Upload
mhdazwin
View
214
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skrip
Citation preview
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang stabilitas
bangunan yang terjadi dan lokasi yang berbeda yang terkait dengan penelitian
yang dilakukan, maka dalam hal ini mencoba melakukan penelitian berdasarkan
studi pustaka terhadap hasil penelitian yang ada, dan beberapa literatur yang
berkaitan dengan topik yang akan dilakukan.
Zain (2013), dalam skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Bangunan
Intake Terhadap Satabilitas Bendung (Studi Kelayakan Bendung PLTMH di
Zeelandia). Bendung merupakan salah satu dari komponen bangunan sipil
pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang berfungsi untuk menaikkan elevasi
muka air sungai sehingga dapat dialihkan kedalam intake. Tujuan dari penelitian
ini adalah merencanakan bendung yang tepat dan aman terhadap stabilitas
bendungnya dengan beberapa kombinasi tipe mercu, tipe intake dan peredam
energi pada bendung pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Zeelandia, Jember.
Setelah itu dilakukan analisis stabilitas bendung dengan cara menganalisis
gaya – gaya yang bekerja pada bendung saat kondisi normal dengan Q = 1,5 m3/s
dan saat kondisi banjir dengan Q = 25,65 m3/s. Kemudian melakukan kontrol
terhadap stabilitas bendung dengan syarat – syarat keamanan terhadap bahaya
guling, bahaya geser dan daya dukung tanah. Berdasarkan perhitungan nilai
Froude didapatkan nilai sebesar 2,008, sehingga dipilih tipe peredam energi bak
tenggelam.
Hasil dari analisis stabilitas pada pemilihan kombinasi tipe mercu, tipe
intake dan peredam energi didapatkan kombinasi tipe mercu ogee dengan intake
samping dan peredam energi bak tenggelam didapatkan nilai terhadap gaya geser
SF = 6,016 > 1,5 dan terhadap gaya guling SF = 1,914 >1,5 pada saat kondisi air
normal dan pada saat kondisi air banjir menunjukkan nilai gaya terhadap guling
SF = 2,345 > 1,25 dan gaya terhadap geser SF = 1,759 > 1,25 serta memenuhi
persyaratan daya dukung tanah dengan σmaks = 5,095 < σijin = 5,179 dan σmin =
2,562 > 0. Perencanaan bendung pembangkit listrik tenaga mikro hidro di
4
Zeelandia menggunakan kombinasi mercu ogee, intake samping dan peredam
energi bak tenggelam, karena aman terhadap stabilitasnya.
Robydiansyah (2012), dalam skripsi telah melakukan penelitian tentang
Kajian Ulang Stabilitas Geser Dan Guling Parafet Di Sungai Grindulu Kabupaten
Pacitan. Banjir adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan masyarakat setempat,
sehingga rasa khawatir selalu terbayang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari
mereka. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meminimalkan bahaya
banjir adalah dengan membangun tanggul penahan banjir (parafet) yang dibangun
di bantaran sungai Grindulu. Agar bengunan ini dapat berfungsi dengan baik,
maka stabilitas bangunan harus baik pula. Maka dilakukan analisis stabilitas
parafet terhadap bahaya guling dan geser.
Metode observasi dan metode dokumentasi merupakan metode yang
digunakan dalam penyusunan Proyek Akhir ini. Metode observasi bertujuan untuk
mencari data-data yang diperlukan dengan datang langsung ketempat parefet
dibangun, mengamati aliran sungai, mencocokan gambar kerja dengan keadaan di
lapangan, mengamati proses pembangunan parafet dan mengamati hasil akhir
bangunan. Metode dokumentasi bertujuan untuk mencari data-data yang
diperlukan dalam perhitungan, seperti gambar kerja,data-data tanah dan data
lainya.
Berdasarkan analisis dan perhitungan, maka hasil yang didapat adalah
sebagai berikut : parafet tidak aman terhadap bahaya guling dan geser, karena
angka keamanan kurang dari angka aman yang disyaratkan. Tetapi terdapat dua
penyangga disetiap titik yang dapat menahan penggulingan dan penggeseran yang
diakibatkan banjir.
Sarsin (2012), dalam skripsi telah melakukan penelitian tentang Kontrol
Stabilitas Groundsill Bantar di Kali Progo Kabupaten Bantul. Aliran arus Kali
Progo yang deras dan penambangan pasir di daerah hulu jembatan Bantar sungai
Progo dapat membahayakan beberapa bangunan yang ada di sekitar sungai
tersebut, terutama asset nasional seperti jalan raya dan jembatan. Salah satu
pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan sebuah groundsill di hilir
Jembatan Bantar. Agar bangunan dapat berfungsi dengan baik maka stabilitas
5
bangunan tersebut juga harus baik. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba
untuk menganalisis keamanan stabilitas groundsill yang dipasang di hilir
Jembatan Bantar.
Metode yang digunakan dalam penyusunan Proyek Akhir ini adalah dengan
menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Metode dokumentasi bertujuan
untuk mencari data-data yang diperlukan dalam perhitungan, seperti gambar kerja,
data tanah, dan data-data lainnya yang diperlukan dalam proses kajian stabilitas
groundsill. Metode observasi dilaksanakan dengan mengamati secara langsung
keadaan aliran yang ada di Kali Progo, mengamati keadaan tebing di sekitar
bangunan groundsill, mencocokan gambar dengan kondisi di lapangan,
mengamati bangunan-bangunan yang dilindungi dengan pembangunan groundsill
tersebut, dan menyaksikan penambangan pasir di hulu jembatan Bantar. Setelah
data yang dibutuhkan terpenuhi, maka analisis dilaksanakan dengan menggunakan
rumus-rumus dalam teori yang ada.
