36
BAB II LANDASAN TEORI A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar Menurut Witherington dalam Sukmadinata (2005, hlm. 155) belajar adalah “perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”. Pendapat lain dikemukakan oleh Cronbach (dalam Suryasubrata (2004, hlm. 231) yang berpendapat learning is shown by change in behavior as result of experience ”. Pendapat Cronbach hampir senada dengan Morgan dalam Syaiful Sagala (2003, hlm 13) juga mendefinisikan belajar sebagai “setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Pendapat diatas kemudian dilengkapi oleh Muhibbin Syah (2011, hlm 90) belajar adalah “tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.” 8

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skripsi

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar

Menurut Witherington dalam Sukmadinata (2005, hlm. 155) belajar adalah

“perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang

baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Cronbach (dalam Suryasubrata (2004, hlm. 231)

yang berpendapat “learning is shown by change in behavior as result of experience”.

Pendapat Cronbach hampir senada dengan Morgan dalam Syaiful Sagala (2003, hlm

13) juga mendefinisikan belajar sebagai “setiap perubahan yang relatif menetap

dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.

Pendapat diatas kemudian dilengkapi oleh Muhibbin Syah (2011, hlm 90) belajar

adalah “tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap

sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses

kognitif.”

Berdasarkan pendapat diatas terdapat bebarapa point inti dari definisi belajar

yang dijelaskan, yakni: belajar membawa perubahan (dalam artian perubahan tingkah

laku), perubahan yang terjadi adalah ke arah baru sebagai akibat interaksi dengan

lingkungan, dan perubahan yang terjadi karena adanya usaha yang disengaja. Maka

belajar dapat dimaknai sebagai suatu usaha yang sengaja dilakukan dengan tujuan

memperoleh perubahan tingkah laku baru yang dihasilkan melalui pengalaman

interaksi langsung antara individu dengan lingkungannya. Terdapat unsur

kesengajaan dalam belajar yang menunjukan kesadaran dan niat untuk mendapatkan

perubahan ke arah yang baru. Suatu usaha yang dilakukan tanpa didasari oleh

kesengajaan atau dalam keadaan tidak sadar tidak dapat dikategorikan sebagai proses

8

Page 2: BAB II

belajar, karena tidak akan terjadi perubahan tingkah laku setelah kejadian tersebut

berlangsung.

2. Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan suatu upaya pelaksanaan kegiatan belajar yang

memiliki tujuan jelas dan tujuan tersebut dituangkan dalam bentuk kurikulum. Oemar

Hamalik (2005, hlm 57) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu kombinasi

yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, matrial, fasilitas perlengkapan, dan

prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. Pendapat lain

disampaikan oleh Syaiful Sagala (2009, hlm. 61) yang mendefinisikan pembelajaran

sebagai “membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar

yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Diperkuat oleh landasan

hukum seperti yang tertuang dalam UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 20 yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah

“proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar”.

Berdasarkan pendapat di atas, setidaknya dapat ditemukan tiga komponen

utama yang terkait dengan proses pembelajaran, yakni: faktor pendidik, faktor peserta

didik dan faktor sumber belajar. Faktor yang menjadi subjek adalah peserta didik dan

pendidik, sedangkan faktor sumber belajar merupakan faktor yang menjadi media

penghubung sehingga terjadi proses interaksi. Berangkat dari pendapat tersebut maka

pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan dimana terdapat interaksi

secara intensif antara subjek pembelajaran, yaitu pendidik dan peserta didik yang

dibantu dengan perantara bantuan sumber belajar dengan tujuan akhir yang jelas.

Tujuan menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran karena tujuan

akhir dari proses pembelajaran sama halnya dengan target akhir belajar yakni

perubahan ke arah baru. Perubahan yang hendak dituju tersebut harus jelas, tanpa

adanya tujuan yang jelas maka kegiatan belajar menjadi tidak terarah.

Page 3: BAB II

10

Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dalam

pelaksanaannya. Umar Tirtaraharja (dalam Tim MKDP: 2010, hlm 39)

menggambarkan komponen-komponen yang terlibat dalam proses belajar seperti

yang ditunjukan pada gambar 2.1. Gambar tersebut menunjukan secara sistematik

ketiga komponen utama dari PBM yang mempengaruhi proses dan output yang

dihasilkannya. Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga komponen tersebut:

a) Raw Input. Merupakan faktor masukan berupa potensi internal yang dimiliki

masing-masing individu peserta didik. Potensi tersebut terdiri dari faktor

Fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berkaitan

dengan jasmani peserta didik seperti: kesehatan dan kelengkapan panca

indera. Adapun faktor psikologis adalah yang berkaitan dengan kejiwaan

peserta didik, seperti: kecerdasan, minat, bakat, motivasi, kematangan,

kesiapan dll.

