Upload
phandy-mbelink
View
74
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Otot merupakan jaringan serat yang mempunyai kemampuan untuk
berkontraksi dan menghasilkan gerak atau menunjang posisi tubuh hewan
(Webster’s world encyclopedia, 2000). Jaringan otot rangka, jaringan konektif,
dan jaringan saraf merupakan satu kesatuan yang membentuk otot rangka (skeletal
muscles). Organ – organ yang dapat berkontraksi ini menyambung secara
langsung maupun tak langsung pada tulang rangka. Ackland and Bloomfield
(1995) dan NISMAT (2000) menyatakan bahwa otot rangka merupakan 40%
sampai 50% bagian dari keseluruhan berat badan. Fungsi otot – otot rangka antara
lain adalah untuk menghasilkan gerak, menunjang postur dan posisi tubuh, dan
mempertahankan temperatur tubuh (Martini, 1992). Otot rangka terdiri dari
sekumpulan serat otot (muscle fibers) yang bertugas mengkonversi energi kimia
menjadi usaha mekanik (McCormick, 1976).
Otot manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu otot
skaletal atau striated yang berhubungan dengan gaya luar, otot jantung, dan otot
polos. Otot skeletal yang bekerja di bawah kontrol sistem syaraf otomatis. Untuk
kontraksi otot sadar diperlukan stimulan dari sistem syaraf. Unit penggerak (
mototr unit ) adalah unit fungsional terkecil dari system syaraf ( neuromuscular
system ), seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa elektromiografi adalah sebuah metode
untuk pengukuran, menampilkan, dan penganalisaan setiap signal listrik dengan
menggunakan bermacam – macam electrode. Signal listrik atau signal EMG
timbul melalui beberapa proses, yaitu : resting membrane potential, muscle fiber
action potential, potensial aksi unit motor, dan pengukuran signal EMG ( Khoiri,
2008 )
Tegangan yang dihasilkan oleh otot untuk menggerakkan tulang
merupakan respon dari impuls yang diberikan sistem saraf pusat. Tegangan
maksimum sebuah otot tergantung dari maksimum penampang dan panjang otot
tersebut (Bridger, 1995). Otot manusia pada keadaan kontraksi maksimum
diperkirakan dapat menghasilkan gaya sekitar 1000 lb atau 453 kg, tetapi tidak
dapat sepenuhnya digunakan langsung karena semua kerja otot, sesuai dengan
sifat mekaniknya, gaya keluaran akan berkurang tetapi terjadi peningkatan laju
gerak (Woodson et al., 1992)
Energi untuk kontraksi otot berasal dari substansi yang dikenal sebagai
ATP (adenosine triphosphate). Dengan memecah satu rantai fosfat, ATP menjadi
ADP (adenosine diphosphate) dan energi terbentuk di dalam sel. Agar sel dapat
berfungsi terus menerus, ADP harus diubah menjadi ATP sehingga energi dapat
terus dibentuk saat dibutuhkan, dengan menambahkan satu fosfat yang dikenal
dengan creatin phosphate yang berlaku sebagai energi cadangan untuk
membentuk ADP menjadi ATP (Bridgers, 1995).
Kontraksi otot membutuhkan energi dalam jumlah yang sangat besar.
Sebuah serat otot dapat berisi 15 milyar myosin (thick filamen), yang masing –
masing terdiri dari 400 molekul myosin. Pada saat kontraksi, setiap myosin cross-
bridge menghancukan sekitar 100 molekul ATP per detik. Dengan kata lain,
sebuah serat otot rangka membutuhkan 600 triliun molekul ATP setiap detiknya,
dan ini belum termasuk energi yang dibutuhkan untuk memompa kembali ion
kalsium ke sarcoplasmic retikulum (Martini, 1992)
Asam laktat adalah produk samping yang beracun dan harus dihilangkan
dengan proses oksidasi sehingga menjadi karbon dioksida dan air. Oksigen akan
menghilangkan produk samping tersebut dari reaksi pembentukan energi, yang
terus berkelanjut sampai aktivitas otot berhenti. Terjadinya akumulasi asam laktat
pada otot dan aliran darah akan mengakibatkan kelelahan otot (Woodson, 1992).
