Upload
phungthuy
View
223
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Jenis-Jenis Paduan Perunggu
Tembaga (copper) adalah suatu logam berwarna kemerahan, dengan struktur
kristal FCC (Face Cubic Centered) dengan a = 3,607 Ao mempunyai temperatur
lebur (boiling point) 1083,4°C dengan berat jenis 8900 kg/cm3 (sedikit lebih tinggi
dari baja (ferro) yang memiliki berat jenis sebesar 7870 kg/cm3) dan Ultimate
strengthnya 30–40 MPa. Bersifat lunak, dapat dibengkokkan (bending) dan dapat
dirol (rolling). Elemen-elemen tambahan yang terkandung didalam tembaga sedikit
sekali hanya adanya oksigen (O2) dalam bentuk CuO2, dalam perdagangan tembaga
kandungan CuO2 berkisar antara 0,03 - 0,04%. Hadirnya CuO2 dalam larutan
tembaga justru menambah sifat yang baik yaitu sifatnya ulet (thoughnes), sifat fisis
yang sangat baik yaitu sifat tahan korosi dari udara melalui formasi dari suatu lapisan
oksida karena terjadinya lapisan pelindung yang berwarna hijau, yaitu CuSO4 dan
3Cu(OH)2, daya hantar listrik, heat transier/daya hantar panas, karenanya dalam
keadaan murni tembaga dipakai untuk alat-alat listrik.
Tembaga yang masih murni sukar dikerjakan dengan alat pemotong tapi mudah
sekali diubah bentuk dalam keadaan dingin dengan ditempa, digiling atau
diregangkan. Melalui pengerjaan dingin kekuatan tembaga murni akan meningkat
kekuatannya sampai 450 N/mm2. Tembaga yang telah mengeras akibat pembentuk
dalam keadaan dingin dapat dilunakkan kembali melalui pemanasan dengan suhu
antara 300-700 Co. Tembaga mempunyai sifat tuang yang jelek, karena tembaga
dalam keadaan cair mudah sekali menyerap gas-gas terlarut, dimana pada waktu
membeku gas-gas tersebut akan terlepas dan menyebabkan banyak rongga gas dan
berpori (Indiyanto, 2003).
Tembaga (Cu) merupakan logam non ferro yang banyak digunakan sebagai
paduan. Paduan tembaga ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas tembaga dan
untuk keperluan kostruksi mesin-mesin dan transmisi building industri dengan
memakai standar dari The American Institute of Metals (AIM) di USA. Salah satu
contoh logam paduan tembaga adalah perunggu (Setyawan, 2006).
5
Perunggu merupakan suatu paduan dari logam yang berbasis tembaga dengan
timah sebagai aditif utama. Beberapa paduan perunggu, memiliki fosfor, mangan,
alumunium, atau silikon sebagai bahan paduan utama. Perunggu biasanya kuat,
tangguh, dan tahan korosi dengan konduktivitas listrik dan termal yang tinggi.
Perunggu yang paling umum digunakan dalam aplikasi bushing dan bantalan.
Perunggu hanya mengoksidasi dangkal, lapisan oksida yang tipis melindungi
logam dari korosi. Tembaga berbasis paduan memiliki titik lebur yang lebih rendah
dari baja atau besi, dan lebih mudah diproduksi. Perunggu pada umumnya lebih berat
dari baja sekitar 10 persen, meskipun paduan menggunakan aluminium atau silikon
mungkin akan sedikit kurang padat. Perunggu tahan korosi (terutama korosi air laut)
dan kelelahan lebih baik dari pada baja dan juga menghantarkan panas dan listrik
lebih baik daripada kebanyakan baja (Indiyanto, 2003).
2.1.2 Diagram Phase Perunggu
Paduan timah putih yang larut dalam tembaga hampir sama dengan seng yang
larut dalam tembaga. Dalam Gambar 2.1 diperlihatkan sistem biner untuk diagram
equilibrium dari dua paduan yaitu antara timah putih dengan tembaga :
Gambar 2.1. Diagram Equilibrium Sistem Biner Paduan Cu-Sn (Vlack, 1986)
6
Pada gambar dibawah menunjukkan diagram Cu-Sn. Ada delapan fasa yaitu α,
β, γ,δ,η,ε,ξ dan fasa Sn. Fasa α merupakan struktur FCC (Face Cubic Centered) pada
520 ºC larut pada 15,8 % Sn dan kemampuan untuk melarut dari timah putih dengan
prosentase diatas 13,5 selama terjadi proses pembekuan dimana akan terbentuk
phase , pada temperatur dibawah akan terbentuk phase + (eutectoid phase) akan
terjadi. Pada paduan ini phase yang terbentuk merupakan phase yang larut pada
kondisi padat tetapi lebih lunak. Akan tetapi untuk phase mempunyai sifat terlalu
keras dan getas.
Di samping itu prosentase timah putih antara 5-15 memiliki jarak temperatur
yang relatif lama yaitu diatas 400o C. Dengan proses pembekuan yang panjang,
paduan ini cukup menyebabkan kenaikan kekerasan dan meningkatkan kekuatan cor.
Gambar 2.2. Diagram Equilibrium Sistem Biner Paduan Cu-S i
Sumber : http://astamuse.com
7
Menurut Surdia dan Chijiiwa (1982) beberapa jenis perunggu (bronze)
tergantung dari unsur utama paduannya :
1) Perunggu timah (Tin Bronze),
Perunggu timah (Sn), yaitu perunggu tuang dari Cu ditambah 10%, 14%, atau
20% Sn tanpa campuran tambahan lain. Bahan itu digunakan untuk patung, senjata
canon, dan alat-alat music seperti (lonceng, gamelan, sibal drum dll) yang harus
mempunyai syarat tinggi terhadap korosi dan ketangguhan (10% Sn). Selain itu pada
bantalan harus mempunyai syarat-syarat tinggi untuk sifat luncur (14% Sn) dan
untuk bantalan-bantalan tekan dengan syarat tinggi untuk kekerasan (20 % Sn )
2) Perunggu Fosfor
Mempunyai 1,5 % sampai 10 % timah putih dan selain itu fosfor (P) dalam
persentase yang sangat kecil, yaitu setinggi-tingginya 0,3 % campuran ini dahulu
dinamakan perunggu Fosfor. Dipakai untuk, batang-batang, kawat, plat, dan pipa.
