Upload
inayatul-maulana
View
216
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skripsi
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belajar dan Pembelajaran
1. Belajar
Menurut Witherington dalam Sukmadinata (2005, hlm. 155) belajar adalah
“perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang
baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Cronbach (dalam Suryasubrata (2004, hlm. 231)
yang berpendapat “learning is shown by change in behavior as result of experience”.
Pendapat Cronbach hampir senada dengan Morgan dalam Syaiful Sagala (2003, hlm
13) juga mendefinisikan belajar sebagai “setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.
Pendapat diatas kemudian dilengkapi oleh Muhibbin Syah (2011, hlm 90) belajar
adalah “tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.”
Berdasarkan pendapat diatas terdapat bebarapa point inti dari definisi belajar
yang dijelaskan, yakni: belajar membawa perubahan (dalam artian perubahan tingkah
laku), perubahan yang terjadi adalah ke arah baru sebagai akibat interaksi dengan
lingkungan, dan perubahan yang terjadi karena adanya usaha yang disengaja. Maka
belajar dapat dimaknai sebagai suatu usaha yang sengaja dilakukan dengan tujuan
memperoleh perubahan tingkah laku baru yang dihasilkan melalui pengalaman
interaksi langsung antara individu dengan lingkungannya. Terdapat unsur
kesengajaan dalam belajar yang menunjukan kesadaran dan niat untuk mendapatkan
perubahan ke arah yang baru. Suatu usaha yang dilakukan tanpa didasari oleh
kesengajaan atau dalam keadaan tidak sadar tidak dapat dikategorikan sebagai proses
8
belajar, karena tidak akan terjadi perubahan tingkah laku setelah kejadian tersebut
berlangsung.
2. Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan suatu upaya pelaksanaan kegiatan belajar yang
memiliki tujuan jelas dan tujuan tersebut dituangkan dalam bentuk kurikulum. Oemar
Hamalik (2005, hlm 57) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, matrial, fasilitas perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. Pendapat lain
disampaikan oleh Syaiful Sagala (2009, hlm. 61) yang mendefinisikan pembelajaran
sebagai “membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Diperkuat oleh landasan
hukum seperti yang tertuang dalam UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 20 yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah
“proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Berdasarkan pendapat di atas, setidaknya dapat ditemukan tiga komponen
utama yang terkait dengan proses pembelajaran, yakni: faktor pendidik, faktor peserta
didik dan faktor sumber belajar. Faktor yang menjadi subjek adalah peserta didik dan
pendidik, sedangkan faktor sumber belajar merupakan faktor yang menjadi media
penghubung sehingga terjadi proses interaksi. Berangkat dari pendapat tersebut maka
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan dimana terdapat interaksi
secara intensif antara subjek pembelajaran, yaitu pendidik dan peserta didik yang
dibantu dengan perantara bantuan sumber belajar dengan tujuan akhir yang jelas.
Tujuan menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran karena tujuan
akhir dari proses pembelajaran sama halnya dengan target akhir belajar yakni
perubahan ke arah baru. Perubahan yang hendak dituju tersebut harus jelas, tanpa
adanya tujuan yang jelas maka kegiatan belajar menjadi tidak terarah.
10
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dalam
pelaksanaannya. Umar Tirtaraharja (dalam Tim MKDP: 2010, hlm 39)
menggambarkan komponen-komponen yang terlibat dalam proses belajar seperti
yang ditunjukan pada gambar 2.1. Gambar tersebut menunjukan secara sistematik
ketiga komponen utama dari PBM yang mempengaruhi proses dan output yang
dihasilkannya. Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga komponen tersebut:
a) Raw Input. Merupakan faktor masukan berupa potensi internal yang dimiliki
masing-masing individu peserta didik. Potensi tersebut terdiri dari faktor
Fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berkaitan
dengan jasmani peserta didik seperti: kesehatan dan kelengkapan panca
indera. Adapun faktor psikologis adalah yang berkaitan dengan kejiwaan
peserta didik, seperti: kecerdasan, minat, bakat, motivasi, kematangan,
kesiapan dll.
