23
BAB II KEPUSTAKAAN 2.1 Teori Perilaku 2.1.1 Definisi Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai cakupan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. 2.1.2 Jenis Perilaku Ada beberapa jenis perilaku yang ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda, antara lain: a) Perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup artinya perilaku itu tidak dapat ditangkap melalui indera, melainkan harus menggunakan alat pengukuran tertentu, seperti psikotes. Contohnya: 35

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

teori perilaku

Citation preview

BAB II

KEPUSTAKAAN

2.1 Teori Perilaku

2.1.1Definisi Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai cakupan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon.

2.1.2Jenis Perilaku

Ada beberapa jenis perilaku yang ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda, antara lain:

a) Perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup artinya perilaku itu tidak dapat ditangkap melalui indera, melainkan harus menggunakan alat pengukuran tertentu, seperti psikotes. Contohnya: berpikir; berfantasi, kreatifitas, dll. Sedangkan perilaku terbuka yaitu perilaku yang bisa langsung dapat diobservasi melalui alat indera manusia, seperti tertawa, berjalan, berbaring, dan lain-lain.

b) Perilaku reflektif dan perilaku non reflektif. Perilaku reflektif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme. Misal reaksi kedip mata bila kena sinar, menarik jari bila kena panas, dan sebagainya. Perilaku reflektif ini terjadi dengan sendirinya secara otomatis tanpa perintah atau kehendak orang yang bersangkutan, sehingga di luar kendali manusia. Lain halnya dengan perilaku non reflektif. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Proses perilaku ini disebut proses psikologis.

c) Perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perilaku kognitif atau perilaku yang melibatkan proses pengenalan yang dilakukan oleh otak, yang terarah kepada obyektif, faktual, dan logis, seperti berpikir dan mengingat. Perilaku afektif adalah perilaku yang berkaitan dengan perasaan atau emosi manusia yang biasanya bersifat subyektif. Perilaku motorik yaitu perilaku yang melibatkan gerak fisik seperti memukul, menulis, lari, dan lain sebagainya.

2.1.3 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok :

a) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance), adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

b) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

c) Perilaku kesehatan lingkungan

adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya. (teori Lawrence Green)

2.1.4Pembentukan Perilaku

Ada beberapa cara pembentukan perilaku, antara lain sebagai berikut.

a) Melalui conditioning atau pembiasaan, yaitu dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, yang akhirnya terbentuklah perilaku tersebut. Misalnya membuang sampah pada tempatnya, anak dibiasakan bangun pagi, atau menggosok gigi sebelum tidur, mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang lain, membiasakan diri untuk tidak terlambat datang ke sekolah, dan sebagainya. Cara ini didasarkan pada teori behaviorism, terutama teori pembiasaan Pavlov, Thorndike, dan Skinner.

b) Melalui pengertian (insight), yaitu memberikan dasar pemahaman atas alasan tentang perilaku yang akan dibentuk, misalnya datang kuliah jangan terlambat, karena hal tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik sepeda motor pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri. Salah seorang tokoh yang menganut teori ini adalah Kohler, yang juga merupakan tokoh psikologi Gestalt. Dia menemukan dalam eksperimennya bahwa dalam belajar yang penting adalah pengertian atau insight.

c) Melalui penggunaan model, yaitu pembentukan perilaku melaui model atau contoh teladan.Orang mengatakan bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Cara ini disarakan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (Teori Lawrence Green).

2.1.5Pengukuran Perilaku

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Pengukuran dan indikator perilaku kesehatan :

1) Health Knowledges: pengetahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan

2) Health Attitude: pendapat atau penilaian terhadap hal-hal yang berkaitan pemeliharaan kesehatan

3) Health Practice: kegiatan atau aktivitas dlm rangka memelihara kesehatannya

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2003 : 164) perilaku dipengaruhi 3 faktor yaitu faktor pendahulu, pemungkin dan penguat. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

a) Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dansebagainya.

b) Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.c) Faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas terlebih lagi petugas kesehatan. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilakuMenurut Teori Snehandu B.KarMengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu :1. Adanya niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya.2.Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).3.Terjangkaunya informasi (accessibility of information)4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation)Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari:

a) Niat sesorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya ( behaviour intention ).

b) Dukungan sosial dari masyrakat sekitarnya ( social-support).

c) Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessebility of information).

d) Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan ( personal autonomy).

e) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak( action situation).

Uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:B=f(BI, SS, AL, PA, AS)

Keterangan :B= BehaviourF= FungsiBI= Behaviour IntentionSS= Social SupportAI= Accessebility of InformationPA= Personal AutonomyAS= Action SituationMenurut Teori WHO (World Health Organization) (1986)

Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. 3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. 4. Nilai (value). Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling), yakni dalambentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).1. PengetahuanPengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.2. KepercayaanKepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.3. SikapSikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yang telah disebutkan diatas. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras kerumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di RS. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun. Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat. 4. Orang penting sebagai referensiPerilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para ulama, kepala adapt (suku), kepala desa, dan sebagainya. Sumber-sumber daya (resource)Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan diatas.Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latarbelakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas. Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :B = f (TF, PR, R, C)

Di mana :B = behaviourf = fungsiTF = thoughts and feelingPR = personal referenceR = resourcesC = culture2.2 Cuci tangan dengan sabun

2.2.1 Pengertian cuci tangan dengan sabun

Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara bersama-sama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas dibawah aliran air.

Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih. Cuci tangan merupakan prosedur paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.

2.2.2 Tujuan Mencuci Tangan

Mencuci tangan merupakan satu tehnik yang paling mendasar untuk menghindari masuknya kuman kedalam tubuh. Dimana tindakan ini dilakukan dengan tujuan; supaya tangan bersih, membebaskan tangan dari kuman dan mikroorganisme, menghindari masuknya kuman kedalam tubuh

Salah satu jalan utama masuknya bibit penyakit adalah tangan. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun sangat disarankan untuk dijadikan sebuah budaya dan kebiasaan sehari-hari. Tangan yang kotor bisa jadi penyebab utama berbagai penyakit, salah satunya terkena diare. Kita tidak bisa meremehkan penyakit diare karena terbukti saat ini diare adalah penyebab nomor dua kematian pada balita.

Bibit penyakit biasanya masuk ke tubuh kita melalui 2 jalan. Yang pertama adalah melalui tangan dan satu lagi melalui hidung. Dengan mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun secara rutin maka secara otomatis tubuh kita akan terlindung dari bibit penyakit yang masuk melalui tangan.

Sampai saat ini ternyata bukan hanya anak-anak saja yang malas untuk mencuci tangan, sebagian besar orang dewasa juga masih sulit untuk membiasakan diri untuk mencuci tangannya. Karena itulah kampanye pentingmya mencuci tangan melalui media kepada masyarakat luas harus terus di lakukan.

2.2.3. Akibat yang timbul jika tidak mencuci tangan dengan benar

1. Diare

Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air dan volume buang air besar.

2. Cacingan

Cacingan adalah kumpulan gejala adanya cacing di dalam tubuh.

1. Tifus

2. Leptospirosis

3. Hepatitis

4. Gastroenteritis

2.2.4 Cara mencuci tangan dengan sabun

Berikut adalah standar cuci tangan :

1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir

2. Gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah

3. Digosok telapak tangan ke telapak tangan, sehingga menghasikan busa secukupnya selama 15-20 detik

4. Bilas kembali dengan air bersih

5. Tutup kran dengan siku atau tissu

6. Keringkan tangan dengan tissu / handuk kertas

7. Hindarkan menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan.

2.2.5 Waktu mencuci tangan dengan sabun

1. Sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan,2. Sebelum menyuapi anak,3. Sesudah buang air besar dan kecil,4. Setelah menceboki bayi,5. Setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian, dan6. Sehabis bermain/memberi makan/memegang hewan peliharaan.

