30
Presentasi Kasus Asma Eksaserbasi Akut Derajat Berat pada Asma Episodik Sering Penyaji : dr. Adam Prabata (Dokter Internsip) Pembimbing: dr. Yolanda Desire NIP. 198212282009122001 RUMAH SAKIT TK IV CIJANTUNG KESDAM JAYA JUNI 2015

BAB II

  • Upload
    anzzun

  • View
    219

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

Presentasi KasusAsma Eksaserbasi Akut Derajat Berat pada Asma Episodik Sering

Penyaji :dr. Adam Prabata (Dokter Internsip)

Pembimbing:dr. Yolanda DesireNIP. 198212282009122001

RUMAH SAKIT TK IV CIJANTUNG KESDAM JAYAJUNI 2015

BAB IILUSTRASI KASUS

IDENTITASNama:An. Alisya Suci AzzahraNo. Rekam Medik:046753Nama Orang Tua:Tn. WahyudiJenis Kelamin:PerempuanTempat/Tanggal Lahir:Jakarta, 29 Juli 2006Usia:8 tahunPendidikan: SDPembiayaan:BPJS SwastaAlamat:Jl. Cipinang Gg. Nusa Indah 3 RT/RW 03/04 Ciracas Jakarta TimurTanggal Masuk:22 Mei 2015 Pukul 08.25

ASSESSMENT AWAL (PAT)Appearance:Tonus baik, masih aktif, dapat ditenangkan, tidak pucat, tidak menangisWork of Breathing:Mengi (+), posisi nyaman duduk membungkuk, Napas cuping hidung (+), retraksi (+) suprasternal, epigastrium, dan interkostalCirculation:Pucat (-), sianosis (-), mottling (-)

ANAMNESISAnamnesis dilakukan dengan alloanamnesis kepada ibu pasien.

Keluhan UtamaSesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit SekarangPasien sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas sudah terjadi sebanyak 3 episode pada pukul 01.00 dan 05.00. Keluhan sesak napas membaik setelah dibawa ke klinik dan diuap. Sesak napas sudah terjadi + 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas berbunyi ngik-ngik. Pasien merasa sesak bahkan pada saat istirahat. Saat sesak pasien tidak bisa bicara. Posisi nyaman bagi pasien saat sesak adalah duduk membungkuk. Sesak dapat dipicu aktivitas berat, tidur dengan bantal tinggi disangkal, terbangun dari tidur karena sesak disangkal, kaki bengkak disangkal, perbaikan keluhan sesak dengan perubahan posisi disangkal. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak, pilek, dan demam tidak tinggi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat serangan pasien tidak bisa makan maupun minum. Namun di luar serangan, napsu makan pasien masih baik. Mual, muntah, nyeri ulu hati, rasa panas di tenggorokan disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Sejak usia + 6 bulan, pasien mengalami sesak berulang yang kambuh setiap sebulan sekali. Serangan biasanya terjadi selama 1-3 hari. Tidak ada gejala sesak di antara serangan. Pada saat tidak ada serangan, aktivitas dan tidur pasien tidak terganggu. Pasien tidak menggunakan obat untuk asma yang dihirup atau diminum secara rutin. Sesak pernah muncul pada malam hari dan diperberat oleh suhu dingin. Sesak pernah muncul akibat terkena debu rumah. Terdapat keluhan sering bersin pada pagi hari dan membaik ketika siang hari.

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat alergi makanan dan obat disangkal. Keluhan alergi di kulit disangkal. Keluhan mata berair dan merah di pagi hari disangkal. Riwayat batuk lama disangkal.

Riwayat Penyakit KeluargaAyah dan kakek pasien memiliki riwayat asma. Riwayat TB di keluarga pasien disangkal.

Riwayat SosialRumah pasien cukup rajin dibersihkan karena ibu pasien telah mengetahui bahwa asma pasien dapat kambuh bila terkena debu. Tidak ada hewan peliharaan di rumah. Tidak ada anggota keluarga yang merokok. Pembiayaan menggunakan BPJS Swasta.

Riwayat KehamilanSaat hamil pasien, status kehamilan ibu pasien adalah G2P1A0. Pasien rajin kontrol kehamilan ke rumah sakit (+ 5 kali) dan tidak pernah dikatakan ada kelainan pada janin. Ibu pasien tidak mengalami sakit sewaktu hamil dan tidak mengonsumsi obat-obatan di luar resep dokter.

