Upload
vuongkien
View
223
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sarapan Pagi
2.1.1. Pengertian Sarapan Pagi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak
dan protein yang ada di dalam bahan makanan (Almatsier,2004).
Tubuh membutuhkan asupan makanan agar dapat melakukan aktivitas dengan
baik. Pada pagi hari, tubuh membutuhkan asupan energi yang banyak karena pada
pagi hari seseorang melakukan banyak aktivitas. Oleh karena itu, setiap orang sangat
disarankan untuk sarapan pagi agar dapat melakukan aktivitas tanpa merasa
kelelahan. Sarapan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan
aktivitas fisik pada hari itu. Sarapan sehat mengandung unsur empat sehat lima
sempurna. Ini berarti kita benar-benar telah mempersiapkan diri untuk menghadapi
segala aktivitas dengan amunisi yang lengkap (Khomsan, 2002).
Manusia membutuhkan sarapan pagi karena dalam sarapan pagi diharapkan
terjadinya ketersediaan energi yang digunakan untuk jam pertama melakukan
aktivitas. Akibat tidak sarapan pagi akan menyebabkan tubuh tidak mempunyai
energi yang cukup untuk melakukan aktivitas terutama pada proses belajar karena
pada malam hari di tubuh tetap berlangsung proses oksidasi guna menghasilkan
tenaga untuk menggerakkan jantung, paru-paru dan otot-otot tubuh lainnya (Moehji,
2009).
Sarapan pagi menjadi sangat penting, karena kadar gula dalam darah akan
menurun sekitar dua jam setelah seseorang bangun tidur. Jika anak tidak sarapan,dia
biasanya akan merasa lemas atau lesu sebelum tengah hari karena gula darah dalam
tubuh sudah menurun (Yusnalaini, 2004 ). Sarapan pagi merupakan makanan yang
dimakan pada pagi hari. Sarapan pagi mempunyai peranan penting bagi anak. Anak
yang terbiasa sarapan pagi akan mempunyai kemampuan yang lebih baik daripada
7
8
anak yang tidak terbiasa sarapan pagi. Sarapan pagi bagi anak akan memacu
pertumbuhan dan memaksimalkan kemampuan di sekolah (Elizabeth, 2003).
Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari, waktu
sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi. Sarapan
dianjurkan menyantap makanan yang ringan bagi kerja perncernaan, sehingga
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang memiliki kadar serat tinggi dengan
protein yang cukup namun dengan kadar lemak rendah. Selain itu, mengonsumsi
protein dan kadar serat yang tinggi juga dapat membuat seseorang tetap merasa
kenyang hingga waktu makan siang (Jetvig, 2010).
Sarapan pagi yang baik harus banyak mengandung karbohidrat karena akan
merangsang glukosa dan mikro nutrient dalam otak yang dapat menghasilkan energi,
selain itu dapat berlangsung memacu otak agar membantu memusatkan pikiran untuk
belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran (Moehji, 2009).
2.1.2 Manfaat Sarapan Pagi
Sarapan pagi sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa,
sarapan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh
saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi anak sekolah, sarapan pagi
dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran
sehingga prestasi belajar lebih baik (Khomsan, 2010).
Menurut Khomsan (2010) ada 2 manfaat yang diperoleh kalau seseorang
melakukan sarapan pagi, antara lain :
1. Sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk
meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin
normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga
berdampak positif untuk meningkatkan produktifitas.
2. Pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting akan
beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan
mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses
fisiologis dalam tubuh.
9
Seseorang yang tidak sarapan pagi, pastilah tubuh tidak berada dalam
keadaan yang cocok untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini
dikarenakan tubuh akan berusaha menaikkan kadar gula darah dengan
mengambil cadangan glikogen, dan jika ini habis, maka cadangan lemaklah
yang diambil (Moehji, 2009)
Sarapan pagi termasuk dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang dalam
pesan kedelapan. Makan pagi dengan makanan yang beraneka ragam akan
memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesegaran tubuh dan
meningkatkan produktifitas dalam bekerja. Pada anak-anak, makan pagi akan
memudahkan konsentrasi belajar sehingga prestasi belajar bisa lebih
ditingkatkan (Soekirman, 2000).
