Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
63
BAB II
DINAMIKA HUBUNGAN LATVIA-RUSIA
2.1. Sejarah Umum Latvia
2.1.1. Latvia Sebelum Berbentuk Negara
Latvia merupakan salah satu negara yang terletak di Kawasan Baltik dan
berbatasan langsung dengan Rusia serta pernah menjadi bagian dari Rusia.
Penduduk asli Latvia disebut sebagai Balts Proper Latvian atau Letts.1
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa lainnya yang masih eksis hingga saat
ini, Bahasa Latvia lebih memiliki beragam jenis suara dan bentuk kuno. Oleh
karena itu, Bahasa Latvia dijadikan sebagai salah satu Sanskrit Eropa.2 Berbeda
dengan orang Rusia, orang-orang Latvia lebih rajin dan ambisius. Bahkan ketika
masa Kekaisaran Tsar, orang-orang Latvia yang bekerja di Rusia cenderung
mendapatkan pekerjaan yang baik seperti di bank, manajer perkebunan ataupun
perusahaan asuransi.3 Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya orang-orang
Latvia merupakan bangsa yang rajin dan pekerja keras. Selain itu, sejak zaman
pra-sejarah wanita Latvia telah memilki kesetaraan dengan laki-laki.4 Keadaan
tersebut menunjukkan bahwa kesetaraan di Latvia bukan terbentuk karena
reformasi, namun merupakan fitur karakter nasional mereka yang diwariskan oleh
nenek moyang.
1 Professor Dr. Arveds Schwabe, The Story of Latvia (Stockholm: NLF, 1949), hal. 3. 2 Ibid 3 Ibid. 4 Ibid.
64
Gambar 1. Peta Wilayah Latvia
(Sumber:https://20012009.state.gov/p/eur/ci/lg/87008.htm)
Latvia baru menjadi negara dan muncul dalam peta Eropa setelah Perang
Dunia I, walaupun nenek moyangnya telah ada sejak zaman dahulu.5 Nenek
Moyang bangsa Latvia datang ke wilayah Baltik diperkirakan pada 2000 tahun
sebelum masehi.6 Pada Zaman Besi Romawi (0-400 Masehi), Orang Baltik
memiliki hubungan perdagangan yang baik dengan pusat Kekaisaran Romawi
karena pertaniannya yang hebat. Pada era itu dijelaskan bahwa Orang Balts
mengekspor ambar yang saat itu dinilai lebih mahal dibanding emas dan bulu
mahal dan Orang Romawi memberikan manufaktur dan koin sebagai timbal
baliknya.7 Pada masa ini pula Balt Timur terpecah menjadi Lithuania dan Latvia.
Pada era berikutnya yaitu Era Invasi Barbar tahun 400-800 Masehi, Suku Balt
5 The Latvian Institute, From Tribe to Nation (Riga: The Latvian Institute, 2014), hal. 5. 6 Ph.D. Valters Nollendorfs, History of Latvia, The Latvian Institute, 2000. 7 Professor Dr. Arveds Schwabe, Op. cit., hal. 6.
65
menghuni wilayah yang sangat luas dan menutupi White Ruthenia.8 Daerah
tersebut merupakan daerah yang dilalui oleh Sungai Dnieper, Oka, Volga, dan
Daugava. Wilayah ini merupakan wilayah yang lebih luas dibandingkan era
modern, karena membentang hingga Moskow. Akibat tekanan dari Slays Timur
(Rusia) salah satu suku Balt yaitu Latgale akhirnya pindah dengan menyusuri
Sungai Daugava dan tinggal dengan kerabat mereka di Latvia.
Pada Zaman Viking (800-1150 Masehi), Skandinavia melakukan
peningkatan ekspansi dan berhasil menguasai wilayah Voga, Laut Kaspia, Laut
Hitam dan Bizantium.9 Pada akhir ekspansinya, Skandinavia melakukan adopsi
terhadap peradaban Kristen. Pada zaman ini, Bangsa Viking menguasai Rusia dan
menjadi pemimpin di Rusia. Selama Rusia dikuasai oleh Viking, mereka terus
melakukan agresi terhadap wilayah Baltik, namun serangan tersebut tidak pernah
berhasil. Hal tersebut disebabkan Orang-orang Baltik telah belajar penggunaan
senjata dan pengorganisasian militer yang lebih baik dari Skandinavia.10 Serangan
yang dilakukan oleh Orang Rusia dari Polotzk ke Zemgale yang merupakan
Kerajaan Latvia telah membuat 9.00011 pasukan mereka meninggal. Pada periode
ini, Orang-Orang Baltik melakukan perjalanan jauh ke arah Selatan yaitu
Kekhalifahan Arab dan Iran serta ke arah barat laut, sehingga mereka
8 Professor Dr. Arveds Schwabe, Op. cit., hal. 6. 9 Ibid, hal. 7. 10 Ibid. 11 Ibid.
66
mendapatkan pengetahuan mengenai Anglo-Saxon.12 Pada periode ini pula
diketahui bahwa Orang-orang Baltik telah memiliki sistem moneter sendiri yang
disebut dengan osering. Mereka juga memiliki sistem bobot dan ukuran sendiri,
memiliki hukum pidana sendiri, memiliki kerajaan sendiri, memiliki sistem
administrasi dan perpajakan sendiri. Sistem-sistem tersebut sebagian besar
diadopsi dari Kristen Ortodoks.13 Di Era Perang Salib, Orang Latvia telah
menganggap bahwa Rusia adalah musuh mereka yang ditunjukkan dengan dari
320 istana benteng Latvia, 158-nya didirikan untuk menjaga perbatasan timur
Latvia.14
Setelah terjadi penyerangan oleh Bangsa Viking untuk menguasai Baltik
pada abad 9-11 M, pada abad 12 Masehi Bangsa Jerman datang ke wilayah Baltik
dengan misi untuk mengkristenkan wilayah tersebut.15 Pada awal tahun 1198
menyusul kedatangan Bangsa Jerman ke wilayah Baltik, terjadi perang salib di
wilayah Baltik untuk mengkristenkan masyarakat Baltik. Kedatangan Bangsa
Jerman tersebut dilakukan dengan bertahap. Tahap pertama mereka mengirimkan
pedagang, lalu datang pemimpin agama dengan salib, dan terakhir ksatria dengan
membawa pedang.16 Sekitar tahun 1200 Masehi, Jerman memulai penyerangan ke
Latvia yang dibantu secara finansial oleh perusahaan perdagangan Jerman dan
militer oleh Orde Ksatria Teutonik yang mengalami kekalahan di Palestina lalu
12 Professor Dr. Arveds Schwabe, Op. cit., hal. 7. 13 Ibid. 14 Professor Dr. Arveds Schwabe, Op. cit., hal. 11. 15 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 16 Professor Dr. Arveds Schwabe, Op. cit., hal. 11.
67
mengalihkan sasarannya pada Baltik.17 Sedangkan Rusia saat itu berada dalam
kehancuran akibat penguasaan Jenghis Khan dan Denmark. Latvia yang menolak
kemerdekaan Borus (Prusia Kuno) memberi jalan bagi Jerman untuk memasuki
Latvia. Tahun 1201 Kota Riga didirikan dan menjadi pusat perdagangan utama
saat itu, serta menjadi pusat penaklukan Baltik yang dilakukan oleh Brothers of the
Sword.18
Pada tahun 1209, Raja Latvia Timur Visvaldis yang memiliki Gereja
Ortodoks mengalihkan pandanganya ke barat dan diangkat menjadi Adipati
Jerman. Hal tersebut lalu diikuti oleh Dinasti Talivaldis yang merupakan penguasa
Latvia Utara.19 Hal tersebut menunjukkan kemenangan Jerman atas Latvia,
sehingga Jerman melakukan agresi terhadap Latvia untuk menguasai wilayahnya.
Bahkan nama Latvia diganti dengan Livonian. Ordo Teutonik terus melakukan
pembantaian terhadap raja-raja Latvia, sehingga pada akhir tahun 1299 M, Raja
Zemgale mengutus duta besar ke Roma untuk meminta perlindungan. Namun,
Roma tidak berdaya sehingga tidak dapat melakukan apapun. Perang Livonian
berlangsung selama 25 tahun dari 1558 M hingga 1582 M.20 Hal tersebut terjadi
karena Ordo Teutonik ingin menguasai Livonian seperti Prusia dan mengontrol
perdagangan di Laut Baltik. Hingga tahun 1561, Livonian merupakan konfederasi
17 Professor Dr. Arveds Schwabe, Op. cit., hal. 11. 18 Brothers of the Sword merupakan ordo militer yang dibentuk oleh Uskup Albert pada tahun 1202
setelah masuknya Jerman ke Latvia dan merubah namanya menjadi Livonian. Namun, ordo ini
dikalahkan oleh Lithuania dalam Pertempuran Saule tahun 1236. 19 Ibid, hal. 15. 20 Ibid, hal. 12.
68
dari 5 Negara gerejawi dengan 4 keuskupan dan negara bagian Ordo Teutonik.21
Pada abad ke-15, ordo ini kehilangan posisi dominannya saat Roma menerapkan
kebijakan balkanisasi dan menerima kekalahan telak dengan Lithuania dan
Polandia.22 Sejak saat itu Latvia Timur berada di bawah kekuasaan Polandia.
2.1.2. Latvia Pada Masa Kekaisaran Rusia
Setelah perang dari tahun 1600, tepatnya pada tahun 1621 Riga ditaklukan
oleh Swedia yang dipimpin oleh Gustavus Adolphus, walau begitu wilayah Latvia
Timur tetap menjadi bagian Polandia.23 Pada tahun 1700 hingga tahun 1721 terjadi
Perang Utara antara Rusia yang dipimpin oleh Tsar Peter I dengan Latvia. Namun
pada akhirnya Riga menyerah dan Latvia Utara menjadi wilayah Rusia dan dikenal
sebagai Vidzeme. Rusia juga menggabungkan wilayah Estonia Selatan dan Latvia
Utara menjadi Provinsi Livonia Rusia.24 Saat pemisahan persemakmuran Polandia
yang pertama dilakukan oleh Kekaisaran Rusia, Prusia, Habsburg, Austria, dan
Latvia Timur menjadi bagian dari Provinsi Rusia.25 Saat partisi ketiga Polandia
pada 1795, Kadipaten Courland berhasil menjadi bagian Rusia. Sejak menjadi
bagian dari Kekaisaran Rusia, perbudakan yang sebelumnya ada di Provinsi
Courland, Latgale, dan Livonia dihapuskan. Selain itu, petani Latvia mendapatkan
kebebasan namun kehilangan tanah mereka dan hanya beberapa orang yang dapat
21 Professor Dr. Arveds Schwabe, Op. cit., hal. 17. 22 Ibid. 23 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit. 24 Ibid. 25 The Latvian Institute, Op. cit, hal. 9.
69
membeli tanah.26 Akibatnya mereka seakan-akan menjadi pelayan Rusia. Pada
akhir abad 19, terjadi kebangkitan nasional dan modernisasi masyarakat di Latvia.
