Upload
rany-any
View
220
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Jurnal TLTG
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Air Baku
Menurut Wahyu (2008) air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan
memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku
dapat berasal dari air permukaan seperti sungai, danau, reservoir buatan dan dari air
tanah atau bahkan air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air yang tepat perlu
didasarkan pada beberapa hal, yaitu :
a. Kuantitas air baku dan air yang dibutuhkan
b. Kualitas air baku
c. Kondisi iklim
d. Berbagai hal yang berpotensi menggangu konstruksi intake
e. Keamanan pengoperasian
f. Biaya dalam pengolahan air dan perawatan instalasi
g. Potensi pencemaran terhadap sumber air
h. Kemudahan dalam pengembangan intake di masa depan
2.2 Air Bersih
Air yang dikonsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Bersih
dan aman adalah memenuhi beberapa kriteria berikut. Air harus bebas dari kontaminasi
kuman atau bibit penyakit. Air tidak boleh mengandung bahan kimia yang berbahaya
maupun beracun. Air tidak berasa dan tidak juga berbau. Jumlah air cukup untuk
memenuhi kebutuhan domestik dan rumah tangga. Air memenuhi standar yang
ditentukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) atau Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Chandra, 2007).
6
2.3 Sumber air
Air yang ada di permukaan bumi berasal dari beberapa sumber. Berdasarkan letak
sumbernya air dibagi menjadi tiga, yaitu air hujan, air permukaan dan air tanah. Air
hujan merupakan sumber utama dari air di bumi. Air ini pada saat pengendapan dapat
dianggap sebagai air yang paling bersih, tetapi pada saat di atmosfer cenderung
mengalami pencemaran oleh beberapa partikel debu, mikroorganisme dan gas (misal :
karbon dioksida, nitrogen dan amonia). Air permukaan meliputi badan-badan air seperti
sungai, danau, telaga, waduk, rawa dan sumur permukaan. Sebagian besar air
permukaan ini berasal dari air hujan dan mengalami pencemaran baik oleh tanah,
sampah dan lainnya. Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi,
kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan penyaringan secara alami. Proses-
proses ini menyebabkan air tanah menjadi lebih baik dibandingkan air permukaan
(Chandra, 2007).
2.3.1 Sumber Air Permukaan
Air permukaan terutama terdapat dalam bentuk aliran sungai, danau, dan waduk/kolam.
Danau dapat diklasifikasikan sebagai oligotropik, eutropik, atau dystropik. Danau
oligotropik adalah danau yang relatif muda. Danau ini dalam dan berair jernih, kurang
mengandung zat hara akibatnya kurang produktif untuk aktivitas biologis. Danau
eutropik lebih banyak mengandung zat hara sehingga airnya agak keruh dan lebih dapat
menunjang kehidupan akuatik. Danau ini umurnya relatif lebih tua dibandingkan
oligotropik. Danau yang umurnya lebih tua diklasifikasikan sebagai danau dystropik.
Danau ini dangkal, dipenuhi dengan tumbuhan air dan biasanya airnya berwarna serta
mempunyai pH yang rendah ( Rukaesih, 2004).
Aliran sungai diklasifikasikan dalam empat tahapan, yaitu stadium lahir, muda, dewasa
dan umur tua. Pada stadium lahir sungai belum tererosi, air tanah berperan penting pada
stadium ini sehingga kalau musim kemarau sungai muda masih didukung oleh aliran air
tanah tetapi aliran sungai berjalan secara kontinyu. Sungai stadium dewasa, air sungai
7
umumnya bersih dan lebih dalam dibanding sungai muda sedangkan sungai tua lebih
dalm lagi dan telah hampir mencapai tingkat dasar geologinya ( Rukaesih., 2004).
Air permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami
menghilang akibat aliran menujulautan, penguapan, dan penyerapan menuju ke bawah
permukaan. Meski satu-satunya sumber alami bagi perairan permukaan hanya
presipitasi dalam area tangkapan air, total kuantitas air dalam sistem dalam suatu waktu
bergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor tersebut termasuk kapasitas danau, rawa,
dan reservoir buatan, permeabilitas tanah di bawah reservoir, karakteristik aliran pada
area tangkapan air, ketepatan waktu presipitasi dan rata-rata evaporasi setempat. Semua
faktor tersebut juga memengaruhi besarnya air yang menghilang dari aliran permukaan.