Sumber: Tim MKDP (2010, hlm 39)
Gambar 2. 1 Komponen-Komponen Proses Belajar Mengajar
b) Instrumental Input. Merupakan masukan berupa segala bentuk kelengkapan
penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan tujuan dari pelaksanaan
pembelajaran oleh lembaga pendidikan. Kelengkapan pendidikan yang
Raw
InputProses Output
Instrumental
Input
Enviromental
Input
diperlukan diantaraya: guru, metode, media, bahan ajar, kurikulum, evaluasi,
program, dan sarana prasarana pendidikan.
c) Enviromental Input. Merupakan masukan dari faktor lingkungan yang secara
tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran seperti pengaruh
sosial budaya pada lingkungan sekitar sekolah, kondisi fasilitas belajar yang
mempengaruhi kenyamanan siswa, dan hal lain yang terkait dengan
lingkungan tempat sekolah berada.
Berdasarkan gambar 2.1 diketahui secara tidak langsung ketiga faktor tersebut
memiliki pengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran. Ketiga faktor tersebut dapat
menjadi faktor pendukung atau bahkan menjadi faktor penghambat pelaksanaan
proses pembelajaran. Dukungan dari ketiga faktor tersebut sangatlah diperlukan
untuk menghasilkan output yang berkualitas sesuai dengan harapan.
B. Pembelajaran Praktik
Jenis pembelajaran yang memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik
adalah pembelajaran praktik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm.
1210) “Praktik adalah cara melaksanakan secara nyata apa yang tersebut dalam
teori”. Menurut Helmut N & Eberhard S (dalam Syauki, hlm. 16) praktikum
adalah “suatu kegiatan yang memberikan keanekaragaman peluang untuk melakukan
penyelidikan dan percobaan keterampilan”. Berdasakan pendapat di atas, praktik
adalah suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetahuan teori dan menambah keterampilan peserta didik.
Dengan demikian, pembelajaran praktikum merupakan suatu proses interaksi antara
pendidik dan peserta didik dimana isi kegiatan tersebut berupa pengaplikasian teori
dan pelatihan keterampilan dengan tujuan yang jelas, yakni menambah pemahaman
penguasaan konsep.
Pembelajaran praktik merupakan pembelajaran yang menitik beratkan pada
penguasaan ranah psikomotor. Prestasi belajar ranah psikomotor juga hanya dapat
12
dicapai melalui latihan yang intensif. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Goetz
(dalam Depdiknas: 2008, hlm 3) yang menjelaskan bahwa latihan yang dilakukan
berulang-ulang akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemahiran
keterampilan. Pengulangan yang dilakukan secara intensif akan membentuk suatu
kebiasaan yang bersifat respon aktif.
C. Karakteristik Pembelajaran di Perguruan Tinggi
Tahun 2000 merupakan tonggak awal perubahan paradigma pendidikan
khususnya bagi dunia pendidikan di Indonesia. Berangkat dari konsep empat pilar
pendidikan UNESCO yakni learning to know, learning to do, learning to be dan
learning to live together membawa dampak perubahan bagi struktur kurikulum yang
diterapkan khususnya pendidikan di Perguruan Tinggi. Pemerintah merekonstruksi
konsep kurikulum dari berbasis isi dirubah menjadi berbasis kompetensi. Penerapan
Kurikulum Berbasis Kompetensi menitik beratkan kepada penguasaan kompetensi
sebagai tujuan akhir yang harus dimiliki oleh masing-masing individu.
Konsep kompetensi menurut McAshan dalam mulyasa (2002, hlm. 38) adalah
“knowledge, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part
of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular
cognitive, affective and psychomotor behaviors”. Kompetensi diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah
menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat melakukan prilaku kognitif, afektif dan
apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Crunkilton dalam mulyasa
(2002, hlm. 38) juga mendefinisikan kompetensi sebagai “penguasaaan terhadap
suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan
tertentu”. Pendapat lain juga disampaikan oleh Depdiknas (2002, hlm. 1) menjelaskan
bahwa kompetensi adalah “pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak”. Berangkat dari ketiga
pendapat di atas maka kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan menyeluruh dari penguasaan aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan
aspek pemahaman nilai yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik yang dapat
secara jelas terlihat dan dinilai melalui kinerja yang ditunjukan.
Pencapaian kompetensi hanya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran
yang melibatkan ketiga aspek kompetensi. Hal ini didukung oleh Kay dalam mulyasa
(2002, hlm. 40) yang menjelaskan pembelajaran berbasis kompetensi sebagai “an
approach to instruction that aim to teach each student the basic knowledge, skill,
attitude, value essential of competence”. Seorang pengajar diharapkan mampu
merancang suatu pembelajaran yang dapat merangsang siswa sehingga menguasai
ketiga aspek kompetensi secara utuh dan menyeluruh.
