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan

seringnya kejang menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi

saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman

sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh

sekret. Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat

dilakukannya trakeostomi.

b. Pada kardiovaskuler

Kompikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa

takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

Page 8: BAB II

c. Pada tulang dan otot

Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bias terjadi perdarahan

dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat

kejang yang terus-menerus terutama pada anak dan orang dewasa.

Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans

sirkumskripta.

d. Komplikasi yang lain :

- Laserasi lidah akibat kejang

- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja

- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar

luas dan mengganggu pusat pengatur suhu .

Komplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya, seperti

laringospasme atau sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi

yang mengarah pada koma, aspirasi atau apnea au konsekuensi dari perawatan

intensif, seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator. Penyebab kematian

penderita tetanus akibat komplikasi yaitu : Bronkopneumonia, cardiac arrest,

septikemia, pneumotoraks.

7. Penatalaksanaan Medis Secara Umum

a. Umum.

Pasien hendak nya di tempatkan di ruangan yang tenang di ICU, dimana

observasi dan pemantauan kardiopulmoner dapat di lakukan secara terus-

menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi. Perlindungan terhadap jalan

nafas bersifat vital. Luka hendaknya di eksplorasi, di bersihkan secara

hati-hati dan di lakukan debridement secara menyeluruh.

Page 9: BAB II

Tujuan terapi ini berupa mengeleminasi kuman tetani, menetralirsirkan

peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan

pernafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat di perinci sebagai

berikut ;

1) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa;

membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan

nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan

H2O2, dalam hal ini penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan

1-2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotic. Sekitar luka di suntik

ATS .

2) Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung

kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan

dapat di berikan personde atau parenteral. Pemberian cairan secara iv

sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium

pum).

3) Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan

terhadap penderita.

4) Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu

tracheostomy. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau

sungkup.

5) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

6) Kejang harus segera di hentikan dengan pemberian valium/diazepam

bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus I . v . atau perecetal 10 mg untuk

anak-anak (maksimum 0,7 mg/kg BB).

b. Khusus

1) Antibiotika PP 50.000 – 100.000 IU/kg BB

2) Sera anti. Dapat di berikan ATS 5000 IU i.m atau TIGH (Tetanus

Immune Globulin Human) 500 – 3.000 IU . Pemberian sera anti harus

di sertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT) .

Page 10: BAB II

3) Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan

terbuka (debridement ).

B. Karakteristik Anak usia Pra Sekolah

Tahap-tahap perkembangan balita dapat didefinisikan sebagai tahap

perkembangan fisik dan mental balita dalam berhubungan dengan lembaga-

lembaga sosial, adat istiadat, dan hukum yang membentuk masyarakat. Makna

lain dari tahapan perkembangan balita adalah periode anak usia dini dari lahir

sampai usia delapan tahun, namun di Amerika Serikat perkembangan balita

dianggap hanya sampai di usia 5 tahun. Karena selepas usia 5 tahun anak akan

memasuki lingkungan sekolah yang lebih formal.

Ada tiga tahap dalam perkembangan anak, yaitu: anak usia dini, masa

kanak-kanak menengah, dan remaja. Peranan orang tua sangat penting dalam

perkembangan anak ini. Pada setiap tahapan tentu berbeda-beda trik yang dapat

digunakan oleh orang tua.

Kali ini saya akan membahas tahap perkembangan balita usia 4-5 tahun . Usia 4-

5 tahun adalah usia dimana anak memasuki waktu pra sekolah.

1. Perkembangan Usia 4 tahun:

a. Perkembangan fisik bayi usia 4 tahun ditandai dengan kepala mulai

membesar, ketajaman penggunaan panca indra meningkat, kebutuhan

energi meningkat menjadi 1700 kalori perhari.

b. Perkembangan motorik anak usia 4 tahun ditandai dengan mulai dapat

berjalan di garis lurus, dapat berdiri dengan satu kaki, sudah mahir naik

tangga, dapat melompat setinggi 15cm, mampu melempar bola dengan

baik, sudah mampu menulis beberapa bentuk dan huruf, sudah bisa

memegang pensil dengan baik, dan dapat berjalan membentuk lingkaran.

c. Perkembangan kognitif pada anak usia 4 tahun dapat ditandai dengan

kemampuan untuk mengenali kata-kata dan suara yang serupa, sudah bisa

berhitung minimal sampai 20, memahami konsep ukuran, dapat

memahami urutan kejadian sehari-hari, dan sudah dapat menyusun puzzle.