Hasil yang didapatkan berdasarkan analisis yang dilakukan adalah sebagai
berikut: Groundsill Bantar aman terhadap rembesan (piping) karena pada nilai
weight creep ratio hitung lebih besar dari nilai weight creep ratio untuk tanah
jenis pasir halus, dihitung menggunakan Metode Lane. Groundsill Bantar aman
terhadap gaya guling pada saat debit banjir ditinjau dari besarnya nilai Momen
Tahan lebih besar dari Momen Guling dan lebih ari batas minimum angka aman.
Groundsill Bantar ditinjau dari gaya geser masih aman pada saat debit banjir.
Groundsill Bantar aman terhadap daya dukung tanah, karena tegangan maksimum
dan minimum masuk dalam batas aman.
Djauhari (2012), dalam skripsi telah melakukan penelitian tentang
Perencanaan Bendung Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Di Kali Jompo.
Bendung merupakan salah satu dari komponen bangunan sipil pembangkit listrik
tenaga minihidro yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air sungai
sehingga dapat dialihkan kedalam intake. Tujuan dari penelitian ini adalah
merencanakan bendung yang tepat dan aman terhadap stabilitas bendungnya
dengan biaya yang paling rendah diantara beberapa kombinasi bendung pada
pembangkit listrik tenaga minihidro di Kali Jompo. Langkah-langkah yang
6
dilakukan dalam penelitian ini adalah merencanakan hidrolik bendung dengan
memilih kombinasi dari tipe mercu, tipe intake dan tipe peredam energi yang
tepat.
Setelah itu dilakukan analisis stabilitas bendung dengan cara menganalisis
gaya-gaya yang bekerja pada bendung saat kondisi air normal dan banjir.
Kemudian dikontrol stabilitasnya sesuai dengan syarat-syarat keamanan terhadap
bahaya guling, bahaya geser, daya dukung tanah, dan piping. Selanjutnya
dilakukan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk mengetahui biaya
yang dibutuhkan.
Hasil analisis stabilitas pada bendung dengan kombinasi tipe mercu, tipe
intake dan tipe peredam energi pada kondisi air normal diketahui bahwa semua
kombinasi bendung aman terhadap stabilitasnya. Hasil analisis stabilitas pada
kondisi air banjir diketahui bahwa semua kombinasi bendung aman terhadap
stabilitasnya kecuali pada bendung yang menggunakan kombinasi peredam energi
tipe USBR IV tidak aman terhadap daya dukung tanahnya.
2.2. Tanah
Tanah di alam terdiri dari campuran-campuran butiran mineral dengan atau
tanpa kandungan bahan organic. Butiran –butiran dengan mudah dipisahkan satu
sama lainya dengan kocokan air. Tanah berasal dari pelapukan batuan yang
prosesnya dapat secara fisik atau kimia.sifat-sifat teknis tanah kecuali dipengaruhi
oleh sifat dari induk batuanya juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang
menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut. (Hardiyatmo. 2006).
2.2.1. Identifikasi Tanah
Tanah berbutir kasar dapat diidentifikasi berdasarkan ukuran butiran.
Menurut Massachusetts of Institute Technology (MIT) butiran-butiran yang
berdiameter lebih besar dari 2 mm diklasifikasikan sebagai kerikil. Jika butiran
dapat dilihat oleh mata, tetapi ukuranya kurang dari 2 mm, disebut pasir.
Tanah pasir kasar jika diameter berkisar antara 2-0,6 mm, pasir sedang jika
diameter antara 0,6-0,2 mm, dan pasir halus bila diameter antara 0,2-0,06 mm
(Hardiyatmo. 2006).
7
2.2.2.Sifat-sifat Teknis Tanah
1) Tanah Granuler
Tanah-tanah Granuler, seperti pasir, kerikil, batuan dan campuranya,
mempunyai sifat-sifat teknis yang sangat baik. Sifat-sifat tanah tersebut,
antara lain :
a) Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan badan
jalan, karena mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan penurunan
kecil, asalkan tanahnya relatife padat. Penurunan terjadi segera setelah
penerapan beban. Jika dipengaaruhi getaran pada frekuensi tinggi,
penurunan yang besar dapat terjadi pada tanah yang tidak padat.
b) Merupakan material yang baik untuk tanah urug pada dinding
penahan tanah, struktur bawah tanah dan lain-lain, karena
menghasilkan tekanan lateral yang kecil. Mudah dipadatkan dan
merupakan material untuk drainasi yang baik karena lolos air.
2) Tanah Kohesif
Tanah kohesif seperti lempung, lempung berlanau, lempung berpasir
atau berkerikil yang sebagian besar butiran tanahnya terdiri dari butiran
halus. Kuat geser tanah jenis ini ditentukan terutama dari kohesinya.
Tanah-tanah kohesif, umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat ( mudah turun )
b) Menyusut bila kering dan mengembang bila basah
c) Berkurang juat gesernya bila kadar airnya bertambah
d) Berkurang kuat gesernya biala struktur tanahnya terganggu
e) Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak
(creep) pada beban yang konstan
f) Merupakan material kedap air
g) Material yang jelek untuk tanah urug, karena menghasilkan tekanan
lateral yang tinggi.
3) Tanah-tanah Lanau dan loess
Lanau adalah material yang butiran-butiranya lolos saringan no. 200.
