32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. THALASEMIA 1. Definisi Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara 1925-1927 oleh Thomas Cooley. Kata thalassemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk mediterania, dalam bahasa Yunani Thalassa berarti laut dan emia yang berarti darah. 3,4 2. Klasifikasi Ada beberapa jenis thalasemia, tergantung dari rantai hemoglobin yang terdestruksi. Dua tipe thalasemia yang paling sering yaitu thalasemia α dan thalasemia β. 1 4

BAB II efek transfusi pada thalasemia

  • Upload
    jariah

  • View
    31

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

efek transfusi pada thalasemia

Citation preview

Page 1: BAB II efek transfusi pada thalasemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. THALASEMIA

1. Definisi

Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan

oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Pertama kali ditemukan secara

bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara 1925-1927 oleh Thomas Cooley. Kata

thalassemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk

mediterania, dalam bahasa Yunani Thalassa berarti laut dan emia yang berarti

darah.3,4

2. Klasifikasi

Ada beberapa jenis thalasemia, tergantung dari rantai hemoglobin yang

terdestruksi. Dua tipe thalasemia yang paling sering yaitu thalasemia α dan

thalasemia β.1

Thalasemia α sillent carrier, didiagnosis dengan hb elektroforesis. Thalasemia

α trait ditandai dengan anemia ringan dan sel darah merah yang rendah. Thalasemia α

intermediat (penyakit Hb H), mengalami anemia sedang sampai berat, ditandai juga

dengan splenomegali, ikterus, dan sel darah merah yang abnormal. Bagian lain dari

thalasemia α yaitu thalasemia α mayor, termasuk golongan thalasemia α homozigot.1

Thalasemia β sillent carrier biasanya asimptomatik ditandai dengan rendahnya

kadar Hb. Pasien thalasemia β trait mengalami anemia ringan, abnormalitas hb, dan

4

Page 2: BAB II efek transfusi pada thalasemia

5

abnormalitas sel darah merah. Hasil Hb elektroforesis biasanya menunjukkan

peningkatan salah satu level Hb A 2, Hb F, atau keduanya. Thalasemia intermediat

merupakan salah satu golongan thalasemia β. Thalasemia β memiliki bebrapa varian,

tergantung rantai β yang hilang, seperti contohnya thalasemia Hb E/β. Mayor

thalasemia β (Cooley anemia) merupakan kondisi anemia yang sangat bergantung

dengan transfusi darah, splenomegali masif, deformitas tulang, terhambatnya

pertumbuhan, 80% pasien penderita dalam 5 tahun akan mengalami kematian.1

3. Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 5% dari seluruh populasi

di dunia adalah karier talasemia. United Nations International Children’s Emergency

Fund (UNICEF) memperkirakan sekitar 29,7 juta pembawa talasemia-β berada di

India dan sekitar 10.000 bayi lahir dengan talasemia-β mayor.3 Jumlah penderita

talasemia di Yayasan Talasemia Indonesia cabang Banyumas terus meningkat, pada

tahun 2008 terdapat 44 penderita, pada tahun 2009 meningkat 32,3% menjadi 65

penderita. Pada tahun 2010, penderita talasemia meningkat lagi 53,85% menjadi 100

penderita dan tahun 2011 meningkat menjadi 63%. Peningkatan jumlah penderita

talasemia yang sangat signifikan di Yayasan Talasemia Indonesia cabang Banyumas

tersebut, perlu diteliti secara epidemiologi untuk dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan pembuatan usulan kebijakan terkait penurunan angka prevalensi

talasemia dan penyediaan kantung darah di Kabupaten Banyumas.5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita talasemia rata-rata berusia 12,28

tahun, berjenis kelamin laki-laki (51,6%), sedang sekolah SD (40,6%), bukan

Page 3: BAB II efek transfusi pada thalasemia

6

angkatan kerja (92,2%), talasemia β-mayor (90,6%), tidak splenektomi (84,4%),

jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) (73,4%), kadar feritin ≥ 2000 ng/mL