Aktivitas manusia memiliki dampak yang besar dan kadang-kadang menghancurkan
faktor-faktor tersebut. Manusia seringkali meningkatkan kapasitas reservoir total
dengan melakukan pembangunan reservoir buatan, dan menguranginya dengan
mengeringkan lahan basah. Manusia juga sering meningkakan kuantitas dan kecepatan
aliran permukaan dengan pembuatan sauran-saluran untuk berbagai keperluan,
misalnya irigasi.
Kuantitas total dari air yang tersedia pada suatu waktu adalah hal yang penting.
Sebagian manusia membutuhkan air pada saat-saat tertentu saja.
Misalnya petani membutuhkan banyak air ketika akan menanam padi dan membutuhkan
lebih sedikit air ketika menanam palawija. Untuk mensuplai petani dengan air, sistem
air permukaan membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan
air sepanjang tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu. Sedangkan
penggunaan air lainnya membutuhkan air sepanjang waktu, misalnya pembangkit
listrik yang membutuhkan air untuk pendinginan, atau pembangkit listrik tenaga air.
Untuk mensuplainya, sistem perairan permukaan harus terisi ketika aliran arus rata-rata
lebih rendah dari kebutuhan pembangkit listrik. Perairan permukaan alami dapat
ditambahkan dengan mengambil air permukaan dari area tangkapan hujan lainnya
dengan kanal atau sistem perpipaan. Dapat juga ditambahkan secara buatan dengan cara
lainnya, namun biasanya jumlahnya diabaikan karena terlalu kecil.
2.4 Manfaat air
8
Menurut Anonim 2011, Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dengan segala
macam kegiatan, antara lain dipergunakan untuk:
1. Keperluan rumah tangga, misalnya untuk minum, masak, mandi, cuci dan pekerjaan
lainnya.
2. Keperluan umum, misalnya untuk kebersihan jalan dan pasar, pengangkutan air,
hiasan kota, tempat rekreasi dan lain-lainnya.
3. Keperluan industri, misalnya untuk hotel dan restoran.
4. Keperluan pertanian dan peternakan.
5. Keperluan pelayaran dan lain sebagainya.
2.6 Karakteristik air
2.6.1 Karakteristik fisika air
Menurut Hanum (2002) Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisika
sebagai berikut:
1. Jernih atau tidak keruh
Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari tanah liat.
Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh. Penyebab terjadinya
kekeruhan dapat berupa bahan organik maupun anorganik, seperti lumpur dan limbah
industri.
2. Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti
mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. Warna air dapat
dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi dan senyawa-
senyawa organik.
3. Rasanya tawar
9
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit atau
asin menunjukan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam
tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik
maupun asam anorganik.
4. Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air
yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi
(penguraian) oleh mikroorganisme air. Bau dapat disebabkan oleh adanya organisme
dalam air seperti alga, juga oleh adanya gas H2S hasil peruraian senyawa organik
yang berlangsung secara anaerobik
5. Temperaturnya normal
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat
kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan dan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Suhu air mempengaruhi jumlah oksigen
terlarut. Makin tinggi suhu air, jumlah oksigen terlarut makin rendah.
6. Tidak mengandung zat padatan
Air minum mengandung zat padatan yang terapung di dalam air.
2.6.2 Karakteristik kimia air
Karakteristik kimia air meliputi: pH, BOD (biological oxygent demand) dan senyawa
kimia beracun.
1. pH (derajat keasaman)
Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi. Beberapa senyawa beracun
lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam bentuk ion, yang bentuk tersebut
dipengaruhi oleh pH. pH Penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air
pada umumnya disebabkan gas Oksida yang larut dalam air terutama karbondioksida.
Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar
kualitas air minum dalam hal pH yang lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan
10
tetapi dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang
sangat mengganggu kesehatan.
Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau
besarnya konsentrasi ion Hidrogen dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil
dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar
dari normal akan bersifat basa. Air dan bahan buangan dari kegiatan industri yang
dibuang ke badan air akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu
kehidupan organisme di dalam air
2. Besi dan mangan
Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan menyebabkan rasa
logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat dari metal.
Besi merupakan salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan batuan induk yang
banyak ditemukan diperairan umum. Batas maksimal yang terkandung didalam air
adalah 1,0 mg/l.
