26
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Forensik 2.1.1 Pengertian Yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi dan kedokteran forensik adalah sebuah aplikasi dari sisi disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam memperoleh data – data postmortem, berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006). Yang dimaksud proses penegakkan hukum dan keadlian merupakan suatu ukan usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non-scientific belaka. Dengan demikian didalam penyelesaian perkara pidana yangmenyangkut tubuh , kesehatan dan nyawa manusia seperti kasus pembunuhan, penganiayaan, kejahatan seksual, perbuatan yang menyebabkan kematian dan perlukaan, Ilmu Kedokteran Forensik mutlak diperlukan (Mun’im, 2009). Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia, dan tanpa mengorbankan hak dari tersangka. Yang bersalah dinyatakan bersalah dinyatakan bersalah harus dinyatakan tidak bersalah (Mun’im, 2009).

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab ii

Citation preview

2

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Forensik

2.1.1 Pengertian

Yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi dan kedokteran forensik adalah sebuah aplikasi dari sisi disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam memperoleh data data postmortem, berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006).Yang dimaksud proses penegakkan hukum dan keadlian merupakan suatu ukan usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non-scientific belaka. Dengan demikian didalam penyelesaian perkara pidana yangmenyangkut tubuh , kesehatan dan nyawa manusia seperti kasus pembunuhan, penganiayaan, kejahatan seksual, perbuatan yang menyebabkan kematian dan perlukaan, Ilmu Kedokteran Forensik mutlak diperlukan (Munim, 2009).Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia, dan tanpa mengorbankan hak dari tersangka. Yang bersalah dinyatakan bersalah dinyatakan bersalah harus dinyatakan tidak bersalah (Munim, 2009).2.1.2 Fungsi Forensik

Fungsi utama dari Ilmu Kedokteran Forensik adalah untuk membantu proses penegakan hukum dan keadilan, khususnya didalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia (Muniim, Abdullah, dkk, 2009). Dan Fungsi Penyelidikan adalah merupakan fungsi teknis reserse Kepolisian yang mempunyai tujuan membuat suatu perkara menjadi jelas, yaitu dengan mencari menemukan kebenaran materil yang selengkap-lengkapnya tentang suatu perubahan atau tindak pidana yang terjadi (Munin dan Legowo, 2008).Penyidikan adalah suatu proses untuk mempelajari dan mengetahui apa yang telah terjadi dimasa lampau dan dalam kaitannya dengan tujuan dari penyelidikan itu sendiri. Penyidik dengan seyogianya harus melakukan penyidikan dengan sebaik baiknya. Dalam menjalankan tugas tugas yang dibebankan di penyidik, pada umumnya penyidik, pada umumnya Penyidik memanfaatkan sumber sumber informasi untuk membuat terang suatu perkara (Munin dan Legowo, 2008).Sumber- sumber informasi yang dipakai Penyidik untuk mengetahui apa yang telah terjadi adalah :

1. Barang-barang bukti (physical evidence),seperti :

Anak peluru

Bercak darah

Jejak (impression), dari alat, jejak ban, jejak dari sepatu dan lain sebagainya.

Narkotika

Tumbuh-tumbuhan (Munin dan Legowo, 2008).2. Document serta catatan-catatan, seperti :

Cek palsu

Surat penculikan

Tanda- tanda pengenal dri lainnya

Catatan tentang ancaman (Munin dan Legowo, 2008).3. Orang-orang, seperti :

Korban

Saksi mata

Tersangka pelaku kejahatan

Hal-hal lain yang berhubungan dengan korban, tersangka dan keadaan di TK (Munin dan Legowo, 2008).2.1.3 Metode ForensikIdentifikasi forensik pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) metode utama, yaitu :

a. Identifikasi komparatif, yaitu apabila tersedia data post-mortem (pemeriksaan jenazah) dan ante-mortem (data sebelum meninggal, mengenai ciri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat, bekas luka/operasi, dll), dalam suatu komunitas yang terbatas (Amir, 2003).b. Identifikasi rekonstruktif, yaitu apabila tidak tersedia data ante-mortem dan dalam komunitas yang tidak terbatas/plural (Amir, 2003).Identitas seseorang dapat dipastikan apabila paling sedikit 2 (dua) metode yang digunakan memberikan hasil yang positif (tidak meragukan), dari 9 (sembilan) metode yang akan dijelaskan satu per satu berikut ini.

