43
BAB II TELAAH PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Klinik a. Pengertian Klinik Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI, No.9/MENKES/PER/2014) . b. Jenis Klinik 1)Klinik Pratama Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum. Berdasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun perorangan. 2)Klinik Utama 6

BAB II BARU

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II BARU

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Klinik

a. Pengertian Klinik

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan

atau spesialistik diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan

dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI,

No.9/MENKES/PER/2014) .

b. Jenis Klinik

1) Klinik Pratama

Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan

pelayanan medik dasar yang dilayani oleh dokter umum dan

dipimpin oleh seorang dokter umum. Berdasarkan perijinannya

klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun perorangan.

2) Klinik Utama

Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan

medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.

Spesialistik berarti mengkhususkan pelayanan pada satu bidang

tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis

penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang dokter spesialis

6

Page 2: BAB II BARU

7

ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik ini

hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.

Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:

1) Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar,

sementara pada klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar

dan spesialis;

2) Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara

pada klinik utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter

gigi spesialis;

3) Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap,

sementara pada klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh

dalam hal klinik berbentuk badan usaha;

4) Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang

dokter atau dokter gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan

satu orang spesialis untuk masing-masing jenis pelayanan.

Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:

1) Rawat jalan;

2) Rawat inap;

3) One day care;

4) Home care;

5) Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan

rawat inap, harus memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai

Page 3: BAB II BARU

8

kepemilikan klinik, dapat dimiliki secara perorangan ataupun badan usaha.

Bagi klinik yang menyelenggarakan rawat inap maka klinik tersebut harus

menyediakan fasilitas-fasilitas yang mencakup:

1) Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;

2) Minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap maksimal 5

hari;

3) Tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi;

4) Dapur gizi;

5) Pelayanan laboratorium klinik pratama.

c. Kewajiban Klinik

Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:

1) Memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan

kepentingan pasien, sesuai standar profesi, standar pelayanan dan

standar prosedur operasional;

2) Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai

kemampuan tanpa meminta uang muka terlebih

dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;

3) Memperoleh persetujuan tindakan medis;

4) Menyelenggarakan rekam medis;

5) Melaksanakan sistem rujukan;

6) Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar

profesi, etika dan peraturan perundang-undangan;

7) Menghormati hak pasien;

Page 4: BAB II BARU

9

8) Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;

9) Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;

10) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan.

d. Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik

Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:

1) Memasang papan nama klinik;

2) Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang

bekerja di klinik beserta nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan

Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin

Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker;

3) Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan

melaporkan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam rangka

melaksanakan program pemerintah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan

klinik ini dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Bagi klinik yang

melakukan pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan sanksi

administratif berupa teguran, teguran tertulis dan pencabutan izin.

e. Bangunan dan Ruangan

Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak

bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dan juga bangunan

klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan

peraturan perundangundangan. Kemudian bangunan klinik juga harus

memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam

Page 5: BAB II BARU

10

pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang

termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.

Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas:

1) Ruang pendaftaran/ruang tunggu;

2) Ruang konsultasi;

3) Ruang administrasi;

4) Ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan

pelayanan farmasi;

5) Ruang tindakan;

6) Ruang/pojok asi;

7) Kamar mandi/wc; dan

8) Ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.

f. Prasarana Klinik

Prasarana klinik meliputi:

1) Instalasi air;

2) Instalasi listrik;

3) Instalasi sirkulasi udara;

4) Sarana pengelolaan limbah;

5) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

6) Ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan

7) Sarana lainnya sesuai kebutuhan.

Prasarana sebagaimana dimaksud di atas harus dalam keadaan

terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Page 6: BAB II BARU

11

g. Peralatan Klinik

Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang

memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan

nonmedis harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Selain

memenuhi standar, peralatan medis juga harus memiliki izin edar sesuai

ketentuan peraturan perundangundangan.

Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi

secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi

penguji dan pengkalibrasi yang berwenang. Peralatan medis yang

menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan. Penggunaan peralatan medis untuk

kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan

indikasi medis.

h. Ketenagaan Klinik

Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.

Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang

memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya. Pimpinan klinik

sebagaimana dimaksud pada ayat dan ayat merupakan penanggung jawab

klinik dan merangkap sebagai pelaksana pelayanan.

Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang

dokter dan/atau dokter gigi. Lain hal nya dengan Klinik Utama, minimal harus

terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi

sesuai jenis pelayanan yang diberikan. Klinik Utama dapat mempekerjakan

Page 7: BAB II BARU

12

dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis. Dokter

atau dokter gigi sebagaimana dimaksud di atas harus memiliki kompetensi

setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan

yang diberikan oleh klinik. Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain

serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan

yang diberikan oleh klinik.

Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat

Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan

perundangundangan. Begitu juga tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik

harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi

dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai

ketentuan peraturan perundangundangan.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai

dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika

profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan

pasien. dan juga Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga

negara asing.

i. Perizinan Klinik

Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin

dari pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari

dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota

mengeluarkan rekomendasi setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan

klinik. Permohonan izin klinik diajukan dengan melampirkan:

Page 8: BAB II BARU

13

1) Surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;

2) Salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan

perorangan;

3) Identitas lengkap pemohon;

4) Surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah

setempat;

5) Bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin

penggunaan bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik

pribadi atau surat kontrak minimal selama 5 (lima) tahun bagi yang

menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan;

6) Dokumen upaya pengelolaan lingkungan (ukl) dan upaya

pemantauan lingkungan (upl);

7) Profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi

kepengurusan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan

peralatan serta pelayanan yang diberikan; dan

8) Persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang undangan.

Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat

diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan

sebelum habis masa berlaku izinnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam

waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima harus menetapkan menerima

atau menolak permohonan izin atau permohonan perpanjangan izin.

Permohonan yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh pemerintah daerah

Page 9: BAB II BARU

14

kabupaten/kota dengan memberikan alasan penolakannya. Pimpinan Klinik

Pratama

2. Mutu Pelayanan Kesehatan

a. Pengertian Mutu

Banyak pendapat tentang mutu, pendapat yang dikemukakan agaknya

berbeda-beda namun saling melengkapi yang dapat menambah pengetahuan

dan wawasan tentang apa yang dimaksud dengan mutu.

Seorang pakar mutu DR. Armand V. Feigenbaum yang dikutip oleh

Wijono bahwa mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat

produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan

pemeliharaan dimana produk dan jasa pelayanan dalam penggunaanya akan

bertemu dengan harapan pelanggan (Wijono, 1999).

Mutu juga memiliki banyak pengertian lain, menurut Azwar beberapa

diantaranya yang dianggap cukup penting adalah:

1) Mutu adalah tingkatan kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang

sedang diamati.

2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.

3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau

jasa yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman

atau pemenuhan kebutuhan para pengguna.

4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan

(Azwar, 1996)

Dari definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dari elemen

elemen sebagai berikut:

Page 10: BAB II BARU

15

1) Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan

pelanggan.

2) Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.

3) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah, apa yang dianggap

bermutu pada saat ini belum mungkin dianggap kurang bermutu

pada masa mendatang (Nasution, 2005).

Maka dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan suatu produk,

baik itu barang maupun jasa atau layanan untuk memenuhi keinginan

pelanggannya. Sehingga setiap barang atau jasa selalu dipacu untuk memenuhi

mutu yang diminta pelanggan melalui pasar.

b. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Menurut Moenir, pelayanan hakikatnya adalah serangkaian kegiatan,

karena itu pelayanan merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan

berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan

dalam masyarakat (Moenir, 2002).

Definisi pelayanan yang sangat sederhana diberikan oleh Ivanecevich,

Lorenzi, Skinner, dan Crosby dalam Ratminto dan Winarsih bahwa pelayanan

adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang

melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan (Ratminto &

Winarsih , 2006).