Unsur mangan mempunyai sifat-sifat yang sangat mirip dengan besi sehingga
pengaruhnya juga hampir sama meskipun beberapa hal berbeda terutama nilai
ambang batas. Di dalam air minum besi (Fe) dan Mangan (Mn) dapat memberikan
dampak sebagai berikut:
a. Menimbulkan penyumbatan pada pipa disebabkan
Secara langsung oleh deposit (tubercule) yang disebabkan oleh endapan besi
Secara tidak langsung, disebabkan oleh kumpulan bakteri besi yang hidup di
dalam pipa, karena air yang mengandung besi, disukai oleh bakteri besi.
b. Selain itu kumpulan bakteri ini dapat meninggikan gaya gesek (losses) yang juga
berakibat meningkatnya kebutuhan energi. Selain itu pula apabila bakteri
tersebut mengalami degradasi dapat menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada
air.
11
c. Besi sendiri dalam konsentrasi yang lebih besar dan beberapa mg/1, akan
memberikan suatu rasa pada air yang menggambarkan rasa metalik, astringent,
atau obat.
d. Keberadaan besi juga dapat memberikan penampakan keruh dan berwarna pada
air, oleh karena sangat tidak diharapkan pada industri kertas, pencelupan/tekstil
dan pabrik minuman.
e. Meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci oleh air yang mengandung besi.
f. Meninggalkan noda pada bak-bak kamar mandi dan peralatan lainnya (noda
kecoklatan disebabkan oleh besi).
g. Endapan logam ini juga yang dapat memberikan masalah pada sistem
penyediaan air secara individu (sumur).
h. Fe2+ juga menimbulkan corrosive yang disebabkan oleh bakteri golongan
Crenothric dan Clonothrix.
2.7 Proses Pengolahan Fisika
2.7.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Proses ini terutama bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan
mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya partikel-
partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah. Misalnya : kerikil dan pasir,
padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada tangki pengendapan sekunder,
floc hasil pengolahan secara kimia dan lumpur (pada pengendapan lumpur) (Sakti,
2009).
Bagian terpenting dalam perencanaan unit sedimentasi adalah mengetahui kecepatan
pengendapan dari partikel-partikel yang akan dipindahkan. Kecepatan pengendapan
oleh ukuran, densitas larutan, viskositas cairan dan temperatur. Untuk memperoleh data
mengenai karakteristik pengendapan dari susupended solid diperlukan percobaan di
laboratorium (Sakti, 2009).
12
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel
untuk berinteraks. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu :
a. Settling tipe I, Pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara
individual dan tidak ada interaksi antar partikel
b. Settling tipe II, pengendapan partikel flokulan, terjadi interaksi antar partikel
sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah
c. Settling tipe III, Pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar partikel
saling menahan partikel lainnya untuk mengendap
d. Settling tipe IV, terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi
karena berat partikel
Menghitung dimensi bak
Dengan:
𝐴 = QSo
...........................................................................................................................
(2.1)
V = Q x td...................................................................................................................(2.2)
H = VA
……...................................................................................................................
(2.3)
Keterangan :
A = Luas permukaan bak (m2)
Q = Debit air (m3/jam)
td = Waktu detensi (jam)
So = Overflow rate
H = Kedalaman bak (m)
2.7.2 Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun gas) yang
membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lain untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan koloid. Pada
pengolahan air minum, Filtrasi digunakan untuk menyaring air hasil dari proses
13
koagulasi – flokulasi – sedimentasi sehingga dihasilkan air minum dengan kualitas
tinggi. Di samping mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat pula mereduksi
kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan mangan.
Pada filtrasi dengan media berbutir, terdapat tiga proses, yaitu :
1. Transportasi : meliputi proses gerak brown, sedimentasi, dan gaya tarik antar
partikel.
2. Kemampuan menempel : meliputi proses mechanical straining, adsorpsi (fisik -
kimia), biologis.
3. Kemampuan menolak : meliputi tumbukan antar partikel dan gaya tolak menolak.
2.7.2.1 Tipe Filter
Berdasarkan pada kapasitas produksi air yang terolah, saringan pasir dapat dibedakan
menjadi dua yaitu saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat saringan pasir cepat
dapat dibedakan dalam beberapa kategori :
1. Menurut jenis media yang dipakai
2. Menurut sistem kontrol kecepatan filtrasi
3. Menurut arah aliran
4. Menurut kaidah grafitasi / dengan tekanan
5. Menurut pretreatment yang diperlukan.
2.7.2.2 Jenis-jenis filter berdasarkan sistem operasi dan media
A. Jenis media Filter :
1. Single media : Satu jenis media seperti pasir silika, atau dolomit saja
2. Dual media : misalnya digunakan pasir silica, dan anthrasit
3. Multi media : misalnya digunakan pasir silica, anthrasit dan garnet.
1. Filter single media, filter cepat tradisional biasanya menggunakan pasir kwarsa. Pada
sistem ini penyaringan SS terjadi pada lapisan paling atas sehingga dianggap kurang
efektif karena sering dilakukan pencucian.