Sumber: Tim MKDP (2010, hlm 39)

Gambar 2. 1 Komponen-Komponen Proses Belajar Mengajar

b) Instrumental Input. Merupakan masukan berupa segala bentuk kelengkapan

penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan tujuan dari pelaksanaan

pembelajaran oleh lembaga pendidikan. Kelengkapan pendidikan yang

Raw

InputProses Output

Instrumental

Input

Enviromental

Input

Page 4: BAB II

diperlukan diantaraya: guru, metode, media, bahan ajar, kurikulum, evaluasi,

program, dan sarana prasarana pendidikan.

c) Enviromental Input. Merupakan masukan dari faktor lingkungan yang secara

tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran seperti pengaruh

sosial budaya pada lingkungan sekitar sekolah, kondisi fasilitas belajar yang

mempengaruhi kenyamanan siswa, dan hal lain yang terkait dengan

lingkungan tempat sekolah berada.

Berdasarkan gambar 2.1 diketahui secara tidak langsung ketiga faktor tersebut

memiliki pengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran. Ketiga faktor tersebut dapat

menjadi faktor pendukung atau bahkan menjadi faktor penghambat pelaksanaan

proses pembelajaran. Dukungan dari ketiga faktor tersebut sangatlah diperlukan

untuk menghasilkan output yang berkualitas sesuai dengan harapan.

B. Pembelajaran Praktik

Jenis pembelajaran yang memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik

adalah pembelajaran praktik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm.

1210) “Praktik adalah cara melaksanakan secara nyata apa yang tersebut dalam

teori”. Menurut Helmut N & Eberhard S (dalam Syauki, hlm. 16) praktikum

adalah “suatu kegiatan yang memberikan keanekaragaman peluang untuk melakukan

penyelidikan dan percobaan keterampilan”. Berdasakan pendapat di atas, praktik

adalah suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengaplikasikan pengetahuan teori dan menambah keterampilan peserta didik.

Dengan demikian, pembelajaran praktikum merupakan suatu proses interaksi antara

pendidik dan peserta didik dimana isi kegiatan tersebut berupa pengaplikasian teori

dan pelatihan keterampilan dengan tujuan yang jelas, yakni menambah pemahaman

penguasaan konsep.

Pembelajaran praktik merupakan pembelajaran yang menitik beratkan pada

penguasaan ranah psikomotor. Prestasi belajar ranah psikomotor juga hanya dapat

Page 5: BAB II

12

dicapai melalui latihan yang intensif. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Goetz

(dalam Depdiknas: 2008, hlm 3) yang menjelaskan bahwa latihan yang dilakukan

berulang-ulang akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemahiran

keterampilan. Pengulangan yang dilakukan secara intensif akan membentuk suatu

kebiasaan yang bersifat respon aktif.

C. Karakteristik Pembelajaran di Perguruan Tinggi

Tahun 2000 merupakan tonggak awal perubahan paradigma pendidikan

khususnya bagi dunia pendidikan di Indonesia. Berangkat dari konsep empat pilar

pendidikan UNESCO yakni learning to know, learning to do, learning to be dan

learning to live together membawa dampak perubahan bagi struktur kurikulum yang

diterapkan khususnya pendidikan di Perguruan Tinggi. Pemerintah merekonstruksi

konsep kurikulum dari berbasis isi dirubah menjadi berbasis kompetensi. Penerapan

Kurikulum Berbasis Kompetensi menitik beratkan kepada penguasaan kompetensi

sebagai tujuan akhir yang harus dimiliki oleh masing-masing individu.

Konsep kompetensi menurut McAshan dalam mulyasa (2002, hlm. 38) adalah

“knowledge, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part

of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular

cognitive, affective and psychomotor behaviors”. Kompetensi diartikan sebagai

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah

menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat melakukan prilaku kognitif, afektif dan

apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Crunkilton dalam mulyasa

(2002, hlm. 38) juga mendefinisikan kompetensi sebagai “penguasaaan terhadap

suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk

dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan

tertentu”. Pendapat lain juga disampaikan oleh Depdiknas (2002, hlm. 1) menjelaskan

bahwa kompetensi adalah “pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang

direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak”. Berangkat dari ketiga

pendapat di atas maka kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang

Page 6: BAB II

utuh dan menyeluruh dari penguasaan aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan

aspek pemahaman nilai yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik yang dapat

secara jelas terlihat dan dinilai melalui kinerja yang ditunjukan.