Peck, dkk (1987), membagi tanah ini menjadi 2 kategori, yaitu lanau
8
yang dikarakteristikkan sebagai tepung batu yang tidak berkohesi dan
tidak plastis dan lanau yang bersifat plastis. Sifat-sifat teknis lanau
tepuung batu lebih cenderung mendekati sifat pasir halus. Loess adalah
material lanau yang diendapkan oleh angin dengan diameter butiran kira-
kira 0,06 mm. Partikel-partikelnya biasnya mempunyai rekatan karena
adanya kalsium karbonat. Akibat dari pengaruh prosses pembentukanya,
sifat loess sangat berbeda dengan lanau. Karakteristik loess umumnya
merupakan endapan yang tidak padat dengan berat volume kira-kira 10
kN/m3. Bila mengandung material pengikat (lempung atau kapur) pada
kondisi kering tanah ini mempunyai kapasitas dukung sedang sampai
tinggi. Akibat penjenuhan, loess kehilangan sifat rekatanya dan dapat
mengalami peenurunan yang tingggi. Loess bisa digali pada tebing yang
mendekati vertical.
4) Tanah Organik
Sembarang tanah yang mengandung bahan organic, yang
mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah disebut tanah organic. Bahan-
bahan organik terdiri tumbuh-tumbuhan atau binatang. Jumlah bahan
organic dinyatakan dalam istilah kadar organic, yaitu nilai banding
antara berat bahan organic terhadap contoh tanah yang kering oven.
(McFarland., dalam Robydiansah 2012) menyatakan berat bahan organik
dapat ditentukan dengan memanaskan contoh tanah untuk membakar
bahan organiknya.
2.2.3. Kadar Air, Angka Pori, Porositas, dan Berat Volume Tanah
Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu: udara, air, dan bahan padat. Udara
dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedang air sangat mempengaruhi
sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran dapat terisi oleh air atau
udara. Bila rongga tersebut terisi air maka tanah dapat dikatakan dalam kondisi
jenuh. Bila rongga terisi oleh udara dan air maka tanah dalam kondisi jenuh
sebagian. Sedangkan tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar
airnya nol disebut tanah kering. Hubungan antara kadar air, angka pori, porositas,
9
berat volume dan lainnya tersebut sangat diperlukan dalam praktik (Hardiyatmo,
2006).
Sumber : Hardiyatmo, 2006.
Gambar 2.1. Diagram fase tanah
Keterangan Gambar :W = beratV = volumeWa= berat udara, dianggap sama dengan nolWw= berat airWs = berat butiran padatVa = volume udaraVw= volume airVs = volume butiran padatVv = volume rongga pori = Va + Vw
Hubungan-hubungan antar parameter tanah tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
Kadar air (w), yakni perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat
butiran (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
W (% )=WwWs
x100............................................................................................. 2.1
Angka pori (e), perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran
(Vs). Biasanya dinyatakan dalam desimal.
e=VvVs
................................................................................................................. 2.2
Porositas (n), yakni perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan
volume total (V). Dapat digunakan dalam bentuk persen maupun desimal.
n=VvV
................................................................................................................. 2.3
Berat volume basah (ɣb ), adalah perbandingan antara berat butiran tanah
termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).
10
ɣb=WV
................................................................................................................ 2.4
dengan
W = Ww + Ws + Wv (Wv = berat udara = 0). Bila ruang udara terisi oleh air
seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.
Berat volume kering (ɣd ), adalah perbandingan antara berat butiran (Ws)
dengan volume total (V) tanah.
ɣd=WsV
............................................................................................................... 2.4
Berat volume butiran padat (ɣs), adalah perbandingan antara berat butiran
padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs).
ɣs=WsVs
............................................................................................................... 2.5
Berat jenis (specific gravity) tanah (Gs), adalah perbandingan antara berat
volume butiran padat (ɣs) dengan berat volume air (ɣw) pada temperatur 4° C.
Gs= ɣsɣw
............................................................................................................... 2.6
Gs tidak berdimensi. berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara
2,65 sampai 2,75. Nilai berat jenis sebesar 2,67 biasanya digunakan untuk tanah-
tanah tak berkohesi. Sedang untuk tanah kohesif tak organik berkisar di antara
2,68 sampai 2,72. Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah diberikan dalam
Tabel 1.
Tabel 2.1. Berat jenis tanahMacam Tanah Berat Jenis Gs
Kerikil
Pasir
Lanau tak organik
Lempung organik
Lempung tak organik
Humus
Gambut
2,65 - 2,68
2,65 - 2,68
2,62 - 2,68
2,58 - 2,65
2,68 - 2,75
1,37
1,25 - 1,80
Sumber : Hardiyatmo, 2006
11
2.3. Tipe-tipe Bangunan Penahan
Menurut bahan konstruksi, dinding penahan dibagi atas dua yaitu dari
pasangan batu dan beton pracetak (Ghazali, 2013). Berdasarkan bentuk
konstruksinya dan caranya menahan tanah, dinding penahan dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Tembok penahan pasangan bata
Tembok penahan ini digunakan terutama untuk mencegah terhadap keruntuhan
tanah, dan lebih lanjut lagi digunakan apabila tanah asli dibelakang tembok
cukup baik dan tekanan tanah dianggap kecil. Hal ini temasuk kategori dimana
kemiringan lebih curam dari 1 : 1 dan dibedakan dari pasangan batu dengan
kemiringan muka tanah lebih kecil. Terdapat dua macam tembok penahan yaitu
penembokan kering (dry masonry) dan penembokan basah (Water masonry).
