Upload
lyquynh
View
225
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
DASAR TEORI
2. 1 Fotogrametri
Salah satu teknik pengumpulan data objek 3D dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik fotogrametri. Teknik ini menggunakan foto udara sebagai
sumber data utamanya. Foto udara hasil pemotretan menyediakan suatu alternatif
dalam penyediaan informasi 3D yang akan digunakan dalam penentuan nilai tinggi
suatu objek topografi misalnya bangunan. Kualitas informasi yang dihasilkan sangat
tergantung dari kualitas citra sumber data tersebut.
Gambar 2-1. Konsep Dasar Fotogrametri [Bobby Santoso,2004]
6
2.1.1 Pengamatan Stereoskopik
Pengamatan stereoskopik merupakan pengamatan daerah pertampalan
sepasang foto udara yang akan membentuk suatu model stereo tiga dimensional.
Pertampalan foto udara terjadi karena adanya hubungan antar foto di sepanjang garis
sejajar yang disebut jalur terbang. Foto- foto tersebut dibuat sedemikian rupa
sehingga daerah yang digambarkan oleh foto udara yang berurutan di dalam satu jalur
terbang menggambarkan sebagian daerah yang tergambar pada foto sebelumnya.
Pengamatan foto stereoskopik dapat dilakukan dengan bantuan alat optik,
dengan menggunakan prinsip mata kiri melihat objek pada foto kiri dan mata kanan
melihat objek yang sama pada foto kanan. Hal tersebut biasanya digunakan pada
daerah yang bertampalan sehingga dihasilkan daerah stereo (model).
Ada beberapa persyaratan untuk dapat melihat pasangan foto secara stereoskopik,
yaitu [Wolf, 1995]:
1. daerah yang akan diamati secara stereoskopik difoto dari eksposur yang berbeda
yaitu pada daerah pertampalannya.
2. skala dari kedua foto kurang lebih sama.
3. pasangan objek pada foto kiri dan kanan dan kedua mata kurang lebih harus
dalam satu bidang yang sama atau sumbu optik kedua mata harus satu bidang.
2.1.2 Restitusi Foto Udara
Restitusi (restitution) dapat diartikan sebagai rekonstruksi foto udara dari
hasil rekaman pasangan foto dalam 2D menjadi model 3D yang benar seperti pada
saat pemotretan dilakukan. Model visualisasi ini kemudian dapat digunakan sebagai
sumber pengadaan data spasial yang terkait dengan pembuatan peta. Pembentukan
model 3D dari pasangan foto dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
Orientasi dalam (inner orientation),
Orientasi relatif (relative orientation), dan
Orientasi absolut (absolute orientation).
7
a. Orientasi Dalam
Orentasi dalam pada hakekatnya adalah merekonstruksi berkas sinar dari foto
udara seperti pada saat foto tersebut diambil oleh kamera. Berkas sinar yang
berpasangan tersebut disimulasikan dengan memproyeksikan pasangan foto
positifnya menggunakan proyektor.
b. Orientasi Relatif
Orientasi relatif merupakan penentuan kemiringan dan posisi relatif dua buah
foto pasangan stereo. Dimana sasaran orientasi relatif ini adalah mengorientasikan
dua buah foto sehingga setiap pasangan sinar yang sekawan dari dua foto tersebut
berpotongan pada ruang.
Orientasi ini dapat dilakukan jika lima pasang sinar sekawan dari sepasang
foto berpotongan, sehingga setiap pasang berkas sinar pada kedua foto akan
berpotongan. Sedangkan pasangan sinar ke-enam digunakan sebagai
pengecekan/ukuran lebih. Bila minimal 5 pasang sinar dapat dipertemukan, maka
seluruh pasangan sinar dari kedua berkas akan saling berpotongan membentuk model
3D fiktif.
Pada instrumen restitusi analog yang dilakukan adalah menghilangkan
paralaks y di 6 titik standard (minimal 5 titik + 1 titik untuk checking). Hasil model
3D yang terbentuk masih mempunyai kedudukan relatif dengan sistem koordinat
sembarang. Oleh sebab itu proses ini disebut sebagai orientasi relatif.
8
Gambar 2.2. Visualisasi proses restitusi foto udara [Bobby Santoso,2004]
AbsoluteOrientation
RelativeOrientation
InnerOrientation
5
56
6
11 2
2
33
4
4
InnerOrientation
RelativeOrientation
AbsoluteOrientation
X
Y
Z
A B
CD
model absolut
Titik 1,2,3,4,5 & 6 adalahtitik Standard atau titik Otto Von Gruber
PADA TAHAP INI MODEL RELATIFDITRANSFORMASIKAN KE DALAMSISTEM DEFINITIF/ ABSOLUT.
