Upload
lynga
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
IDENTIFIKASI SESAR BERDASARKAN DATA MAGNETIK
MENGGUNAKAN FILTER TILT ANGLE DERIVATIVE
2.1 Sesar
Sesar adalah rekahan pada batuan yang mengalami pergerakan sejajar
bidangnya. Sesar merupakan jalur lemah, dan lebih banyak terjadi pada lapisan
yang keras dan rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar akibat pergeseran,
dapat berkisar dari gouge (suatu bahan yang halus/lumat akibat gesekan) sampai
breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa centimeter sampai
ratusan meter (lebar zona hancuran sesar). Umumnya tidak mungkin untuk
mengetahui gerak sebenarnya sepanjang sesar dan bagian mana yang bergerak
karena bergeraknya sudah berlangsung pada waktu lampau. Dalam klasifikasi
sesar dipergunakan pergeseran relatif, karena tidak tahu blok mana yang bergerak;
satu sisi sesar bergerak ke arah tertentu relatif terhadap sisi lainnya. Pergeseran
salah satu sisi melalui bidang sesar membuat salah satu blok relatif naik atau turun
terhadap lainnya.
Terdapat dua unsur pada sesar yaitu hanging wall (atap sesar) dan foot
wall (alas sesar). Hanging wall (atap sesar) adalah bongkah sesar yang terdapat di
bagian atas bidang sesar, sementara itu foot wall (alas sesar) adalah bongkah sesar
yang berada di bagian bawah bidang sesar. Bidang sesar terbentuk akibat adanya
rekahan yang mengalami pergeseran.
6
Gambar 2.1 hanging wall dan foot wall
(sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Fault_geology)
Sesar diklasifikasikan berdasarkan atas dip bidang sesar dan arah gerak
relatifnya, menjadi sesar normal, sesar naik (reverse fault atau thrust fault) dan
sesar mendatar (strike slip fault). Pada kenyataannya, sangat sulit mendapatkan
kenampakan pensesaran yang ideal, terlebih lagi iklim di negeri kita yang tropis.
Pada iklim tropis, proses pelapukan batuan berlangsung lebih intensif sehingga
merusak dan mengubur tanda-tanda pensesaran di permukaan bumi. Namun
tanda-tanda adanya sesar dapat diketahui antara lain melalui : zona hancuran,
gores-garis, gawir sesar, triangular facet, pengkekaran intensif, perubahan litologi
yang tiba-tiba, breksi sesar, milonit dan pembelokan sungai secara tiba-tiba.
Dalam penentuan sesar dapat digunakan banyak metode geofisika. Salah
satunya adalah metode geomagnet yang didasarkan pada pengukuran variasi
intensitas magnetik di permukaan bumi yang disebabkan adanya variasi distribusi
(anomali) benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Anomali magnet
terjadi karena adanya variasi medan magnet kearah spasial secara regional. Pola
anomali ini dicirikan oleh pergantian antara anomali positif-negatif dan sejajar
7
dengan sumbu pemekarannya. Pola ini dikenal dengan sebutan “zone of striped
magnetic anomalies” yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebaran zona
lemah yang memiliki struktur berupa sesar/rekahan.
2.2 Geologi Regional Kota Serang, Banten
Wilayah Provinsi Banten terletak pada jalur magmatik Pulau Jawa, oleh
karena itu wilayah ini sebagian besar tertutupi oleh batuan vulkanik dan alluvium
dengan batuan dasarnya terbentuk oleh batuan sedimen laut. Zaennudin dkk.
menerangkan bahwa evolusi gunungapi di wilayah Banten diawali dengan
terbentuknya gunungapi purba yang disebut Pra Danau, yang saat ini gunung-
gunungapi tersebut hanya menyisakan sebagian tubuhnya yang telah tererosi
sangat kuat dan bahkan tersesarkan dengan arah tenggara-baratlaut. Gunung-
gunungapi Pra Danau ini adalah G. Batukarut dan G. Pinang yang berada di
sebelah timurlaut, serta G. Meramang, serta G. Mokol terdapat di sebelah utara
Ciomas. Setelah aktivitas gunung-gunungapi Pra Danau terhenti dalam kurun
waktu yang cukup lama dan kemudian tersesarkan, disusul oleh aktivitas vulkanik
selanjutnya terbentuklah Gunung Danau yang cukup besar di sebelah baratdaya-
selatan dari komplek gunungapi Pra Danau. (Kunrat S, 2010).