2. Tembok Penahan Beton Tipe Gravitasi
Tembok penahan macam gaya berat bertujuan untuk memperoleh ketahanan
terhadap tekanan tanah dengan beratnya sendiri. Karena bentuknya yang
sederhana dan juga pelaksanaan yang mudah, Jenis ini menggantungkan
seluruh kestabilan pada berat dinding itu sendiri karena bentuknya sederhana
dan pelaksanaannya mudah, maka diperlukan konstruksi bangunan yang tidak
tinggi. Bahannya dapat dibuat dari pasangan batu atau beton tanpa tulangan,
kecuali pada permukaan luar untuk mencegah retak-retak akibat perubah suhu.
3. Tembok Penahan Tipe Semi Gravitasi
Jenis ini mempunyai fungsi sama dengan dinding gravitasi, hanya bagian
bawah diperluas. Penampang dinding dapat direduksi.
4. Tembok penahan dengan sisi belakang tegak
Jenis ini dapat dibuat dari beton tanpa tulangan atau dengan tulangan. Dinding
penahan dengan tulangan lebih ekonomis terutama untuk dinding yang relatif
tinggi.
5. Tembok penahan dengan sisi belakang miring
12
Jenis ini terbuat dari tanpa beton tulangan dan cukup baik digunakan dinding
yang tinggi.
6. Tembok penahan dengan kensel
Jenis ini terbuat dari beton bertulang dan secara statis merupakan konstruksi
yang kokoh dengan keseimbangan momen yang baik, tanah dasar yang baik.
Diatas kesel dapat diletakkan instalasi-instalasi bawah tanah, seperti pipa air
minum, air limbah, jaringan telepon atau listrik.
7. Tembok penahan beton dengan sandaran
Tembok penahan dengan sandaran sebenarnya juga termasuk dalam kategori
tembok penahan gravitasi tetapi cukup berbeda dalam fungsinya. Tembok
penahan gravitasi harus berdiri pada alas bawahnya meskipun tidak ada tanah
timbunan dibelakang tembok itu, oleh karena itu berat tembok haruslah besar,
dan tergantung dari kebutuhan besarnya kapasitas daya dukung tanah pondasi.
Jenis ini dapat dibuat dari susunan batu atau beton. Tembok penahan ini
digunakan bila tanah asli dibelakang cukup baik dan tekanan tanahnya relatif
kecil.
8. Tembok penahan beton bertulang dengan balok kantilever (q)
Tembok penahan dengan balok kantilever tersusun dari suatu tembok
memanjang dan suatu pelat lantai. Masing-masing berlaku sebagai balok
kantilever dan kemantapan dari tembok, didapatkan dengan berat badannya
sendiri dan berat tanah di atas tumit pelat lantai. Bila dinding tinggi, maka
tekanan tanah yang bekerja pada dinding cenderung untuk menggulingkan
dinding, untuk itu agar ekonomis sebaiknya digunakan dinding kontilever.
Dinding ini mempunyai bagian pada dasarnya memanjang di bawah tanah
urugan dan berat tanah diatas kaki tersebut dapat membantu mencegah
tergulingnya dinding. Karena tembok jenis ini relatif mudah dilaksanakan,
maka jenis ini juga dipakai dalam jangkauan luas.
9. Tembok penahan beton bertulang dengan penyokong di sisi dalam
13
Dinding penahan jenis ini, hampir sama dengan cantilever, tetapi pada jarak
tertentu didukung oleh plat-plat vertikal yang diletakkan di belakang dinding.
Jenis ini digunakan pada dinding yang tingginya lebih dari 8 meter. Tembok
penahan dengan tembok penyokong berfungsi sama seperti penahan dengan
penahan, tetapi tembok penyokong yang berhubungan dengan penahan di
tempatkan pada sisi yang berlawanan dengan sisi dimana tekanan tanah
bekerja. Berat tanah di atas bagian tumit pelat lantai tidak digunakan untuk
menjamin kemantapan, maka dibutuhkan lebar pelat lantai yang besar dan
akibatnya jenis ini tidak dipakai lebih dari yang dibutuhkan kecuali dalam hal
dimana kondisi khusus yang tak memungkinkan membangun pelat
lantaidibelakang tembok penahan dapat teratasi.
10. Dinding penyokong dari luar
Dinding jenis ini hampir sama dengan dinding counterfort, hanya pada jenis
ini penyokong ditempatkan di depan dinding.
11. Dinding penahan khusus
Jenis ini adalah tembok penahan Khusus yang tidak termasuk dalam tembok
penahan yang lainnya. Jenis ini dibagi menjadi tembok penahan macak rak,
tembok penahan tipe kotak, tembok penahan terbuat di pabrik, tembok
penahan yang menggunakan jangkar, tembok penahan dengan penguatan
tanah dan tembok penahan berbentuk Y terbalik.
a. Dinding penahan yang tersusun dari balok-balok beton pracetak misalnya
dinding krib.
b. Dinding penahan dari bronjong
c. Dinding penahan tipe kotak
d. Dinding penahan bentuk Y terbalik
e. Dinding penahan dengan pelebar arah dan konsel.
2.4. Pengertian Bendungan
Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air
menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga
digunakan untuk mengalirkan air kesebuah pembangkit listrik tenaga air.
14
Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang
air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan.
Bendungan adalah tembok yang dibangun melintasi sebuah sungai.
Bendungan dapat dibuat dan tanah, bata, atau beton. Struktur ini menghambat
aliran sungai, sehingga menciptakan danau buatan yang dinamakan waduk. Air
yang ditampung dalam waduk dapat digunakan untuk membangkitkan listrik,
untuk menyediakan air untuk irigasi dan minum, dan untuk membantu pergerakan
perahu, mengendalikan banjir, dan untuk rekreasi. Beberapa bendungan dibangun
dengan tujuan untuk memenuhi fungsi lebih dari satu hal.