Sedangkan definisi yang lebih rinci menurut Gronroos dalam Ratminto

dan Winarsih menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau

serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang

terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau

Page 11: BAB II BARU

16

hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan yang

dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan

(Ratminto & Winarsih , 2006).

Selanjutnya Sampara dalam Sinambela berpendapat bahwa pelayanan

adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang

dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan

pelanggan (Sinambela, 2006).

Pengertian pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomba yang

dikutip oleh Azwar adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara individu

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara,

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat

(Azwar, 1996).

Sedangkan menurut Benyamin Lumenta pelayanan kesehatan adalah

segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit, semua upaya

dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan oleh

sebuah lembaga yang ditujukan kepada masyarakat (Benyamin, 1989)

Selanjutnya Institute of Medicine (IOM) mengemukakan bahwa mutu

pelayanan kesehatan adalah suatu langkah ke arah peningkatan pelayanan

kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran

(outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan

profesional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan

ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis,

Page 12: BAB II BARU

17

interpersonal, manual, kognitif, organisasi, dan unsur-unsur manajemen

pelayanan kesehatan (Hatta, 2008).

Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Azwar bahwa mutu

pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada

setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak

lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Berdasarkan pengertian mutu pelayanan kesehatan yang telah

dijabarkan sebelumnya, mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai

tingkat terbaik yang dihasilkan untuk memuaskan setiap pemakai jasa

pelayanan dimana penyelenggarannya sesuai dengan standar pelayanan, kode

etik, dan pengetahuan sehingga memperkecil tingkat kesakitan atau kematian..

c. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu merupakan fenomena yang komprehensif dan dan multi

facet. Menurut Lori Di Prete Brown dalam bukunya Quality Assurance of

Health Care in Developing Countries yang dikutip oleh Djoko Wijono,

kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut dimensi berikut:

1) Kompetensi Teknis

Kompetensi teknis terkait dengan keterampilan, kemampuan, dan

penampilan petugas, manajer dan staf pendukung. Kompetensi

teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti

standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal dapat

dipertanggungjawabkan atau diandalkan (dependability), ketepatan

Page 13: BAB II BARU

18

(accuracy), ketahanan uji (reliability), dan konsistensi

(consistency).

2) Akses terhadap pelayanan

Pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial,

ekonomi, budaya, organisasi, atau hambatan bahasa.

3) Efektivitas

Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang

menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai

standar yang ada.

4) Hubungan antar manusia

Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan

kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia,

menghormati, responsif, dan memberikan perhatian. Hubungan

antar manusia yang kurang baik akan mengurangi efektivitas dari

kompetensi teknis pelayanan kesehatan.

5) Efisiensi

Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal

daripada memaksimalkan pelayanan yang terbaik dengan sumber

daya yang dimiliki. Pelayanan kurang baik karena norma yang

tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau

dihilangkan. Dengan cara ini kualitas dapat ditingkatkan sambil

menekan biaya.

6) Kelangsungan pelayanan

Page 14: BAB II BARU

19

Klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan

(termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi

prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Klien harus

mempunyai akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang

diberikan oleh petugas kesehatan yang mengetahui riwayat

penyakitnya. Klien juga mempunyai akses rujukan untuk pelayanan

yang spesialistis dan menyelesaikan pelayanan lanjutan yang

diperlukan.

7) Keamanan

Mengurangi resiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain

yang berkaitan dengan pelayanan.

8) Kenyamanan dan kenikmatan

Dalam dimensi kenyamanan dan kenikmatan berkaitan dengan

pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan

efektivitas klinis, tetapi dapat mengurangi kepuasan pasien dan

bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk

memperoleh pelayanan berikutnya (Wijono, 1999).

Sedangkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry menganalisis dimensi

kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu

pelayanan dikenal dengan nama ServQual. Kelima dimensi mutu menurut

Parasuraman dkk. meliputi:

1) Responsiveness

Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan

menolong pelanggan dan melayani sesuai prosedur dan bisa

Page 15: BAB II BARU

20

memenuhi harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian

mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap

kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu

sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang

dimiliki oleh pelanggan.