Riwayat KelahiranPasien lahir spontan cukup bulan di rumah sakit ditolong oleh dokter. BB lahir 3 kg, PB lahir 51 cm. Pasien tidak biru dan tidak kuning saat dan setelah kelahiran.

Riwayat ImunisasiPasien mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap.

Riwayat NutrisiPasien biasanya makan nasi, lauk pauk, dan sayuran tiga kali sehari dengan porsi sedang. Pasien juga mengonsumsi cemilan dan susu.

Riwayat Tumbuh KembangPasien duduk dan berjalan pada usia 8 dan 12 bulan. Tinggi dan berat badan pasien tidak berbeda dengan teman sebayanya. Pasien selalu naik kelas dan tidak ada hambatan dalam pelajaran. Pasien belum mengalami menarche.

PEMERIKSAAN FISIKTanda VitalKeadaan umum:Tampak sakit sedangKesadaran:Compos mentisGCS:15, E4M6V5Tekanan darah:100/70 mm HgFrekuensi nadi:124 kali/menit, reguler, teraba lemahFrekuensi napas:48 kali/menit, napas dalamSuhu Tubuh:37oCSaturasi O2:97% setelah pemberian O2 melalui nasal canul 3L/menitBerat Badan:22 kg

Status GeneralisKepala:Normocephal, tidak ada deformitas, rambut hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabutMata:Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterikTelinga:Normotia, liang telinga lapangHidung:Kavum nasi lapang, tidak ada deviasi septum, ada sekret kehijauan kental, ada napas cuping hidungBibir:Tidak ada sianosis, tidak ada fisuraMulut:Oral hygiene baik, arkus faring simetris, tidak hiperemis, uvula di tengah, Tonsil T1-T1Leher:Trakea di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah beningJantungInspeksi:Iktus kordis tidak terlihatPalpasi:Iktus kordis tidak terabaPerkusi:Batas jantung dalam batas normalAuskultasi:Bunyi Jantung I dan II normal, tidak ada murmur dan gallopParuInspeksi: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, terdapat retraksi suprasternal, interkostal, dan epigastrium, nampak penggunaan otot bantu napasPalpasi:Fremitus kanan dan kiri sama kuat. Pergerakan dada simetris saat inspirasi dan ekspirasiPerkusi:Sonor di kedua lapang paruAuskultasi:Bunyi napas utama vesikuler di kedua paru. Tidak ada ronkhi. Terdapat wheezing di kedua lapang paru, baik saat inspirasi maupun ekspirasiAbdomenInspeksi:Perut datar dan lemasAuskultasi:Bising usus normalPalpasi:Tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan limpa tidak terabaPerkusi:Timpani di seluruh lapang abdomenEkstremitas:Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, tidak nampak sianosis

PEMERIKSAAN PENUNJANG22/5/2015 Pukul 09.30Hemoglobin:12,7 gHematokrit:37%Leukosit:16.800/mm3Trombosit:405.000/mm3

DIAGNOSISAsma eksaserbasi akut derajat berat pada asma episodik sering

TATALAKSANATatalaksana AwalOksigen 3 liter per menitInhalasi Ventolin ampul + NaCl 3 mlObservasi 20 menit post inhalasiKeadaan Umum:PerbaikanTanda Vital: Tekanan Darah:100/70 mmHgFrekuensi Nadi:116 kali/menit, teraba lemahFrekuensi napas:38 kali/menit, pernapasan dalamSuhu:37oCSaturasi O2:97%Pemeriksaan FisikHidung:Napas cuping hidung sudah tidak nampakParuInspeksi: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, terdapat retraksi interkostal, retraksi epigastrium dan suprasternal sudah tidak nampakPalpasi:Fremitus kanan dan kiri sama kuat. Pergerakan dada simetris saat inspirasi dan ekspirasiPerkusi:Sonor di kedua lapang paruAuskultasi:Bunyi napas utama vesikuler di kedua paru. Tidak ada ronkhi. Wheezing di kedua lapang paru masih terdengar pada auskultasi punggung, pada saat ekspirasi (+) dan inspirasi (-)