3) Perunggu Seng(Zn)
Perunggu seng ialah : perungu tembaga timah dengan tambahan seng 2 % - 7
%. Bahan itu dipakai terutama untuk bantalan-bantalan (campuran tuang).
4) Perunggu Alumunium (Aluminiun Bronze)
Disamping komposisi elemen Cu dan Sn, masih terdapat elemen aluminium
(A1) sampai 9,8%, dimana dalam produksi kadar aluminium antara 5-11%.
Perunggu dua zat (Al dan Ni) tahan korosi terhadap bahan kimia tertentu karena itu
dipakai untuk perlengkapan kimia. Perunggu Alumium memiliki sifat-sifat yang
kurang baik, jadi tidak banyak dipakai kecuali di negeri-negeri yang kurang akan
timah
5) Perunggu Silikon (Silikone Bronze)
Mengandung 4-5% Si dan akan menambah daya tahan ( resistensi ) terhadap
asam ( acid ), memungkinkan untuk dibuat rol berbentuk batangan panjang sampai
diameter 1/4" - 2" in. Bersifat akan menjadi keras apa bila mengalami pengerjaan
dingin (work hardenable) dan merupakan bronze yang mempunyai tahanan tarik dan
kekerasan yang paling baik diantara bronze yang lain. Sifat mekanisnya setara
dengan baja lunak (baja karbon rendah, mild steel) sedangkan sifat ketahanan
korosinya setara dengan logam tembaga. Banyak dipakai untuk tanki, bejana tekan
(pressure vessel), marine construction, dan pipa tekan hidrolik.
8
2.2 Pengecoran Logam
Pengecoran merupakan suatu proses manufaktur untuk membuat atau
menghasilakan produk, dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian
di tuangkan kedalam rongga cetakan yang memiliki bentuk geometri mendekati
bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat. Tujuan dari pengecoran adalah untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dan ekonomis, yang bebas cacat dan sesuai
dengan kebutuhan seperti kekuatan, keuletan, kekerasan, dan ketelitian dimensi
(Hermawan,2003).
Proses pengecoran merupakan proses pencairan logam yang selanjutnya
dituangkan ke dalam rongga cetakan dan dibiarkan membeku, sehingga akan
terbentuk suatu model yang sesuai dengan bentuk dan pola cetakan. Proses
pengecoran ini adalah proses yang memberikan fleksibilitas dan kemampuan yang
tinggi sehingga merupakan proses dasar yang penting dalam pengembangan industri
(Suhardi dan Chijiiwa,1982).
Pengecoran logam adalah proses penuangan secara langsung logam cair yang
didapat dari biji besi kedalam cetakan. Coran sendiri berarti logam yang dicairkan
dan dituang kedalam cetakan, kemudian didinginkan dan membeku. Pembuat produk
coran, dilakukan melalui proses-proses seperti: pencairan logam, pembuatan cetakan,
persiapan, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran dan pembersihan
coran (Surdia dan Chijiiwa,1982).
Proses pengecoran logam dalam usaha menghasilkan suatu produk benda
coran yang berkualitas baik dengan komposisi yang dikehendaki maka ada beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu: bahan baku coran, komposisi bahan baku, kualitas
pasir cetak (bila menggunakan cetakan pasir), sistem peleburan, sistem penuangan
dan pengerjaan akhir dari produk coran (Surdia dan Chijiiwa,1982).
2.3 Metode Pengecoran
Proses pengecoran diawali dengan peleburan logam didalam tungku peleburan.
Logam yang sudah mencair lantas dituang kedalam cetakan yang sudah di persiapkan
sesuai dengan produk yang akan dibuat. Penuangan logam cair ke dalam rongga
cetakan, akan terjadi rangkaian kejadian dalam cetakan tersebut. Pada umumnya
proses pembekuan akan terjadi pada dinding cetakan (logam cair pada dinding
9
cetakan) dan menuju pusat coran. Setelah pemadatan selesai akan terjadi proses
pendinginan sampai mencapai suhu kamar (amblent). Rangkaian kejadian selama
proses pembekuan dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, keseragaman dan komposisi
kimia dari struktur logam yang terbentuk. Faktor-faktor yang penting adalah jenis
metal, sifat thermal dari metal dan cetakan, geometris volume, luasan permukaan
coran dan bentuk cetakan (Surdia dan Saito, 1985). Kecepatan laju pendinginan akan
merambat dari dinding cetakan menuju tengah coran. kristal-kristal diantara
permukaan cairan logam yang telah mendingin, tumbuh ke bagian tengah coran yang
membentuk kristal kolom panjang dengan arah melebar (Brown, 1999), sehingga
dalam coran akan sulit diperoleh kekerasan coran yang seragam, karena keseragaman
butir kristal coran, akan dipengaruhi oleh keseragaman laju pendinginan selama dan
setelah pembekuan diantaranya besar kecilnya, berat jenis dan permeabilitas cetakan
yang digunakan.
Keunggulan pengecoran antara lain :
Bentuk : Sederhana (simetris) –rumit (rongga) dan Presisi: longgar-ketat
Produk : Sebuah–massa (banyak)
Berat/Ukuran : Ons-Ton
Finishing Proses : minimum, sehingga mengurangi biaya dan waktu proses
Kelemahan pengecoran antara lain :
Kekuatan kurang, karena terbentuk struktur dendrit pada metal cor (ferrous dan
non ferrous).
Diperlukan proses Heat Treatment untuk memperbaiki sifat mekanis (cetakan
pasir atau logam).
Cacat yang kecil (pin hole, shrinkage, dll) dapat berpengaruh besar pada sifat
mekanis.
2.4 Teknik-Teknik Pengecoran Logam
Berikut adalah teknik-teknik dalam pengecoran:
2.4.1 Pengecoran Cetakan Pasir (Sand Casting)
Pengecoran menggunakan cetakan pasir merupakan teknik pengecoran tertua di
dunia. Teknik pengecoran cetakan pasir ini sampai sekarang masih banyak
10
digunakan karena biaya produksi yang murah dan dapat memproduksi benda cor
dengan kapasitas yang banyak.