2) Reliability

Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat

waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan (seperti dalam

brosur). Dari kelima dimensi kualitas jasa, reliability dinilai paling

penting oleh para pelanggan.

3) Assurance

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat

petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap

kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa

terbebas dari resiko.

4) Empathy

Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus

staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka,

dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para

pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya. Peranan SDM

kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena

mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa

pelayanan kesehatan.

5) Tangible

Page 16: BAB II BARU

21

Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara

langsung oleh penggunananya dengan menyediakan fasilitas fisik

dan perlengkapan yang memadai. Para penyedia layanan kesehatan

akan mampu bekerja secara optimal sesuai dengan keterampilannya

masingmasing (Muninjaya, 2011).

Menurut Azwar, agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan

yang diinginkan tersebut, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang

dimaksud paling tidak mencakup hal sebagai berikut:

1) Tersedianya dan berkesinambungan

Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah

pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat

(available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya

semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat

tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat

adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2) Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok yang kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah

dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar

(appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak

bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan adat

istiadat, kebudayaan, keyakinan, dan kepercayaan masyarakat, serta

bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3) Mudah dicapai

Page 17: BAB II BARU

22

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah

mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian

ketercapaian yang dimaksudkan disini adalah terutama dari sudut

lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan

kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan

menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu

terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak

ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang

baik.

4) Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah

mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian

keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya.

Untuk dapat mewujudkan kesehatan yang seperti ini harus dapat

diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan

kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal

dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil

masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

5) Bermutu

Syarat pokok kesehatan yang baik adalah mutu (quality).

Pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah menunjuk pada

tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,

yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan,

Page 18: BAB II BARU

23

dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode

etik serta standar yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Untuk memenuhi harapan para pelanggan, tingkat kualitas atau

mutu pelayanan kesehatan harus selalu dirancang dengan baik dan

pengendalian tingkat keunggulan juga harus dilakukan dengan tepat.

Faktor yang digunakan oleh konsumen untuk mengukur kualitas atau mutu

dari sebuah jasa adalah outcome, process, dan image dari jasa tersebut.

Menurut Gronroos yang dikutip oleh Muninjaya, ketiga kriteria berikut

dijabarkan menjadi 6 unsur:

1) Professionalism and skills

Di bidang pelayanan kesehatan, kriteria ini berhubungan dengan

outcome, yaitu tingkat kesembuhan pasien. Pelanggan menyadari

bahwa jasa pelayanan kesehatan dihasilkan oleh SDM yang

memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional yang berbeda.

Institusi penyedia pelayanan kesehatan harus menjamin reputasi

dokter dan petugas kesehatan lainnya yang bekerja pada institusi

pelayanan kesehatan tersebut. Dokter dan petugas kesehatan

menjadi faktor produksi utama yang akan menentukan hasil

(outcome) pelayanan kesehatan, termasuk yang akan menjamin

tingkat kepuasan para penggunanya.

2) Attitudes and behavior

Kriteria sikap dan perilaku staf akan berhubungan dengan proses

pelayanan. Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan

Page 19: BAB II BARU

24

merasakan kalau dokter dan paramedis rumah sakit sudah melayani

mereka dengan baik sesuai dengan SOP pelayanan. Situasi ini

ditunjukkan oleh sikap dan perilaku positif staf yang akan

membantu para pengguna pelayanan kesehatan mengatasi keluhan

sakitnya.

3) Accessibility and flexibility

Kriteria pelayanan ini berhubungan dengan proses pelayanan.