SECARA ANALOG DILAKUKAN DENGANSCALLING DAN LEVELINGSEDANG DENGAN CARA DIGITALADALAH DENGAN TRANSFORMASISEBANGUN 3DUNTUK ORIENTASI ABSOLUTDIPERLUKAN TIGA ATAU EMPATTITIK KONTROL DALAM SISTEMKOORDINAT DEFINITIF/ TANAHHASIL DARI ORIENTASI ABSOLUTADALAH MODEL ABSOLUT YANGSIAP UNTUK DIDIGIT ATAU PLOT
HASIL DARI ORIENTASI RELATIF BERUPA MODEL RELATIF YANG MASIH DALAM SISTEM KOORDINATINSTRUMEN (LOKAL)
DENGAN CARA DIGITAL, ORIENTASI RELATIFDAPAT MENGGUNAKAN SYARAT KESEGARISAN(COLLINEARITY CONDITION)
ELIMINASI DILAKUKAN DENGANMENGATUR KOMBINASI SETTINGLIMA ELEMEN ORIENTASI, YAKNI
PADA TAHAP INI ENAM PASANGSINAR (MINIMAL LIMA) DIPERTEMUKANSECARA ANALOG DENGAN MENGELIMINASIPARALAKS Y PADA ENAM TITIK STANDARD
A,B,C,D adalah titik KONTROL TANAH
x
y
z
5
6
1
2
3
4
model relatif
PENEMPATAN DIAPOSITIF FOTO
REKONSTRUKSI BERKAS SINAR FOTOKIRI DAN KANAN SECARA ANALOGMELIPUTI :
PADA PENYANGGA FOTO DIPROYEKTOR SEPERTI SAAT DI KAMERA
PENGESETAN PANJANG FOKUSPROYEKTOR = KAMERA BERKAS SINAR KIRI DAN KANAN
BELUM SALING BERPOTONGAN SATU DENGAN LAINNYAPENYERTAAN DATA KALIBRASI
Bx,by,bz( )
9
c. Orientasi absolut
Dalam orientasi absolut, model 3D relatif yang masih dalam sistem koordinat
instrumen (sebarang) di transformasikan ke dalam sistem definitif. Pada tahap ini
diperlukan minimal 3 titik kontrol model yang ditentukan sebelumnya (lihat
triangulasi udara). Proses orientasi absolut sebenarnya merupakan penyamaan antara
koordinat model dengan koordinat tanah. Sehingga dalam orientasi ini akan terdapat
proses leveling (penegakan) dan scaling (penyekalaan). Bila dilakukan secara
numerik, maka yang rumus yang digunakan adalah transformasi sebangun 3D. Untuk
lebih jelasnya perhatikan gambar 2-2.
2.2 Ekstraksi Data 3D Secara Fotogrametri
Pada proses ekstraksi dilakukan pendigitasian yaitu suatu pekerjaan yang
dilakukan untuk merubah bentuk data dari bentuk raster menjadi bentuk vektor.
Pendigitasian dalam ekstraksi data 3D merupakan digitasi 3D dimana perubahan nilai
ketinggian diperhatikan dan diperhitungkan dengan melakukan pengamatan 3D pada
waktu pendigitan.
Pengamatan secara 3D dilakukan pada suatu model stereo 3D sehingga semua
objek yang terdapat pada model tersebut memiliki koordinat 3D. Lihat gambar 2-3
untuk contoh proses ekstraksi data foto udara.
10
Gambar 2-3. Contoh ekstraksi data dan pengambilan data tinggi pada fotogrametri.
11
2.3 Digital Terrain Model (DTM)
Digital Terrain Model (DTM) adalah model digital dari tinggi relief bumi atau
merupakan penggambaran model tinggi relief bumi dengan sebuah model di dalam
computer. DTM bisa dipandang sebagai salah satu unsur dari peta digital. Namun
realita menunjukkan bahwa masih banyak peta digital yang hanya berunsur
planimetrik (2D) atau elevasi hanya merupakan satu atribut objek [Fahmi Amhar,
1999]. Beberapa cara menyajikan objek topografi berdasarkan dimensi geometrinya
[Indri Purnamawati, 2005]:
1. 2.5D : Objek topografi didefinisikan berdasarkan koordinat planimetrik.