Cetakan pasir menurut (Astika, et.al, 2010) adalah cetakan yang terbuat dari
pasir yang diberi bahan pengikat. Pasir yang paling banyak digunakan adalah pasir
silika, baik pasir silika dari alam maupun pasir silika buatan dari kwarsit. Bahan
pengikat yang paling banyak digunakan adalah bentonit. Cetakan pasir yang
digunakan pada pengecoran logam bukan besi (logam non ferrous) selain magnesium
menggunakan campuran sebagai berikut:
1. Pasir silika
2. Bentonit : 16%
3. Graphite : 2%
4. Corn flour : 0,5%
5. Kadar air : 4-5%
Campuran cetakan pasir ini memiliki kekuatan tekan basah (green compressive
strength) sebesar 0,55 sampai 0,7 kg/cm2 dan permeability sebesar 25 sampai 35
cm3/min. ( Bunga, 1981).
Pasir yang digunakan untuk cetakan harus memiliki sifat-sifat tertentu untuk
menghasilkan benda tuang yang baik . Menurut (Astika, et.al, 2010) sifat-sifat itu
antara lain :
Gambar 2.3 Pengecoran dengan cetakan pasir (sand casting)
Sumber : http://dtresource.com
11
1. Mempunyai sifat mampu bentuk yang baik. Pasir cetak harus dengan mudah
dapat dibentuk menjadi bentuk-bentuk cetakan yang diharapkan, baik
cetakan berukuran besar maupun cetakan berukuran kecil.
2. Permeabilitas yang cocok. Permeabilitas dapat diartikan sebagai
kemampuan cetakan untuk mengalirkan gas-gas dan uap air yang ada di
dalamnya keluar dari cetakan
3. Distribusi dan besar butiran yang sesuai . Ukuran butiran pasir harus sesuai
dengan permukaan yang dihasilkan. Butiran kasar berbentuk tidak teratur
sehingga memiliki kekuatan yang tidak memadai. Butiran pasir yang terlalu
halus mengakibatkan gas tidak meresap, sehingga membuat coran
mengalami porositas akibat udara yang terperangkap didalam benda cor.
4. Tahan panas terhadap suhu logam cair yang dituang. Dalam hal ini pasir
tidak boleh mengalami proses sinter (sintering), yaitu butiran melekat satu
sama lain karena bagian permukaan butiran meleleh meskipun bagian dalam
masih padat
5. Mampu dipakai lagi. Setelah proses pengecoran selesai, cetakan harus dapat
dibongkar dengan mudah dan pasirnya dapat dipakai berulang-ulang supaya
ekonomis
6. Mempunyai kekuatan yang baik.
7. Harga yang murah dan mudah didapat
Menghindari cacat yang diakibatkan penuangan suhu yang tidak tepat pada
proses penuangan maka dapat dilihat pada table suhu-suhu penuangan logam :
Jenis logam Temperatur penuangan oC
Bronze 1100 – 1250
Kuningan 950 – 1100
Besi cor 1250 – 1450
Baja tahan karat 1700 – 1750
Alumunium 600 – 700
Baja cor 1500 – 1550
Sumber : (Dwiyanto, 2010)
Tabel 2.1 Macam-macam temperature penuangan logam cair kedalam cetakan
12
Pasir cetak yang lazim digunakan didalam industri pengecoran adalah sebagai
berikut:
1. Pasir Silika
Pasir silika didapat dengan cara menghancurkan batu silika, kemudian disaring
untuk mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan.
Keunggulan pasir silica :
a. Tahan pada suhu tinggi tanpa terjadi penguraian.
b. Harga yang murah.
c. awet dan butirannya mempunyai bermacam bentuk.
Kelemahan pasir silica
a. Angka memuai yang tinggi.
b. Memiliki kecendrungan untuk melebur menjadi satu dengan logam.
c. Karena kandungan debu yang tinggi sangat berbahaya bagi kesehatan.
2. Pasir Zirkon
Pasir Zirkon berasal dari pantai timur australia yang mempunyai daya tahan api
yang efektif .
3. Pasir Olivin
Pasir Olivin didapat dengan cara menghancurkan batu yang membentuk
2MgO, SiO2 dan 2FeO.SiO2. Pasir olivin mempunyai daya hantar panas yang lebih
besar dibanding pasir silika.
Menurut Wibowo (2011) menjelaskan bahwa cetakan pasir dapat dibagi
menjadi :
a). Cetakan pasir basah
Proses pembuatan cetakan pasir basah adalah dengan mencampur pasir dan
tanah liat dengan presentase yang diperlukan, namun kualitas yang superior biasanya
dicapai ketika tanah liat berkualitas ditambahkan pada pasir kuarsa murni, yaitu 2%
sampai dengan 3% air dan melalui pencampuran didapatkan campuran pasir yang
sudah siap diubah dan dicetak. Kata “basah” dalam cetakan pasir basah berarti pasir
cetak itu masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke
cetakan itu
13
Kelemahan cetakan pasir basah :
1. Kekuatan rendah sehingga berat logam yang dicor terbatas:
2. Ada beberapa logam yang tidak dapat dicor apabila cetakannya
mengandung air.
3. Terbatas pada bentuk yang tidak terlalu rumit.
4. Ketelitian (accuracy) ukuran dan permukaan akhir benda cor kurang
memuaskan. Contohnya : Ketelitian untuk benda kecil / tipis ± 0,40 mm²
dan yang besar dari ± -1,60 mm² sampai dengan 2,40 mm².
5. Tidak dapat untuk coran yang tipis (<5 mm).
Campuran / komposisi pasir cetak basah:
1. Butir pasir kering 78 – 99 %.
2. Lempung – bentonite 6 – 15 %.
3. Air 4 – 6 %.
4. Bahan imbuh / tambah 1 %. Misalnya gula tetes
Cetakan basah bahan – bahan yang utama adalah : pasir, bentonite dan air.
Ketiga bahan inilah yang membentuk suatu ikatan yang kuat seperti yang dijelaskan
sebagai berikut.