Pembelajaran berbasis kompetensi memiliki karakteristik yang cukup berbeda
dalam pelaksanaanya. Elam dalam Burke (1995, hlm 15) mendeskripsikan
karakteristik dari pembelajaran berbasi kompetensi ini, antara lain:
a. Individualisation of learningb. Feedback to learnerc. Emphasis on exit rather than admissioning requirementsd. Systematic programme e. Modularisation f. Student and programme accountability
Berdasarkan kepada karakteristik di atas, menyiratkan terjadinya perubahan
paradigma pembelajaran yang menekankan pembelajaran yang bersifat individual.
Sifat dari kompetensi yang menitikberatkan kepada penguasaan yang utuh dan wajib
dimiliki oleh masing-masing individu menjadikan pola pembelajaran yang diterapkan
harus fokus kepada individu bersifat mastery learning (belajar tuntas).
D. Tinjauan Mata Kuliah Pengerjaan Logam
Mata kuliah Pengerjaan Logam adalah salah satu Mata Kuliah Keahlian (MKK)
dengan beban sebesar 3 SKS. Perkuliahan mata kuliah ini didalamnya membahas
mengenai teori-teori tentang pengukuran teknik, keselamatan kerja, pembentukan
14
logam dengan menggunakan perkakas tangan, pengasahan alat, penyambungan logam
baik lembaran maupun bukan lembaran dengan cara di las. Proses pembelajaran mata
kuliah ini juga memberikan latihan atau praktik dalam hal: penggunaan alat ukur,
pembentukan benda kerja dengan menggunakan perkakas tangan, pengasahan alat,
penyambungan logam lembaran, pengelasan dengan las asetilin maupun las busur
listrik, serta aspek-aspek keselamatan kerja. Mata kuliah Pengerjaan Logam
dilaksanakan di Workshop Praktek Dasar DPTM FPTK UPI.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh mahasiswa berjumlah 25 sub kompetensi.
Ke-25 sub kompetensi tersebut terangkum ke dalam lima jenis job, antara lain:
a. Kerja bangku, yang diarahkan untuk menuntun mahasiswa agar memiliki
kompetensi dalam hal pengikiran rata, pengikiran siku, pengikiran radius,
pengeboran, pemahatan, penyayatan ulir dengan cakra ulir dan penyayatan ulir
dengan tap.
b. Pengerjaan logam lembaran, yang diarahkan untuk menuntun mahasiswa agar
memiliki memiliki kompetensi dalam hal menyambung pelat dengan teknik lipatan
tunggal, teknik lipatan ganda, teknik penguat tepi dan teknik kelingan.
c. Kerja bubut, yang diarahkan untuk menuntun mahasiswa agar memiliki
kompetensi terdiri dari pengasahan alat, membubut rata muka, memanjang,
chamfer, pengeboran dan mengkartel.
d. Penyambungan logam dengan teknik las oxy accetelyn, yang diarahkan untuk
menuntun mahasiswa agar memiliki kompetensi terdiri dari peleburan,
sambungan tumpang, sambungan tepi, dan sambungan T.
e. Penyambungan logam dengan teknik las busur listrik, yang diarahkan untuk
menuntun mahasiswa agar memiliki kompetensi terdiri dari pembuatan jalur las
tunggal, sambungan tumpang, sambungan tepi, dan sambungan T.
E. Standar Laboratorium dan Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan
1. Definisi Laboratorium dan Workshop
Laboratorium merupakan sarana dan tempat untuk mendukung proses
pembelajaran yang didalamnya terkait dengan pengembangan pemahaman,
keterampilan, dan inovasi bidang ilmu sesuai dengan bidang pekerjaan yang ada pada
program studi (Syafrudie dkk. 2004, hlm. 4). Adapun workshop adalah sarana dan
tempat pendukung kegiatan pelatihan dan peningkatan keterampilan, dalam rangka
pengembangan pemahaman dan keterampilan sesuai dengan bidang keahlian
(Syafrudie dkk. 2004, hlm. 4). Berdasarkan pendapat diatas, perbedaan yang
mencolok antara laboratorium dengan workshop adalah pada jenis pekerjaannya.
Laboratorium merupakan sarana pendidikan yang menitik beratkan kepada penelitian
dan pengujian, sedangkan workshop menitik beratkan kepada sarana pelatihan
keterampilan bidang keahlian.