(90,4%), kelasi deferioprone, vitamin C, dan deferioksamin (81,2%), tinggal di

Kabupaten Banyumas (79,7%), transfusi darah di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Banyumas (95,3%), ratarata terdiagnosis usia 3,7 tahun, usia rata-rata mulai

transfusi darah adalah 3,78 tahun. Frekuensi transfusi darah 1 bulan 1 kali (87,5%),

dan frekuensi terapi kelasi zat besi mengonsumsi vitamin C 30 kali dalam 1 bulan

(95,3%).5

4. Patofisiologi

Thalsemia terjadi karena kelainan pada sintesis Hb yang berakibat hilangnya

salah satu rantai Hb. Beberapa rantai globin yang mungkin hilanng yaitu rantai α, β,

γ, δ sehingga dapat mempengaruhi keseimbangan pembentukan rantai globin secara

utuh.1

Petofisiologi thalasemia α terkait dengan hilangnya rantai globin α sehingga

menurunkan produksi HbA (α2β2) dan menurunkan kada Hb dalam darah.2

Page 4: BAB II efek transfusi pada thalasemia

7

Berikut gambaran patofisioogi thalasemia β:2

Gambar 1. Proses terjadinya thalasemia β2

Pada thalasemia β terjadi defek pada rantai globin β sehingga globin α yang

meningkat. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan pembentukkan globin, yang

berefek langsung pada penurunan kadar Hb. Saat terjadi penurunan kadar Hb, maka

tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan kinerja eritropoietin, sehingga

terjadi hipermetabolik sumsum tulang.2

Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena

kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen

globin. Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil

Page 5: BAB II efek transfusi pada thalasemia

8

kelainan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA

dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetik

akan diteruskan pada penurunan genetik berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek

rantai asam amino maupun memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi

pada kesalahan berpasangan kromosom pada proses miosis yang mengakibatkan

perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing over pada kesalahan

berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang disebut

duplikasi, delesi, translokasi dan inversi. Kerusakan pada salah satu kromosom

homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada

kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot.6

Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis

sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha,

khususnya kekurangan sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan

Hb.6

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan

dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.

Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang

tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi

pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.6

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis

dari unit globin pada Hb A. pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang

Page 6: BAB II efek transfusi pada thalasemia

9

lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin

dapat mencapai nol.6

Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun

dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β

homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai

γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang

meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak

mencukupi.7

Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan.

Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan

adanya rantai α bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai α

bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein

(heinz bodies), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi

dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah

matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil,

terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi α globin, dan mengandung komplemen hemoglobin

yang menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia

Cooley: hipokromik, mikrositik dan poikilositik.7

5. Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada thalasemia hampir semua sama, yang membedakan adalah

tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala

klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah, letih, lesu, tidak aktif

Page 7: BAB II efek transfusi pada thalasemia

10

beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang

konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi

berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley,

konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesaran lien dan atau hepar.6

6. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis thalasemia dilakukan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik telah dijabarkan

pada manifestasi klinis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan

laboraturiom.1

Dari pemerisaan darah rutin ditemukan nilai Hb rendah (<10 g/dL), pada

thalasemia yang berat Hb berkisar antara 2-8 g/dL. MCV dan MCH menurun dan

peningkatan RDW. Pada thalasemia β mayor ditemukan peningkatan leukosit, hal ini

menandakan adanya proses hemolisis. Trombosit biasanya dalam batas normal.1

Pada pemeriksaan apusan darah tepi ditemukan gambaran sel darah merah

hipokromik mikrositik, hipokromik makrositik, atau sel olikromatofilik, sel darah

merah tampak berinti, basofil yang tumpang tindih, dan leukosit immatur tampak

pada contoh gambar berikut.1

Page 8: BAB II efek transfusi pada thalasemia

11

Gambar 2. Apusan darah tepi thalasemia1

Pemeriksaan Hb elektroforesis akan menunjukkan peningkatan fraksi HbF yang

akan berdistribusi secara heterogen pada pasien dngan thalasemia β, HbH pada pasien

