BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hipotermi pada neonatus bahan buat referat dan skripsi

Citation preview

  • 5/20/2018 BAB II

    1/18

    6

    BAB II

    PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK UNTUK MENCEGAH HIPOTERMI

    PADA NEONATUS DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DITINJAU

    DARI KEDOKTERAN

    2.1 Hipotermi Pada Neonatus

    2.1.1 Definisi

    Hipotermia adalah suatu keadaan ketika bayi diletakkan di lingkungan

    yang lebih dingin dari suhu lingkungan netralnya, dan ketika bayi menggigil

    dapat meningkatkan penggunaan oksigen dan penggunaan glukosa untuk proses

    fisiologis (Ladewig, 2006).

    Hipotermia adalah gangguan medis yang terjadi di dalam tubuh,

    sehingga mengakibatkan penurunan suhu karena tubuh tidak mampu

    memproduksi panas untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan cepat.

    Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air, angin, dan pengaruh dari

    dalam seperti kondisi fisik. Suhu normal adalah suhu tubuh yang menjamin

    kebutuhan oksigen bayi secara individual (dapat terpenuhi dengan suhu bayi

    stabil dengan suhu aksila antara 36,50 C 37,50 C (Lestari, 2010)

    2.1.2 Mekanisme terjadinya Hipotermia

  • 5/20/2018 BAB II

    2/18

    7

    BBLR dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang

    berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara

    produksi panas dan kehilangan panas (Yunanto, Ari. 2008).

    Gambar 2.1 Mekanisme Kehilangan panas pada bayi baru lahir

    Sumber : WHO, 2013

    Menurut Ari Yunanto, BBLR mekanisme terjadinya hipotermi dapat

    melalui tiga mekanisme berikut :

    1. Penurunan produksi panas

    Penurunan produksi panas ini dapat disebabkan oleh keagalan

    dalam system endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme

    tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya

    pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitari.

  • 5/20/2018 BAB II

    3/18

    8

    2.

    Peningkatan panas yang hilang

    Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan

    tubuh kehilangan panas. Adaoun mekanisme tubuh kehilangan

    panas dapat terjadi secara :

    a.

    Konduksi

    Adalah perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat

    perbedaan suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi

    saat terjadi kontak langsung antara kulit BBLR dengan

    permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas yang

    terjadi pada BBLR yang berada pada permukaan/alas yang

    dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.

    b.

    Konveksi

    Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu anatara

    permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di

    permukaan tubuh bayi BBLR. Sumber kehilangan panas disini

    dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada

    waktu proses transportasi BBLR kerumah sakit.

    c. Radiasi

    Adalah perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang

    dingin, misalnya dari bayi BBLR dengan suhu yang hangat

    dikelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber

    kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin

    atau suhu inkubator yang dingin.

  • 5/20/2018 BAB II

    4/18

    9

    d.

    Evaporasi

    Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan

    traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa

    BBLR yang basah setelah lahir, atau pada waktu dimandikan.

    3.

    Kegagalan termoregulasi

    Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan

    hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dkarenakan berbagai

    penyebab. Keadaan hipoksia intrauterine/saat persalinan/post

    partum, defek neurologik da paparan obat prenatal

    (analgesik/anastesi) dapat menekan respon neurologis bayi BBLR

    dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan

    mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi

    hipotermi atau hipertermi.

    Banyak faktor dari hipotermi, antara lain bayi baru lahir tidak segera

    dikeringkan, terlalu cepat dimandikan, setelah dikeringkan tidak segera

    diberi pakaian, tidak segera didekap pada tubuh ibu, bayi baru lahir

    dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya, berat badan bayi baru

    lahir rendah, bayi tidak segera dibungkus dan bayi sakit (Departemen

    Kesehatan RI, 2008).

