15
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen membagi daerah Jawa Tengah menjadi 7 jalur fisiografis dari Utara-Selatan sebagai berikut : 1.Gunung Api Kuarter 2.Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa 3. Antiklinorium Rembang-Madura 4.Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng 5.Pematang dan Dome pada Pusat Depresi 6.Depresi Jawa dan Zona Randublatung 7.Pegunungan Serayu Selatan Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949) Lokasi

Bab II Geologi Regional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

text

Citation preview

Page 1: Bab II Geologi Regional

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi

Van Bemmelen membagi daerah Jawa Tengah menjadi 7 jalur

fisiografis dari Utara-Selatan sebagai berikut :

1. Gunung Api Kuarter

2. Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa

3. Antiklinorium Rembang-Madura

4. Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng

5. Pematang dan Dome pada Pusat Depresi

6. Depresi Jawa dan Zona Randublatung

7. Pegunungan Serayu Selatan

Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949)

Jalur Rembang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk

Antiklinorium yang memanjang ke arah Barat – Timur, dari Kota Purwodadi

melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura. Morfologi di daerah

tersebut dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Morfologi dataran

Lokasi penelitian

Page 2: Bab II Geologi Regional

rendah, perbukitan bergelombang dan Satuan Morfologi perbukitan terjal,

dengan punggung perbukitan tersebut umumnya memanjang berarah Barat –

Timur, sehingga pola aliran sungai umumnya hampir sejajar (sub-parallel)

dan sebagian berpola mencabang (dendritic). Sungai utama yang melewati

daerah penyelidikan yaitu S. Lusi, yang mengalir ke arah Baratdaya, melalui

Kota Blora dan bermuara di Bengawan Solo.

Morfologi Kawasan Kars Sukolilo Pati secara regional merupakan

komplek perbukitan kars yang teletak pada struktur perbukitan lipatan.

Setelah perlipatan mengalami proses pelarutan, pada bagian puncak

perbukitan Kars di permukaan (eksokars) ditemukan morfologi bukit-bukit

kerucut, cekungan-cekungan hasil pelarutan, lembah-lembah aliran sungai

yang membentuk mulut gua, mata air dan telaga kars ditemukan pada bagian

bawah tebing. Morfologi bawah permukaan (endokars) kawasan kars

tersebut terbentuk morfologi sistem perguaan dan sungai bawah tanah

dengan potensi yang berbeda untuk masing-masing gua. Pada bagian Utara

dan Selatan batas akhir batuan kapur/batugamping merupakan dataran.

Fenomena Kars Sukolilo (Kendeng Utara) tercermin melalui

banyaknya bukit-bukit kapur kerucut, munculnya mata-mata air pada

rekahan batuan, gua-gua yang berpotensi arkeologis. Mengalirnya sungai-

sungai bawah tanah dengan lorong gua sebagai koridornya. Sering

ditemukan lahan yang sangat kering di permukaan saat musim kemarau pada

bagian bagian bukit karena sungai-sungai yang mengalir di permukaan

sangat jarang. Aliran air masuk kedalam rekahan batuan kapur atau

batugamping (limestone) dan melarutkannya, sehingga di bagian bawah

kawasan ini banyak ditemukan sumber-sumber mata air yang keluar melalui

rekahan-rekahan batuan.

Pola penyaluran Kawasan Kars Sukolilo Pati secara regional adalah

pola aliran paralel dimana terdapat penjajaran mataair dan mengikuti

struktur geologi yang ada. Pola aliran seperti ini merupakan cerminan bahwa

pola aliran sungai di Kawasan Kars Sukolilo Pati dipengaruhi oleh struktur

geologi yang berkembang. Sungai-sungai yang mengalir dibagi menjadi dua

Page 3: Bab II Geologi Regional

zona, yaitu zona aliran Utara dan zona aliran Selatan. Baik zona Utara

maupun Selatan adalah sungai-sungai yang muncul dari rekahan

batugamping kawasan tersebut atau Kars Spring dengan tipe mata air kars

rekahan (fracture springs). Terbentuknya mataair rekahan tersebut akibat

terjadinya patahan pada blok batugamping di kawasan ini saat proses

pengangkatan dan perlipatan. Penjajaran mata air kars pada bagian Utara

dan Selatan perbukitan kars Sukolilo, muncul pada ketinggian kisaran 5 -150

mdpl radius 1 – 2 km dari perbukitan kars Sukolilo.