2.2. Penilaian Status Gizi Anak
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu secara
langsung dan tak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian
status gizi tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survey konsumsi makanan, statistik
vital dan faktor ekologi.
2.2.1. Penilaian Langsung
1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunkan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa,
2002).
10
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat (Supariasa,
2002).
3. Biokimima
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk
suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi suatu keadaan malnutrisi
yang lebih parah lagi (Supariasa, 2002). Seperti pemeriksaan darah untuk
mengetahui terjadinya anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi yang
mana gejalanya adalah anak akan tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas
lelah, pucat, sakit kepala, iritabel. Mereka tidak tampak sakit karena
perjalanan penyakitnya bersifat menahun. (Hassan dan Alatas, 2002 dalam
Wijayanti, 2005), pada kondisi anemia daya konsentrasi dalam belajar tampak
menurun (Djaeni, 2004). Anwar (2009) menjelaskan bahwa penurunan
pemusatan perhatian (atensi), kecerdasan, dan prestasi belajar dapat terjadi
akibat anemia besi.
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khusu snya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (Supariasa, 2002).
11
2.2.2. Penilaian Tidak Langsung
1. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi
(Supariasa, 2002).
2. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu
dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, 2002).
3. Factor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi,
dan lain-lain (Supariasa, 2001).
2.3. Prestasi Belajar
2.3.1. Pengertian prestasi belajar
Prestasi belajar menurut Tu’u (2004) adalah hasil yang dicapai seseorang
ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi belajar adalah hasil yang
diberikan oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil
perbuatan belajar (Wuryani, 2002). Sedangkan menurut Depdiknas (2008), prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang
diberikan oleh guru.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi, yang
dinyatakan dalam bentuk nilai. Prestasi belajar siswa meliputi prestasi kognitif
(kemampuan berpikir dan analisis, prestasi afektif (sikap) dan prestasi psikomotor
(tingkah laku). Namun dari tiga spek tersebut aspek kognitiflah yang menjadi tujuan
12
utama dalam suatu sistem pendidikan tanpa mengesampingkan aspek yang lain
(Syah, 2010).
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Syah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yakni:
1. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa)
Yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis
(yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
1) Aspek Fisiologis
1. Status Gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam
bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002). Menurut Jelliffe (1989)
dalam Supariasa (2002), status gizi adalah tanda-tanda atau penam
pilan fisik yang diakibatkan karena adanya keseimbangan antara
pemasukan gizi di satu pihak serta pengeluaran di lain pihak yang
terlihat melalui variabel-variabel tertentu yaitu melalui suatu indikator
status gizi. Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik
seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu
atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman, 2000).
Menurut Almatsier (2006), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan zat
gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
Berdasarkan Kepmenkes (2010), baku antropometri anak 5-18 tahun
dihitung nilai Z- skore IMT/U. Berdasarkan indicator IMT/U, status
gizi diklasifikasikan dengan beberapa kelompok, yaitu :
13
1) Sangat Kurus : < -3 SD
2) Kurus : -3 SD sampai dengan < -2
3) Normal : -2 sampai dengan +2
4) Gemuk : > +2
1) Status gizi buruk
Secara klinis, gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi
dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan (Arundyna, 2011).
Menurut Nency (2005), status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor),
karena kekurangan kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-
duanya.
Menurut Soemantri (1978) apabila makanan yang dikonsumsi
tidak cukup mengandung zat – zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan
ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme
dalam otak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan
otak untuk berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan
kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan terganggu, badan
lebih kecil, jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi
ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam
otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan
anak.