2.4.1.Fungsi Bendungan
Fungsi Bendungan menurut Sidharta, SK (1997), Sebuah bendungan
berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya dimusim hujan waktu air
sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan baik untuk
keperluan irigasi, air minum, industri atau yang lainnya.
Berbeda dengan fungsi sebuah bendung yang tidak dapat menyimpan air
melainkan hanya untuk meninggikan muka air sungai dan mengalirkan sebagian
aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan/atau kiri sungai untuk
mengalirkannya ke dalam saluran melalui sebuah bangunan pengambilan jaringan
irigasi. Dengan memiliki daya tampung tersebut sejumlah besar air sungai yang
melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru dilepas mengalir
kedalam sungai lagi di hilimya sesuai dengan kebutuhan saja pada waktu yang
diperlukan. Berikut fungsi bendungan berdasarkan kebutuhan:
1. Bendungan untuk persediaan air dan irigasi menampung air dalam
sebuah waduk. Air ini kemudian dialirkan ke kota-kota atau
pertanian dengan menggunakan pipa atau saluran besar.
2. Bendungan hydropower menggunakan air untuk menggerakkan plat
mesin yang dinamakan turbin untuk membangkitkan listrik. Listrik
kemudian dialirkan ke kota-kota atau pabrik dengan menggunakan
kabel transmisi. Setelah melewati turbin, air kemudian dilepaskan
kembali ke sungai yang terletak di bawah bendungan.
15
3. Bendungan pengendali banjir menampung air selama hujan deras un-
tuk mengurangi banjir pada hilir sungai.
4. Bendungan navigasi menampung air dan melepaskannya saat air dalam
sungai sedang rendah sehingga perahu dapat berlayar naik turun
sungai sepanjang tahun. Bendungan jenis ini biasanya dibangun
dengan kunci, atau peralatan yang meningkatkan atau menurunkan
perahu sehingga dapat berlayar melewati bendungan.
2.4.2. Macam-macam Bendungan Berdasarkan fungsinya
Tipe bendungan berdasarkan fungsinya menurut Sidharta, SK (1997), yaitu
sebagai berikut:
1. Bendungan pengelak pendahuluan (primary cofferdam, dike)
Adalah bendungan yang pertama-tama dibangun di sungai pada waktu
debit air rendah agar lokasi rencana bendungan pengelak menjadi kering
yang memungkinkan pembangunannya secara teknis.
2. Bendungan pengelak (cofferdam)
Adalah bendungan yang dibangun sesudah selesainya bendungan pengelak
pendahuluan sehingga lokasi rencana bendungan utama menjadi kering
yang memungkinkan pembangunannya secara teknis.
3. Bendungan utama (main dam)
Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu atau lebih tujuan
tertentu.
4. Bendungan sisi ( high level dam )
Adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri dan sisi kanan
bendungan utama yang tinggi puncaknya juga sama. Ini dipakai untuk
membuat proyek seoptimal-optimalnya, artinya dengan menambah tinggi
pada bendungan utama diperoleh hasil yang sebesar-besarnya biarpun
harus menaikkan sebelah sisi kiri dan atau sisi kanan.
5. Bendungan di tempat rendah (saddle dam)
Adalah bendungan yang terletak di tepi waduk yang jauh dari bendungan
utama yang dibangun untuk mencegah keluarnya air dari waduk sehingga
air waduk tidak mengalir ke daerah sekitarnya.
16
6. Tanggul ( dyke, levee)
Adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri dan atau kanan
bendungan utama dan di tempat yang jauh dari bendungan utama yang
tinngi maksimalnya hanya 5 m dengan panjang puncaknya maksimal 5 kali
tingginya.
7. Bendungan limbah industri (industrial waste dam)
Adalah bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk
menahan limbah yang berasal dari industri.
8. Bendungan pertambangan (mine tailing dam, tailing dam)
Adalah bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk
menahan hasil galian pertambangan dan bahan pembuatnya pun berasal
dari hasil galian pertambangan juga.
2.4.3.Komponen Bendungan
Komponen bendungan merupakan bagian yang terdapat di bangunan utama,
bangunan utama terdiri dari komponen bendungan yaitu, Bangunan Intake,
Bangunan Pembilas, Jemputan, Bendung dan komponen pelengkap seperti terlihat
pada Gambar 2.2. Bagian Bendungan.
Sumber : Salsabila, 2012
Gambar 2.2. Bagian Bendungan
1. Bangunan intake
Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi
sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen.
17
Terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding banjir, pilar penempatan
pintu, saringan saqmpah, jembatan pelayan, raumah pintu, dan
perlengkapan lainnya.
2. Bangunan pembilas
Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang
terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake.
3. Badan bendungan (body of dams)
Adalah tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air.
Bendungan umumnya memiliki tujuan untuk menahan air, sedangkan
struktur lain seperti pintu air atau tanggul digunakan untuk mengelola atau
mencegah aliran air ke dalam daerah tanah yang spesifik. Kekuatan air
memberikan listrik yang disimpan dalam pompa air dan ini dimanfaatkan
untuk menyediakan listrik bagi jutaan konsumen.
4. Pintu air (gates)
Digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di saluran
baik yang terbuka maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air
adalah :
a. Daun pintu (gate leaf)
Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat
digerakkan untuk membuka , mengatur dan menutup aliran air.
b. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame)
Adalah alur dari baja atau besi yang dipasang masuk ke dalam
beton yang digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu
sesuai dengan yang direncanakan.