Tatalaksana setelah konsultasi dengan dr. Amin, Sp. A Loading cairan Ringer Asetat 300 ml Infus dextrose 5% 16 tetes per menit dengan drip Aminofilin injeksi ampul Cefotaxim injeksi 2x1 g + skin test Dexamethasone injeksi 3 x ampul Ambrocol syrup 3 x C1 Trimenza syrup 3 x C1 Inhalasi NaCl + Ventolin 1 ampul setiap 8 jam sekali

PROGNOSISQuo ad vitam:bonamQuo ad functionam:dubia ad bonamQuo ad sanactionam:dubia

23 April 201524 April 201525 April 201526 April 2015

S: Keluhan sesak berkurangO: Ronkhi -/-, wheezing -/-A: Asma bronkial episodik seringP: RL 15 tpm, lanjutkan terapiS: Keluhan sesak tidak adaO: Ronkhi -/-, wheezing -/-A: Asma bronkial episodik seringP: RL 15 tpm, lanjutkan terapiS: Keluhan sesak tidak ada, batuk berdahak (+)O: Ronkhi -/-, wheezing -/-A: Asma bronkial episodik seringP: Ambroxol syrup 3 x cth 1Lanjutkan terapiS: Keluhan sesak tidak ada, batuk berdahak (+)O: Ronkhi -/-, wheezing -/-A: Asma bronkial episodik seringP: Pasien rawat jalanAmbrocol syrup 3 x cth 1Cefixime 2 x 65 mg

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Definisi AsmaBerdasarkan definisi GINA Update 2010, asma adalah penyakit inflamasi kronik di saluran napas yang melibatkan banyak sel dan mediator dalam prosesnya. Inflamasi kronik tersebut diasosiasikan dengan hiperresponsivitas saluran napas yang menyebabkan episode mengi berulang, kesulitan bernapas, dada terasa tertekan, dan batuk, terutama saat malam dan pagi hari. Gejala tersebut berkaitan dengan obstruksi aliran napas menuju paru yang luas namun bervariasi, yang biasanya reversibel secara spontan atau dengan pemberian terapi.1Berdasarkan definisi UKK respirologi PP IDAI, asma adalah bila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan alergi pada pasien atau keluarganya.2

Epidemiologi AsmaDi seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang yang menderita asma. Tingkat kematian asma mencapai 250.000 orang per tahunnya. Berikut dilampirkan peta prevalensi dan grafik mortalitas asma di seluruh dunia.

Gambar 1. Peta prevalensi asma global 3

Gambar 2. Grafik mortalitas asma global 4

Sekitar 1 - 2,5% penduduk Indonesia mengidap asma. Penelitian mengenai prevalensi asma di Indonesia telah dilakukan di pelbagai sentra, namun penelitian-penelitian tersebut tidak menggunakan standar yang sama. Di bawah ini dilampirkan tabel prevalensi asma di Indonesia.

PenelitiKotaTahunJumlah SampelUmurPrevalens (%)

DjajantoJakarta199112006-1216,4

Rosmayudi OBandung199348656-126,6

DahlanJakarta1996-6-1217,4

ArifinPalembang1996129613-155,7

Rosalina IBandung1997311813-152,6

KartasasmitaBandung2002267828366-713-143,05,2

Tabel 1. Prevalensi asma di Indonesia5

Patofisiologi AsmaAsma merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang menyebabkan gangguan pada aliran udara yang reversibel. Obstruksi tersebut disebabkan oleh inflamasi di saluran napas yang berasosiasi dengan hiperreaktivitas bronkus. Inflamasi mengenai seluruh saluran napas, termasuk saluran napas atas dan hidung, namun efek fisiologis penyempitan paling nampak pada bronkus ukuran sedang.1Inflamasi dimulai ketika alergen ditangkap oleh sel dendritik, antigen presenting cell (APC) utama yang ada di saluran napas. Setelah menangkap antigen, sel dendritik pindah ke daerah yang banyak mengandung limfosit dan merangsang sel T Helper (Th) naif atau sel Th-0 untuk berubah menjadi Th-2. Th-2 merupakan koordinator dari sekresi sitokin-sitokin yang menyebabkan reaksi inflamasi pada asma.5Gambar 3. Patogenesis Asma6