Lempung (bentonite) diperlukan karena:
1. Menghasilkan daya ikat yang tinggi.
2. Menjadi liat bila basah, sehingga mudah diberi bentuk.
3. Menjadi keras setelah dikeringkan.
Fungsi air yaitu butiran lempung tidak akan dapat mengikat butiran pasir
dengan kuat bila tidak dibasahi oleh air dahulu. Air disini berfungsi untuk
menghasilkan ikatan tertentu dan untuk memberikan lempung keliatan tertentu.
b). Cetakan pasir kering
Cetakan pasir kering, dibuat dengan menggunakan bahan pengikat tanah liat,
kemudian cetakan dikeringkan dalam sebuah oven atau dengan bantuan panas lain
sehingga cetakan benar-benar kering. Pengeringan cetakan dalam oven dapat
memperkuat cetakan dan mengeraskan permukaan rongga cetakan. Cetakan pasir
kering menghasilkan benda - benda coran yang sangat bersih dan sedikit gas yang
dihasilkan. Hal ini merupakan suatu metode yang lebih aman, terutama pada
pengecoran dengan suhu yang lebih tinggi.
14
2.4.2 Teknik Pengecoran Gravitasi
Pengecoran gravitasi adalah proses pengecoran dimana logam cair yang
dituangkan ke dalam saluran cetakan masuk secara gravitasi, karena tekanan
gravitasi cairan logam tersebut mengisi ke seluruh ruang dalam rongga cetakan.
Metode pengecoran ini berbeda dengan pengecoran cetak, dimana tidak
dipergunakan tekanan kecuali tekanan yang berasal dari tinggi cairan logam dalam
cetakan. Bahan utama cetakan dipakai baja khusus atau besi cor paduan. Metode ini
dapat membuat coran yang mempunyai ketelitian dan kulaitas tinggi. Tetapi biaya
pembuatan cetakan cukup tinggi.
Logam cair yang dituangkan didinginkan secara cepat oleh cetakan logam.
Timbul beberapa persoalan teknik yaitu bagaimana cara mengatur proses
pembekuan. Dikatakan bahwa coran yang mempunyai kualitas dan ketelitian yang
tinggi bisa dibuat dengan jalan pengaturan komponen dan temperatur logam cair,
bahan, ketebalan dinding, bahan pelapis dan temperature dari cetakan. Berbagai
macam sifat dari cetakan logam diperlukan yaitu ketahanan aus yang baik, pemuaian
termis rendah, ketahanan lelah pada temperatur tinggi dan sebagainya. Pemberian
bahan pelapis pada permukaan cetakan, agar memudahkan proses pembebasan
cetakan dan mengurangi keausan cetakan serta menurunkan kecepatan pendinginan
logam cair sehingga terhindar dari cacat-cacat. Bahan yang dipergunakan untuk
cetakan ini adalah besi cor yang mempunyai kualitas baik yang mengandung fosfor
dan sedikit belerang. Umur cetakan umumnya beberapa puluh ribu kali pengisian
kalau dipakai untuk membuat coran dari besi cor. Cetakan menggunakan bahan
anorganik yang bersifat tahan api, seperti tanah lempung atau grafit untuk melapisi
permukaan cetakan, tetapi kalau dipakai untuk paduan yang mempunyai titik cair
tinggi seperti besi cor, maka lapisan permukaan dan lapisan penyelesaian yang
melindungi cetakan logam haruslah dibuat secara hati- hati sekali (Surdia dan
Chijiiwa, 1982).
15
2.4.3 Permanent Mold Casting
Jenis pengecoran ini , cetakannnya dapat dipakai berulang kali (terbuat dari
logam dan grafit). Pengecoran ini dikhususkan untuk pengecoran logam non ferrous
dan paduan. Kualitas pengecoran ini tergantung dari kualitas mold, umumnya
dikerjakan dengan masin untuk mendapatkan kualitas yang bagus maka dikerjakan
dengan mesin yang memiliki keakuratan yang tinggi (Suhardi,1987)
2.4.4 Pengecoran Cetak Tekan (Die Casting)
Die casting adalah salah satu metode pengecoran dengan menggunakan
cetakan logam, dan metode ini adalah cara tercepat untuk memproduksi benda
casting dengan akurasi yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan pengecoran
Gambar 2.4 Teknik pengecoran gravitasi
Sumber : http://www.learneasy.info
Gambar 2.5 Permanent Mold Casting
Sumber : http://www.aurorametals.com
16
dengan cetakan pasir (Wardoyo,dkk, 2011). Berdasarkan pada bagaimana logam cair
diinjeksikan/ditekan ke dalam cetakan, die casting dibedakan atas :
a). Cold Chamber Process
Logam dicairkan di luar mesin die casting dan dituang ke dalam wadah
(chamber) yang tidak dipanaskan, digunakan sebuah piston untuk mengalirkan
logam cair ke dalam cetakan dengan tekanan yang lebih tinggi antara 14-140 MPa.
Umumnya digunakan untuk paduan logam dengan titik lebur tinggi seperti:
aluminium, magnesium dan tembaga.
b). Hot Chamber Process
Logam dicairkan dalam suatu wadah (chamber) yang tergabung dalam mesin
die casting, sebuah piston digunakan untuk menekan logam cair ke dalam cetakan
dengan tekanan yang tinggi, 7-35 MPa. Tekanan yang diberikan pada logam cair
sampai dengan logam cair membeku di dalam cetakan. Proses ini umumnya
digunakan untuk paduan logam dengan titik lebur rendah seperti: seng, timah, dan
timbal.
Gambar 2.6 Teknik Die Casting
Sumber : http://www.learneasy.info
17
2.4.5 High Pressure Die Casting(HPDC)
Pengecoran logam dengan metode High Pressure Die Casting (HPDC) adalah
metode pengecoran dengan cara menginjeksikan cairan logam kedalam rongga
cetakan dengan kecepatan dan tekanan tertentu menggunakan mesin HPDC. Cetakan
yang digunakan berbahan dasar baja karbon (Mansur. 2008)
High Pressure Die Casting (HPDC) merupakan salah satu jenis dari
pengecoran dengan tekanan dimana logam cair dibekukan pada tekanan yang tinggi
diantara cetakan (dies) dan piston hidrolik pada ruang tertutup. Proses pengecoran ini
pada dasarnya mengkombinasikan antara proses pengecoran dan proses penempaan
(akibat adanya tekanan) (Surdia dan Chijiiwa, 1982)
Parameter utama proses pengecoran dengan tekanan adalah :
a). Temperatur tuang
b). Temperatur cetakan
c). Tekanan
d). Komposisi logam cairan
e). Volume logam cairan
Pengaruh dari masing-masing parameter tersebut akan mempengaruhi terhadap
sifat fisik dan mekanik benda yang dicor seperti ukuran butir, porositas, kekerasan,
dan kekuatan tarik.