    2.1.3 Klasifikasi

  • 5/20/2018 BAB II

    5/18

    10

    Hipotermia pada BBLR adalah suhu dibawah 36,5 oC, yang terbagi atas

    hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5 oC, hipotermia sedang

    yaitu suhu antara 32-36 oC, dan hipotermia berat yaitu suhu tubuh di bawah 32

    oC

    Klasifikasi Hipotermia (Indarosi,2001) :

    1)

    Hipotermia ringan, suhu

  • 5/20/2018 BAB II

    6/18

    11

    kurang dari 2 hari

    Kulit teraba keras

    Nafas pelan dan

    dalam

    Tidak terpapar dengan

    dingin atau panas yang

    berlebihan

    Suhu tubuh

    berfluktuasi 36-39C

    meskipun berada di

    suhu lingkungan

    yang stabil

    Fluktuasi terjadi

    setelah periode suhu

    stabil

    Suhu tidak stabil

    II.1.1. Patofisiologi

    Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferent menyampaikan pada

    sentral pengatur panas di hipothalamus. Ketika mencapai brown fat

    memacu pelepasan noreadrenalin lokal sehingga trigliserida menjadi

    gliserol dan asam lemak.Blood gliserol levelmeningkat, tetapi asam lemak

    secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan panas, kemudian didistribusi

    ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah. Ini menunjukan bahwa bayi

    akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa untuk memetabolisme

    yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat (Indarso,2001)

    Termogulasi metabolik yang efektif memerlukan integritas dari sistem

    saraf sentral, kecukupan dari brown fat, dan tersedianya glukosa serta

  • 5/20/2018 BAB II

    7/18

    12

    oksigen. Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada system

    saraf pusat antara lain: depresi linier dari metabolisme otak, amnesia,

    apatis, disartria, pertimbangan yang terganggu, adaptasi yang salah, EEG

    yang abnormal, depresi kesadaran yang agresif, dilatasi pupil, dan

    halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan autoregulasi otak,

    aliran darah menurun, koma, reflks okuli yang hilang, penurunan yang

    prograsif dari aktivitas EEG. Pada jantung dapat terjadi takikardi,

    kemudian bradikardi yang progresif, konstriksi pembuluh darah,

    peningkatan cardiac output, dan tekanan darah (Indarso,2001)

    Selanjutnya, peningkatan aritmia atrium dan ventrikel, perubahan EKG

    dan sistol yang memanjang; penurunan tekanan darah yang progresif,

    denyut jantung, dan cardiac output, disritmia, dan asistol. Takipneu,

    bronkhorea, bronkhospasma, hipoventialsi, konsumsi oksigen yang

    menurun sampai 50%, pada pernafasan dapat terjadi kongesti paru dan

    edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai 75%, dan apneu. Pada

    ginjal dan sistem endokrin dapat terjadi cold diuresis, peningkatan

    katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4, serta menggigil. Pada keadaan

    berat dapat terjadi oliguri yang berat, poikilotermia, dan penurunan

    metabolisme basal sampai 80%. Pada otot saraf dapat terjadi penurunan

    tonus otot sebelum menggigil, termogenesis, ataksia, hiporefleksia, dan

    rigiditas. Pada keadaan berat dapat terjadi arefleksia perifer (Indarso,2001)

    II.1.2. Diagnosis

  • 5/20/2018 BAB II

    8/18

    13

    Penegakan diagnosis hipotermia dapat dilakukan dengan mengukur suhu

    tubuh. Pada instalasi gawat daryrat, suhu tubuh paling baik diukur dengan

    menggunakan temperature suhu rendah yang diletakkan pada rectum

    ataupun esofagus. Pada praktek sehari-hari, pengukuran menggunakan

    thermometer seringkali tidak mencerminkan suhu inti tubuh. Pada

    hipotermia ringan dapat ditemukan pasien berada pada suhu antara 32-

    35oC. Seringkali pasien menggigil pada keempat ekstremitas. Pada suhu

    dibawah 34oC, pasien akan mulai mengelama gangguan kesadaran dan

    status mental. Pada suhu dibawah 33oC akan tampak ataksia dan apatis.

    Pasien umumnya memiliki hemodinamik yang stabil dan masih dapat

    mengkompensasi gejala yang timbul. Gejala lain pada hipotermia ringan

    yang dapat ditemukan dapat berupa hiperventilasi, takipnea dan takikardia

    (Li,2014)

    Pada hipotermia sedang (28-32oC) akan terjadi penurunan konsumsi O2

    yang muncul dengan gejala gangguan sistem saraf pusat. Pasien dengan

    suhu kurang dari 32oC akan memberikan gejala gangguan kesadaran

    berupa stupor. Pada suhu kurang dari 31o

    C tubuh akan kehilangan

    kemampuan menjaga suhu dengan menggigil. Pada suhu 28-30oC, pupil

    akan tampak berdilatasi dengan respons cahaya minimal yang memiliki

    kemiripan dengan gejala mati batang otak (Li, 2014).