14
Gambar 2.1 menjelaskan kedalaman pasir, kerikil sebagai media penyangga dan
sistem pematusan (under drain).
2. Filter dual media, sering digunakan filter dengan media pasir kwarsa di lapisan
bawah dan antharasit pada lapisan atas.
Keuntungan dual media :
a. Kecepatan filtrasi lebih tinggi (10 – 15 m/jam)
b. Periode pencucian lebih lama
c. Merupakan peningkatan filter single media (murah).
3. Multi media filter : terdiri dari anthrasit , pasir dan garnet atau dolomit, fungsi multi
media adalah untuk membuat seluruh lapisan filter agar berperan sebagai penyaring.
Filter aliran secara gravitasi dengan kelengkapannya dapat dilihat pada gambar 2.1
sebagai berikut :
Gambar 2.1 Filter aliran secara gravitasi dengan kelengkapannya (Tom D. Reynolds, 1992).
B. Sistem kontrol kecepatan :
1. Constant rate : debit hasil proses filtrasi konstan sampai pada level tertentu. Hal ini
dilakukan dengan memberikan kebebasan kenaikan level muka air di atas media
filter.
2. Declining rate : debit hasil proses filtrasi menurun seiring dengan waktu filtrasi, atau
level muka air di atas media filter dirancang pada nilai yang tetap.
15
2.8 Pengolahan Kimia Air
Pengolahan secara kimia pada instalasi air bersih biasanya digunakan untuk netralisasi
limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan
padatan yang tak terlarut, mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan
efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi warna dan racun.
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir
seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan
tidak tergantung pada perubahan-perubahan konsentrasi. Namun, pengolahan kimia
dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent dan meningkatkan jumlah lumpur.
2.8.1 Netralisasi
Pada proses pengolahan air, sering diperlukan koreksi pH/netralisasi, baik karena
kondisi limbah bersifat asam/acid (pH rendah) maupun karena limbah bersifat
basa/alkalinitas (pH tinggi). Sebelum air limbah masuk ke sistem pengolahan
biologis lebih efektif dan efisien pada kondisi pH netral. Netralisasi juga perlu
dilakukan baik sebelum limbah dibuang ke alam/lingkungan agar effluen tidak
mencemari lingkungan. Cara mengkoreksi pH adalah dengan menambahkan bahan
kimia ke dalam air limbah, baik dalam bentuk bubuk/powder maupun
larutan/solution. Penambahan bahan kimia tersebut menggunakan peralatan khusus
seperti dosing-pump (larutan) atau powder/ granule feeder. Larutan atau bubuk bahan
kimia tersebut dimasukkan dalam tangki pencampur yang dilengkapi pengaduk.
(Sudjaro, 2008).
Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa menghasilkan air dan garam. Dalam
pengolahan air, pH diatur antara 6,0-9,5. Di luar kisaran pH tersebut, air akan bersifat
racun bagi kehidupan air, termasuk bakteri. Proses netralisasi yang digunakan adalah
netralisasi antara air asam dan air basa, penambahan bahan-bahan kimia yang
diperlukan dan filtrasi melalui zat-zat untuk netralisasi, misalnya CaCO3.
16
Jenis bahan kimia yang ditambahakan tergantung pada jenis dan jumlah air serta kondisi
lingkungan setempat. Netralisasi air yang bersifat adam dapat dilakukan dengan
penambahan Ca(OH)2 (slaked lime) atau NaOH (natrium hidroksida); sedangkan
netralisasi air yang bersifat basa dapt dilakukan dengan penambahan H2SO4 (asam
sulfat), HCl (Asam klorida), HNO3 (Asam nitrat), H3PO4 (asam fosforat) atau CO2 yang
bersumber dari flue gas.
Netralisasi dengan filtrasi biasanya hanya digunakan untuk kapasitas IPA yang kecil
dan harus dilakukan secara perlahan-lahan. Sistem netralisasi digunakan untuk air yang
mengandung kadar sulfat tinggi karena adanya pembentukan gypsum (CaSO4) pada
permukaan batu kapur. Netralisasi dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu batch atau
continue, tergantung pada aliran air. Netralisasi sistem batch biasanya digunakan jika
aliran sedikit dan kualitas air buangan cukup tinggi. Netralisasi sistem continue
digunakan jika laju aliran besar sehingga perlu dilengkapi dengan alat kontrol otomatis.