Akibat dari kebangkitan tersebut kemandirian ekonomi menjadi meningkat,
tingkat pendidikan meningkat, terjadi migrasi dari satu kota ke kota lain,
kebangkitan kelas pekerja, dan berkembangnya kesadaran mengenai budaya dan
politik serta munculnya identitas nasional Latvia modern.27
Pada saat Perang Dunia I, tepatnya tahun 1915-1917 pasukan Jerman
hampir menduduki setengah wilayah Latvia. Hal tersebut membuat pertempuran
sengit terjadi antara pasukan Latvia dan pasukan Jerman pada tahun 1918.28 Pada
tahun 1915, Latvia mendirikan unit militer nasional yang diberi nama Batalyon
Latvian Riflemen. Unit militer tersebut dengan bantuan Rusia berhasil
mengalahkan Jerman, sehingga atas bantuan tersebut Latvia bergabung dengan
Revolusi Komunis. Tanggal 17 Desember 1918, Republik Soviet Sosialis Latvia
resmi didirikan dengan dipimpin oleh Pēteris Stučka yang kejam dan otoriter.29
Namun pada tanggal 3 Januari 1919, Riga dikuasai oleh tentara merah yang
membuat unit militer Latvia dan pemerintahan sementara terpaksa mundur ke
Liepāja di daerah barat daya Latvia. Hal tersebut membuat pemerintah terpaksa
untuk menerima bantuan dari Jerman sembari tetap mencari bantuan dari kekuatan
26 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 27 Ibid. 28 Ibid. 29 Ibid.
70
Entente.30 Pada tanggal 22 Mei Jerman berhasil mengambil alih Riga dari tentara
merah, namun bukannya melawan Soviet, Jerman justru melawan tentara Estonia
dan Latvia di Latvia Utara. Namun, pasukan Latvia dan Estonia berhasil
mengalahkan Jerman dan membuat pemerintahan proxy Jerman runtuh.
Pada tanggal 13 Januari 1920, pemerintahan Komunis Latvia resmi
dibubarkan.31 Pada tanggal 11 Agustus 1920, Soviet Rusia resmi mengakui
kemerdekaan dan kedaulatan Latvia dan tanggal 22 September 1920 Latvia resmi
bergabung dengan Liga Bangsa-Bangsa. Walaupun telah diakui secara resmi,
namun Latvia tidak begitu saja bebas dari penderitaan. Hal tersebut dikarenakan
pada tanggal 15 Mei terjadi kudeta tak berdarah yang dilakukan oleh Perdana
Menteri Kārlis Ulmanis sehingga membuat Saeima diberhentikan dan dilarangnya
semua partai politik untuk beroperasi.32 Kārlis Ulmanis membuat Latvia menjadi
negara yang otoriter dengan dilarangnya perbedaan pendapat saat itu.
2.1.3. Latvia Pada Masa Pendudukan Pertama Uni Soviet (1940-1941)
Pada tanggal 30 November 1939, Stalin membuat teror besar terhadap
Latvia. Soviet menutup seluruh organisasi dan lembaga budaya di Latvia, serta
melakukan penangkapan massal terhadap orang-orang Latvia yang di curigai
sebagai agen asing. Setidaknya terdapat 25.000 orang yang ditangkap dan 16.500
30 Ibid. 31 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 32 Ibid.
71
orang dieksekusi.33 Tanggal 16 Juni 1940, Rusia memberikan ultimatum terhadap
Latvia dengan menuduh bahwa Latvia telah melanggar Pakta 5 Oktober 1939 dan
mengajukan tuntutan sebagai berikut :
1. Untuk membentuk tanpa penundaan pemerintah di Latvia yang akan mampu
dan menjamin implementasi yang benar dari Pakta Bantuan Bersama Uni
Soviet-Latvia;
2. Untuk menjamin tanpa penundaan masuknya pasukan Soviet tanpa
hambatan ke dalam wilayah Latvia untuk ditempatkan di pusat paling
penting Latvia dalam jumlah yang memadai untuk memastikan implementasi
Pakta Bantuan Bersama USSR-Latvia dan untuk mencegah kemungkinan
tindakan provokasi terhadap pasukan Soviet di Latvia;
3. Pemerintah Soviet akan mengharapkan balasan dari pemerintah Latvia pada
16 Juni pukul 23.00. Kegagalan pemerintah Latvia untuk mengirim balasan
oleh batas waktu yang ditetapkan akan dianggap sebagai penolakan untuk
memenuhi persyaratan yang disebutkan diatas.34
Teks surat tersebut dibacakan oleh Ketua Dewan Komisariat Rakyat Uni Soviet,
Vyancheslav Molotov pada tanggal 16 Juni pukul 14.00 kepada Duta Besar Latvia
di Moskow, Fricis Kociņš.35 Menanggapi ultimatum yang diberikan oleh Rusia,
33 Ibid. 34 Irēne Šneidere, The Hidden and Forbidden History of Latvia Under Soviet and Nazi Occupations
1940-1991:The Occupation of Latvia in June 1940: A Few Aspect of the Technology of Soviet
Aggression (Riga: Institute of the History of Latvia, 2005), hal. 44. 35 Ibid.
72
Pemerintah Latvia memutuskan untuk memenuhi tuntutan tersebut tanpa syarat.
Hasil dari keputusan tersebut disampaikan oleh Duta Besar Kociņš kepada
Molotov pada pukul 22.30.36
Pada tanggal 17 Juni 1940 pasukan Uni Soviet termasuk Tentara Merah
mulai menduduki Latvia.37 Tentara Merah dengan cepat merebut semua kota besar
tanpa ada perlawanan sedikitpun. Hal tersebut telah membuktikn bahwa Latvia
kalah telak dalam pendudukan Soviet ini. Proses kedatangan Tentara Merah
tersebut dideskripsikan secara rinci oleh Duta Besar USSR di Latvia, Vladimir
Derevyansky melalui telegramnya ke Moskow. Isi telegram tersebut berbunyi :
“At about 1 pm the advance tank units began arriving in Rīga and quickly took
over the city and its most important facilities. The authorities had not expected an
such an immediate arrival and action, for at 12.30 Ulmanis was still traveling
unperturbed through the city. [...] We allowed radio broadcasts on the condition
that henceforth the content of the broadcasts would be coordinated with us and
that no disloyal statements vis-à-vis the USSR and the Red Army would be
tolerated.[...] We required a special authority to be set up for the provision of our
troops with everything necessary; the authority was established under the
leadership of General Hartmanis. The President and Ministers so far remain in
their positions.”38
Pada tanggal 18 Juni 1940, Vyancheslav Molotov dan Wakil Pertama Komisariat
Rakyat Luar Negeri Soviet, Andrei Vyshinsky berhasil tiba di Riga.39 Kedatangan
Vyshinsky di Latvia bertujuan untuk mengendalikan pemenuhan ketentuan
36 Ibid. 37 Irēne Šneidere, The Hidden and Forbidden History of Latvia Under Soviet and Nazi Occupations
1940-1991: The First Soviet Occupation Period in Latvia 1940–1941 (Riga: Institute of the History of
Latvia, 2005), hal. 35. 38 Ibid. 39 Ibid., hal. 46.
73
ultimatum tersebut. Namun begitu, sebenarnya sejak tahun 1939 Vyshinsky ingin
mewujudkan aneksasi di Latvia. 40
Menyusul kedatangan Tentara Merah, ribuan provokator komunis tiba di
Latvia.41 Tujuan kedatangan mereka adalah untuk membuat demonstrasi yang
dibuat seolah menjadi gelombang revolusi di Latvia. Tujuan demonstrasi tersebut
adalah untuk menggulingkan pemerintahan Ulmanis.42 Akibat demonstrasi
tersebut, pada tanggal 21 Juni 1940, pemerintahan baru dibentuk dengan
komposisi yang disetujui oleh Moskow. Vyshinsky, menyediakan teks deklarasai
dengan suara bulat yang disahkan oleh pemerintahan baru yang dipimpin oleh
Augusts Kirhenšteins.43 Sejak saat itu, pemerintahan baru terus melaksanakan
perintah dari Kedutaan Besar Uni Soviet. Pendudukan pertama Uni Soviet di
Latvia berlangsung selama setahun, lalu digantikan oleh Nazi Jerman pada awal
Juli 1941.44 Pendudukan Uni Soviet tersebut membuat Latvia dijadikan negara
bagian Soviet pada tanggal 21 Juli 1940.45 Pada tanggal 5 Agustus 1940, Uni
Soviet meresmikan Latvia sebagai negara bagian ke-15 Soviet.46 Namun hal
tersebut tidak diakui oleh barat dan hukum internasional, sehingga negara-negara
barat masih menganggap bahwa hukum dan kedaulatan Latvia masih eksis. Selain
40 Ibid., hal. 46. 41 Valters Nollendorfs, et. al, The Three Occupations of Latvia 1940-1991 (Riga: okupåcijas muzeja
fonds, 2005), hal. 14. 42 Ibid, hal. 15. 43 Ibid., hal. 47. 44 Ibid. 45 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 46 Ibid.
74
itu, pada minggu pertama kehadirannya, Tentara Merah memerintahkan untuk
mengadakan perlucutan senjata terhadap militer Latvia yang bernama Aizsargi.47
Karlis Umanis juga dipaksa untuk menandatangani penghapusan militer Latvia.
Uni Soviet lalu mendirikan Distrik Militer Baltik Uni Soviet di Latvia yang
dinamai People’s Army dan dimasukkan ke dalam Tentara Merah sebagai Korps
Teritorial 24.48 Uni Soviet juga melakukan deportasi ke Kamp GULAG ataupun
eksekusi terhadap Perwira Senior Latvia.
Selama pendudukan Soviet tersebut, masyarakat Latvia hidup menderita
akibat menjadi korban pemerintahan Komunis selama satu tahun. Penderitaan
tersebut diakibatkan oleh tindakan represif yang dilakukan pemerintahan Soviet
terhadap masyarakat Latvia. Uni Soviet juga melakukan penindasan terhadap
tempat-tempat ibadah dan menghapuskan hari libur perayaan agama dan pelajaran
agama di sekolah maupun universitas.49 Sebagai gantinya, Uni Soviet melakukan
propaganda atheis dan melarang beroperasinya sekolah kegamaan serta pernikahan
secara hukum. Upaya Sovietisation lain yang dilakukan oleh Uni Soviet adalah
dengan memasukkan ajaran Marx, Engels, Lenin, dan Stalin ke dalam kurikulum
pendidikan serta memaksa anak-anak sekolah untuk mengikuti demonstrasi
komunis.50 Hal ini dilakukan oleh Uni Soviet dengan tujuan untuk membentuk
Pemuda Komunis. Hal terparah yang dilakukan Soviet selama pendudukan
47 Valters Nollendorfs, et. al, Op. cit., hal. 17. 48 Ibid. 49Valters Nollendorfs, et. al, Op. cit., hal. 18. 50 Ibid, hal. 20.
