26
18 BAB II DESKRIPSI TEORI 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Electronic Government (E-Government) Reformasi pada dasarnya merupakan suatu gerakan yang menjadikan administrasi sebagai instrumen yang lebih baik dalam mencapai tujuan umum masyarakat. Dengan demikian maka konsekuensinya adalah tersedianya beragam alternatif pilihan terhadap alat (instrumen) untuk mencapai tujuan tersebut. Seiring dengan dibutuhkannya suatu media yang mampu menyajikan pelayanan publik secara cepat, murah, efektif dan efisien sebagai upaya perwujudan administrative reform di sektor publik, maka konsep yang memiliki keterkaitan dengan itu adalah konsep mengenai e-government. Sehingga selanjutnya dalam kerangka teori akan dipergunakan konsep mengenai e-government. E-government sering digambarkan atau dideskripsikan secara cukup beragam oleh masing-masing individu atau komunitas. Definisi yang paling popular diberikan oleh Bank Dunia (Andrianto, 2007:46) sebagai berikut : “E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government”. Pemanfaatan teknologi informasi (seperti Network Area, Internet, dan Komputerisasi) oleh institusi pemerintah yang selanjutnya mendukung transformasi hubungan dengan warga Negara, pelaku bisnis, dan institusi pemerintah lainnya.

BAB II DESKRIPSI TEORI - repository.fisip-untirta.ac.idrepository.fisip-untirta.ac.id/1153/5/BAB II print.pdf · 18 BAB II DESKRIPSI TEORI 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Electronic Government

Embed Size (px)

Citation preview

18

BAB II

DESKRIPSI TEORI

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Electronic Government (E-Government)

Reformasi pada dasarnya merupakan suatu gerakan yang menjadikan

administrasi sebagai instrumen yang lebih baik dalam mencapai tujuan umum

masyarakat. Dengan demikian maka konsekuensinya adalah tersedianya beragam

alternatif pilihan terhadap alat (instrumen) untuk mencapai tujuan tersebut. Seiring

dengan dibutuhkannya suatu media yang mampu menyajikan pelayanan publik secara

cepat, murah, efektif dan efisien sebagai upaya perwujudan administrative reform di

sektor publik, maka konsep yang memiliki keterkaitan dengan itu adalah konsep

mengenai e-government. Sehingga selanjutnya dalam kerangka teori akan

dipergunakan konsep mengenai e-government.

E-government sering digambarkan atau dideskripsikan secara cukup

beragam oleh masing-masing individu atau komunitas. Definisi yang paling popular

diberikan oleh Bank Dunia (Andrianto, 2007:46) sebagai berikut :

“E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government”. Pemanfaatan teknologi informasi (seperti Network Area, Internet, dan Komputerisasi) oleh institusi pemerintah yang selanjutnya mendukung transformasi hubungan dengan warga Negara, pelaku bisnis, dan institusi pemerintah lainnya.

19

Sementara itu, pemerintah Federal Amerika Serikat mendefinisikannya

(Andrianto, 2007:46) sebagai berikut :

“E-government refers to the delivery of government information and services online through the Internet or other digital means”. E-government mengacu kepada penyampaian informasi dan pelayanan online pemerintahan melalui internet atau media digital lainnya.

Lebih dalam lagi definisi lain mengenai e-government juga dikemukakan

oleh Roger dalam Septiani kartika (2006:33) :

1. Penggunaan teknologi informasi untuk membebaskan pergerakan informasi untuk mengatasi keterbatasan fisik sistem tradisional yang berbasis pada penggunaan kertas.

2. Penggunaan teknologi untuk meningkatkan akses dan penyampaian pelayanan dari pemerintah kepada citizens, sektor bisnis dan pemerintah sendiri.

3. Otomatisasi atau komputerisasi terhadap prosedur yang berbasis penggunaan kertas yang akan memunculkan gaya kepemimpinan baru, cara baru dalam mendiskusikan dan memutuskan strategi, cara baru dalam transaksi bisnis, cara baru dalam mendengarkan pendapat citizens dari komunitas, dan merupakan cara baru dalam mengatur dan menyampaikan informasi.

Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang

dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan para stakeholdersnya yaitu

masyarakat, sektor bisnis dan antar pemerintah baik pada level yang sama maupun

dengan level pemerintahan yang lebih tinggi.

Menurut Intruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003

mengenai Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government, maka

pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup aktivitas-aktivitas yang

berkaitan yaitu pengolahan data, pengolahan informasi, sistem manajemen dan proses

20

kinerja antara elektronik serta pemerintahan kemajuan teknologi informasi agar

pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh

wilayah Negara.

2.1.2 Tujuan E-Government

Dalam Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Panduan

Pembangunan Infrastrutur Portal Pemerintah terdapat tujuan dari e-government, yaitu:

1. Membangun jaringan informasi guna mendukung pelayanan publik dengan kualitas memuaskan, dapat diakses masyarakat luas, serta dengan biaya yang terjangkau

2. Mendorong kerjasama antar lembaga pemerintah dan swasta secara interaktif untuk meningkatkan perekonomian nasional

3. Membentuk mekanisme dan saluran komunikasi antar lembaga pemerintah dengan publik

4. Membentuk sistem manajemen dan proses kerja yang lancar, transparan dan efisien antar lembaga pemerintah.

Selain mendatangkan sejumlah manfaat, penerapan e-government juga

memiliki sejumlah tujuan atau bahkan e-government dijadikan sebagai instrumen

yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu West dalam Septiani

kartika (2006:34) mengemukakan bahwa e-government secara umum bertujuan

untuk :

1. Memberikan akses yang lebih luas pada informasi-informasi pemerintahan

2. Mempromosikan keterlibatan masyarakat dengan memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dengan pemerintah

3. Membuat pemerintahan semakin akuntabel melalui pemerintahan yang lebih transparan sehingga dapat mengurangi kecenderungan untuk melakukan korupsi

21

4. Memudahkan pemerataan pembangunan dan akses layanan pemerintah, khususnya pada masyarakat urban dan pedesaan.

Menurut Siallagan (2006), secara ringkas tujuan yang ingin dicapai

dengan implementasi e-government adalah untuk menciptakan costumer online dan bukan in-line. E-government bertujuan memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu e-government juga bertujuan untuk mendukung good-governance. Penggunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik.