1. Metode Identifikasi Visual

Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk sehingga masih memungkinkan untuk dikenali wajahnya dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang (Amir, 2003).2. Metode Identifikasi Dokumen

Dokumen seperti kartu identitas/KITAS, baik berupa SIM, KTP, paspor, dsb. yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan jenazah akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Dalam kasus-kasus bencana massal, kita hendaknya mengikuti prosedur DVI (Disaster Victim Identification) yang berlaku secara internasional, yang mana hal ini diterapkan pada kasus Bom Bali I dan II (Amir, 2003).3. Metode Identifikasi Properti

Properti berupa pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui merk atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, ataupun hal lainnya, yang dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota TNI, masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya (Amir, 2003).4. Metode Identifikasi Medik

Metode ini menggunakan parameter berupa tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, cacat/kelainan khusus, tato/rajah, dll. Secara singkat, bisa dikatakan bahwa ciri-ciri fisik korban yang diperhatikan. Metode ini mempunyai nilai yang tinggi, karena selain dilakukan oleh tenaga ahli dengan menggunakan berbagai cara atau modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar X, USG, CT-scan, laparoskopi, dll. bila diperlukan), sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada kasus penemuan tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini, dapat diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur, tinggi badan, kelainan pada tulang, dan data-data lainnya dari korban yang ditemukan (Amir, 2003).5. Metode Identifikasi Serologik

Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang (Amir, 2003).6. Metode Identifikasi Gigi

Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan secara manual, sinar X, dan pencetakan gigi serta rahang. Odontogram tersebut memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa (gigi palsu), dan lain sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi komparatif dengan cara membandingkan data temuan post-mortem dengan data ante-mortem korban (Amir, 2003).7. Metode Identifikasi Sidik JariMetode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem orang tersebut. Penanganan terhadap jari-jari tangan jenazah harus dilakukan sebaik dan sehati-hati mungkin, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik. Sistim sidik jari yang sekarang dipakai dikenal dengan sistim Henry. Menurut Henry, pada tiap jari terdapat suatu gambar sentral yang terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu busur (arc), tented arc, gelung (loop), ikal (whorl), serta bisa pula merupakan campuran/majemuk (composite). Selanjutnya, garis-garis tersebut dapat membentuk berbagai maxam konfigurasi (ciri), seperti delta, tripod, kait, anastomose, dll. Identifikasi sidik jari dinyatakan positif bila terdapat minimal 16 (enam belas) ciri yang sama, di mana secara matematis untuk memperoleh sidik jari yang persis sama (dengan 16 ciri yang sama tersebut) kemungkinannya adalah 1:64.000.000.000 (satu berbanding enam puluh empat milyar) (Amir, 2003).8. Metode Identifikasi DNA