Kelainan yang terjadi pada jaringan otak akibat gizi buruk itu
membawa dampak antara lain (Moehji, 2003):
(1) Turunnya fungsi otak yang berpengaruh terhadap kemampuan
belajar. Penelitian yang dilakukan di Amerika Tengah Brazilia dan
India menunjukkan bahwa anak-anak yang pada awal kehidupan
mereka menderita gizi kurang gizi buruk, 20%-30% tidak naik kelas
14
dan mengulang pada tahun pertama paling sedikit satu kali, dan 17%-
20% mengulang pada tahun kedua pada waktu mereka mengikuti
pendidikan di Sekolah Dasar.
(2) Turunnya fungsi otak menyebabkan kemampuan anak bereaksi
terhadap rangsangan dari lingkungannya sangat rendah dan anak
menjadi apatis.
(3) Turunnya fungsi otak membawa akibat terjadinya perubahan
kepribadian anak.
2) Status gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan
satu atau lebih zat-zat gizi esensial (Almatsier, 2006). Kekurangan
berat yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan
masalah serius. Kondisi ini mencerminkan kebiasaan makan yang
buruk (Arisman, 2007). Akibat dari status gizi kurang adalah
perkembangan otak yang tidak sempurna yang menyebabkan kognitif,
perkembangan IQ terhambat dan kemampuan belajar terganggu yang
selanjutnya berpengaruh pada prestasi belajar siswa (Soekirman,
2000).
Menurut (Gibney, 2009), keadaan gizi kurang mengakibatkan
perubahan struktural dan fungsional pada otak. Sejumlah penelitian
pada hewan memperlihatkan bahwa keadaan malnutrisi prenatal dan
pascanatal dini pada tikus menimbulkan banyak perubahan dalam
struktur otak hewan tersebut, kendati perubahan ini akan membaik
pada saat tikus diberi makan kembali. Namun demikian, beberapa
perubahan dianggap permanen dan perubahan yang permanen tersebut
meliputi penurunan jumlah mielin dan jumlah dendrit kortikal dalam
medulla spinalis serta peningkatan jumlah mitokondria dalam sel-sel
neuron saraf.
15
Bukti adanya perubahan pada struktur dan fungsi otak anak-
anak sangat terbatas, kendati anak-anak dengan malnutrisi berat
mempunyai kepala yang lebih kecil dan hasil pemeriksaan auditory-
evoked potentials yang abnormal, semua keadaan ini tetap abnormal
sekalipun telah terjadi pemulihan dari stadium akut (Gibney, 2009).
Akibat gizi kurang terhadap proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi
apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang
dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses:
pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi
otak, serta perilaku (Muliadi, 2007).
(1) Pertumbuhan
Seorang yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan
potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan
dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk
makanan. Kekurangan atau kelebihan gizi akan dimanifestasikan
dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar
(Muliadi, 2007).
(2) Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan
seorang anak kekurangan tenaga untuk melakukan aktivitas. Anak
menjadi malas, merasa lelah, cuek, dan tidak bersemangat serta
produktivitas kerja menurun (Muliadi, 2007).
(3) Pertahanan Tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun, sistem
imunitas dan anti bodi berkurang, sehingga anak mudah tersinggung,
mudah terserang penyakit seperti: pilek, batuk, dan diare, dan bila
anak/murid yang tidak ditanggulangi dengan pemberian gizi baik,
lambat laun pada anak dapat membawa kematian (Muliadi, 2007).
16
(4) Struktur dan Fungsi Otak
Kemampuan berfikir otak mencapai bentuk maksimal pada
usia sekolah dasar. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggu fungsi
otak secara permanen (Muliadi, 2007).
(5) Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi
menunjukkan perilaku yang tidak normal (tidak tenang). Mereka
mudah tersinggung, cengeng, kurang rangsangan dan apatis (Muliadi,
2007). Akibat dari status gizi kurang adalah perkembangan otak yang
tidak sempurna yang menyebabkan kognitif dan kemampuan belajar
terganggu (Soekirman, 2000).