Pemerintahan kota Wina membuat e-government dengan beberapa tujuan

(Indrajit, 2005:150) sebagai berikut:

1. Dengan e-government pemerintah ingin memberikan penawaran yang luas mengenai berbagai informasi penting yang dibutuhkan masyarakat dan juga pilihan akses tehadap layanan pemerintah. Masyarakat bisa mendapatkan layananan pemerintah secara interaktif dan online sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka.

2. Mengembangkan transparansi yang lebih luas dalam proses pelayanan publik. Karena masyarakat bisa mendapatkan informasi tentang berbagai program dan kegiatan pemerintah, masyarakat bisa melakukan kontrol dan pertanggungjawaban lebih besar terhadap apa yang dilakukan pemerintah.

3. Dukungan dan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam proses pengambilan keputusan. E-government mengharuskan pemerintah memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan yang diambil. Partisipasi yang luas akan lebih menjamin keputusan yang diambil memenuhi aspirasi masyarakat menuju proses pemerintahan yang lebih transparan dan demokratis.

4. Menggantikan peran penyediaan layanan kepada masyarakat, dimana mereka bisa mendapatkan layanan langsung melalui internet. Selama ini masyarakat mendapatkan informasi dan layanan dengan mendatangi langsung kantor-kantor pemerintahan. Lewat e-government masyarakat mempunyai pilihan akses yang lebih banyak.

Menurut Soendjojo (2008), e-government dibangun dengan tujuan antara

lain :

22

1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi layanan publik yang tidak dibatasi sekat waktu dan lokasi, serta dengan biaya yang terjangkau masyarakat;

2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha;3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan semua

lembaga Negara serta penyediaan fasilitas dialog publik;4. Pembentukan system manajemen dan proses kerja yang transparan

dan efisien, serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Khusunya pasal 4 (empat), Undang-

undang No.11 memiliki tujuan antara lain :

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menjadikan masyarakat memiliki kemampuan dalam bidang informasi dunia.

2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, agar masyarakat dapat berdaya guna.

3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

4. Meningkatkan seluas-luasnya kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan kemampuannya di bidang teknologi.

5. Memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi pengguna dan penyelenggaraan teknologi informasi. Sehingga tidak dibayang-bayangi oleh rasa takut dalam penyelenggaraan di bidang teknologi informasi.

2.1.3 Manfaat E-government

Indrajit (2005:4) menyatakan bahwa sebuah negara memutuskan untuk

mengimplementasikan e-government karena percaya bahwa dengan melibatkan

teknologi informasi di dalam kerangka menajemen pemerintahan maka akan

memberikan sejumlah manfaat seperti :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan komunitas negara lainnya.

23

2. Memperbaiki proses transparansi dan akuntabilitas di kalangan penyelenggara pemerintahan

3. Mereduksi biaya transaksi, komunikasi, dan interaksi yang terjadi dalam proses pemerintahan

4. Menciptakan masyarakat berbasis komunitas informasi yang lebih berkualitas.

Dalam Intruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003

pemanfaatan teknologi informasi pada umumnya ditinjau dari sejumlah aspek sebagai

berikut :

1. E-Leadership; aspek ini berkaitan dengan prioritas dan inisiatif Negara di dalam mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

2. Infrastruktur Jaringan Informasi; aspek ini berkaitan dengan kondisi infrastruktur telekomunikasi serta akses, kualitas, lingkup, dan biaya jasa akses.

3. Pengelolaan Informasi; aspek ini berkaitan dengan kualitas dan keamanan pengelolaan informasi, mulai dari pemebentukan, pengolahan, penyimpanan, sampai penyaluran dan distribusinya.

4. Lingkungan Bisnis; aspek ini berkaitan dengan kondisi pasar, sistem perdagangan, dan regulasi yang membentuk konteks bagi perkembangan bisnis teknologi informasi, terutama yang mempengaruhi kelancaran aliran informasi antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha, antar badan usaha dengan masyarakat, dan antar masyarakat.

5. Masyarakat dan Sumber Daya Manusia, aspek ini berkaitan dengan difusi teknologi informasi didalam kegiatan masyarakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh mana teknologi informasi disosialisasikan kepada masyarakat melalui proses pendidikan

Setiap komunitas masyarakat dalam sebuah negara atau daerah memiliki

kondisi dan kebutuhan yang berbeda-beda, dan hal tersebut akan berpengaruh

terhadap kesiapan untuk menerapkan e-government. Namun problem kesiapan itu

24

bukan hanya merupakan masalah pemerintah saja, melainkan masalah bersama-sama

stakeholder yang berkepentingan, yaitu masyarakat, organisasi sektor privat,

komunitas organisasi dan lain sebagainya. Faktor penentu yang patut menjadi bahan

pertimbangan dalam menentukan tingkat kesiapan untuk menerapkan e-government,

yaitu pemimpin, kebijakan, infrastruktur telekomunikasi, tingkat konektivitas dan

penggunaan TI oleh pemerintah, kesiapan sumber daya manusia di pemerintah,

ketersediaan dana anggaran, perangkat hukum, serta perubahan paradigma (Indrajit

2005:8)

Menurut Rahardjo (2001:4), E-government ini memberikan banyak

manfaat antara lain :

1. Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat, informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.

2. Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi), maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari kesemua pihak.

3. Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menetukan pilihannya.

4. Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagi contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video conferencing. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Misalnya tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam.

25

Dengan menerapkan e-government setidaknya akan memberikan manfaat

baik itu bagi pemerintah, masyarakat maupun dunia bisnis. Manfaat itu antara lain,

pelayanan servis 24 jam karena pengguna hanya tinggalberhadapan dengan website

saja.

Sedangkan menurut Al Gore dan Tany Blair (dalam Andrianto 2007:46)

menjelaskan manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya e-government, yaitu:

1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan usahawan, dan industri), terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai kehidupan bernegara.

2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep good corporate governance

3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.

4. Memberikan peluang pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi secara cepat dan tepat sejalan dengan perubahan global dan tren yang ada.

6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak yang lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan kebijakan publik secara merata dan demokratis.

Menurut Soendjojo (2008), e-government diharapkan dapat memberikan

manfaat dalam hal :

1. Layanan Masyarakat. Pemberian layanan yang lebih baik pada masyarakat; informasi dari pemerintah dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa harus menunggu dibukanya kantor pemerintah. Informasi dari pemerintah dapat dicari dan diperoleh dari kantor, rumah tanpa secara fisik harus dating ke kantor pemerintah.

26

2. Hubungan antara pemerintah, masyarakat atau pelaku bisnis. Terjadi peningkatan hubungan antara pemerintah dengan masyarakat dan pelaku bisnis. Adanya keterbukaan diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik; keterbukaan akan menghilangkan rasa ketidakpercayaan dari semua pihak kepada pemerintah.

3. Pemberdayaan masyarakat melalui informasi. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui informasi yang mudah diperoleh. Adanya informasi yang mencukupi, maka masyarakat akan belajar untuk menentukan pilihannya di dalam mendapatkan suatu informasi yang diperlukan.

4. Pelaksanaan pemerintah lebih efisien. Adanya e-government diharapkan pelaksanaan pemerintahan akan berjalan lebih efisien karena koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi informasi. Koordinasi dan diskusi antara pemerintah pusat dengan pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa harus berada pada lokasi fisik yang sama.

2.1.4 Penerapan Konsep E-Government

Dalam penerapan konsep e-government, ada sejumlah faktor penentu yang

patut menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat kesiapan sebuah daerah

untuk menerapkan e-government (Indrajit 2005:8), disamping itu didalam instansi

pemerintah, faktor dibawah ini juga sangat diperlukan, yaitu:

1. Infrastruktur Telekomunikasi, dalam level pelaksanaannya, perangkat keras seperti komputer, jaringan, dan infrastruktur akan menjadi faktor teramat sangat penting dalam penerapan e-government. Secara ideal memang harus tersedia infrastruktur yang dapat menunjang target atau prioritas pengembangan e-government yang telah disepakati. Namun secara pragmatis harus pula dipertimbangkan potensi dan kemampuan atau status pengembangan infrastruktur telekomunikasi di lokasi terkait.

2. Tingkat Konektivitas dan Penggunaan TI oleh pemerintah, dengan mengamati sejauh mana pemerintah saat ini telah memanfaatkan beraneka ragam teknologi informasi dalam membantu kegiatan sehari-hari akan tampak sejauh mana kesiapan mereka untuk menerapkan konsep e-government. Sudah menjadi rahasia umum bahwa meskipun sudah banyak sekali lembaga internasional yang

27

telah memberikan bantuan dana pinjaman atau hibah untuk membeli sejumlah teknologi perangkat keras bagi pemerintah, namun instrumen tersebut tidak dipergunakan secara maksimal dan banyak yang tidak dirawat sehingga kini sudah dalam kondisi rusak.

3. Kesiapan Sumber Daya Manusia di pemerintah, yang akan menjadi “pemain utama” atau subjek di dalam inisiatif e-government pada dasarnya adalah manusia yang bekerja di lembaga pemerintahan, sehingga tingkat kompetensi dan keahlian mereka akan sangat mempengaruhi performa penerapan e-government. Semakin tinggi tingkat information technology literacy SDM di pemerintah, semakin siap mereka untuk menerapkan konsep e-government.

4. Ketersediaan dana dan anggaran, sangat jelas terlihat bahwa sekecil apapun inisiatif e-government yang akan diterapkan, hal itu membutuhkan sejumlah sumber daya finansial untuk membiayainya. Pemerintah daerah tertentu harus memiliki jaringan yang cukup terhadap berbagai sumber dana yang ada dan memiliki otoritas untuk menganggarkannya. Harap diperhatikan bahwa dana yang dibutuhkan tidak sekedar untuk investasi belaka, namun perlu pula dianggarkan untuk biaya operasional, pemeliharaan, dan pengembangan di kemudian hari.

5. Perangkat Hukum, karena konsep e-government sangat terkait dengan usaha penciptaan dan pendistribusian data/infomasi dari satu pihak ke pihak lain, masalah keamanan data/informasi dan hak cipta intelektual, misalnya, akan merupakan hal yang perlu dilindungi oleh undang-undang atau peraturan hukum yang berlaku. Pemerintah harus memiliki perangkat hukum yang dapat menjamin terciptanya mekanisme e-government yang kondusif.

