40
16 BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN A. Pengertian Oikoumene Istilah Oikoumene nyaris diartikan sebagai universal atau inter- iman, yang sesungguhnya keliru. Makna aslinya adalah bumi yang dihuni. Kata oikos dalam bahasa Yunani berarti “rumah”, mene adalah “bumi”. Pemahaman tentang hal ini dalam kehidupan batin gereja sejajar dengan konsep ahl al-kitab dalam Islam. Istilah Oikoumene merupakan istilah misi yang analog dengan dinamisme konsep ahl al- kitab dan berpusat pada pesan iman. Paulus meringkas pesan ini sebagai, “sebab jika kamu mengakui dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu. Bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Rm. 10 : 9). Jadi sesungguhnya Oikoumene merupakan istilah untuk menggambarkan misi keKristenan, gerakan Oikoumene untuk mendiami bumi yang kepadanya Injil diberitakan. Itu semacam parafrase bagian akhir Injil Matius, untuk pergi dan membaptis bangsa- bangsa (Mat. 28 : 18 – 20) atau bagian pembuka kisah para Rasul “kamu akan menjadi saksiku .... sampai ke ujung bumi” (Kis. 1 : 8). 1 Kata Oikoumene mempunyai dua arti yang saling terkait. Pertama sesuai arti harfiahnya, ialah “rumah kediaman”. Kedua, maknanya adalah “dunia yang dihuni manusia”. Jadi gerakan Oikoumene adalah “gerakan untuk menjadikan dunia ini sebuah rumah hunian bagi manusia sebagai sebuah keluarga besar. Istilah Oikoumene 1 Geogre B. Grose dan Benjamin J. Hubbard (ed.), Tiga Agama Satu Tuhan : Sebuah Dialog, Terj. Santi Indra Astuti, Mizan, Bandung, 1998, hlm. 227

BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

16

BAB II

GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN

A. Pengertian Oikoumene

Istilah Oikoumene nyaris diartikan sebagai universal atau inter-

iman, yang sesungguhnya keliru. Makna aslinya adalah bumi yang

dihuni. Kata oikos dalam bahasa Yunani berarti “rumah”, mene adalah

“bumi”. Pemahaman tentang hal ini dalam kehidupan batin gereja

sejajar dengan konsep ahl al-kitab dalam Islam. Istilah Oikoumene

merupakan istilah misi yang analog dengan dinamisme konsep ahl al-

kitab dan berpusat pada pesan iman. Paulus meringkas pesan ini

sebagai, “sebab jika kamu mengakui dengan mulutmu bahwa Yesus

adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu. Bahwa Allah telah

membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan

diselamatkan” (Rm. 10 : 9). Jadi sesungguhnya Oikoumene merupakan

istilah untuk menggambarkan misi keKristenan, gerakan Oikoumene

untuk mendiami bumi yang kepadanya Injil diberitakan. Itu semacam

parafrase bagian akhir Injil Matius, untuk pergi dan membaptis bangsa-

bangsa (Mat. 28 : 18 – 20) atau bagian pembuka kisah para Rasul “kamu

akan menjadi saksiku .... sampai ke ujung bumi” (Kis. 1 : 8). 1

Kata Oikoumene mempunyai dua arti yang saling terkait.

Pertama sesuai arti harfiahnya, ialah “rumah kediaman”. Kedua,

maknanya adalah “dunia yang dihuni manusia”. Jadi gerakan

Oikoumene adalah “gerakan untuk menjadikan dunia ini sebuah rumah

hunian bagi manusia sebagai sebuah keluarga besar. Istilah Oikoumene

1 Geogre B. Grose dan Benjamin J. Hubbard (ed.), Tiga Agama Satu Tuhan : Sebuah

Dialog, Terj. Santi Indra Astuti, Mizan, Bandung, 1998, hlm. 227

Page 2: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

17

terdapat dalam Alkitab, dan digunakan oleh gereja-gereja, terutama di

Barat setelah berakhirnya Perang Dunia II. 2

Dalam tradisi agama Kristen, ada yang disebut dengan istilah

Oikoumene (bahasa Yunani, Oikos = rumah, monos = satu; Oikoumene

= satu rumah). Istilah ini mengalami beberapa penyesuaian dengan

konteks perkembangan keKristenan sedunia. Tadinya hanya sebatas

lingkungan keKristenan di wilayah kerajaan Romawi, tetapi kemudian

menunjuk pada keKristenan secara umum. Dari situ berkembang lagi

menjadi gereja-gereja (=agama Kristen) dan agama-agama non Kristen,

dan berkembang lagi sampai kepada hubungan gereja-gereja dengan

ideologi-ideologi. Gerakan ini sangat dikenal dengan gerakan

Oikoumene. Gerakan yang peduli pada relasi-relasi antar denominasi

gereja (keKristenan) antara agama Kristen dengan agama-agama lain,

ideologi-ideologi bahkan tentang lingkungan hidup dan seluruh ciptaan

Allah. 3

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik benang merah,

bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

solusi untuk para pemeluknya dalam menyikapi adanya pluralisme

agama, yaitu gerakan Oikoumene. Dan semua pengartian-pengartian

tentang Oikoumene seperti yang tersebut di atas menuju kepada satu

arah yaitu semacam kesadaran baru bahwa seluruh manusia di muka

bumi ini tidak mungkin untuk menganut agama Kristen. Mereka

mengumpamakannya seperti sebuah rumah yang terdiri dari banyak

bilik (kamar). Namun rumah dengan banyak bilik tersebut merupakan

satu kesatuan yang bisa saling berinteraksi dengan baik.

2 Victor I. Tanja, Pluralisme Agama dan Problem Sosial (Diskursus Tiologi tentang Isu-

isu Kontemporer), Pustaka Cidesindo, Jakarta, 1998, hlm. 154 3 Th. Sumartana, Noegroho Agoeng, Zuly Qodir (ed.), Pluralisme, Konflik dan

Perdamaian (Studi Bersama Antar Iman), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 94 - 95

Page 3: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

18

B. Sejarah dan Perkembangan Gerakan Oikoumene

Oikoumene adalah kata dari bahasa Yunani, yaitu Partitium Preasentis passivum femium dari kata kerja oikeo, yang berarti tinggal, berdiman atau yang mendiami. Oleh karena itu arti harfiah kata Oikoumene adalah “yang didiami”. Tetapi particium ini telah mempunyai arti khusus sebagai kata benda. Arti pertama adalah geografis, dunia yang didiami (LK. 4 : 5, Rom. 10 : 18, Lbr. 1 : 6 dan lain-lain). Kemudian kata Oikoumene juga mendapat arti politik : kekaisaran Romawi (Kis. 24 : 5) dan semua penduduknya (Kis. 17 : 6).4

Oikoumene sesungguhnya merupakan istilah untuk

menggambarkan keKristenan, gerakan Oikoumene untuk mendiami

bumi yang kepadanya Injil diberitakan. Itu semacam parafrase bagian

akhir Injil Matius, untuk pergi dari membabtis bangsa-bangsa (Mat. 28 :

18-20) atau bagian pembuka kisah para rasul, kamu akan menjadi

saksiku … sampai ke ujung bumi (Kis. 1 : 8). 5

Penggunaan dan pemahaman istilah Oikoumene mengalami

proses yang sangat dinamis. Semula Oikoumene hanya untuk menyebut

ke-Kristenan di wilayah kerajaan Romawi, berkembang lagi sampai

pada dataran Oikoumene ditujukan untuk agama-agama non Kristen,

ideologi-ideologi lain, bahkan tentang lingkungan dan seluruh ciptaan

Allah.6

Orang-orang Yunani kunopun mengenal istilah Oikoumene

untuk menyebut daerah yang terbentang dari Nil dan Oxus sebagai pusat

Oikoumene (yang menurut Alfred Koeber berarti “komplek agraria

historis dari Afro – Eurasia” di bumi). 7 Namun jika Oikoumene

diartikan dalam arti yang sesungguhnya, maka dapat ditarik akar-akar

4 Dr. Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja (Sejarah, Dokumen-dokumen dan

Tema-tema Gerakan Oikoumene), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, hlm. xvii 5 George B. Grose dan Bejamin J. Hubbard (ed.), op. cit., hlm. 227 6 Bonawiratma, Iman, Pendidikan dan Perubahan Sosial, Kanisius, Yogyakarta, 1991,

hlm. 12 7 Nurcholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Paradigma, Jakarta, 1995, hlm. 93

Page 4: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

19

yang melatarbelakangi gerakan Oikoumene (keseluruhan orang-orang

Kristen) yaitu adanya perpecahan di kalangan orang-orang Kristen.

Perpecahan itu terlihat secara nyata, pada zaman reformasi gereja

Katolik Roma untuk pertama kali (sejak Khisma dengan gereja ortodoks

Yunani tahun 1054), umat Kristen dihadapkan pada ancaman

perpecahan secara besar-besaran.

Walaupun Luther dengan cepat dikucilkan dari gereja (1612), namun tetap diusahakan mencari perdamaian dengan pengikut-pengikutnya kaum Injil demi kesatuan kaum Kristen terhadap ancaman Turki. Usaha-usaha ini yang didorong oleh pertimbangan-pertimbangan politik menghasilkan pembicaraan-pembicaraan agama di Leipzig (1539), Hagenau (1540), Worms (1540) dan Regensburg Ratizbon (1561) di wilayah kekaisaran Jerman dan Colloguium di Poissy (1561) di Perancis tetapi persetujuan tidak dicapai. 8

Perlu dijelaskan di sini hal-hal mendasar yang membedakan

antara Kristen Katolik dan Protestan, faktor-faktor ini pula yang menjadi

sebab awal perpecahan di kalangan orang-orang Kristen sekaligus faktor

pendorong adanya Kristen Protestan. Menurut orag-orang Katolik,

gereja-gereja adalah jalan ke Kristus dengan jabatan dan sakramen-

sakramen. Sedangkan menurut orang-orang Protestan, Kristus adalah

jalan ke gereja, dengan penekanan menurut firman dan iman. Di

samping itu juga, terjadinya kehidupan mewah dalam istana Paus

melebihi kemewahan raja-raja Perancis dan Inggris, sementara itu

perubahan sosial politik sangat tajam, sehingga kedudukan para

rohaniawan kehilangan monopoli dalam masyarakat. Pada puncaknya

gereja ternyata menyalahgunakan wewenangnya, antara lain karena

menjual idulgensi (penghapusan siksa, dosa) dan absolusi kepada para

jemaat gereja. Hal ini menyebabkan kejengkelan para anggota jemaat

8 Dr. Christian De Jonge, op. cit., hlm. 3

Page 5: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

20

dan pemimpin gereja, terutama di Jerman yang dipelopori oleh Marthin

Luther. 9

Demikianlah sekilas gambaran penyebab perpecahan yang ada

di kalangan umat Kristen yang kemudian memunculkan konsep gerakan

Oikoumene yang muncul di kalangan orang-orang Kristen Protestan.