Status gizi harus baik karena gizi kurang akan mempengaruhi
kesehatan jasmaninya yang bermanifestasi pada kelesuan, mengantuk,
dan cepat lelah. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai
pusing-pusing kepala, dapat menurunkan kemampuan siswa dalam
menyerap informasi dan pengetahuan sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan
kondisi jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi (Baliwati, 2004).
Menurut Suryabrata (2001), nutrisi harus cukup karena
kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus
jasmani, yang pengaruhnya dapat kelesuan, lekas mengantuk, lekas
lelah, dan sebagainya. Energi yang diperlukan untuk bahan bakar otak,
untuk merawat kesehatan sel saraf dan untuk neurotransmitter
diperoleh dari makanan yang dikonsumsi, nutrisi utama untuk
meningkatkan fungsi otak adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin
dan mineral. Jika nutrisi yang dibutuhkan dapat terpenuhi akan
memberikan pengaruh baik dalam pertumbuhan yang dapat dilihat dari
berat badan dan tinggi badan yang sesuai serta fungsi otak yang
17
optimal yang tercermin dari performa akademik yang memuaskan
(Perretta, 2004 dalam Suryowati, 2010). Kekurangan gizi sejak dini
dapat mempengaruhi ketangkasan belajar, waktu pendaftaran sekolah,
konsentrasi dan perhatian (Pollit, 1990 dalam Levinger, 1992).
Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui
makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami
keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat
badan yang seharusnya (ideal). Gejala yang ditimbulkan pada anak
adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat
dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi (Almatsier, 2006).
3) Status Gizi Baik
Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh
cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan
kerja dan kesehatan secara umum (Almatsier, 2006). Penelitian
Florencio (1990) di Filipina, prestasi akademik dan mental siswa
dengan status gizi yang baik secara signifikan lebih tinggi daripada
siswa dengan status gizi buruk, bahkan ketika pendapatan keluarga,
kualitas sekolah, kemampuan guru, atau kemampuan mental dikontrol
(Levinger, 1992).
4) Status Gizi Lebih
Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi
dalam jumlah berlebihan (Supariasa, 2002). WHO (2000) secara
sederhana mendefinisikan obesitas sebagai kondisi abnormal atas
akumulasi lemak yang ekstrim pada jaringan adiposa. Obesitas dapat
terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis obesitas pada anak dapat
bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang berat sekali.
18
2) Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Namun,
diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih
esensial itu adalah sebagai berikut (Syah, 2010):
1) Inteligensi siswa
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan
psikofisik untuk mereaksi ransangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang tepat (Reber, 1988 dalam Syah, 2010).
Jadi, inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja,
melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi,
memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan
inteligensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh
lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh
aktivitas manusia (Syah, 2010). Menurut Khomsan (2004), ada tiga hal
yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan seseorang yaitu
genetik, lingkungan dan gizi.
Faktor genetik merupakan potensi dasar perkembangan
kecerdasan. Tetapi, faktor genetik ini bukan yang terpenting. Sampai
saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan mana diantara ketiga
faktor tersebut yang berperan lebih besar. Sebagai perbandingan,
dalam ilmu peternakan misalnya, faktor genetik hanya berperan 30
persen menentukan produktivitas susu sapi perah. Menurut Chaplin
dalam Syah (2006), intelegensi adalah kemampuan menyesuaikan diri
dengan situasi baru secara cepat dan efektif atau kemampuan
menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif. Seseorang yang
memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan
hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensinya
19
rendah cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat
berpikir, sehingga prestasi akademiknya pun rendah Dalyono (1997).
Menurut Syah (2006), tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ)
siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini
bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa,
maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, dan sebaliknya
semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin
kecil peluangnya untuk memperoleh sukses. Anak dengan prestasi
yang baik, saat diuji inteligensinya hanya 120 atau biasa-biasa saja.
Jadi IQ tinggi bukan jaminan untuk mencapai prestasi luar biasa di
sekolah (Khomsan, 2004).
2) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency)
dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan
sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2010). Menurut
Notoatmodjo (2010), sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat
dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak
setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap yang positif terhadap
mata pelajaran tertentu merupakan pertanda awal yang baik bagi
proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap yang negatif terhadap mata
pelajaran tertentu apalagi ditambah dengan timbulnya rasa kebencian
terhadap mata pelajaran tertentu, akan menimbulkan kesulitan belajar
bagi siswa yang bersangkutan (Tohirin, 2005). Faktor-faktor ini
mempengaruhi kondisi-kondisi belajar yang relevan seperti kesiapan,
penuh perhatian, tingkat usaha, ketekunan dan konsentrasi. Selain itu,
sikap negatif terhadap pekerjaan sekolah dikaitkan dengan kebiasaan
20
yang kurang baik, kegagalan menyelesaikan tugas, kegagalan
menguasai keterampilan dasar, kinerja tes yang kurang, mudah
teralihkan perhatian, dan fobia sekolah (Conny, 2010).
3) Bakat siswa
Secara umum bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang
akan datang (Reber, 1988 dalam Syah, 2010). Dengan demikian,
sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi
mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas
masing-masing. Jadi, secara umum bakat itu mirip dengan inteligensi.
Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas
(superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai
talented child, yakni anak berbakat (Syah, 2010).
4) Minat siswa
Menurut Hadis (2006) bahwa anak didik yang berminat
terhadap sesuatu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih
besar terhadap sesuatu yang diminati itu. Selain itu, minat dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-
bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat
besar terhadap matemat ika akan memusatkan perhatiannya lebih
banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian
yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi
untuk belajar lebih giat, akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan
(Syah, 2010). Ada beberapa indikator siswa yang memiliki minat
belajar yang tinggi hal ini dapat dikenali melalui proses belajar di
kelas maupun di rumah (Nurhidayati, 2006).
21
2. Factor Eksternal (factor dari luar siswa)
Yakni merupakan factor yang bersumber dari luar individu itu sendiri.
Factor meliputi factor lingkungan keluarga, factor lingkungan sekolah, factor
lingkungan masyarakat dan factor waktu.
1) Lingkungan Keluarga
Menurut Ilsan (1996) dalam Kusumastuti (2010), keluarga merupakan
lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam
keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan
isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan
kepribadian tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah
yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan
selanjutnya di sekolah.Faktor orang tua sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua,
besar kecilnya penghasilan, cukup kurang perhatian dan bimbingan orang
tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, semuanya itu turut
mempengaruhi percapaian hasil belajar.
a) Pendidikan orang tua
Partisipasi orang tua dalam pelaksanaan pendidikan secara sangat
meyakinkan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar murid dan
menunjukkan semakin tinggi keterlibatan dan kepedulian terhadap
masalah-masalah pendidikan di sekolah (Firdaus, 2000 dalam Ilyas,
2004). Pada umumnya pengetahuan orang tua sangat menentukan
pendidikan keluarga (anak-anaknya). Tingkat pendidikan orang tua
juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses
dan prestasi belajar siswa (Suryabrata, 2002). Perhatian orang tua
denga n penuh kasih sayang terhadap pendidikan anaknya, akan
menumbuhkan aktivitas anak sebagai suatu potensi yang sangat
berharga untuk menghadapi masa depan. Pengertian perhatian orang
22
tua yang dimaksud di sini adalah tanggapan siswa atas perhatian orang
tuanya terhadap pendidikan anaknya yaitu tanggapan tentang
bagaimana cara orang tuanya memberikan bimbingan belajar di
rumah, memperhatikan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan alat yang
menunjang pelajaran, memberikan dorongan untuk belajar,
memberikan pengawasan, dan memberikan pengarahan pentingnya
belajar (Suryabrata, 2000).