2. Peran Laboratorium dan Wokshop Pendidikan Teknologi Kejuruan
Syafrudie dkk. (2004, hlm 7) Menyatakan setidaknya Laboratorium dan
Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan memiliki tiga peranan utama, yaitu: (a)
Laboratorium sebagai penunjang proses pembelajaran, (b) Laboratorium sebagai
sarana penunjang kegiatan penelitian, dan (c) Laboratorium sebagai sarana penunjang
kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Berikut ini dijelaskan masing-masing dari
fungsi Laboratorium dan Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan.
a. Laboratorium dan Workshop sebagai penunjang proses pembelajaran
Workshop atau Laboratorium bagi Lembaga Pendidikan Teknologi Kejuruan
berperan sebagai sarana utama pembelajaran. Mengingat karakteristik proses
pembelajaran yang diterapkan menitikberatkan kepada penguasaan
keterampilan. Laboratorium atau workshop merupakan sarana penunjang
untuk pembelajaran berupa kegiatan pengamatan, percobaan, latihan dan
pengujian bidang teknologi dan kejuruan. Keberadaan laboratorium atau
16
workshop sebagai sarana pendidikan tinggi ditegaskan oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 1990 pasal 27 Ayat 1 yang menjelaskan bahwa
fungsi laboratorium atau workshop adalah sarana penunjang Jurusan dalam
satu atau sebagian cabang ilmu, teknologi atau seni tertentu sesuai dengan
keperluan bidang studi yang bersangkutan.
b. Laboratorium dan Workshop sebagai sarana penunjang kegiatan penelitian
Konsep ilmu yang telah didapatkan melalui proses pembelajaran yang
bersifat teoritis perlu diterapkan dan dibuktikan. Lebih jauh lagi konsep
keilmuan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian.
Sarana penunjang yang diperlukan untuk proses penelitian ini adalah
Laboratorium dan Workshop.
c. Laboratorium dan Workshop sebagai sarana penunjang kegiatan pengabdian
kepada masyarakat
Point ketiga dalam tridharma perguruan tinggi mengamanatkan pengabdian
kepada masyarakat. Pengabdian yang dilakukan dalam bentuk penciptaan
inovasi teknologi terapan guna mengatasi permasalahan yang terjadi di
masyarakat. Pengembangan inovasi teknologi memerlukan dukungan
Laboratorium dan Workshop sebagai sarana untuk rancang bangun/
mencipta/ menguji hasil inovasi dan rekayasa kejuruan bagi kepentingan
masyarakat.
3. Fasilitas Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan
Pemerintah sudah mengatur mengenai standar sarana dan prasarana pendidikan.
Khusus untuk pendidikan tinggi, peraturan standar sarana dan prasarana dapat dilihat
pada bagian ke tujuh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)
No. 49 tahun 2014 mengenai Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Dalam penjabaran
Permen tersebut menjelaskan bahwa “Standar sarana dan prasarana pembelajaran
merupakan kriteria minimal tentang sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan isi
dan proses pembelajaran dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan”.
Standar minimal sarana yang disebutkan oleh Permendikbud No. 49 tahun 2014
adalah: (a) lahan; (b) ruang kelas; (c) perpustakaan; (d) laboratorium/studio/bengkel
kerja/unit produksi; (e) tempat berolahraga; (f) ruang untuk berkesenian; (g) ruang
unit kegiatan mahasiswa; (h) ruang pimpinan perguruan tinggi; (h) ruang dosen; (i)
ruang tata usaha; dan (j) fasilitas umum.
Adapun standar minimal prasarana yang harus disediakan oleh perguruan tinggi
sesuai dengan Permendikbud No. 49 tahun 2014 adalah: (a) perabot; (b) peralatan
pendidikan; (c) media pendidikan; (d) buku, buku elektronik, dan repositori; (e)
sarana teknologi informasi dan komunikasi; (f) instrumentasi eksperimen; (g) sarana
olahraga; (h) sarana berkesenian; (i) sarana fasilitas umum; (j) bahan habis pakai; dan
(k) sarana pemeliharaan, keselamatan, dan keamanan.
Pemaparan dari Permendikbud di atas belum jelas terlihat baik untuk segi
jumlah, jenis, rasio juga spesifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
proses pembelajaran. Pasal 35 ayat 2 hanya menyebutkan “penyediaan sarana
pendidikan harus berdasarkan rasio penggunaan sarana sesuai dengan karakteristik
metode dan bentuk pembelajaran, serta harus menjamin terselenggaranya proses
pembelajaran”. Jadi kebijakan dari penyediaan sarana dan prasarana dikembalikan
kepada kebijakan dari masing-masing institusi pendidikan bersangkutan.