75
pertama selain tindakan represifnya adalah deportasi masyarakat Latvia ke tempat
yang jauh dari Uni Soviet. Deportasi skala besar pertama terjadi pada tanggal 14
Juni 1941.51 Setidaknya selama pemerintahan tersebut lebih dari 15.000
masyarakat Latvia telah dideportasi atas perintah Moskow. Para pria dipisahkan
dari keluarga mereka dan diadili serta terdapat pula yang dipenjara di kamp kerja
paksa GULAG. Tindakan Uni Soviet tersebut membuat tingkat kematian Latvia
tinggi, terutama kalangan orang tua dan anak-anak.52
2.1.4. Latvia Pada Masa Pendudukan NAZI Jerman (1941-1944)
Tanggal 22 Juni 1941 tentara Nazi memasuki Latvia dan berhasil
menduduki Latvia pada tanggal 7 Juli 1941. Serangan yang dilakukan oleh tentara
Nazi tersebut membuat Tentara Merah mundur. Pada tanggal 7 Juli 1941, Jerman
membentuk pasukan khusus yang bertugas untuk mengawasi wilayah Latvia dan
Kota Riga menjadi pusat administrasi.53 Saat pendudukan Jerman, yaitu pada
rentang Bulan Juli hingga Desember 1941, Badan Operasional Kelompok
Keamanan Jerman menghasut dan memandu pemusnahan masyarakat Yahudi
Latvia. Akibatnya 70.000 dari 94.000 orang Yahudi terbunuh dalam peristiwa
Holocaust.54 Pada tanggal 23 Januari 1943 di Riga terbentuk organisasi pertahanan
nasional dengan Konstantīns Čakste sebagai pemimpinnya. Tanggal 13 Agustus
1943, diadakan pertemuan oleh Perdana Menteri Inggris, Presiden Amerika
51 Ibid, hal. 23. 52 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 53 The Latvian Institute, Op. cit, hal. 21 54 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit
76
Serikat, dan Pemimpin Soviet untuk melakukan negosiasi mengenai hak untuk
menduduki Eropa Timur secara bebas.55 Untuk pertama kalinya pada tanggal 28
November 1943 Divisi Legiun Latvia bersama Tentara Nazi melawan Pasukan
Soviet dalam pertempuran di Sungan Velikaya.56
Selama pendudukan Jerman di Latvia, Jerman gencar melakukan
propaganda dengan menyalahkan Amerika Serikat dan Inggris. Propaganda
tersebut disebarkan melalui radio, televisi, maupun surat kabar. Kekejaman Nazi
saat menduduki Latvia tergambar dalam peristiwa Holocaust Latvia. Bagian
Holocaust yang paling mengerikan adalah pembunuhan terhadap 25.000 orang di
Rumbula pada tanggal 30 November dan 8 Desember 1941.57 Sistem Holocaust ini
pertama dibentuk Jerman dengan mengeluarkan hukum anti Yahudi dan
mengancam dengan keras hukuman atas pelanggaran tersebut. Pada Bulan Juli
1941, Komandan Riga dan Komandan Liepaja mengeluarkan Ordo anti-Yahudi.58
Pemusnahan Orang Yahudi pertama terjadi di Grobina yang dilakukan oleh
anggota Teilokomando 1a dari Einsatzgruppe A dengan membunuh 6 orang
Yahudi. Sedangkan pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak baru dimulai
pada akhir musim panas tahun 1941.59 Pada awalnya Etnis Latvia tidak pernah
mengambil peran dalam pembantaian Etnis Yahudi. Namun, Jerman membuat
55 The Latvian Institute, Op. cit, hal. 21 56 Ibid. 57 Aivars Stranga, The Hidden and Forbidden History of Latvia Under Soviet and Nazi Occupations
1940-1991: The Holocaust in Occupied Latvia: 1941-1945 (Riga: Institute of the History of Latvia,
2005), hal. 163. 58 Ibid, hal. 164. 59 Ibid.
77
Etnis Latvia menjadi terlibat dengan membentuk unit bela diri atau Selbstschutz di
seluruh Latvia. Jerman juga membentuk Polisi Bantu Latvia atau Hilfspolize untuk
terlibat dalam pendaftaran orang-orang Yahudi.60 Metode tersebut digunakan oleh
Nazi untuk memaksa Etnis Latvia terlibat dalam pembantaian etnis mereka sendiri.
2.1.5. Latvia Pada Masa Pendudukan Kedua Uni Soviet (1944-1991)
Bulan Juli 1944, pasukan tentara merah mencoba kembali untuk memasuki
wilayah Latvia. Tanggal 6 Oktober 1944 Moskow memerintahkan Latvia untuk
menyerahkan Kota Abrene yang sekarang bernama Pitalova beserta enam kota
praja ke Soviet Rusia.61 Selanjutnya, Uni Soviet berusaha untuk menguasai Riga
dan berhasil pada tanggal 13 Oktober 1944. Pendudukan Riga tersebut berhasil
membuat Latvia kembali menjadi bagian dari Uni Soviet. Hal tersebut membuat
tentara Jerman melarikan diri ke Latvia Barat tepatnya di Kurzeme.62 Setelah
pendudukan Uni Soviet tersebut, perang demi perangpun terjadi di tanah Latvia.
Hingga akhir dari perang tersebut membuat sepertiga populasi Latvia menghilang
serta 120.000 orang di Latvia Barat lebih memilih untuk menetap di Kanada,
Inggris, Australia, Amerika Serikat, dan negara-negara lain.63 Selama pendudukan
kedua Uni Soviet ini, Riga dijadikan sebagai markas Militer Baltik. Selain itu,
wilayah Latvia menjadi kamp tentara, pangkalan roket nuklir, rentang
60 Ibid, hal. 167. 61 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 62 Ibid. 63 Ibid.
78
pengeboman dan artileri, tempat pembuangan amunisi, lapangan udara, dan
instalasi angkatan laut.64
Pada tanggal 25 Maret 1949 terjadi deportasi massal kedua, sekitar 44.000
orang di deportasi.65 Setelah itu, Uni Soviet melakukan rekayasa etnis penduduk
dengan melakukan migrasi terhadap Etnis Rusia ke Latvia. Etnis Rusia yang hanya
10% sebelum pendudukan Uni Soviet, menjadi 34% dari total populasi setelah
pendudukan Uni Soviet.66 Sementara Etnis Latvia yang awalanya sebesar 75%
menjadi 52% dari total populasi.67 Namun, saat kematian Stalin tahun 1953 mereka
yang telah dideportasi diizinkan untuk kembali ke Latvia. Tanggal 4 Juni 1987,
Kelompok Hak Asasi Manusia yang bernama Helsinki-86 mengorganisir
peringatan korban deportasi oleh Uni Soviet yang menelan banyak orang.68 Setelah
sidang khusus yang dilaksanakan pada tanggal 1 hingga 2 Juni 1988, untuk
pertama kalinya aneksasi Latvia oleh Uni Soviet pada tanggal 17 Juni 1940
dinyatakan sebagai penjajahan. Selain itu, untuk pertama kalinya juga masyarakat
Latvia dapat dengan bebas membawa bendera Latvia serta menyanyikan lagu
kebangsaan mereka.69 Pada Bulan Oktober 1988, Front Populer Latvia (FPL)
didirikan dan berhasil memenangkan pemilu tanggal 4 Mei 1990. Pada tanggal
yang sama Dewan Tertinggi mengeluarkan Undang-Undang yang memperbaharui
64 Valters Nollendorfs, et. al, Op. cit., hal. 32. 65 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 66 Valters Nollendorfs, et. al, Op. cit., hal. 37. 67 Ibid. 68 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 69 Ibid.
79
Republik Latvia dan mengembalikan undang-undang sebelumnya. Namun, Uni
Soviet mencoba untuk menekan gerakan kemerdekaan tersebut dengan melakukan
ancaman dan boikot ekonomi. Sehingga membuat meletusnya pertumpahan darah
pada tanggal 13 Januari 1991 ketika pasukan Uni Soviet menyerang pemerintahan
penting di Vilnius, Lithuania.70 Untuk menghalau pasaukan Soviet tersebut,
Orang-orang Latvia mendirikan barikade di Riga untuk melindungi gedung-
gedung penting. Sekitar 100.000 orang terjun dalam barikade tersebut. Pada
tanggal 21 Agustus 1991 Dewan Tertinggi Latvia mendeklarasikan kemerdekaan
dan kedaulatan penuh Latvia.71 Pada tanggal 31 Agustus 1994 pasukan tentara
Rusia meninggalkan wilayah Latvia dan hal tersebut membuat pertama kalinya
Latvia bebas dari kekuatan asing.72 Tanggal 29 Maret 2004 Latvia dengan resmi
bergabung dengan NATO.73
2.1.6. Latvia Pasca Runtuhnya Uni Soviet
Pasca Uni Soviet runtuh, Latvia lebih banyak berfokus untuk membangun
kekuatan negaranya dan membangun relasi dengan negara-negara dengan power
yang besar, seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat. Disamping itu, hubungan
Latvia dan Rusia masih terus dipenuhi dengan konflik akibat perbatasan dan
diskriminasi minoritas Rusia di Latvia. Oleh karena itu, pada sub-bab ini penulis
70 Valters Nollendorfs, et. al, Op. cit., hal. 39. 71 Ibid. 72 Ph.D. Valters Nollendorfs, Loc. cit 73 Ibid.
80
akan membagi pembahasan menjadi dua bagian yaitu kondisi internal dan
eksternal Latvia pasca Uni Soviet runtuh.
a. Kondisi Internal
Pasca berakhirnya masa pendudukan Uni Soviet di Latvia, Etnis Rusia
menjadi etnis non-Latvia terbesar yang ada di Latvia. Pada tahun 1998, komposisi
etnis terbesar Latvia terdiri dari Etnis Latvia sebesar 55,5% dan Etnis Rusia
sebesar 32,4%.74 Bahkan hal tersebut masih berlanjut hingga saat ini. Berdasarkan
data yang didapatkan dari Biro Statistika Latvia, pada tahun 2020 komposisi etnis
di Latvia terdiri dari Etnis Latvia sebesar 62,5%, Etnis Rusia sebesar 24,7%, Etnis
Belarusia sebesar 3,2%, Etnis Ukraina sebesar 2,3%, Etnis Polandia sebesar 2%,
Etnis Lithuania sebesar 1,1%, Etnis Romania sebesar 0,3%, Etnis Yahudi sebesar
0,2%, Etnis Jerman sebesar 0,1%, Etnis Estonia sebesar 0,1%, dan etnis lain
sebesar 3,5%.75 Data tersebut menunjukkan bahwa di Latvia masih terdapat Etnis
Rusia yang cukup besar, walaupun telah terdapat peningkatan Etnis Latvia
dibandingkan pasca runtuhnya Uni Soviet.
Setelah berhasil melepaskan diri dari pendudukan Uni Soviet pada tahun
1991, Latvia langsung melakukan pembenahan terhadap negaranya baik dari segi
politik, sosial, ekonomi, maupun keamanan. Berbagai upaya transformasi
dilakukan Latvia tidak hanya untuk memperbaiki kekacauan negaranya, namun
74 Pēteris Zvidriŋš, Change of Ethnic Structure and Characteristics of Minorities in Latvia, Centre of
Demography University of Latvia, 1998, hal. 10. 75 Centrālā Statistikas Pārvalde, Demogrāfija 2020 (Riga: Centrālā Statistikas Pārvalde, 2020), hal. 33.