18
Sumber : Salsabila, 2012
Gambar 2.3. Pintu Air
2.5. Beban Bekerja pada Penahan Air
Beban merupakan salah satu gaya yang akan dipikul oleh semua struktur
bangunan. Adapun jenis-jenis beban yang bekerja pada bangunan struktur antara
lain :
1) Beban Mati
Beban mati terdiri dari berat sendiri komponen termasuk bagian-bagian atau
kelengkapan yang melekat permanen. Semua beban yang melekat pada
bangunan tersebut digolongkan sebagai beban mati. Penghitungan beban mati
dapat dihitung dengan menggunakan pembebanan sendiri berdasarkan nilai-
niilai satuan beratnya.
2) Beban Hidup
Beban hidup terdiri dari beban yang tidak menetap baik dari segi posisi,
intensitas maupun rentang waktunya, seperti tekanan air, material timbunan,
beban angin, beban lumpur,tekanan tanah aktif dan pasif. Penetapan besaran
nilai pada beban hidup pada umumnya disertai dengan beban maksimum
yang terdapat dalam struktur bangunan tersebut. Beban yang lebih besar bisa
saja muncul namun dengan durasi yang kecil sehingga terlalu rendah untuk
digunakan dalam perancangan.
3) Tekanan air
a) Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya
hidrodinamik. Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah
19
permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap
muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya lebih mudah,
gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air
dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung
dengan tinggi energi rendah. .
b) Gaya tekan ke atas bangunan mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh
bangunan itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan
air dalam, menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan
diatasnya.
4) Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat
bangunan itu. Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh
dipakai harga-harga berat volume di bawah ini.
Pasangan batu 22 kN/m3 (≈ 2.200 kgf/m3)
Beton tumbuk 23 kN/m3(≈ 2.300 kgf/m3)
Beton bertulang 24 kN/m3(≈ 2.400 kgf/m3)
Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat
serta ukuran maksimum kerikil yang digunakan.
Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65,
berat volumenya lebih dari 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3) ( kp-02
perencanaan bendung, 1986 )
2.6. Tekanan Angkat ( uplift )
Pada konstruksi-konstruksi di daerah yang tergenang air (pilar jembatan)
dan lain-lain atau muka air tanah yang tinggi, maka akan terjadi adanya tekanan
hidrostatis yang mengurangi besarnya angka keamanan (SF).
Hw = 0,5 B . (h1 + h2 ).γw............................................................................ 2.7
Mw = Hw.a2................................................................................................ 2.8
20
(Sumber : Suryolelono,1994)
Gambar 2.4. pengaruh tekanan uplift pada dinding
2.7. Gaya Gempa
Faktor-faktor beban akibat gempa yang akan digunakan dalam perencanaan
bangunan-bangunan pengairan diberikan dalam bentuk peta yang diterbitkan oleh
Kementrian Pekerjaan Umum dalam tahun 2010 dengn judul “ Peta Hazard
Gempa Indonesia 2010”. Gaya gempa ditentukan oleh berat konstruksi parafet
dan juga ditentukan oleh koefisien gempa. Koefisien gempa dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut
αd=n¿........................................................................................... 2.9
E=αdg
........................................................................................................ 2.10
Dimana :
αd = percepatan gempa rencana ( cm/det2 )
n, m = koefisien untuk jenis tanah ( lihat tabel 1 )
αc = percepatan kejut dasar ( cm/det2)
E = koefisien gempa
g = percepatan grafitasi ( 9,81 m/det2 )
z = faktor yang bergantung kepada letak geografis
Tabel 2.2. Koefisien Jenis Tanah
21
Uplift (gaya angkat)
jenis n m
Batu 2,76 0,71
Diluvium 0,87 1,05
Aluvium 1,56 0,89
Aluvium lunak 0,29 1,32
Sumber : KP-06 Parameter Bangunan, 1986
2.8. Daya Dukung Tanah Terhadap Bangunan di Atasnya
Analisis kapasitas dukung (bearing capacity) mempelajari kemampuan
tanah dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya.
Kapasitas dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan
akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah
disepanjang bidang-bidang gesernya (Hardiyatmo,2010). Menghitung kapasitas
dukung pondasi dihitung dengan rumus Terzaghi berikut:
Rumus : qu = C x Nc + γt x D x Nq + 0,5 x γt x B x Nγ.............................. 2.11
Dimana : qu = kapasitas dukung batas persatuan luas (t/m3)
C = kohesi tanah dibawah dasar pondasi,
γt = berat jenis tanah (t/m3),
D = kedalaman pondasi (m),
B = lebar pondasi (m),
Nc,Nq,Nγ = faktor daya dukung terzaghi yang nilainya didasarkan pada
suduk geser dalam (φ) dari tanah dibawah dasar pondasi.
(untuk nilai Nc,Nq,Nγ dapat dilihat pada Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Nilai-nilai Kapasitas Dukung Terzaghi
φKeruntuhan geser umum
Nc Nq Nɣ
0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5
22
10 9,6 2,7 1,2
15 12,9 4,4 2,5
20 17,7 7,4 5
25 25,1 12,7 9,7
30 37,2 22,5 19,7
34 52,6 36,5 35
35 57,8 41,4 42,4
40 95,7 81,3 100,4
45 172,3 173,3 297,5
48 258,3 287,9 780,1
50 347,6 415,1 1153,2
Sumber : Zakaria, 2006
Untuk mendapatkan daya dukung tanah yang diijinkan, maka diambil faktor
aman sebesar = 3, sehingga rumus menjadi :
Rumus : qn = q – Df x γ ............................................................................... 2.12
Dimana : qn = daya dukung tanah diijinkan (kN/m2),
q = beban di atasnya (kN/m2),
γ = berat volume tanah (t/m2).