thalasemia α, dan Hb Bart pada hydrops fetalis. Pada pasien thalasemia β0tidak

ditemukan hal tersebut, hanya ditemukan Hb A2 dan HbF.1

Pemeriksaan serum besi (SI) akan mengalami peningkatan dengan TIBC diatas

80%. Feritin akan meningkat apabila terjadi iron overloaded.1

Pemeriksaan rontgen kepala menggunakan X-ray dan MRI akan membantu

melihat peningkatan fungsi sumsum tulang dan komplikasi penyakit. Pemeriksaan

ekokardiografi juga disarankan untuk mengetaui komplikasi pada jantung. HLA

diperiksa pada pasien dengan transplantasi sumsum tulang. Pemeriksaan mata,

pendengaran, dan darah rutin dilakukan secara berkala untuk menilai komplikasi

Page 9: BAB II efek transfusi pada thalasemia

12

pengobatan deferoksamin. Bone marrow aspiration (BMA) dilakukan untuk menilai

thalasemia mayor.1

Gambar 3. Algoritma diagnosis anemia hipokromik mikrositik2

7. Tatalaksana

Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi

darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah

harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode

Page 10: BAB II efek transfusi pada thalasemia

13

pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam

batas normal tanpa transfusi.6

Transfusi darah bertujuan untuk mengoreksi anemis, menekan eritropoesis, dan

menghambat absorpsi besi di saluran gastrointestinal, dimana agar mempertahankan

nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.6

Indikasi untuk memberikan transfusi transfusi pada pasien thalassemia adalah

bila ditemukan anemia berat (Hb <7 g/ dL selama > 2 minggu, menghilangkan faktor

penyebab lain, misalnya infeksi). Pada pasien dengan Hb 7g/ dL juga tetap dapat

diberikan transfusi melihat keadaan lainnya, misalnya perubahan wajah, pertumbuhan

yang terhambat, splenomegali yang semakin bertambah. Bila memungkinkan,

keputusan untuk memulai transfusi regular tidak ditunda sampai tahun kedua ketiga

kehidupan mengingat adanya resiko terbentuknya antibodi multipel terhadap sel

darah merah sehingga sulit untuk mencari donor yang sesuai. Hb post transfusi

diharapkan mencapai 13-14 g/dL. Hb pada kadar ini menghindarkan terjadinya

kegagalan tumbuh, kerusakan organ, dan deformitas tulang.6

Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu

studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel

darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.6

Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC

dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu (sekitar 2-4 minggu sekali)

biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang

diinginkan.6

Page 11: BAB II efek transfusi pada thalasemia

14

Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi

untuk mencegah demam dan reaksi alergi.6

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan

infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya

lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan

transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus

hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh

berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada

remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik

dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload,

khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Desferioksamin (DFO).

Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan

Trimetoprim-Sulfametoksazol.6

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi digunakan

untuk mengatasi kelebihan besi akibat hemolisis berlebihan, Dimana 400 ml darah

yang ditranfusikan mengandung sekitar 200 mg zat besi. Zat besi ini tidak bisa

dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian dari hemoglobin yang diperlukan

tubuh, hanya dapat mengeluarkan sedikit jumlah zat besi dengan kemampuan tubuh

sendiri, sehingga jika mendapat transfusi teratur, zat besi akan menumpuk dalam

tubuh dan tersimpan dalam organ tertentu, khususnya hati, jantung dan kelenjar

endokrin. Dengan terapi kelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung pada

beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.6

Page 12: BAB II efek transfusi pada thalasemia

15

Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum

mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun).9

Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu:

1) Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan

dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6

malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid,

maupun paha lateral. Penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan

kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek samping yang mungkin terjadi adalah

toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan

infeksi. DOF dapat diberikan melalui kantung infus sebanyak 1-2 gram untuk tiap

unit darah yang ditransfusikan, melalui infus subkutan dengan dosis

20-40mg/kg/hari selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5-7 hari/minggu.9

2) Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek

proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien

thalassemia yang menggunakan deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan

kandungan besi jantung yang lebih rendah daripada mereka yang menggunakan

deferoksamin. Meskipun begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan

dan toksisitas deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan

agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini deferipron

tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.9

Page 13: BAB II efek transfusi pada thalasemia

16

3) Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja

mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November 2005.

Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal.

Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali lebih besar dibanding deferoksamin

dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi

hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual,

diare, dan ruam kulit.9

8. Komplikasi

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar,

dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel

darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang

lebih panjang.7

Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oxigen carrying capacity

dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit)

mengalami hemolisa secara prematur.7

Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-

sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak.

Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang

prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif

yang memproduksi sel darah merah baru.7

Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal

dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang

Page 14: BAB II efek transfusi pada thalasemia

17

kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia

yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress

yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegagalan dari

pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap

infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia muda tanpa

adanya terapi transfusi.8

Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki,

dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan

berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi.8

Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi

menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada

penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme

tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus

berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload.8

Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain

bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag

menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin

diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga

menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi

yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka

mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-β

intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang

Page 15: BAB II efek transfusi pada thalasemia

18

lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah secara

teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.8

Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan

protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada

thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini

cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan

akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan

hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ

damage).6

9. Prognosis

Prognosis tergantung tipe dan keparahan thalasemia. Walaupun thalasemia

ringan sampai berat dapat mengancam nyawa dan memberikan dampak keterbatasan

dalam hidup pada waktu yang panjang (seumur hidup).1

B. TRANSFUSI DARAH

1. Tujuan

Tujuan dilakukannya transfusi adalah untuk terapi dan optimalisasi kualitas

hidup. Tujuan pendonor untuk mengoptimalkan fungsi eritrosit sebagai pengganti

turunnya konsentrasi Hb dalam darah pasien. Tujuan berikutnya adalah untuk

meningkatkan level hemoglobin agar dapat bertahan lama dalam tubuh resepien.2

2. Prosedur

a. Terdiagnosis thalasemia.

Page 16: BAB II efek transfusi pada thalasemia

19

b. Kriteria laboraturium Hb <7 g/dl lebih dari 2 minggu dan terdapat tanda

infeksi. Hb >7 g/dL dengan kriteria perubahan struktur wajah, pertumbuhan

terhambat, fraktur, dan gejala klinis hematopoiesis ekstramedularis.2

Tabel 1. Target peningkatan Hb2

3. Dampak

a. Positif

Secara klinis, thalasemia merupakan penyakit berat. Sehingga, memerlukan

transfusi darah secara teru-menerus, baik untuk mengontrol penyakit atau mencegah

komplikasinya.10

Melakukan transfusi, layaknya mencegah kegagalan organ yang lain dan

mencegah koplikasi, seperti:11

1) Deformitas tulang dan fraktur

Penipisan tulang dan osteopenia adalah pencetus terjadinya fraktur patologis. Hal

ini dapat tergambar dari adanya hiperplasi sumsung tulang maksilaris, sehingga

Page 17: BAB II efek transfusi pada thalasemia

20

terjadi maloklusi. Pada pemberian transfusi di tahap awal penyakit, deformitas

lanjut dapat dicegah.

2) Massa di ekstamedula

Komplikasi lain dari thalasemia adalah terbentuknya masa ekstramedula. Hal ini

terjadi karena medula ginjal berusaha untuk menyeimbangkan kembali jumlah sel

darah merah dengan cara meningkatkan kerja jaringan hematopoietik. Beberapa

organ yang terlibat seperti spleen, liver, dan tulan belakang. Dengan managemen

transfusi, radioterapi, dan hidroksiurea dapat membantu mengecilkan pseudotumor

tersebut tanpa harus melakukan pembedahan. Selain dapat mengatasi anemia,

transfusi juga dapat mengurangi risiko pembentukkan massa ekstramedula.

3) Komplikasi tromboemboli

Komplikasi tromboemboli hal yang umum terjadi pada pasien thalasemia yang

tidak melakukan transfusi. Meskipun anti agregasi platelet merupakan molekul

yang beratnya setara heparin, namun tetap bisa memicu terjadinya tromboemboli.

Namun, pada pasien yang mendapatkan transfusi risiko ini ditekan dengan

terjadinya dilusi procoagulan.