6. Perubahan paradigma, pada hakikatnya penerapan e-government merupakan suatu royek change management yang membutuhkan adanya keinginan untuk mengubah pradigma dan cara berpikir. Perubahan paradigma ini akan bermuara pada dibutuhkannya kesadaran dan keinginan untuk mengubah cara kerja, bersikap, perilaku, dan kebiasaan sehari-hari. Jika para pimpinan dan karyawan di pemerintahan tidak mau berubah, maka dapat dikatakan bahwa yang bersangkutan belum siap untuk menerapkan konsep e-government.

Menurut Inpres RI No.3 Tahun 2003 dengan mempertimbangkan kondisi

saat ini, pencapaian tujuan strategis e-government perlu dilaksanakan melalui 6

(enam) strategi yang berkaitan erat, yaitu:

28

1. Mengembangkan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas.

2. Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik.

3. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.4. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri

telekomunikasi dan teknologi informasi.5. Mengembangkan kapasitas SDM baik pada pemerintah maupun

pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.

6. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistik dan terukur.

Standar ukuran dampak aplikasi e-government menurut Indrajit (2005:24),

dalam bukunya yang berjudul “E-Government In Action”, diantanya:

1. Presentase jumlah pelanggan yang menggunakan e-government dibangdingkan dengan aktivitas manual terdahulu;

2. Jumlah “kunjungan” atau akses terhadap aplikasi e-government melalui internet sehari-harinya;

3. Besarnya pengurangan biaya yang terjadi baik di kalangan institusi pemerintahan maupun yang harus ditanggung oleh masyarakat atau penikmat/pengguna/pemakai pelayanan yang diberikan pemerintah;

4. Peningkatan ragam produk atau jasa baru dari pemerintah yang disediakan bagi komunitas masyarakatnya;

5. Kemudahan dalam “mengkonsumsi” pelayanan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya; dan lain sebagainya.

Menurut Supangkat (2007:15), menerangkan tentang hambatan-hambatan

dalam pengimplementasian e-government di Indonesia, sebagai berikut :

Implementasi e-government tidaklah mudah, tidak hanya dengan memasang

komputer sudah disebut e-government. Ada banyak perencanaan dan proses yang

perlu dilakukan. Banyak kejadian implementasi e-government khususnya di Indonesia

29

mengalami kegagalan, karena adanya paradigma diatas. Selain itu, ada beberapa

aspek lain yang menjadi penghambat dalam e-government, yaitu :

1. Komitmen pemerintah dalam integrasi dan transparansi publik. 2. Belum adanya budaya berbagi informasi.3. Belum adanya budaya dokumentasi yang tertib.4. Resistensi terhadap perubahan.5. Kelangkaan sumber daya manusia (SDM) yang handal.6. Infrastruktur yang belum memadai dan mahal.7. Tempat akses yang terbatas.

Hambatan-hambatan di atas tidak hanya dihadapi oleh pemerintah

Indonesia (atau pemerintah daerah) saja. Di negara lain pun khususnya negara

berkembang, hal tersebut masih menjadi masalah. Hambatan ini harus diperhatikan

dalam perencanaan implementasi e-government.

Lalu Haedler dan Pellici dalam Indrajit (2005:36) memberikan delapan

aspek paradigma e-government, yaitu :

1. OrientationDi dalam e-government, pemberian produk dan pelayanan harus berorientasi pada kepuasan customer (customer satisfaction oriented). Ukuran keberhasilan pemberian produk dan pelayanan dari pihak pemerintah kepada mayarakat adalah dodasarkan pada jumlah keluhan dari pelanggan yang bersangkutan terhadap kualitas produk dan pelayanan yang diberikan.

2. Process OrganizationDalam e-government, fenomena “diping-pong” tidak boleh terjadi lagi karena akan sangat merugikan masyarkat dan mereka yang berkepentingan dengan pemerintah. Di dalam e-government, tuntutan ini dapat menjadi kenyataan bila pemerintah mengimplementasikan sistem jaringan antardepartemennya yang berfungsi saling tukar-menukar informasi melalui sistem informasi yang terintegrasi.

3. Management PrincipleDi dalam paradigma e-government, gaya manajemen pemerintah harus lebih fleksibel dalam arti kata harus selalu dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan kebutuhan para pelanggan, baik yang

30

berasal dari kalangan birokrat sendiri maupun dari luar lembaga pemerintahan.

4. Leadership TypeMenerapkan e-government yang efektif berarti memaksa para birokrat untuk mengubah gaya kepemimpinannya. Idealnya, mereka haruslah seorang yang dapat menggabungkan antara gaya kepemimpinan seorang professional dan seorang wiraswastawan. Karena seluruh departemen telah dihubungkan melalui infrastruktur teknologgi informasi, maka fungsi pemerintah menjadi berubah, dari seorang pemberi perintah dan pengontrol, menjadi seorang fasilitator dan koordinator yang bekerja berdasarkan kebutuhan atau tuntutan pelanggan.

5. Internal CommunicationDi dalam e-government, melalui fasilitas semacam email dan shatting, komunikasi dapat berlangsung secara bebas dan intensif antara masing-masing individu maupun di dalam format kelompok. Sehingga setiap individu dapat berkomunikasi secara cepat, langsung, aman, dan murah ke berbagai pihak yang berkepentingan tanpa harus mengikuti garis komando yang ada pada struktur organisasi.

6. External CommunicationBeragam kanal akses dibutuhkan untuk keperluan komunikasi agar para pengambil keputusan dapat berhubungan dnegan mitra kerjanya dari mana saja dan kapan saja. Komunikasi eksternal secara cepat dibutuhkan agar berbagai produk dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang sifatnya lintas sektoral, disamping untuk mempermulus jalannya kerja sama dan menghindari adanya pertikaian karena saling “memasuki teritori” pihak lain.