Faktor aman:
Dihitung dengan rumus;
F=qun
qn....................................................................................................... 2.13
Dimana : F = angka keamanan
qun = kapasitas dukung ultimit netto (kN/m2),
qu = daya dukung tanah yang diijinkan (kN/m2)
23
Meyerhof (1963) dalam Hardiyatmo (2014), telah mengembangkan rumus-rumus
perhitungan kapasitas daya dukung dengan mempertimbangkan faktor :
kedalaman, bentuk dan k emiringan beban . Rumus daya dukung secara umum dari
Meyerhof adalah :
qu = Sc.dc.ic.c. Nc + sq.dq.iq. po.Nq + ½..B’.N.s.d.i ..................................... 2.14
Dimana : qu = kapasitas dukung ultimit (kN/m2)
Nc, Nq, Nɣ = faktor kapasitas dukung untuk fondasi memanjang
Sc, Sq, Sɣ = faktor bentuk fondasi
dc, dq, dɣ = faktor kedalaman fondasi
ic, iq, iɣ = faktor kemiringan beban
B’ = B-2e = lebar fondasi efektif (m)
po = .Df. = tekanan overbuden pada dasar pondasi (kN/m2)
Df = kedalaman fondasi
ɣ = berat volume tanah (kN/m2)
Faktor daya dukung diberikan oleh Meyerhof dalam dilihat pada Tabel. 2.4
sebagai berikut :
Tabel 2.4 Faktor daya dukung Meyerhof (1963)
24
Nc Nq Nγ Nq/Nc tan Nc Nq Nγ Nq/Nc tan
0 5,14 1,00 0,00 0,20 0,00 26 22,25 11,85 12,54 0,53 0,49
1 5,38 1,09 0,07 0,20 0,02 27 23,94 13,20 14,47 0,55 0,51
2 5,63 1,20 0,15 0,21 0,03 28 25,80 14,72 16,72 0,57 0,53
3 5,90 1,31 0,24 0,22 0,05 29 27,86 16,44 19,34 0,59 0,55
4 6,19 1,43 0,34 0,23 0,07 30 30,14 18,40 22,40 0,61 0,58
5 6,49 1,57 0,45 0,24 0,09 31 32,67 20,63 25,99 0,63 0,60
6 6,81 1,72 0,57 0,25 0,11 32 35,49 23,18 30,22 0,65 0,62
7 7,16 1,88 0,71 0,26 0,12 33 38,64 26,09 35,19 0,68 0,65
8 7,53 2,06 0,86 0,27 0,14 34 42,16 29,44 41,06 0,70 0,67
9 7,92 2,25 1,03 0,28 0,16 35 46,12 33,30 48,03 0,72 0,70
10 8,35 2,47 1,22 0,30 0,18 36 50,59 37,75 56,31 0,75 0,73
11 8,80 2,71 1,44 0,31 0,19 37 55,63 42,92 66,19 0,77 0,75
12 9,28 2,97 1,69 0,32 0,21 38 61,35 48,93 78,03 0,80 0,78
13 9,81 3,26 1,97 0,33 0,23 39 67,87 55,96 92,25 0,82 0,81
14 10,37 3,59 2,29 0,35 0,25 40 75,31 64,20 109,41 0,85 0,84
15 10,98 3,94 2,65 0,36 0,27 41 83,86 73,90 130,22 0,88 0,87
16 11,63 4,34 3,06 0,37 0,29 42 93,71 85,38 155,55 0,91 0,90
17 12,34 4,77 3,53 0,39 0,31 43 105,11 99,02 186,54 0,94 0,93
18 13,10 5,26 4,07 0,40 0,32 44 118,37 115,31 224,64 0,97 0,97
19 13,93 5,80 4,68 0,42 0,34 45 133,88 134,88 271,76 1,01 1,00
20 14,63 6,40 5,39 0,43 0,36 46 152,10 158,51 330,35 1,04 1,04
21 15,82 7,07 6,20 0,45 0,38 47 173,64 187,21 403,67 1,08 1,07
22 16,88 7,82 7,13 0,46 0,40 48 199,26 222,31 496,01 1,12 1,11
23 18,05 8,66 8,20 0,48 0,42 49 229,93 265,51 613,16 1,15 1,15
24 19,32 9,60 9,44 0,50 0,45 50 266,89 319,07 762,89 1,20 1,19
25 20,72 10,66 10,88 0,51 0,47
Sumber : hardiyatmo, 2014
Rumus umum yang digunakan untuk menentukan faktor pengaruh bentuk,
kedalaman dan kemiringan beban dapat digunakan seperti dalam Tabel 2.5
Tabel 2.5 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan yang rekomendasikan:
Faktor Rumus KeteranganBentuk Sc=1+0,2(B/L ). tg2⋅( 45+ϕ /2 ) Untuk Sembarang φ
25
Sq=Sγ=1+0,1( B/L). tg2⋅(45+ϕ /2 )
1
Untuk φ ≥ 10°
Untuk φ = 0
Kedalaman
dc=1+0,2(B/L ). tg⋅( 45+ϕ /2)
dq=dγ=1+0,1( B/L). tg⋅(45+ϕ/2 )
1
Untuk Sembarang φ
Untuk φ ≥ 10°
Untuk φ = 0
Kemiringanic= iq = (1− β °
90 ° )2
i γ=(1 − β °φ ° )
2
1
Untuk Sembarang φ
Untuk φ ≥ 10°
Untuk φ = 0
2.9. Gaya-gaya pada Dinding Penahan Banjir
Pada kontruksi dinding penahan air, umumnya gaya-gaya yang bekerja
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tegangan maksimum yang
timbul ini tidak boleh melebihi tegangan yang diijinkan. Besar dan arah dari
tekanan tanah cenderung akan menggulingkan atau menggeserkan kontruksi
dinding penahan air
tersebut. Distribusi tekanan tanah pada dinding penahan banjir, dimana
kontruksi akan mendapat beban yang akan mempengaruhi stabilitas dinding
penahan banjir. Gaya-gaya yang mempengaruhi stabilitas dinding penahan
banjir :
1) Tekanan tanah aktif
Pengaruh air tanah Air tanah akan mengakibatkan tanah dibelakang dinding
penahan banjir berubah karakteristiknya.
