Upload
regar-ziyek
View
5
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
peran suami
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Konsep Peran Suami
2.1.1. Defenisi Peran Suami
Peran suami adalah orang yang berperan penuh merawat, terlibat
sebagai ayah, dan pemberi nafkah sebagai respons tekanan
masyarakat (Salmah, 2006).
Peran suami adalah pemegang keputusan utama dalam keluarga,
termasuk keputusan dalam meningkatkan kesehatan isteri selama hamil dan
melahirkan guna menurunkan angka kematian ibu dan anak (Bria, 2011).
Peran suami adalah nahkoda bahtera kehidupan keluarga sehingga ia
bisa menjadi motivator ulung dan pendamping spiritual selama ibu hamil dan
melewati detik-detik mendebarkan selama proses kelahiran (Bria, 2011).
2.1.2. Bentuk Peran Suami Dalam Kehamilan
Bentuk peran suami dalam kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Menyimak Informasi Tentang Kehamilan
Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam
mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami
menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu
mencari informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga
kesehatan. Berbagai informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari
buku, majalah, koran, tabloid, tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di
internet. Dengan mengetahui akar masalah yang terjadi maka ibu bisa
lebih tenang dalam menjalani kehamilan yang sehat. Ibu jadi tahu mana
yang sesuai dengan kondisinya atau tidak. Sebaliknya, jika tidak
berusaha mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil akan timbul
berbagai perasaan yang mungkin saja sangat mengganggu
kondisi psikis (Suparyanto, 2011).
Para suami yang memiliki pendidikan tinggi (termasuk beberapa
diantaranya yang memiliki ijazah kedokteran) harus banyak belajar dalam
soal kehamilan dan kelahiran. Hadiri kursus melahirkan bersama ibu,
hadiri kursus untuk ayah. Bicaralah dengan teman-teman yang baru
menjadi ayah atau bicaralah dengan mereka melalui
internet (Murkoff, 2006).
2. Kontrol / Periksa Kehamilan
Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. saat konsultasi, ibu
bisa menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan.
Biasanya, bila ibu perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan
menganjurkan ibu untuk menemui psikolog atau psikiater yang dapat
membantu kestabilan emosi. Mengantar ibu kontrol ke dokter, ini penting
karena suami harus tahu apa yang terjadi pada istri. Kalau ada keluhan-
keluhan dan informasi-informasi penting seputar kehamilan suami juga
harus tahu, agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh sang istri.
Antenatal care merupakan salah satu tindakan skrining pada ibu hamil
untuk mencegah komplikasi selama kehamilan dan
persalinan nanti (Suparyanto, 2011).
Setiap dokter akan mendorong para suami untuk menghadiri
pemeriksaan pralahir. Jika jadwal anda tidak memungkinkan kunjungan
bulanan, mungkin suami bisa mengatur untuk ikut datang pada saat-saat
perkembangan penting (misalnya, ketika denyut jantung janin akan bisa
didengar untuk pertama kalinya) dan tes-tes pralahir (termasuk
pemeriksaan USG, ketika suami akan bisa melihat citra diri bayi).
Memastikan ibu mendapatkan perawatan medis yang baik sejak awal.
Memastikan ibu memenuhi jadwal kunjungan ke dokter / bidandan
mengikuti nasihat dokter / bidan. Catat apa yang didiskusikan untuk ibu
dan bicaralah jika suami dan ibu hamil mempunyai
kekhawatiran (Murkoff, 2006).
3. Perhatian Suami
Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan
emosi ibu. Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya
berkonsultasi ke dokter atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada
perhatian dari pasangan. Suami dapat memberikan perhatian terhadap
keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil. Perhatian suami dapat
dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga,
mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut yang menunjukkan
perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun
kestabilan emosi (Suparyanto, 2011).
Lakukan latihan relaksasi bersama, dukung ibu untuk mengurangi
beban kerjanya jika kesibukan sosialnya cukup tinggi. Belanja keperluan
bayi bersama-sama (Murkoff, 2006).
4. Jalin Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu
hamil. Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak
mendominan semua pembicaraan. Setiap ada masalah suami meminta
pendapat ibu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jangan pernah
menutupi perubahan dan keluhan yang terjadi pada saat kehamilan,
tetapi komunikasikan dengan suami. Dengan begitu diharapkan suami
bisa berempati dan mampu memberi dukungan psikologis yang
dibutuhkan. Dukungan dari lingkungan, terutama suami, sangat
berpengaruh terhadap kekhawatiran ibu dalam menjalani kehamilan.