Kembali kepada pembahasan gerakan Oikoumene, seperti yang

dijelaskan di atas, bahwa meskipun kaum Injili memisahkan diri dari

Roma, namun tetap ada kesadaran, baik di kalangan Protestan maupun

di kalangan Katolik-Roma bahwa satu warisan menjadi milik bersama,

yaitu warisan gereja kuno. Timbul kesadaran bahwa usaha-usaha untuk

memulihkan perpecahan yang diakibatkan reformasi harus bertolak dari

warisan bersama. Kesadaran ini hidup khususnya di kalangan kaum

humanis, cendekiawan Katolik maupun Protestan yang mengecam

keadaan gereja Katolik Roma pada zaman itu karena telah menyimpang

dari ajaran dan praktek gereja kuno.

Pada abad ke-17 dan ke-18 pertama-tama usaha-usaha dari

abad reformasi dilanjutkan. Dapat disebutkan dua macam usaha, yang

pertama dalam mencari titik persatuan dalam warisan gereja kuno. Ini

jalan yang diikuti oleh Hugo Crotius (1583 – 1645) dan juga oleh teolog

Lutheran George Calixtus (1586 – 1656). Yang terakhir merumuskan

bahwa kesatuan kaum Kristen sebaiknya dilihat dalam warisan gereja

kuno selama lima abad pertama, consensus guinguesaecularis. Warisan

ini dapat membantu gereja Katolik-Roma untuk meniadakan

penyimpangan-penyimpangan yang muncul pada abad pertengahan

dengan hasil yang pasti tidak akan berbeda jauh dengan hasil reformasi.

Usaha kedua, adalah untuk merumuskan semacam daftar pasal-pasal

iman yang dianggap azazi untuk iman Kristen (artikel-artikel

9 Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama (Bagian II : Pendekatan Budaya terahdap

Yahudi, Kristen Katolik, Protestan dan Islam), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 128

Page 6: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

21

fundamental), yang harus diterima secara mutlak, sedangkan pasal-pasal

iman yang dianggap tidak azazi tidak boleh menjadi alasan perpecahan

di antara orang-orang Kristen. Metode ini antara lain diusahakan oleh

John Dury (Duraeus, 1595 – 1680). 10

Usaha pertama seperti dikatakan di atas, terlalu intelektualistis

untuk diterima secara umum di gereja-gereja, sedangkan untuk usaha

kedua waktunya belum matang. Gereja-gereja masih terlalu

mengindahkan rumusan-rumusan konfesional masing-masing.

Pada abad ke-19, kita dapat melihat 4 macam usaha yang dapat

disebut usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen dari gereja-

gereja yang berbeda. Yang pertama adalah usaha mempersatukan orang-

orang Kristen dari gereja-gereja yang mempunyai dasar teologis atau

konfensional yang sama. Usaha kedua adalah usaha untuk

mempersatukan orang-orang Kristen Protestan dalam satu perhimpunan.

Usaha ketiga adalah apa yang disebut Voluntary Movement (gerakan-

gerakan sukarela). Gerakan ini mempunyai pandangan, bahwa bukan

konferensi gereja yang penting, melainkan iman murni kepada juru

selamat. Usaha yang keempat berkaitan dengan yang ketiga, yaitu usaha

untuk bekerjsama di bidang pengabaran Injil. 11

Usaha-usaha ini bermuara pada konferensi pengabaran Injil

sedunia di Edinburgh (14 – 23 Juni 1910). 12 Konperensi pengabaran

Injil sedunia ini dipelopori oleh John Raleigh Mott (1865 – 1655),

seorang metodis dari Amerika Serikat dan Joseph H. Olgham (1874 –

1969) dari Skotlandia.

Pokok-pokok yang dibahas di Edinburg adalah : 1. Pengabaran

Injil di seluruh dunia; 2. Gereja di lapangan pengabaran Injil; 3.

10 Dr. Christian De Jonge, op. cit., hlm. 4-5 11 Ibid., hlm. 6-7 12 Dr. Christian De Jonge, Dr. Jam S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja, BPK

Gunung Mulia, Jakarta, 1993, hlm. 51

Page 7: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

22

Pendidikan dan pengKristenan; 4. Berita Kristen dan agama-agama

bukan Kristen; 5. Persiapan para pengkabar Injil; 6. Hubungan dengan

“pangkal” di dalam negeri (homebase); 7. Hubungan dengan

pemerintah; kerjasama dan keesaan. Disepakati untuk menunjuk suatu

continuation committe (Panitia penerus, panitia yang melanjutkan) yang

diberi tugas meneliti kemungkinan-kemungkinan untuk membentuk

suatu panitia pengabaran Injil internasional. 13

Keputusan ini di kemudian hari ternyata berarti langkah awal

di sejarah Oikoumene, sehingga konperensi pengabaran Injil sedunia di

Edinburg 1910 dilihat sebagai saat kelahiran gerakan Oikoumene. Untuk

selanjutnya sejarah perlu mencatat momentum penting yang kemudian

setelah adanya komperensi pengabaran Injil sedunia di Edinburg 1910

momentum inilah yang kemudian menjadi spirit/jiwa gerakan

Oikoumene baik yang bertujuan ke dalam yaitu kesatuan bagi orang-

orang Kristen maupun tujuan pengabaran Injil/kerjasama dengan agama-

agama lain, ideologi-ideologi lain, bidang politik, sosial dan ekonomi

bahkan keseluruhan ciptaan Allah. Momentum tersebut adalah Edinburg

(I) International Missionary Council 1921 – 1961; Edenburg (II)

Gerakan Faith and Order (1910 – 1937; Edinburg (III) Gerakan Life

and Work (1919 – 1937); World Alliance (1914 – 1948) dan

pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (1937 – 1948). Berikut

uraian dari masing-masing momentum tersebut :

13 Dr. Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja… op. cit., hlm. 10

Page 8: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

23

Edenburg (I) International Missionary Council 1921 - 1961

Continuation committe yang ditunjuk di Edenburg 1910 mulai

pekerjaannya, namun karena pecahnya perang dunia pertama (1914 –

1918) pembentukan panitia pengabaran Injil terlambat. Baru pada tahun

1921 di Lake Mohorik, New York, dapat didirikan Internasional

Missionary Council (IMC), Dewan Pengabaran Injil Internasional yang

berpusat di London dan New York ketuanya adalah John Mott,

sekretarisnya JH. Oldham, anggota-anggota Dewan Pengabaran Injil

internasional bukan orang perorang melainkan organisasi-organsasi

kerjasama di bidang pengabaran Injil Nasional yang mulai didirikan

sejak di Edinburg, seperti Dewan-dewan Kristen Nasional di India,

Jepang, Korea, Tiongkok. 14 Namun selama perang Dunia Pertama

masih terlihat kecenderungan gereja-gereja berpikir secara nasional saja,

seraya memungkiri pertalian dan dasarnya yang melewati segala batas

bangsa dan negeri. 15

Meskipun demikian masih terlihat adanya usaha baik untuk

kesatuan orang-orang Kristen ataupun kesatuan pengabaran Injil, hal ini

terlihat dari terlaksananya komperensi yang dipelopori oleh

International Missionary Council (IMC) di Yerussalem, 23 Maret – 8

April 1928. jumlah peserta dari “gereja-gereja muda” (istilah-istilah

yang dipergunakan untuk pertama kali) adalah 50, seperlima dari 250

peserta. Dari Indonesia T.S. Gunung Mulia yang hadir. Yang

dibicarakan adalah hubungan antara gereja-gereja muda dan tua

(relations between the yonger and older churches), hubungan dengan

agama-agama lain (yang menyatakan perubahan dalam sikap terhadap

dan pemahaman teologis mengenai agama-agama lain dan mengenai

14 Ibid., hlm. 13 15 H. Berkhof, Sejarah Gereja, terj. I.H. Enklaar, BPK : Gunung Mulia, Jakarta, 1995,

hlm. 339

Page 9: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

24

tugas pengabaran Injil), sekularisasi (yang dilihat sebagai bahaya lebih

besar dari agama-agama kafir) serta komprehensive approach to the

jews (pendekatan menyeluruh). Didirikan committe on the christian

approach to the jews (panitia pendekatan Kristen terhadap orang-orang

Yahudi). 16

Gagasan komprehensife bertolak dari pendapat bahwa Injil

menyangkut seluruh manusia, yaitu jiwanya, hubungannya dengan

sesama manusia dan dunia sekitarnya. Oleh sebab itu pengabaran Injil

tidak boleh membatasi diri pada pemberitaan firman pada orang

perorangan. Pengabaran Injil juga termasuk pekerjaan seosial, medis,

pendidikan, singkatnya kegiatan-kegiatan yang mencakup segala bidang

kehidupan (pelayanan total dengan Injil total, kepada manusia total).17

Usaha kedua, terlihat di Tambaran 12 – 29 Desember 1938. Di

sini perwakilan gereja-gereja muda seimbang dengan perwakilan gereja-

gereja tua. Masing-masing 189 dan 182 orang. Dari Indonesia hadir

sembilan orang pribumi, antara lain Dr. J. Leimina dan Mh. Mr. A.L.