Pengguna jasa pelayanan akan merasakan bahwa institusi penyedia

pelayanan jasa, lokasi, jam kerja, dan sistemnya dirancang dengan

baik untuk memudahkan para penggunaan mengakses pelayanan

sesuai dengan kondisi pengguna jasa (fleksibilitas), yaitu

disesuaikan dengan keadaan sakit pasien, jarak yang harus

ditempuh, tarif pelayanan, dan kemampuan ekonomi pasien atau

keluarga untuk membayar tarif pelayanan.

4) Reliability and trustworthiness

Kriteria pelayanan ini juga berhubungan dengan proses pelayanan.

Pengguna jasa pelayanan kesehatan bukan tidak memahami resiko

yang mereka hadapi jika memilih jasa pelayanan yang ditawarkan

oleh dokter. Misalnya operasi caesar pada sebuah persalinan.

5) Recovery

Kriteria pelayanan ini juga berhubungan dengan proses pelayanan.

Pelanggan memang menyadari kalau ada kesalahan atau resiko

akibat tindakan medis yang diambil, tetapi para pengguna jasa

pelayanan mempercayai bahwa institusi penyedia jasa pelayanan

Page 20: BAB II BARU

25

sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap mutu pelayanan

yang ditawarkan kepada publik untuk mengurangi resiko medis

yang akan diterima pasien.

6) Reputation and credibility

Kriteria pelayanan ini berhubungan dengan image. Pelanggan akan

meyakini benar bahwa intitusi penyedia jasa pelayanan kesehatan

memang memiliki reputasi baik, dapat dipercaya, dan punya nilai

(rating) tinggi di bidang pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2011).

Kebanyakkan penilaian para pengguna jasa pelayanan kesehatan seperti

yang dijabarkan dari kriteria penilaian tersebut di atas lebih mementingkan

proses pelayanan dibandingkan outcome. Atas dasar itu, menjaga mutu sebuah

pelayanan kesehatan akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen dan

komite medik rumah sakit dalam menjaga reputasi institusi dan kepercayaan

pelanggan terhadap para dokter dan para medis serta tetap menjaga dan

mengasah keterampilan dan profesionalisme tenaga medis dan paramedisnya

sesuai dengan tingkat perkembangan teknologi kedokteran.

3. Akreditasi Klinik

a. Pengertian Akreditasi Klinik

Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter,

dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disebut Akreditasi

adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara

Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar Akreditasi

(Permenkes RI No.46 /MENKES/PER/2015).

Page 21: BAB II BARU

26

Klinik Pratama adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan dengan menyediakan

pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus.

Pengaturan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik

mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi bertujuan untuk:

1) Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;

2) Meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan,

masyarakat dan lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama,

tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter

gigi sebagai institusi; dan

3) Meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik

mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam

pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.

b. Penyelenggaraan akreditasi

Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat

praktik mandiri dokter gigi wajib terakreditasi. Akreditasi Puskesmas dan

Klinik Pratama dilakukan setiap 3 (tiga) tahun. Akreditasi tempat praktik

mandiri dokter dan tempat praktik mandiri dokter gigi dilakukan setiap 5 (lima)

tahun. Pemerintah Daerah berkewajiban mendukung, memotivasi, mendorong,

dan memperlancar proses pelaksanaan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,

tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi.

Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter,

dan tempat praktik mandiri dokter gigi dilakukan sesuai standar Akreditasi.

Penyelenggaraan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik

Page 22: BAB II BARU

27

mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dilakukan melalui

tahapan:

1) Survei Akreditasi; dan

2) Penetapan Akreditasi.

Dalam menyelenggarakan Akreditasi dapat dilakukan pendampingan

dan penilaian praakreditasi. Puskesmas yang telah terakreditasi wajib

mendapatkan pendampingan pascaakreditasi. Klinik Pratama, tempat praktik

mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi yang telah terakreditasi

dapat mengajukan permohonan pendampingan pascaakreditasi kepada dinas

kesehatan kabupaten/kota.

c. Penetapan Akreditasi

Penetapan Akreditasi sebagaimana merupakan hasil akhir survei

Akreditasi oleh surveior dan keputusan rapat lembaga independen

penyelenggara Akreditasi. Penetapan Akreditasi dilakukan oleh lembaga

independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Penetapan

Akreditasi dibuktikan dengan sertifikat Akreditasi.