Page 11: BAB II

d. Anak usia 4 tahun sudah mulai mahir dalam hal bahasa. Mereka sudah

bisa mengucapkan preposisi, posesif konsisten, membentuk kalimat

dengan struktur rumit, mulai mneggunakan keterangan waktu dalam

kalimatnya, paham intonasi kalimat sesuai konteksnya, dan sudah dapat

menyanyikan lagu dengan syair yang singkat.

e. Perkembangan sosial anak usia 4 tahun ditandai dengan: senang bermain

ke luar rumah, perasaan yang berubah-ubah, sudah mulai berteman, bisa

bekerjasama dan berpartisipasi dalam kelompok, sudah bisa menelpon,

dan mulai mengenal sahabat.

2. Perkembangan Usia 5 tahun;

a. Perkembangan fisik bayi lima tahun ditandai dengan ukuran kepala sudah

menyerupai kepala orang dewasa, gigi mulai bertukar, tubuh sudah

proporsional, dan membutuhkan energi sebanyak 1800 kalori per hari.

Motorik bayi lima tahun ditandai oleh: bisa berjalan ke belakang, sudah

bisa turun-naik tangga tanpa bantuan, sudah bisa jungkir balik, bisa

berjalan di balok keseimbangan, sudah hapal beberapa huruf, dan mulai

memanfaatkan tangannya untuk berbagai aktivitas.

b. Perkembangan kemampuan kognitif bayi lima tahun ditandai oleh bisa

membentuk bagun datar, memahami konsep bentuk dan ukuran, sudah

bisa menghitung sampai 50, paham bentuk angka, sudah bisa membaca

jarum jam, dan menunjukkan semangat belajar hal baru. Bayi lima tahun

sudah mulai bisa bercerita tentang kejadian yang dialami. Selain itu

mereka juga mulai bisa paham tentang lelucon, dan hapal nama orang-

orang terdekatnya.

c. Perkembangan sosial anak usia 5 tahun ditandai dengan: sudah bisa

bersahabat, menunjukkan partisipasinya dalam kelompok, kebutuhan akan

kepastian dan kenyamanan dari orang tua, suka menghibur orang lain, dan

ingin menorehkan prestasi.

Page 12: BAB II

1) Perkembangan Intelektual / Kognitif

Dalam keadaan normal, pada periode ini pemikiran anak berkembang

secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak

masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir

anak sudah berkembang kearah yang lebih konkrit, rasional dan objektif.

Daya ingat menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada

stadium belajar.

Menurut teori Piaget, pemikiran anak disebut pemikiran Operasional

konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktifitas mental yang di

fokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Dalam upaya

memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan

informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai

kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan

kenyataan sesungguhnya . Dalam masa ini anak telah mengembangkan 3

proses yang disebut dengan operasi-operasi , yaitu ;

a) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak

memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yang satu

dengan benda atau keadaan yang lain .

b) Hubungan timbal balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui

hubungan sebab akibat dalam suatu keadaan.

c) Identitas, yaitu anak sudah mengenal satu persatu deretan benda-

benda yang ada.

Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk

mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut di

tunjukan . Jadi , pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang

memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan , tanpa

ia sendiri bertindak secara nyata .

Page 13: BAB II

2) Perkembangan Kepribadian

Pada periode ini anak mencapai pertumbuhan intelektual yang cepat.

Dorongan primitif benar-benar dapat dikendalikan dengan berhasil dan

diekspresikan dengan cara sosial yang dapat diterima atau ditekan. Fantasi

mulai berkurang, anak ingin terlibat dalam tugas sesungguhnya yang dapat

diselesaikan sampai selesai. Ia ingin menjadi anggota suatu kelompok

besar yang terdiri dari teman sebayanya dan ini cenderung mengarah pada

kualitas kerjasama dan kepatuhan akan kehendak kelompok. Mengarah

pada periode ini ia cenderung untuk mempertanyakan nilai-nilai orang tua

jika terdapat perbedaan dengan nilai-nilai kelompok (Sacharin,1996 : 26).