Setiap titik dalam koordinat 2 dimensi tersebut memiliki informasi ketinggian
yang disimpan dalam data attribute sebagai informasi tambahan.
2. 3D : Semua informasi objek topografi berada dalam dimensi geometric 3
dimensi, terutama koordinat titik. Dengan menggunakan teknik pemodelan 3
dimensi yaitu solid modeling, objek-objek infrastruktur buatan manusia dapat
disajikan secara 3 dimensi. Teknik pemodelan ini dapat dilakukan secara non-
automatic, semi-automatic maupun automatic.
2.3.1 Tinggi Titik (Spot Heights)
Tinggi titik memberikan informasi ketinggian dengan tepat di suatu tempat.
Tinggi titik dipakai sebagai pelengkap dari garis kontur untuk menyatakan unsur-
unsur permukaan bumi seperti tinggi rata- rata suatu dataran, tinggi terendah dari
suatu jurang (cekungan) dan lain- lain.
2.4 Overlay
Ada dua bentuk analisis ruang yang banyak digunakan untuk memperoleh
informasi atau menarik kesimpulan dari beberapa data bereferensi ruang. Pertama
adalah analisis numeris, yang dilakukan dengan menyerap data- data tersebut dalam
bentuk numeris (yang merupakan nilai dari tiap klasifikasi data). Kedua adalah
metode overlay, yang dilakukan dengan menggabungkan setiap data yang ada,
12
dengan kerangka/ referensi yang sama. Overlay antara lain juga dapat dibedakan
dalam dua bentuk, yaitu overlay poligon dan overlay grid. Grid sebenarnya
merupakan salah satu bentuk satuan geografis, sehingga overlay grid dapat dilakukan
secara numeris dengan menggunakan nomor sel grid sebagai referensi ruang.
Overlay merupakan bagian dari proses pengelolaan data yang dapat
memanfaatkannya untuk mencapai ketepatan dan kecepatan yang lebih tinggi. Dan
sebagaimana secara manual overlay dapat bersifat polygon dan grid, teknik digital
juga mengenal dua bentuk tersebut. Dalam teknik digital, secara umum dikenal dua
jenis data grafis, yaitu data raster yang berupa sel- sel grid, dan data vektor yang
dinyatakan dalam bentuk pasangan koordinat geografis. Data vektor sendiri
mempunyai beberapa macam struktur data, yaitu data arc dan data point/ line/
polygon [Opisar Sujatmiko, 1988].
1. Data arc : merupakan segmen garis tanpa label yang didefinisikan oleh
simpul (node) pada kedua ujungnya.
Gambar 2-4. Contoh data arc
2. Data point, line, dan polygon : masing- masing merupakan titik, garis,
dan area yang mempunyai label, dan tanpa node.
1
2 34
5
21
22
13
Gambar 2-5. Contoh data point, line, dan polygon
Keterangan: 1,2,3,… = point
, = node
(18), (9) = nomor label
Pelaksanaan overlay secara digital tidak lepas dari proses pemasukkan data
dan manipulasi- manipulasi data dalam rangka mempersiapkan data- data yang siap
untuk dioverlaykan. Prinsip overlay dapat dicontohkan seperti gambar 2-6.
8 12 3
45 (9)
57
4
1 23
6
(18)
21 22
DTM
polygon
14
Gambar 2-6. Contoh proses overlay data DTM dan data vektor.
2.5 Interpolasi
Salah satu definisi mengenai pengertian interpolasi yaitu metode penentuan
nilai yang didasarkan pada sejumlah nilai acuan (reference points) dengan pendekatan
fungsi matematik. Dalam bidang Geodesi dan Geomatika, interpolasi selalu
digunakan dalam setiap pemodelan yang berhubungan dengan relief bumi. Secara
harfiah, istilah interpolasi diambil dari dua kata latin, yaitu “inter” yang berarti di
antara (between) dan “polire” yang berarti perbaikan (polish atau refine) [Agus
Hikmat, et. al, 1999].
Hasil overlay antara DTM dengan polygon
15
Gambar 2-7. Interpolasi
Tujuan dilakukannya interpolasi yaitu misalnya jika ada sebuah titik A yang
didapat dari ekstraksi data foto udara yang akan di tumpangsusunkan (overlaying)
dengan data DTM, tidak tahu akan berada pada posisi piksel yang mana. Untuk itulah
perlu adanya interpolasi agar titik A tersebut lebih tepat berada pada posisi piksel
yang mana sehingga nilai ∆H yang akan dicari bisa diketahui dengan menggunakan
persamaan 3.1:
....................................................persamaan (3.1)
Keterangan : ∆H = Beda tinggi yang dicari HDTM = Tinggi DTM HA = Tinggi titik A
Perhatikan gambar 2-7 di atas.