Fransz. Yang memainkan peranan besar dalam konperensi ini adalah

bukunya Dr. H. Kraemer, The Christian Message in a Non – Chritian

World. Di dalam bukunya ditujukan peleburan semua agama dalam

suatu persaudaraan yang mencakup seluruh dunia. 18

Usaha ketiga, diadakannya komperensi Whitby (Kanada), 5 –

24 Juni 1947. Temanya adalah “The Christian Witness in a

Revolutionary World” (Kesaksian Kristen dalam dunia yang

revolusioner). Gereja-gereja tua dan muda mulai saling mengakui

sebagai “Partner in Obedience” (mitra dalam ketaatan) yang sama-sama

diperhadapkan dengan tugas mengabarkan Injil di seluruh dunia. Dari

16 Christian De Jonge, Menuju Keesaan … op. cit., hlm. 14 17 Ibid. 18 Ibid.

Page 10: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

25

istilah partner in obidience menjadi nyata bahwa perbedaan-perbedaan

status antara dua jeis gereja ini. 19

Usaha keempat, konperensi Willingen (Jerman) 5 – 12 Juli

1952, dengan tema “The Missionary Obligation of the Church”

(kewajiban gereja untuk mengabarkan Injil). Dibicarakan soal

nasionalisme yang dihadapi gereja-gereja di negara-negara yang baru

merdeka atau yang sedang memperjuangkan kemerdekaan. Usaha

kelima, terlihat dari komponen si Achimota (Graha, Afrika) 28

Desember – 8 Januari 1958. Temanya adalah “The Christian Mission at

This Hour” (misi Kristen pada saat ini). Diputuskan untuk

mengintegrasikan IMC dengan DCD. Didirikan Theological Education

Fund (TEF, Dana Pendidikan) untuk pendidikan teologi di Asia, Afrika

dan Amerika Serikat. 20

Kalau kita meninjau kembali sejarah IMC sampai Achimota,

perubahan zaman dapat dilihat dalam pokok-pokok pembahasan dan

tema-tema sebelum perang dunia kedua dapat dilihat pengaruh

dekolonisasi dan nasionalisme di dunia ketiga pada kalangan perkabaran

Injil. Dalam pemahaman baru tentang perkabaran Injil yang dirumuskan

kesamaan hak dan derajat antara orang-orang Kristen tua dan muda

mulai ditekankan. Sekaligus diperjuangkan pendewasaan dan

kemandirian gereja-gereja. Sesudah perang dunia kedua perkembangan

ini dilanjutkan dengan penekanan pada perkabaran Injil sebagai tugas

bersama di seluruh gereja sebagai pengkabar Injil. Pemisahan antara

gereja dan perkabaran Injil ditiadakan. Pemahaman tentang perkabaran

Injil sebagai pemberitaan firman keselamatan diperluas dan mulai

mencakup dimensi sosial, ekonomis dan politik. Namun demikian

polarisasi yang semakin meningkat antara kaum ekouminikal dan

19 Ibid., hlm. 16 20 Ibid.

Page 11: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

26

evangelikal menunjukkan bahwa tidak semua kalangan perkabaran Injil

setuju dengan perluasan pemahaman mengenai tugas perkabaran Injil

ini.

Edinburg (II) : Gerakan Faith and Order (iman dan tata Gereja)

Komperensi perkabaran Injil sedunia di Edinburg (1910)

adalah komperensi untuk membicarakan soal-soal yang dihadapi

bersama di bidang perkabaran Injil. Semua hal yang dapat mempersulit

pembicaraan ini dihindari, sehingga soal-soal yang menyangkut iman

dan tata gereja, hal-hal yang membedakan gereja-gereja tidak

dibicarakan. Namun dirasa oleh para peserta bahwa suasana

perundingan pada komperensi Edinburg telah begitu baik dan perasaan

persaudaraan telah begitu dalam sehingga untuk masa depan diharapkan

langkah-langkah yang lebih maju menuju keesaan. Untuk mengambil

langkah-langkah ini perbedaan-perbedaan di bidang teologi dan tata

gereja perlu dibahas.

Untuk usaha menyelenggarakan suatu konperensi sedunia

mengenai iman dan tata negara (world conference in Faith and Order)

dipelopori oleh Charles H. Brent (1862 – 1929) seorang uskup dari

Protestan Episcopal Church di Amerika. Tujuan Faith and Order, yang

dirumuskan oleh Brent, adalah jalan menuju keesaan gereja. Brent

melihat gerejanya sendiri sebagai titik permulaan untuk gerakan Faith

and Order. Gerejanya harus mengundang gereja-gereja lain untuk

menghadiri konperensi mengenai pokok ini. Dan akhir tahun 1910

gerejanya memutuskan menunjuk suatu panitia yang harus mengundang

tata gereja dari gereja lain untuk membicarakan persoalan-persoalan di

bidang iman dan tata gereja untuk mencari jalan menuju keesaaan

gereja. Pada tahun 1912 delegasi penitia ini mengunjungi gereja-gereja

Page 12: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

27

Anglikan di Inggris dan memperoleh dukungan untuk rencana

konperensi sedunia mengenai iman dan tata gereja. 21

Konperensi persiapan sempat diadakan di Amerika, tetapi baru

sesudah perang dunia pertama panitia dapat mengunjungi Eropa. Akan

tetapi selama perang di Amerika penitia tetap bekerja untuk

mempersiapkan usaha-usaha lebih lanjut sesudah perang. Pada tahun

1919 delegasi dari Episcopal Churgh pergi ke Eropa dan mengunjungi

banyak gereja, yaitu gereja Anglikan, gereja-gereja Protestan, tetapi juga

gereja-gereja ortodoks dan gereja Katolik-Roma. Gereja Katolik-Roma

tidak mau ikut serta, sebab Paus menganggap diri lambang keesaan

gereja yang telah terwujud dalam gereja Katolik-Roma. Respon gereja-

gereja ortodoks jauh lebih positif, kecuali gereja di Rusia, yang sedang

menderita karena revolusi komunis. Semua gereja ortodoks menyatakan

kerelaan untuk ikut serta. 22

Dari 12 – 20 Agustus 1920 diadakan di Jenewa konperensi

persiapan untuk konperensi sedunia mengenai iman dan tata gereja.

Diundang wakil-wakil dari penitia-penitia dan komisi yang ikut serta

dalam pekerjaan panitia Episcopal Church. Yang hadir adalah wakil-

wakil dari 70 gereja dari 40 negara, termasuk gereja-gereja ortodoks.

Diputuskan untuk menunjuk continuation committe, yang diketuai oleh

Brent dengan Gardiner sebagai sekretaris, untuk persiapan konperensi

sedunia. Dengan demikian Faith and Order menjadi gerakan yang

didukung oleh banyak gereja dari berbagai latar belakang. Yang akan

diundang nanti adalah semua gereja “Which Confess Our Lord Jesus

Christ As God Saviour” (yang mengaku Tuhan kita Yesus Kristus

21 Ibid., hlm. 19-20 22 Ibid., hlm. 21

Page 13: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

28

sebagai Allah dan juru selamat), suatu rumusan yang kemudian diambil

alih oleh dewan-dewan gereja sedunia pada tahun 1948. 23

Pada 3 – 20 Agustus 1927 konperensi pertama Faith and Order

diselenggarakan di Lausanne, Swis, dengan Brent sebagai ketua dan

A.E. Garwie sebagai wakil ketua (karena kesehatan Brent terlalu lemah)

yang hadir 394 orang, sebagian besar mewakili 108 gereja dari semua

latar belakang konperensional kecuali Katolik-Roma. Dibicarakan tujuh

pokok yang telah dipersiapkan oleh continuation committee Jenewa,

yaitu : 1. The call to unity (panggilan untuk keesaan); 2. The church’s

message to the world-the gospel (amanat gereja bagi dunia Injil); 3. The

nature of the church (sifat gereja); 4. The church’s ministry (pelayanan

gereja); 6. The sacrament (sakramen-sacramen); 7. The unity of christen

dom and the place of the different churches in it (keesaan keKristenan

dan tempat gereja-gereja yang berbeda di dalamnya). Tentu masih

banyak perbedaan pendapat sehingga konperensi lebih sibuk dengan

inventarisasi perbedaan-perbedaan. 24

Pada konperensi Faith and Order yang pertama perbedaan

yang paling banyak dibicarakan adalah pertanyaan pokok. Apakah

gereja adalah jalan ke kristus dengan jabatan dan sakramen-sakramen

seperti dikatakan gereja-gereja Ortodoks dan Anglikan atau kristus

adalah jalan ke gereja, dengan penekanan dan pemberitaan firman dan

iman, seperti dikatakan gereja-gereja protestan.

Pada hakekatnya hasil segala perundingan tak seberapa besar.

Tampaklah jurang yang dalam antara gereja-gereja yang menganggap

Injil terutama sebagai pemberi hidup baru dengan sakramen

(teristimewa gereja Ortodoks Timur dan juga separuh gereja Anglikan),

dengan gereja-gereja yang terutama memandang Injil selaku suatu berita

23 C. De Jonge – J.S. Aritonang, Apa dan Bagaimana … op. cit., hlm. 52 24 Christian De Jonge, Menuju Keesaan … op. cit., hlm. 23

Page 14: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

29

yang harus dikabarkan (gereja-gereja Lutheran dan Calvinis). 25 Akan

tetapi juga ada hasil positif tercapai kesepakatan mengenai laporan dua

(amanat gereja bagi dunia Injil), yang sekaligus menyatakan bahwa para

peserta menyadari bahwa hakekat gereja adalah mengabarkan Injil di

dunia, hakekat misioner.

Komperensi Faith and Order yang kedua diadakan di Edinburg

dari 3 – 10 Agustus 1937. yang hadir adalah 504 peserta, 443 wakil

resmi dari gereja-gereja dan tamu-tamu. Pokok-pokok yang dibicarakan

: 1. The grace of our lord Jesus Christ (kasih karunia Tuhan kita Yesus

Kristus); 2. The church of christ and the word of God (gereja Kristus

dalam firman Allah); 3. The church of christ ministry and sacraments

(gereja kristus : Pelayanan dan sakramen-sakramen); 4. The church’s

unity in life and Worship (keesaan gereja di dalam kehidupan dan

peribadatan); pokok ini kemudian dibagi dua, sehingga ditambahkan : 5.

The communion of holyman, persekutuan orang-orang kudus. 26

Jelas suasana di gerakan Faith and Order telah menjadi lebih

terbuka. Pembicaraan tentang perbedaan-perbedaan lebih terbuka juga

tentang kasih karunia Kristus dicapai kesepakatan. Di Edinburg,

ekseologi merupakan pokok diskusi yang paling hanyat. Diskusi

berpusat pada successio apostolico (penggantian rasuli). Apakah

kontinuitas gereja tergantung dari orang-orang (uskup-uskup) yang

memelihara warisan ajaran rasuli, seperti yang dikatakan gereja-gereja

Ortodoks dan Anglikan, atau dari ajaran rasuli itu sendiri yang disimpan

oleh gereja, seperti dikatakan gereja-gereja Protestan ? walaupun

perbedaan-perbedaan tetap ada, namun akhirnya dikeluarkan suatu

pernyataan dimana gereja-gereja peserta bahwa dalam Yesus Kristus

25 H. Berkhof, op. cit., hlm. 340 26 Christian De Jonge, Menuju Keesaan … op. cit., hlm 23

Page 15: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

30

keesaan yang sedang dicari gereja-gereja adalah menemukan dan

mewujudkan kembali keesaan dasariah ini.