Pencapaian kompetensi hanya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran

yang melibatkan ketiga aspek kompetensi. Hal ini didukung oleh Kay dalam mulyasa

(2002, hlm. 40) yang menjelaskan pembelajaran berbasis kompetensi sebagai “an

approach to instruction that aim to teach each student the basic knowledge, skill,

attitude, value essential of competence”. Seorang pengajar diharapkan mampu

merancang suatu pembelajaran yang dapat merangsang siswa sehingga menguasai

ketiga aspek kompetensi secara utuh dan menyeluruh.

Pembelajaran berbasis kompetensi memiliki karakteristik yang cukup berbeda

dalam pelaksanaanya. Elam dalam Burke (1995, hlm 15) mendeskripsikan

karakteristik dari pembelajaran berbasi kompetensi ini, antara lain:

a. Individualisation of learningb. Feedback to learnerc. Emphasis on exit rather than admissioning requirementsd. Systematic programme e. Modularisation f. Student and programme accountability

Berdasarkan kepada karakteristik di atas, menyiratkan terjadinya perubahan

paradigma pembelajaran yang menekankan pembelajaran yang bersifat individual.

Sifat dari kompetensi yang menitikberatkan kepada penguasaan yang utuh dan wajib

dimiliki oleh masing-masing individu menjadikan pola pembelajaran yang diterapkan

harus fokus kepada individu bersifat mastery learning (belajar tuntas).

D. Tinjauan Mata Kuliah Pengerjaan Logam

Mata kuliah Pengerjaan Logam adalah salah satu Mata Kuliah Keahlian (MKK)

dengan beban sebesar 3 SKS. Perkuliahan mata kuliah ini didalamnya membahas

mengenai teori-teori tentang pengukuran teknik, keselamatan kerja, pembentukan

Page 7: BAB II

14

logam dengan menggunakan perkakas tangan, pengasahan alat, penyambungan logam

baik lembaran maupun bukan lembaran dengan cara di las. Proses pembelajaran mata

kuliah ini juga memberikan latihan atau praktik dalam hal: penggunaan alat ukur,

pembentukan benda kerja dengan menggunakan perkakas tangan, pengasahan alat,

penyambungan logam lembaran, pengelasan dengan las asetilin maupun las busur

listrik, serta aspek-aspek keselamatan kerja. Mata kuliah Pengerjaan Logam

dilaksanakan di Workshop Praktek Dasar DPTM FPTK UPI.

Kompetensi yang harus dikuasai oleh mahasiswa berjumlah 25 sub kompetensi.

Ke-25 sub kompetensi tersebut terangkum ke dalam lima jenis job, antara lain:

a. Kerja bangku, yang diarahkan untuk menuntun mahasiswa agar memiliki

kompetensi dalam hal pengikiran rata, pengikiran siku, pengikiran radius,

pengeboran, pemahatan, penyayatan ulir dengan cakra ulir dan penyayatan ulir

dengan tap.

b. Pengerjaan logam lembaran, yang diarahkan untuk menuntun mahasiswa agar

memiliki memiliki kompetensi dalam hal menyambung pelat dengan teknik lipatan

tunggal, teknik lipatan ganda, teknik penguat tepi dan teknik kelingan.

c. Kerja bubut, yang diarahkan untuk menuntun mahasiswa agar memiliki

kompetensi terdiri dari pengasahan alat, membubut rata muka, memanjang,

chamfer, pengeboran dan mengkartel.

d. Penyambungan logam dengan teknik las oxy accetelyn, yang diarahkan untuk

menuntun mahasiswa agar memiliki kompetensi terdiri dari peleburan,

sambungan tumpang, sambungan tepi, dan sambungan T.

e. Penyambungan logam dengan teknik las busur listrik, yang diarahkan untuk

menuntun mahasiswa agar memiliki kompetensi terdiri dari pembuatan jalur las

tunggal, sambungan tumpang, sambungan tepi, dan sambungan T.

Page 8: BAB II

E. Standar Laboratorium dan Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan

1. Definisi Laboratorium dan Workshop

Laboratorium merupakan sarana dan tempat untuk mendukung proses

pembelajaran yang didalamnya terkait dengan pengembangan pemahaman,

keterampilan, dan inovasi bidang ilmu sesuai dengan bidang pekerjaan yang ada pada

program studi (Syafrudie dkk. 2004, hlm. 4). Adapun workshop adalah sarana dan

tempat pendukung kegiatan pelatihan dan peningkatan keterampilan, dalam rangka

pengembangan pemahaman dan keterampilan sesuai dengan bidang keahlian

(Syafrudie dkk. 2004, hlm. 4). Berdasarkan pendapat diatas, perbedaan yang

mencolok antara laboratorium dengan workshop adalah pada jenis pekerjaannya.