Penetapan status Akreditasi Puskesmas terdiri atas:

1) Tidak terakreditasi;

2) Terakreditasi dasar;

3) Terakreditasi madya;

4) Terakreditasi utama; atau

5) Terakreditasi paripurna.

Penetapan status Akreditasi Klinik Pratama terdiri atas:

Page 23: BAB II BARU

28

1) Tidak terakreditasi;

2) Terakreditasi dasar;

3) Terakreditasi madya; atau

4) Terakreditasi paripurna.

Penetapan status Akreditasi tempat praktik mandiri dokter dan tempat

praktik mandiri dokter gigi terdiri atas:

1) tidak terakreditasi; atau

2) terakreditasi.

Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat

praktik mandiri dokter gigi yang telah mendapatkan status Akreditasi dapat

mencantumkan status Akreditasi di bawah atau di belakang nama Puskesmas,

Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, atau tempat praktik mandiri

dokter gigi, dengan huruf lebih kecil.

d. Penilaian Akreditasi

Penetapan Struktur standar Akreditasi Klinik terdiri dari 4 Bab, dengan

total 503 Elemen Penilaian. Setiap bab akan diuraikan dalam standar, tiap

standar akan diuraikan dalam kriteria, tiap kriteria diuraikan dalam elemen

penilaian untuk menilai pencapaian kriteria tersebut: Bab I. Kepemimpinan dan

Manajemen Fasilitas Pelayanan Kesehatan (KMFK) dengan 122 EP Bab II.

Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP) dengan 151 EP Bab III.

Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK) dengan 172 EP Bab IV.

Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP) dengan 58 EP.

Page 24: BAB II BARU

29

Penilaian akreditasi dilakukan dengan menilai tiap elemen penilaian

pada tiap kriteria. Pencapaian terhadap elemen-elemen penilaian pada setiap

kriteria diukur dengan tingkatan sebagai berikut:

1) Terpenuhi : bila pencapaian elemen ≥ 80 % dengan nilai 10,

2) Terpenuhi sebagian : bila pencapaian elemen 20 % - 79 %, dengan

nilai 5,

3) Tidak terpenuhi : bila pencapaian elemen < 20 %, dengan nilai 0.

Penilaian tiap Bab adalah penjumlahan dari nilai tiap elemen penilaian

pada masingmasing kriteria yang ada pada Bab tersebut dibagi jumlah elemen

penilaian Bab tersebut dikalikan 10, kemudian dikalikan dengan 100 %.