Pada SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air
menyebutkan untuk kriteria perencanaan pada unit netralisasi adalah:
a) Harus berupa bahan alkalin;
1) kapur (CaO), dibubuhkan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi larutan
5% sampai dengan 20%;
2) soda abu (Na2CO3) dibubuhkan dalam bentuk larutan, dengan konsentrasi
larutan 5% sampai dengan 20%;
3) soda api (NaOH), dibubuhkan dalam bentuk larutan, dengan konsentrasi
larutan maksimum 20%;
b) Dosis bahan alkalin ditentukan berdasarkan percobaan;
c) Pembubuhan bahan alkalin secara gravitasi atau pemompaan, dibubuhkan
sebelum dan atau sesudah pembubuhan koagulan.
Dan untuk kriteria perencanaan bak netralisanya sendiri menurut SNI 6774:2008 adalah
sebagai berikut:
a) Bak dapat menampung larutan selama 8 jam sampai dengan 24 jam;
17
b) Diperlukan 2 buah bak yaitu 1 buah bak pengaduk manual atau mekanis
dan 1 buah bak pembubuh;
c) Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap beban alkalin.
2.8.2 Koagulasi dan flokulasi
Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa saat hingga
merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi koloid yang ada pada air
baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mengalami saling
tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih besar. Faktor
yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu jenis koagulan yang
digunakan, dosis pembubuhan koagulan, dan pengadukan dari bahan kimia (Didik,
2011). Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan cara: pengadukan secara hidrolis
(terjunan dan pengadukan dalam pipa) dan pengadukan secara mekanik.
Flok-flok kecil yang sudah terbentuk di koagulator diperbesar disini. Faktor-faktor yang
mempengaruhi bentuk flok yaitu kekeruhan pada air baku, tipe dari suspended solids,
pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya pengadukan (Didik, 2011).
Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan proses tak
terpisahkan. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan partikel dalam air
sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan kimia (disebut koagulan).
Akibat pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil
karena terurai menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif. Pembentukan ion
positif dan negatif juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan. Proses ini berlanjut
dengan pembentukan ikatan antara ion positif dari koagulan (misal Al3+) dengan ion
negatif dari partikel (misal OH-) dan antara ion positif dari partikel (misal Ca2+) dengan
ion negatif dari koagulan (misal SO42-) yang menyebabkan pembentukan inti flok
(presipitat).
Segera setelah terbentuk inti flok, diikuti oleh proses flokulasi, yaitu penggabungan inti
flok menjadi flok berukuran lebih besar yang memungkinkan partikel dapat mengendap.
18
Penggabungan flok kecil menjadi flok besar terjadi karena adanya tumbukan antar flok.
Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat.
Penentuan disain Koagulasi
Volume Tangki = Q x td .......................................................................................(2.4 )
Bentuk bak koagulasi direncanakan bujur sangkar sehingga dimensi bak adalah:
P = L = 1,2 T dengan T = H
Untuk Penurunan Kesadahan (pelarutan kapur/soda)
Untuk Presipitasi Kimia (peurunan fosfat, logam berat, dll)
Waktu detensi = 0,5 – 6 menit
G = 1000 – 700 detik-1
Jenis pengaduk yang digunakan adalah pengaduk hidrolis dengan terjunan, maka:
H = G2 x μ x tdρ x g
............................................................................................................
(2.5)
Dengan:
G = Gradien kecepatan
µ = kekentalan dinamis air (kg/m.det)
td = waktu detensi (detik)
ρ = berat jenis
*asumsi suhu air 27ºC
Metode koagulasi secara hidroulis dengan saluran terbuka memanfaatkan sistem
terjunan air. Pengadukan hidroulis ini dipilih berdasarkan kondisi lokasi dengan beda
tinggi tertentu. Keuntungan dari metode ini adalah tidak memerlukan energi
tambahan.