Sebaliknya, perasaan ibu yang dipendam sendiri tidak akan membawa
perubahan. Suami tetap tidak acuh dan masalah ibu
jadi berkepanjangan (Suparyanto, 2011).
5. Perhatian Kesehatan
Tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan,
termasuk perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga
ringan dan memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika
sewaktu-waktu istri mengalami keluhan sehubungan dengan
kehamilannya. Suami yang tenang bisa membuat istri jadi ikut tenang.
Suami siaga harus lebih perhatian mengingatkan dan membantu istrinya
untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu untuk
kunjungan ulang (Suparyanto, 2011).
Ajak ibu untuk makan denganbaik yaitu mengurangi makanan yang
tidak sehat. Jika ibu mengalami kesulitan menghentikan alkohol, obat-
obatan, atau tembakau, bantulah ibu. Riset menunjukkan bahwa suami
akan sangat bisa meyakinkan ibu jika suami sendiri melakukannya,
paling sedikit ketika bersamanya misalnya tidak merokok dihadapan ibu.
Dianjurkan untuk suami untuk membantu ibu dalam mengatur waktu
beristirahat (Murkoff, 2006).
6. Berkontak Dengan Bayi
Seorang ibu yang hamil memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
berkontak dengan bayinya yang belum lahir karena ia tinggal dengan
nyaman di dalam rahimnya, tetapi ini tidak berarti bahwa suami tidak bisa
mulai berkenalan dengan anggota keluarga yang baru ini. Sering-
seringlah bicara, membacakan cerita, bernyayi dengan dan untuk bayi,
janin bisa mendengar suara pada sekitar akhir bulan keenam. Jika sejak
sekarang ia sering mendengar suara ayahnya, maka ia akan terbantu
untuk mengenali anda sesudah ia lahir. Nikmati tendangan dan gerakan
bayi dengan menempatkan tangan atau pipi anda pada perut ibu selama
beberapa menit setiap malam, ini juga cara yang baik untuk membina
keakraban dengannya (Murkoff, 2006).
2.1.3. Peran Suami Per Semester Kehamilan
Menurut Putri (2010), dalam trimester kehamilan ibu, suami dapat
melakukan beberapa hal berikut :
1. Trimester pertama : masa penuh gejolak emosi
Selama hamil, ada begitu banyak perubahan pada tubuh ibu, dan yang
paling menonjol adalah perubahan keadaan emosinya. Hal ini
disebabkan oleh kadar hormon estrogen dan progesteron di dalam
tubuhnya berubah. Tak mengherankan bila mood-nya berubah-ubah
terus. Saat seperti inilah suami sangat berperan untuk membantu ibu
melalui masa-masa ini.
Yang dialami ibu :
1. Sering mual-mual muntah, terutama pada pagi hari, karena ibu
mengalami morning sickness.
2. Menjadi cepat lelah dan mudah mengantuk.
3. Mungkin tiba-tiba memminta atau menginginkan sesuatu yang “aneh”.
Misalnya, makan rujak jam 2 pagi, dll.
4. Emosinya cepat kali berubah. Semula tampak gembira, namun dalam
beberapa detik bisa mendadak menangis tersedu-sedu, merasa
tertekan dan sedih, tanpa sebab yang jelas atau karena masalah
sepele.
Yang dapat suami lakukan :
1. Bawakan krekers dan air putih atau jus buah ke tempat tidur.
Sehingga, bgitu dia bangun dan morning sickness mendera, keluhan
yang dirasakan langsung “hilang” berkat perhatian dan kasih sayang
anda.
2. Buatlah ibu merasa nyaman, sehingga dia dapat beristirahat dan
cukup tidur. Misalnya, memutar lagu-lagu lembut.
3. Bersiaplah menghadapi “ujian” untuk mengukur seberapa besar cinta
anda. Jangan kaget apabila ibu menginginkan sesuatu yang “aneh” di
tengah malam. Ibu kan sedang ngidam, bila mampu tak ada salahnya
memenuhi permintaannya. Siapa tahu anda “lulus ujian” dengan nilai
cemerlang nantinya.