Reaksi inflamasi pada asma dapat dibedakan menjadi inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut yang terjadi dapat dibedakan menjadi respon alergi fase cepat dan fase lambat. Reaksi fase cepat disebabkan oleh respon sel yang sensitif terhadap Ig-E, terutama sel mast dan basofil. Reaksi ini menghasilkan mediator mediator seperti histamin, prostaglandin, leukotrien, dll. Mediator-mediator tersebut menginduksi kontraksi otot polos di saluran napas, menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan kebocoran mikrovaskular. Reaksi fase lambat meliputi aktivasi sel T, eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Reaksi ini juga menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang semakin lama semakin banyak karena reaksi fase lambat semakin lama akan semakin kuat.5Selain inflamasi, terdapat proses lain dalam tubuh yang terjadi pada pasien asma yaitu remodelling saluran napas. Remodelling saluran napas adalah perubahan struktur sel dan jaringan saluran napas karena influks sel-sel inflamasi dan mediator menyebabkan siklus kerusakan-perbaikan dalam dinding saluran napas. Perubahan struktur yang terjadi antara lain hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, hiperplasia sel goblet dan kelenjar submukosa, deposisi matriks di dinding saluran napas, meningkatnya permeabilitas vaskular, dan perubahan pada jaringan saraf. Perubahan struktur ini dapat terjadi secara reversibel maupun irreversibel.5Gambar 4. Inflamasi dan Remodelling pada asma6

Berdasarkan pemaparan mekanisme seluler di atas, penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi karena banyak faktor, namun terutama oleh kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi mediator inflamasi. Selain itu, faktor banyaknya sekret yang tebal dan lengket, pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi, serta debris seluler juga mempengaruhi. Kontraksi otot polos disertai penebalan saluran napas akibat edema dan infiltrasi sel yang berulang dapat memicu hiperplasia kronik otot polos. Penyempitan saluran napas menyebabkan resistensi saluran napas meningkat dan laju ekspirasi menurun, sehingga meningkatkan volume residu paru. Kondisi ini menyebabkan kecenderungan pasien melakukan hiperventilasi yang pada akhirnya menyebabkan hiperinflasi toraks. Inflasi toraks menyebabkan kerja otot interkostal dan diafragma menjadi tidak optimal yang akhirnya dapat menyebabkan kelelahan dan menimbulkan gagal napas.5Gambar 5. Skema Patofisiologi Asma7

Faktor Resiko AsmaFaktor risiko asma dapat dibagi menjadi dua antara lain faktor yang berasal dari penderita dan faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor-faktor tersebut antara lain:51. Faktor Penderita GenetikAsma merupakan penyakit yang diwariskan secara genetik melalui interaksi banyak gen. Gen yang terkait antara lain gen predisposisi atopi dan gen predisposisi hiperresponsivitas jalan napas. Obesitas Jenis kelaminLaki-laki lebih berisiko memiliki asma dibanding perempuan pada usia 60%>80%40-60%60-80% 80%PEF/FEV1 60-80%PEF/FEV1 15%Variabilitas > 30%Variabilitas > 50%

Tabel 3. Pembagian derajat penyakit asma pada anak menurut PNAA 20045

Diagnosis banding asma pada anak dapat dibedakan berdasarkan usia. Pada anak usia 5 tahun atau kurang, diagnosis banding yang dapat diperkirakan antara lain rhino-sinusitis kronik, GERD, ISPA virus rekuren, fibrosis kistik, displasia bronkopulmonar, tuberkulosis, malformasi kongenital berupa penyempitan jalan napas, aspirasi benda asing, imunodefisiensi, dan penyakit jantung bawaan. Pada anak usia lebih dari 5 tahun, diagnosis banding yang dapat diperkirakan antara lain sindrom hiperventilasi, serangan panik, obstruksi saluran napas atas, inhalasi benda asing, disfungsi pita suara, PPOK, dan penyakit jantung.1