Kepribadian anak usia 3-4 tahun dapat di contohkan sebagai berikut :

Senang berlari, melompat, dan memanjat.

Makan dan minum sendiri dengan rapi.

Dapat membawa cangkir dan minuman tanpa tumpah.

Dapat berpakaian dan melepas pakaiannya sendiri.

Tidak menyukai tidaur siang namun melakukan permainan yang

terarah dan tenang.

Membutuhkan persetujuan dari orang dewasa dan melakukan perintah

- perintah sederhana.

Sangat peka terhadap ungkapan tidak setuju.

Selalu ingin diikutsertakan.

Ingin tahu yang besar.

Mulai mampu berimajinasi dengan baik, dan cenderung memiliki

teman khayal, takut terhadap gelap.

Mampu bermain sendiri dengan baik, namun cenderung menjadi ribut

jika bermain bersama.

Page 14: BAB II

Mulai dapat memikul tanggung jawab, seperti merapikan mainan,

mematikan TV dan film yang ditontonnya.

Dekat dengan orang tua yang berbeda jenis kelamin.

Mulai melepaskan perasaan tidak enak dengan merengek dan

menangis, ekspresif.

Berjalan-jalan mengunjungi tetangga

Berjalan pada jari kaki

Menggambar garis silang

Menggambar orang hanya kepala dan badan

Mengenal 2 atau 3 warna

Mendengarkan cerita-cerita

3) Perkembangan Moral

Pada usia anak semakin dihadapkan pada hukum yang dipaparkan dari

luar. Aturan-aturan ditentukan oleh orang lain dan mereka cenderung suci

dan tidak berubah. Bagaimanapun aturan ini membatasi perilaku mereka

dalam suatu situasi tertentu tetapi tidak akan mengubah tingkah laku anak

dalam situasi lainnya karena ia tidak menyadari akan arti dari peranan,

hanya aplikasinya. Karena itu, aturan dilihat sebagai kekompakan

individu, untuk keperluan memelihara kerjasama dan pertukaran faham .

Aturan-aturan tidak ditawarkan tapi penting untuk suatu keperluan

(Sacharin, 1996 : 26).

Kemampuan sosialisasi yang berkembang membawa anak usia

prasekolah masuk ke dalam berbagai kelompok baru di luar rumah, yaitu

sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sebagai bagian dari kelompok, anak

prasekolah belajar mematuhi aturan kelompok dan menyadari

konsekuensinya bila tidak mengikuti aturan tersebut.

Anak usia prasekolah belajar perilaku moral lewat peniruan . Itulah

sebabnya, orang-orang dewasa harus menghindari melakukan hal-hal yang

Page 15: BAB II

buruk, semisal bicara kasar, memukul, mencela, dan lain-lainnya di depan

anak.

Sosialisasi juga membawa anak pada risiko konflik, terutama dengan

teman sebaya. Oleh karenanya, kemampuan memecahkan konflik

merupakan modal yang harus dimiliki anak. Semakin baik kemampuannya

dalam hal ini, maka kepribadiannya akan semakin stabil. Anak yang

pandai mengatasi konflik umumnya akan mudah pula mengatasi masalah

dalam hidupnya, entah di sekolah, di rumah, ataupun kelak di tempat

bekerja .

4) Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan

sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri

terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Perkembangan sosial

anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua

terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau

norma-norma kehidupan bermasyarakat.

Usia prasekolah memberi kesempatan luas kepada anak untuk

mengembangkan keterampilan sosialnya. Di usia inilah ia mulai melihat

dunia lain di luar dunia rumah bersama ayah-ibu. Kemampuan

bersosialisasi harus terus diasah. Sebab, seberapa jauh anak bisa meniti

kesuksesannya, amat ditentukan oleh banyaknya relasi yang sudah dijalin .

Banyaknya teman juga membuat anak tidak gampang stres karena ia bisa

lebih leluasa memutuskan kepada siapa akan curhat.

Ciri Sosial Ciri Anak Prasekolah atau TK  :

a) Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi

sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat

menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman.

Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi

kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.

Page 16: BAB II

b) Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara

baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti.

c) Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang

lebih besar.

Parten (1932) dalam social participation among preschool

children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di

sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial:

a) Tingkah laku unoccupied. Anak tidak bermain dengan sesungguhnya.

Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya

tanpa melakukan kegiatan apapun.

b) Bermain soliter. Anak bermain sendiri dengan menggunakan alat

permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang berada

di dekatnya, mereka berusaha untuk tidak saling berbicara.

c) Tingkah laku onlooker anak menghasilkan tingkah laku dengan

mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan

anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama.

d) Bermain pararel. Anak-anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi

tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain, mereka

menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara

tidak saling bergantung.

e) Bermain asosiatif . Anak bermain dengan anak lain tanpa organisasi .

Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan

caranya sendiri-sendiri.

f) Bermain Kooperatif. Anak bermain dalam kelompok di mana ada

organisasi. Ada pemimpinannya, masing-masing anak melakukan

kegiatan bermain dalam kegiatan, misalnya main toko-tokoan, atau

perang-perangan.

Perubahan sosial utama pada usia ini, ketika mana hubungan beralih dari

hubungan anak sebaya lainnya. Untuk beberapa anak perubahan ini lebih

Page 17: BAB II

sulit dibandingkan dengan anak lainnya. Ia harus belajar bersaing dan

bekerja sama. Ia akan belajar menerima atau menolak standar perilaku

akan mengalihkan hubungan serta mengikuti kelompok atau gang.

5) Perubahan-Perubahan fisik

Penampilan maupun gerak gerik anak usia prasekolah mudah dibedakan

dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak prasekolah

umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap

tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah

anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang

cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat

cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak. Otot-otot besar pada

anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan.

Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan

kegiatan yang rumit, seperti mengikat tali sepatu. Anak masih sering

mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada

obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan

masih kurang sempurna. Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak

kepala yang melindungi otak masih lunak (soft).

Page 18: BAB II

6) Perkembangan Psikologis

Usia sekolah akhir yakni menjelang remaja, sangat membutuhkan keadaan

disenangi oleh teman sebaya. Selama waktu ini pengaruh orang tua

berkurang dan pengaruh dari kelompok sebaya akan sangat meningkat.

Juga terdapat perhatian yang besar terhadap seks yang berlawanan.

Adanya teman-teman akan memungkinkan terjadinya eksperimen dengan

identitas yang baru (Sacharin,1996 : 31).

C. Tinjauan Teoritis tentang Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus

1. Pengkajian

a. Dalam pengkajian data fokus klien dengan Tetanus ialah :

1). Riwayat penyakit, meliputi keluhan utama , riwayat penyakit sekarang,

dahulu dan keluarga serta keadaan sosial ekonomi

2). Pemeriksaan fisik

3). Monitor tanda – tanda vital dan deteksi dini atau hypovolemi

4). Monitor hasil laboratorium dan pantau urine setiap hari, adanyaa

protein

5). Pengkajian pengetahuan keluarga tentang kondisi dan pengobatan

b. Manisfestasi Klinis

Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma .Kontaminasi luka dengan

tanah, kotoran binatang,atau lgam berkarat dapat menyebabkan tetanus.

Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren,

luka gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi

seftik, persalinan, injeksi intramuskular dan pembedahan. Trauma yang

menyebabkan tetanus dapat hanyalah trauma ringan, dan sampai 50%

Page 19: BAB II

kasus trauma terjadi di dalam gedung yang tidak di anggap serius untuk

mencari pertolongan medis. Pada 15-25% pasien, tidak terdapat bukti

adanya perlukaan baru.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas

terutama pada rahang

Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya

sekretsi atau produksi mucus

Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan

dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut

Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran

menelan, dan spasme otot faring.

Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Page 20: BAB II

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas

tatanuslysin

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas

kejang

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan

perubahan status kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang

Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang

3. Intervensi dan Rasional

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya

sekretsi atau produksi mucus

Tujuan Kriteria Hasil Anak memperlihatkan kepatenan

jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih,tidak ada sekresi.

Jalan nafas bersih Tidak ada sekresi

Intervensi Rasional Kaji status pernafasan, frekwensi,

irama, setiap 2-4 jam

Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati dan pastikan bila ada penumpukan secret

Gunakan sudip lidah pada saat kejang

Miringkan ke samping untuk drainage

Observasi oksigen sesuai program

Pemberian sedative diazepam drip 10 amp (hari pertama dan setiap hari di kurangi 1 amp).