Metode ini merupakan salah satu dari 3 metode primer identifikasi forensik. Metode ini menjadi semakin luas dikenal dan semakin banyak digunakan akhir-akhir ini, khususnya pada beberapa kasus bencana alam dan kasus-kasus terorisme di Indonesia, misalnya kasus Bom Bali I dan II, Bom JW Marriott, Bom Kuningan, kasus tenggelamnya KMP Levina, dll. Kasus bom bunuh diri di GBIS Solo pun menggunakan metode ini. Pemeriksaan sidik DNA diperkenalkan pertama kali oleh Jeffreys pada tahun 1985. Metode ini umumnya membutuhkan sampel darah dari korban yang hendak diperiksa, namun demikian dalam keadaan tertentu di mana sampel darah tidak dapat diambil, maka dapat pula diambil dari tulang, kuku, dan rambut meskipun jumlah DNA-nya tidak sebanyak jumlah DNA dari sampel darah. DNA dapat ditemukan pada inti sel tubuh (DNA inti) ataupun pada mitokondria (organ dalam sel yang berperan untuk pernafasan sel-sel tubuh) yang biasa disebut DNA mitokondria. Untuk penentuan identitas seseorang berdasarkan DNA inti, dibutuhkan sampel dari keluarga terdekatnya. Misalnya, pada kasus Bom GBIS Solo baru-baru ini, sampel DNA yang didapat dari korban tersangka pelaku bom bunuh diri akan dicocokkan dengan sampel DNA yang didapat dari istri dan anaknya. DNA inti anak pasti berasal setengah dari ayah dan setengah dari ibunya. Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu, bila tidak dijumpai anak-istri korban, maka dicari sampel dari orang tua korban. Bila tidak ada juga, dicari saudara kandung seibu, dan diperiksakan DNA mitokondrialnya karena DNA mitokondrial diturunkan secara maternalistik (garis ibu) (Amir, 2003).9. Metode Eksklusi

Metode ini digunakan pada kasus kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, kereta api, dll. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode-metode tersebut di atas, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang (Amir, 2003).2.1.4 Visum et Repertum

2.1.4.1 PengertianVisum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan (Dahlan,1999).2.1.4.2 Dasar Hukum ForensikPasal 133 KUHAP menyebutkan:

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya (Dahlan,1999).(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat (Dahlan,1999).Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia (Dahlan,1999).

2.1.4.3 Aspek Medikolegal Visum et Repertum

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti (Dahlan,1999).Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia (Dahlan,1999).2.1.4.4 Struktur Visum et RepertumUnsur penting dalam visum et repertum yang diusulkan oleh banyak ahli adalah sebagai berikut :

1) Pro Justitia

Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermeterai (Afandi, 2009).2) Pendahuluan

Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan visum et repertum, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan (Afandi, 2009).3) Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)

Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati, terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta ukurannya (Afandi, 2009).Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara

mengenai apa yang dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang penyakit yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak pidana/diduga kekerasan (Afandi, 2009).

b. Hasil pemeriksaanMemuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis) (Afandi, 2009).c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya

Pada keadaan sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/ tidaknya penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil (Afandi, 2009).d. Keadaan akhir korbanTentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan (Afandi, 2009).4) Kesimpulan

Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati (Afandi, 2009).5) Penutup

Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat Visum et repertum (Afandi, 2009).

2.2 Otopsi

2.2.1 Pengertian

Istilah lain untuk bedah mayat adalah autopsi, seksi, nekropsi, obduksi, pemeriksaaan post-mortem dan istilah belanda lijkschouwing. Kita mengenal 3 macam bedah mayat, yaitu bedah mayat anatomi, bedah mayat klinis, dan bedah mayat kehakiman (Hamdani dan Njowito, 1992).2.2.2 Macam-macam Otopsi

a. Bedah mayat anatomi

Bedah mayat anatomi dilakukan untuk kepruan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran.bahan yanag dipakai adalah mayat yang dikirim kerumah sakit yang setelah disimpan 2x24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya.setelah di awetkan di laboratorium anatomi,mayat disimpan sekurang kurangnya 1 tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hokum hal ini dapat dipertanggung jawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakui menjadi milik Negara setelah 3 tahun(KUHP perdata pasal 1129). Ada kalanya,seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran hal ini haruslah sesuai dengan KUHP pasal 935 (Hamdani dan Njowito, 1992).b. Bedah mayat klinis

