7
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN. Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang di berikan. Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah: 1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul). 2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri. 3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri. Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992). Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen- komponen tersebut, diantaranya: 1. Penentuan ada tidaknya nyeri. Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. a. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T). 1) Faktor Pencetus (P: Provocate), Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. 2) Kualitas (Q: Quality), Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk. 3) Lokasi (R: Region),

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB IIASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN.Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan

perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang di berikan.            Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah:

1.      Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).2.      Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.3.      Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.

Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992).

Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen tersebut, diantaranya:

1.      Penentuan ada tidaknya nyeri.Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka.

a.       Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).1)      Faktor Pencetus (P: Provocate),

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.

2)      Kualitas (Q: Quality),Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk.

3)      Lokasi (R: Region),Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien.

4)      Keparahan (S: Severe),Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)

Page 2: BAB II

Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

Gambar 2 Skala Analog Visual (VAS)

Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus, yangmewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.  Skala analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984).

Gambar 3 Skala Deskriptif Verbal

Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri yang paling hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.

Page 3: BAB II

Gambar 4 Skala Nyeri Oucher

Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-anak yang lebih kecil.

Gambar 5 Skala Nyeri Wajah yang Dikembangkan Wong & Baker

5)      Durasi (T: Time).Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri

b.      Faktor yang memperberat/memperingan nyeri.Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres, dan lain-lain.

1.      Respon Fisiologis.Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral (misal: infark, miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.

Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu:a)      Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial).         Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.         Peningkatan heart rate.

Page 4: BAB II

         Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.         Peningkatan nilai gula darah.         Diaphoresis.         Peningkatan kekuatan otot.         Dilatasi pupil.         Penurunan motilitas GI.b)      Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)         Muka pucat.         Otot mengeras.         Penurunan HR dan BP.         Nafas cepat dan irregular.         Nausea dan vomitus.         Kelelahan dan keletihan.2.      Respon Perilaku.

Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.3.      Respon Afektif.Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri.4.      Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien.Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola interaksi pada orang lain.5.      Persepsi Klien Tentang Nyeri.Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.6.      Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri.Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami.

B.     DIAGNOSIS.Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya.

Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.

C.     INTERVENSI.Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk

memenuhi hal-hal berikut:1.      Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.2.      Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.3.      Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.4.      Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.

Page 5: BAB II

5.      Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat dirumah.

D.    IMPLEMENTASI.Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:

1.      Tindakan Farmakologis.Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan penggunaan obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri klien.

2.      Tindakan Non Invasif.Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:

a)      Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.b)      Bimbingan antisipasi.c)      Relaksasi.d)     Imajinasi terbimbing.e)      Distraksi.f)       Akupunkur.g)      Biofeedback.h)      Stimulasi kutaneus.i)        Akupresur.j)        Psikoterapi.3.      Tindakan Invasif/Pembedahan.

Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam upaya membebaskan nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun terapi farmakologis. Tindakan ini dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan non invasif tidak dapat membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan pengetahua tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan antara lain:

a)      Cordotomy.b)      Neurectomy.c)      Sympatectomy.d)     Rhizotomy.

E.     EVALUASI.Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan

menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.

http://kumpulanasuhankeperawatanlengkap.blogspot.com/2013/06/askep-nyeri-gangguan-rasa-nyaman.html

http://poetrie-phebryana.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-nyaman-nyeri.html

http://fayldestu.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-nyeri.html