Aktivitas G. Danau ini diakhiri dengan pembentukan kaldera Rawa Danau
yang menghasilkan endapan ignimbrit (aliran piroklastik) yang tersebar sangat
luas. Tufa Banten sebagai salah satu hasil erupsi yang maha dahsyat ketika
pembentukan Kaldera Rawa Danau terbentuk pada Pliosen – Awal Plistosen
secara tidak selaras menindih batuan Tersier yang telah mengalami pelipatan dan
8
pensesaran. Sesar-sesar tersebut umumnya berarah tenggara – baratlaut yang
sangat jelas terlihat pada batuan vulkanik tua Pra G. Danau.
Gambar 2.2 Perkembangan aktivitas vulkanisme di wilayah Banten.
(sumber: Laporan Gas di Daerah Kabupaten Serang, Banten)
Tufa Banten dibagi menjadi dua bagian yaitu Tufa Banten Bawah yang
berumur Pliosen Atas dan Tufa Banten Atas berumur Plestosen Bawah (Santoso,
dalam Kunrat S, 2010). Pada lapisan paling bawah dari Tufa Banten Atas terdapat
tufa hablur. Dalam ilmu gunung api lapisan tufa hablur ini adalah tufa terelaskan
(welded tuff) atau ignimbirit. Karena sifatnya yang padu dan keras bagaikan lava
sehingga tidak dapat ditembus oleh air dan bahkan gas. Air hujan yang jatuh ke
permukaannya tidak dapat meresap dan melewatinya, sehingga air tersebut akan
terus dialirkan ke laut melalui sungai yang ada di wilayah ini. Lapisan ini
kemudian dapat bertindak sebagai lapisan perangkap (cap rock). Gas yang muncul
U
9
dari bawah permukaan akan terperangkap di bawah lapisan tufa tersebut
Berdasarkan data pemboran yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi
Propinsi Banten di sekitar wilayah Serang (2003) mengidentifikasi bahwa
ketebalan dari satuan ignimbrite (Tufa Banten) ini berkisar antara 40 m sampai 60
m, semakin jauh dari kaldera Rawa Danau maka semakin tipis ketebalannya.
Endapan aluvial hanya terdapat pada lembah-lembah sungai besar dan
sekitar pantai. Sedangkan endapan jatuhan piroklastika paska terbentuknya
kaldera terdapat di sekitar pusat erupsinya dan pada punggungan bukit. Di
wilayah Kabupaten Serang, khususnya di sebelah timur dan tenggara Kora Serang
hanya terdapat pada punggungan-punggungan bukit. Sehingga lapisan ignimbrit
di punggungan bukit terdapat lebih dalam bila dibandingkan dengan
keterdapatannya di bagan lembah.
Batuan dasar dari endapan vulkanik di wilayah Banten dan sekitarnya
adalah batuan sedimen laut dari Formasi Cisubuh yang berumur Pliosen dan
Formasi Parigi yang terbentuk pada Akhir Miosen. Dari peta geologi daerah
Serang dapat diketahui bahwa wilayah Propinsi Banten bagian utara, tengah, dan
barat sebagian besar tertutupi oleh batuan vulkanik dari komplek G. Danau dan
gunungapi muda paska kaldera Rawa Danau.
Sebaran batuan di wilayah Banten secara lateral dengan disebutkan dari
batuan yang berumur paling tua ke muda adalah satuan batuan G. Gede, satuan
Tufa Banten, satuan batuan Gunungapi Danau Muda, satuan batuan G. Pinang,
satuan batuan G. Karang, dan Aluvium.