Bedah mayat klinis dilakukan dengan tujuan menentukan sebab kematian,membuat diagnosa post-mortan bedah mayat klinis dilakukan dengan persetujuan tertulisahli waris,adakalanya ahli waris sendiri yang memintanya. autopsi klinik dilengkapi dengan pemeriksaan histopatologi, bakteriologi, seriologi, dan lain-lain.hasil bedah mayat klinis dengan persetujuan tertulis ahli waris dapat diminta untuk dijadikan visum et repertum atas permohonan penyidik (Hamdani dan Njowito, 1992).c. Bedah mayat kehakiman

Bedah mayat kehakiman dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara pidana.kata bedah mayat kehakiman dalam bahasa belanda gerechtelijke lijkschouwing terdapat dalam KUHP pasal 33,KUHP pasal 222, catatan sipil eropa pasal 72, catatan sipil cina pasal 20 dan stbl.1871 no.91.autopsi kehakiman mutlak harus dikerjakan atas dasar pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam mayat (Hamdani dan Njowito, 1992).2.2.3 Teknik otopsi

Untuk otopsi tidak diperlukan alat khusus dan mahal,cukup:

1. timbangan besar untuk menimbang mayat

2. timbangan kecil untuk menimbang organ

3. pisau dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam

4. gunting:berujung runcing dan tumpul

5. pinset:anatomis dan bedah

6. gergaji:gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel

7. forseps atau cunam untuk melepaskan dura mater

8. gelas takar 1 liter

9. pahat

10. palu

11. meteran

12. jarum dan benang (Hamdani dan Njowito, 1992).2.3 Rekam Medis

2.3.1 Pengertian

Dalam Permenkes No. 749/Menkes/Per/XII/1989 tentang RM, disebut pengertian RM adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan (KKI, 2009).2.3.2 Manfaat Rekam Medis

a. Pengobatan Pasien

Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan, dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien (KKI, 2009).b. Peningkatan Kualitas Pelayanan

Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktek kedokteran dengan jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal (KKI, 2009).c. Pendidikan dan Penelitian

Rekam Medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi (KKI, 2009).d. Pembiayaan

Berkas Rekam Medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien (KKI, 2009).e. Statistik Kesehatan

Rekam Medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu (KKI, 2009).f. Pembuktian Masalah Hukum, Didiplin dan EtikRekam Medis merupakan alat pembuktian tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik (KKI, 2009).2.3.3 Tujuan Rekam MedisTujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan (Samil, 2001).

Padahal,tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit.Tujuan rekam medis secara terperinci akan terlihat dan terlihat pula analog dengan kegunaan rekam medis itu sendiri (Samil, 2001).a. Aspek AdministrasiSuatu berkas rekam medis mempunyai nilai administratif karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanankesehatan (Samil, 2001).b. Aspek MedisSuatu berkas rekam medis mempunyai nilai medik, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien (Samil, 2001).c. Aspek Hukum

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan (Samil, 2001).d. Aspek KeuanganSuatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan nsebagai bahan untuk menetapkan pembayaran biaya pelayanan di rumah sakit. Tanpa bukti catatan tindakan pelayanan,pembayaran biaya pelayanan di rumah sakit tidak dapat dipertanggungjawabkan (Samil, 2001).e. Aspek PenelitianSuatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya mengandung data atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan (Samil, 2001).f. Aspek Pendidikan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya menyangkut data informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai (Samil, 2001).g. Aspek DokumentasiSuatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban laporan rumah sakit. Dengan melihat beberapa aspek tersebut diatas,rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas karena tidak hanya menyangkut hunbungan antara pasien dan pemberi pelayanan saja.Secara umum kegunaan rekam medis adalah sebagai berikut (Samil, 2001). Sebagai alat komunikasi anatara dokter dan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian di dalam memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien

Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien

Sebagai bukti tertulis atas tindakan pelayanan,perkembangan penyakit,dan pengobatan selama opasien berkunjung dan dirawat di rumah sakit

Sebagai bahan yang berguna untuk analisis,penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien

Sebagai perlindungn kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit, maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya

Sebagai persediaan data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan

Sebagai dasar perhitungan biaya pelayanan medik pasien

Sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan (Samil, 2001).2.3.4 Isi Rekam Medis

Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan daokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara, lain foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lainnya sesuai, dengan kompetensi ilmunya (KKI, 2009).