2.2 Stratigrafi

Zona Rembang termasuk dalam cekungan Jawa Timur utara. Secara

historis penggunaan nama-nama satuan stratigrafis pada zona ini semula

hanya digunakan secara terbatas, tak terpublikasikan, pada dilingkungan

perusahaan minyak Belanda BPM (Batafsche Petroleum Maatschapij), yaitu

pendahulu perusahaan Shell, yang dulu memegang konsesi daerah Cepu.

Nama-nama formasi secara resmi baru mulai digunakan oleh Van

Bemmelen (1949) dan Stratigraphic Lexicon of Indonesia oleh Marks

(1957). Harsono (1983) melakukan perubahan dari nama-nama tak resmi

seperti globigerina marl atau Orbitoiden-Kalk dengan memberikan nama

yang baru, menetapkan lokasi tipe, sesuai dengan Sandi Stratigrafi

Indonesia. Penentuan umur secara teliti dari setiap formasi dengan

menggunakan pertolongan fosil foraminifera plangtonik telah dilakukan oleh

Harsono (1983).

Zona rembang dimulai dari ujung barat perbukitan di selatan Demak,

memanjang ke arah timur dan timur laut memasuki wilayah Jawa Timur,

memanjang melewati Pulau Madura, terus ke arah timur hingga ke Pulau

Kangean. Arah memanjang perbukitan tersebut mengikuti sumbu-sumbu

lipatan, yang pada umumnya berarah barat-timur. Di beberapa tempat

sumbu-sumbu ini mengikuti pola en echelon yang menandakan adanya sesar

geser lateral kiri (left lateral wrenching faulting).

Page 4: Bab II Geologi Regional

Zona Rembang terbentang sejajar dengan zona Kendeng dan

dipisahkan oleh depresi Randublatung, suatu dataran tinggi terdiri dari

antiklinorium yang berarah barat-timur sebagai hasil gejala tektonik Tersier

Akhir membentuk perbukitan dengan elevasi yang tidak begitu tinggi, rata-

rata kurang dari 500 m. Beberapa antiklin tersebut merupakan pegunungan

antiklin yang muda dan belum mengalami erosi lanjut dan nampak sebagai

punggungan bukit. Zona Rembang merupakan zona patahan antara paparan

karbonat di utara (Laut Jawa) dengan cekungan yang lebih dalam di selatan

(cekungan Kendeng). Litologi penyusunnya campuran antara karbonat laut

dangkal dengan klastika, serta lempung dan napal laut dalam.

Stratigrafi Zona Rembang tersusun atas Formasi Ngimbang, Kujung,

Prupuh, Tuban, Tawun, Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok, Mundu,

Selorejo, dan Lidah.

Stratigrafi daerah pemetaan kawasan kars Kendeng Utara menurut

Pringgoprawiro (1983) masuk ke dalam Formasi Tawun, Formasi Ngrayong

dan Formasi Bulu. Formasi penyusun kawasan kars Kendeng Utara ini

terbentuk pada masa Meosen Tengah - Meosen Atas, terbentuk 25 juta tahun

yang lalu berdasarkan skala waktu geologi.

1. Formasi Ngrayong

Pada bagian bawah Formasi Bulu ini terendapkan Formasi

Ngrayong yang disusun oleh perselang-selingan batupasir kuarsa,

batugamping pasiran dan batulempung. Pada batugamping pasiran

disusun oleh alga dan cangkang binatang laut. Lingkungan

pengendapan Formasi Ngrayong di daerah dangkal dekat pantai yang

makin ke atas lingkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga

sublittoral pinggir. Sebagian teori juga menyebutkan bahwa formasi

ngrayong terbentuk pada lingkungan darat.

2. Formasi Bulu

Di bawah formasi Wonocolo terendapkan Formasi Bulu yang

tersusun oleh litologi batu gamping masif yang mengandung koral, alga

dan perlapisan batugamping yang juga mengandung foram laut berupa

Page 5: Bab II Geologi Regional

koral, orbitoid dan alga, sesekali diselangselingi oleh batupasir kuarsa

bersifat karbonatan dan sisipan batulempung. Penyebarannya luas mulai

dari Ngrejeg - Klumpit - Rengel hingga Purwodadi, dan menghilang di

daerah Pati tertutup endapan alluvial. Pada peta geologi lembar

Rembang (1 : 100.000), formasi ini melampar luas terutama di wilayah

antiklonorium Rembang Utara. Satuan ini menebal ke arah barat,

mencapai ketebalan hingga 360 m di sungai Larangan. Dibagian timur

di sungai Besek dekat desa Bulu ketebalannya hanya 80 meter. Kondisi

litologi dan kandungan fosilnya menunjukkan bahwa Formasi ini

diendapkan pada laut dangkal, terbuka pada Kala Miosen Tengah –

Awal Miosen Akhir (N 13 – N 15).