Pemeriksaan Penunjang AsmaPemeriksaan penunjang asma yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan untuk mengukur fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru dapat dilakukan dari cara yang sederhana yaitu peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE) dan spirometri, atau yang kompleks seperti muscle strength testing, volume paru absolut, dan kapasitas difusi. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan untuk mengevaluasi pelbagai aspek fungsi paru antara lain volume paru, fungsi jalan napas, dan pertukaran gas. Pengukuran volume paru bermanfaat untuk penyakit paru restriktif, sehingga kurang tepat jika digunakan untuk pasien asma yang merupakan penyakit paru obstruktif. Pertukaran gas dinilai menggunakan analisis gas darah sebagai baku emas, namun untuk pelaksanaan klinis biasanya digunakan pulse oxymetri. Pada penyakit paru obstruktif, pemeriksaan yang penting adalah untuk evaluasi fungsi jalan napas yaitu dengan melakukan manuver ekspirasi paksa secara maksimal. Pada anak usia >6 tahun, pengukuran yang dapat dilakukan adalah dengan forced expiratory volume in 1 second (FEV1) dan vital capacity (VC) menggunakan spirometer serta pengukuran PEFR dan APE dengan peak-flow meter. Dalam manajemen pengelolaan asma, pengukuran variabilitas dan reversibilitas fungsi paru dalam 24 jam penting untuk dilakukan.5Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, digunakan batasan berikut untuk mendukung diagnosis asma:51. Variabilitas PEF/FEV1 > 15%2. Kenaikan PEF/FEV1 > 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator3. Penurunan PEF/FEV1 > 20% setelah provokasi bronkusPenilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama > 2 minggu.

Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis asma. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan/olahraga, udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik. Pengukuran penanda inflamasi juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis asma yaitu dengan memeriksa eosinofil sputum dan kadar NO ekshalasi. Penilaian status alergi melalui uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik juga banyak membantu dalam diagnosis asma.5Gambar 6. Alur diagnosis asma anak7

Tatalaksana Serangan Asma AkutTujuan tatalaksana serangan asma antara lain5:1. Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin2. Mengurangi hipoksemia3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya4. Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhanTatalaksana serangan asma dapat dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana di rumah dan di rumah sakit. Tatalaksana di rumah dapat dilakukan oleh pasien atau orang tuanya, dengan syarat pernah menjalani terapi teratur sebelumnya dan telah cukup teredukasi. Terapi awal yang dapat dilakukan di rumah adalah inhalasi beta-agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 20 menit. Pasien segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat bila tidak terjadi perbaikan.5Di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, pasien dengan serangan asma akan dibawa ke unit gawat darurat (UGD) untuk dinilai derajat serangannya dan ditatalaksana. Tatalaksana awal adalah pemberian beta 2-agonis kerja cepat dengan penambahan garam fisiologi secara nebulisasi. Nebulisasi dapat diulang 2 kali dengan selang waktu 20 menit. Apabila belum terjadi perbaikan, dapat ditambahkan obat anti-kolinergik pada nebulisasi ketiga. Jika pasien datang dalam keadaan berat, langsung diberikan nebulisasi beta 2-agonis kerja cepat dikombinasi dengan antikolinergik. Bila ada tanda mengarah ke dehidrasi dan asidosis metabolik, pasien perlu segera dirawat agar dapat diberikan obat intravena.4Berikut dilampirkan skema alur tatalaksana serangan asma pada anak:

Gambar 7. Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak5

Kriteria pasien dengan serangan asma untuk masuk ke ICU antara lain5: Tidak ada respon sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan/atau perburukan serangan asma yang cepat Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas, atau hilangnya kesadaran Tidak ada perbakan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO245 mmHg)

Tatalaksana Asma Jangka PanjangTujuan tatalaksana asma jangka panjang antara lain:1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal anak2. Sedikit mungkin absensi di sekolah3. Gejala tidak timbul pada siang atau malam hari4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal mencolol5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan6. Efek samping obat dapat dicegah sehingga tidak/sesedikit mungkin timbul, terutama yang memengaruhi tumbuh kembang anak.Gambar 8. Algoritma tatalaksana asma jangka panjang5