2.4 Peran dokter gigi dalam Forensik

Tugas dokter gigi dalam lingkup forensik adalah melakukan pemeriksaan terhadap keadaan mulut dan gigi dan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan mulut dan gigi, contohnya : memeriksa bekas gigitan. Oleh sebab itu seorang dokter gigi dapat dilibatkan dalam pembuatan Visum et Repertum oleh dokter pembuat Visum et Repertum sebagai konsultan untuk memeriksa keadaan mulut dan geligi korban, karena dokter gigi tidak memiliki wewenang khusus untuk membuat Visum et Repertum (Ardan, 2008) Gigi merupakan salah satu sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar. Selain itu, data berupa foto gigi semasa hidup dapat dipakai sebagai data pembanding dengan hasil pemeriksaan jenazah. Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi (Unair, 2008).Pertama, gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang terlindungi dan dibasahi oleh air liur (Unair, 2008).Kedua, manusia memiliki 2 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing mempunyai lima permukaan. Dengan demikian, maka di dalam rongga mulut terdapat 160 permukaan gigi dengan berbagai variasi keadaan, yaitu baik, rusak, ditambal, dicabut, gigi tiruan, implant dll. Dengan asumsi jumlah penduduk sebanyak 3 milyar, maka kemungkinan terdapatnya dua orang dengan data gigi dan mulut yang identik adalah satu berbanding dua milyar penduduk. Selain itu melalui pengamatan gigi geligi, kita dapat memperoleh informasi tentang umur, ras, jenis kelamin, golongan darah, ciri-ciri khas, dan bentuk wajah atau raut muka korban (Unair, 2008).2.4.1 Peran dalam pidana kasus forensik

Keterlibatan dokter gigi sehubungan dengan Kedokteran Gigi Forensik dapat dibagi menjadi 3 bidang (Cameron dan Sims, 1973) yaitu :a. Perdata non-kriminalb. Kriminalc. Penelitian (Ardan, 2008).Pada dasarnya dokter dan dokter gigi dalam membantu aparat penegak hukum dapat dibedakan atas (Prakoso, 1987) : Menurut obyek pemeriksaan :a. Orang hidupb. Jenazahc. Benda-benda atau yang berasal dari dalam tubuh (Ardan, 2008). Menurut jasa yang diberikan :a. Melakukan pemeriksaan lalu mengemukakan pendapat dari hasil pemeriksaannya.b. Mengajukan atau mengemukakan pendapat saja (Ardan, 2008). Menurut tempat kerja :a. Di rumah sakit atau laboratoriumb. Pemeriksaan di tempat kejadianc. Di muka sidang pengadilan (Ardan, 2008).2.4.2 Peran dalam pemeriksaan forensik

Tindakan Pertama Kedokteran Gigi Forensik di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Perlu dilakukan tindakan pertama dokter gigi forensik di TKP oleh karena keadaan asli di TKP merupakan adegan terakhir yang masih merupakan bagian dari scenario kejahatan. Selain itu, gambaran yang seteliti mungkin di TKP yang belum berubah memberikan data penting tentang scenario kejahatan tersebut (Lukman, 2006).Tindakan pertama juga diperiukan untuk menyelamatkan bahan bukti penting yang dibutuhkan untuk analisa Kedokteran Gigi Forensik, (misal gigi-geligi yang berserakan), ada tindakan yang perlu dilakukan di TKP misalnya sampel liur pada bite-mark, pemotretan keadaan korban, dan sebagainya, ada faktor-faktor di TKP yang mungkin dapat mempengaruhi penilaian terhadap bahan bukti misalnya ada binatang di sekitar TKP, atau ada benda yang menimpa korban, dsb (Lukman, 2006).