Page 6: Bab II Geologi Regional

Gambar 2.2 Stratigrafi Zona Rembang (Pringgoprawiro, 1983)

Stratigrafi daerah penelitian

Page 7: Bab II Geologi Regional

2.2 Struktur Geologi

Pulau jawa mempunyai dua macam konfigurasi struktur (structural

grains) yang berbeda. Di bagian utara tercirikan oleh kecendrungan

mengikuti arah timur - barat. Pola timur laut – baratdaya diduga mengikuti

konfigurasi basement. Basement-nya sendiri diduga merupakan bagian dari

kerak benua yang berumur Pre Tersier, tersusun oleh mélange, ofiolit dan

bagian dari jenis kerak benua lain. Pola struktur yang berarah timur–barat ini

sesuai dengan busur volkanik Tersier yang juga berarah timur–barat.

Cekungan Jawa Timur, dimana Kendeng dan Rembang terletak,

kemungkinan terletak pada kerak perantara (intermediate crust) dari

kelompok mélange yang berangsur berubah menjadi kerak samudra, yang

mungkin terdapat pada penghujung timur dari cekungan ini.

Pada bagian barat cekungan Jawa Timur nampak adanya

kecendrungan arah morfologi dan struktur timur–barat (gambar IV.1). Hal

ini dapat dibandingkan dengan cekungan selatan (Southern Basin). Daratan

tersebut mencakup zona Rembang dan Zona Kendeng serta kelanjutannya,

yang dibagian utara dibatasi oleh tinggian Kujung-Kangean–Madura–

Sepanjang yang terbentuk sebagai akibat sesar geser (wrench related). Ke

arah selatan zona ini dibatasi oleh jalur gunung api kuarter. Cekungan ini

kemungkinan terbentuk sejak Eosen hingga akhir Oligosen oleh suatu

tektonik ekstensional, yang kemudian diikuti oleh fase tektonik inverse sejak

awal Miosen hingga Holosen. Pada fase inversi ini dibagian utara dari

cekungan ini mengalami pengangkatan (zona Rembang) sedangkan pada

bagian selatannya masih berupa cekungan laut dalam (zona Kendeng).

1. Dalam kerangka tektonik regional maka proses pembentukan struktur

Tersier di Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 periode :

1. Paleogen Extension Rifting

2. Neogen Compressional Wrenching

3. Plio – Pleistocene Compressing Thrust – Folding

Fase ekstensional Paleogene menghasilkan graben / half graben dan

sesar-sesar yang mempunyai arah pemanjangan timur–barat. Selanjutnya

Page 8: Bab II Geologi Regional

pada fase kompresi pada Awal Miosen terjadi reaktivasi dari sesar

ekstensional yang sebelumnya telah ada, yang menunjukkan adanya

kontrol  tektonik terhadap pembentukan awal cekungan.

a. Periode Neogen Compressional Wrenching ditandai oleh pembentukan

sesar-sesar geser, yang terutama terjadi akibat gaya kompresif dari

tumbukan lempeng Hindia. Sesar geser yang terjadi membentuk

orientasi tertentu, yang berhubungan dengan kompresi utama.

Sebagian besar pergeseran sesar merupakan reaktivasi dari sesar-sesar

normal yang terbentuk pada periode Paleogen.

b. Periode Plio – Pleistocene Compressional Thrust – Folding ditandai

oleh pembentukan lipatan yang berlanjut pada pembentukan sesar-

sesar naik. Antiklinorium dan thrust belt yang terjadi memiliki

orientasi tertentu yang berhubungan dengan arah kompresi dan

kinematika pembentukannya. Pada zaman Neogen cekungan Jawa

Timur bagian utara mengalami rezim kompresi yang menyebabkan

reaktivasi sesar-sesar normal tersebut dan menghasilkan sesar-sesar

naik.

c. Pada jaman Pre-Tersier lempeng Jawa Timur mengalami penunjaman

dibawah lempeng Sunda, mengkuti arah memanjang zona penunjaman

kurang lebih N 600 E, penunjaman ini berakibat pemendekan lempeng

pada arah tegaklurus arah penunjaman.