Kelelahan dapat terjadi sebagai akibat dari berkurangnya metabolisme atau
berkurangnya substansi ATP yang mengurangi aktivitas actin-myosin.
Berkurangnya fungsi otot yang disebabkan oleh kelelahan berimplikasi dengan
meningkatnya resiko cedera otot rangka (Bridger, 1995). Kelelahan otot bisa
terjadi pada kegiatan yang monoton, berulang – ulang, atau konsentrasi tegangan
otot pada bagian tertentu (Vrielink et al., 1993)
Kontraksi serabut otot ( muscle fibre contraction ) selalu diikuti dengan
aktivitas listrik ( electrical activity ). Elektromiografi ( electromyograph ) adalah
sebuah metode untuk pengukuran, menampilkan, dan penganalisaan setiap signal
listrik ( electrical signals ) dengan menggunakan bermacam – macam elektrode.
Sebuah signal elektromiografi ( EMG ) berasal dari signal serabut otot pada jarak
tertentu dari elektrode ( Luttmann, A., 1996 ).
McKormick (1976) menyatakan bahwa salah satu cara pengukuran kerja
otot lokal adalah dengan menggunakan elektromiografi (Electromyographic
recordings). Elektromiografi dapat digunakan untuk mengukur beban kerja otot
dan kelelahan otot lokal. Elektromiografi juga memiliki keuntungan dengan
merekam secara kontinyu kontraksi otot yang nantinya dapat digunakan untuk
menghitung keseluruhan beban kerja (Hagberg et al.,1995 di dalam Pinzke,1999).
Khalil (1973) dalam Sanders and McCormick (1987) telah menemukan
prosedur untuk menjumlahkan action potentials beberapa otot yang dimonitor
secara simultan. Meskipun metode ini cocok untuk mengukur kekuatan otot statik
dan dinamik, Tichauer (1978) dalam Sanders and McCormick (1987)
menunjukkan bahwa interpretasi myogram pada kerja dinamik lebih komplek dari
interpretasi pada kerja statik.
Sel – sel otot tersusun dalam unit – unit fungsional yang disebut unit – unit
motorik. Setiap unit motorik dihubungkan oleh saraf yang menyalurkan impuls
dari sistem saraf pusat. Tegangan otot dapat bervariasi dengan meningkatnya
jumlah unit – unit motorik pada suatu waktu. Aktivitas elektris pada otot dapat
dideteksi dengan menggunakan elektroda –elektroda yang ditempatkan pada kulit
di atas otot tersebut atau dengan menggunakan elektroda – elektroda jarum yang
dimasukkan ke dalam otot tubuh. Aktivitas otot akan menghasilkan sinyal –sinyal
yang dapat dilihat pada osiloskop EMG (Bridgers, 1995).
Elektromiogram menunjukkan perubahan potensial elektris yang terjadi
seperti arus listrik di sepanjang membran otot (McCormick, 1994 dan Marshal
dan Elliot, 1995). Fluktuasi arus ini, atau biasa disebut action potentials, terbentuk
dari perbedaan potensial membran yang selalu terjadi antara bagian dalam dan
luar sel. Perbedaan ini terjadi karena kelebihan anion yang terakumulasi di cairan
intraselular dan kelebihan kation pada daerah ekstraselular. Cairan ekstraselular
mengandung sodium (Na+) dan chlorida (Cl−¿¿) konsentraai tinggi dan potasium
(K+) konsentrasi rendah serta nondiffusible anion. Sebaliknya, cairan intraselular
mengandung K+ konsentrasi tinggi dan nondiffusible anion. Gradien konsentrasi
Na+ dan K+ melewati membran sel didukung olehtransport aktif Na+ keluar sel dan
K+ masuk ke dalam sel. Pada elektromiographi, action potentials otot direkam
dengan elektroda ekstraselular (Kimura, 1983). Perubahan besaran EMG biasanya
merupakan indikasi dari alterasi pembentukan gaya (Marshall dan Elliot, 1995).