Perhatikan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut

Takipnu,pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya secret

Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan obstruksi

Menghindari tergigitnya lidah dan member sokongan pernafasan jika di perlukan

Memudahkan dan meningkatkan aliran secret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas

Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia

Mengurangi rangsangan kejang

Memaksimalkan fungsi pernapasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia

Sumber: (Doengoes: 245)

Page 21: BAB II

b. volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

Tujuan Kriteria Hasil Anak tidak memperlihatkan

kekurangan velume cairan yang dengan criteria, Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik

Membran mukosa baik Turgor kulit baik

Intervensi Rasional Kaji intake dan out put setiap 24

jam

Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam

Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi (infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien.

Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya.

Pertahankan kepatenan NGT

Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh

Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan

Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh.

Sumber: (Doengoes : 250)

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan

dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut.

Tujuan Kriteria Hasil Status nutrisi anak terpenuhi Berat badan sesuai usia

Makanan 90 % dapat dikonsumsi Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai

dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang

Tujuan Rasional Pasang dan pertahankan NGT untuk

intake makanan

Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang

Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan

Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh

Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air.

Suplay Kalori dan protein yang adekuat

Page 22: BAB II

protein Timbang berat badan sesuai protokol

mempertahankan metabolisme tubuh Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan

mengubah pemberian nutrisi

Sumber: (Doengoes : 260)

d. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran

menelan, dan spasme otot faring.

Tujuan Kriteria Hasil Tidak terjadi aspirasi dengan kriteria

Jalan nafas bersih dan tidak ada secret, Pernafasan teratur

Jalan nafas bersih dan tidak ada secret Pernafasan teratur

Intervensi Rasional Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam

Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati

Gunakan sudip lidah saat kejang

Miringkan ke samping untuk drainage

Pemberian oksigen 0,5 Liter

Pemberian sedativa sesuai program Pertahankan kepatenan jalan nafas dan

bersihkan mulut

Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya secret

Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi

Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan

Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas

Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia

Mengurangi rangsangan kejang Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk

memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksi

Sumber: (Doengoes : 270)

e. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Tujuan Kriteria Hasil Cedera tidak terjadi dengan kriteria

klien tidak ada cedera dan tempat tidur yang terpasang pengaman

Klien tidak ada cedera Tidur dengan tempat tidur yang

terpasang pengama

Intervensi Rasional Identifikasi dan hindari faktor pencetus

Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman

Sediakan disamping tempat tidur

Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang

Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang

Mencegah terjadinya benturan/trauma

Page 23: BAB II

tongue spatel

Lindungi pasien pada saat kejang

Catat penyebab mulai terjadinya kejang

yang memungkinkan terjadinya cedera fisik

Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien

Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang

Sumber: (Doengoes : 286)

f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin ,

pembatasan aktifitas (immobilisasi)

Tujuan Kriteria Hasil Tidak terjadi kerusakan integritas kulit,

dengan kriteria tidak ada kemerahan, lesi dan edema

Tidak ada kemerahan Tidak ada lesi dan edema

Intervensi Rasional Observai adanya kemerahan pada kulit

Rubah posisi secara teratur

Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar

Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa

Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotio

Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus

Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan

Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringanMempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit

Sumber: (Doengoes : 289)

g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas

kejang

Tujuan Kriteri Hasil Kebutuhan aktifitas

sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria: Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.

Tempat tidur bersih Tubuh anak bersih Tidak ada iritasi pada kulit BAB/BAK dapat dibantu.

Page 24: BAB II

Intervensi Rasional Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-

hari

Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas, BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri

Berikan makanan perparenteral

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan

Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit

Memenuhi kebutuhan nutrisi klien

Sumber: (Doengoes : 359)

h. Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang

Tujuan Kriteria Hasil Orang tua menunjukan rasa cemas

berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami, dengan kriteria : Orang tua klien tidak cemas dan gelisah.

Orang tua klien tidak cemas Orang tuan klien tidak gelisah

Intervensi Rasional Jelaskan tentang aktifitas kejang yang

terjadi pada anak

Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya

Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan

Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik

Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan

Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat kecemasan

Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan/ menghilangkan kecemasan

Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga

Sumber: (Doengoes : 401)