Pada saat itu cekungan Jawa Timur barangkali masih berupa

cekungan muka busur (fore arc basin). Pada Awal Miosen atau lebih

tua, tektonik ekstensi bekerja di zona Rembang. Ekstensi ini kemudian

diikuti oleh serangkaian tegasan kompresif yang menjadi aktif sejak

Akhir Miosen hingga Holosen dengan arah yang bergeser dari arah

timur laut. Kompresi ini juga bekerja pada zona Kendeng sejak Akhir

Miosen dan seterusnya. Namun rekaman stratigrafis dari peristiwa ini

hanya dapat diamati pada bagian bawah dari Formasi Kerek. Kompresi

ini juga menjadi semakin lemah selama pembentukan sedimen yang

lebih muda.

Page 9: Bab II Geologi Regional

2. Evolusi Morfotektonik zona rembang berdasarkan data stratigrafi dan

struktur geologinya dapat dibagi menjadi 4 fase:

1. Fase  Tektonik pertama yang terjadi selama Tersier sampai awal

Oligocene.

Pada fase ini mengendapkan Formasi Ngimbang dan Kujung yang

diendapkan diatas basement yang berupa mélange dan ofiolit. Formasi

Ngimbang yang tersusun oleh batupasir dan batulanau yang terdapat

sisipan batugamping mengindikasikan bahwa pengendapannya

merupakan syn-rift – post rift sehingga terbentuk cekungan laut

dangkal. Cekungan ini mulai stabil pada saat terendapkannya formasi

Kujung yang berupa batugamping. Pada fase ini gaya yang bekerja

dominannya adalah gaya ekstensional. Cekungan ini berupa fore arc

basin.

2. Fase yang kedua terjadi pada Oligosen tengah sampai Miosen akhir.

Pada waktu ini penunjaman lempeng hidia ke pulau Jawa yang

oblique. Penunjaman yang oblique ini membentuk struktur lipatan dan

sesar yang berarah timur laut – barat daya (pola meratus). Pada fase ini

rembang masih berupa fore arc basin dan telah memasuki fase sagging

– inverse. Pada waktu inilah terendapkan Formasi Prupuh, Tawun,

Ngrayong, Bulu, Wonocolo, dan Ledok. Kedudukan muka air laut

pada kala ini relatif regresi sehingga menyebabkan pola progadasional

yang menyebabkan perebahan facies secara lateral kearah darat ke arah

utara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan facies dari

batugamping (Formasi Prupuh) ke batupasir, batulempung yang kaya

mineral Glaukonit (Formasi Ngrayong dan ledok). Batupasir ini

kemungkinan diendapkan di lingkungan delta.

3. Fase yang ketiga terjadi pada Miosen akhir sampai Pleistocen awal.

Pada fase ini terjadi transgresi air laut yang menyebabkan kenaikan

muka air laut secara relative yang mengendapkan Formasi Mundu,

Paciran, Selorejo, dan Lidah. Pada fase ini rembang masih berupa fore

arc basin. Memasuki pengendapan Formasi Pacerain dan Selorejo

Page 10: Bab II Geologi Regional

terjadi regresi muka air laut sehingga terjadi perubahan lingkungan

pengendapan lagi dari laut dalam (bathial) ke laut dangkal (neritik

tengah).

4. Fase yang keempat terjadi pada Pleistocene akhir – Holosen.

Pada fase ini penunjaman lempeng Hindia sudah tegak lurus

dengan pulau jawa sehingga terbentuklah lipatan, sesar, dan struktur-

struktur geologinya lainnya yang berarah timur-barat. Penunjaman ini

juga menyebabkan terjadinya partial melting, sehingga terjadi

vulkanisme di sebelah selatan Zona Rembang. Sehingga Zona

Rembang berubah menjadi back arc basin. Vulkanisme ini juga

menyebabkan terendapkan batuan batuan gunung api seperti tuff,

breksi andesit, aglomerat. Dan juga terjadi intrusi-intrusi andesit.

Peristiwa ini menyebabkan Zona Rembang menjadi daerah yang

prospek dalam eksplorasi hidrokarbon. Dimana Formasi Ngimbang

merupakan source rock yang potensial. Pematangan source rock ini

disebabkan karena naiknya astenosfer yang diakibatkan penunjaman

ini. Daerah back arc basin lebih potensial terjadi pematangan source

rock daripada fore arc basin. Sedangkan batuan penutup dan reservoir

banyak ditemui di Formasi Tawun dan Tuban dimana banyak

mengandung batulanau-batulempung sedangkan reservoirnya banyak

ditemui pada formasi Ngrayong, dan Ledok yang mengendapkan

batupasir. Reservoir lainnya yang berupa batugamping juga

ditemukan.