T. Tatlow, seorang teolog dari gereja Anglikan yang terlibat

dalam Faith and Order, menyebutkan 12 hal sebagai hasil gerakan Faith

and Order27 antara lain : 1. Faith and Order berhasil menciptakan

suasana dimana wakil-wakil dari gereja-gereja yang berbeda-beda dapat

berdiskusi bersama pokok-pokok yang sensitif. 2. Peserta-peserta

konperensi-konperensi Faith and Order mengalami keesaan rohani

dalam kristus, tanda una sancta (gereja yang satu dan kudus) yang

dikejar. 3. Faith and Order menyadarkan peserta bahwa perpecahan-

perpecahan gerejani bukan hal biasa melainkan dosa. 4. Dimulai proses

perkenalan; orang belajar menganai tradisi-tradisi yag sangat berbeda

dari gereja asal mereka, dan sekaligus menyadari dengan lebih dalam

warisan gereja sendiri. 5. Tumbuh kesadaran bahwa di belakang

perbedaan-perbedaan besar ada keesaan, seperti menjadi nyata dalam

pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan di Lausanne dan Edinburg. 6.

Pernyataan ini bukan hasil kompromi, sebab perbedaan-perbedaan tidak

disembunyikan. 7. Ternyata sulit bagi gereja-gereja untuk merumuskan

apa yang membedakan mereka, namun jelas bahwa gereja, jabatan serta

sakramen dan kasih karunia merupakan persoalan pokok. 8. Yang

menjadikan diskusi mengenai pokok-pokok di atas sulit, adalah

kenyataan bahwa teologi gereja berakar dari kehidupannya. Orang tidak

dapat mengganti teologi gereja lain, kalau mereka tidak ikut serta dalam

kehidupannya. 9. Berhubungan dengan itu semakin disadari bahwa

faktor-faktor non teologis (historis, sosial, ekonomi, etnis) memainkan

peranan penting dalam perbedaan-perbedaan antara gejala-gejala. 10.

Karena pengaruh faktor-faktor non teologis ini, maka sulit untuk

27 Ibid., hlm. 24-25

Page 16: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

31

menentukan sampai dimana diskusi-diskusi teologis di Faith and Order

memajukan persatuan antara gereja-gereja dan memainkan peranan

dalam persatuan-persatuan yang terjadi. Faith and Order sendiri tidak

mau menyatukan gereja-gereja, hanya mendorong gereja-gereja untuk

bersatu. 11. Faith and Order memajukan hubungan Oikoumene antara

teolog-teolog dari gereja-gereja yang berbeda. 12. Gerakan Faith and

Order memperlihatkan perkembangan-perkembangan menuju keesaan

yang terjadi di banyak gereja yang masih terjadi.

Segi kuat dari Faith and Order adalah bahwa sejak awalnya

sudah melibatkan gereja-gereja dalam pembicaraan-pembicaraannya dan

untuk memperoleh bagi peserta-peserta status wakil resmi dari gereja-

gereja mereka masing-masing. Dengan demikian gerakan ini langsung

berakar dalam gereja-gereja dan tidak terbatas pada orang perorang

pribadi yang berminat pada Oikoumene. Segi kuat lainnya bahwa Faith

and Order langsung memahami Oikoumene secara luas dan melibatkan

gereja-gereja ortodok (dan Katolik-Roma, tetapi tanpa hasil dalam

pembicaraan-pembicaraan.

Dalam Faith and Order sebelum perang dunia II penekanan

dalam pembicaraan-pembicaraan gereja lebih menyangkut perbedaan-

perbedaan antara gereja-gereja. Tetapi lambat laun timbul kesadaran,

pertama-tama bahwa keesaan gereja secara khusus lebih nampak dalam

aksi-aksi gereja keluar, di dunia juga tumbuh kesadaran bahwa,

walaupun gereja-gereja terpecah belum dalam dunia ini, mereka pada

dasarnya esa dalam Kristus, sebab merupakan perwujudan tubuh Yesus

Kristus yang Esa.

Dengan demikian keesaan gereja tidak lagi dilihat sebagai titik

akhir gerakan Oikoumene, melainkan sebagai titik tolak. Sesuai dengan

pengakuan iman, orang-orang Kristen percaya bahwa mereka adalah

satu gereja yang kudus, am dan rasuli (una sancta etclesia catholica et

Page 17: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

32

apostolica), dipersingkat sebagai una sancta, suatu istilah yang dipakai

untuk menunjuk kepada gereja yang dipercayai) dan oleh sebab itu

diberi tugas untuk menampakkan keesaan ini dalam suatu proses

pernyatuan antara gereja-gereja. Gerakan Oikoumene dipahami sebagai

kesaksian mengenai gereja-gereja yang esa dari pengakuan iman, sedang

perpecahan-perpecahan yang terjadi dalam sejarah gereja dilihat sebagai

hasil dosa manusia.

Edinburg (III) Gerakan Life and Work (Kehidupan dan Usaha)

1919 – 1937; World Alliance 1914 - 1948

Pra sejarah Life and Work terdapat dalam aksi Kristen dibidang

sosial pada abad ke-19, banyak organisasi Kristen melibatkan diri dalam

aksi sosial pada waktu itu. Timbullah kesadaran bahwa dalam

menghadapi sosial-soal sosial orang-orang Kristen harus bekerjasama.

Oleh sebab itu banyak organisasi merupakan hasil kerjasama antara

orang-orang Kristen dari gereja-gereja yang berbeda.

Seorang pelopor yang patut disebut adalah J.H. Wicher (1808 –

1881) yang terlibat dalam perkabaran Injil. Gerakan keKristenan praktis

bekerja pada dua bidang yaitu, bidang sosial ekonomi dan bidang

perdamaian internasional. Di bidang sosial ekonomi diusahakan

perubahan-perubahan struktural dalam masyarakat sesuai dengan

gagasan-gagasan Kristen. Untuk mengatasi ketidak adilan sosial

ekonomi. Sebagai contoh dapat disebut tokoh-tokoh sosialisme Kristen

di Swiss, Hermann Kutter (1869 – 1931) dan Leonhard Ragas (1868 –

1945), dan gerakan social Gospel (Injil Sosial) dengan pelopornya

Water Raunchenbusch (1861 – 1918) di Amerika Serikat. Di bidang

perdamaian internasional diusahaka untuk menonjolkan peranan

bersama gereja-gereja dalam mencari penyelesaikan persoalan-persoalan

politik. World Alliance adalah salah satu organisasi di bidang ini. Life

Page 18: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

33

and Work, Natahan Soderblom (1866 – 1931) adalah pendeta Luther di

Swedia dan seorang ahli ilmu-ilmu agama yang kenamaan. Pada tahun

1914 ia menjadi uskup agung gereja Lutheran Swedia di Uppsala, suatu

kedudukan yang memeberikan kemungkinan untuk berperan sebagai

pemimpin gereja dibidang Oikoumene, khususnya melalui usaha-usaha

kerja sama dibidang sosial politik. 28

Sejarah lahirnya Life and Work berhubungan erat dengan suatu

organisasi Kristen Internasional yang lain yaitu World Alliance for

Promoting International Friendship Through the Churches (persekutuan

sedunia untuk memajukan persahabatan internasional melalui gereja-

gereja) yang didirikan pada tahun 1914 – 1948.

Penting dalam sejarah Life and Work adalah konperensi yang

diadakan pada tahun 1919 di Oud-Wassehaar (suatu pusat konperensi di

negeri Belanda dekat Den Haag). Sebenarnya konperensi ini merupakan

pertemuan pengurus world Alliance, tetapi di sinilah Soderblom

mengusulkan untuk mendirikan suatu Ecumeninal Council yang

beranggota gereja-gereja, untuk membahas soal-soal praktis. Tujuannya

tak beda jauh yang telah mencari keesaan gereja juga, tetapi Soderblom

berpendapat bahwa kerja sama di bidang praktis (pada waktu itu timbul

nama Life and Work) mungkin dapat berhasil dengan lebih mudah. Di

belakang usul-usul Soderblom ada gagasan-gagasan mengenai keesaan

dan peranan gereja, yang dikemukakan dalam beberapa tulisan dari

tahun 1919. Keesaan gereja tidak hanya nyata dalam kesepakatan di

bidang iman dan tata gereja, tetapi juga, dan lebih dulu, dalam keesaan

tindakan dan kesaksian di dalam dan terhadap dunia untuk

mempersatukan serta memperdamaikan manusia dan mencari

penyelesaian masalah-masalah sosial. Gereja-gereja harus bersatu dalam

28 Ibid., hlm. 27-28

Page 19: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

34

usaha ini, juga supaya kesaksian Kristen betul-betul berwibawa di dunia.

Persoalan-persoalan yang dihadapi dunia terlalu urgen untuk menunggu

kesaksian gereja-gereja melalui percakapan-percakapan tentang iman

dan tata gereja. Akhirnya pada tanggal 19 – 30 Agustus 1925 diadakan

The Universal Christian Conference on Life and Work (Konperensi

Kristen Universal tentang Kehidupan dan Pekerjaan) di Stockholm,

Swedia yang dihadiri oleh 661 wakil gereja-gereja dan organisasi-

organisasi Kristen dari 37 negara. Ketuanya adalah Soderblom, dan Dr.

Adolph Keller dari Swiss, seorang tokoh Oikoumene yang penting,

menjadi salah satu sekretaris. Enam pokok dibicarakan oleh Nicaea

Etika ini (penunjuk kepada konsili Oikoumene) yakni; 1. The general

obligation of the Church in the light of god’s plan for the world

(Kewajiban umum gereja dalam terang rencana Allah bagi dunia); 2.

The Church and economic and industrial problems (gereja dan masalah-

masalah ekonomi dan industri); 3. The church and social and moral

problems (gereja dan hubungan-hubungan internasional); 5. The church

and Christian education (gereja dan pendidikan Kristen); 6. Methods of

Cooperative and federative efforts by the Christian Communions

(metode-metode tentang usaha-usaha kerjasama dan federasi oleh

persekutuan-persekutuan Kristen). 29

Gerakan untuk kehidupan dan usaha telah dimengerti, juga

bahwa dalam memperbincangkan masalah-masalah praktek, perbedaan

ajaran perlu diperhatikan. Pada tahun 1937 gerakan ini mengadakan lagi

suatu konperensi sedunia, sekarang di Oxford (dihadiri oleh 425 wakil

dari 40 negeri). Pokok umum “Gereja – Bangsa – Negara”

memperlihatkan perubahan pendirian dan tujuan dibandingkan

konperensi di Stockholm. Biarpun kesimpulan-kesimpulan konperensi

29 Ibid., hlm. 29-30

Page 20: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

35

ini agak kabur, tetapi sungguh penting bahwa gereja-gereja telah

bermusyawarah bersama-sama dan bahu membahu mau

memperdengarkan suara Injil di tengah-tengah masyarakat hidup bangsa

manusia. Hal ini terlihat pada tahun-tahun perang kontak Oikoumene itu

telah menunjukkan manfaatnya yang besar dalam praktek. Dari pusat

organisasi-organisasi Oikoumene di Jenewa, dan juga oleh gereja-gereja

sendiri banyak pertolongan diberikan kepada kaum pengungsi, orang

tawanan dan daerah-daerah zending yang ditinggalkan dengan tidak

mempunyai pengantar-pengantar; juga mengadakan hubungan antara

negeri-negeri yang terpisah oleh garis-garis peperangan. 30 Dan

kegiatan-kegiatan ini tanpa memperdulikan perbedaan agama, ras, suku

bangsa dan perbedaan-perbedaan yang lain.