Laboratorium merupakan sarana pendidikan yang menitik beratkan kepada penelitian

dan pengujian, sedangkan workshop menitik beratkan kepada sarana pelatihan

keterampilan bidang keahlian.

2. Peran Laboratorium dan Wokshop Pendidikan Teknologi Kejuruan

Syafrudie dkk. (2004, hlm 7) Menyatakan setidaknya Laboratorium dan

Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan memiliki tiga peranan utama, yaitu: (a)

Laboratorium sebagai penunjang proses pembelajaran, (b) Laboratorium sebagai

sarana penunjang kegiatan penelitian, dan (c) Laboratorium sebagai sarana penunjang

kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Berikut ini dijelaskan masing-masing dari

fungsi Laboratorium dan Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan.

a. Laboratorium dan Workshop sebagai penunjang proses pembelajaran

Workshop atau Laboratorium bagi Lembaga Pendidikan Teknologi Kejuruan

berperan sebagai sarana utama pembelajaran. Mengingat karakteristik proses

pembelajaran yang diterapkan menitikberatkan kepada penguasaan

keterampilan. Laboratorium atau workshop merupakan sarana penunjang

untuk pembelajaran berupa kegiatan pengamatan, percobaan, latihan dan

pengujian bidang teknologi dan kejuruan. Keberadaan laboratorium atau

Page 9: BAB II

16

workshop sebagai sarana pendidikan tinggi ditegaskan oleh Peraturan

Pemerintah Nomor 5 Tahun 1990 pasal 27 Ayat 1 yang menjelaskan bahwa

fungsi laboratorium atau workshop adalah sarana penunjang Jurusan dalam

satu atau sebagian cabang ilmu, teknologi atau seni tertentu sesuai dengan

keperluan bidang studi yang bersangkutan.

b. Laboratorium dan Workshop sebagai sarana penunjang kegiatan penelitian

Konsep ilmu yang telah didapatkan melalui proses pembelajaran yang

bersifat teoritis perlu diterapkan dan dibuktikan. Lebih jauh lagi konsep

keilmuan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian.

Sarana penunjang yang diperlukan untuk proses penelitian ini adalah

Laboratorium dan Workshop.

c. Laboratorium dan Workshop sebagai sarana penunjang kegiatan pengabdian

kepada masyarakat

Point ketiga dalam tridharma perguruan tinggi mengamanatkan pengabdian

kepada masyarakat. Pengabdian yang dilakukan dalam bentuk penciptaan

inovasi teknologi terapan guna mengatasi permasalahan yang terjadi di

masyarakat. Pengembangan inovasi teknologi memerlukan dukungan

Laboratorium dan Workshop sebagai sarana untuk rancang bangun/

mencipta/ menguji hasil inovasi dan rekayasa kejuruan bagi kepentingan

masyarakat.

3. Fasilitas Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan

Pemerintah sudah mengatur mengenai standar sarana dan prasarana pendidikan.

Khusus untuk pendidikan tinggi, peraturan standar sarana dan prasarana dapat dilihat

pada bagian ke tujuh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)

No. 49 tahun 2014 mengenai Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Dalam penjabaran

Permen tersebut menjelaskan bahwa “Standar sarana dan prasarana pembelajaran

merupakan kriteria minimal tentang sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan isi

dan proses pembelajaran dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan”.

Page 10: BAB II

Standar minimal sarana yang disebutkan oleh Permendikbud No. 49 tahun 2014

adalah: (a) lahan; (b) ruang kelas; (c) perpustakaan; (d) laboratorium/studio/bengkel

kerja/unit produksi; (e) tempat berolahraga; (f) ruang untuk berkesenian; (g) ruang

unit kegiatan mahasiswa; (h) ruang pimpinan perguruan tinggi; (h) ruang dosen; (i)

ruang tata usaha; dan (j) fasilitas umum.

Adapun standar minimal prasarana yang harus disediakan oleh perguruan tinggi

sesuai dengan Permendikbud No. 49 tahun 2014 adalah: (a) perabot; (b) peralatan

pendidikan; (c) media pendidikan; (d) buku, buku elektronik, dan repositori; (e)

sarana teknologi informasi dan komunikasi; (f) instrumentasi eksperimen; (g) sarana

olahraga; (h) sarana berkesenian; (i) sarana fasilitas umum; (j) bahan habis pakai; dan

(k) sarana pemeliharaan, keselamatan, dan keamanan.