7. Mode of service deliveryDi dalam era e-government, tujuan akhirnya adalah terbentuk suasana kerja yang paperless/scriptless, di mana sejauh mungkin penggunaan kertas dikurangi. Dengan demikian semua aspek pelayanan dan sumber daya yang dapat didigitalisasikan harus dilakukan migrasi dari sistem manual ke otomatis. Jika dahulu sebuah transaksi dikatakan sah apabila terdapat dua pihak yang saling bertatap muka dan bersepakat, pada implementasi e-government, kebutuhan bertatap muka secara fisik tidak perlu dilakukan karena semuanya dapat diwakili dengan berbagai produk teknologi informasi yang canggih.

8. Principles of sevice deliveryAspek yang terakhir menyangkut prinsip yang dipakai dalam memberikan pelayanan berbasis informasi. Pada e-government, pemerintah harus memperlakukan masing-masing pelanggannya sebagai sebuah entitas yang unik, dalam arti kata masing-masing memiliki kebutuhan yang spesifik sehingga pelayanan yang diberikan

31

pun harus dapat di-tailor-made sesuai kebutuhan unit masing-masing pelanggan.

Berdasarkan delapan aspek yang diutarakan oleh Indrajit, sebuah e-

government diharuskan memenuhi dari delapan aspek tersebut bila ingin menjadikan

e-government tersebut menjadi lebih baik. Delapan aspek paradigma tersebut antara

lain, orientasi, roses organisasi, prinsip manajemen, gaya kepemimpinan, komunikasi

internal, komunikasi eksternal, model pelayanan, dan terakhir prinsip pelayanan.

Berdasarkan Intruksi Prsesiden RI Nomor 3 Tahun 2003 dijelaskan bahwa

setiap perubahan berpotensi menimbulkan ketidakpastian, oleh karena itu

pengembangan e-governemnt perlu direncanakan dan dilaksanaan secara sistematik

melalui tahapan yang realistik dan sasaran yang terukur, sehingga dapat dipahami dan

diikuti oleh semua pihak. Berdasarkan sifat informasi pelayanan publik yang

disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government

dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut:

Tingkat 1 – Persiapan yang meliputi :- Pembuatan situs informasi disetiap lembaga;- Penyiapan SDM;- Penyiapan sarana akses yang mudah misalnya menyediakan sarana

Multipurpose Community Center,Warnet, SME-Center, dll; - Sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik.Tingkat 2 – Pematangan yang meliputi :- Pembuatan situs informasi publik interaktif;- Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain;Tingkat 3 – Pemantapan yang meliputi :- Pembuatan situs transaksi pelayanan publik;- Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga

lain.Tingkat 4 – Pemanfaatan yang meliputi :

32

- Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi.

- Situs pemerintah pusat dan daerah harus secara bertahap ditingkatkan menuju ke tingkat – 4. Perlu dipertimbangkan bahwa semakin tinggi tingkatan situs tersebut, diperlukan dukungan sistem manajemen, proses kerja, dan transaksi informasi antar instansi yang semakin kompleks pula. Upaya untuk menaikkan tingkatan situs tanpa dukungan yang memadai, akan mengalami kegagalan yang tidak hanya menimbulkan pemborosan namun juga menghilangkan kepercayaan masyarakat.

Dalam Indrajit (2005:107), implementasi e-government tidak akan berjalan

dengan baik tanpa adanya manajemen perubahan pada strategi sumber daya pegawai

dan asset negara lainnya. Untuk mencapai itu semua, manajemen perubahan

membutuhkan beberapa langkah strategis yang perlu ditempuh untuk menopang

implementasi e-government, yaitu:

1. Business Process Reegineering, yaitu mengisyaratkan untuk meriview secara total proses kerja secara keseluruhan yang sekarang ini berjalan. Perubahan tidak hanya sekedar penampilan di sisi akses masyarakat, tetapi juga pada proses kerja secara keseluruhan yang perlu di review secara regular.

2. Staf dan pegawai memerlukan cara kerja baru, dimana memungkinkan terbentuknya “kantor virtual” di antara mereka. Kantor virtual adalah kondisi dimana setiap staf bisa mengerjakan segala sesuatunya dari manapun ia berada tanpa perlu berkantor setiap hari. Pemimpin dituntut untuk mengubah pendekatan kepemimpinannya dengan menjadikan performa dan hasil kerja sebagai dasar penilaian seseorang, dan bukan lagi pada kehadiran.

3. Fasilitas yang memungkinkan staf dan pegawai bekerja dari rumah dan kerja jarak jauh. Melalui penggunaan fasilitas teknologi dan internet, seorang staf bisa mengerjakan hampir seluruh proses pelayanan masyarakat tanpa perlu dating ke kantor.

4. Untuk mencapai semua itu tentu saja dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang memadai bagi semua. Pendidikan dan pelatihan adalah cara terbaik bagaimana menyiapkan pegawai

33

untuk bias bekerja ketika saatnya e-government diimplementasikan.