Sementara, World Alliance didirikan sebagai akibat konperensi

internasional yang diadakan di Kontanz, Jerman (2 – 3 Agustus 1914).

Konperensi ini salah satu diantara sekian banyak yang diadakan pada

awal abad ke-20 untuk memajukan perdamaian dan persahabatan

internasional, khususnya dalam keadaan tegang dalam politik

internasional menjelang perang dunia pertama. Sesudah perang dunia

pertama World Alliance membicarakan pada konperensi-konerensi

sosial internasional seperti liga bangsa-bangsa (League of Nations),

perlucutan senjata, nasionalisme dan internasionalisme. Sebelum perang

dunia kedua beberapa konperensi diadakan (Praha 1928, Cambridge

1931, Chamby, Swis 1935, Narvik, Norwegia 1938). Di Praha

ditentukan bahwa world Alliance mencoba mempegaruhi melalui

dewan-dewan gereja-gereja nasional dan kerjasama antar gereja-gereja,

parlemen-parlemen dan pemerintah-pemerintah untuk mencari

hubungan baik dan damai dengan negara-negara lain. Usaha-usaha yang

30 H. Berkhof, op. cit., hlm. 341

Page 21: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

36

diperlukan adalah : 1. Memperjuangkan kebebesan agama-agama; 2.

Melawan halangan untuk gereja-gereja, sekolah-sekolah dan institusi-

institusi Kristen; 3. Mencari penyelesaian untuk konflik-konflik gerejani

dan politik yang memecahkan gereja-gereja; 4. Memajukan hubungan-

hubungan persahabatan internasional antara gereja-gereja dan jemaat-

jemaat; 5. Mencari perdamaian; 6. Mendukung usaha-usaha yang

memajukan keadilan dalam hubungan antar bangsa. 31

Segi Faith and Order dan Life and Work serta world Alliance

dalam gerakan Oikoumene dapat dibedakan tetapi tidak dapat

dipisahkan. Itu mejadi jelas dari sejarah karena sejak permulaan Life and

Work dicari hubungan dengan Faith and Order. Menjelang sidang

Edinburg dan Oxford menjadi jelas bahwa kedua gerakan semakin

dekat, sehingga tidak hanya alasan ekonomi (menghemat karena pada

tahun 30-an abad ini dunia dilanda oleh resesi ekonomi yang juga

mempengaruhi keuangan gereja) tetapi juga alasan Oikoumene

mendorong kedua gerakan untuk bergabung dalam suatu Dewan Gereja-

Gereja seDunia. Ini perkembangan logis sebab sejak awal ketiga

gerakan ini mau mempersatukan gereja-gereja dan melibatkan gereja-

gereja secara resmi.

Dalam sejarah gerakan tersebut juga dapat disimpulkan bahwa

kerjasama praktis lebih mudah dibanding dengan kesepakatan teologis

jelas dari sejarah Oikoumene, tetapi juga tidak semata-mata karena

“doctrine devides but service unites” (ajaran memisahkan tetapi

pelayanan memersatukan). Ajaran menyangkut akar-akar iman,

sehingga khususnya di sana kesepakatan sulit tercapai. Akan tetapi

kalau tercapai tujuan Oikoumene untuk sebagian besar telah

diwujudkan. Kerjasama tidak banyak dilihat sebagai jalan gampang

31 Christian De Jonge, Menuju Keesaan …. op. cit., hlm. 31

Page 22: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

37

tetapi sebagai segi lain dari hakekat gereja-gereja yang dipanggil untuk

memperdamaikan dan melayani dalam keesaan. Dua segi saling

melengkapi.

C. Implikasi Gerakan Oikoumene

Dari pembicaraan mengenai sejarah dan perkembangan

gerakan Oikoumene, dapat ditemukan adanya perubahan atau pergeseran

pemahaman gerekan Oikoumene. Untuk lebih jelasnya pembahasan

tentang implikasi gerakan Oikoumene akan terlihat dari uraian berikut.

Istilah Oikoumene mulai muncul dari berabad-abad yang lalu.

Oikoumene digunakan untuk menyebut wilayah persatuan orang-orang

Kristen di lingkungan kerajaan Romawi. Ketika masa-masa reformasi

gereja yang menyebabkan perpecahan secara besar-besaran di kalangan

orang-orang Kristen, Oikoumene kembali digunakan untuk menyebut

sebuah usaha penyatuan orang-orang Kristen (seperti yang sudah

dijelaskan pada sub bab sejarah dan perkembangan gerakan

Oikoumene).

Usaha dari masa reformasi ini terus diupayakan pada abad ke

17 sampai pada abad ke 19. Pada masa ini orang-orang Kristen

berbicara tentang gereja di seluruh dunia, yaitu dunia mediterranian

kuno. Oikoumene untuk membedakan dengan majlis gereja lokal. Ketika

orang-orang Kristen dari berbagai daerah yang berbeda saling bertemu

untuk membicarakan aspek-aspek keyakinan dan disiplin, pertemuan-

pertemuan tersebut diakui sebagai “Ecumenical Councils” yang

mewakili dari Oikoumene seluruh dunia tentang waktu dan pengalaman

mereka.32

32Mukti Ali, Agama Dalam Pergumulan Masyarakat Dunia, Tiara Wacana, Yogyakarta,

1998, hlm. 6

Page 23: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

38

Pada abad ke 20 kata Oikoumene memperoleh makna yang

baru, kata ini diterapkan pada kelahiran gerakan baru untuk

menjembatani erpecahan historis gereja-gereja Kristen yang berbeda,

untuk mengekspresikan penyatuan keimanan orang Kristen dengan

keseluruhan dunia yang di dalanmnya terdapat banyak agama selain

agama Kristen.33

Sebelum perang dunia ke II, gerakan Oikoumene sangat

ditekankan pada penyatuan dalam tindakan-tindakan di dunia.

Walaupun hal itu penting sekali, tetapi tidak dapat dihindari kesan

bahwa dengan demikian persoalan-persoalan eklesiologis sedikit

dihindari. Kesepakatan dalam bertindak ternyata lebih mudah

diwujudkan dari keesaan antara gereja-gereja. Namun demikian dirasa

juga bahwa justru keesaan gerejawi yang nampak adalah pelayanan

yang terpenting di dalam dunia dimana umat manusia hidup terpecah

dan dalam permusuhan. Gereja harus menjadi satu untuk

mempersatukan seluruh umat manusia.34

Penting untuk perkembangan pemahaman mengenai

Oikoumene adalah pernyataan yang ditetapkan oleh Sidang Raya di New

Delhi yang biasanya dikutip sebagai pernyataan “All In Each Place”. Di

dalamnya dikatakan bahwa gereja yang esa menjadi nampak dimana

saja, orang-orang yang dibaptis dalam nama Kristus dan mengakui

Kristus sebagai Tuhan, dikumpulkan oleh Ruh Kudus untuk menjadi

sebuah persekutuan yang mengaku, memberitakan Injil, merayakan

perjamuan Kudus, berdo’a dan melayani bersama. Di sini ditekankan

kembali gagasan gereja mula-mula bahwa setiap gereja lokal mewakili

gereja se-dunia, gereja dari pengakuan iman. Pemahaman ini dilihat

33Ibid. 34 Cristian D. Jonge, Jan S. Aritonang, op. cit., hlm. 54

Page 24: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

39

sebagai dasar saling mengakui dan saling menerima antara gereja-gereja

anggota DGD.35

Bertolak dari pemahaman ini, gereja-gereja mulai mencari

perluasan dasar keesaan dan perwujudan keesaan yang nampak pada

penerimaan pihak-pihak lain, baik yang berasal dari gereja lain maupun

dari agama-agama lain.

Disadari bahwa keesaan yang nampak secara sempurna tidak

mungkin segera tercapai, tetapi hanya terwujud melalui suatu proses.

Oleh karena itu, panitian persiapan untuk konferensi Faith and Order

yang ke dua di Edinburgh (1937) menguraikan dalam laporan tentang

“The Meaning of Unity” tiga model keesaan yang ebrturut-turut dapat

dilewati. Tahap pertama adalah “Cooperative Action” , aksi bersama.

Tahap kedua adalah “Mutual Recognition and Intercommonion”, yaitu

saling mengakui dan merayakan perjamuan Kudus bersama. Tahap

terakhir dan tujuan utama dalam mengusahakan keesaan gereja adalah

“Corperate or Organic Union” , yang dipahami sebagai keesaan dalam

keanekaragaman sebagaimana terdapat dalam suatu tubuh. Setiap

anggota tubuh memiliki ciri yang berbeda-beda, tetapi tetap anggota

seluruh tubuh, sedangkan keesaan tubuh tidak menghalangi

keanekaragaman dalam karunia-karunia yang dimiliki masing-masing

anggota.36

Dalam makalahnya “Ecumenis as Reflections on Models of

Cristian Unity” (Oikuomene sebagai refleksi tentang model-model

keesaan Kristen), Paul Crow menyebut lima model keesaan gereja yang

telah dikembangkan di kalangan Oikoumene.37 Yang pertama adalah

“Organic or Corporate Unity” (Edinburgh 1937), yang berarti bahwa

35 Ibid. 36Cristian D. Jonge, op. cit., hlm. 136. 37 Ibid., hlm. 139-140

Page 25: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

40

yang dicari adalah keesaan gereja sebagaimana terdapat dalam sebuah

organisme atau tubuh. Istilah organis dipakai untuk menolak sifat statis

dalam keesaan. Keesaan gereja bertumbuh dan menjadi semakin dalam.

Istilah Corporate dipakai untuk menolak keseragaman. Ditekankan

tugas panggilan yang harus dilakukan bersama, dan diharapkan bahwa

setiap gereja dapat mengembang pada pelaksanaan tugas ini sesuai

dengan ciri khas masing-masing gereja. Model kedua “Conciliar

Fellowship” yang sudah disebut di atas. Dimaksudkan untuk

memperdalam gagasan pertama. Ditekankan bahwa keesaan gereja

juyga harus nampak dalam keputusan-keputusan yang diambil bersama.