Khusus untuk kelompok Pendidikan Teknologi Kejuruan jenjang S1, terdapat
gambaran mengenai alternatif standar minimal fasilitas yang disusun oleh Syafrudie
dkk. dalam sebuah buku berjudul Standar Minimal laboratorium, workshop, dan
studio Pendidikan Teknologi Kejuruan jenjang S1. Buku tersebut menjelaskan
mengenai kelengkapan minimal apa saja yang harus dimiliki baik secara jenis dan
spesifikasinya. Satu-satunya hal yang belum dibahas pada buku tersebut adalah
mengenai kuantitas minimal yang harus disediakan untuk menunjang kelancaran
proses pembelajaran. Adapun penjabaran jenis dan spesifikasi alat yang harus
disediakan pada salah satu jenis Workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan Jurusan
Pendidikan Teknik Mesin yakni Workshop Praktek dasar adalah sebagai berikut:
18
Tabel 2. 1 Kebutuhan Minimal Peralatan Workshop Praktik Dasar
No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaan1 Mampu
mengikir, melubang, memotong, melengkung, membengkok, mengalur, dan mengulir pada benda kerja
Kikir rata Panjang 12” Mengikir rataKikir segitiga Panjang 8” Mengikir
bentuk sudutKikir bulat Panjang 8” Mengikir
bentuk lengkung atau lingkaran
Kikir setengah bulat
Panjang 12” Mengikir bentuk lengkung atau lingkaran
Bangku kerja Tinggi 60 cm, lebar 1 m, panjang 2 m
Tempat meletakan ragum dan alat/ perkakas
Ragum Panjang rahang 150 m, lebar/ bukaan rahang 100 mm
Menjepit benda kerja
Bor listrik tangan
220 V Pemutar mata bor
Set Mata bor Diameter 1 mm-13 mm
Melubangi
Mesin gerinda bangku
220 V, 3000 rpmDiameter batu gerinda 4”
Meratakan dan mengasah mata bor
Landasan Berat 75 Kg Alas/ landasan benda kerja yang hendak dipukul (palu)
Palu besi Berat 0,25 Kg, 0,5 Kg, 2 Kg, 5 Kg
Memukul benda kerja
Sengkang gergaji tangan
Panjang 12” Pemegang mata gergaji
Mata gergaji Panjang 12 “ Pemegang mata gergaji
Pelengkung besi
Max diameter bahan ¾ “
Pelengkung/ pembengkok besi beton
No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi KegunaanTap set British 0,1”-0,5” Ulir dalam,
ukuran britishTap set Metric 2,5mm-15mm Ulir dalam,
ukuran metricSnei set British 0,1”-0,5” Ulir luar,
ukuran britishSnei set Metric 2,5mm-15mm Ulir luar,
ukuran metricSnei pipa set ½ “ – 2” Membuat ulir
luar pada pipaPemotong pipa Diameter pisau 1” Memotong
pipaPahat ceper Panjang 6”, lebar
mata pahat 0,75”Meratakan permukaan logam
Pahat tepi Panjang 6” Membuat garis pada permukaan logam/ benda kerja
Pahat alur Panjang 6”, lebar mata pahat 0,25”
Membuat alur
Pahat potong Panjang 6”, lebar mata pahat 0,25”
Memotong logam/ benda kerja
Meja gores Steel 300-600 mm lengkap dengan meja
Meletakan benda yang hendak digores/ ditandai
Penggores Panjang 8” Pemberi tanda/ goresan
Mistar baja 30 cm, 60 cm Mengukur panjang
Jangka biasa Diameter 200 mm Membuat lingkaran
Jangka kaki Diameter 200 mm Menentukan jarak bagian dalam
2 Mampu dan terampil
Gunting/ pemotong pelat
Tebal maks. 1,6 mm, hidrolik 1-5 ton
Memotong pelat
20
No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaanmembuat benda kerja dari pelat dengan cara memotong, membengkokan/ melipat, mengerol dan menyambung
Mesin lipat Tebal pelat maks. 1,6 mm, hidrolik 1 ton
Melipat/membengkokan pelat
Mesin rol Tebal pelat maks. 2,4 mm
Mengerol/ melengkungkan pelat
Pemotong legkung pelat
Tebal pelat maks. 1,6 mm
Memotong pelat dengan lintasan melengkung
Gunting seng 8” Menggunting seng
Batang solder 12”, 350 watt MenyolderPalu plastik Diameter 40 mm Memukul dan
membentuk seng
Palu karet Diameter 50 mm Memukul dan membentuk seng atau pelat lunak
Penggores Baja, panjang 6” Menggores dan menggaris
Bor listrik bangku
Spindle 80 mm, diameter mata bor maks. 13 mm
Membuat lubang
Pemotong siku Tebal maks. 1,6 mm Memotong bentuk siku
3 Mampu dan terampil dalam membuat benda kerja dengan cara ditempa
Ragum ekor Panjang rahang 150 mm, lebar/ bukaan rahang 100 mm