Untuk mencapai penanggulangan optimal diperlukan kebijakan step up dan step down antara lain:Step up Pengendalian lingkungan dan hal-hal pemberat asma sudah dilakukan Pemberian obat sudah tepat susunannya dan tepat caranya Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4-6 minggu Efek samping ICS tidak adaStep down Pengendalian lingkungan harus tetap baik Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi maka ICS dapat diturunkan bersama-sama dengan penambahan LABA dan/atau LTRA.Terapi Medikamentosa dan Suportif AsmaTerapi medikamentosa asma dapat digolongkan menjadi dua yaitu controller dan reliever. Controller adalah obat yang dikonsumsi harian untuk jangka panjang untuk menjaga agar asma terkontrol secara klinis melalui efek anti inflamasi. Reliever adalah obat yang memiliki reaksi cepat untuk memulihkan kondisi bronkokonstriksi dan melegakan gejalanya.1Obat reliever yang paling efektif digunakan untuk pasien asma usia anak adalah golongan beta 2-agonis kerja cepat. Rute inhalasi menjadi pilihan karena memiliki efek bronkodilator lebih cepat dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan rute administrasi oral atau intravena. Terapi oral hanya digunakan pada anak yang tidak dapat menggunakan terapi inhalasi. Obat golongan antikolinergik hanya direkomendasikan untuk jangka pendek pada anak, tidak untuk manajemen jangka panjang.1 Salbutamol dapat diberikan dengan metered dose inhaler (MDI) 2-4 semprotan/puff tiap 3-4 jam untuk serangan ringan, 6-10 puff tiap 1-2 jam untuk serangan sedang, dan 10 puff untuk serangan berat. Pemberian melalui nebulizer dosis 0,1-0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5 mg/kali) dengan interval 20 menit atau kontinu dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Ipratopium bromida dapat diberikan melalui nebulizer dengan dosis 0,1 ml/kgBB setiap 4 jam.5Kortikosteroid sistemik preparat oral yang dapat diberikan sebagai reliever adalah prednison, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Preparat intravena yang diberikan adalah metilprednisolon dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 4-6 jam. Pemberian teofilin dapat digunakan untuk reliever dengan dosis inisial 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam 20 ml dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%, diberikan selama 20-30 menit, dikurangi setengahnya bila sudah mendapat aminofilin sebelumnya kurang dari 12 jam. Selanjutnya aminofilin diberikan dengan dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam. Dosis maksimal aminofilin adalah 16-20 mg/kgBB/hari. Teofilin tidak menjadi pilihan pertama karena efek sampingnya banyak dan batas keamanannya sempit.5Terapi suportif yang dapat diberikan kepada pasien asma serangan akut adalah oksigen dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan asma eksaserbasi akut derajat sedang dan berat. Pemeriksaan analisis gas darah dianjurkan bila saturasi oksigen kurang dari 90%. Terapi cairan diberikan pada serangan asma derajat sedang dan berat karena resiko dehidrasi akibat kurangnya intake cairan, peningkatan insensible water lost, takipnea, atau efek teofilin. Cairan yang diberikan sejumlah 1-15 kali kebutuhan rumatan.5 Obat controller yang dapat digunakan pada anak antara lain kortikosteroid inhalasi dan sistemik, antileukotrien, beta 2-agonis jangka panjang oral dan inhalasi, sodium kromoglikat, dan teofilin. Steroid inhalasi yang digunakan adalah budesonide dengan dosis 100-200 mcg, dosis maksimal 400 mcg/hari. Antileukotrien di Indonesia hanya ada zafirlukast dan hanya untuk anak >7 tahun. Beta 2-agonis kerja panjang inhalasi biasanya diberikan sebagai terapi kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, yaitu salmeterol dan formoterol, yang biasanya sudah dikombinasikan menjadi sepaket dengan kortikosteroid. Pemberian beta 2-agonis melalui jalur oral tidak dianjurkan karena memiliki efek kardiovaskular dan saraf yang besar. Sodium kromoglikat tidak ditemui preparatnya di Indonesia.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated 2010. Global Initiative for Asthma. 2010.2. Rahajoe N, Supriyatno B, Styanto DB. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.3. Devereux G. The increase in the prevalence of asthma and allergy: food for thought. Nature Reviews Immunology. 2006: 6; 869-74.4. Strachan D, et al. Asthma Mortality. The Global Asthma Report 2014. Diunduh dari: http://www.globalasthmareport.org/burden/mortality.php pada 24 Mei 2015 22.00.5. Rahajoe EN, et al. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2012.6. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated 2002. Global Initiative for Asthma. 2002.7. UKK Pulmonologi IDAI. Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri. 2000: (2) 1; 50-66.