81
juga untuk memnuhi syarat agar dapat bergabung dengan Uni Eropa. Pasca
kemerdekaannya, Latvia langsung memulai perbaikan terhadap kesejahteraan
masyarakatnya dengan cara memperkuat peraturan kesehatan, perumahan,
pendidikan, penggunaan lahan dan air, dan penanganan terhadap pengangguran.76
Pada kurun tahun 1990-1993, Latvia telah berhasil melakukan perbaikan pada
permasalahan bahasa nasional yang kemudian digunakan dalam pendidikan,
peluncuran program privatisasi perusahaan, dan undang-undang naturalisasi.77
Pada bidang politik, dua tahun setelah kemerdekaannya, Latvia mendirikan
badan legislatif baru yang bernama The Fifth Saeima yang berisikan 100 anggota
yang dipilih melalui pemilihan umum.78 Namun dalam hal ini yang boleh
mengikuti pemilihan umum adalah masyarakat Latvia yang telah ada di Latvia
sejak sebelum tahun 1940. Aturan ini menyebabkan Etnis Rusia maupun etnis
yang memasuki Latvia setelah tahun 1940 tidak memiliki hak mengikuti pemilihan
umum. Setelah pembentukannya, The Fifth Saeima melakukan tugas pertamanya
yaitu untuk menyetujui Konstitusi Latvia 1922 secara keseluruhan, sebelum
pemilihan presiden dilakukan. Presiden di Latvia memiliki hak untuk menunjuk
perdana menteri, meratifikasi perjanjian internasional, mengangkat dan menerima
diplomat, memprakarsai undang-undang, merujuk undang-undang ke Saeima
76 Zeffry Alkatiri, Transisi Demokrasi Di Eropa Timur (Baltik, Jerman Timur, Rumania, & Balkan)
(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), hal. 95. 77 Ibid, hal. 94. 78 Viola Olga King, Latvia’s Unique Path Toward Independence: The Challenges Associated With The
Transition From A Soviet Republic to an Independent State, International Social Science Review, Vol.
87 No.3/4, 2012, hal. 127-154.
82
untuk pembacaan kedua, dan dapat menyerukan pembubaran Saeima asalkan
mendapatkan dukungan minimal 50% dari jumlah populasi.79 Presiden pertama
yang terpilih oleh masyarakat Latvia adalah Guntis Ulmanis dengan jumlah suara
sebanyak 53%. Namun, terpilihnya Ulmani banyak mendapatkan pertentangan dari
kelompok kanan, nasionalis radikal, dan gerakan kemerdekaan karena Ulmani
pernah menjadi anggota Partai Komunis selama dua tahun.80
Di bidang ekonomi, meskipun pada awal kemerdekaannya Latvia
mengalami kemerosotan ekonomi dengan PDB pada kurun tahun 1990-1993
menurun hingga lebih dari 49%.81 Namun begitu, Latvia akhirnya berhasil dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi di negaranya. Usaha-usaha yang
dilakukan Latvia dimulai dengan memberlakukan liberalisasi harga seluruh
barang. Lalu Latvia memberlakukan perubahan mengenai aturan perpajakan,
jaminan sosial, anti-monopoli dan bankruptcy law, serta mendirikan sistem
perbankan dua tingkat.82 Selanjutnya, Latvia merubah mata uang Rubel Rusia
menjadi Rubel Latvia untuk digunakan sebagai mata uang resmi. Latvia juga
melakukan privatisasi yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama privatisasi
dilakukan terhadap usaha-usaha menengah dan kecil seperti restoran. Lalu,
privatisasi tahap kedua dilakukan untuk perusahaan-perusahaan besar.83
79 Ibid. 80 Ibid. 81 Peterson Institute for International Economics, Latvia’s Post-Soviet Transition, Peterson Institute for
International Economics, hal. 5. 82 Maris G. Martinsons dan Krisjanis Valdemars, Post-Soviet Reform in Latvia: Early Progress and
Future Prospects, Journal of Economic Studies, Vol. 9 No. 6, 2006, hal. 33-56. 83 Ibid.
83
Selanjutnya yang menyebabkan konflik paling besar dalam internal Latvia
adalah permasalahan kewarganegaraan. Dimana kewarganegaraan Latvia
diberikan otomatis kepada mereka atau orang tuanya pernah menjadi warga
negara Latvia sebelum tahun 1940. Sedangkan pendatang yang masuk Latvia
setelah tahun 1940 menjadi tidak memiliki kewarganegaraan. Orang-orang yang
tidak memiliki kewarganegaraan ini selanjutnya akan dibatasi hak sosial dan
ekonomi mereka seperti hak menerima tunjangan sosial dan hak untuk bekerja.84
Hal inilah yang kemudian membuat Latvia mendapatkan banyak protes dari dalam
maupun luar, yang kemudian membuat Latvia merumuskan undang-undang
naturalisasi. Namun, peraturan naturalisasi yang dibuat oleh Latvia menimbulkan
ketidakpuasan dan protes dari Etnis Rusia di Lavia. Protes tersebut dikarenakan di
dalam peraturan naturalisasi disebutkan bahwa terdapat ketentuan kuota yang
ketat, persyaratan tinggal 16 tahun, dan kemampuan berbahasa Latvia yang
tinggi.85
Selanjutnya, Latvia memberlakukan hukum baru naturalisasi dengan
persyaratan yaitu persyaratan tinggal 5 tahun, kemampuan berbahasa Latvia,
mengetahui prinsip dasar Konstitusi Latvia, mengetahui lagu nasional dan sejarah
negara, memiliki sumber pendapatan yang legal, melakukan sumpah setia kepada
Latvia, serta melepaskan kewarganegaan sebelumnya.86 Walaupun hukum
naturalisasi telah diperbarui, namun masih banyak Etnis Rusia yang gagal
84 Viola Olga King, Loc. cit. 85 Ibid. 86 Ibid.
84
mendapatkan kewarganegaraan Latvia karena kemampuan berbahasa Latvia yang
rendah. Selain berfokus untuk memperbaiki internal negara, Latvia juga berusaha
untuk membangun hubungan eksternal walaupun masih terlibat beberapa konflik
dengan Rusia.
b. Kondisi Eksternal
Pasca runtuhnya Uni Soviet, secara eksternal Latvia masih terus
menghadapi beberapa konflik dengan Rusia, yaitu konflik perbatasan dan
diskriminasi minoritas Rusia. Konflik perbatasan terjadi antara Latvia dan Rusia
karena sebelum menjadi negara yang merdeka, Latvia dan Rusia tidak pernah
menetapkan perbatasan diantara kedua negara. Pasca kemerdekaan Latvia pada
tahun 1991, Rusia dan Latvia baru memulai untuk menegosiasikan perbatasan di
antara mereka.87 Konflik antara kedua negara terjadi akibat klaim yang dilakukan
oleh Latvia terhadap salah satu distrik di Rusia. Distrik tersebut merupakan Distrik
Pytalovo yang terdapat di Oblast Pskov yang sebelumnya merupakan Kota
Abrene.88 Wilayah ini pernah menjadi bagian dari Latvia sebelum terjadinya
Perang Dunia II. Klaim ini dilakukan Latvia dengan mengadopsi resolusi “on the
non-recognition of the annexation of the town Abrene and its six oblast” pada
Bulan Februari 1992.89 Latvia melakukan adopsi terhadap resolusi ini untuk
87 Karina Oborune, Paper on Specific Case Study of Latvia (EU)/Russia Border, L ‘Institut d’ Etudes
Politiques de Lille, 2007, hal. 2. 88 Ibid. 89 Claes Levinsson, The Long Shadow of History: Post-Soviet Border Disputes- The Case of Estonia,
Latvia, and Russia, Connections, Vol. 5 No. 2, 2006, hal. 98-110.
85
menegaskan kepatuhannya terhadap perbatasan yang telah ditetapkan melalui Riga
Peace Treaty 1920.
Klaim Latvia terhadap Kota Abrene tersebut kemudian ditentang oleh
Rusia karena dianggap tidak sesuai dengan latar belakang historis dan identitas
masyarakat Kota Abrene yang mana mayoritas penduduknya merupakan Etnis
Rusia. Walaupun sebenarnya mayoritas Etnis Rusia di Kota Abrene diciptakan
oleh Rusia melalui penukaran komposisi etnis Latvia dengan Rusia pada masa
pendudukan Uni Soviet yang kedua. Pada tahun 1938, komposisi penduduk Kota
Abrene terdiri dari 55% Etnis Latvia, 41,7% Etnis Rusia, dan 3,3% etnis lain.90
Namun, setelah pendudukan kedua Uni Soviet yaitu tahun 1945, komposisi etnis
Kota Abrene menjadi 85,5% Etnis Rusia, 12,5% Etnis Latvia, dan 2% etnis lain.91
Penolakan Rusia terhadap klaim Latvia ini yang kemudian menjadi konflik
perbatasan antara kedua negara. Normalisasi hubungan antara kedua negara mulai
dilakukan pada tahun 1993. Namun, upaya pertama negosiasi perbatasan
dilakukan pada tahun 1996 yang akhirnya gagal karena oposisi kedua negara.92
Setelah Latvia menjadi anggota Uni Eropa pada tahun 2004, permasalahan
batas negara antara Latvia dan Rusia menjadi konflik perbatasan antara Uni Eropa
dan Rusia. Oleh karena itu, Uni Eropa meminta agar kedua negara segera
90 Ibid. 91 Ibid. 92 Karina Oborune, Op.cit., hal. 3.
86
menandatangani perjanjian perbatasan yang telah diinisiasikan pada tahun 1997.93.
Akhirnya pada tanggal 10 Mei 2005, Uni Eropa mendesak Latvia dan Rusia untuk
menandatangani perjanjian perbatasan. Namun, penandatanganan perjanjian ini
menjadi batal karena Latvia mendeklarasikan Riga Peace Treaty 1920 yang
mengakibatkan Rusia tidak mau menandatangani perjanjian tersebut.94 Perjanjian
perbatasan tersebut akhirnya benar-benar ditandatangani pada 27 Maret 2007.95
Hal ini terjadi karena sebelumnya yaitu pada tanggal 6 Maret 2007 Latvia
membatalkan deklarasi Riga Peace Treaty, dengan alasan untuk menghormati The
Organization for Security and Co-operation in Europe (OCSE) agar tidak merubah
perbatasan setelah Perang Dunia II.96 Walaupun sebenarnya penandatangan
perbatasan ini juga terdapat penolakan dari beberapa masyarakat Latvia, karena
mereka menganggap menandatangani perjanjian perbatasan tersebut sama saja
dengan menyetujui pendudukan Uni Soviet di Latvia.97
Selain memiliki konflik perbatasan, hubungan Latvia-Rusia juga dipenuhi
oleh konflik diskriminasi minoritas Rusia yang tidak benar-benar selesai hingga
saat ini. Keputusan Latvia untuk memarginalkan Etnis Rusia dengan alasan agar
Rusia tidak menguasai negara mereka kembali, justru menjadi boomerang
93 Patrick Lannin, “Russia, Latvia Finally Seal Border Treaty” yang diakses melalui
https://www.reuters.com/article/us-russia-latvia-idUSL185044920071218 pada tanggal 24 Juni 2021
pukul 21.30 WIB. 94 Karina Oborune,Loc. cit. 95 Reporter Radio Free Europe Radio Liberty, “NATO, EU Welcome Latvia-Russia Border Treaty” yang diakses melalui https://www.rferl.org/a/1075521.html pada tanggal 24 Juni 2021 pukul 21.50 WIB. 96 Karina Oborune,Loc. cit. 97 Laura Sheeter, “Latvia, Russia Sign Border Deal” yang diakses melalui
http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6498049.stm pada tanggal 24 Juni 2021 pukul 22.00 WIB.