Pemaparan dari Permendikbud di atas belum jelas terlihat baik untuk segi

jumlah, jenis, rasio juga spesifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam

proses pembelajaran. Pasal 35 ayat 2 hanya menyebutkan “penyediaan sarana

pendidikan harus berdasarkan rasio penggunaan sarana sesuai dengan karakteristik

metode dan bentuk pembelajaran, serta harus menjamin terselenggaranya proses

pembelajaran”. Jadi kebijakan dari penyediaan sarana dan prasarana dikembalikan

kepada kebijakan dari masing-masing institusi pendidikan bersangkutan.

Khusus untuk kelompok Pendidikan Teknologi Kejuruan jenjang S1, terdapat

gambaran mengenai alternatif standar minimal fasilitas yang disusun oleh Syafrudie

dkk. dalam sebuah buku berjudul Standar Minimal laboratorium, workshop, dan

studio Pendidikan Teknologi Kejuruan jenjang S1. Buku tersebut menjelaskan

mengenai kelengkapan minimal apa saja yang harus dimiliki baik secara jenis dan

spesifikasinya. Satu-satunya hal yang belum dibahas pada buku tersebut adalah

mengenai kuantitas minimal yang harus disediakan untuk menunjang kelancaran

proses pembelajaran. Adapun penjabaran jenis dan spesifikasi alat yang harus

disediakan pada salah satu jenis Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan Jurusan

Pendidikan Teknik Mesin yakni Workshop Praktek dasar adalah sebagai berikut:

Page 11: BAB II

18

Tabel 2. 1 Kebutuhan Minimal Peralatan Workshop Praktik Dasar

No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaan1 Mampu

mengikir, melubang, memotong, melengkung, membengkok, mengalur, dan mengulir pada benda kerja

Kikir rata Panjang 12” Mengikir rataKikir segitiga Panjang 8” Mengikir

bentuk sudutKikir bulat Panjang 8” Mengikir

bentuk lengkung atau lingkaran

Kikir setengah bulat

Panjang 12” Mengikir bentuk lengkung atau lingkaran

Bangku kerja Tinggi 60 cm, lebar 1 m, panjang 2 m

Tempat meletakan ragum dan alat/ perkakas

Ragum Panjang rahang 150 m, lebar/ bukaan rahang 100 mm

Menjepit benda kerja

Bor listrik tangan

220 V Pemutar mata bor

Set Mata bor Diameter 1 mm-13 mm

Melubangi

Mesin gerinda bangku

220 V, 3000 rpmDiameter batu gerinda 4”

Meratakan dan mengasah mata bor

Landasan Berat 75 Kg Alas/ landasan benda kerja yang hendak dipukul (palu)

Palu besi Berat 0,25 Kg, 0,5 Kg, 2 Kg, 5 Kg

Memukul benda kerja

Sengkang gergaji tangan

Panjang 12” Pemegang mata gergaji

Mata gergaji Panjang 12 “ Pemegang mata gergaji

Pelengkung besi

Max diameter bahan ¾ “

Pelengkung/ pembengkok besi beton

Page 12: BAB II

No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi KegunaanTap set British 0,1”-0,5” Ulir dalam,

ukuran britishTap set Metric 2,5mm-15mm Ulir dalam,

ukuran metricSnei set British 0,1”-0,5” Ulir luar,

ukuran britishSnei set Metric 2,5mm-15mm Ulir luar,

ukuran metricSnei pipa set ½ “ – 2” Membuat ulir

luar pada pipaPemotong pipa Diameter pisau 1” Memotong

pipaPahat ceper Panjang 6”, lebar

mata pahat 0,75”Meratakan permukaan logam

Pahat tepi Panjang 6” Membuat garis pada permukaan logam/ benda kerja

Pahat alur Panjang 6”, lebar mata pahat 0,25”

Membuat alur

Pahat potong Panjang 6”, lebar mata pahat 0,25”

Memotong logam/ benda kerja

Meja gores Steel 300-600 mm lengkap dengan meja

Meletakan benda yang hendak digores/ ditandai

Penggores Panjang 8” Pemberi tanda/ goresan

Mistar baja 30 cm, 60 cm Mengukur panjang

Jangka biasa Diameter 200 mm Membuat lingkaran

Jangka kaki Diameter 200 mm Menentukan jarak bagian dalam

2 Mampu dan terampil

Gunting/ pemotong pelat

Tebal maks. 1,6 mm, hidrolik 1-5 ton

Memotong pelat

Page 13: BAB II

20

No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaanmembuat benda kerja dari pelat dengan cara memotong, membengkokan/ melipat, mengerol dan menyambung