Aparatus elektromiographi yaitu elektroda, amplifier, oscilloscope,
loudspeaker, dan tape recorder. Aktivitas elektrik dari kontraksi otot dapat
direkam menggunakan surface electrode yang ditempatkan pada kulit di atas otot
atau elektroda jarum (needle electrode) yang dimasukkan ke dalam otot. Amplifier
akan meningkatkan sinyal sampai sejuta kali dan ditayangkan pada oscilloscope
dan dapat didengar melalui loudspeaker untuk analisis secara visual dan auditori
secara simultan (Kimura, 1983)
Aktivasi dari sebuah neuron motor alpha ( an alpha motor neuron )
menyebabkan kontraksi serabut otot, sejumlah signal, sebagai kontribusi dari
potensial aksi serabut otot yang biasanya diukur. Aktivitas listrik ini disebut
potensial aksi unit motor ( MUAP). Jadi MUAP adalah gelombang yang diukur
ketika sebuah unit motor diaktivasi pada suatu waktu. Sebuah signal EMG berasal
dari beberapa unit motor dan didefinisikan sebagai jumlah dari semua MUAP
ditambah noise dan artefacts. Ada beberapa tipe elektrode yang digunakan untuk
mengukur signal EMG, yaitu needle electrodes, fine-wire electrodes, dan surface
electrodes. Surface electrodes mudah dalam pemasangannya dan juga tidak terlalu
mengganggu aktivitas dari orang yang diteliti. Prinsip dasar dari kerja EMG
adalah adanya signal listrik yang berasal dari aktivitas otot, yang mungkin
disebabkan oleh faktor psikis, fisik, maupun lingkungan ( Khoiri, 2008 ).
Electromyographic adalah sinyal yang dihasilkan oleh otot yang
mengandung informasi tentang keadaan otot tersebut. Sinyal Electromyographic
merupakan sinyal yang dihasilkan oleh otot dan dapat dianalisis dengan
mengamati bentuk, amplitudo dan frekuensinya. Peristiwa – peristiwa listrik yang
terjadi pada otot dapat direkam oleh alat electromyograph. Listrik ini diwujudkan
sebagai impuls – impuls pesan dari organ-organ indera ke sistem saraf pusat dan
perintah dari sistem saraf pusat untuk dilaksanakan. Sinyal EMG normal
mempunyai kekhasan tersendiri, walaupun untuk membedakan antara sinyal
normal dan tidak normal perlu pengetahuan yang lebih dalam. Salah satu analisa
yang dipakai untuk membedakan sinyal EMG normal dan tidak adalah respon
frekuensi sinyal tersebut. Analisa yang lain adalah dengan melihat amplitudonya,
menganalisa motor unit potensial (MUP), analisa pola gangguan di otot dan
beberapa macam cara yang lain. Sinyal normal EMG mempunyai nilai amplitudo
maksimal dan frekuensi yang berbeda beda dalam tiap otot di bagian tubuh yang
berbeda. Pada umumnya sinyal normal EMG mempunyai range frekuensi antara 6
– 15 Hz dan amplitudo –2.5 milivolt sampai 2.5 milivolt dalam keadaan otot
beristirahat. Berikut ini adalah sinyal – sinyal EMG normal yang telah disentesa
( Kholis, 2006 ).
a. Biceps
Sinyal Biceps normal mempunyai range frekuensi antara 6 – 10 Hz.
Berikut ini gambar salah satu contoh sinyal EMG yang diukur di otot
biceps dalam keadaan istirahat.