    Ketika memasuki derajat hipotermia berat (

  • 5/20/2018 BAB II

    9/18

    14

    tahap koma. Edema paru, oliguria, hipotensi, rigiditas, apnea, arefleksia,

    serta penurunan aktivitas EEG dapat juga ditemukan (Li,2014)

    II.1.3. Komplikasi

    II.1.4. Tatalaksana

    Berdasarkan klasifikasinya, tatalaksana hipotermi secara rinci dapat

    dijelaskan sebagai berikut (Indarso,2001) :

    A. Hipotermi berat (Indarso,2001)

    1. Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah

    dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau

    ruangan hangat, bila perlu.

    2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang

    hangat, pakai topi dan selimut dengan selimut hangat.

    3.

    Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.

    4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau

    kurang dari30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat

    ekspirasi ), lakukan manajemen gangguan nafas.

    5.

    Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan

    infus tetap terpasang dibawah pemancar panas, untuk

    menghangatkan cairan

    6.

    Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45

    mg/dl, tangani hipoglikemi.

  • 5/20/2018 BAB II

    10/18

    15

    7.

    Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau

    tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4

    jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.

    8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang

    disebutkan dalam penanganan kemungkinan besar sepsis.

    9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :

    a. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan

    menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum

    b. Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa

    lambung dan beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35C.

    10.Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak

    0,5C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian

    lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.

    11.Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu

    ruangan setiap jam.

    12.Setelah suhu bayi normal :

    a.

    Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi

    b. Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap

    3 jam.

    13.

    Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu

    bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak

    ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi

  • 5/20/2018 BAB II

    11/18

    16

    dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar

    bayi tetap hangat selama di rumah.

    B. Hipotermi sedang (Indarso,2001)

    1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat,

    memkai topi dan selimuti dengan selimut hangat.

    2.

    Bila ada ibu / pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan

    melakukan kontak kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat

    (Kangaroo Mother Care)

    3.

    Bila ibu tidak ada :

    a.

    Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar

    panas, gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu

    b. Periksa suhu alat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan

    menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan

    sesuaikan pengatur suhu.

    c. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih

    sering diubah.

    4.

    Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat

    menyusu, berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara

    pemberian minum.

    5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan

    nafas, kejang, tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila

    terjadi hal tersebut.

    6. Periksa kadar glukosa darah, bila

  • 5/20/2018 BAB II

    12/18

    17

    7.

    Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani

    gangguan nafasnya

    8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal

    0,5C/jam, berarti usaha mengahangatkan berhasil, lanjutkan

    memeriksa suhu tiap 2 jam.

    9. Bila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5c/jam, cari

    tanda sepsis.

    10.Setelah suhu tubuh normal :

    a. Lakukan perawatan lanjutan

    b. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3

    jam.

    11.

    Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan

    baik serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di

    rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara

    menghangatkan bayi di rumah.

    II.2.

    Penggunaan Selimut Plastik Untuk Mencegah Hipotermi Pada Neonatus

    Dengan Berat Badan Lahir Rendah

    II.2.1.Perkembangan Penggunaan Selimut Plastik Untuk Mencegah

    Hipotermi Pada Neonatus Dengan Berat Badan Lahir Rendah

    Menurut WHO(2009) ditemukan angka kematian pada neonatus

    sebesar 37% diantara kematian balita di negara berkembang 75% angka

    kematian neonatal terjadi selama minggu pertama kehidupan, dan terjadi

  • 5/20/2018 BAB II

    13/18

    18

    kematian antara 25% sampai 45% dalam 24 jam pertama. Angka

    Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator kualitas kesehatan

    di suatu negara. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

    (SDKI) 2008-2012, angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong

    tinggi yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab utama

    kematian bayi adalah bayi berat lahir rendah sebanyak 29%

    (Depkes,2009).