b) Keadaan ekonomi keluarga
Pada keluarga yang ekonominya kurang mungkin dapat
menyebabkan anak kekurangan gizi, kebutuhan-kebutuhan anak
mungkin tidak dapat terpenuhi. Selain itu ekonomi yang kurang
menyebabkan suasana rumah menjadi muram dan gairah untuk belajar
tidak ada. Tetapi hal ini tidak mutlak demikian. Kadang-kadang
kesulitan ekonomi bisa menjadi pendorong anak untuk lebih berhasil,
sebaliknya bukan berarti pula ekonomi yang berlebihan tidak akan
menyebabkan kesulitan belajar. Pada ekonomi yang berlebihan anak
mungkin akan selalu dipenuhi semua kebutuhannya, sehingga
perhatian anak terhadap pelajaran-pelajaran sekolah akan berkurang
karena anak terlalu banyak bersenang-senang, misalnya dengan
permainan yang beraneka ragam atau pergi ke tempat-tempat hiburan
dan lain-lain (Dalyono, 1997). Dalam lingkungan status sosial
ekonomi rendah, interaksi verbal orang tua dengan anak lebih sedikit
dan lebih rendah mutunya, daripada interaksi verbal anak-orang tua di
lingkungan sosial ekonomi tinggi (Sukadji, 2000).
2) Lingkungan Sekolah
Menurut Syah (2010), lingkungan sosial sekolah seperti para guru,
para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-
teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para
guru yang menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan
23
memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal
belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya
dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.Guru merupakan salah
satu faktor lingkungan sekolah yang berperan penting dalam mencapai
prestasi belajar siswa. Guru sebagai subjek dalam pendidikan yang
bertugas untuk mentransfer ilmu kepada siswa, maka seorang guru harus
dapat menguasai bahan pelajaran yang akan ditransfer dan dapat
menyampaikan dengan baik serta dapat menguasai dan mengontrol
kondisi kelas siswa (Mudzakir dan Sutrisno, 1997).
3) Lingkungan Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar
tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang
berpendidikan, terutama anak-anaknya bersekolah tinggi dan moralnya
baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya,
apabila tinggal di lingkungan yang banyak anak-anak nakal, tidak sekolah
dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat
dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar berkurang.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih
belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingku ngan
keluarga dan di lingkungan sekolah. Hai ini disebabkan faktor waktu,
hubungan, sifat dan isi pergaulan yang terjadi di dalam masyarakat. Waktu
pergaulan terbatas, hubungannya hanya pada waktu-waktu tertentu, sifat
pergaulannya bebas, dan isinya sangat kompleks dan beraneka ragam
(Ihsan, 1997 dalam Minarni, 2006).
2.4. Kebutuhan Gizi Anak SD
Tubuh manusia memerlukan berbagai macam zat gizi yang berguna untuk
kelangsungan hidup, untuk itu diperlukan zat-zat yang cukup / sempurna dalam
makanan sehari-hari agar dapat hidup dengan normal, sehat dan cerdas. Kebutuhan
24
gizi anak usia Sekolah Dasar sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan menurut
kelompok umur dan jenis kelamin sebagai berikut :
- Kebutuhan Energi
Pada kelompok umur 7-9 tahun kecukupan energy yang dibutuhkan
sebesar 1900 kalori (80 kal/kg bb/hari) dan untuk kelompok umur 10-12 tahun
kecukupan energy antara laki-laki dan perempuan dimana untuk laki-laki
sebesar 2000 kalori (66 kal/kg bb/hari) dan untuk wanita sebesar 1900 kalori
(55 kal/kg bb/hari). Perbedaan ini didasarkan pada ukuran tubuh, aktivitas dan
angka percepatan pertumbuhan.
- Kebutuhan Protein
Protein diperlukan untuk pertumbuhan otot dan pembentukan darah
beserta komponen-komponennya bersama zat gizi. Kebutuhan protein yang
dianjurkan adalah 10-15% dari total kalori yang dibutuhkan, berdasarkan Pola
Pangan Harapan sekitar setengah dari 10-15% tersebut berasal daripangan
hewani. Konsumsi protein dapat dipenuhi bila bahan makanan yang diberikan
beraneka ragam termasuk protein dari bahan makanan sumber karbohidrat.