Penentuan beda tinggi permukaan air pada terjunan hidroulis:
19
y2
y1
=0,5 [(1+8 N Fr2)0,5−1 ] …………………………….……........…………………(2.6)
Dimana :
y1 : tinggi muka air pertama
y2 : tinggi muka air ke dua
Proses flokulasi dimana air yang telah mengalami proses koagulasi dialirkan secara
gravitasi menuju bak flokulasi. Pada bak flokulasi ditambahkan bahan kimia
Poly Aluminium Chlorida (PAC) atau flokulan lainya, penambahan flokulan dapat
menurunkan derajat keasaman (pH) tergantung jenis flokulan yang dipergunakan
tetapi perubahan pH nya kecil, perlu pengaturan pembuatan larutan flokulan dan laju
alirnya agar flok yang terbentuk dapat mengendap (terkadang flok dapat
mengapung). Pada bak flokulasi dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan <
50 rpm dan waktu tinggal 30 – 45 menit.
Pengadukan untuk memaksimalkaan terbentuknya flok setelah proses koagulasi
dengan menggunakan sistem buffle canal dibagi berdasarkan kompartemennya.
Penentuan headloss pada buffle:
hf = ( Q0,0015 x D2,63 xC )
1,85
…………………………………………………..….................…
(2.7)
dimana :
hf = major losses
L = panjang saluran (m)
Q = debit aliran (L/det)
D = diameter pipa (m)
C = koefisien Hazen-William (sesuai dengan jenis pipa)
2.8.2.1 Teori Koagulasi-Flokulasi
20
Partikel yang tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan
ukuran sangat kecil yaitu 10-7 mm - 10-1 mm. Karena dimensinya ini maka partikel tidak
dapat diendapkan secara langsung (lihat Tabel 2.1). Di samping itu partikel dan koloid
umumnya bermuatan listrik sama yang menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel
(terjadi gerak Brown). Hal ini berakibat terjadinya suatu suspensi yang sangat stabil.
Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya
stabilitas suspensi koloid. Stabilitas koloid terjadi karena:
a. gaya tarik van der waal's
b. gaya tolak /repulsive elektrostatik
Koagulasi bertujuan untuk mengurangi stabilitas koloid (proses destabilisasi) melalui
penambahan bahan kimia dengan muatan berlawanan. Pada koagulasi akan terjadi :
a. Penurunan tegangan permukaan (zeta potensial) melalui proses netralisasi muatan
dan adsorpsi.
b. Presipitasi dari koagulan akan menyapu koloid
c. Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel.
2.8.2.2 Kestabilan Partikel Tersuspensi
Air baku dari air permukaan umumnya mengandung partikel tersuspensi. Partikel
tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan ukuran yang sangat
kecil, antara 0,001 mikron (10-6 mm) sampai 1 mikron (10-3 mm). Partikel yang
ditemukan dalam kisaran ini meliputi partikel anorganik, seperti serat asbes, tanah liat,
dan lanau/silt, presipitat koagulan, dan partikel organik, seperti zat humat, virus, bakteri,
dan plankton. Dispersi koloid mempunyai sifat memendarkan cahaya. Sifat pemendaran
cahaya ini terukur sebagai satuan kekeruhan.
Partikel tersuspensi sangat sulit untuk mengendap langsung secara alami hal ini dapat
dilihat pada lihat Tabel 2.1. Hal ini karena adanya stabilitas suspensi koloid. Stabilitas
koloid terjadi karena:
21
a. Gaya van der Waals. Gaya ini merupakan gaya tarik-menarik antara dua massa,
yang besarnya tergantung pada jarak antar keduanya.
b. Gaya Elektrostatik. Gaya elektrostatik adalah gaya utama yang menjaga suspensi
koloid pada keadaan yang stabil. Sebagian besar koloid mempunyai muatan listrik.
Oksida metalik umumnya bermuatan positif, sedangkan oksida nonmetalik dan
sulfida metalik umumnya bermuatan negatif. Kestabilan koloid terjadi karena
adanya gaya tolak antar koloid yang mempunyai muatan yang sama. Gaya ini
dikenal sebagai zeta potensial.
c. Gerak Brown. Gerak ini adalah gerak acak dari suatu partikel koloid yang
disebabkan oleh kecilnya massa partikel.
Tabel 2.1 Pengendapan partikel air
Pengendapan Partikel dalam Air Ukuran Partikel (mm)
Tipe PartikelWaktu Pengendapan pada
Kedalaman 1 Meter101
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
KerikilPasir
Pasir HalusLempungBakteriKoloidKoloidKoloid
1 detik10 detik2 menit2 jam8 hari
2 tahun20 tahun200 tahun
Sumber : Water Treatment Handbook Vol. 1 (1991)
Gaya van der Waals dan gaya elektrostatik saling meniadakan. Kedua gaya tersebut
nilainya makin mendekati nol dengan makin bertambahnya jarak antar koloid. Resultan
kedua gaya tersebut umumnya menghasilkan gaya tolak yang lebih besar. Hal ini
menyebabkan partikel dan koloid dalam keadaan stabil.