87
terhadap Latvia. Rusia menganggap bahwa tindakan Latvia ini merupakan sebuah
tindakan diskriminasi terhadap etnisnya. Bentuk dari diskriminasi tersebut adalah
dipersulitnya Etnis Rusia untuk mendapatkan kewarganegaraan. Hal ini dilakukan
oleh Latvia untuk mempersulit proses naturalisasi Etnis Rusia dan membuat
mereka pergi dari Latvia. Etnis Rusia harus mengikuti serangkaian tes yang ketat
dan diuji kemampuan berbahasa Latvia. Hal inilah yang membuat banyak Etnis
Rusia gagal melalui tes ini. Selain itu, Etnis Rusia juga tidak memiliki hak politik
sebagai masyarakat yang tinggdal di wilayah Latvia. Diskriminasi juga terjadi
pada bidang ekonomi dan pendidikan. Dalam bidang ekonomi, Etnis Rusia tidak
diperbolehkan untuk bekerja dalam sektor pemerintahan. Dalam bidang
pendidikan, diskriminasi terjadi dalam bentuk bahasa penutur dalam kegiatan
belajar mengajar, dimana sebagian besar materi diajarkan dalam Bahasa Latvia
yang sulit dipahami oleh Etnis Rusia. Hal ini yang kemudian membuat banyak
Etnis Rusia yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah bahkan putus
sekolah.98 Hal inilah yang kemudian membuat Rusia menuntut Latvia terhadap
tindakan-tindakan diskriminatif yang dilakukannya terhadap Etnis Rusia.
Walaupun hubungan antara Latvia dan Rusia tetap dipenuhi dengan
konflik, disisi lain Latvia juga tengah membangun hubungan dengan kekuatan-
kekuatan besar seperti Uni Eropa, NATO, dan Amerika Serikat untuk memperkuat
98 Aidan Simardone, “Not Georgia, Not Crimea: Ethnic Russian Discrimination in Estonia and Latvia”
yang diakses melalui https://theowp.org/not-georgia-not-crimea-ethnic-russian-discrimination-in-
estonia-and-latvia/ pada tanggal 25 Maret 2020 pukul 13.19 WIB.
88
posisi negaranya. Hubungan antara Latvia dan Uni Eropa dimulai saat Uni Eropa
mengakui kemerdekaan Latvia pada tahun 1991.99 Sejak saat itu Latvia berusaha
untuk dapat menjadi bagian dari Uni Eropa. Usaha-usaha tersebut dilakukan
dengan membuat negaranya sesuai dengan kriteria-kriteria anggota Uni Eropa,
salah satunya adalah memiliki keadaan politik dan ekonomi yang stabil. Pada
Bulan Juni 1993, Latvia disetujui untuk menjadi bagian dari Copenhagen States
dan pada tanggal 19 Juli 1994 Latvia dan Uni Eropa menandatangani perjanjian
Free Trade and Trade Related Matters.100 Pada tanggal 13 Oktober 1995 menjadi
langkah yang baik bagi Latvia untuk menjadi anggota Uni Eropa karena pada saat
itu Uni Eropa dan Latvia menandatangani official application Latvia untuk
bergabung dengan Uni Eropa. Setelah serangkaian usaha yang dilakukan oleh
Latvia, pada akhirnya tanggal 1 Mei 2004 Latvia secara resmi menjadi anggota
Uni Eropa. Hal ini kemudian dapat memperkuat posisi Latvia sebagai sebuah
negara, setelah sebelumnya berada dalam pendudukan Uni Soviet.
Hubungan Latvia dengan NATO dimulai sejak Latvia memulai
pengembangan sistem pertahanannya yaitu pasca bebasnya Latvia dari Uni Soviet
tahun 1991. Mulainya hubungan mereka ditandai dengan partisipasi Latvia dalam
North Atalantic Cooperation Council (NACC) yang didirikan NATO pada tanggal
99 Ministry of Foreign Affairs of The Republic of Latvia, “Latvia and The European Union Chronology of Events” yang diakses melalui https://www.mfa.gov.lv/en/policy/european-union/history/latvia-and-the-eu-chronology-of-relations pada tanggal 25 Juni 2021 pukul 19.30 WIB. 100 Ibid.
89
20 Desember 1991.101 Sejak saat itu hubungan antara NATO dan Latvia menjadi
lebih intens. Hal ini terbukti dengan turut berpartisipasinya Latvia pada
Partnership for Peace tahun 1944, dimana dengan berpartisipasi dalam kerjasama
ini Latvia akan mendapatkan dukungan dan bantuan NATO untuk
mengembangkan pertahanan mereka. Pada tahun 1945, Latvia juga berpartisipasi
dalam program yang sama sehingga Latvia dapat terlibat dalam proses
perencanaan dan peninjauan NATO.102 Selanjutnya, pada tanggal 21 November
2002 Latvia diundang dalam pertemuan Kepala Negara NATO di Praha, Ceko
agar dapat bergabung dengan NATO. Akhirnya pada tanggal 29 Maret 2004
Latvia secara resmi menjadi anggota NATO.103 Setelah menjadi anggota resmi
NATO, Latvia dapat berpartisipasi langsung dalm program-program yang
dilaksanakan oleh NATO. Latvia dapat terlibat dalam proses pengambilan
keputusan di NATO dan dapat merepresentasikan kepentingan negaranya terhadap
NATO.104 Selain itu, Latvia juga terlibat dalam transformasi NATO melalui
penguatan kapasitas dan operasi internasional. Dibangunnya hubungan Latvia
dengan NATO bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas militer dan pertahanan
Latvia agar siap jika mendapatkan ancaman dari musuh. Salah satu keuntungan
dengan menjadi anggota NATO yang didapatkan Latvia adalah keberadaan
101 Aizsardzibas Ministrija, “Latvia and NATO” yang diakses melalui https://www.mod.gov.lv/en/node/306/latvia-and-nato pada tanggal 26 Juni 2021 pukul 19.53 WIB. 102 Ibid. 103 Ibid. 104 U.S Embassy in Latvia, “NATO Engagement” yang diakses melalui https://lv.usembassy.gov/our-relationship/policy-history/nato/ pada tanggal 26 Juni 2021 pukul 20.00 WIB.
90
pasukan NATO di wilayah Latvia dan patroli udara yang dilakukan oleh NATO di
wilayah Latvia. Hal inilah yang membuat Latvia membangun hubungan dengan
NATO. Selain dapat meningkatkan posisi negaranya, Latvia juga mendapatkan
bantuan keamanan dan militer dari NATO.
Latvia juga memulai hubungan dengan Amerika Serikat guna memperkuat
posisi negaranya. Hubungan antara Latvia dan Amerika Serikat sebenarnya telah
terbangun sejak 1922 saat Latvia mengumumkan kemerderdekaannya pasca
Perang Dunia I.105 Pada dasarnya Amerika Serikat tidak pernah mengakui
pendudukan Uni Soviet terhadap Latvia. Oleh karena itu, Amerika Serikat selalu
menggap bahwa Latvia adalah negara yang merdeka. Amerika Serikat telah
banyak membantu Latvia. Amerika Serikat juga memberikan security assistant
kepada Latvia dalam bentuk pendanaan Foreign Military Financing (FMF) dan
International Military Education and Training (IMET). Pada tahun 2020, Amerika
Serikat menyediakan dana sekitar 19 juta dolar untuk keperluan security assistant
Latvia.106 Dalam bidang ekonomi, selain menjalin kerjasama, Latvia juga
bergabung dalam program visa waiver Amerika Serikat yang membuat masyarakat
Latvia mendapatkan bebas visa selama 90 hari untuk kepentingan bisnis atau
pariwisata.107 Hubungan dengan Amerika Serikat ini membuat Latvia memiliki
105 U.S Department of State, “U.S. Relations With Latvia” yang diakses melalui
https://www.state.gov/u-s-relations-with-latvia/ pada tanggal 25 Juni 2021 pukul 21.40 WIB. 106 Ibid. 107 Ibid.
91
kekuatan militer yang baik. Hal ini juga dapat membuat Latvia memperkuat posisi
negaranya.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Latvia memiliki fokus
untuk memperbaiki kondisi negaranya baik dari segi politik, ekonomi, pendidikan
dan sebagainya. Latvia juga berusaha untuk memperkuat posisi negaranya dengan
membangun hubungan dengan Uni Eropa, NATO, maupun Amerika Serikat.
Berbeda dengan Rusia yang ingin mengembalikan kejayaannya seperti pada masa
Uni Soviet. Melalui kebijakan luar negeri Russian World-nya, Vladimir Putin
berusaha untuk mengambil alih kembali negara-negara yang sebelumnya pernah
menjadi bagian dari Uni Soviet. Hal ini kemudian dapat menjelaskan tindakan
aneksasi yang dilakukannya terhadap Krimea. Oleh karena itu, pada sub-bab
selanjutnya penulis akan membahas mengenai strategi Hybrid Warfare yang
digunakan Rusia dan proses Aneksasi Krimea oleh Rusia.
2.2. Aneksasi Krimea Oleh Rusia
Krimea merupakan sebuah wilayah yang terletak di pantai utara Laut Hitam
dan pantai barat Laut Azov yang berbatasan langsung dengan wilayah Ukraina
Utara.108 Masyarakat Krimea dalam kehidupan sehari-harinya lebih sering
menggunakan Bahasa Rusia, walaupun sebenarnya bahasa resminya adalah Bahasa
Ukraina.109 Hal tersebut dikarenakan masyarakat Krimea memiliki ikatan budaya dan
108 Irvand Sahir, Loc. cit. 109 Ibid.
92
sejarah yang kuat dengan Rusia. Dalam sejarahnya, Krimea menjadi wilayah
independen hanya kurang dari empat dekade dan lebih sering berada dalam
penguasaan negara lain.110 Negara-negara yang pernah menguasai Krimea adalah
bangsa Yunani, Bulgaria, Scythians, Romawi, Gots, Hun, Khazars, Kievan Rus,
Kekaisaran Bizantium, Venesia, Genoa, Kipchaks, Mongol Golden Horde,
Kekaisaran Ottoman, Kekaisaran Rusia, Uni Soviet, Nazi Jerman, dan Ukraina.111
Krimea berada dalam penguasaan Rusia pada tahun 1783, setelah melakukan
berbagai upaya penyerangan terhadap Kekaisaran Ottoman.112 Pada tahun 1930-an
terjadi peristiwa deportasi massal yang menyebabkan Etnis Tatar dipindahkan ke
Siberia dan Republik Asia Tengah Soviet seperti Uzbekistan, Kazakhstan, Tajikistan,
dan beberapa wilayah lainnya. Sedangkan wilayah Krimea diisi dengan Etnis Slavia
atau Rusia, sehingga mempengaruhi keseimbangan etnis di wilayah tersebut.113
Depotasi massal tersebut merupakan kebijakan Stalin untuk menghilangkan Etnis
Tatar yang membuat Krimea menjadi multikultural. Pada tahun 1954, Wilayah
Krimea ditransfer menjadi milik Ukraina untuk merayakan 300 tahun Perjanjian
Perevaslav yang ditandatangani oleh Ukraina dan Tsar Rusia.114 Pada Bulan Februari
1954, Rusia mengeluarkan petisi kepada Uni Soviet untuk menyetujui transfer
wilayah tersebut, namun dekrit pemindahan wilayah tersebut baru di setujui oleh
110 Lintank Wahyu Sudibyo, Loc. cit. 111 Ibid. 112 Indriana Kartini, Loc. cit. 113 Ibid. 114 Ibid.
93
hukum pada 26 April 1954 oleh Kruschev.115 Namun, hal tersebut justru mendorong
ketegangan etnis di Krimea. Menurut Elena Mizrokhi setidaknya terdapat tiga faktor
yang mendorong ketegangan etnis di Krimea, yaitu :
• Etnis Tatar menganggap bahwa Krimea merupakan tanah air mereka dan
merekalah satu-satunya penduduk asli Krimea yang dibuktikan melalui
keberadaannya sejak abad ke-15 hingga abad ke-18;
• Rusia menganggap bahwa Krimea merupakan wilayah mereka karena
Krimea merupakan bukti kejayaan Cathrine Agung dan Kekaisaran Tsar
Rusia, sedangkan Etnis Tatar merupakan bagian dari invasi dan kolaborator
asing;
• Ukraina menganggap Krimea merupakan wilayahnya karena faktor
kedekatan geografis, budaya dan etnisitas.116
Ketiga pandangan yang berbeda tersebut membuat ketegangan di Krimea mejadi
semakin memanas. Hingga akhirnya melahirkan tiga kelompok berbeda yaitu
kelompok yang pro Rusia, Kelompok Komunis dan kelompok yang pro terhadap
Ukraina.