4. Tunjukkan rasa bahagia dan antusias terhadap janin dalam
kandungan. Sapaan yang ekspresif terhadap si kecil, misalnya “hallo,
lagi ngapain di situ?” atau seruan “woa....” sudah merupakan
dukungan mental yang menyenangkan hati. Juga, ungkapkan
perasaan cinta anda pada ibu karena pada saat-saat seperti ini ibu
membutuhkan perhatian dan kasih sayang anda lebih dari biasanya.
2. Trimester kedua : masa –masa bahagia
Inilah saatnya pasangan ibu hamil merasakan nikmati masa-masa
kehamilan. Makanya, suami tidak sebegitu “tersiksanya” ketimbang
semester lalu. Mulai ikut merasakan gerakan janin sehingga sekarang
suami baru bisa merasakan peran baru sebagai calon ayah.
Yang dialami ibu :
1. Emosi cenderung lebih stabil dan keluhan morning sickness juga jauh
berkurang.
2. Si kecil sudah mulai “beraksi”.
3. Merasa bahagia dengan kehamilannya sehingga lebih bersemangat
melakukan latihan (olahraga ringan sesuai anjuran dokter ) serta
beraktivitas.
4. Cukup nyaman dengan keadaannya, sehingga mulai timbul keinginan
untuk menikmati hubungan seks.
Yang dapat suami lakukan :
1. Tetap menunjukkan kalau suami mengerti dan memahami benar
perubahan emosi yang cepat serta perasaan lebih peka yang
dialaminya, sebab ini wajar dan alami terjadi apad ibu hamil.
2. Dampingi dan antarlah selalu pasangan setiap kali berkunjung ke
dokter kandungan untuk memeriksakan kandungannya.
3. Dampingi dan berpartisipasilah secara aktif di kelas senam hamil
bersamanya.
4. Ajaklah ibu untuk kembali menikmati hubungan seks.
3. Trimester ketiga : takut dan cemas menghadapi hari persalinan
Masa ini merupakan masa-masa penantian yang “melelahkan”.
“perjalanan” menuju persalinan tinggal hitungan hari saja. Itu sebabnya,
suami akan lebih banyak berperan.
Yang dialami ibu :
1. semakin dekat dengan hari-H, biasanya ibu merasa semakin takut
dan cemas.
2. Merasa penampilannya tidak menarik karena perubahan bentuk
fisiknya.
3. Sering mengeluh sakit, pegal, ngilu, dan berbagai rasa tidak nyaman
apada tubuhnya, terutama pada punggung dan panggul, karena bayi
sudah semakin besar dan sudah mulai menyiapkan diri untuk lahir.
4. Mengeluh sulit tidur karena perutnya yang semakin membesar itu
akan membuatnya tidak nyaman ketika berbaring.
Yang dapat suami lakukan :
1. Bantu ibu untuk mengatasi rasa cemas dan takut dalam menghadapi
proses persalinan. Misalnya, dengan mengalihkan perhatiannya
dengan cara mengajaknya berbelanja keperluan si kecil.
2. Pujilah kalau dia tetap cantik dan menarik. Berbagai perubahan fisik
tidak sedikit pun mengurangi kadar cinta anda padanya.
3. Bantulah meringankan berbagai keluhan. Misalnya, dengan memijat
pegal-pegal dibelakang tubuhnya.
4. Bersiaplah untuk membantu dan menemaninya saat dia sulit tidur.
2.1.4. Adaptasi Suami
Menurut Sulistyawati (2009), Selama masa kehamilan suami juga
mengalami adaptasi peran yang cukup menimbulkan stress tersendiri.
1. Sumber Stress suami
a. Masalah keuangan.
b. Kondisi yang tidak diinginkan selama hamil.
c. Cemas bayinya tidak sehat / tidak normal.
d. Khawatir tentang nyeri istrinya saat melahirkan.
e. Peran setelah melahirkan.
f. Perubahan hubungan dengan istri, keluarga, dan teman-temannya.
g. Kemampuan sebagai orang tua.
h. Hilangnya respon seksual.
2. Perubahan Psikologis suami
Perubahan psikologis yang dialami oleh suami dalam rangka
pencapaian penerimaan peran barunya sejalan dengan fase-fase yang
dialami ibu. Secara umum suami yang stress menyukai anak-anak,
senang berperan sebagai ayah, dan senang mengasuh anak, percaya
diri dan mampu menjadi ayah, serta senang membagi pengalamannya
tentang kehamilan dan melahirkan dengan pasangannya.