2.8.2.3 Jenis Pengadukan
Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan
pengadukan dan metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya,
pengadukan dibedakan menjadi pengadukan cepat dan pengadukan lambat.
Kecepatan pengadukan dinyatakan dengan gradien kecepatan, yang merupakan fungsi
dari tenaga yang disuplai (P):
22
G=√ Wµ
=√ Pµ xV
.......................................................................................................(2.8)
dalam hal ini:
W = tenaga yang di suplai per satuan volume air (N-m/detik.m3)
P = suplai tenaga ke air (N.m/detik)
V = volume air yang diaduk, m
μ = viskositas absolut air, N.detik/m.
Besarnya gradien kecepatan akan mempengaruhi waktu pengadukan yang diperlukan.
Makin besar nilai G, maka waktunya makin pendek. Untuk menyatakan kedua
parameter itu, maka digunakan bilangan Camp, yaitu hasil perkalian gradien kecepatan
dengan waktu pengadukan atau G.td. Persamaan (2.1) berlaku umum untuk semua jenis
pengadukan. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai P sangat bergantung pada
metoda pengadukan yang digunakan.
Berdasarkan metodanya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis,
pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis.
Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan alat pengaduk berupa
impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya pengadukan
mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk (impeller).
Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai
tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang
dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energi
potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran. Beberapa contoh
pengadukan hidrolis adalah terjunan, loncatan hidrolis, parshall flume, baffle basin
(baffle channel), perforated wall, gravel bed dan sebagainya.
Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas) berbentuk
gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga menimbulkan gerakan pengadukan
pada air. Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air akan menimbulkan
23
turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan air. Makin besar tekanan
udara, kecepatan gelembung udara yang dihasilkan makin besar dan diperoleh
turbulensi yang makin besar pula.
2.8.3 Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air.
Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : pemanasan, penyinaran
antara lain dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain dengan copper dan silver, asam
atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan klorinasi (Didik, 2011).
Proses desinfeksi dengan klorinasi diawali dengan penyiapan larutan kaporit dengan
konsentrasi tertentu serta penetapan dosis klor yang tepat. Metode pembubuhan dengan
kaporit yang dapat diterapkan sederhana dan tidak membutuhkan tenaga listrik tetapi
cukup tepat pembubuhannya secara kontinu adalah metoda gravitasi dan metode dosing
proporsional (Didik, 2011).
2.9 Pengolahan Air Baku
Air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan
atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air
minum (SNI 19-6774-2002). Sebelum digunakan, harus dilakukan pengolahan pada air
baku agar air baku tersebut memenuhi nilai baku mutu. Pemilihan unit-unit pengolahan
air baku merupakan hal yang sangat penting dalam merencanakan suatu instalasi
pengolahan air. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan kapasitas dari suatu kebutuhan air
dan kualitas air yang memenuhi baku mutu. Pemilahan alternatif proses pengolahan
didasarkan kepada karakteristik air baku dan kualitas akhir dari air yang diinginkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan unit instalasi pengolah air, yaitu
faktor :
a. Teknis
24
1) Efisiensi unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang akan
diturunkan.
2) Fleksibilitas sistem terhadap kualitas air yang berfluktuasi
3) Kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang
panjang.
4) Kemudahan konstruksi
b. Ekonomis
1) Biaya investasi awal, operasional dan pemeliharaan
2) Luas lahan yang dibutuhkan.
3) Optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter kualitas
air yang hendak diturunkan.
Pemilihan dilakukan dengan mengkombinasikan faktor-faktor tersebut sehingga
didapatkan kombinasi unit pengolahan yang paling efisien dan optimal (Wahyu, 2008).
Berdasarkan SNI 6773-2008 tentang unit paket instalasi pengolahan air, maka paket
instalasi pengolahan air sesuai dengan diagram berikut :
Gambar 2.2 Unit Paket IPA
2.9.1 Kebutuhan Bahan Kimia
25
Pada instalasi pengolahan air yang bertujuan untuk mengubah air baku menjadi air
bersih akan diperlukan bahan kimia untuk memperbaiki kualitas air baku yang ada.