Gambar 3 Sinyal Normal EMG Biceps
b. Triceps
Sinyal Triceps normal mempunyai frekuensi sekitar 10 Hz
Gambar 4 Sinyal Normal EMG Triceps
c. First Dorsal Interosseus
First Dorsal Interosseus mempunya sinyal normal sekitar 11 Hz. Contoh
sinyal EMG dibagian ini seperti gambar 5
Gambar 5 Sinyal Normal EMG First Dorsal Interosseus
d. Tibialis Anterior
Sinyal normal didaerah ini mempunyai range sekitar 8 - 9 Hz.
Gambar 6 Sinyal Normal EMG Tibialis Anterior
Sinyal EMG abnormal mempunyai berbagai macam kelainan yang dapat
dikenali dengan berbagai macam metode. Otot yang mengalami suatu penyakit
atau kelelahan umumnya sinyal EMG-nya mengalami penambahan atau
pengurangan frekuensinya, tetapi terkadang juga mempunyai frekuensi yang tidak
berubah tetapi amplitudonya mengalami pengurangan. Ada beberapa macam
kelainan pada sinyal EMG seperti myophaty, neurophaty, esential tremors, dan
idiophatic torticolis ( Kholis, 2006 ).
a. Myophaty
Myophaty adalah salah satu penyakit salah urat. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya serat otot, altrophy, hypertrophy, pergantian serat otot, dan
reinervation. Sinyal EMG dari penyakit ini bisa tetap normal ataupun
mengalami penambahan, tetapi amplitudo sinyal mengalami pengurangan
dari normalnya. Kelainan ini dapat dideteksi di otot biceps.
Gambar 7 Sinyal EMG Biceps yang menderita Myophaty
b. Neurophaty
Neurophaty adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya ketegangan
sistem otot. Tiga hal yang sering dialami oleh orang yang mengalami
diabetes antara lain peripheral neuropathy, autonomic neuropathy, dan
mononeuropathy. Pengaruh terbesar pada penderita peripheral neuropathy
terlertak pada bagian lengan dan kaki. Proses penyakit ini misalnya
berkurangnya motor unit (neuron/axon), Reinnervation, Hypertrophy, dan
kerusakan pada Motor unit. Kelainan yang diakibat neurophaty dapat
diukur di otot bagian biceps dan tibialis anterior.
Gambar 8 Sinyal EMG di Tibialis Anterior yang menderita Neurophaty
Gambar 9 Sinyal EMG di Biceps yang mengalami Neurophaty
c. Cedera Syaraf Sciatica
Sciatica adalah syaraf perasa sakit yang menyebar kebawah dari punggung
sampai pantat hingga ke bawah lutut. Berikut ini adalah sinyal EMG di
Tibialis Anterior yang diderita oleh pasien berumur 60 tahun yang
mengalami cedera syaraf sciatia setelah mengalami dislokasi pada pinggul
selama 2 tahun
Gambar 10 Sinyal EMG Tibialis Anterior yg mengalami cedera syaraf
sciatica
Elektromiografi (EMG) mengukur fungsi saraf perifer dengan merekam
aktivitas listrik unit sel otot-saraf motorik. EMG digunakan untuk mendiagnosis,
menggambarkan, dan memantau patologi neuromuskular pada pasien yang
dicurigai mengalami gangguan transmisi saraf atau fungsi sel otot (Corwin, 2008).
Gambar 11 Volume intrakranial versus tekanan intrakranial
Elektromiografi merupakan pemeriksaan yang dirancang untuk
mengevaluasi unit motorik, yang mencakup sel kornuanterior, radiks ventralis,
pleksus saraf, saraf tepi, sambungan saraf-otot dan serabut otot. Dua jenis umum
pemeriksaan adalah EMG, yang merekam aktivitas listrik yang diinduksi di dalam
otot dengan derajat aktivitas bervariasi, dan NCV yang merekam kecepatan pada
saat saraf yang dirangsang dapat menghantarkan aktivitas listrik. Bila digunakan
dalam kombinasi, maka teknik ini bermanfaat untuk evaluasi miopati, cidera saraf
tepi dan lesi radiks. Seperti pada semua pemeriksaan listrik, interpretasi sangat
tergantung pada anamnesis dan pemeriksaan klinis (Company,1987)
Informasi diagnostik tentang otot dapat diperoleh dari aktivitas listrik-nya.