Ada dua metode untuk melakukan proses interpolasi yaitu metode interpolasi
tetangga terdekat (Nearest Neighbor Interpolation), interpolasi cubic menggunakan
DTM
A?
A
Titik A di permukaan bumi Titik A di atas DTM yang berbentuk piksel
A
∆H?
∆H = HDTM – HA
H DTM
H A
16
empat piksel terdekat (Cubic Interpolation), dan interpolasi bicubic menggunakan 16
piksle terdekat (BiCubic Interpolation).
2.5.1 Metode Interpolasi Tetangga Terdekat (Nearest Neighbor Interpolation)
Metode ini merupakan metode resampling paling sederhana. Prinsip dari
metode ini yaitu bahwa nilai intensitas pixel pada koordinat baru ditentukan
berdasarkan nilai intensitas pixel pada koordinat asal yang terdekat.
Gambar 2-8. Nearest Neighbor Interpolation
Keterangan: 1,2,3,4 = titik tengah piksel r = titik yang akan dicari nilai tingginya xr, yr = koordinat titik r
Formulasi yang digunakan dalam penentuan metode interpolasi nearest
neighbor ini yaitu [ERDAS, 1999]:
..............persamaan (3.2)
Dimana : Vr = Nilai tinggi DTM titik r yang dicari Vm = Nilai tinggi DTM titik tengah piksel yang terdekat
1 (x1, y1) 2 (x2, y2)
3(x3, y3) 4(x4, y4)
Vr = Vm
17
Jadi sesuai dengan gambar di 2-8 maka nilai tinggi DTM titik (xr, yr) = nilai tinggi
DTM titik tengah piksel 1.
2.5.2 Metode Interpolasi Cubic (Cubic Interpolation)
Metode ini menginterpolasikan nilai DTM pada dua jarak orthogonal pada
citra DTM yang terdiri dari empat pixel. Nilai DTM dihitung setelah dilakukan
pembobotan jarak pixel pada citra DTM dengan keempat pixel yang mengelilinginya.
Gambar 2-9. Cubic Interpolation
Dimana: 1,2,3,4 = titik tengah piksel r = titik yang akan dicari nilai tingginya xr, yr = koordinat titik r dx = jarak antara x1 dengan xr dy = jarak antara y1 dengan yr
D = jarak antar piksel
Persamaan yang digunakan dalam penentuan metode interpolasi bilinear ini
yaitu [ERDAS, 1999]
1 (x1, y1) 2 (x2, y2)
3 (x3, y3) 4 (x4, y4)
18
ViDD
dyDdxDVri
××
−−= ∑
=
4
1
))(( .................persamaan (3.3)
Dimana: Vr = Nilai tinggi titik r yang dicari Vi = Nilai tinggi DTM titik tengah piksel ke-i
Untuk menghitung nilai beda tinggi yang ingin dicari gunakan persamaan 3.1.
2.5.3 Metode Interpolasi BiCubic (BiCubic Interpolation)
Gambar 2-10. BiCubic Interpolation
Metode ini pada prinsipnya sama dengan metode interpolasi cubic.
Perbedaannya terletak pada jumlah pixel yang digunakan. Metode bicubic
menggunakan enam belas pixel di sekitar titik interpolasi. Perhatikan gambar 2-10 di
atas.
Untuk menghitung nilai tinggi/ DTM yang dicari dari titik ujung- ujung
gedung gunakan persamaan 3.4 [Yuliana Herman,2005].
19
∑
∑
=
== 16
1
16
1
2^/1
2^/
i
i
Li
LiZiVr …………………persamaan (3.4)
Dimana: Vr = Nilai tinggi DTM titik r yang dicari Li = Jarak antara piksel yang dicari dengan piksel baris ke-n,
kolom ke-n yang mengelilinginya Zi = Nilai DTM piksel baris ke-n, kolom ke-n
Disini diperlukan pembobotan jarak dari 16 piksel yang mengelilinginya
dengan persamaan 3.5:
LLiWn
i/
1∑=
= .........persamaan (3.5)
Dimana: W = Nilai bobot L = Jumlah jarak antara piksel yang dicari dengan keenam belas piksel yang
mengelilinginya
Untuk menghitung beda tinggi yang ingin dicari gunakan persamaan 3.1.