Menurut Yong (2003:14) mengklasifikasikan model dari e-government itu

sendiri, yaitu

a. Government-to-Government (G2G) Memperlihatkan sistem internal dan prosedur yang merupakan tulang

punggung organisasi publik. G2G mencakup sharing data dan mengarahkan transaksi berbasis elektronik diantara aktor-aktor pemerintah baik berupa interaksi intra maupun inter agen diantara pegawai, departemen, agen pemeirntah, kementrian, dan bahkan pemerintah lainnya.

b. Government-to-Bussinesses (G2B)Model ini berpotensi mengurangi biaya transaksi melalui proses pengadaan yang ditingkatkan. Mengubah transaksi dengan pemerintah menjadi online membuka kesempatan bagi perusahaan (sektor bisnis) untuk menyederhanakan proses-proses yang berkenaan dengan peraturan, memangkas birokrasi yang berbelit-belit, menjaga kepatuhan hukum, dan dapat memulai bisnis dengan lebih cepat dan lebih mudah melalui electronic filing, dan pelaporan secara statistik. Penyediaan pelayanan yang terintegrasi melalui satu sumber pelayanan publik menciptakan kesempatan bagi sektor bisnis dan pemerintah untuk bekerja sama dalam menawarkan bentuk pelayanan publik dan komersialisasi dibawah payung yang sama.

c. Government-to-Citizens (G2C) Model ini didesain untuk memfasilitasi interaksi pemerintah dengan citizens. Fokus G2C berpusat pada pelanggan dan pelayanan elektronik (e-services) yang terintegrasi dimana pelayanan publik dapat disediakan berdasarkan sebuah konsep one-stop shop. Hal tersebut akan berimplikasi bahwa citizens dapat menjalankan sejumlah tugas, terutama dalam pelayanan yang mengikutsertakan banyak agen, dengan tanpa memerlukan kontak langsung dengan setiap agen. Akses secara langsung juga mendorong partisipasi citizens dalam prosesdemokratisasi, karena mereka dapat mengakses proses administrasi dan mengartikulasi kebutuhan mereka secara lebih tepat kepada pejabat publik.

Selain itu menurut Indrajit (2005:18) paling tidak ada 6 (enam) komponen

penting harus diperhatikan pengelolaan e-government, masing-masing adalah:

34

1. Content Development, menyangkut pengembangan aplikasi (perngkat lunak), pemilihan standar teknis, penggunaan bahasa pemrograman, spesifikasi sistem basis data, kesepakatan user interface, dan lain sebagainya.

2. Competency Building, menyangkut pelatihan dan pengembangan kompetensi maupun keahlian seluruh jajaran sumber daya manusia di berbagai lini pemerintahan.

3. Connectivity, menyangkut ketersediaan infrastruktur komunikasi dan teknologi informasi di lokasi di mana e-government akan diterapkan.

4. Cyber Laws, menyangkut keberadaan kerangka dan perangkat hukum yang telah diberlakukan terkait dengan seluk-beluk aktivitas e-government.

5. Citizen Interfaces, menyangkut pengembangan berbagai kanal akses (multi access channels) yang dapat dipergunakan oleh seluruh masyarakat dan stakeholder e-government di mana saja dan kapan saja mereka inginkan.

6. Capital, menyangkut pola permodalan proyek e-government yang dilakukan terutama berkaitan dengan biaya setelah proyek selesai dilakukan, seperti untuk keperluan pemeliharaan dan pengembangan. Di sini tim harus memikirkan jenis-jenis modal pendapatan (revenue model) yang mungkin untuk diterapkan di pemerintahan.

Menurut Center For Democracy and Technology dalam Hasibuan

(2008:20), proses implementasi e-government terbagi menjadi 3 (tiga) tahapan yang

tidak tergantung antara yang satu dengan yang lainnya. Adapun ketiga tahapan

tersebut antara lain, yaitu :

1. Publish, yaitu tahapan yang menggunakan teknologi informasi untuk meluaskan akses untuk informasi pemerintah, misalnya dengan cara pembuatan situs informasi di setiap lembaga, penyiapan sumber daya manusia, sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik, serta penyiapan sarana akses yang mudah.

2. Interact, yaitu meluaskan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, misalnya dengan cara pembuatan situs yang interaktif dengan publik, serta adanya antar muka yang terhubung dengan lembaga lain.

35

3. Transact, yaitu menyediakan layanan pemerintah secara online, misalnya dengan cara pembuatan situs transaksi pelayanan publik, serta interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain.

Pada tahun 2002, Pacific Council International Policy (PCIP) dalam Indrajit

(2005:3) menemukan sepuluh faktor utama penentu keberhasilan penerapan e-

government, antara lain :

1. Why are we pursuing e-governmentKonsep e-government bukanlah sebuah inisiatif yang mudah dan murah. Sebelum memutuskan untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya yang sangat besar, harus dimengerti terlebih dahulu latar belakang apa yang menyebabkan inisiatif e-government perlu (atau tidak) untuk diimplementasikan.

2. Do we have a clear vision and priorities for e-governmentJiwa e-government sebenarnya adalah suatu usaha penciptaan suasana penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan obyektif bersama (shared goals) dari sejumlah komunitas yang berkepentingan. Oleh karena itu visi yang dicanangkan juga harus mencerminkan visi bersama dari pakar stakeholder yang ada.

3. What kind of e-government are we ready forSetiap komunitas masyarakat dalam sebuah negara atau daerah pasti memiliki kondisi dan kebutuhan yang unik. Siap tidaknya mereka untuk mulai menerapkan konsep e-government sangat bergantung pada dua hal utama, yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada jenis atau model e-government yang akan diterapkan.

4. Is there enough political will to lead the e-government effort Bahwa political will merupakn hal utama yang harus ada di dalam kerangka perencanaan dan pengembangan e-government. Tanpa adanya political will dari pemerintah, mustahil sebuah inisiatif e-government dapat berhasil dilaksanakan.

5. Are we selecting e-government projects in the best way Untuk sebuah lembaga atau daerah atau komunitas yang belum pernah menerapkan inisiatif e-government, pemilihan proyek pertama merupakan hal yang sangat krusial karena jika proyek itu gagal maka akan sulit untuk memerlukan sejumlah inisiatif lain di kemudian hari.