Penggunaan bahan kimia ini dilakukan pada beberapa proses, antara lain unit koagulasi,
desinfeksi dan netralisasi (Wahyu, M., 2008).
Dosis bahan kimia yang diperlukan bagi masing-masing proses ditentukan melalui uji
laboratorium atau melalui perhitungan matematis. Perhitungan matematis bisa
dilakukan terhadap penentuan dosis pada netralisasi, sedangkan uji laboratorium
dilakukan terhadap penentuan dosis pada proses koagulasi dan flokulasi.
Percobaan laboratorium yang dilakukan adalah jar test dimana jar test adalah percobaan
laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui dosis koagulan yang optimum. Prinsip
kerja jar test sendiri adalah memvariasikan kadar koagulan yang digunakan pada 800
mL sampel dengan sistem pengadukan :
a. Pengadukan cepat selama 1 menit pada kecepatan 100 rpm
b. Pengadukan sedang selama 5-10 menit pada kecepatan 40-80 rpm
c. Pengadukan sedang selama 1 menit pada kecepatan 20 rpm
2.10 Pengolahan Air Kolam di depan Fakultas Teknik
Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air
baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Fakultas Teknik sebagai salah satu juga
memanfaatkan air baku untuk digunakan sebagai air bersih. Air kolam yang berada di
depan Fakultas Teknik adalah sumber air yang dimanfaatkan sebagai air bersih. Air
kolam di depan fakultas teknik sendiri setelah dilakukan uji kualitas diketahui hasil
pengujian kualitas air sebagai berikut :
Tabel 2.2 Uji kualitas air kolam didepan Fakultas Teknik
Parameter Unit Hasil Kadar Maksimum*
Kadar Maksimum**
pH - 6,86 6,5 – 9,0 6 – 9 Total Suspended Solids mg/L 50 - 50Biological Oxygen Demand mg/L 51,75 - 3Kekeruhan NTU 59 5 -
26
Besi Total (Fe) mg/L 0,10 1,0 -Mangan Total (Mn) mg/L 0,20 0,5 -Bakteri E. Coli MPN / 100 mL 130 0 -
*Standar Baku Mutu PERMENKES No. 416 Tahun 1990**Standar Baku Mutu Perda Prov. Kalimantan Timur No. 2 tahun 2011
Parameter yang biasa digunakan untuk mengukur kualitas air bersih dari pengolahan air
baku adalah pH, TSS, kekeruhan, BOD, besi, mangan dan E. Coli. Parameter tersebut
kemudian dibandingkan dengan nilai ambang batas yang telah dipersyaratkan. Pada uji
kualitas air kolam ini dilakukan perbandingan dengan dua peraturan pemerintah karena
ada beberapa parameter yang tidak dipersyaratkan secara lengkap pada satu peraturan.
Berdasarkan hasil uji kualitas diatas maka dapat dilihat bahwa parameter yang
melampaui nilai ambang batas adalah BOD, kekeruhan dan kandungan bakteri E. coli.
Untuk parameter TSS, karena kadarnya berada pada nilai maksimal baku mutu sehingga
juga harus dilakukan penilaian untuk menurunkan TSS tersebut. Hal ini disebabkan
kadar TSS tersebut ditakutkan Air kolam di depan Fakultas Teknik masih bisa
dimanfaatkan menjadi air bersih karena berdasarkan uji kualitas, air kolam di depan
Fakultas Teknik mendekati standar baku mutu air dari peraturan menteri Kesehatan No.
416 tahun 1990 dan peraturan daerah provinsi Kalimantan Timur No. 2 Tahun 2011. Air
kolam di depan Fakultas Teknik sendiri harus dilakukan upaya pengolahan untuk
meningkatkan kualitas air sehingga menghasilkan air bersih yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Upaya pengolahan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas air kolam di depan
Fakultas Teknik sendiri bisa dilakukan dengan membandingkan parameter yang
kualitasnya kurang baik dengan metode pengolahan yang tepat dan efisien. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Wahyu (2008) tentang perencanaan instalasi pengolahan air
baku sebagai air bersih, diketahui unit pengolahan yang bisa dilakukan untuk mengolah
air baku sebagai air bersih terdiri dari unit pengolahan koagulasi, flokulasi, sedimentasi,
filter saringan cepat dan desinfeksi. Unit-unit ini sendiri juga telah sesuai dengan SNI
6773-2008 tentang unit paket instalasi pengolahan air, sehingga diharapkan dapat
memperbaiki kualitas air baku untuk dimanfaatkan sebagai air bersih.
27