2.3 Kerangka TeoriTeori yang digunakan berdasarkan determinan perilaku, mengenai sikap dan gaya hidup keluarga binaan. Terutama dalam hal perilaku mencuci tangan dengan tidak menggunakan sabun yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Teori perilaku ini diambil berdasarkan teori dari Snehedu Kar, perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari: a. behaviour intention

Niat / motif berprilaku yang terwujud dalam keyakinan, sikap, dan kehendak.

b. social-support

Dorongan dari orang tertentu dalam lingkungan sekitar.

c. accessebility of informationAda atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan. d. personal autonomyOtonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan. bentuk kemandirian pribadi. Dimana biasanya seseorang tidak mempunyai hak yang bebas atas dirinya sendiri.

e. action situationSituasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak., terwujuud dalam bentuk sarana prasarana serta akses menjangkau pusat kesehatan.Kerangka Teori (Snehedu-Kar)

Bagan 2.1. Kerangka Teori

2.4 Kerangka KonsepBerdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang berhubungan dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga binaan RT 03/RW 03 Kampung Gaga, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independen dari kerangka teori yang dihubungkan dengan area permasalahan.Variabel Independen

Variabel Dependen

Bagan 2.2. Kerangka Konsep Perilaku Snehedu-Kar

2.5 Definisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti, variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamanan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta mengembangkan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2006). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 2.1. Definisi OperasionalNo.VariabelDefinisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala

1Perilaku mencuci tanganTindakan seseorang dalam melakukkan kegiatan mencuci tangan dengan sabun yang dapat diamati langsung atau tidak langsung oleh pihak lain.KuesionerWawancara< 2 : Tidak Baik

> 2 : BaikOrdinal

2KeyakinanKeyakinan seseorang terhadap mencuci tangan dengan sabun Kuesioner Wawancara< 2 : keyakinan tidak baik> 2 : keyakinan baikOrdinal

3Sikap

Reaksi responden terhadap permasalahan cuci tangan dengan sabunKuesioner Wawancara< 5: sikap tidak baik

> 5 : sikap baikOrdinal

4LingkunganWilayah sekitar rumah responden yang mempengaruhi pola perilaku mencuci tangan dengan sabunKuesionerWawancara < 2 : Belum Baik

> 2 : BaikOrdinal

5Pengetahuan Wawasan mengenai segala masalah yang berhubungan dengan mencuci tangan , meliputi cara, perawatan dan penyakit akibat tidak mencuci tangan dengan sabun.KuesionerWawancara< 2 : pengetahuan kurang

> 2 : Pengetahuan baikOrdinal

6Tenaga KesehatanPeran dari petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai cuci tangan meliputi cara cuci tangan yang baik dan benar dengan menggunakan sabun , dampak tidak mencuci tangan yang tidak benar , serta kriteria air bersih untuk mencuci tangan yang sehatKuesionerWawancara< 2 : kurangnya peran petugas kesehatan yang mendukung kegiatan mencuci tangan dengan sabun

> 2 : petugas kesehatan berperan aktif dalam mendukung kegiatan mencuci tangan dengan menggunakan sabunOrdinal

7KeluargaSekumpulan orang yang berhubungan erat degan responden yang mempengaruhi perilaku responden dalam melakukan cuci tangan dengan sabunKuesionerWawancara < 2 : anggota keluarga tidak berpartisipasi

>2 : anggota keluarga berpartisipasiOrdinal

8Masyarakat Sekumpulan orang dalam suatu komunitas yang mempengaruhi terjadinya perilaku cuci tangan dengan sabun.KuesionerWawancara 3 : masyarakat yang sadar perilaku cuci tanganOrdinal

9Sarana Suatu peralatan yang dapat digunakan langsung oleh responden untuk mencuci tangan dengan sabunKuesionerWawancara < 4 : Sarana tidak tersedia

>4 : Sarana tersediaOrdinal

42