6. How should we plan manage e-government projects

36

Merencanakan, mengeksekusi, dan mengelola proyek e-government bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Cukup banyak proyek e-government yang harus berakhir dengan kegagalan karena pengelolannya tidak mengindahkan baku standar pengelolaan proyek.

7. How will we overcome resistance from within the e-governmentSulit ditemui pelaksanaan proyek e-government yang bebas dari tantangan atau resistensi dari satu atau sejumlah pihak tertentu terutama di negara berkembang di mana tingkat pengembangan sumber daya manusianya masih relatif rendah dan terbatasnya ketersediaan sejumlah sumber daya penunjang lainnya.

8. How will we measure and communicate progress, how will we know if we are failing.Bahwa berbagai kegiatan yang memiliki unsur-unsur manajemen (pengelolaan sumber daya) seperti proyek e-government misalnya harus memiliki ukuran kinerja yang jelas agar dapat diketahui status sukses atau gagalnya aktivitas tersebut.

9. What should our relationship be with the private sectorDalam melaksanakan proyek e-government, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Mereka harus didukung dengan partisipasi swasta yang notabene memiliki domain pengetahuan di bidang teknologi informasi yang dipergunakan dalam e-government dan akses lebih baik ke sektor keuangan dan pembiayaan. Pemerintah dalam kaitan ini harus menganggap dan memperlakukan perusahaan-perusahaan pada sektor swasta sebagai mitra kerja (partner).

10. How can e-government improve citizen participation in public affairsTarget terakhir atau ultimate goal dari sebuah evolusi e-government adalah perbaikan dan peningkatan terhadap partisipasi publik dalam proses pemerintahan.

2.1.5 Definisi Efektivitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas identik dengan

terminologi prestasi yang secara hasil dari suatu yang dilakukan gramatikal

didefinisikan sebagai hasil yang telah diraih, sesuatu yang berhasil dicapai dengan

baik hasil dari suatu pekerjaan.

Pengertian efektivitas seperti yang ditulis pada Webster Dictionary dalam Farida (2009:34) bahwa:

37

“Effectiveness is an adequate to accomplish a purpose; producing the intended or expected result”. (“Efektivitas adalah sebuah pelaksanaan untuk menyempurnakan sebuah tujuan; menghasilakan kehendak atau hasil yang diharapkan”).

Menurut Handoko (200:7) mengutarakan pengertian efektivitas sebagai

berikut; “Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau

peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Sementara itu

Sedarmayantin (2001:59), mengemukakan bahwa “Efektivitas merupakan suatu

ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai”.

Secara umum konsep efektivitas digunakan untuk melihat derajat

pencapaian tujuan atau keberhasilan organisasi di dalam mencapai tujuannya.

Mahmudi dalam Imran (2009:13) berpendapat bahwa:

Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan

hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektifitas merupakan hubungan antara output dan

tujuan. Semakin besar kontribusi untungan terhadap pencapaian tujuan, maka

semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan.

2.1.6 Efektivitas Kerja

Menurut Amsyah (2003:131), terdapat 4 (empat) indikator, efektivitas kerja

yaitu sebagai berikut:

1.Volume PekerjaanVolume pekerjaan pengolahan data semakin banyak dan meluas, sedangkan kapasitas pengolahan di banyak organisasi masih terbatas.

2. Akurasi Hasil Pengolahan Informasi harus mencerminkan keadaan sebenarnya.

38

3. Informasi Tepat Waktu Informasi itu harus tersedia atau ada pada saat informasi tersebut

diperlukan.4. Peningkatan Biaya

Peningkatan biaya personel dan bahan baku pemakaian komputer adalah sama dengan pada operasional pengolahan data komputer.

Indikator sebagai alat ukur efektivitas kerja menurut ahli manajemen

Drucker dalam bukunya Classic Drucker (2006:4), adalah:

1. Kekuatan yang dimiliki bahwa harus mengetahui kekuatan dirinya atas suatu pekerjaan. Sehingga dapat menciptakan “the right man in the right place”, yang akan berpengaruh pada keefektivitasan kerjanya.

2. Cara berkinerja: seorang pegawai harus menyadari bagaimana caranya menyelesaikan suatu pekerjaan secara efektif.

3. Nilai seorang pegawai: bahwa seorang pegawai harus memiliki nilai yang cocok dengan nilai yang dimiliki oleh organisasinya. Hal ini dapat dilihat melalui kecocokan pribadi pegawai tersebut.

4. Tempat bekerja: pegawai menyadari bahwa tempatnya bekerja sekarang adalah tepat baginya untuk bekerja, hal ini akan mendukung keefektivitasan kerjanya.

5. Apa saja yang dikontribusikan: bahwa pegawai dapat mengkontribusikan kinerjanya berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.

6. Tanggung jawab membina hubungan: bahwa pegawai dapat membina hubungan kerja dengan rekan kerja.

7. Tanggung jawab komitmen: bahwa pegawai sangat bertanggungjawab tehadap pelaksanaan komitmen atau keputusan organisasi yang telah ditetapkan.

8. Fokus kerja: bahwa pegawai selalu fokus terhadap pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

9. Tanggung jawab komunikasi: bahwa seorang pegawai dapat memahami informasi yang ada dalam organisasi, artinya mengetahui dari mana informasi itu dating, dalam bentuk apa, serta bagaimana informasi itu mengalir.

10. Disiplin: bahwa seorang pegawai sangat disiplin terhadap pekerjaannya.

Sedangkan kriteria atau indikator dari pada efektivitas (Tangkilisan,

2005:314) yaitu diantaranya sebagai berikut:

39

1. Pencapaian target: maksud pencapaian target disini diartikan sejauh mana target dapat ditetapkan organisasi dapat terealisasikan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana pelaksanaan tujuan organisasi dalam mencapai target sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2. Kemampuan adaptasi (fleksibelitas): Keberhasilan suatu organisasi dilihat dari sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik dari dalam organisasi dan luar organisasi.