B. Penelitian Terdahulu

1. Kristiani Resky, 2013. Evaluasi Penerapan ISO 9001:2008 Dalam

Meningkatkan Mutu Jasa Pelayanan Pasien Pada Rumah Sakit Perkebunan

(Jember Klinik). Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi

penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di Rumah Sakit

Perkebunan (Jember Klinik) dan Menganalisis kesesuaian persyaratan

dalam Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan apa yang telah

diterapkan oleh Rumah Sakit Perkebunan (Jember Klinik). Dalam evaluasi

penerapan ISO 9001:2008 di jember klinik ini menggunakan metode

penelitian deskriftif analisis dari penerapan ISO 9001:2008 di Jember

Klinik. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan Penerapan Sistem

Manajemen Mutu ISO 9001:2008 pada Rumah Sakit Perkebunan (Jember

Klinik) telah berjalan sejak tahun 2009, dimana seluruh klausul yang

dipersyaratkan dalam standar tersebut telah dipenuhi dan dilaksanakan

Page 25: BAB II BARU

30

oleh organisasi, Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Perkebunan

(Jember Klinik) yang telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO

9001:2008 dalam manajemennya telah memenuhi standart, dimana hasil

perhitungan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima

oleh pasien di Rumah Sakit Perkebunan (Jember Klinik) yang didasarkan

atas lima dimensi mutu servqual menunjukkan dari 100 responden, 37%

diantaranya merasa sangat puas dan 63% merasa puas terhadap pelayanan

yang telah mereka terima. Perbedaan penelitian ISO yang dilakukan

dengan penelitian Akreditasi adalah dalam variabel yang diteliti dimana

ISO pada tahun 2008 sekarang sudah menjadi Akreditasi yang dimana

persiapan yang dilakukan dan perbedaan jenis data dan Instrumen dari

Akreditasi lebih terperinci dan perlu kesiapan klinik Trio Husada untuk

menghadapi Akreditasi FKTP 2015, sehingga peneliti menggunakan

penelitian terdahulu ini sebagai acuan dasar dalam menghadapi

perkembangan dunia bisnis pelayanan kesehatan yang berbasis pada

pelayanan kesehatan dengan mutu yang bagus.

2. Junaidi Nasrun, 2009. Hubungan Status Akreditasi Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) Dengan Tingkat Kepuasan Pasien. Tujuan dari

penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh akreditasi terhadap

tingkat kepuasan pasien Puskesmas berdasarkan lima dimensi pelayananan

yakni, kendala , daya tanggap, jaminan, empati dan terukur dan untuk

mengetahui pengaruh akreditasi dan cara pembayaran terhadap tingkat

kepuasan pasien Puskesmas.Dalam hubungan status akreditasi pusat

kesehatan masyarakat dengan tingkat kepuasan pasien menggunakan

Page 26: BAB II BARU

31

metode analitic dengan pendekatan cross sectional Hasil penelitian

dianalisis dengan uji-t beda mean dan regresi linier. Penelitian ini

mengambil sempel 100 responden pasien Puskesmas Sambirejo dan

Puskesmas Mondokan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara status akreditasi dengan tingkat kepuasan

pasien (p=0,006). Terdapat pengaruh yang cukup kuat antara status

akreditasi dan cara pembayaran dengan tingkat kepuasan pasien (r=0,312).

Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat kepuasan pasien

dengan cara pembayaran. (p=0,114) dengan tingkat kepercayaan 95% atau

α =0,05. Hal ini menunjukkan bahwa akreditasi mampu meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas yang dibuktikan dengan lebih

tingginya rata-rata tingkat kepuasan pasien pada Puskesmas terakreditasi

daripada tingkat kepuasan pasien Puskesmas tidak terakreditasi. Perbedaan

penelitiaan ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah subyek dari

penelitian dimana dalam penelitian ini subyeknya adalah PUSKESMAS

sedangkan subyek dari penelitian yang dilakukan peneliti adalah persiapan

menghadapi akreditasi FKTP 2015 oleh Klinik Pratama.

Page 27: BAB II BARU

32

C. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Skema Kerangka Teori Peningkatan Kualitas Mutu Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Akreditasi Klinik.

Proses :

1. Tanggung jawab tenaga klinis.

2. Pemahaman Layanan Klinis

3. Pengukuran mutu layanan klinis

4. Peningkatan mutu layanan klinis

Outcome :

Profesionalism and skills

Image :

Reputations and Credibility

Page 28: BAB II BARU

33

D. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Skema Kerangka Konsep Penelitian

Borang Penilaian Akreditasi Klinik Pratama

Bab I. Kepemimpinan dan Manajemen Klinik (KMK)

6 Standar Penilaian.

Bab II. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)

10 Standar penilaian

Bab III. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)

7 Standar Penilaian

Bab IV. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)

4 Standar penilaian

REKOMENDASI

Kebijakan (Permenkes

Akreditasi Klinik)

Telaah Tertutup (Dokumen)

Telusur (Implementasi)

Page 29: BAB II BARU

34

E. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah persiapan pemilik dan manajemen Klinik Pratama

Trio Husada Kota Batu dalam menyiapkan dokumen sesuai borang

akreditasi dan implementasinya dalam memenuhi standart Akreditasi

Klinik 2015 ?