    Hilangnya panas secara evaporasi adalah penyebab utama

    kehilangan panas pada bayi baru lahir selama 30 menit pertama setelah

    lahir. Insensible water loss dan barier kulit yang imatur berkontribusi

    terhadap risiko peningkatan hipotermia pada bayi. Pembungkus

    polyethylene atau kantong plastik yang digunakan pada saat lahir di

    ruang bersalin mengurangi hipotermia pada bayi berat lahir rendah dan

    sangat rendah. Diperkirakan bahwa kantong plastik ini dianggap dapat

    mengurangi kehilangan panas evaporasi/konveksi, insensible water loss,

    dan kebutuhan untuk metabolisme produksi panas. McCall, dkk dalam

    review Cochrane (termasuk 3 studi pembungkus polyethylene digunakan

    dalam waktu 10 menit dari kelahiran pada bayi dengan usia kehamilan

    ibu 32 minggu), menyimpulkan bahwa penggunaan bahan pembungkus

    plastik atau kantong plastik menurunkan hipotermia segera setelah lahir

    dan penelitian masa depan disarankan untuk menentukan kelayakan

    penggunaannya di negara-negara miskin. The Neonatal Resuscitation

    Programmerekomendasikan penggunaan kantong plastik sebagai sarana

  • 5/20/2018 BAB II

    14/18

    19

    untuk mencegah hipotermia pada bayi yang lahir pada usia gestasi

    kurang dari 29 minggu. (Leadford,2013)

    Kantong plastik dapat menjadi pilihan yang terjangkau bagi

    negara-negara berkembang. Untuk mengetahui perbedaan metode

    kantong plastik dalam mencegah hipotermi pada BBLR dibandingkan

    dengan metode konvensional. Uji klinik dengan rancangan randomized

    clinical trial. Dengan suatu strategi perawatan termoregulasi standar

    (kelompok kontrol) dibandingkan dengan strategi termasuk perawatan

    termoregulasi standar ditambah penempatan bayi baru lahir dalam

    kantongpoliethylen(kelompok intervensi) (Leadford,2013)

    Analisis data menggunakan uji statistik Chi- square. Metode

    kantong plastik bila difokuskan pada suhu lingkungan dapat mencegah

    terjadi hipotermi. Peneitian menjunjukan penggunaan selimut plastik

    dapat mengurangi hipotermia tanpa menyebabkan hipertermia pada 1 jam

    setelah lahir pada bayi prematur dan bayi berat badan lahir rendah. Suhu

    lingkungan menyebabkan efek bermakna secara statistik maupun klinik

    dalam mencegah hipotermi pada BBLR saat dilahirkan (Leadford,2013)

    II.2.2.Cara Penggunaan Selimut Plastik Untuk Mencegah Hipotermi Pada

    Neonatus Dengan Berat Badan Lahir Rendah

    Bayi tetap di selimut plastik selama setidaknya 1 jam setelah lahir, pada

    saat suhu aksila diukur dan telah dipastikan normal. Selimut plastik

    dibuka atau dengan kisaran suhu normal (36,5-37,5 C) atau lebih tinggi.

    Bayi dengan suhu di bawah kisaran normal tetap di selimut plastik

  • 5/20/2018 BAB II

    15/18

    20

    sampai suhu normal diperoleh. Suhu diklasifikasikan berdasarkan WHO:

    Normothermia didefinisikan dengan garis sebagai suhu ketiak dari 36,5-

    37,5C (97,7-99,5F). Suhu diperoleh dengan termometer digital

    ditempatkan di ketiak bayi. Sedangkan hipotermia didefinisikan sebagai

    suhu, 36,5C (97,7F) (Leadford,2013)

    Gambar 2. Penggunaan selimut plastik

    Melalui sebuah penelitian sebanyak 104 bayi secara acak (Gambar 3).

    Lebih dari 80% dari semua bayi dalam penelitian ini adalah hipotermia

    pada 10 menit setelah lahir. Dari semua bayi 86 (83%) memiliki suhu

    36.5oC pada 10 menit setelah lahir. Sepuluh bayi di kelompok intervensi,

    32 minggu kehamilan (20%) dan 14 bayi dalam kelompok kontrol (29%)

    adalah, 32 minggu kehamilan (leadford,2013)

  • 5/20/2018 BAB II

    16/18

    21

    Gambar 3. Kurva perbandingan antara kantong plastik dengan kontrol

    Dalam penelitian tersebut bayi secara acak dalam kelompok

    intervensi menerima perawatan yang sama, kecuali mereka ditempatkan di

    dalam selimut plastik seharga tiga puluh ribu rupiah ( selimut low-density

    polyethylene linear berukuran 10x8x24 cm dengan ketebalan 1,2 mil)

    meliputi ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Bayi diletakkan dalam

    selimut plastik setelah dikeringkan dan diletakkan di atas perut ibu,

    sementara dilakukan pemotongan tali pusat, kemudian bayi diserahkan

    kepada dokter anak atau asisten selambat-lambatnya 10 menit setelah lahir.