3. Kepuasan kerja: Suatu kondisi yang dirasakan oleh seluruh anggota organisasi yang mampu memberikan kenyamanan dan motivasi bagi peningkatan kinerja organisasi. Yang menjadi fokus elemen ini adalah antara pekerjaan dan kesesuaian imbalan atau sistem insentif yang diberlakukan bagi anggota organisasi yang berprestasi dan telah melakukan pekerjaan melebihi beban kerja yang ada.

4. Tanggung jawab: Organisasi dapat melaksanakan mandat yang telah diembannya sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya, dan bisa menghadapi serta menyelesaikan masalah yang terjadi dengan pekerjannya.

2.2 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang

penting (Sugiono, 2004:65). Untuk mengetahui bagaimana alur berfikir peneliti

dalam menjelaskan permasalahan penelitian, maka dibuatlah kerangka berfikir

sebagai berikut:

E-Government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat

meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan para stakeholdersnya yaitu

masyarakat, sektor bisnis dan antar pemerintah baik pada level yang sama maupun

dengan level pemerintahan yang lebih tinggi.

Hambatan yang paling sering ditemukan dalam penerapan e-government

adalah masalah minimnya infrastruktur atau sarana dan prasarana teknologi

40

komunikasi dan informasi e-government itu sendiri, selain itu Sumber Daya Manusia

atau para birokratnya masih kurang dalam keahlian menerapkan e-government.

Berdasarkan definisi konseptual dan operasional, dapat kita ketahui bahwa

efektivitas kerja pegawai menunjuk pada tingkat sejauh mana pegawai melaksanakan

kegiatan atau fungsi-fungsi kerjanya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat

tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber daya yang ada.

Penerapan suatu kebijakan e-government yang dibuat oleh Kementerian Hukum dan

HAM RI tidak akan terlepas dari pengaruh efektivitas kerja pegawai di dalam Biro

Perencanaan Kementerian Hukum dan HAM RI itu sendiri. Salah satu kebijakan yang

saat ini sedang dicanangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI adalah

pemerintahan yang berbasis elektronik atau biasa disebut dengan e-government.

Dalam pengembangan e-government ini pemerintah memanfaatkan teknologi

komunikasi dan informasi melalui internet dalam memberikan informasi kepada

masyarakat.

Di dalam penerapan e-government itu sendiri khususnya di pemerintah

masih banyak hambatan yang terjadi, salah satunya adalah sumber daya manusia.

Yang mana dalam konteks ini, sumber daya manusia pastilah akan berpengaruh

langsung terhadap efektivitas kerja pegawai. Sumber daya manusia merupakan salah

satu kunci keberhasilan dalam pengembangan e-government. Sehingga apabila

efektivitas kerja pegawainya rendah, maka akan sulit tercapai tujuan dari penerapan

e-government tersebut.

41

Melihat dari pada alur kerangka berfikir peneliti tersebut, sehingga peneliti

mencoba menggunakan teori di dalam penerapan e-government yang nantinya akan

berpengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai di Biro Perencanaan Kementerian

Hukum dan HAM RI. Adapun untuk mengkaitkan teori di dalam penerapan e-

government pada Biro Perencanaan Kementerian Hukum dan HAM RI, peneliti

menggunakan teori enam komponen penting di dalam penerapan e-government

menurut Indrajit (2005:18), untuk mengukur bagaimana penerapan e-government

pada Biro Perencanaan Kementerian Hukum dan HAM RI.

Sedangkan untuk mengkaitkan teori di dalam efektivitas kerja pegawai

pada Biro Perencanaan Kementerian Hukum dan HAM RI, peneliti menggunakan

teori indikator-indikator yang mempengaruhi efektivitas kerja menurut Drucker

dalam bukunya Classic Drucker (2006:4).

Merujuk dari teori-teori mengenai e-government dan efektivitas kerja

pegawai di atas, dapat disimpulkan sementara bahwa penerapan e-government

mempengaruhi efektivitas, khususnya efektivitas kerja pegawai pemerintahan.

Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir ini dapat dilihat melalui bagan

berikut ini:

Tabel 2.2

Kerangka Berfikir

Variabel Variabel

X Y

42

(Penerapan E-Government) (Efektivitas Kerja Pegawai)

Pengaruh

Keterangan :

Variabel X : Variabel bebas ( yang

mempengaruhi )

Variabel Y : Variabel terikat ( yang dipengaruhi

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka dapat dibuat hipotesis dari

penelitian. Menurut Sugiyono (1994:39) mengatakan bahwa hipotesis adalah

merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan

rumusan masalah diatas maka hipotesisnya sebagai berikut :

1. Pengembangan Isi

2.Pembangunan Kompetensi

3. Perhubungan

4. Undang-undang Cyber

5. Interaksi Pengguna

6. Modal

(Indrajit, 2005:18)

7. E-Leadership

8. Pengelolaan informasi

(Inpres RI No.3 Tahun 2003)

1. Kekuatan yang dimiliki,

2. Cara berkinerja,

3. Nilai seorang pegawai

4. Tempat bekerja

5. Apa saja yang dikontribusikan

6. Tanggung jawab membina

hubungan

7. Tanggung jawab komitmen

8. Fokus kerja

9. Tanggung jawab komunikasi

10. Disiplin

(Drucker, 2006:4)

43

Ha : “Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan E-Government

terhadap efektivitas kerja pegawai di Biro Perencanaan Kementrian

Hukum dan HAM RI”.