Mesin lipat Tebal pelat maks. 1,6 mm, hidrolik 1 ton

Melipat/membengkokan pelat

Mesin rol Tebal pelat maks. 2,4 mm

Mengerol/ melengkungkan pelat

Pemotong legkung pelat

Tebal pelat maks. 1,6 mm

Memotong pelat dengan lintasan melengkung

Gunting seng 8” Menggunting seng

Batang solder 12”, 350 watt MenyolderPalu plastik Diameter 40 mm Memukul dan

membentuk seng

Palu karet Diameter 50 mm Memukul dan membentuk seng atau pelat lunak

Penggores Baja, panjang 6” Menggores dan menggaris

Bor listrik bangku

Spindle 80 mm, diameter mata bor maks. 13 mm

Membuat lubang

Pemotong siku Tebal maks. 1,6 mm Memotong bentuk siku

3 Mampu dan terampil dalam membuat benda kerja dengan cara ditempa

Ragum ekor Panjang rahang 150 mm, lebar/ bukaan rahang 100 mm

Menjepit benda kerja

Paron Berat 75 Kg Alas/ landasan benda kerja yang hendak ditempa

Landasan bantu Berat 25 Kg Alas/ landasan benda kerja yag hendak dipukul (palu)

Mesin tempa 300 Kg MenempaDapur tempa Blower dan mekanik Memanaskan

benda kerja

Page 14: BAB II

No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi KegunaanTang celup Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit

benda kerja yang akan dicelup

Tang tempa bulat

Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit benda kerja yang berbentuk bulat

Tang tempa segi tiga

Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit benda kerja yang bersudut

Tang tempa biasa

Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit benda kerja yang rata

4. Mampu membuat dan memperbaiki benda kerja dari logam dengan cara membubut

Mesin bubut MembubutChuck rahang 4 4 rahang Menjepit

benda kerja yang eksentrik

Chuck rahang 3 3 rahang Menjepit benda kerja yang berbentuk bulat

Pahat bubut:- Rata- Alur- Sudut- Potong- Ulir

HSS Pahat potong benda kerja

5 Mampu mengelas listrik berbagai: posisi, bentuk kampuh dan ketebalan pelat logam.

Mesin las listrik

60 - 150A Menyambungkan logam

Tang las 250 A Penyambung listrik dari mesin las listrik ke tang las dan klem massa

Topeng las listrik

Melindungi wajah dan mata dari

Page 15: BAB II

22

No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaansinar api las

Sarung tangan Bahan kulit Melindungi tangan dari percikan apidan kotoran las yang masih panas

Apron (pelindung dada)

Bahan kulit Melindungi dada dari sinar las

Palu terak 10” Mengeluarkan/ membersihkan terak las

Sikat baja Kawat baja Membersihkan sisa kotoran dan karat yang terdapat pada kampuh las

Klem massa 250 A Penjepit kabel massa pada benda kerja

6 Mampu mengelas dan memotong logam dengan gas asetilin dengan berbagai bentuk kampuh las dan ketebalan pelat/ logam.

Generator las karbit

Kapasitas 2 Kg karbit Tempat mencampur air dan karbit

Botol (silinder) oksigen

42 Kg Tempat menampung oksigen

Brander/ pembakar las

Brander set (pembakar potong, sedang dan rendah)

Peyembur api las

Selang gas Standard Penyalur gas dari generator las karbit dan botol (silinder) oksigen ke brander las

Kacamata las Standard Pelindung mata dari

Page 16: BAB II

No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaansinar api las dan percikan api/ kotoran

Korek api las Standard Penyala awal api las

Regulator dan manometer

Standard Pengatur tekanan kerja gas untuk mengetahui tekanan gas

Sumber: Syafrudie dkk. 2004, hlm.

Standar jenis perlengkapan di atas bukanlah standar baku yang harus tersedia

pada setiap workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan. Standar tersebut hanya

bersifat gambaran umum dan tidak bersifat mengikat. Penyediaan sarana praktikum di

workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan haruslah disesuaikan dengan jenis

kompetensi yang akan dipelajari. Adapun permasalahan jumlah dari peralatan yang

tersedia harus mampu melayani kebutuhan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan

mengacu kepada peraturan sarana dan prasarana pendidikan tinggi yang tercantum

dalam Permendikbud No. 49 Tahun 2014.

