Upload
krisna-aditya
View
2
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hbvuigsa
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
III. ETIOLOGI
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan
atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk
oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah
umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.4
Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan
mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan
fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari
perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat
dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan
terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskuler. 2
Toweil (1966) menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari 3:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini
akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya
b. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen
ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada (a) Ganguan kontraksi uterus,
misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b) Hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin
akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali
pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : (a)
Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. (b) Trauma yang terjadi pada persalinan,
misalnya perdarahan intrakranial.(c) Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia
diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
IV. PATOFISIOLOGI
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari
jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga
darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta.4
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi
udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli. 4
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi
plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan
kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan
terhadap aliran darah bekurang. 4
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan
pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah
paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi
di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung
oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru
lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi
relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru
mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui
duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk
dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. 4
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam
pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan. 4
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan
terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai
dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung
selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah. 3
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin
hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini
akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya
sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis
metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga
menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke
paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel
otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. 3
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu lahir dan lahir tidak
bernafas/menangis.4 Pada anamnesis juga diarahkan untuk mencari faktor resiko. 6
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat berat ringannya asfiksia
6 Klinis 0 1 2
Warna Kulit
(Appearance)
Biru Pucat Tubuh merah,
ekstremitas biru
Merah seluruh
tubuh
Frekuensi Jantung
(Pulse)
Tidak Ada <100x/ menit >100x/menit
Rangsangan
Refleks
(Grimace)
Tidak Ada Gerakan sedikit Batuk/ Bersin
Tonus Otot
(Activity)
Lunglai Fleksi ekstremitas Gerakan aktif
Pernafasan
(Respiratory)
Tidak Ada Menangis lemah/
terdengar seperti
meringis atau
mendengkur
Menangis kuat
Tabel. Skor Apgar (dikutip dari kepustakaan 2)
Berdasarkan penilaian apgar dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalah kemampuan
sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi
seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks-refleks primitif seperti
mengisap dan mencari puting susu, salah satu cara menetapkan vitalitas bayi yaitu dengan
nilai apgar. (IDAI, 1998)2
1. Skor apgar 7-10 ( Vigorous Baby). Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa. 5
Skor apgar 4-6 (Mild-moderate asphyxia)- Asfiksia sedang. Pada pemeriksaan fisis akan
terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
refleks iritabilitas tidak ada. 5
3. A. Asfiksia berat. Skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks
iritabilitas tidak ada.
B. Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan (1)
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum ;ahir lengkap, (2) bunyi
jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan
yang ditemukan pada penderita asfiksia berat. 5
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit
masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor menjadi 7. Nilai apgar
berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. 6
Pemeriksaan Penunjang
- Foto Polos dada
- Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah 6
o Pada pemeriksaan analisa gas darah, menunjukkan hasil :
Pa O2 < 50 mm H2O
PaCO2> 55 mm H2O
pH < 7,30
VI. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang
dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.5
a. Resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:4
a. apakah bayi cukup bulan?
apakah air ketuban jernih?
c. apakah bayi bernapas atau menangis?
d. apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi
berikut ini secara berurutan4 :
(1) langkah awal dalam stabilisasi4
(a) memberikan kehangatan4
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang
agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. 4
Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat
perlakuan khusus.23 Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik
penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi
dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR.24,25 Alat lain yang bisa
digunakan adalah alas penghangat. 4
(b) memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya4
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi
farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara.
Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau
untuk pemasangan pipa endotrakeal.4
(c) membersihkan jalan napas sesuai keperluan4
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.16 Salah
satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun bukti
penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang
bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium. 4
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan
ada/tidaknya mekonium. 4
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera
dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi
mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan
selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan
pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. 4
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret
dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.4
(d) mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar4
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi
rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil
dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. 4
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan,
sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan
menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki
atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus
memberikan rangsangan taktil. 4
(2) ventilasi tekanan positif4
Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua
tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari
100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti
hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih
dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu
yang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi
tekanan positif adalah hernia diafragma.4
(3) kompresi dada4
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan
ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri
dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang,
meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital
tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2
orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif—satu orang menekan dada dan yang
lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi
jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus
dilakukan secara bergantian.4
Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan
menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar. 4
(4) pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander) 4
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan
penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit).
Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk
melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan 1). 4
b. Pemberian obat-obatan
(1) Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak
boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan
beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB
larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang
endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak
meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal. 4
(2) Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan
resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi
buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl
0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak. 4
(3) Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang
mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau
4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi
7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara
intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit. 4
(4) Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi
pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam
sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan
diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab
akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau
melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau
subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia
dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml. 4
VII. PENCEGAHAN
Pencegahan secara Umum
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan
faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik.
Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan
derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab
rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan,
pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan
kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.4
Pencegahan saat persalinan
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga kerja sama
yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.7
Yang harus diperhatikan:
- Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta pemberian pituitarin
dalam dosis tinggi.7
- Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan O2 dan darah segar.7
- Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama pada kala
II. 7
VIII. KOMPLIKASI
Asfiksia neonatorum dapat
menyebabkan berbagai macam
gangguan organ. Sistem
Pengaruh
Sistem Saraf Pusat Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark,
perdarahan intrakranial, kejang-
kejang, edema otak, hipotonia,
hipertonia
Kardiovaskular Iskemia miokardium, kontraktilitas
jelek, bising jantung, insufisiensi
trikuspidalis, hipotensi
Pulmonal Sirkulasi janin persisten, perdarahan
paru, sindrom kegawatan pernapasan
Ginjal Nekrosis tubular akut atau korteks
Adrenal Perdarahan adrenal
Saluran Cerna Perforasi, ulserasi, nekrosis
Metabolik Sekresi ADH yang tidak sesuai,
hiponatremia, hipoglikemia,
hipokalsemia, mioglobinuria
Kulit Nekrosis lemak subkutan
Hematologi Koagulasi intravaskular tersebar
Takipnu transien
Sindrom aspirasi mekonium
Defisiensi surfaktan
Foto toraks bila sesak napas
Pemberian oksigen alir bebas
Tunda minum bila sesak
Pertimbangkan pemberian surfaktan
Kardiovaskuler Hipotensi Pemantauan tekanan
darah dan frekuensi
jantung
Pertimbangkan inotropik
(misal dopamin) dan /
atau cairan penambah
volume darah
Ginjal Nekrosis tubuler akut Pemantauan produksi
urin
Batasi masukan cairan
bila ada oliguria dan
volume vaskuler adekuat
Pemantauan kadar
elektrolit
Gastrointestinal Ileus
Enterokolitis
Nekrotikans
Tunda pemberian minum
Berikan cairan intravena
Pertimbangkan nutrisi
parenteral
Metabolik/ hematologik Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hiponatremia
Anemia
Trombositopenia
Pemantauan gula darah
Pemantauan elektrolit
Pemantauan hematokrit
Pemantauan trombosit
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang
dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat
mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang. 7