Pada bagian transmisi potensial aksi dari akson ke dalam otot, tempat potensial
aksi tersebut menimbulkan kontraksi otot. Rekaman potensial dari otot sewaktu
berkontraksi disebut elektromiogram atau EMG. Sebuah otot terdiri dari banyak
unit motorik. Satu motorik terdiri dari satu cabang neuron dari batang otak atau
korda spinalis dan 25 sampai 2000 serat otot ( sel ) yang berhubungan dengannya
melalui motor end plate (gambar 12). Potensial istirahat di kedua sisi membran
pada sebuah serat otot serupa dengan potensial istirahat di serat saraf. Kerja otot
dimulai oleh potensial aksi yang berjalan di sepanjang suatu akson dan melewati
motor end plate menuju ke dalam serat otot, menyebabkan serat tersebut
berkontraksi. Rekaman potensial aksi di satu sel otot diperlihatkan secara skematis
di gambar 13. Pengukuran semacam ini dilakukan dengan menggunakan sebuah
elektrode yang sangat halus (mikroelektroda) yang dimasukkan melalui membran
otot (Cameron, Skofronik, dan Grant, 1999).
Gambar 12 Skema subuah neuron yang berasal dari korda spinalis dan berakhir di beberapa sel otot. Neuron dan sel – sel otot terkait membentuk satu unit motorik
(garis terputus – putus)
Gambar 13 Susunan alat untuk mengukur potensial aksi di sebuah sel otot. Elektrode referensi dibenamkan di cairan yang mengelilingi sel
Elektrode EMG biasanya merekam aktivitas listrik dari beberapa serat
otot. Dapat digunakan elektrode permukaan atau elektrode jarum konsentrik.
Elektrode permukaan yang dilekatkan ke kulit mengukur sinyal listrik dari banyak
unit motorik. Elektrode jarum konsentrik yang dimasukkan ke bawah kulit
mengukur aktivitas satu unit motorik melalui sebuah kawat berinsulasi yang
dihubungkan ke titiknya. Gambar 14 memperlihatkan EMG tipikal dari dua jenis
elektrode. Susunan yang lazim untuk merekam EMG diperlihatkan pada gambar
15. Sinyal listrik otot dapat diperlihatkan secara langsung di salah satu saluran
osiloskop, dan sinyal dapat diintegrasikan dan ditampilkan di saluran kedua.
Sinyal juga dapat dilewatkan melalui sebuah penguat (amplifier) dan diubah
menjadi bunyi oleh pengeras suara. Rekaman terintegrasi (dalam volt detik)
merupakan ukuran kuantitas elektrik berkaitan dengan potensial aksi otot. Gambar
16 memperlihatkan EMG dan bentuk terintegrasinya untuk kontraksi otot volunter
dengan derajat yang bervariasi. Kontraksi yang lebih kuat menghasilkan aktivitas
potensial aksiyang lebih besar. Bentuk terintegrasi dari aktivitas potensial aksi
lebih mudah dievaluasi karena merupakan kurva yang mulus. Di klinik, EMG
yang dapat didengar dan rekaman potensial aksi dalam bentuk terintegrasi sering
digunakan untuk menentukan kondisi suatu otot sewaktu berkontraksi (Cameron,
Skofronik, dan Grant, 1999).