F. Kebutuhan Jenis Alat Peralatan

Alat dan peralatan praktik adalah sarana penunjang yang harus dimiliki oleh

sebuah institusi pendidikan khususnya pendidikan yang berbasis penguasaan

keterampilan yang spesifik. Mengingat harga investasi alat terbilang relatif mahal,

maka agar tidak menimbulkan kerugian perlu diperhitungkan efektivitas dan

efisiensinya dengan cermat. Sebagaimana dikemukakan oleh Bustami Achir, dalam

menghitung kebutuhan jenis alat peralatan terdapat beberapa istilah yang perlu

diketahui yaitu: (a) Student Place (STP), (b) Working Station, (c) Work Station

Ganda (WSG), (d) Work Station Tunggal (WST), (e) Working Tool Box/ Set, (f) Alat

Page 17: BAB II

24

Kelengkapan, (g) Modul (Achir, hlm. 20). Berikut ini akan dipaparkan penjelasan

dari masing-masing istilah tersebut.

a. Student Place (STP)

Student Place atau tempat siswa adalah satuan dari ukuran ruang kelas atau

ruangan praktek. Suatu ruangan (ruang teori, gambar, praktek, atau laboratorium)

dikatakan berukuran 24 STP, jika setiap kali ruangan tersebut digunakan untuk

kegiatan belajar dapat menampung sejumlah 24 siswa.

b. Working Station

Working Station atau tempat kerja, menunjukkan status dari suatu alat/mesin dan

sekaligus merupakan satuan dari jumlah alat/mesin. Alat/mesin tersebut

merupakan tempat siswa mempelajari satu atau beberapa “skill”. Jadi, apabila pada

suatu alat tidak ada keterampilan yang harus dipelajari, maka alat tersebut tidak

dianggap sebagai working station. Dilihat dari wujud dan fungsinya, alat yang

berstatus working station disebut sebagai alat/mesin utama.

c. Working Station Ganda (WSG)

Working Station Ganda (WSG), adalah alat/mesin berstatus working station, tetapi

menurut ketentuan pemakaian harus dilayani oleh lebih dari seorang. Mungkin

juga karena kekurangan alat utama (siswa lebih banyak dari alat), oleh karena itu

perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga satu alat/mesin terpaksa harus dilayani

lebih dari seorang siswa.

d. Working Station Tunggal (WST)

Working Station Tunggal (WST), adalah alat yang berstatus working station dan

secara teknis atau cara pengoperasiannya, hanya boleh dilayani oleh satu orang.

Dari ketentuan ini sekaligus tersimpul bahwa jumlah working station tunggal sama

dengan student place.

e. Working Tool Box/Set

Working tool box/set, adalah seperangkat alat-alat tangan (small or hand tools).

Berlawanan dengan working station ganda, tool box adalah berbentuk sejumlah

Page 18: BAB II

alat yang harus dimiliki dan harus dikuasasi penggunaannya oleh seorang siswa

selama praktik.

f. Alat Kelengkapan

Alat kelengkapan adalah alat atau bagian-bagian yang berfungsi sebagai

kelengkapan dari suatu alat/mesin, baik yang dapat dilepas dari mesin maupun

yang tetap terpasang pada alat/mesin tersebut. Alat kelengkapan tersebut ada yang

bersifat standard dan tambahan.

g. Modul

Modul adalah satu satuan utuh dari ruangan praktik sesuai dengan

jenis/macamnya. Tanda/penamaan modul ruangan praktik menunjukkan ukuran

ruang praktik tersebut, yang dinyatakan dalam student place. Terdapat sembilan

jenis modul yang digunakan, antara lain Modul 7, Modul 8, Modul 12, Modul 12,

Modul 15, Modul 16, Modul 24, Modul 30, Modul 32, dan Modul 45.

G. Menghitung Jumlah Alat Peralatan Utama

Menurut Bustami Achir, untuk menghitung jumlah alat peralatan utama, ada

beberapa ketentuan dasar yang harus diterapkan, yaitu:

1. Penyajian pelajaran praktik harus secara bergilir atau rotasi (sistem seri atau

paralel), baik penyajian untuk orang per orang maupun regu kerja per regu kerja.

2. Efesiensi pemakaian alat peralatan teoritis, adalah:

(Achir, hlm. 23)

3. Upaya yang dapat dilakukan agar masing-masing siswa dalam satu kelompok

dapat melaksanakan praktek sesuai dengan lembar kerjanya adalah: a) jumlah

working station tunggal dalam suatu ruangan praktik adalah sama dengan jumlah

student place, b) jumlah working station ganda dalam suatu ruangan praktik

adalah sama dengan jumlah regu kerja dalam ruang praktik tersebut.

Page 19: BAB II

26

Untuk dapat menghitung jumlah alat peralatan utama yang dibutuhkan, langkah awal

adalah menghitung efisiensi penggunaan alat. Perhitungan efisiensi tersebut

digunakan persamaan sebagai berikut:

Untuk WST:

(Achir, hlm. 24)

Untuk WSG:

(Achir, hlm. 24)

Dimana:

Ef : efisiensi pemakaian alat;

a…z : Nama /kode masing-masing jenis alat;

STP : Student place;

RGK : Regu Kerja;

WST : Work Station Tunggal;

WSG : Working Station ganda;

ALT : Alat Peralatan Utama;

JAD : Alokasi jam tiap alat dioperasikan.