Menjepit benda kerja
Paron Berat 75 Kg Alas/ landasan benda kerja yang hendak ditempa
Landasan bantu Berat 25 Kg Alas/ landasan benda kerja yag hendak dipukul (palu)
Mesin tempa 300 Kg MenempaDapur tempa Blower dan mekanik Memanaskan
benda kerja
No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi KegunaanTang celup Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit
benda kerja yang akan dicelup
Tang tempa bulat
Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit benda kerja yang berbentuk bulat
Tang tempa segi tiga
Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit benda kerja yang bersudut
Tang tempa biasa
Panjang 60 cm, ST 50 Menjepit benda kerja yang rata
4. Mampu membuat dan memperbaiki benda kerja dari logam dengan cara membubut
Mesin bubut MembubutChuck rahang 4 4 rahang Menjepit
benda kerja yang eksentrik
Chuck rahang 3 3 rahang Menjepit benda kerja yang berbentuk bulat
Pahat bubut:- Rata- Alur- Sudut- Potong- Ulir
HSS Pahat potong benda kerja
5 Mampu mengelas listrik berbagai: posisi, bentuk kampuh dan ketebalan pelat logam.
Mesin las listrik
60 - 150A Menyambungkan logam
Tang las 250 A Penyambung listrik dari mesin las listrik ke tang las dan klem massa
Topeng las listrik
Melindungi wajah dan mata dari
22
No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaansinar api las
Sarung tangan Bahan kulit Melindungi tangan dari percikan apidan kotoran las yang masih panas
Apron (pelindung dada)
Bahan kulit Melindungi dada dari sinar las
Palu terak 10” Mengeluarkan/ membersihkan terak las
Sikat baja Kawat baja Membersihkan sisa kotoran dan karat yang terdapat pada kampuh las
Klem massa 250 A Penjepit kabel massa pada benda kerja
6 Mampu mengelas dan memotong logam dengan gas asetilin dengan berbagai bentuk kampuh las dan ketebalan pelat/ logam.
Generator las karbit
Kapasitas 2 Kg karbit Tempat mencampur air dan karbit
Botol (silinder) oksigen
42 Kg Tempat menampung oksigen
Brander/ pembakar las
Brander set (pembakar potong, sedang dan rendah)
Peyembur api las
Selang gas Standard Penyalur gas dari generator las karbit dan botol (silinder) oksigen ke brander las
Kacamata las Standard Pelindung mata dari
No. Subtansi Kajian Nama Alat Spesifikasi Kegunaansinar api las dan percikan api/ kotoran
Korek api las Standard Penyala awal api las
Regulator dan manometer
Standard Pengatur tekanan kerja gas untuk mengetahui tekanan gas
Sumber: Syafrudie dkk. 2004, hlm.
Standar jenis perlengkapan di atas bukanlah standar baku yang harus tersedia
pada setiap workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan. Standar tersebut hanya
bersifat gambaran umum dan tidak bersifat mengikat. Penyediaan sarana praktikum di
workshop Pendidikan Teknologi Kejuruan haruslah disesuaikan dengan jenis
kompetensi yang akan dipelajari. Adapun permasalahan jumlah dari peralatan yang
tersedia harus mampu melayani kebutuhan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan
mengacu kepada peraturan sarana dan prasarana pendidikan tinggi yang tercantum
dalam Permendikbud No. 49 Tahun 2014.
F. Kebutuhan Jenis Alat Peralatan
Alat dan peralatan praktik adalah sarana penunjang yang harus dimiliki oleh
sebuah institusi pendidikan khususnya pendidikan yang berbasis penguasaan
keterampilan yang spesifik. Mengingat harga investasi alat terbilang relatif mahal,
maka agar tidak menimbulkan kerugian perlu diperhitungkan efektivitas dan
efisiensinya dengan cermat. Sebagaimana dikemukakan oleh Bustami Achir, dalam
menghitung kebutuhan jenis alat peralatan terdapat beberapa istilah yang perlu
diketahui yaitu: (a) Student Place (STP), (b) Working Station, (c) Work Station
Ganda (WSG), (d) Work Station Tunggal (WST), (e) Working Tool Box/ Set, (f) Alat
24
Kelengkapan, (g) Modul (Achir, hlm. 20). Berikut ini akan dipaparkan penjelasan
dari masing-masing istilah tersebut.