Gambar 14 Elektromiogram yang diperoleh dengan menggunakan elektrode jarum konsentrik dan elektrode permukaan
Gambar 15 Susunan instrumen untuk memperoleh EMG
Gambar 16 elektromiogram pada (a) kontraksi minimal yang memperlihatkan potensial aksi dari satu unit motorik dan (b) kontraksi maksimal yang
memperlihatkan potensial aksi dari banyak unit motorik. Perhatikan a dan b memiliki skala yang berbeda. (Diadaptasi dari P.Strong, Biophysical
measurement, Tektronix, Inc., Beaverton, OR, 1970, p. 183, dengan ijin dari Tektronix, Inc. Hak cipta dilindungi undang-undang)
EMG dapat diperoleh dari otot atau unit motorik yang dirangsang secara
elektris. Metode ini lebih sering dipilih daripada kontraksi volunter. Kontraksi
volunter biasanya tersebar selama sekitar 100 mdtk karena semua unit motorik
tidak melepaskan muatan secara bersamaan; juga, masing – masing unit motorik
mungkin menghasilkan beberapa potensial aksi bergantung pada sinyal yang
dikirim dari susunan saraf pusat. Pada stimulasi dengan listrik, waktu simulasi
memiliki batas yang jelas dan semua serat otot melepaskan muatan hampir secara
bersamaan. Denyut stimulatorik yang biasa digunakan memiliki amplitudo 100 V
dan berlangsung 0,1 sampai 0,5 mdtk. EMG yang diperoleh melalui stimulasi
elektris terhadap suatu unit motorik diperlihatkan di gambar 17. Potensial aksi
tampak di EMG setelah suatu periode laten (waktu antara stimulasi dan permulaan
respons). Kadang – kadang EMG dari otot – otot yang simetris di tubuh
diperbandingkan satu sama lain atau dengan otot dari orang normal untuk
menentukan apakah potensial aksi dan masa laten setara (Cameron, Skofronik,
dan Grant, 1999).
Gambar 17 Susunan instrumen untuk memperoleh EMG sewaktu dilakukan stimulasi listrik terhadap suatu unit motorik
Selain menstimulasi unit motorik dengan listrik, stimulasi juga dapat
dilakukan pada saraf sensorik yang membawa informasi ke susunan saraf pusat.
Sistem refleks dapat dipelajari dengan mengamati respons refleks di otot ( gambar
18 ). Pada stimulasi yang lemah, sebagian saraf sensorik mengalami pengaktivan
tetapi saraf motorik tidak dan tidak tampak respons M (gambar 18b). Potensial
aksi saraf sensorik bergerak ke arah korda spinalis dan menghasilkan respon
refleks yang berjalan di sepanjang saraf motorik dan memicu respons tertunda H
di otot. Seiring dengan meningkatnya stimulus, baik saraf motorik maupun saraf
sensorik akan teraktifkan dan dijumpai respons M dan H (gambar 18c). Pada
stimulasi yang kuat, hanya respons M yang tampak (gambar 18d). (Cameron,
Skofronik, dan Grant, 1999).
Gambar 18 Stimulasi listrik terhadap saraf sensorik dan motorik pada seorang bayi unuk menentukan kondisi refleks. Respons diperlihatkan di CRT. (a) diagram skematik instrumentasi. (b) untuk stimulasi lemah pada waktu 0, tampak
di elektrode perekam respons sensorik H tertunda selama 14 mdtk. (c) untuk stimulasi sedang, diperoleh dua respons: saraf motorik M berespons pada sekitar 5 mdtk setelah rangsangan dan respons H adalah pada 14 mdtk. (d) untuk stimulasi
kuat, hanya respons M yang diperoleh.
Electromyograph berfungsi untuk mendeteksi adanya potensial listrik yang
dihasilkan oleh otot saat kontraksi dan relaksasi. Dalam elektromyography,
terdapat beberapa teknik pengukuran yang meliputi:
1. Surface Electromyography (SEMG)
Adalah teknik non – invasive untuk mengukur hasil aktifitas elektrik
dari proses kontraksi dan relaksasi.