Hasil perhitungan efisiensi di atas masih berupa hitungan teoritis sehingga perlu

dilakukan perhitungan efisiensi riil. Caranya dengan membuat Daftar Pembagian

Tugas Praktek (DPTP).

H. Menghitung Efisiensi Riil

Hasil perhitungan efisiensi teori biasanya tidak selalu sama dengan efisiensi riil,

oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan efisiensi riil melalui pembuatan DPTP.

DPTP adalah suatu daftar yang berisi pengaturan jadwal peserta didik menggunakan

suatu peralatan. Tujuan dari pembuatan DPTP sendiri adalah untuk memberikan

Page 20: BAB II

kesempatan yang sama kepada peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan praktikum

dengan harapan agar penilaian yang didapatkan menjadi valid. Pernyataan tersebut

didukung oleh Bustami Achir (hlm 36) yang menyatakan ”bila siswa belum mendapat

atau belum diberikan kesempatan praktek yang sama maka derajat penguasaan

keterampilan masing-masing siswa menjadi tidak wajar (tidak proporsional) untuk

diukur”. Hal ini terkait dengan pencapaian kompetensi psikomotor yang hanya dapat

diperoleh dengan memberikan kesempatan untuk berlatih.

DPTP terdiri atas kolom-kolom dan jalur-jalur. Kolom atau sumbu vertikal

menunjukan Student Place (STP). Dan jalur atau sumbu horizontal menunjukan

alokasi jam alat dipakai (JAD) atau bila menggunakan skala maka menunjukan

frekuesi berapa kali alat praktek diselenggarakan dalam satu semester.

Untuk mengisi blanko DPTP kiatnya hanyalah satu, yakni DPTP harus

berbentuk bujur sangkar atau dibagi-bagi sedemikian rupa agar DPTP yang tidak

berbentuk bujur sangkar tersebut terdiri dari beberapa bujur sangkar. Bila DPTP

berbentuk empat persegi panjang, selalu usahakan sumbu vertikalnya lebih panjang

dari sumbu horizontalnya. Contoh penyusunan dari DPTP dapat dilihat pada Gambar

2.2.

Keterangan Gambar 2.2:

A) Tahap 1

Isi jalur horizontal paling atas dengan kode alat masing-masing sebagai faktor

yang telah diketahui.

Isi kotak dengan kode kotak terakhir menurut diagonal hingga membentuk sumbu

Z.

Jalur horizontal paling bawah diisi selanjutnya persis menurut urutan kode seperti

langkah (i)

Page 21: BAB II

28

Gambar 2. 2 Blanko Tabel DPTP

Sumber: Achir, Bustami hlm. 41

B) Tahap 2

Berpedoman pada kotak jalur atas dan bawah pada tahap 1 diatas pengisian secara

diagonal dilanjutkan sampai kotak ujung pada batas. Bila tahap 2 pegisian DPTP

diselesaikan maka terdapatlah DPTP seperti dibawah ini.

C) Tahap Ke 3

Jumlahkan banyaknya A, B, C dan D kesamping. Sesuaikan dengan ketentuan

(JAD tiap jenis alat) yang berarti pula setiap mahasiswa mendapatkan tugas yang

adil dan merata.

D) Tahap ke 4

Jumlahkan banyaknya A, B, C dan D masing-masing ke bawah. Bila ada yang

tidak cocok dalam artian lebih kecil, ini menandakan pada saat itu satu atau

beberapa dari alat tersebut tidak terpakai. Sebaliknya apabila hasilnya lebih besar

Page 22: BAB II

dari jumlah yang sebenarnya artinya DPTP salah. Kesalahan memang sering

terjadi, karena memang tidak semudah menghitung efisiensi secara teori.

Gambar 2.2. Tabel DPTP yang Sudah Disusun

Sumber: Achir, Bustami hlm. 42

E) Tahap ke 5

Bila terdapat alat yang tidak terpakai pada suatu praktik, tuliskan pada kolom di

bawah yang sudah khusus disediakan.

F) Periksa efisiensi riil nya

Bila DPTP berbentuk bujur sangkar maka EFr pasti 100%. Namun bila DPTP

berbentuk empat persegi panjang maka besar kemungkinan EFr < 100%. Nilai

efisiensi yang diatas 100% mengindikasikan terjadi kekurangan dari jumlah alat.

Page 23: BAB II

30

Perlu dilakukan perencanaan ulang untuk mendapatkan jumlah peralatan yang tepat.

Jumlah kebutuhan alat ideal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Untuk WST

(Achir, hlm. 24)

Untuk WSG

(Achir, hlm. 24)