5
Gambar 2.3 peta geologi daerah Serang dan sekitarnya (Hendarmawan, 2009)
PETA GEOLOGI DAERAH SERANG DAN
SEKITARNYA
(Hendarmawan, 2009)
KETERANGAN
Qa : Alluvium
Qpvb : Tufa Banten Atas
Qbp : Basal batuan gunungapi Pinang
Qr : Endapan rawa danau
Qvkl : Lava gunung Karang
Qvk2 : Produk gunungapi Karang
Kelurusan interpretasi foto udara (sesar). Sumbu antiklin Sumbu sinklin
U
11
2.3 Semburan Gas Di Daerah Serang, Banten
Berdasarkan sejarah geologinya, Jawa Barat dibagi menjadi 4 bagian
mulai dari baratlaut ke tenggara, yaitu Blok Banten, Blok Jakarta-Banten, Blok
Sukabumi-Cilacap dan Blok Pegunungan Selatan. Adapun sebaran endapan dan
batuan dapat terlihat pada peta geologi Serang, Banten. Lokasi semburan terletak
pada Blok Banten. Struktur geologi yang berkembang di daerah Blok Banten ini
pada umumnya berorientasi arah barat-timur, tetapi arah utama berarah baratlaut-
tenggara yang makin ke arah utara berubah sebagian menjadi arah utara-selatan.
(Asril dkk dalam Hendarmawan, dkk, 2009)
Daerah semburan terdapat pada formasi termuda di daerah Banten utara,
yaitu bagian dari endapan vulkanik muda dan lokasi semburan di batasi oleh
kelurusan atau lineament utara-selatan yang hanya terekam pada bagian Tufa
Banten. Lokasi semburan ini diinterpretasikan berada pada sentuh antara Tufa
Banten dengan endapan vulkanik (alluvium) yang lebih muda. Pada beberapa
tempat terdapat akumulasi-akumulasi kandungan gas metan yang diindikasikan
berasal dari sedimentasi biomassa yang terjebak pada masa Pliosen pada suatu
zona lingkungan berawa-rawa. Kemungkinan hal ini terjadi pada suatu interval
dalam Formasi Cilegon tempat terjadinya perubahan lingkungan cenderung ke
arah daratan diikuti dengan aktivitas vulkanisme yang meningkat yang dapat
menutupi daerah-daerah berawa secara langsung.
Berdasarkan data logging pemboran dari beberapa sumur semburan,
sistem akuifer teridentifikasi mulai dari akuifer tertekan, akuifer semi tertekan dan
dua sistem akuifer tertekan. Akuifer tertekan ini ditutupi oleh lapisan kedap air
12
atau aquiclude setebal 30 m. Kondisi lapisan kedap yang cukup tebal tersebut
memberikan indikasi bahwa akuifer mempunyai tekanan yang cukup besar.
Korelasi lapisan-lapisan batuan dari beberapa sumur yang berdekatan (jarak antar
sumur kurang dari 10 m), menunjukkan terdapat perbedaan posisi lapisan kedap
atau aquiclude yang mencolok. Deformasi atau amblesan sangat mungkin telah
berlangsung, sehingga zona ini sangat lunak. Zona lemah lebih nampak pada
sumur yang hancur oleh semburan yang kuat.
Gas CO2 bergerak ke atas menuju permukaan melalui zona lemah dari
sesar-sesar yang ada di wilayah ini. berdasarkan peta geologi yang disajikan oleh
Hendarmawan (2009), khususnya di daerah tenggara, timur dan timurlaut Kota
Serang terdapat kelurusan-kelurusan yang berarah hampir utara – selatan.
Kelurusan tersebut diduga sesar yang tertimbun oleh endapan Ignimbrit Danau
(Tufa Banten). Pada zona-zona sesar sering ditemukan akumulasi gas karbon
dioksida yang kemungkinan besar bersumber dari aktivitas magma pada tahap
“postmagmatic”. (Zhang, dkk dalam Kunrat S, 2010).
2.4 Kemagnetan
Bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa dimana medan magnet
utama bumi dihasilkan. Letak kutub utara dan selatan magnet bumi tidak berimpit
dengan kutub geografis. Pengaruh kutub utara dan selatan magnet bumi
dipisahkan oleh khatulistiwa magnet. Intensitas magnet akan bernilai maksimum
di kutub dan minimum di khatulistiwa. Karena letaknya yang berbeda terdapat
perbedaan antara arah utara magnet dan geografi yang disebut sebagai deklinasi.