Perkembangan pengalaman suami dibagi sesuai fase-fase dalam
kehamilan istrinya :
Trimester I
a. Memberitahu keluarga, teman, dan relasi.
b. Sering bingung terhadap perubahan istrinya, meliputi perubahan
perasaan dan tubuhnya. Ia memperhatikan kebutuhan istrinya yang
mudah lelah dan menurunnya keinginan untuk berhubungan seksual.
c. Saat ini, anaknya adalah bayi yang “potensial”. Suami sering
dibayangkan berinteraksi dengan anaknya yang sudah berusia 5 atau
6 tahun, walaupun kehamilan istrinya belum kelihatan.
Trimester II
a. Peran suami saat ini masih samar-samar, tetapi kebingungan atas
keterbatasannya menurun dengan melihat dan merasakan gerakan
fetus.
b. Merasa lebih nyaman dengan dapat melihat anaknya pada USG.
c. Khawatir tentang pembagian peran antara mencari nafkah dan
membantu istri mengurus anak. Pada tahap ini kadang timbul konflik
pada pasangan mengenai bagaimana ia akan menjadi ayah.
Trimester III
a. Persiapan yang nyata terlihat untuk kelahiran bayinya.
b. Terlibat dalam kelas bersama, mendampingi istri saat memeriksakan
kehamilannya.
c. Timbul rasa takut.
d. Timbul pertanyaan dalam benak, “Seperti apa menjadi orang tua?”
atau “Dapatkah ia membantu istrinya selama proses persalinan?”
e. Timbul rasa tidak percaya, “Seperti apakah ia akan benar-benar
mempunyai anak?”.
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peran Suami
2.2.1. Pendidikan
Tingkat pendidikan turut pula menemtukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula
pengetahuannya (Hendra, 2008).
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan
suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pendidikan suami
maka pengetahuan kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan
kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif. Dengan pengetahuan
yang baik akan menimbulkan kesadaran suami, dan akhirnya akan
menyebabkan suami berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya itu (Notoatmodjo, 2010).
Para suami yang memiliki pendidikan tinggi juga harus banyak belajar
dalam soal kehamilan dan kelahiran. Hadiri kursus melahirkan bersama ibu,
hadiri kursus untuk ayah. Bicaralah dengan teman-teman yang baru menjadi
ayah atau bicaralah dengan mereka melalui internet (Murkof, 2006)
2.2.2. Pekerjaan
Ketika mengalami kehamilan, usaha menjaga kesehatan selama
kehamilan bukan hanya urusan istri. Suami juga harus lebih peduli dan tidak
banyak keluar rumah dengan alasan mencari nafkah tambahan menjelang
kelahiran anak (Anneahira, 2008).
Menurut Murkof (2006), pada pekerjaan tergantung jadwal kerjanya.
Jika sekarang ini jam kerjanya panjang dan hanya sedikit waktu libur,
mungkin suami perlu melakukan beberapa perubahan untuk menjalankan
perannya sebagai suami dalam masa kehamilan istrinya. Ambillah waktu
luang sekarang untuk menemani istri berkunjung ke Bidan serta membantu
istri yang lelah dalam menyiapkan kedatangan bayi. Mulailah mengurangi
pekerjaan lembur sampai tengah malam dan hindari untuk melanjutkan
pekerjaan kantor dirumah. Hindari perjalanan dan beban kerja yang berat
selama dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran bayi, dan jika mungkin,
pertimbangkan untuk cuti di minggu-minggu awal kehidupan bayi.
Setiap bidan akan mendorong para suami untuk menghadiri
pemeriksaan pralahir. Jika jadwal anda tidak memungkinkan kunjungan
bulanan, mungkin suami bisa mengatur untuk ikut datang pada saat-saat
perkembangan penting (misalnya : ketika denyut janyung janin akan bisa
didengar untuk pertama kalinya) dan tes-tes pralahir (termasuk pemeriksaan
USG, ketika suami akan bisa melihat citra diri bayi). memastikan ibu
mendapatkan perawatan medis yang baik sejak awal. Memastikan ibu
memenuhi jadwal kunjungan ke bidan dan mengikuti nasihat bidan. Catat apa
yang akan didiskusikan untuk ibu dan bicaralah jika suami dan ibu hamil
mempunyai kekhawatiran (Murkof, 2006).