Setelah kemerdekaan Ukraina pada tahun 1990, Krimea resmi menjadi
wilayah dari Ukraina. Namun, hal tersebut justru melahirkan gerakan separatisme di
Krimea. Terjadinya separatisme tersebut di dorong oleh dua faktor yaitu diskriminasi
115 Ibid. 116 Ibid.
94
terhadap Etnis Muslim Tatar dan kehadiran minoritas Rusia.117 Pada tahun 1992
Duma Rusia menentang transfer wilayah Krimea pada Ukraina dan mendeklarasikan
bahwa transfer wilayah tersebut ilegal.118 Hal tersebut membuat hubungan antara
Rusia dan Ukraina makin memburuk. Terlebih lagi terdapat perselisihan antara
Ukraina dan Rusia mengenai penempatan armada kapal Rusia di Laut Hitam. Namun,
perselisihan tersebut berakhir dengan di tandatanganinya kesepakatan antara Rusia
dengan Ukraina mengenai penempatan armada Laut Hitam Rusia di Krimea hingga
tahun 2017.119 Kemudian perjanjian tersebut diperpanjang pada tahun 2010 dengan
perpanjangan masa sewa 25 tahun dimulai dari tahun 2017 dan tambahan 5 tahun
masa sewa. Kesepakan tersebut tertuang dalam perjanjian fleet for gas yang berisi
mengenai pertukaran antara perpanjangan masa sewa armada Laut Hitam Rusia dan
Ukraina mendapatkan potongan 30% untuk impor gas dari Rusia.120
Presiden Viktor Yanukovych pada masa kepemimpinannya menunjukkan
sikap yang pro terhadap Rusia dengan ditandai dengan di tandatanganinya perjanjian
fleet for gas. Sikap pro terhadap Rusia tersebut juga terlihat dengan keputusannya
untuk menolak perpanjangan perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa. Hal tersebut
membuat masyarakat Ukraina marah karena banyaknya masyarakat Ukraina yang
ingin berintegrasi dengan Uni Eropa. Pada tanggal 21 November 2013 terjadi aksi
demonstrasi masyarakat yang menginginkan integrasi dengan Uni Eropa yang disebut
117 Ibid. 118 Ibid. 119 Radhitya Hadi Rahman, Loc. cit. 120 Indriana Kartini, Loc. cit.
95
dengan gelombang Euromaidan atau Eurosquare.121 Gelombang tersebut
menyebabkan masyarakat Ukraina terpecah menjadi dua yaitu masyarakat yang
menginginkan integrasi dengan Eropa dan Rusia atau yang disebut dengan forward to
the west vs back to the USSR.122 Puncak aksi protes tersebut terjadi pada Februari
2014 ketika aparat polisi merespon protes tersebut dengan cara konfrontatif hingga
membuat gelombang demonstrasi semakin besar dan Presiden Viktor Yanukovych
meninggalkan ibukota negara pada tanggal 21 Februasi 2014.123
Sepeninggal Presiden Viktor Yanukovych, parlemen menunjuk presiden
sementara dan telah diakui oleh PPB dan Uni Eropa. Namun, presiden sementara
tersebut dianggap ilegal oleh Rusia dan dianggap sebagi bentuk kudeta. Bahkan Rusia
juga menuduh Amerika Serikat mendanai gerakan demonstrasi Ukraina dan
menganggap bahwa Presiden Viktor Yanukovych diberhentikan secara ilegal serta
masih menganggap bahwa Yanukovych merupakan presiden Ukraina.124 Pada tanggal
26 Februari 2014 pasukan Rusia mulai memasuki wilayah Krimea125 untuk
melakukan operasi. Operasi yang dilakukan militer Rusia berlangsung selama tiga
minggu tanpa perlawanan berarti dari militer Ukraina.126 Rusia dapat dengan mudah
menguasai Krimea dikarenakan beberapa faktor, yaitu pasukan Rusia yang telah
berada di Krimea, jarak yang dekat dengan lokasi-lokasi strategis, dan perintah dari
121 Ibid. 122 Ibid. 123 Ibid. 124 Ibid. 125 Ibid. 126 Devindra Ramkas Oktaviano, Kepentingan Rusia Me-Aneksasi Semenanjung Krimea Tahun 2014,
Jurnal Transnasional, Vol. 7 No. 1, 2015, hal. 1898-1913.
96
Ukraina kepada pasukannya untuk tidak melakukan perlawanan.127 Setelah itu,
Krimea melakukan pemilihan umum untuk mengganti pemerintahan Krimea, Perdana
Menteri Krimea dan menyerukan referendum tentang otonomi Krimea.
Pada tanggal 16 Maret 2014 dilaksanakan referendum untuk bergabung
dengan Rusia dengan hasil perolehan suara dari Krimea sebesar 96,77% dan
Sevastopol 95,6%, namun ditentang oleh Ukraina, Etnis Tatar, Uni Eropa, dan
Amerika Serikat karena dianggap menyalahi aturan hukum internasional.128
Selanjutnya Krimea mendeklarasikan kemerdekaannya dan memilih bergabung
dengan Federasi Rusia pada tanggal 17 Maret 2014 dan disusul dengan
penandatangan perjanjian penggabungan Krimea dan Sevastopol ke dalam Federasi
Rusia pada tanggal 18 Maret 2014.129 Pada waktu yang sama, Perdana Menteri
Krimea, Ketua Parlemen Krimea, Ketua Dewan Sevastopol, dan Presiden Rusia
menandatangani rancangan undang-undang aneksasi Krimea yang dikenal sebagai
perjanjian aneksasi Krimea.130 Akibat peristiwa tersebut Majelis Umum PBB
mengeluarkan resolusi 68/262 yang menyatakan bahwa penggabungan Krimea dan
Sevastopol tidak valid dan ilegal dan dilanjutkan dengan pernyataan Ukraina bahwa
Krimea sedang dianeksasi oleh Rusia pada tanggal 15 April 2014.131 Untuk
meredamkan kekisruhan politik, Ukraina menggelar pemilu presiden pada tanggal 25
127 Ibid. 128 Indriana Kartini, Loc. cit. 129 Ibid. 130 Devindra Ramkas Oktaviano, Loc. cit. 131 Indriana Kartini, Loc. cit.
97
Mei 2014 yang dimenangkan oleh Petro Poroshenko.132 Hal tersebut menandakan
bahwa secara sepihak Rusia telah memenangkan sengketa wilayah tersebut.
Pasca keberhasilan Rusia dalam melakukan aneksasi terhadap Krimea, Rusia
gencar untuk terus melakukan serangan disinformatif yang ditujukan kepada Negara-
negara Baltik, terutama Latvia. Selain melakukan serangan disinformatif, Rusia juga
menyerang Latvia dengan menggunakan cyber attack terhadap lembaga-lembaga
krusial Latvia. Salah satu serangan disinformatif yang dilakukan Rusia terhadap
Latvia adalah dengan cara menyebarkan isu separatism yang terjadi di Latgale.
Latgale sendiri merupakan wilayah yang paling timur Latvia yang berbatasan
langsung dengan Rusia. Latgale juga memiliki etnis minoritas Rusia terbesar
dibandingkan wilayah-wilayah lain di Latvia. Serangan ini cukup membuat Latvia
merasa terancam dan merasa curiga bahwa Rusia akan melakukan hal yang
dilakukannye kepada Krimea di Latgale. Selain itu, Rusia juga terus
mempermasalahkan diskriminasi Etnis Rusia yang terjadi di Latvia, walaupun Latvia
telah berusaha untuk menyamakan kedudukan Etnis Rusia dengan etnis asli Latvia.
Bahkan Rusia juga pernah melakukan embargo ekonomi terhadap Latvia akibat
adanya permasalahan diskriminasi etnis tersebut. Serangan-serangan ini terus terjadi
kepada Latvia pasca terjadinya aneksasi Krimea. Hal inilah yang kemudian membuat
Latvia menjadi merasa terancam terhadap serangan-serangan Rusia yang disebut
sebagai Hybrid Warfare.
132 Ibid.
98
2.4 Pandangan Latvia dan Sekutu Terhadap Manuver Militer Rusia
Dalam sub-bab ini, penulis akan menunjukkan bahwa Latvia benar-benar
merasa terancam dengan strategi Hybrid Warfare Rusia dengan melakukan analisis
terhadap dua indikator yaitu artikulasi pembuat keputusan dan deskripsi pengamat
kontemporer. Kedua indikator ini pada dasarnya memiliki pembahasan yang sama
yaitu pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh para pembuat keputusan baik dari
Latvia ataupun sekutu Latvia yang melihat kondisi ancaman yang dirasakan oleh
Latvia. Untuk pernyataan pembuat keputusan yang berasal dari Latvia, pembuat
keputusannya dapat berupa diplomat, presiden, perdana menteri ataupun orang-orang
penting dalam negara tersebut yang memberikan pernyataan mengenai ancaman yang
dirasakan terhadap Hybrid War Rusia.
Salah satu pernyataan diberikan oleh Sekretaris Menteri Pertahanan Latvia yang
bernama Janis Garisons pada tanggal 12 Oktober 2017, beliau menyatakan bahwa
“Russia is exploiting our weaknesses”.133 Melalui pernyataan tersebut dapat diketahui
bahwa Latvia merasa Rusia sedang mengeksploitasi kelemahannya. Eksploitasi
tersebut dilakukan dengan memanfaatkan konflik diskriminasi Etnis Rusia di Latvia.
Rusia mendukung aksi-aksi protes yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pro-
Rusia yang melakukan demonstrasi di Latvia. Rusia mengirimkan disinformasi untuk
mempengaruhi kelompok-kelompok tersebut, sehingga mereka terprovokasi dengan
Rusia. Rusia juga memanfaatkan perbedaan bahasa, budaya maupun agama di
133 Reid Standish, “Russia’s Neighbors Respond to Putin’s ‘Hybrid War’” yang diakses melalui
https://foreignpolicy.com/2017/10/12/russias-neighbors-respond-to-putin-hybrid-warlatvia-estonia-
lithuania-finland/ pada tanggal 25 Maret 2020 pukul 20.26 WIB.