13
Gambar 2.4. Bumi sebagai batang magnet raksasa dengan garis-garis gayanya
(sumber: Identifikasi Struktur Geologi Bawah Permukaan Lautdi Perairan Selat Malaka –
Sumatera Utara berdasarkan Interpretasi Peta Kontur Anomali Magnet)
Pada tahun 1893, Gauss pertama kali melakukan analisa harmonik dari
medan magnetik bumi untuk mengamati sifat-sifatnya. Analisa selanjutnya yang
dilakukan oleh para ahli mengacu pada kesimpulan umum yang dibuat oleh Gauss
yaitu:
1. Intensitas medan magnetik bumi hampir seluruhnya berasal dari dalam bumi
2. Medan yang teramati di permukaan bumi dapat didekati dengan persamaan
harmonik (spherical harmonic) yang pertama yang berhubungan dengan
potensial dwikutub di pusat bumi. Dwi kutub Gauss ini mempunyai
kemiringan 11,5o terhadap sumbu geografi.
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga
elemen medan magnet bumi yang dapat diukur meliputi arah dan intensitas
kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi:
14
• Deklinasi (D), yaitu besar sudut penyimpangan terhadap arah utara-selatan
geografis atau sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang
dihitung dari utara menuju timur.
• Inklinasi (I), yaitu besar sudut penyimpangan terhadap arah horisontal atau
sudut antara medan magneik total dengan bidang horizontal yang dihitung dari
bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah.
• Intensitas Horizontal (BH), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang
horizontal.
• Medan magnetik total (B), yaitu besar dari veltor medan magnetik total.
Gambar 2.5 Tiga Elemen Medan Magnet Bumi
(sumber: Pengukuran Medan Magnetik Total Daerah Gedong Songo dan Bawen, Ambarawa,
Semarang, Jawa Tengah)
Dari gambar di atas diperoleh hubungan :
F2 = H2 + Z2 = X2 + Y2 + Z2 (2.1)
dimana :
H = F cos I, Z = F sin I, tan I= Z/H
X = H cos D Y = H sin D tan D = Y/X
15
Teori yang berkaitan dengan kemagnetan bumi dikenal sebagai Teori
Dinamo. Pengukuran medan magnet di permukaan bumi merupakan resultan dari
berbagai variabel. Oleh karena itu variasi medan magnet bumi dapat dibedakan
dalam 4 hal, yaitu:
• Variasi yang relatif berjalan dengan lambat atau disebut sebagai variasi
sekuler. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan posisi kutub bumi secara
perlahan.
• Variasi medan magnet yang disebabkan oleh sifat kemagnetan yang tidak
homogen dari kerak bumi. Perubahan ini relatif memiliki nilai yang kecil.
Dalam eksplorasi justru hal semacam ini yang dicari. Penyebab dari variasi ini
ialah kontras sifat kemagnetan (susceptibilitas) antarbatuan di dalam kerak
bumi (termasuk di dalamnya kemagnetan induksi dan kemagnetan remanen).
Dalam batuan biasanya terkait dengan mineral yang bersifat magnetik. Variasi
dengan perubahan yang relatif cepat berkaitan dengan waktu (harian) dan
bulanan. Sebutan lain untuk variasi ini ialah variasi harian. Penyebab variasi
ini ialah aktivitas matahari yang mempengaruhi keadaan atmosfera. Variasi ini
bersifat periodik. Selain matahari pengaruh bulan juga teramati.
• Variasi dengan perubahan relatif cepat dalam waktu yang relatif singkat dan
sangat tidak teratur. Sebutan lain untuk perubahan medan magnet semacam ini
ialah badai magnetik. Variasi ini berkaitan dengan aktivitas matahari yang
dihubungkan dengan bintik matahari. Akibat tembakan partikel-partikel
berenergi tinggi ke atmosfera bumi dari matahari menyebabkan fluktuasi sifat
magnetik yang sangat tidak teratur.