4) Hipertensi pulmonal

Beberapa studi menyatakan bahwa pasien thalasemia yang tidak melakukan

tranfusi 60% mengalami hipertensi pulmonal. Hal ini terjadi karena adanya

resistensi pembuluh darah pulmonal, kekakuan pembuluh darah sistemik, dan

gagal jantung kanan. Studi tersebut menyatakan dengan transfusi dan pemberian

hidroksiurea dapat menurunkan. Transfusi darah dapat mengganti kerja

Page 18: BAB II efek transfusi pada thalasemia

21

eritropoiesis dan mencegah terjadinya penghancuran sel darah merah dengan agen

trombogenik.

5) Batu empedu

Pada pasien thalasemia beta homozigot sering ditemukan batu empedu. Secara

patofosiologi masih belum dimengerti seluruhnya. Namun penelitian menyatakan

dengan transfusi darah, risiko jaundice akubat sumbatan empedu dapat

diminimalisir.

6) Ulserasi

Ulserasi pada kaki merupakan tanda yang sering ditemukan pada pasien

thalasemia. Karena anemia kronis, oksigen yang disalurkan ke bagian tubuh distal

berkurang, sehingga terjadi stasis vena, hal ini yang kemudian memicu terjadinya

ulserasi pada ekstremita bagian bawah. Dengan dilakukan transfusi dan pemberian

hidroksiurea dapat membantu penembuhan ulserasi.

7) Aspek psikososial

Dengan dilakukan transfusi darah diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup

pasien. Pasien dapat beraktifitas sewajarnya. Namun dari segi biaya memang

tergolong mahal namun masih terjangkau jika dibandingkan dengan pengobatan

apabila terjadi komplikasi.

b. Negatif

1) Kelebihan serum besi dalam darah12

Terjadi peningkatan serum besi (hemosiderosis) dalam darah merupakan hal yang

lumrah terjadi pada pasien thalasemia yang mendapatkan transfusi rutin. Beberapa

Page 19: BAB II efek transfusi pada thalasemia

22

efek dari peningkatan serum besi yakni kardiomiopati, diabetes, sirosis hepatis,

hipogonadis, dan pubertas terlambat.12

Pasien thalasemia yang mendapat transfusi harus selalu dimonitoring. Tidak ada

guidline spesifik untuk mengatasi hal ini. Tetapi dapat diminimalisir dengan

menggunakan kelasi besi setelah dilakukan transfusi. Penggunaan kelasi besi

dalam jangka waktu yang lama dapat membantu memperbaiki kualitas hidup

pasien thalasemia.3

2) Alloautoimunisasi12

Alloautoimunisasi sel darah merah merupakan efek transfusi darah. Saat transfusi,

antigen sel darah merah pendonor tentu berbeda. Sehinga semakin sering pasien

melakukan transfusi dari pendonor yang berbeda, akan terbentuk antibodi untuk

antigen sel darah merah pendonor. Sebanyak 25% terbentuk antibodi spesifik, 18%

mengalami hemoisis.

3) Transmisi infeksi12

Infeksi merupakan komplikasi yang dapat meningkatkan kematian dan kecacatan

pada pasien thalasemia. Saat melakukan transmisi, agen infeksi yang terdapat pada

pendonor akan bercampur dengan sirkulasi pasien.

4) Faktor psikologis12

Pasien yang mendapat transfusi darah akan merasa tampak berbeda dengan irang

lain. Kehidupan pasien thalasemia akan lebih sulit dibadingkan orang normal.

Biaya yang dikeluaran untuk terapi jangka panjang juga tidak sedikit.

Page 20: BAB II efek transfusi pada thalasemia

23

5) Suplai darah12

Di negara-negara yang riskan akan penyakit yang ditularkan melalui darah, tentu

akan menjadi kendala untuk pasien thalasemia. Pasien akan susah mencari

pendonor dan sebelum mendapatkan transfusi, darah tersebut harus diskrining

secara akurat dan tepat untuk menghindari penularan penyakit. Hal ini tentu akan

meningkatkan pengeluaran.