99
Latgale agar mereka dapat melakukan separatisme. Terlebih lagi Etnis Rusia
mendominasi wilayah tersebut sehingga lebih mudah lagi untuk Rusia memprovokasi
mereka. Rusia bahkan melakukan cyber attacks terhadap instansi pemerintahan
Latvia. Garisons juga mengatakan bahwa :
“Our aims is now to build societies that are resilient to these kinds of
threats”.134
Pernyataan tersebut mengartikan bahwa pemerintahan Latvia saat ini sedang berusaha
membuat masyarakatnya tidak terpengaruh dengan disinformasi yang disebarkan oleh
Rusia. Pemerintah Latvia juga berharap agar masyarakat tidak mudah percaya atas
berita-berita yang disebarkan oleh Rusia.
Pembuat keputusan lain juga menyatakan pandangannya bahwa ancaman saat ini
adalah perang informasi. Pandangan tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam
Negeri Latvia yang bernama Rihards Kozlovskis. Melalui wawancara yang dilakukan
oleh pihak Reuters yang diterbitkan pada tanggal 12 Maret 2015, Kozlovskis
menyatakan bahwa :
“If we talk about domestic security, then one of the threats is the information
war………. in media.”135
Melalui pernyataan tersebut data diketahui bahwa perang informasi merupakan
ancaman terbesar bagi Latvia saat ini. Upaya cyber attack maupun penyebaran yang
disinformasi yang dilakukan oleh Rusia menjadi hal yang sangat bahaya bagi Latvia.
Melalui disinformasi tersebut, Rusia dapat melakukan provokasi terhadap minoritas
134 Ibid. 135 Aija Krutaine, “Latvia Minister Cites Threat From ‘Information War’ Over Russian Minority”
diakses melalui https://www.reuters.com/article/us-latvia-threat-idUSKBN0M823L20150312 pada
tanggal 25 Maret 2020 pukul 14.10 WIB.
100
Rusia di Latvia sehingga mereka dapat membuat kekacauan bahkan gerakan
separatisme di Latvia. Hal tersebut menjadi ancaman berbahaya bagi Latvia saat ini.
Kozlovkis juga mengatakan bahwa :
“A number of organizations use funding from the Russian state to spread the idea
that Russian speakers are discriminated against and facism is resurging in
Latvia.”136
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Rusia telah memulai perang
disinformasinya terhadap Latvia. Serangan tersebut dilakukan dengan cara
menyebarkan disinformasi mengenai diskriminasi yang terjadi pada entitas berbahasa
Rusia di Latvia yang dilakukan oleh kelompok yang didanai oleh Rusia. Hal ini dapat
menyebabkan konflik jika Latvia tidak dapat mengatasi serangan disinformasi
tersebut.
Pada tahun 2012, Rusia juga pernah menyebarkan disinformasi berupa
referendum untuk menjadikan Bahasa Rusia sebagai bahasa kedua Latvia.137 Berita
disinformasi tersebut juga mengatakan bahwa 40% orang Latvia yang berbahasa
Rusia adalah warga negara kelas dua. Selain itu, juga mengatakan bahwa ekonomi
Latvia lebih buruk setelah bergabung engan Uni Eropa dan Amerika Serikat telah
mendikte kebijakan Latvia serta hubungan yang buruk dengan Rusia.138 Menanggapi
hal tersebut, Janis Sart seorang pejabat nomor dua di Kementerian Pertahanan Latvia
mengatakan bahwa :
136 Ibid. 137 Hal Foster, “#StrongerWithAllies: Meet the Latvian Who Leads NATO’s Fight Against Fake
News” yang diakses melalui https://atlanticcouncil.org/blogs/new-atlanticist/strongerwithallies-latvian-
leads-nato-s-fight-against-fake-news/ pada tanggal 8 April 2020 pukul 14.24 WIB. 138 Ibid.
101
“It showed the magnitude of Russia’s hold on the information space in the
country”139
Pernyataan tersebut diterbitkan pada tanggal 19 Maret 2019 oleh Atlantic Council.
Pernyataan Sart tersebut mengandung arti bahwa Rusia telah berhasil untuk
menguasai informasi di Latvia. Sehingga Rusia dapat menyebarkan berita
disinformasi kepada masyarakat, yang dapat mengarahkan opini masyarakat.
Selain itu, juga ada pernyataan oleh Kementerian Pertahanan Latvia mengenai
pengembangan nuklir dengan daya ledak kecil yang dilakukan oleh Rusia. Dikatakan
juga bahwa pasukan Rusia telah dilatih untuk operasi serangan kilat dengan
menggunakan senjata nuklir yang baru dikembangkan itu. Salah seorang pejabat
berperingkat dua di Kementerian Latvia, Janis Garisons, pada tanggal 5 Maret 2020
melalui Washington Examiner mengatakan bahwa :
“ That is probably the most dangerous scenario,” beliau melanjutkan “If you look
at Russian exercises, then you would see that they are exercising for such
scenario.”140
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa latihan Rusia tersebut merupakan suatu hal
yang berbahaya. Hal tersebut dikarenakan jika dilihat dari bentuk latihannya,
Garisons menilai bahwa terdapat skenario yang telah dirancang oleh Latvia. Skenario
tersebut bisa saja ditujukan kepada Latvia, terutama setelah perang disinformasi yang
dilakukan oleh Rusia terhadap Latvia. Oleh karena itu, latihan perang Rusia tersebut
139 Ibid. 140 Joel Gehrke, “Nuclear ‘blitzkrieg’: NATO Ally Latvia Fears Russia Will Stage Swift Invasin Using
Small Nukes” yang diakses melalui https://www.washingtonexaminer.com/policy/defense-national-
security/nuclear-blitzkrieg-nato-ally-latvia-fears-russia-will-stage-swift-invasion-using-small-nukes
pada tanggal 5 April 2020 pukul 18.25 WIB.
102
dapat menjadi tambahan ancaman bagi Latvia. Selain itu, Garisons juga mengatakan
bahwa :
“If you look at the Crimea scenario that was recently conducted, it is about
actually the copy of the Nazi German Blitzkrieg, in Russion implementation, just,
during the Blitzkrieg, there were no nuclear weapon invented yet.”141
Hal tersebut menunjukkan bahwa skenario yang dilakukan oleh Rusia sama
seperti yang dilakukan oleh Nazi Jerman, hanya saja Jerman tidak menggunakan
nuklir pada saat itu. Jika diperhatikan lebih dalam lagi, kemungkinan skenario dalam
latihan perang Rusia tersebut ditujukan kepada Latvia lumayan besar. Hal tersebut
dikarenakan sebelumnya Rusia telah melancarkan perang disinformasi kepada Latvia
dan melakukan embargo ekonomi akibat diskriminasi terhadap entitas berbahasa
Rusia di Latvia. Latihan perang ini dapat menjadi agresi lanjutan yang akan dilakukan
oleh Rusia terhadap Latvia. Sehingga hal ini membuat posisi Latvia semakin
terancam.
Sekretaris Negara untuk Luar Negeri, Andrejs Pildegovics, mengatakan keadaan
Latvia pasca ancaman yang diberikan oleh Rusia. Melalui wawancara dengan Times
yang diterbitkan pada 3 Oktober 2014, Andrejs Pildegovics mengatakan bahwa :
“the largest crisis since the demise of the Soviet Union.”142
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ancaman yang diberikan oleh Rusia melalui
militer maupun disinformasi yang disebarkan untuk Etnis Rusia, maupun masalah
dugaan diskriminasi terhadap entitas berbahasa Rusia di Latvia menyebabkan Latvia
141 Ibid. 142 Charlotte Mcdonald-Gibson, “Latvia Wary of its Ethnic Russians as Tensions With Moscow
Rise” diakses melalui https://time.com/3456722/latvia-election-russia-ukraine/ pada tanggal 8 April
2020 pukul 15.40 WIB.
103
mengalami krisis yang sebelumnya belum pernah dihadapi oleh Rusia. Krisis tersebut
paling utama disebabkan oleh tuduhan diskriminasi terhadap entitas berbahasa Rusia
terhadap Latvia oleh Rusia dan retorika yang Rusia ciptakan mengenai dugaan
diskriminasi tersebut. Krisis yang dimaksud disini adalah krisis penduduk yang
diakibatkan oleh tuduhan mengenai diskriminasi minoritas tersebut. Pildegovics juga
mengatakan melalui Times bahwa :
“We cannot repeat events of the 1940s or 1930s when many countries in Europe
lost independence because of illegal acts of big powers at that time, many bells
ring when we hear that a leader of a neighboring country is dismissing the
independent choice of the Ukrainian people… when we hear about the legitimate
right of Russian leaders to protect everyone who knows a word or a syllable in
Russian.”143
Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa peristiwa aneksasi Krimea yang dilakukan
Rusia terhadap Krimea membuat Latvia merasa terancam. Hal tersebut dikarenakan
dalam peristiwa tersebut Rusia memanfaatkan retorika minoritas Rusia yang ada di
Ukraina. Latvia sebagai negara yang memiliki minoritas Rusia terbanyak di Baltik
dan memiliki wilayah dan sejarah yang sangat dekat dengan Rusia menjadi merasa
terancam dengan adanya peristiwa tersebut. Latvia tidak ingin peristiwa pada tahun
1940-an atau 1930-an terjadi lagi, karena hal tersebut membuat terjadinya banyak
kerusakan dan kesengsaraan di Latvia. Bagi sebuah bangsa yang merdeka, secara
otomatis mereka tidak lagi menginginkan adanya penjajahan. Melalui peristiwa yang
terjadi di Ukraina membuat Latvia menjadi was-was, terlebih lagi serangan
disinformatif telah masuk ke Latvia.
143 Ibid.
104
Menteri Luar Negeri Latvia, Edgars Rinkevics juga mengatakan pendapatnya
terhadap ancaman Hybrid War Rusia. Beliau mengatakan bahwa strategi Rusia telah
berubah saat konflik dengan Ukraina dan saat ini Kremlin tidak hanya berusaha untuk
mempengaruhi entitas berbahasa Rusia, namun juga seluruh populasi asing.144 Dalam
wawancaranya dengan The Daily Beast Rinkevics yang diterbitkan pada tanggal 11
Juli 2017, beliau mengatakan bahwa :
“In Latvia they do not just focus on the Russian speakers, the so-called ‘Russian
information space,’ but also reach out to Latvian speakers trying to undermine the
political process, our government’s position on NATO, on the E.U. sanctions, on
the situation in Ukraine.”145
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Rusia tidak hanya memanfaatkan entitas
berbahasa Rusia di Latvia. Namun juga menyerang Etnis Latvia untuk merusak
proses politik maupun posisi Latvia di Nato dan Uni Eropa. Tindakan Rusia seperti
ini justru akan meningkatkan tensi ancaman yang diberikan terhadap Latvia.
Sehingga Latvia harus terus waspada terhadap ancaman Rusia yang terus datang.
Rinkevics juga mengatakan ke The Daily Beast bahwa :
“But we also have some useful idiots in our political class, They sound like agents
of influence. They say we should not care about what Russia does in Ukraine.