    II.2.3.Manfaat Penggunaan Selimut Plastik Untuk Mencegah Hipotermi

    Pada Neonatus Dengan Berat Badan Lahir Rendah

    Hasil utama adalah normotermia pada 1 jam. Suhu

    diklasifikasikan per pedoman WHO. Normotermia didefinisikan per

  • 5/20/2018 BAB II

    17/18

    22

    pedoman WHO sebagai suhu ketiak dari 36,5-37,5C (97,7-99,5 F).

    Suhu diperoleh dengan termometer digital ditempatkan di ketiak bayi.

    Hipotermia didefinisikan sebagai suhu, 36,5C (97,7 F). Hipertermia

    didefinisikan sebagai suhu lebih dari 38,0C (100,4 F). Suhu diperoleh

    dengan termometer digital ditempatkan di ketiak (Leadford,2013)

    Dari 49 bayi dalam intervensi (kantong plastik), 29 bayi (59%)

    dibandingkan dengan 18 bayi (33%) dari 55 bayi dalam kelompok

    kontrol memiliki temperatur dalam kisaran normal pada 1 jam setelah

    lahir (risiko relatif 1,81 dengan 95 % confidence interval 1,16-2,81, P=

    0,007). Suhu rata-rata pada 1 jam untuk bayi dalam kelompok intervensi

    adalah 36,50,5oC dibandingkan dengan 36,10.6oC bayi dalam

    kelompok kontrol (P, 001). Risiko hipotermia memiliki pengurangan

    risiko absolut dari 26% ketika kantong plastik. Suhu pada 1 jam

    berkorelasi dengan berat lahir, dengan hipotermia menjadi lebih umum

    pada bayi-bayi kecil. Lamanya penggunaan kantong plastik pada bayi

    hipotermia berkisar 80-120 menit. Tak satu pun dari bayi pada kedua

    kelompok memiliki hipertermia. Tak satu pun dari bayi timbul efek

    samping kulit yang disebabkan oleh kantong plastic (Leadford,2013)

    Penggunaan kantong plastik atau pembungkus polyethilene pada

    bayi- bayi dengan berat lahir rendah di ruang bersalin adalah hal yang

    umum dilakukan di negara berkembang. Penempatan bayi prematur/berat

    lahir rendah dalam kantong plastik saat lahir dibandingkan dengan

    perawatan standar termoregulasi mengurangi hipotermia tanpa

  • 5/20/2018 BAB II

    18/18

    23

    mengakibatkan hipertermia, dengan biaya terjangkau, merupakan alat

    teknologi yang mudah untuk sumber daya yang terbatas.

    Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kantong plastik

    atau pembungkus mengurangi hipotermia pada bayi dengan usia

    kandungan 29 minggu. Meskipun bayi di bawah 26 minggu dan 1000

    gram dimasukkan ke dalam percobaan ini, mereka merupakan bagian

    kecil dari bayi yang terdaftar. Bayi yang lebih besar juga memiliki

    kesulitan mempertahankan suhu normal di beberapa menit sampai jam

    setelah lahir, dan penelitian saat ini menunjukkan bahwa kantong plastik

    juga dapat mengurangi hipotermia pada bayi ini. Prevalensi relatif cukup

    tinggi pada hipotermia, bahkan bayi yang cukup besar disarankan

    didaftarkan pada percobaan saat ini memungkinkan bayi ini mendapat

    manfaat dari penempatan dalam kantong plastik segera setelah lahir. The

    Neonatal Resuscitation Program merekomendasikan penggunaan

    kantong plastik sebagai sarana untuk mencegah hipotermia pada bayi

    yang lahir pada usia gestasi kurang dari 29 minggu (Leadford,2013)