Model ketiga adalah “Reconciled Diversity” , kepelbagaian yang

diperdalam. Istilah ini muncul pada tahun 70-an di kalangan World

Confensional Familier.

Model keempat yaitu “Communion of Communion”. Gagasan

ini timbul di kalangan gereja Katolik-Roma. Di cita-citakan suatu gereja

yang esa dalam ajaran dan tindakan bersama yang tetap memperlihatkan

keanekaragaman tipe-tipe gereja.

Dari uraian di atas jelas bahwa pemahaman mengenai

Oikoumene mengalami perubahan. Dua macam pergeseran dapat

diamati. Pertama terlihat pergeseran dari keseragaman ke arah

keanekaragaman. Disadari bahwa konsensus total mengenai ajaran,

liturgi, tata gereja, dan sebagainya dapat menimbulkan bahaya bahwa

kekeyaan masing-masing gereja tidak cukup diberi tempat dalam gereja

yang esa. Kesadaran bahwa aliran-alirang yang dapat dibedakan dalam

ke-Kristenan masing-masing memelihara unsur-unsur yang hakiki dari

iman Kristen, menimbulkan keinginan untuk mencari bentuk keesaan

yang memelihara kekayaan.

Pergeseran kedua adalah pergeseran dari segi institusional

kepada segi pelayanan. Dirasa bahwa mencari kesepakatan mengenai

Page 26: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

41

ajaran, tata gereja, dan sebagainya masih terlalu melihat gereja terlepas

dari dunia. Gereja tidak menjadi esa demi dirinya sendiri melainkan

demi dunia. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa gerakan

Oikoumene mempunyai dua tujuan. Pertama, tujuan internal di kalangan

orang-orang Kristen yang terpecah dengan mengupayakan kesatuan.

Kesatuan yang dimaksud bukanlah terwujud ketika di dunia ini hanya

terdapat satu gereja saja, melainkan kesatuan dalam hal pengakuan

iman. Tujuan yang kedua adalah untuk mendapatkan kesepakatan dalam

bertindak atau suikap keberagamaan umat Kristenm terhadap umat

beragama lain untuk bersama-sama mewujudkan perdamaian dunia.

D. Pembentukan Dewan Gereja-gereja Sedunia 1937 – 1948 Sebagai

Lembaga Gerakan Oikoumene

Gagasan-gagasan untuk mendirikan suatu dewan gereja-gereja

mulai dikemukakan sejak perang dunia pertama. Semangat untuk

mendirikan dewan karena dirasa perlu untuk mendirikan suatu

persekutuan gereja-gereja sebagai jiwa untuk kerjasama antara bangsa-

bangsa. Namun suatu persekutuan waktu untuk itu belum tiba. Kedua

organisasi Oikoumene yang mempunyai relasi yang paling resmi dengan

gereja-gereja, Faith and Order dan Life and Work, dua-duanya merasa

bahwa sebaiknya kedua organisasi untuk sementara waktu bekerja seara

terpisah supaya tujuan mereka bersama, yaitu mempersatukan gereja-

gereja jangan dibahayakan. Akan tetapi sejak tahun 1928 iklim berubah

dan orang mulai mencari jalan untuk mewujudkan kerjasama yang lebih

akrab. Sejak 1933 organisasi-organisasi Oikoumene seperti Faith and

Order dan Life and Work, bersama dengan IMC, Worl Alliance, WSCF

dan YMCA sedunia mulai membicarakan kemungkinan untuk

Page 27: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

42

mendirikan suatu organisasi Oikoumene yang menckaup semua bidang

pelayanan gereja.

Faktor-faktor yang mendukung perkembangan ini adalah resesi

ekonomi dan keadaan politik internasional. Karena resesi ekonomi juga

gereja-gereja mengalami kesulitan keuangan, sehingga dirasa lebih

bijaksana untuk mengkonsentrasikan semua kegiatan Oikoumene dalam

suatu wadah. Keadaan politik internasional, khususnya munculnya

negara-negara totaliter, memperhadapkan gereja-gereja dengan suatu

ancaman yang sebaiknya dihadapi bersama. Sekaligus dapat dilihat

bahwa Life and Work dan Faith and Order mulai saling mendekati,

karena yang pertama menjadi semakin sadar akan dasar teologis untuk

pelayanan praktis dan yang kedua akan implikasi-implikasi teori iman

dan tata gereja untuk pekerjaan gereja di dunia ini.

Yang menjadi pelopor usaha ini adalah William Temple dari

gerakan Faith and Order, yang mengusulkan pada tahun 1935 untuk

membentuk suatu dewan Oikoumene internasional gereja-geerja, dan

Joseph Oldham yang pada tahun 1936 mengusulkan dalam rapat Life

and Work bahwa konperensi Life and Work di Oxford dan konperensi

Faith and Order di Edinburg dimanfaatkan juga untuk membicarakan

masa depan gerakan Oikoumene. Baik di Oxford maupun Edinburg

menerima rencana ini dan masing-masing sidang menunjuk tujuh wakil

dan tujuh pengganti untuk duduk dalam panitia empat belas yang harus

mempersiapkan Dewan gereja-gereja sedunia dan mencari dukungan

gereja-gereja untuk rencana ini. 38

Rencana untuk mengadakan sidang raya DGD yang pertama

pada tahun 1941 digagalkan karena perang dunia kedua (1939 – 1945).

Akan tetapi ketiga kantor DGR berada di kota yang tidak diduduki,

38 Ibid., hlm. 35-36

Page 28: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

43

sedang kantor pusat di Jenewa berada dalam negara netral, yang dapat

mengadalan hubungan-hubungan dengan semua pihak yang berperang.

Oleh sebab itu World Council of Churches in Process of Formation

(DGD dalam proses pembentukan) dapat mengadakan komunikasi

dengan gereja-gereja pada kedua belah pihak. Hubungan yang terus

menerus dengan gereja yang mengaku di Jerman dirasa sangat penting.

Diusahakan untuk menolong pengungsi-pengungsi, khususnya orang-

orang Yahudi, yang melarikan diri ke Swis, juga diusahakan, bersama

dengan organisasi-organisasi Kristen dan umum (seperti palang merah)

untuk membantu dimana saja bantuan diperlukan. Untuk tawanan-

tawanan perang diadakan persediaan literatur Kristen yang dapat dipakai

untuk ibadah-ibadah di kamp-kamp tawanan. Didirikan Departement of

Reconstruction and Inter Church Aid (Departemen Rekontruksi dan

Bantuan Antar Gereja) untuk pembangunan sesudah perang. Karena

semua kegiatan ini hubungan antara gereja-gereja di negara-negara yang

berperang tidak terputus. 39

Ini berbeda dengan perang dunia pertama, ketika gereja-gereja

begitu mendukung pemerintahannya masing-masing sehingga hubungan

dengan orang-orang Kristen dari pihak lain hampir dianggap

penghianatan. Sekarang hampir semua gereja setuju bahwa tugas pokok

gereja adalah mencari amal juga disadari bahwa apa yang terjadi

sesudah perang dunia pertama, yaitu kecurigaan antara gereja-gereja

dari negara-negara yang dikalahkan dan gereja-gereja dari negara-

negara yang menang harus dihindari. Pengalaman bersama selama

perang menyebabkan bahwa gerakan Oikoumene justru semakin maju

dan tidak mundur seperti yang dikhawatirkan. Kehadiran gereja pada

masa perang dalam banyak hal bersifat Oikoumene.

39 Ibid., hlm. 37

Page 29: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

44

Pada tahun 1948 DGD didirikan yang merupakan “a fellowship

of churches which accept our Lord Jesus Christ as God and saviar”

(persekutuan gereja-gereja yang menerima Tuhan kita Yesus Kristus

sebagai Allah dan Juru selamat). 40 Pada tanggal 22 – 23 Agustus 1948

di Amsterdam itu sekaligus merupakan sidang raya DGD yang pertama.

Jumlah gereja yang hadir sebanyak 147 gereja dari 44 negara. Jumlah

wakil resmi adalah 351, tetapi ada banyak hadirin yang lain. Delegasi

dari Asia cukup besar, tetapi dari Afrika masih kurang. Peninjau-

peninjau Katolik-Roma yang diundang tidak mendapat izin dari gereja

mereka untuk hadir. Dari gereja-gereja Ortodoks hanya gereja Yunani

Ortodoks yang menjadi anggota. Gereja-gereja Protestan yang sangat

ortodoks tidak ikut serta. Sebagian gereja ini (khususnya di Amerika

Serikat) mendirikan pada tahun 1948, International Council Of

Christian Churches (ICCC, Dewan Gereja-Gereja Kristen Internasional)

sebagai lawan DGD. 41 Dalam sidang raya pertama belum seluruhnya

menjadi jelas. Ditolak bahwa DGD mengambil alih tugas dan

wewenang gereja. DGD juga tidak boleh disamakan dengan una sancta.

DGD dalam wadah dimana gereja-gereja dapat berkumpul, dalam suatu

persekutuan rohani, untuk berunding dan mencari jalan keesaan yang

lebih sempurna.

Sidang raya DGD II diadakan di Evanston (USA< dekat

Chicago). 15 – 31 Agustus 1954. Temanya adalah “Christ, the hope of

the world” (Kristus, harapan dunia) yang hadir adalah 502 utusan dari

132 dan 163 gereja anggota DGD. Delegasi dari Indonesia sebanyak 11

orang. Ada enam seksi, yaitu : 1. Faith and Order – Our oneness in

christ and our disunity as churches (iman dan tata gereja – keesaan kita

40 Christian de Jonge, Jan S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja …, op. cit., hlm. 53 41 Christian de Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, BPK. Gungung Mulia,

Jakarta, 1989, Tabel II dan hlm. 90.

Page 30: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

45

dalam kristus dan perpecahan kita sebagai gereja); 2. Evangelism – The

mission of the church to those out side her life (penginjilan –

Pengabaran Injil gereja kepada orang-orang yang ada di luar

kehidupannya); 3. Social Question – The Responsible society in a world

perspective (masalah-masalah sosial – masyarakat yang bertanggung

jawab di dalam perspektif seluruh dunia); 4. International affairs –

Christians in the struggle for world community (perkara-perkara

internasional – orang-orang Kristen dalam pergumulan terhadap

masyarakat Dunia); 5. Inter – Group Relations The Chruch amid Rasial

and Ethnic Tensions (Hubungan-hubungan antar kelompok – gereja di

tengah-tengah ketegangan ras dan suku); 6. The Laity – The Christian in

his vocation (kaum awam – orang Kristen dalam panggilannya). 42

Sidang raya DGD III New Delhi (19 Noveber – 15 Desember

1961) adalah sidang raya pertama yang diadakan di luar dunia Barat.