16
Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian:
a. Medan magnet utama bumi
Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil
pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan
luas lebih dari 106 km2. Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu
sehingga untuk menyeragamkan nilai-nilai medan magnet utama bumi, dibuat
standard nilai yang disebut dengan International Geomagnetics Reference
Field (IGRF) yang diperbaharui tiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitrar 1 juta km
yang dilakukan dalam waktu satu tahun.
b. Medan magnet luar (external field)
Medan magnet luar hanya merupakan bagian terkecil dari medan utama,
yaitu sisa 1% medan magnetik bumi. Pengaruh medan magnet luar berasal
dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang
ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini
berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di
atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
c. Medan magnet anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal
field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral
bermagnet seperti magnetite (Fe7S8), titanomagnetite (Fe2TtO4) dan lain-lain
yang berada di kerak bumi. Dalam survei dengan metode magnetik yang
17
menjadi target dari pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di
permukaan (anomali magnetik).
Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan
magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen
mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar
dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan
sebelumbya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh
dari survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanan dan induksi,
bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi
maka anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya.
2.5 Suseptibilitas Magnet
Metode geomagnet didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu
batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi akibat adanya
perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi
tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Suseptibilitas
adalah derajat kemagnetan suatu bahan atau material dalam respon terhadap
pengaruh medan magnet luar.
Harga suseptibilitas ini sangat penting di dalam pencarian benda anomali
karena sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. Harganya
akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral magnetik pada batuan
semakin banyak. Hubungan intensitas magnetik (Im) dengan medan magnet (H)
adalah:
Im = k H (2.2)
18
dimana k = suseptibilitas
Im = intensitas magnetik
H = kuat medan magnet bumi = 0,6 Gauss = 6 x 10-5 T = 6x104 nT
Medan magnetik yang terukur oleh magnetometer adalah medan magnet
induksi termasuk efek magnetisasi yang diberikan oleh persamaan :
���� = �0 ������ + ��������
���� = �0 1 + ������� (2.3)
dimana : µ0 = permeabilitas magnetik ruang hampa
���� = Induksi magnetik
����� = Kuat Medan magnet bumi
������� = intensitas magnetik
Persamaan (2.3) ini menunjukkan bahwa jika medan magnetik remanen dan luar
bumi diabaikan, medan magnet total yang terukur oleh magnetometer di
permukaan bumi adalah penjumlahan dari medan bumi utama H dan variasinya
(Im) dengan Im merupakan anomali magnet dalam eksplorasi magnetik.
Suseptibilitas harus dibedakan dengan permeabilitas. Suseptibilitas adalah
kemampuan bahan untuk menjadi termagnetisasi. Sedangkan permeabilitas adalah
kemudahan melewatkan fluks yang melaluinya. Hubungan suseptibilitas (k) dan
permeabilitas (µ) adalah:
µ = (1 + k) (2.4)
dimana : µ = permeabilitas magnetik relatif
Dengan proses penurunan persamaan untuk metoda magnetik seperti
diberikan diatas, maka parameter kerentanan magnetik (k) adalah merupakan
19
parameter yang sangat penting di dalam metoda ini, karena parameter ini
menyatakan tingkat atau derajat magnetisasi suatu benda akibat pengaruh medan
magnet luar. Intensitas medan magnetik pada suatu tempat terbentuk dari dua
komponen yaitu medan magnetik utama yang bersumber dari dalam bumi dan
medan magnetik transien dari luar bumi. Pengukuran perbedaan nilai kemagnetan
dapat memberikan gambaran kondisi bawah permukaan.
2.6 Sifat Magnetik Batuan
Setiap jenis batuan yang terdapat di bumi, yang mempunyai suatu medan
magnet, akan mempunyai sifat dan karakteristik yang spesifik dan dengan
mempelajari karakter spesifik tersebut, maka kita akan lebih mudah dalam
mencari dan menemukan bahan batuan tersebut.