26
Sumber : Suryolelono,1994Gambar 2.5. Tekanan tanah aktif pada dinding penahan tanah Gaya Hidrostatis
air
Gaya tekan air atau gaya hidrostatis adalah gaya horizontal akibat air di hulu
dan hilir bendung. Tekanan hidrostatis adalah fungsi kedalaman dibawah
permukaan air, dan bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Besarnya
momen akibat tekanan hidrostatis adalah
Sumber : kp-06. parameter bangunan, 1986
Gambar 2.6. Tekanan air pada dinding tegak
27
Tekanan Tanah Aktif = Pa
Gaya Hidrostatis
Berat Bangunan + Berat Tanah
2) Tekanan tanah pasif
Sumber : Kp-06. parameter bangunan, 1986
Gambar 2.7. Tekanan tanah pasif pada dinding penahan tanah Tekanan uplift
Sumber : Kp-06. parameter bangunan, 1986
Gambar 2.6. Pengaruh tekanan uplift pada dinding penahan air
2.10. Perhitungan Stabilitas Dinding Penahan
1) Stabilitas terhadap geser
Gaya aktif tanah (Pα) selain menimbulkan terjadinya momen juga
menimbulkan gaya dorong sehingga dinding akan bergeser. Bila dinding
28
Tekanan Tanah Pasif=
Pengaruh Tekanan Uplift
Berat Bangunan
penahan tanah dalam keadaan stabil, maka gaya-gaya yang bekerja dalam
keadaan seimbang (ΣF = 0 dan ΣM = 0). Perlawanan terhadap gaya dorong
ini terjadi pada bidang kontak antara tanah dasar dinding penahan tanah
dengan tanah dasar pondasi ( Suryolelono,1994). Untuk bangunan-bangunan
kecil, seperti bangunan-bangunan yang dibicarakan di sini, di mana
berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar dan terjadinya bencana
besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (SF) yang
dapat diterima adalah: 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,5 untuk
kondisi pembebanan ekstrem.
Rumus : Sf =∑ Rv
∑ Rh
≥ 1.5...................................................................
2.14
Dimana : Sf = faktor keamanan
∑V = besarnya gaya vertikal (KN)
∑ H = besarnya gaya horizontal (KN)
Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau
b) Banjir rencana maksimum.
Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga
yang aman untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja
ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor
keamanan dari rumus itu yang mencakup geser sama dengan atau lebih
besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah ditentukan.
Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-
harga
yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan
1,25
untuk kondisi ekstrem.
Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m2
(= 110 Tf/m2). Persamaan (2-44) mungkin hanya digunakan untuk bangunan
itu sendiri. Kalau rumus untuk pondasi tersebut akan digunakan, perencana
29
harus yakin bahwa itu kuat dan berkualitas baik berdasarkan hasil
pengujian. Untuk bahan pondasi nonkohesi, harus digunakan rumus yang
hanya mencakup gesekan saja.
2) Stabilitas terhadap guling
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua
gaya yang bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal,
termasuk gaya angkat, harus memotong bidang ini pada teras. Tidak
boleh ada tarikan pada bidang irisan
mana pun. Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap
dipertahankan pada harga-harga maksimal yang dianjurkan. Tekanan
tanah lateral yang diakibatkan oleh tanah urug di belakang dinding
penahan, cenderung menggulingkan dinding dengan pusat rotasi pada
ujung kaki depan pelat fondasi. Momen penggulingan ini dilawan oleh
momen akibat berat sendiri dinding penahan dan momen akibat berat
tanah diatas fondasi. Sedangkan untuk kontruksi pangkal jembatan, pilar
jembatan, dinding saluran dan lain-lain perlu diperhatikan terhadap
gerusan yang diakibatkan oleh aliran air sehingga mengurangi besarnya
tekanan pasif. Untuk ini tekanan tanah pasif dapat diabaikan dalam
perhitungan ( Suryolelono, 1994 ).
Tahanan tanah pasif oleh tanah yang berada di depan kaki dinding
depan sering diabaikan dalam hitungan stabilitas. Jika tahanan tanah
pasif yang ditimbulkan oleh pengunci dasar fondasi diperhitungkan,
maka nilainya harus direduksi untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh
erosi, iklim, dan retakan akibat tegangantegangan tarik tanah dasar yang
kohesif.
Untuk menghitung stabilitas bangunan terhadap guling dapat
digunakan rumus:
Rumus : Sf =∑ M t
∑ M g
≥ 1.5................................................................. 2.15
Dimana : Sf = faktor keamanan
∑ M t = besarnya momen vertikal (KNm)
30
∑ M g = besarnya momen horizontal (KNm)
31