Oleh sebab itu sangat disadari bahwa di dunia masih banyak agama lain

dan bahwa gereja berada di tengah-tengah dunia dengan banyak agama

dan banyak kebduayaan. Temanya adalah “Jesus Christ, the light of the

world” (Yesus Kristus, terang Dunia) lebih dari 1000 orang, diantaranya

577 utusan resmi yang mewakili hampir 200 gereja anggota, menghadiri

sidang raya ini. Tema dibahas dalam 3 seksi, yakni witness, service dan

unity (Kesaksian, pelayanan dan keesaan). Belum dibicarakan soal

dialog dengan agama lain, tetapi disadari bahwa agama Kristen bukan

agama Barat saja. Dibicarakan teologi Asia dan hubungan Kristus

dengan agama-agama lain. Beberapa peristiwa penting yang terjadi pada

sidang raya New Delhi43 :

a. Penggabungan antara IMC dan DGD. Kerjasama antara kedua

lembaga Oikoumene ini sejak permulaan erat dan telah menjadi

42 Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja … op. cit., hlm. 41 43 Ibid., hlm. 42-44

Page 31: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

46

semakin erat, sehingga central committe DGD pada rapatnya di New

Hoven,. Amerika Serikat (1957) dan IMC pada konperensi di Graha

(1958) telah memutuskan untuk bergabung. Dalam penggabungan

ini menjadi nyata bahwa gereja-gereja Barat dan gereja-gereja dari

Asia serta Afrika sama penting di gerakan Oikoumene. Tidak ada

lagi perbedaan antara gereja-gereja yang mengkabarkan Injil dan

gereja-gereja hasil perkabaran Injil. Khususnya gereja dari Asia dan

Afrika senang dengan keputusan ini. Sebab mereka merasa bahwa di

dalam DGD hak yang sama dengan gereja Barat lebih nyata dari

IMC, yang dibebani sejarah perkabaran Injil yang kadang-kadang

peternalistik. Demikian juga lebih nyata bahwa perkabaran Injil

adalah tugas untuk setiap gereja dan bahwa tugas untuk

mengabarkan Injil tidak lepas dari tugas mengesakan gereja.

b. Gereja-gereja Ortodoks Rusia, Rumania, Bulgaria, Polandia menjadi

anggota, sehingga unsur ortodoks sangat diperkuat (sebelumnya

hanya gereja Ortodoks Yunani yang menjadi anggota) dan menjadi

lebih nyata bahwa gerakan Oikoumene bukan hal protestan saja.

c. Selain itu beberapa gereja dari dunia ketiga menjadi anggota dan

juga satu gereja pentakosta dari Chili. Dengan demikian keanggotaan

DGD diperluas ke arah dunia ketiga dan ke arah keKristenan

pentakostal. Perkembangan ini kemudian menyebabkan perubahan

dalam suasana gerakan Oikoumene.

d. Karena gereja-gereja ortodoks menjadi anggota DGD, dirasa perlu

untuk memperluas dasar DGD. Dasar 1948 berbunyi : “The world

council of Churches is a Fellowship of Churches which accept our

Lord Jesus Christ as God and savior according to the scriptures and

therefore sext to fulfil together their common calling to the glory of

one god, father, son and holy spirit”.

Page 32: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

47

e. Hadir untuk pertama kali pada sidang raya DGD peninjau-peninjau

dari gereja Katolik-Roma, sebagai hasil sikap lebih terbuka gereja

ini.

f. Didiskusikan apakah DGD harus membicarakan soal-soal politik

yang menyebabkan perbedaan pendapat antara gereja-gereja

anggota, seperti soal Israel, yang membedakan gereja-gereja Barat

dan gereja-gereja Arab, dan masalah Afrika Selatan (Apartheid;

pembunuhan orang-orang hitam dalam peristiwa sharpeville, 1960)

g. Di keluarkan pernyataan tentang keesaan Oikoumene gereja-gereja

yang biasanya dikutip sebagai All in Each place. Penting untuk

dicatat bahwa melalui dokumen ini DGD untuk pertama kalinya

menunjuk ke arah mana keesaan gereja dapat diwujudnyatakan.

Sidang raya DGD IV diadakan di Uppsala, Swedia 4 – 20 Juli

1968, ada hadir sama seperti di ew Delhi, peninjau-peninjau Roma. Di

sini komite pusat menyediakan uang untuk pemberantasan rasisme

(mendahulukan suatu suku bangsa berdasarkan rasnya) dan untuk

gerakan-gerakan kemerdekaan. 44 Ada enam seksi yaitu : 1. The holy

spirit and the catholicity of the church (Roh Kudus dan katolisitas

gereja); 2. Renewal in mission (pembaharuan dalam perkabaran Injil); 3.

World Economic and social development (ekonomi dunia dan

perkembangan masyarakat); 4. Toward justice and peace in

international affairs (menuju keadilan dan perdamaian dalam perkara-

perkara internasional); 6. Toward new styles of living (menuju gaya

hidup baru), seksi ini membahas lingkungan hidup, penghematan dan

pendobrakan pola hidup yang konsumtif. 45

Sidang raya DGD V diadakan di Nairobi, Kenya, dari 23

Novmeber – 10 Desember 1975. yang hadir sekitar 2300 orang,

44 H. Berkhof, op. cit., hlm. 343 45 Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja … op. cit., hlm. 45

Page 33: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

48

diantaranya 676 utusan resmi 286 gereja anggota. Antara lain

dibicarakan di sana tentang hak-hak manusia, dan percakapan antara

gereja-gereja dengan agama lain. 46 Untuk pertama kalinya utusan-

utusan/wakil-wakil dari agama lain diundang. Ada enam seksi yaitu : 1.

Confessing christ today, mengaku Kristus dewasa ini (perkabaran Injil);

2. What unity requires, apa yang dibutuhkan oleh untuk keesaan; 3.

Seeking community, mencari persekutuan (dialog antar kepercayaan-

kepercayaan, kebudayaan-kebudayaan dan ideologi-ideologi); 4.

Education for Liberation and community (pendidikan untuk pembebasan

dan persekutuan); 5. Structures of injustice and struggles for liberation

(struktur-struktur ketidakadilan dan perjuangan-perjuangan untuk

pembebesan); 6. Human development, pembangunan manusia

(kekuasaan, teknologi, kualitas hidup). 47

Sidang raya DGD VI diadakan di Vancouver, Kanada, 24 Juli

– 10 Agustus 1983, yang hadir sekitar 3000 peserta, diantaranya wakil-

wakil 314 gereja. Temanya adalah “Jesus christ, the life of the world”

(Yesus Kristus, kehidupan dunia). Tema ini dibahas dalam 8 seksi yaitu

: 1. Witnessing in a Devided world, bersaksi dalam dunia yang terbagi-

bagi (perkabaran Injil); 2. Taking steps toword unity, mengambil

langkah-langkah menuju keesaan; 3. Moving toward participation,

bergerak menuju ke partisipasi (dibahas diskriminasi, pengangguran,

emansipasi wanita), 4. Heading and sharing life in community,

menyembuhkan dan membagikan kehidupan di dalam persekutuan; 5.

Confronting threats ti peace and survival, menghadapi ancaman-

ancaman demi perdamaian dan kelangsungan hidup; 6. Struggling for

justice and human dignity, berjuang demi keadilan dan martabat

manusia; 7. Learning in community, belajar dalam persekutuan

46 H. Berkhof, op. cit., hlm. 345 47 Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja … op. cit., hlm. 45-46

Page 34: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

49

(pendidikan); 8. Communicating with conviction, berkomunikasi dengan

keyakinan. 48

E. Aplikasi Konsep Gerakan Oikoumene

Lahirnya gerakan Oikoumene membawa angin segar untuk

dapat mewujudkan perdamaian dan kerukunan antar umat beragama.

Meskipun implikasi dari konsep gerakan Oikoumene beranekaragam

melalui serangkaian proses dalam mencari format yang tepat sesuai

dengan perkembangannya, namun aplikasinya sudah dirasakan

manfaatnya.

Hal ini terlihat pada tahun-tahun perang, kontak Oikoumene itu

telah menunjukkan manfat yang sangat besar di dalam prakteknya. Dari

pusat organisasi-organisasi Oikoumene di Jenewa, dan juga oleh gereja-

gereja sendiri banyak pertolongan di berikan kepada kaum pengungsi,

orang-orang tawanan dari daerah Zending yang ditinggalkan dengan

tidak mempunyai pengantar-pengntar, juga mengadakan hubungan antar

negara-negara yang terpisah oleh garis peperangan.49 Kegiatan ini tanpa

memperdulikan perbedaan agama, ras, suku bangsa dan perbedaan-

perbedaan yang lain.

Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, gerakan ini

menimbulkan ggasan untuk mengadakan dialog dengan umat beragama

lain. Kata dialog antar umat beragama menunjuk kepada pertemuan

serta percakapan antara orang-orang yang berbeda agama yang diadakan

untuk saling mengenal dan saling belajar mengenai agama yang

diyakini. Antara dialog dan pekabaran Injil terdapat hubungan erat.

Timbul kesadaran bahwa kesaksian mengenai Kristus bukan gerakan

satu arah saja, dari yang bersaksi kepada yang menerima saksi ini,

48 Ibid., hlm. 46 49 H. Berkhof, op. cit., hlm. 341

Page 35: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

50

seakan-akan orang Kristen sudah tahu segala-galanya dan orang-orang

yang bukan Kristen tidaki tahu apa-apa. Orang-orang bukan Kristen

juga mempunyai iman serta keyakinan dan tidak mungkin

memberitakan Injil tanpa memberi perhatian penuh kepada keyakinan

dan iman ini. Namun kata dialog tidak semata-mata dimaksudkan

sebagai kata halus untuk pekabaran Injil. Usaha untuk mengadakan

dialog didorong oleh pendapat bahwa bagaimanapun juga cara terbaik

untuk bersaksi mengenai iman sendiri kepada orang lain, perlu orang-

orang yang berbeda agama, saling mengenal dan mengerti dalam dunia

dimana komuniaksi dan pergaulan antar manusia semakin intensif.50

Hal itu pada saat sekarang menumbuhkan ide Oikoumene

global, yang tidak hanya membawa bentuk penyatuan antara orang-

orang Kristen tetapi juga penyatuan seluruh keyakinan yang berbeda di

dunia. Dialog antar iman antar anggota keimanan yang berbeda telah

meningkatkan kesadaran dimensi global dalam persoalan agama. Para

teolog terkemuka, juga para pemikir agama, mulai membahas persoalan-

persoalan global, yang menekankan saling keterkaitan dalam ide-ide

keagamaan dan kehidupan spiritual seperti dalam permasalahan

ekonomi.51

Gagasan untuk mengadakan dialog dengan orang-orang dari

agama lain sebenarnya terdengar sejak permulaan gerakan Oikoumene

pada konperensi pekabaran Injil di Edinburgh (1910) dan dapat didengar

juga pada konperensi IMC di Yerussalem (1928) dan Tambaran (1938).