Berikut ini pengelompokan batuan atau mineral berdasarkan sifat
magnetik yang ditunjukkan oleh kerentanan magnetiknya :
a. Diamagnetik
Suatu zat adalah tergolong pada jenis diamagnetik jika mempunyai
susceptibilitas magnetik negatif sehingga intensitas magnetisasi yang diimbas
� dalam zat oleh medan ����� adalah berlawanan arah �����. Diamagnetik
mempunyai kerentanan magnetik (k) negatif dan sangat kecil artinya ialah
memiliki sifat magnetik yang lemah. Comtohnya : graphite, marble, quarts
dan salt.
b. Paramagnetik
Semua zat yang mempunyai susceptibilitas magnetik (k) positif dengan
nilai yang kecil adalah zat paramagnetik. Dalam zat semacam ini setiap atom
20
atau molekul mempunyai momen magnetik total yang tak sama dengan nol
dalam medan luar yang nol. Contohnya kapur.
c. Ferromagnetik
Elemen-elemen seperti besi, kobalt dan nikel adalah elemen
paramagnetik yang interaksi magnetik antara atom dengan group atom
sedemikian kuatnya hingga terjadi penyearahan momen-momen dalam daerah
yang besar dalam zat. Pada umumnya susceptibilitas material ferromagnetik
106 kali material diamagnetik dan paramanetik. Ferromagnetism juga turun
dengan turunnya temperatur dan hilang sama sekali pada suhu Curie. Mineral
ferromagnetik tak terjadi di alam. Mineral ini dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Antiferromagnetik
Material ini mempunyai susceptibilitas seperti material paramagnetik
tetapi harganya naik dengan naiknya temperatur hingga temperatur
tertentu, kemudian turun menurut hukum Curie-Weiss. Hal ini terjadi
karena momen magnetik total sejajar dan anti sejajar sehingga sub-domain
dalam material ini saling meniadakan sehingga susceptibilitasnya menjadi
sangat kecil. Contohnya adalah hematite.
2. Ferrimagnetik
Material ini mempunyai susceptibilitas magnetik yang sangat besar
dan tergantung pada suhu, domain-domain magnetik dalam material ini
terbagi-bagi dalam keadaan daerah yang menyearah saling berlawanan
tetapi momen magnetik totalnya tak nol jika medan luar nol. Praktis semua
mineral magnetik adalah ferrimagnetik.
21
2.7 Metode Geomagnetik
Metode magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk
memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik
magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas medan magnet
pada batuan yang timbul karena pengaruh dari medan magnet bumi saat batuan itu
terbentuk. Penggunaan metoda magnetik di dalam prospek geofisika adalah
berdasarkan atas adanya anomali medan magnet bumi akibat sifat kemagnetan
batuan yang berbeda satu terhadap lainnya.
Kerak bumi menghasilkan medan magnet jauh lebih kecil daripada medan
utama magnet yang dihasilkan bumi secara keseluruhan. Teramatinya medan
magnet pada bagian bumi tertentu, biasanya disebut anomali magnetik yang
dipengaruhi suseptibilitas batuan tersebut dan remanen magnetiknya.
Penelitian magnet adalah pengukuran intensitas dari medan magnetik
bumi, sedangkan anomali yang didapat merupakan hasil dari distorsi medan
magnetik yang diakibatkan oleh material magnetik dari kerak bumi. Intensitas dari
anomali induksi sangat tergantung pada kerentanan batuan (suseptibilitas)
magnetik dan magnetisasi medan magnit. Anomali magnet yang dihasilkan
tergantung pada geometri dan sifat-sifat magnetik dari batuan dan arah dari
intensitas medan magnetik bumi. Objek pengamatan dari metode ini adalah benda
yang bersifat magnetik, dapat berupa gejala struktur bawah permukaan ataupun
batuan tertentu. Metode ini dapat dipakai sebagai preliminary survey untuk
menentukan bentuk geometri dari bentuk basement, intrusi dan patahan. Metode
ini juga sangat baik digunakan dalam menentukan sebaran zona lemah yang
22
berkaitan dengan manifestasi panas bumi dan gas. Adanya zona lemah yang
teridentifikasi dapat dijadikan bahan kajian untuk menentukan tingkat kerentanan
suatu daerah terhadap timbulnya bencana geologi. Dalam hal ini dibutuhkan
beberapa variabel yang mendukung, misalnya kondisi geologi berupa batuan
penyusun, pola dan arah struktur yang terbentuk serta kondisi struktur bawah
permukaan yang dapat memudahkan dalam memprediksi daerah-daerah rawan
bencana. Selain itu, metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi
pendahuluan minyak bumi , panas bumi, dan batuan mineral serta bisa diterapkan
pada pencarian prospek benda-benda arkeologi.