Kewajiban suami juga untuk menyediakan semua kebutuhan pangan
ibu demi pertumbuhan janin seperti kebutuhan tambahan vitamin, penambah
darah, serta kalsium bagi ibu. Suami bijaksana akan rajin mengontrol pola
makan ibu hamil, menyediakan makanan ekstra berkualitas dan memberikan
motivasi kepada istrinya untuk rajin mengonsumsi makanan-makanan bergizi
tersebut. Suami juga bertanggung jawab menyediakan biaya persalinan,
kebutuhan hidup calon bayi, pemulihan kesehatan ibu, hingga persiapan
aqiqah calon bayi (Mira, 2009).
2.2.3. Sumber Informasi
Menurut Azwar (2009), sumber informasi atau media massa
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan
opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-
pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah
sikap tertentu.
Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi
individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan
perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya salah satu bentuk
informasi sugestif dalam media massa yaitu iklan.
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang,
meskipun seseorang memiliki pendidikan rendah, tetapi jika ia mendapatkan
informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat
kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang (Hendra, 2008)
Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam
mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Berbagai
informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah,
koran, tabloid, tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di
internet (Suparyanto, 2011).
Ketika mendampingi istri selama pemeriksaan dan konsultasi itulah
suami bisa belajar mengenal resiko kehamilan sehingga ketika kondisi istri
membutuhkan pertolongan kesehatan segera, ia tidak ragu mengambil
langkah yang perlu. Ketidaktahuan suami terhadap resiko kehamilan,
keterlambatan mengenal bahaya di rumah, keterlambatan ke pelayanan
kesehatan, cukup berakibat fatal. Umumnya suami tidak mengetahui tanda-
tanda bahaya dirumah, walaupun suami dan keluarga mengetahui dan
mendengar rintihan sang istri yang hamil. Suami tidak mengetahui jadwal
ANC, sehingga terkadang hanya mengantar istri jika kebetulan berada
dirumah. Disamping itu suami tidak mendapat informasi yang memadai
karena tidak mau dan tidak pernah bertanya kepada bidan, dokter, teman
atau orang tua terkait kehamilan istrinya (Bria, 2011).
Suami harus bisa memberikan perhatian penuh kepada masalah
kehamilan istrinya, misalnya saling berdiskusi mengenal perkembangan yang
terjadi pekan demi pekan, bersama-sama mencari informasi mengenai
kehamilan dan pendidikan anak dari media cetak maupun dengan bertukar
pengalaman, menemani istri memeriksakan kehamilan setiap bulan,
mendiskusikan rencan-rencana ke depan bagi calon bayi, hingga
menyempatkan diri secara rutin mengelus perut istrinya sambil mengucapkan
kalimat sayang (Mira, 2009).
2.3. Antenatal Care
2.3.1. Defenisi Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (Depkes RI, 2005).
Asuhan antenatal (antenatal care) adalah pengawasan sebelum
persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim (Yulaikhah, 2008).
Antenatal Care adalah suatu program yang terencana berupa
observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan
memuaskan (Mufdlilah, 2009).
2.3.2. Tujuan Antenatal Care
Menurut Saifuddin (2009) tujuan asuhan antenatal adalah :
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial
ibu dan bayi.
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
ekslusif
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal.
2.3.3. Manfaat Antenatal Care
Menurut Mufdlilah (2009) manfaat antenatal care yaitu :
1. memantau kemajuan kehamilan untuk kesehatan ibu dan tumbuh
kembang janin.
2. Meningkatkan dan memeprtahankan kesehatan fisik, mental, social ibu
dan bayi.
3. Mengenal secara dini adanya ketidak normalan komplikasi yang mungkin
terjadi selama masa kehamilan termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan, pembedahan atau merencanakan penatalaksanaan yang
optimal.
4. Mempersiapkan persalinan yang cukup, melahirkan dengan selamat
maupun bayinya.
5. Mempersiapkan persalinan ibu agar nifas berjalan dengan normal dan
persiapan pemberian ASI ekslusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara optimal.
7. Menurunkan morbilitas dan mortalitas ibu dan bayi.
2.3.4. Kunjungan Antenatal Care
Menurut Saifuddin (2009) frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya
dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu :
1. Satu kali pada triwulan pertama
2. Satu kali pada triwulan kedua
3. Dua kali pada triwulan ketiga
Menurut Mufdlilah (2009) perencanaan jadwal pemeriksaan (usia
kehamilan dari hari pertama haid terakhir) yaitu :
1. 0 - 28 minggu : 4 minggu sekali
2. 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali
3. Diatas 36 minggu : 1 minggu sekali
kecuali jika ditemukan kelainan / faktro resiko yang memerlukan
penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.