2. Fire Wire Electromyography (Intramuscular EMG)
Adalah teknik invasive untuk mengukur hasil aktifitas elektrik otot
dari proses kontraksi dan relaksasi.
3. Neuromuscular Electrical Simulation (NMES)
Burst pulsa elektrik dari rangsangan kontraksi otot yang ditargetkan
melalui elektrode.
Parameter dari NMES adalah :
a. Pulse width : durasi dari pulsa individual.
b. Pulse rate : tingkat dimana sejumlah pulsa dikirimkan.
c. Intensity : intensitas saat ini disampaikan setiap denyut nadi. Penggunaan
electrode NMES sangat baik untuk aplikasi ini sebagai daya kerapatan
elektroda, serta faktor keselamatan.
d. Ramp : waktu yang diperlukan intensitas pulsa berturut – turut untuk
mencapai nilai preset maksimum atau menurunkan kembali nol.
Gambar 19 Typical pulsa pada NEMS
(Quach, 2007)
EMG (elektromyograph) adalah instrumentasi pencatat bioelektrik untuk
mengetahui sinyal yang disebabkan oleh aktifitas otot gerak. Otot gerak
merupakan organ tubuh manusia yang berfungsi menggerakkan rangka. Otot
gerak merupakan jenis otot lurik, dimana memiliki sifat sadar, tidak sadar, tidak
teratur karena aktifitasnya bergantung pada kehendak pelaku. Secara umum,
prinsip kerja dari otot gerak dengan otot jantung relative sama, yang membedakan
yaitu asal dari rangsangan. Pada otot gerak tidak memiliki sifat otomatisitas.
Rangsangan berasal dari otak dan disalurkan melalui syaraf. Untuk mengetahui
sinyal EMG diletakkan elektrode sebagai media interaksinya. Peletakan elektrode
biasanya diletakkan langsung pada otot yang akan diamati dengan cara
menempelkan pada permukaan kulit sebagai pendeteksi sinyal dari pergerakan
otot. Sinyal yang ditangkap meliputi daerah yang diberikan elektrode, akibatnya
sinyal yang diperoleh merupakan penjumlahan seluruh sinyal yang ada. Karena
proses kontraksi dan relaksai tiap – tiap otot gerak pada daerah tersebut tidak
bersamaan, maka sinyal yang didapat terkesan seperti sinyal acak. Elektrode juga
berfungsi sebagai grounding yang ditempelkan pada daerah yang memiliki
resistansi tubuh yang kecil, contohnya pada kaki atau telinga. Karakteristik dari
sinyal otot EMG yang umumnya dianalisa mempunyai range frekuensi antara
20Hz sampai 500Hz dan range tegangan antara 0,4 V sampai 5 V, terdapat
amplitudo yang inggi lagi apabila terjadi kontraksi. (Fiolana, 2003)
Gambar 20 Sinyal EMG
Peletakan elektroda umumnya diletakkan langsung dari pada otot yang
diamati. Sinyal yang ditangkap adalah meliputi daerah yang diberikan oleh
elektroda, akibatnya sinyal yang diperoleh merupakan penjumlahan seluruh sinyal
yang ada.karena proses kontraksi dan relaksasi tiap – tiap otot gerak pada daerah
tersebut tidak bersamaan, maka sinyal yang didapat terkesan seperti acak. Sensor
ini akan mendeteksi perubahan amplitudo sinyal sebesar 0,2 μV yang merupakan
sinyal kontraksi otot yang dideteksi dan sensor ini memiliki range kerja pada
frekuensi di bawah 130Hz. Penempatan sensor ini pada jari dan tangan dapat
ditunjukkan pada gambar 21. Pada gambar tersebut terlihat bahwa penempatan
sensor diletakkan di atas pertengahan Proximal Phalax (tulang jari), dan elektroda
referensi pada pertengahan Intermediate Phalax. Untuk pengaktifan simulasi
diletakkan pada pergelangan tangan (Huges, 1981).