Gambar 2.7 Hot Chamber Process
Sumber : http://www.learneasy.info
18
Pemberian tekanan pada logam cair menyebabkan terjadinya perpindahan
panas yang cepat, sehingga akan menghasilkan produk dengan ukuran butir yang
halus dan porositas dapat diminimalisir. Struktur mikro produk hasil pengecoran
HPDC lebih padat dan homogen apabila dibandingkan dengan pengecoran dengan
proses lain .
2.4.6 Kelebihan dan Kelemahan Masing-Masing Teknik Pengecoran
Setiap teknik pengecoran memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda satu
dengan yang lainnya (Surdia dan Chijiiwa, 1982) seperti :
1. Pengecoran cetakan Pasir
Kelebihan cetakan pasir
a. Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja,
nikel dan titanium
b. Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran
besar
c. Jumlah produk yang dihasilkan dari satu sampai jutaan
Kelemahan cetakan pasir
a. Permukaan benda cor kurang halus
b. Mudah terjadi cacat pada hasil pengecoran seperti porositas.
Gambar 2.8 High Pressure Die Casting(HPDC)
Sumber : http://www.learneasy.info
19
2. Teknik Pengecoran Gravitasi
Kelebihan pengecoran gravitasi
a. Ketelitian ukuran sangat baik kalau dibandingkan dengan pengecoran
pasir sehingga tambahan ukuran untuk penyelesaian dapat dikurangi.
Oleh karena itu mungkin membuat coran yang lebih ringan.
Selanjutnya permukaan coran sangat halus.
b. Struktur yang rapat dapat dihasilkan dengan cara ini, oleh karena itu
sifat-sifat mekanik dan sifat tahan tekanan sangat baik bila
dibandingkan dengan coran yang dibuat pada cetakan pasir.
c. Mekanisasi dari proses adalah mudah dan produktivitas tinggi apabila
dibandingkan dengan cetakan pasir. Cara ini sangat cocok untuk masa
produksi.
Kekurangan pengecoran gravitasi
a. Cara ini tidak sesuai untuk jumlah produksi yang kecil disebabkan
tingginya biaya cetakan logam
b. Sukar untuk membuat coran yang berbentuk rumit.
c. Pembetulan cetakan logam sukar dan mahal, oleh karena itu perubahan
rencana pengecoran adalah sukar. Rencana pengecoran harus cukup
dipelajari sebelum pembuatan cetakan logam.
d. Dalam banyak hal, coran besi memerlukan pelunakan. Coran paduan
tembaga terbatas pada jenis bahannya dan umumnya mempunyai berat
yang terbatas
3. Permanent Mold Casting
Kelebihan cetakan permanen mold casting
a. Produksi Tinggi
b. Cetakan dapat dipakai berulang kali
c. Dalam operasinya tidak diperlukan tenaga ahli
d. Ketelitian produk lebih baik daripada sand casting
e. Tidak memerlukan proses lanjutan
Kekurangan cetakan permanen mold masting
a. Harga cetakan mahal
b. Perlu perhitungan yang tepat dalam mengerjakan cetakan
20
c. Cetakan untuk satu macam produk
d. Ukuran produk kecil dan sederhana
e. Tidak dapat mengecor baja
4. Pengecoran Cetak Tekan (Die casting)
Kelebihan pengecoran cetak tekan (die casting)
a. Ukuran dan bentuk benda sangat tepat
b. Jarang menggunakan proses finishing
c. Baik untuk produksi massal
Kekurangan pengecoran cetak tekan (die casting)
a. Harga mesin dan cetakan mahal
b. Bentuk benda kerja sederhana
c. Benda kerja harus segera dikeluarkan
d. Berat dan ukuran produk terbatas
e. Umur cetakan menurun
5. Pengecoran HPDC (High Pressure Die Casting)
Keunggulan pengecoran HPDC (High Pressure Die Casting).
a. prosesnya yang tidak rumit
b. efisien dalam penggunaan bahan baku
c. dapat menghasilkan produk dengan ketelitian dimensi yang tinggi
d. memiliki potensi yang tinggi untuk digunakan pada dunia industri
dengan produksi yang tinggi
Kelemahan pengecoran HPDC (High Pressure Die Casting)
a. biaya investasi yang cukup tinggi karena pada pengecoran ini
dibutuhkan cetakan logam yang kuat, mesin penekan hidrolik dengan
kapasitas yang tinggi, dan mekanisme pengisian dan penekanan yang
serempak
b. pada proses pengecoran ini juga sulit untuk menghasilkan produk yang
bentuknya relatif komplek
c. Umur cetakan juga akan berkurang seiring dengan frekuensi
penggunaan.
21
2.5 Cacat-Cacat Pada Hasil Pengecoran
Pada proses pengecoran, ada beberapa jenis cacat pada hasil akhir produk
pengecoran. Kualitas produk hasil-hasil pengecoran, dapat dinilai memiliki kualitas
yang baik jika produknya hampir tidak ada cacat.
Pada proses pengecoran dilakukan dengan beberapa tahap mulai dari
menyiapkan cetakan, proses peleburan, penuangan dan pembongkaran.
Menghasilkan produk coran yang baik maka semuanya harus direncanakan dan
dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hasil coran sering terjadi cacat, cacat yang terjadi
pada coran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Desain atau pola dari cetakan
2. Komposisi paduan logam
3. Proses peleburan dan penuangan
4. Temperatur penuangan
5. Sistem saluran masuk dari cairan logam
6. Laju pendinginan
2.5.1 Jenis-Jenis Cacat Pengecoran
Menurut (Lampman, 2009) cacat-cacat pengecoran terdiri dari 6 jenis cacat
seperti :
1. Porositas
Porositas dapat terjadi karena terjebaknya gelembung-gelembung gas pada
logam cair ketika dituangkan ke dalam cetakan . Porositas pada produk cor dapat
menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada
penuangan logam adalah gas hidrogen (Budinski, 1996).