2.3.5. Standar Minimal Pelayanan Antenatal Care
Menurut Saifuddin (2009) pelayanan / asuhan standar minimal dikenal
dengan “7T”. Pelayanan / asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh
tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi. “7T”
tersebut yaitu :
1. Timbang Berat Badan
Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA) secara teratur mempunyai arti klinis penting
karena ada hubungan erat antara pertambahan berat badan selama
kehamilan dengan berat badan lahir anak. Pertambahan berat badan
hanya sedikit menghasilkan rata-rata berat badan lahir anak yang lebih
rendah dan risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya bayi BBLR dan
kematian bayi, pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dapat
digunakan sebagai indikator pertumbuhan janin dalam rahim.
Berdasarkan pengamatan pertambahan berat badan ibu selama
kehamilan dipengaruhi berat badannya sebelum hamil. Pertambahan
yang optimal adalah kira-kira 20 % dari berat badan ibu sebelum hamil,
jika berat badan tidak bertambah , lingkar lengan atas < 23,5 cm
menunjukkan ibu mengalami kurang gizi (Mufdlilah, 2009).
2. Ukur Tekanan Darah
Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah harus
dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini
terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi. Apabila pada kehamilan
triwulan III terjadi kenaikan berat badan lebih dari 1 kg, dalam waktu 1
minggu kemungkinan disebabkan terjadinya oedema, apabila disertai
kenaikan tekanan darah dan tekanan distolic yang mencapai > 140/90
mmHg atau mengalami kenaikan 15 mmHg dalam 2 kali pengukuran
dengan jarak 1 jam. Ibu hamil dikatakan dalam keadaan preeklamsi yang
mempunyai 2 dari 3 gejala preeklamsi. Apabila preeklamsi tidak dapat
diatasi, amak akan berlanjut menjadi eklamsi. Dimana eklamsi
merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya kematian
maternal (Mufdlilah, 2009).
3. Ukur Tinggi fundus uteri
Pengukuran TFU dilakukan secara rutin dengan tujuan mendeteksi
secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan berat janin
intrauterin, tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini terhadap
terjadinya molahidatidosa, janin ganda atau hidramnion dimana ketiganya
dapat mempengaruhi terjadi kematian maternal (Mufdlilah, 2009).
4. Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap
Pemberian imunisasi tetanus toksoid kepada ibu hamil diharapkan
dpat menghindari terjadinya tetanus neonatorum dan tetanus pada ibu
bersalin dan nifas (Mufdlilah, 2009).
Menurut Saifuddin (2009) jadwal pemberian imunisasi tetanus toksoid
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid
Antigen Interval(selang waktu minimal)
Lamaperlindungan
%perlindungan
TT1 Pada kunjungan antenatal pertama
_ _
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun * 80TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 99TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun /
seumur hidupKeterangan : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS tersebut
melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari TN (Tetanus Neonatorum
5. Pemberian Tablet zat besi
Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin
setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat
besi 60 mg) dan Asam Folat 500 g, minimal masing-masing 90 tablet.
Tablet zat besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena
akan mengganggu penyerapan (Saifuudin, 2009). Suami / keluarga
hendaknya selalu dilibatkan selama ibu mengkonsumsi zat besi, untuk
meyakinkan bahwa tablet zat besi betul-betul diminum (Mufdlilah, 2009).
6. Tes terhadap PMS (Penyakit Menular Seksual)
Periksa urine jika ada indikasi (tes protein dan glukosa), pemeriksaan
penyakit-penyakit infeksi (HIV / PMS) (Mufdlilah, 2009).
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Membicarakan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami / keluarga
pada trimester III, memastikan bahwa persiapan persalinan bersih, aman
dan suasana yang menyenangkan, persiapan transportasi, dan biaya
untuk merujuk (Mufdlilah, 2009).
2.3.6. Tanda-tanda Bahaya Pada Kehamilan
Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi pada
masa kehamilan adalah :
1. Perdarahan Pervaginam
2. Sakit Kepala Yang Hebat
3. Penglihatan kabur
4. Bengkak Di Wajah Dan Jari-jari Tangan
5. Bengkak Pada Muka Dan Jari Tangan
6. Keluar Cairan Pervaginam
7. Gerakan Janin Tidak Terasa