Dialog pada waktu itu terutama dilihat sebagai usaha untuk mengambil

yang paling baik dari semua agama. Pada Sidang Raya DGD di

Evanston (1954), dalam laporan mengenai Evangelism muncul motif

baru untuk mengadakan dialog. Dikatakan bahwa kebangkitan agama-

50Cristian D. Jonge, op.cit., hlm. 181-182 51Mukti Ali, op.cit., hlm. 6

Page 36: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

51

agama lain dan ideologi-ideologi sesudah perang dunia ke II memaksa

gereja untuk memikirkan cara-cara lain untuk mengkomunikasikan

Injil.52

Dalam diskusi tentang peranan orang-orang Kristen di Nattion-

Building timbul kesadaran bahwa selain ideologi juga agama

memainkan peran penting. Pada tahun 1967 diadakan konsultasi di

Kandy (Sri Langka) tentang “Christians in Dialogue With Man of Other

Faiths” (orang-orang Kristen dalam dialog dengan orang-orang yang

berkepercayaan lain). Pada tahun 1970 untuk pertama kalinya dapat

diadakan konsultasi dengan penganut agama-agama lain (Hindu, Budha,

Islam) yang diadakan di kota Ajaltun di Libanon. Sebelumnya hanya

diadakan konperensi-konperensi bilateral khususnya dengan orang-

orang Islam (Bharndoun, Libanon 1955 ; Alexaderia, Mesir 1955,

diadakan “World Fellowship of Muslim and Christians, persekutuan

orang-orang Islam-Kristen sedunia). Pada tahun 1971 diputuskan untuk

membentuk sub unit khusus, dalam unit “Faith and Witness” untuk

dialog dengan nama “Dialogue With People of Ulang Faiths and

Ideologies”, yang diperoleh oleh Sumartha.53

F. Tantangan dan Hambatan Gerakan Oikoumene

Memang konflik agama dan politik merupakan bagian integral

setiap yang dialami masyarakat. Majid Tehranian (1995 : 283) yang

mengelompokkan modernisasi menjadi 6 tahap, mengatakan bahwa

“Tahap keenam modernisasi” ditandai dengan adanya pilihan-pilihan

ideologis yang terentang. Antara dialog versus perbenturan peradapan;

Oikoumene versus fundamentalis; dan kapitalis totalitarian versus

komunitarian. Ideologi-ideologi ini memandang planet bumi sebagai

52Cristian D. Jonge, op. cit., hlm. 182-183 53Ibid., hlm. 183-184

Page 37: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

52

sistem organis yang menyatu secara tunggal atau sebagai perangkat

peradaban, agama atau blok regional yang saling berbenturan. 54

Pada uraian sebelumnya, sudah disinyalir tentang adanya

tantangan dan hambatan di dalam gerakan Oikoumene. Pada umumnya

tidak ada perbedaan yang psinsipil antara keyakinan yang dimiliki dan

diajarkan gerkan Injili (yang kemudian mempelopori adanya gerakan

Oikoumene) dengan yang diaut oleh gereja-gereja arus utama. Memang

begitulah halnya, dan justru karena itulah gerakan Injili bisa masuk dan

merembes ke ana-mana karena tidak ada satu gerejapun yang berpegang

pada Alkitab dan ajaran pada reformator (yang biasa disebut ajaran

ortodoks atau ortodoksi), yang sering berbeda adalah gaya

penyampaiannya atau penekanannya dan penafsiran atas beberapa

pokok, misalnya tentang kemutlakan Alkitab, tentang arti keselamatan

(apakah hanya jiwa atau seluruh keberadaan manusia, apakah baru

terwujud nanti di surga atau sudah mulai terwujud di sunia ini. Apakah

bersifat pribadi atau kolektif dan mencakup seluruh ciptaan), tentang

makna dan tujuan perjanjian (apakah sama dengan mengKristenkan dan

menumbuhkan gereja, atau memberlakukan damai sejahtera yang dari

Allah dalam setiap bidang kehidupan).

Perbedaan-perbedaan ini tentu bisa dipertajam bila masing-

masing pihak menganggap penafsirannya yang paling benar seraya

menyerang dan mempersalahkan penafsiran pihak lain. Ini misalnya kita

lihat dalam pertentangan antara kubu Ekuiminal (Oikoumenekal) yang

antara lain diwakili oleh WCC/DGD, CWF dan WARC versus kubu

Injili yang antara lain diwakili oleh NAE, WEF dan LCWE yang

54Abu Zahra (ed.), Politik Demi Tuhan (Nasionalisme Religius di Indonesia), Pustaka

Hidayah, Bandung, 1999, hlm. 89

Page 38: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

53

berkobar terutama sejak akhir 1960-an, kendati sejak 1980-an ada upaya

memperdamaikannya. 55

Dalam bidang diskusi Oikoumene, Dewan Gereja se-Dunia

telah menjadi sadar akan adanya rasa ketidakpuasan yang cukup

tersebar, terutama antara ahli-ahli kitab, tentang cara kitab yang

digunakan dalam paper-paper (kertas-kertas kerja) penelitian

Oikoumene sesudah perang. Bahkan pada puncaknya, rasa

ketidakpuasan itu mengakibatkan suatu keretakan yang cukup

mendalam antara ahli-ahli Evangelis dan teolog-teolog. Maka adanya

keretakan ini merupakan sebab utama, mengapa Dewan Gereja-gereja

se-Dunia memulai suatu penelitian Oikoumene yang baru tentang

kewibawaan Alkitab. Dokumen penelitian, yang disiapkan untuk

merangsang riset itu, dapat dibaca dalam the Ekumenical Review No. 21

tahun 1969 halaman 135 166. 56 Jelas dari dokumen penelitian tersebut

bahwa para penyusunnya telah undur dari konsep bahwa hanya Alkitab

yag merupakan unsur pemersatu, yang dimiliki bersama oleh gereja-

gereja yang masih berpisah.

Hambatan lain terlihat dari perlawanan terhadap penggabungan

antara IMC dan DGD muncul di kalangan gereja-gereja Ortodoks dan

kaum Evangelikal. Gereja-gereja Ortodoks khawatir bahwa

penggabungan ini membuka pintu untuk proselitisme (memenangkan

orang dari gereja-gereja lain). Seperti telah dialami mereka dari pihak

Katolik-Roma dan Protestan. Kaum Evangelikal melihat dalam

keputusan New Delhi bukti lagi bahwa gereja-gereja Oikoumene telah

melupakan tugas mengkabarkan Injil. Mereka mengadakan kongres

internasional di Lausanne (1974) dan pada pertemuan continuation

55 Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, BPK.

Gunung Mulia, Jakarta, 1995, hlm. 252 56 James Barr, Alkitab di Dunia Modern, (terj. I.J. Cairns), Gunung Mulia, Jakarta, 1993,

hlm. 15-16

Page 39: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

54

committee “Gerakan Lausanne” ini di Mexico (1975) Consultative

Council of World Evangelicals (Dewan Penasehat Kaum Injili

Sedunia).57

Perlawanan itu juga muncul dari sikap gereja Katolik-Roma

yang dengan tegas menyatakan bahwa keesaan Kristen itu terlihat dari

kepaulusan artinya Paus sendiri adalah merupakan lambang dari orang-

lambang Kristen yang bersatu.

Seperti yang dijelaskan di atas bahwa banyak orang Kristen

Evangelis yang memandang gereja Oikoumene sebagai sebuah gerakan

kompromis dan pelecehan terhadap keyakinan Kristen. Maka di

samping gerakan menuju rekonsiliasi diantara orang-orang Kristen,

terdapat juga gerakan Evangelis sebagai protes atas kecenderungan itu,

dan karenanya, meski beberapa perpecahan lama sedang ditanggulangi,

atau setidaknya dimoderatkan, namun perpecahan yang lain muncul

sampai taraf tertentu. Beberapa komentatator tentang keadaan dunia

Kristen pada masa sekarang menyatakan bahwa ada dua bentuk agama

Kristen yang berlaku; pertama Oikoumene, sebuah bentuk yang tidak

hanya membentuk gereja-gereja Kristen Protestan yang telah mapan

tetapi juga gereja-gereja Ortodoks, bahkan gereja Katolik-Roma (sebuah

gerakan yang bersikap terbuka terhadap ideologi-ideologi lain, agama-

agama lain, sosial politik, ekonomi) bahkan memandang seluruh dunia

beserta isinya sebagai keseluruhan ciptaan Allah yang menjadi lapangan

perkabaran Injil. Yang kedua Evangelis. 58

Hambatan dari dalam muncul ketika berhadapan dengan

persoalan konferensional di dalam gerakan Oikoumene. Pemahaman

yang lebih menjurus menuju kepada pemahaman baru muncul pada abad

57 Christian de Jonge, Menuju Keesaan … op. cit., hlm. 17-18 58 Hugh Goddard, Menepis Standar Ganda (Membangun Saling Pengertian Muslim-

Kristen), Adipura, Yogyakarta, 2000, hlm. 173-174

Page 40: BAB II GERAKAN OIKOUMENE DALAM AGAMA KRISTEN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan

55

pertengahan lalu, ketika kata Oikoumene mulai diartikan sebagai “rela

untuk melampaui dan mengatasi batas-batas konfensional yang

memisahkan orang-roang Kristen”. Pemahaman ini tidak langsung

diterima. Pada umumnya pada kira-kira tahun 1920 kata Oikoumene

masih dimengerti dalam arti tradisional, yakni secara geografis atau

berhubungan dengan gereja, sebagai sinonim dengan katolik, universal,

berwibawa. Namun, khususnya karena usaha Natahan Soderblom,

seorang pelopor Life and Work. Pemahaman modern mulai diterima

secara umum. Mulai disadari bahwa gereja belum Oikoumene kalau

masih ada tembok-tembok pemisah antara gereja-gereja Protestan,

gereja-gereja Ortodoks dan gereja Katolik-Roma, seperti yang telah

dijelaskan panjang lebar pada uraian-uraian sebelumnya. 59

Jadi, arti dari kata Oikoumene tidak lagi menunjuk kepada

seuatu kenyataan, seperti dahulu, tetapi kepada suatu tujuan yang

hendak dicapai melalui suatu usaha dan pergumulan atau melalui suatu

wadah yang terorganisir dengan baik.

59 Christian De Jonge, Menuju Keesaan Gereja … op. cit., hlm. xviii