Porositas oleh gas hidrogen dalam paduan akan memberikan pengaruh yang
buruk pada kekuatan, serta kesempurnaan dari benda tuang tersebut. Penyebab
porositas antara lain kontrol yang kurang sempurna terhadap absorbsi gas oleh
paduan, pegeluaran gas dari dalam logam karena interaksi antara gas dengan logam
selama peleburan dan penuangan, perbedaan suhu yang sangat tinggi antara cetakan
dengan logam cair yang dituang. Proses pembekuan diawali pada bagian logam cair
yang lebih dahulu mengenai dinding cetakan. Disebabkan oleh suhu dinding cetakan
yang sangat rendah dibandingkan dengan suhu logam cair. Pembekuan yang cepat
22
dan proses pendinginan yang tidak merata mengakibatkan sejumlah gas
terperangkap, sehingga terbentuk pori. Porositas oleh gas dalam benda cetak paduan
aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang buruk pada kesempurnaan dan
kekuatan dari benda tuang tersebut. Cacat ini dapat dihindari dengan penuangan
logam yang cukup temperature, mengontrol jumlah gas yang dihasilkan oleh material
(pengurangan unsur Si dan P akan sangat membantu) (Firdaus, 2002).
Cacat pengecoran logam yang terjadi karena gas terlarut dalam logam cair dan
terjebak pada proses solidifikasi disebut porositas gas, dan cacat pengecoran dapat
terjadi karena penyusutan disebut porositas penyusutan (shrinkage) (Suprapto 2007).
a). Cacat porositas gas
Wibowo(2011) menyatakan. Cacat porositas gas disebabkan karena adanya
pembentukan gas ketika logam cair dituangkan. Cacat porositas gas berbentuk bulat
akibat tekanan gas ini pada proses pembekuan. Ukuran cacat porositas gas sebesar ±
2 mm sampai 3 mm, lebih kecil bila dibandingkan dengan cacat porositas shrinkage.
Bentuk cacat gas seperti yang terlihat pada gambar berikut:
b). Cacat porositas shrinkage
Cacat porositas shrinkage mempunyai bentuk yang tidak bulat (irregular)
seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.8. Ukurannya lebih besar jika dibandingkan
dengan cacat porositas gas. Penyebab adanya cacat porositas shrinkage adalah
adanya gas hidrogen yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan, gas
yang terbawa dalam logam cair selama proses peleburan, dan pencairan yang terlalu
lama
Gambar 2.9 Porositas gas
Sumber : Wibowo (2011)
23
2. Hot Tears and Cracks
Hot tears adalah cacat berupa retakan yang terjadi selama pembekuan akibat
tekanan berlebih pada pembekuan logam karena berkembangnya arus panas yang
tinggi .
Crack adalah retak yang terjadi selama tahap pendinginan pada pengecoran
setelah pembekuan selesai karena penyusutan yang tidak seimbang.
3. Inclusion
Inclusion adalah kehadiran material asing dalam strukturmikro benda cor ,
material tersebut dapat berasal dari tungku waktu pembakaran, dari cetakan waktu
penuangan material kecetakan atau dari material itu sendiri.
Gambar 2.10 Porositas shrinkage
Sumber : Wibowo (2011)
Gambar 2.11 Hot tear and Crack
Sumber : http://keytometals.com
24
4. Misruns
Misruns adalah cacat yg terjadi karena logam cair tidak mengisi seluruh rongga
cetakan sehingga benda cor menjadi tidak lengkap atau ada bagian yg kurang dari
benda cor. Penyebabnya adalah fluiditas logam lebur kurang, temperature tuang
rendah ,dan kecepatan penuangan lambat.
5. Cold Shuts
Cold Shuts adalah dua aliran logam lebur bertemu tetapi kurang terjadi fusi
atau penggabungan antara keduanya sehingga menimbulkan pendinginan yang
premature.
Gambar 2.12 Inclusion
Sumber : http://www.themetalcasting.com
Gambar 2.13 Misruns
Sumber : http://www.themetalcasting.com
25
6. Shrinkage
Shrinkage adanya rongga-rongga dengan permukaan kasar serta dendritic baik
merupakan rongga tunggal yang besar sampai rongga-rongga kecil yang mengumpul
pada lokasi tertentu.
Berikut dapat adalah table cacat-catat yang terjadi beserta penyebab dan cara
mengatasi cacat-cacat yang terjadi pada benda cor :
Tabel 2.2 Cacat-cacat pengecoran
Cacat pengecoran Penjelasan Pencegahan
Porositas Terperangkapnya gas (hidrogen) dalam
logam cair pada waktu proses pengecoran
Penyebab :
1. Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan
2. Gas terserap dalam logam cair dari cetakan.
3. Reaksi logam induk dengan uap
air dari cetakan. 4. Titik cair terlalu tinggi dan waktu
pencairan terlalu lama
1. Pemanasan Cetakan
2. Penghilangan
dengan fluks,
terutama fluorida
dan klorida dari
logam alkali tanah.
3. Pencairan Ulang
4. Temperatur tuang
yang sesuai
Hot Tears and
cracks
1. Hot tears adalah cacat berupa
retakan yang terjadi selama
pembekuan akibat tekanan
berlebih pada pembekuan logam
karena berkembangnya arus
1. Isi cetakan secepat
mungkin
2. Ubah saluran
penuangan
3. Modifikasi desain
Gambar 2.14 Cold shut
Sumber : http://www.themetalcasting.com
26
panas yang tinggi
2. Crack adalah retak yang terjadi
selama tahap pendinginan pada
pengecoran setelah pembekuan
selesai karena penyusutan yang
tidak seimbang.
cetakan dengan
menghindari transisi
tajam diantara
bagian tipis dan tebal
Inclusion Inclusion adalah kehadiran
material asing dalam
strukturmikro benda cor , material
tersebut dapat berasal dari tungku
waktu pembakaran, dari cetakan
waktu penuangan material
kecetakan atau dari material itu
sendiri.
1. Penyaringan
material.
2. Menghindari aliran
logam dalam sistem
pengecoran yang
dapat mengikis
cetakan .
Misruns Cacat yang terjadi karena logam cair
tidak mengisi seluruh rongga cetakan
sehingga benda cor menjadi tidak
lengkap atau ada bagian yang kurang dari
benda cor
Penyebab :
1. Ketidakseragaman benda cor, sehingga mengganggu aliran dari logam cair.
2. Benda cor terlalu tipis dan temperatur terlalu rendah.
3. Kecepatan penuangan yg terlalu lambat.
4. Lubang angin yang kurang pada
cetakan
1. Temperatur tuang
jangan terlalu tinggi.