a. Student Place (STP)
Student Place atau tempat siswa adalah satuan dari ukuran ruang kelas atau
ruangan praktek. Suatu ruangan (ruang teori, gambar, praktek, atau laboratorium)
dikatakan berukuran 24 STP, jika setiap kali ruangan tersebut digunakan untuk
kegiatan belajar dapat menampung sejumlah 24 siswa.
b. Working Station
Working Station atau tempat kerja, menunjukkan status dari suatu alat/mesin dan
sekaligus merupakan satuan dari jumlah alat/mesin. Alat/mesin tersebut
merupakan tempat siswa mempelajari satu atau beberapa “skill”. Jadi, apabila pada
suatu alat tidak ada keterampilan yang harus dipelajari, maka alat tersebut tidak
dianggap sebagai working station. Dilihat dari wujud dan fungsinya, alat yang
berstatus working station disebut sebagai alat/mesin utama.
c. Working Station Ganda (WSG)
Working Station Ganda (WSG), adalah alat/mesin berstatus working station, tetapi
menurut ketentuan pemakaian harus dilayani oleh lebih dari seorang. Mungkin
juga karena kekurangan alat utama (siswa lebih banyak dari alat), oleh karena itu
perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga satu alat/mesin terpaksa harus dilayani
lebih dari seorang siswa.
d. Working Station Tunggal (WST)
Working Station Tunggal (WST), adalah alat yang berstatus working station dan
secara teknis atau cara pengoperasiannya, hanya boleh dilayani oleh satu orang.
Dari ketentuan ini sekaligus tersimpul bahwa jumlah working station tunggal sama
dengan student place.
e. Working Tool Box/Set
Working tool box/set, adalah seperangkat alat-alat tangan (small or hand tools).
Berlawanan dengan working station ganda, tool box adalah berbentuk sejumlah
alat yang harus dimiliki dan harus dikuasasi penggunaannya oleh seorang siswa
selama praktik.
f. Alat Kelengkapan
Alat kelengkapan adalah alat atau bagian-bagian yang berfungsi sebagai
kelengkapan dari suatu alat/mesin, baik yang dapat dilepas dari mesin maupun
yang tetap terpasang pada alat/mesin tersebut. Alat kelengkapan tersebut ada yang
bersifat standard dan tambahan.
g. Modul
Modul adalah satu satuan utuh dari ruangan praktik sesuai dengan
jenis/macamnya. Tanda/penamaan modul ruangan praktik menunjukkan ukuran
ruang praktik tersebut, yang dinyatakan dalam student place. Terdapat sembilan
jenis modul yang digunakan, antara lain Modul 7, Modul 8, Modul 12, Modul 12,
Modul 15, Modul 16, Modul 24, Modul 30, Modul 32, dan Modul 45.
G. Menghitung Jumlah Alat Peralatan Utama
Menurut Bustami Achir, untuk menghitung jumlah alat peralatan utama, ada
beberapa ketentuan dasar yang harus diterapkan, yaitu:
1. Penyajian pelajaran praktik harus secara bergilir atau rotasi (sistem seri atau
paralel), baik penyajian untuk orang per orang maupun regu kerja per regu kerja.
2. Efesiensi pemakaian alat peralatan teoritis, adalah:
(Achir, hlm. 23)
3. Upaya yang dapat dilakukan agar masing-masing siswa dalam satu kelompok
dapat melaksanakan praktek sesuai dengan lembar kerjanya adalah: a) jumlah
working station tunggal dalam suatu ruangan praktik adalah sama dengan jumlah
student place, b) jumlah working station ganda dalam suatu ruangan praktik
adalah sama dengan jumlah regu kerja dalam ruang praktik tersebut.
26
Untuk dapat menghitung jumlah alat peralatan utama yang dibutuhkan, langkah awal
adalah menghitung efisiensi penggunaan alat. Perhitungan efisiensi tersebut
digunakan persamaan sebagai berikut:
Untuk WST:
(Achir, hlm. 24)
Untuk WSG:
(Achir, hlm. 24)
Dimana:
Ef : efisiensi pemakaian alat;
a…z : Nama /kode masing-masing jenis alat;
STP : Student place;
RGK : Regu Kerja;
WST : Work Station Tunggal;
WSG : Working Station ganda;
ALT : Alat Peralatan Utama;
JAD : Alokasi jam tiap alat dioperasikan.