Some members of the Harmony party frequently visit Syria, Crimea. I do not know
who they are, but their narrative sounds very much the same as Russia’s
propaganda machine.”146
144 Anna Nemtsova, “The Baltics Try to Wall Out Russian Agent, But Mocow’s Message Still Comes
Through” yang diakses melalui https://www.thedailybeast.com/russias-fear-abroad-the-baltics-try-to-
wall-out-russian-agents-but-moscows-message-still-comes-through pada tanggal 8 April 2020 pukul
16.47 WIB. 145 Ibid. 146 Ibid.
105
Hal tersebut menunjukkan bahwa golongan pro-Rusia bahkan telah ada yang
memasuki kursi pemerintahan Latvia. Keberadaan mereka bisa saja sebagai penyebar
propaganda agar Latvia tidak waspada terhadap Rusia. Dilihat dari pernyataan
tersebut, orang dari Partai Harmony tersebut bisa saja merupakan orang-orang yang
mendukung aneksasi Rusia terhadap Krimea. Jika hal tersebut memang benar, orang-
orang tersebut dapat menjadi ancaman bagi Latvia karena keberpihakannya atas
Rusia. Rusia juga bisa mengandalkan orang-orang tersebut sebagai agen untuk
menyebarkan propagandanya. Hal tersebut membuat kekhawatiran akan ancaman dari
Rusia semakin tinggi.
Ancaman-ancaman tersebut dirasakan sejak peristiwa aneksasi oleh Rusia
terhadap Krimea. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat timbul dikarenakan Latvia
memiliki entitas berbahasa Rusia yang begitu besar, sama halnya dengan Ukraina.
Terlebih lagi di Latvia terdapat tuduhan diskriminasi terhadap minoritas Rusia dan
serangan disnformasi yang telah dilancarkan oleh Rusia sejak tahun 2012. Selain itu,
Rusia juga melaksanakan latihan perang yang dianggap Latvia terdapat scenario di
dalamnya. Hal-hal tersebut membuat Latvia makin merasakan ancaman terhadap
Rusia. Pernyataan-pernyataan mengenai ancaman yang dirasakan oleh Latvia juga
diberikan pembuat keputusan ataupun pengamat politik dari sekutu Latvia dan
negara-negara lain. Hal tersebut dikarenakan mereka melihat bahwa ancaman yang
dirasakan oleh Latvia benar timbul karena aktivitas yang dilakukan oleh Rusia.
106
Salah satu pernyataan diberikan oleh Menteri Pertahanan Inggris yang bernama
Michael Fallon, yang merasa prihatin dengan ancaman Rusia yang menyerang
Negara-negara Baltik, yang mana salah satunya adalah Latvia.147 Masalah yang
mengancam tersebut berupa Hybrid War, Cyber War, maupun ketegangan etnis.148
Pernyataan dari Menteri Pertahanan Inggris tersebut menunjukkan bahwa Latvia saat
ini sedang terancam dengan serangan-serangan yang dilakukan oleh Rusia. Fallon
merasa khawatir bahwa Vladimir Putin mengulangi kampanye rahasia yang
digunakan di Krimea dan Ukraina Timur terhadap negara-negara bekas Uni Soviet,
salah satunya adalah Latvia.149 Sekretaris Pertahanan Inggris, menyatakan bahwa
bahaya yang datang terhadap Latvia sebagai “real and present.”150 Hal tersebut
menunjukkan bahwa ancaman yang datang terhadap Latvia telah benar-benar terjadi.
Sekretaris Jendral NATO, Anders Fogh Rasmussen, menyatakan bahwa
kemungkinan besar Hybrid War yang dilakukan oleh Rusia bertujuan untuk
mengacaukan Negara-negara Baltik termasuk di dalamnya Latvia.151 Pernyataan
tersebut menunjukkan bahwa ancaman Hybrid War terhadap Latvia memang benar
adanya.
147 Jakub Palowski, “British MoD Concerned About the Russian Threat in the Baltic Region” yang
diakses melalui https://www.defence24.com/british-mod-concerned-about-the-russian-threat-in-the-
baltic-region pada tanggal 8 April 2020 pukul 20.35 WIB. 148 Ibid. 149 Press Association, “Russia a Threat to Baltic States After Ukraine Conflict, Warns Michael Fallon”
yang diakses melalui https://www.theguardian.com/politics/2015/feb/19/russia-a-threat-to-baltic-
states-after-ukraine-conflict-warns-michael-fallon pada tanggal 8 April 2020 pukul 22.08 WIB. 150 Jakub Palowski, Loc. cit. 151 Ibid.
107
Pengamat kontemporer lain yang memberikan pandangannya adalah mantan
Komandan Militer Inggris, Kolonel Rupert Wieloch. Pernyataan beliau diterbitkan
melalui Express pada tanggal 1 November 2016. Beliau mengatakan bahwa:
“ I have no doubt, that Russia had ambitions of invanding Estonia, Latvia, and
Lithuania.”152
Pernyataan tersebut menandakan bahwa mantan Komandan Militer Inggris tersebut
sangat percaya bahwa Rusia menjadi sebuah ancaman bagi Latvia. Beliau percaya
bahwa Rusia akan melakukan agresi terhadap Latvia. Beliau juga mengatakan bahwa:
“Because there’s no doubt that Russia is looking at Estonia, and Latvia and
Lithunia as potentially the same as what they did in Ukraine and Crimea.”153
Melalui pertanyaan tersebut Kolonel Rupert Wieloch menunjukkan bahwa Rusia
menganggap Latvia sebagai hal potensial sama seperti Krimea. Beliau sangat yakin
bahwa Rusia akan melakukan agresi terhadap Latvia. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Rusia dapat menjadi ancaman terbesar bagi Latvia.
Badan Penelitian Pertahanan Swedia juga memberikan tanggapan terkait
ancaman Rusia terhadap Baltik yang mana salah satunya adalah Latvia. Robert Dalsjo
mengatakan bahwa :
“The official view is also that if any war does take place in the Baltic region, then
we will all be affected.”154
152 Ajay Nair, “Now NATO Responds to Putin: Military Drills on Russia’s Doorstep Sends Warning to
Moscow” yang diakses melalui https://www.express.co.uk/news/world/727525/nato-forces-respond-
russia-military-drills-latvia pada tanggal 8 April 2020 pukul 21.25 WIB. 153 Ibid.
108
Peryataan tersebut diteribitkan oleh Euractiv pada tanggal 16 April 2019. Melalui
pernyataan tersebut dapat menunjukkan bahwa jika Rusia melancarkan agresinya
terhadap Baltik akan berdampak ke negara lain termasuk Swedia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ancaman Rusia ini memang benar-benar berbahaya. Pada
tanggal yang sama Euractiv menerbitkan pernyataan dari Menteri Pertahanan Swedia,
Peter Hultqvist kepada AFP. Beliau mengatakan bahwa :
“I don’t talk about the threat directly to Sweden, I talk about a security situation
that is worse today than 10 years ago.”155
Pernyataan tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa keadaan keamanan saat ini
sangat buruk. Hal tersebut dikarenakan upaya Rusia yang ingin menciptakan Russian
World dengan memberikan ancaman terhadap negara-negara bekas Uni Soviet
terutama Baltik.
Pengamat kontemporer yang berasal dari Region Baltik juga memberikan
tanggapannya terhadap ancaman dari Rusia. Melalui terbitan New Yorks Times pada
tanggal 1 Januari 2017, Direktur Departemen Keamanan Lithuania, Darius Jaunikis
mengatakan bahwa :
“Here in the Baltics, we experience an avalanche of propaganda against our
states, its purpose is to subvert our political and social coherence, to spread
154 Reporter Euractiv dan AFP, “Amid Worries Over Russia, Sweden Returns Troops to Baltic Island”
yang diakses melalui https://www.euractiv.com/section/politics/news/amid-worries-over-russia-
sweden-returns-troops-to-baltic-island/ pada tanggal 25 April 2020 pukul 13.00 WIB. 155 Ibid.
109
mistrust between state authorities and society, and even to disclaim our
statehood.”156
Pernyataan tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa tujuan dari propaganda yang
dilakukan oleh Rusia terhadap Negara-negara Baltik termasuk Latvia adalah untuk
memunculkan ketidakpercayaan antara masyarakat dan pemerintahaan. Hal tersebut
juga dilakukan untuk menumbangkan koherensi politik di Latvia dan Negara-negara
Baltik lainnya. Sehingga Rusia dengan mudah masuk dan mengambil alih wilayah
Latvia dari pemerintahan sahnya.
Seorang senior di Atlantic Council sebuah lembaga riset yang berbasis di
Washington DC, Agnia Grigas mengatakan pendapatnya kepada Al Jazeera. Grigas
mengatakan bahwa Rusia mungkin tidak akan melakukan agresi langsung, namun hal
tersebut tidak berarti Latvia dan Negara-negara Baltik lain serta Polandia tidak
beresiko. Grigas mengatakan pada Al Jazeera yang diterbitkan pada 7 Juli 2016,
bahwa :
“Russia could resort to fomenting separatists, training local radicals or militants,
sending its own activists and volunteers over the border. Potential conflicts could
spill over the border so Russia’s frontier states are right to bolster their defences
when the security environment in Europe has been transformed.”157
Walaupun di dalam pernyataan tersebut Grigas tidak menyebutkan langsung bahwa
ancaman Rusia tersebut menyasarkan Latvia atau Negara-negara Baltik. Namun
156 Eric Schmitt, “U.S Lending Support to Baltic States Fearing Russia” yang diakses melalui
https://www.nytimes.com/2017/01/01/us/politics/us-baltic-russia.html pada tanggal 25 April 2020
pada pukul 13.41 WIB. 157 Jelena Solovjova, “Is Russia Really A Threat to Baltic States?” yang diakses melalui
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2016/07/russia-threat-baltic-states-160707054916449.html
pada tanggal 25 April 2020 pukul 14.00 WIB.
110
pernyataan tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa ancaman tersebut
ditujukan terhadap Negara-negara Baltik. Ancaman tersebut dapat berupa
pembentukan kelompok separatism ataupun pelatihan terhadap kelompok radikal
lokal. Melalui perang disinformasi yang telah dilancarkan oleh Rusia, bisa saja hal
tersebut menjadi langkah awal untuk membentuk kelompok separatisme di Latvia
terutama Latvia memiliki minoritas Rusia yang sangat banyak.
Pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh para pengamat kontemporer
tersebut menunjukkan bahwa mereka juga waspada terhadap ancaman yang diberikan
oleh Rusia. Selain itu, mereka juga merasa bahwa ancaman yang diberikan kepada
Latvia yang merupakan salah satu negara Baltik memang benar adanya. Walaupun
agresi Rusia tidak secara langsung, namun kemungkinan untuk itu selalu ada. Hal
tersebut dikarenakan perang disinformasi yang telah dilancarkan Rusia kepada Latvia
sejak lama yang bisa merujuk pada pembentukan kelompok separatisme di Latvia
dengan memanfaatkan situasi diskriminasi minoritas Rusia di Latvia. Hal-hal tersebut
menunjukkan bahwa Latvia benar-benar berada dalam ancaman Rusia dengan
intensitas yang semakin meninggi. Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian
membuktikan bahwa Latvia benar-benar merasakan bahwa strategi Hybrid Warfare
Rusia sebagai sebuah ancaman. Latvia takut bahwa Rusia bisa saja melakukan apa
yang Rusia lakukan terhadap Krimea pada negaranya. Hal ini sesuai dengan yang
disebutkan oleh Cohen bahwa bukti sebuah negara merasakan negara lain sebagai
sebuah ancaman dapat dilihat dari pernyataan negara tersebut maupun sekutu negara
111
tersebut yang menunjukkan bahwa mereka melihat negara tersebut terancam oleh
negara lain. Melalui ancaman-ancaman yang Latvia rasakan, Latvia pada akhirnya
berusaha untuk membuat respon-repson untuk melindungi negaranya. Respon-respon
Latvia ini, akan dijelaskan penulis pada bab selanjutnya.