2. Kecepatan
penuangan yang
tinggi.
3. Jumlah saluran harus
ditambah dan logam
cair harus diisikan
secara seragam dari
beberapa tempat
pada cetakan.
4. Lubang angin harus
ditambah dan pada
inti harus cukup.
Cold Shuts dua aliran logam lebur bertemu tetapi
kurang terjadi fusi atau penggabungan
antara keduanya sehingga menimbulkan
1. Tuangkan secepat
mungkin
2. Desain sistem
27
pendinginan yang premature. saluran cairan ,untuk
mengisi saluran
cetakan tanpa
gangguan
3. Panaskan cetakan
4. Menghindari
pengecoran yang
panjang dan tipis
Shrinkage Adanya rongga-rongga dengan
permukaan kasar serta dendritic baik
merupakan rongga tunggal yang besar
sampai rongga-rongga kecil yang
mengumpul pada lokasi tertentu
Penyebab :
1. Perbedaan ketebalan benda cor
yang terlalu besar.
2. Terdapatnya bagian tebal yang
tidak dapat dialiri logam cair
secara utuh.
3. Saluran masuk dan penambah
tidak mendukung adanya
solidifikasi progesif.
4. Saluran masuk dan penambah
yang kurang banyak.
5. Saluran masuk dan penambah
yang salah dalam peletakannya
dan terlalu kecil.
1. Digunakan
pembekuan
mengarah sehingga
penambah dapat
bekerja secara
efektif.
2. Penggunaan cil yang
dimaksudkan agar
terjadi pembekuan
mengarah dan
pengaruh penambah
meningkat.
3. Daerah pengisian
yang efektif dari
penambah.
Sumber : ( Casting Design and Performance 2009 )
28
2.6 Pengujian Spesimen
Pada penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dari pengecoran paduan
perunggu timah putih (CuSn) dan paduan perunggu silikon (CuSi) baik itu
karakteristik porositas, dan sifat mekanik (sifat kekerasan dari material) karena
pengaruh dari laju pendinginan pada pembekuan benda cor. Dilakuan dengan
melakukan pengujian seperti , pengujian besarnya porositas dengan menggunakan
pengukuran densitas , untuk struktur mikronya dan karakteristik porositas dapat diuji
dengan menggunkan Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) dan kekerasan
material dapat diuji menggunakan pengujian kekerasan vickers(HV).
2.6.1 Pengujian Porositas
Pada pengujian porositas dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu:
pengujian menggunkan perhitungan densitas dari spesimen dan dapat dilakukan
mengunakan uji SEM (Scanning Electron Microscopy).
a). Pengujian porositas menggunakan perhitungan densitas
Menurut (Taylor, 2000) porositas yang terbentuk dapat diketahui dengan
melakukan pengukuran densitas dengan menggunakan metode Piknometri dan
perhitungan presentase porositas yang terjadi dapat diketahui dengan
membandingkan densitas sempel material dengan densitas berdasarkan teori.
Densitas adalah besaran fisis yaitu perbandingan massa (m) dengan volume benda
(V). Pengukuran densitas yang materialnya berbentuk padatan atau bulk digunakan
metode Archimedes .Untuk menghitung nilai densitas Sample dan theoritis
digunakan persamaan :
Densitas Sample
Dimana :
a) ρm = Densitas sample (Gram/cm3)
b) ms = Massa sample kering (Gram)
c) mg = Massa sample yang direndam dalam air (Gram)
d) ρH2O = Massa jenis air (1 Gram/cm3)
……………………………………………..(2.1)
29
Densitas teoritis
ρth = ρcu . Vcu + ρSn . VSn (Paduan perunggu timah putih)
ρth = ρcu . Vcu + ρSi . VSi (Paduan perunggu silikon)
a) ρth = Densitas teoritis (Gram/cm3)
b) ρcu = Densitas tembaga (Gram/cm3) (8,92g/m3)
c) ρSn = Densitas timah putih (Gram/cm3) (7,365g/cm3)
d) ρSi = Densitas silikon (Gram/cm3) (2,32g/cm3)
e) Vcu = Fraksi volume tembaga (%)
f) VSn = Fraksi volume timah putih (%)
g) VSi = Fraksi volume silikon (%)
Perhitungan porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari volume
zat padat itu sendiri. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai
porositas terbuka atau apparent porosity,dan dapat dinyatakan dengan persamaan.
a) ρm = Densitas sample (Gram/cm3)
b) ρth = Densitas teoritis (Gram/cm3)
………………(2.2)
………………(2.3)
………………………………………………...(2.4)
Gambar 2.15 Pengukuran densitas
Sumber : Wardoyo, dkk 2011
30
b). Pengamatan karakteristik porositas dan struktur mikro
Pada pengukuran porositas menggunakan perhitungan densitas bertujuan untuk
mencari besarnya porositas yang terjadi akan tetapi karakteristik dari cacat porositas
dan struktur mikro spesimen tidak dapat diketahui. Perlu dilakukan pengujian SEM
untuk mengetahui karakteristik bentuk porositas dan struktur mikro yang terjadi.
Pengujian dilakukan menggunakan uji SEM (Scanning Electron Microscopy).
Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)
SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan salah satu jenis mikroscop
electron yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk
permukaan dari material yang dianalisis. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi
daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa
mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Dibawah ini diberikan perbandingan hasil
gambar mikroskop cahaya dengan elektron (Nugroho,2012).
Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan permukaan benda
atau material dengan berkas electron yang dipantulkan dengan energi tinggi.
Permukaan material yang disinari atau terkena berkar electron akan memantulkan
kembali berkas electron atau dinamakan berkas electron sekunder ke segala arah.
Tetapi dari semua berkas electron yang dipantulkan terdapat satu berkas electron
yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang terdapat di dalam SEM
akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda
atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat menentukan lokasi berkas electron
yang berintensitas tertinggi .
Gambar 2.16 Perbandingan hasil uji SEM
Sumber : https://materialcerdas.wordpress.com
31
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru
yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM.