Hasil perhitungan efisiensi di atas masih berupa hitungan teoritis sehingga perlu
dilakukan perhitungan efisiensi riil. Caranya dengan membuat Daftar Pembagian
Tugas Praktek (DPTP).
H. Menghitung Efisiensi Riil
Hasil perhitungan efisiensi teori biasanya tidak selalu sama dengan efisiensi riil,
oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan efisiensi riil melalui pembuatan DPTP.
DPTP adalah suatu daftar yang berisi pengaturan jadwal peserta didik menggunakan
suatu peralatan. Tujuan dari pembuatan DPTP sendiri adalah untuk memberikan
kesempatan yang sama kepada peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan praktikum
dengan harapan agar penilaian yang didapatkan menjadi valid. Pernyataan tersebut
didukung oleh Bustami Achir (hlm 36) yang menyatakan ”bila siswa belum mendapat
atau belum diberikan kesempatan praktek yang sama maka derajat penguasaan
keterampilan masing-masing siswa menjadi tidak wajar (tidak proporsional) untuk
diukur”. Hal ini terkait dengan pencapaian kompetensi psikomotor yang hanya dapat
diperoleh dengan memberikan kesempatan untuk berlatih.
DPTP terdiri atas kolom-kolom dan jalur-jalur. Kolom atau sumbu vertikal
menunjukan Student Place (STP). Dan jalur atau sumbu horizontal menunjukan
alokasi jam alat dipakai (JAD) atau bila menggunakan skala maka menunjukan
frekuesi berapa kali alat praktek diselenggarakan dalam satu semester.
Untuk mengisi blanko DPTP kiatnya hanyalah satu, yakni DPTP harus
berbentuk bujur sangkar atau dibagi-bagi sedemikian rupa agar DPTP yang tidak
berbentuk bujur sangkar tersebut terdiri dari beberapa bujur sangkar. Bila DPTP
berbentuk empat persegi panjang, selalu usahakan sumbu vertikalnya lebih panjang
dari sumbu horizontalnya. Contoh penyusunan dari DPTP dapat dilihat pada Gambar
2.2.
Keterangan Gambar 2.2:
A) Tahap 1
Isi jalur horizontal paling atas dengan kode alat masing-masing sebagai faktor
yang telah diketahui.
Isi kotak dengan kode kotak terakhir menurut diagonal hingga membentuk sumbu
Z.
Jalur horizontal paling bawah diisi selanjutnya persis menurut urutan kode seperti
langkah (i)
28
Gambar 2. 2 Blanko Tabel DPTP
Sumber: Achir, Bustami hlm. 41
B) Tahap 2
Berpedoman pada kotak jalur atas dan bawah pada tahap 1 diatas pengisian secara
diagonal dilanjutkan sampai kotak ujung pada batas. Bila tahap 2 pegisian DPTP
diselesaikan maka terdapatlah DPTP seperti dibawah ini.
C) Tahap Ke 3
Jumlahkan banyaknya A, B, C dan D kesamping. Sesuaikan dengan ketentuan
(JAD tiap jenis alat) yang berarti pula setiap mahasiswa mendapatkan tugas yang
adil dan merata.
D) Tahap ke 4
Jumlahkan banyaknya A, B, C dan D masing-masing ke bawah. Bila ada yang
tidak cocok dalam artian lebih kecil, ini menandakan pada saat itu satu atau
beberapa dari alat tersebut tidak terpakai. Sebaliknya apabila hasilnya lebih besar
dari jumlah yang sebenarnya artinya DPTP salah. Kesalahan memang sering
terjadi, karena memang tidak semudah menghitung efisiensi secara teori.
Gambar 2.2. Tabel DPTP yang Sudah Disusun
Sumber: Achir, Bustami hlm. 42
E) Tahap ke 5
Bila terdapat alat yang tidak terpakai pada suatu praktik, tuliskan pada kolom di
bawah yang sudah khusus disediakan.
F) Periksa efisiensi riil nya
Bila DPTP berbentuk bujur sangkar maka EFr pasti 100%. Namun bila DPTP
berbentuk empat persegi panjang maka besar kemungkinan EFr < 100%. Nilai
efisiensi yang diatas 100% mengindikasikan terjadi kekurangan dari jumlah alat.
30
Perlu dilakukan perencanaan ulang untuk mendapatkan jumlah peralatan yang tepat.
Jumlah kebutuhan alat ideal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Untuk WST
(Achir, hlm. 24)
Untuk WSG
(Achir, hlm. 24)