Sumber protein yang baik adalah susu, daging, ikan telur dan kacang-
kacangan.
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (per orang per hari)
dinyatakan bahwa kebutuhan energy dan protein bagi usia anak Sekolah Dasar
menurut umur dan jenis kelamin sebagai berikut:
Tabel 1 Angka Kecukupan Energi dan Protein Anak Sekolah Dasar
Jenis Kelamin Umur(tahun)
BB(kg)
TB(cm)
Energi(kalori)
Protein(gram)
Laki-laki 7-910-12
2430
120135
19002000
3745
Perempuan 7-910-12
2435
120140
19001900
3754
Sumber : WKNP. LIPI. Jakarta. 1998
25
2.5. Kebiasaan Sarapan, Status Gizi dan Prestasi Belajar
Usia anak sekolah merupakan masa pertumbuhan yang cepat, sehingga tubuh
memerlukan macam dan jumlah zat gizi dalam jumlah yang cukup tinggi, kebutuhan
energy anak tergantung dari fase pertambahan umur, tinggi badan, jenis kelamin dan
tingkat aktivitasnya.
Kekurangan energy yang berasal dari makanan, menyebabkan seseorang
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas bekerja, orang
menjadi malas, merasa lemah, produktivitas kerja dan konsentrasi belajar menurun.
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental,
dengan demikian kemampuan berfikir menurun (Almatsier, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Soemantri (1985) dan Almatsier (1989)
menunjukkan ada hubungan antara pemberian zat besi terhadap peningkatan prestasi
belajar. Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi dalam darah meningkat
selama pertambahan hingga remaja. Defisiensi besi berpengaruh negative terhadap
fungsi otak, terutama terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi system
neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamine
berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut dan dapat
mengakibatkan daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar terganggu
(Almatsier, 2003).
Menurut para ahli gizi, sedikitnya 30 persen total energi tubuh harus di penuhi
saat makan pagi. Karena itu, sebaiknya anak-anak dibujuk untuk membiasakan diri
untuk makan pagi. Penelitian tersebut menunjukkan, bahwa makan pagi bukanlah
sekedar untuk mengenyangkan perut selama belajar disekolah, tetapi lebih dari yaitu
agar anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik agar mendukung prestasi
belajarnya. Makan pagi berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama daya ingat
anak. Para ahli melakukan pengujian terhadap daya ingat anak-anak usia sekolah
diperlu menyatakan, perbendaharaan kata mereka sensitif terhadap efek pemberian
makan pagi. artinya, kemampuan anak-anak untuk mengingat sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan kalori dan zat zat gizi dari makan pagi. Penelitian ini menyimpulkan,
26
pertama, otak sensitif terhadap penurunan jangka pendek ketersediaan zat-zat
makanan. Kedua, keadaan tidak makan pada malam dan pagi hari akan menghasilkan
hambatan psikologi disertai perubahan fungsi otak, khususnya daya ingat (Sintha,
2001).
27
2. 5. Kerangka Teori
Gambar I Kerangka Teori
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Sumber : Schroeder (2001) dalam Arnelia (2003)
Prestasi
Belajar
- Lingkungan keluarga,
- lingkungan sekolah
(guru)
- lingkungan masyarakat
Faktor
Eksternal :
Intelegensi siswa
Sikap siswa
Bakat siswa
Minat siswa
Faktor
Internal:
Status GiziSumbangan
Energi dan
Protein
Sarapan Pagi
28
2.6. Kerangka Konsep
Gambar 2 KerangkaKonsep
2.7. Hipotesis
- Ada hubungan sumbangan energy dengan prestasi belajar anak SD
- Ada hubungan sumbangan protein dengan prestasi belajar anak SD
- Ada hubungan sumbangan energy dengan status gizi anak SD
- Ada hubungan sumbangan protein dengan status gizi anak SD
Sumbangan Energi dan
Protein Sarapan Pagi
Status Gizi Presasi Belajar