2.3 Sinyal-sinyal pada alat uji SEM
Sinyal Deteksi
Informasi yang Didapat
Resolusi
Lateral
Kedalaman
dari Informasi
Secondary Electrons
Topografi permukaan, kontras komposisi
5 - 100 nm
5 - 50 nm
Backscattered
electrons
Kontras komposisi,
topografi permukaan , orientasi kristal, domain
magnet
50 - 100 nm
30 - 1000 nm
Specimen
Current
Kontras yang lengkap
ke backscattered dan sinyal secondary electron
50 - 100 nm
30 - 1000 nm
Gambar 2.17 Skema kerja dari SEM
Sumber : https://materialcerdas.wordpress.com
32
(Sumber: Nugroho,2012)
Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut:
1. Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas)
2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel
3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara
kuantitatif dan kualitatif.
Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:
1. Memerlukan kondisi vakum
2. Hanya menganalisa permukaan
3. Resolusi lebih rendah dari TEM
4. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu
dilapis logam seperti emas.
Pada uji SEM (Scanning Electron Microscopy) ini yang diamati adalah struktur
mikro dan porositas yang terjadi akibat variasi dari laju pendinginan pada benda cor.
Laju pendinginan ini dipengaruhi oleh dimensi spesimen serta perbedaan laju
pelepasan panas setiap material. Membahas laju pendinginan, maka ada tiga kajian
yang harus diperhatiakan yaitu : liquid constraction, solidification constraction dan
solid constraction . liquid constraction adalah penyusutan yang terjadi pada logam
cair jika logam cair didinginkan dari temperatur tuang menuju temperatur
pembekuan, solidification constraction adalah transformasi dari logam dalam
keadaan cair menjadi padat, meliputi “
1. Kristalisasi fase cair
2. Terbebasnya gas-gas yang larut pada logam cair
3. Adanya rongga-rongga akibat pengkerutan
4. Terbentuknya porositas
Characteristic x-rays
(primary Fluorescence)
Komposisi elemen, distribusi elemen
0,5 - 2 μm
0,1 - 1 μm
Cathodolumine
-scence
Deteksi fasa nonmetal
dan semikonduksi
33
solid constraction adalah penyusutan yang terjadi selama periode pembekuan
dari temperatur pembekuan ke temperatur ruang. Pada fase solidification
(pembekuan) terbentuk tiga daerah atau zone yaitu Chill zone , Columnar zone dan
Equiaxed zone (Prasetya, 2003)
Chill zone adalah Daerah ini berada paling luar yang mana lebih dipengaruhi
oleh heat removal (kehilangan panas). Struktur ini terbentuk pada kontak pertama
antara dinding cetakan dengan logam cair pada saat dituang ke dalam cetakan.
Dibawah suhu lebur beberapa inti terbentuk dan tumbuh ke dalam cairan. Suhu
cetakan yang mulai naik memungkinkan kristal yang membeku menyebar
meninggalkan dinding karena pengaruh aliran cairan. Apabila suhu penuangan yang
cukup tinggi dimana cairan yang berada tengah-tengah coran tetap diatas temperatur
leburnya sehingga dapat menyebabkan kristal yang dekat dengan daerah tersebut
mencair lagi meninggalkan dinding cetakan. Hanya kristal yang berada pada dinding
cetakan yang tumbuh menjadi chill zone (Prasetya, 2003)
Columnar zone merupakan struktur yang tumbuh setelah gradien suhu pada
dinding cetakan turun dan kristal pada chill zone tumbuh memanjang , kristal-kristal
tersebut tumbuh memanjang berlawanan dengan arah perpindahan panas (panas
bergerak dari cairan logam kearah dinding cetakan yang bertemperatur lebih rendah)
yang disebut dengan dendrit . Setiap kristal dendrit mengandung banyak lengan-
lengan dendrit , jika fraksi volume padat meningkat dengan meningkatnya panjang
Gambar 2.18 Chill zone
Sumber : http://www.substech.com
34
dendrit . Daerah yang terbentuk antara ujung dendrit dan titik dimana sisa cairan
terakhir akan membeku disebut sebagai mushy zone (Prasetya, 2003)
Equiaxed Zone Struktur ini terdiri dari butiran yang bersumbu sama yang arah
acak. Asal dari butiran ini adalah mencairnya kembali lengan dendrit. Bila suhu di
sekitar masih tinggi, setelah cabang dendrit tersebut terlepas dari induknya dan
tumbuh menjadi dendrit yang baru (Prasetya, 2003)
2.6.2 Uji Kekerasan ( Uji Kekerasan Vickers )
Pengujian kekerasan merupakan suatu pengujian yang digunakan untuk
mengetahui harga kekerasan dari suatu material, dimana kekerasan dapat
didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap deformasi permanen oleh
penekanan.
Kekerasan dapat diukur dengan cara pengujian menggunakan alat kekerasan
Vickers (Vickers Hardness Tester). Uji kekerasan vickers menggunakan indentor
piramida intan yang pada dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antar
permukaan-permukaan piramida yang saling berhadapan adalah 1360. Nilai ini
Gambar 2.19 Chill zone,columunar zone dan equiaxed zone
Sumber : http://www.substech.com
35
dipilih karena mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara
diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan brinell (Dieter,
1987).
Angka kekerasan vickers didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan
lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang
diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut:
Dimana :
VHN : Nilai kekerasan Vickers (N/mm2)
P : Beban yang digunakan (N)
d : Diagonal rata-rata (mm)
ϴ : Sudut antara permukaan intan yang saling berhadapan (136o)
Keuntungan uji Vickers :
Skala kekerasan yang kontinyu untuk rentang yang luas , dari yang sangat
lunak dengan nilai 5HV maupun material yang sangat keras dengan nilai 1500HV
karena indentor intan yang sangat keras. Pada uji Vickers beban tidak perlu diubah
dan tidak bergantung pada besar beban indentor . selanjutnya uji vickers dapat
dilakukan pada benda-benda denganketebalan yang sangat tipis samapai 0,006 inci
Kelemahan uji Vickers
Gambar 2.20 Alat uji vickers
…………………………………………..……..(2.6)
………………………………………..(2.5)
36
Pada uji Vickers ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menentukan
nilai kekerasan sehingga jarang digunakan untuk pengujian yang rutin. Memerlukan
persiapan benda uji yang hati-hati dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang
besar pada pengujian ini.