2.8 Proton Magnetometer
Dalam survey geomagnetik, magnetometer yang paling umum digunakan
adalah presesi proton magnetometer. Berbeda dengan fluxgate magnetometer,
proton magnetometer presesi hanya mengukur amplitudo total (ukuran) medan
magnet bumi. Skema proton magnetometer ditampilkan di bawah ini:
Gambar 2.6 Skema Proton Precession Magnetometer
(sumber: Identifikasi Struktur Geologi Bawah Permukaan Lautdi Perairan Selat Malaka –
Sumatera Utara berdasarkan Interpretasi Peta Kontur Anomali Magnet)
23
Prinsip kerja Proton Precission Magnetometer adalah dengan proton yang
ada pada semua atom memintal atau berputar pada sumbu axis yang sejajar
dengan medan magnet bumi. Normalnya, proton cenderung untuk sejajar dengan
medan magnet bumi Bbumi, ketika saklar ditutup, arus DC mengalir dari baterai ke
lilitan, kemudian memproduksi kuat medan magnet dalam silinder tersebut. Atom
hidrogen (proton) yang berputar diinduksi medan magnet (medan magnet akibat
aliran arus pada kawat), maka proton dengan sendirinya akan menyesuakan
dengan medan magnet yang baru B. Akhirnya atom hidrogen dalam sensor ini
bergetar, sensor akan medeteksi adanya getaran dan osilasi tersebut. Kemudian
counter pada alat ini akan menghitung banyaknya getaran dari atom hidrogennya.
Sehingga pada saat magnetometer dihidupkan, alat ini mampu menghitung nilai
intensitas medan magnet total. Ketika arus berhenti maka proton kembali ke posisi
semula.
2.9 Koreksi Data Geomagnetik
untuk memperoleh nilai anomali medan magnetik yang diinginkan, maka
dilakukan koreksi terhadap data medan magnetik total hasil pengukuran pada
setiap titik lokasi atau stasiun pengukuran, yang mencakup koreksi harian, IGRF
dan topografi.
a. Koreksi Harian
Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai medan
magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari
dalam satu hari. Waktu yang dimaksudkan harus mengacu atau sesuai dengan
24
waktu pengukuran data medan magnetik di setiap lokasi (stasiun pengukuran)
yang akan dikoreksi. Apabila nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian
dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian yang terekam pada
waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi. Sebaliknya
apabila variasi harian bernilai positif, maka koreksinya dilakukan dengan cara
mengurangkan nila variasi arian yang terekam pada waktu tertentu terhadap
data medan magnetik yang akan dikoreksi, dapat dituliskan dalam persamaan
∆� = ������ ± ∆ �� _���� (2.5)
b. Koreksi IGRF
Data hasil pengukuran medan magentik pada dasarnya adalah kontribusi
dari tiga komponen dasar, yaitu medan magnetik utama bumi, medan magnetik
luar dan medan anomali. Nilai medan magnetik utama tidak lain adalah IGRF.
IGRF singkatan dari The International Geomagnetic Reference Field
merupakan medan acuan geomagnetik internasional. Pada dasarnya nilai IGRF
merupakan nilai kuat medan magnetik utama bumi (H0). Nilai IGRF termasuk
nilai yang ikut terukur pada saat kita melakukan pengukuran medan magnetik
di permukaan bumi, yang merupakan komponen paling besar dalam survei
geomagnetik, sehingga perlu dilakukan koreksi untuk menghilangkannya.
Koreksi nilai IGRF terhadap data medan magnnetik adalah anomali medan
magnetik.
Nilai IGRF yang diperoleh dikoreksikan terhadap data kuat medan
magnetik total dari hasil pengukuran di setiap stasiun atau titik lokasi
pengukuran. Meskipun nilai IGRF tidak menjadi terget survei, namun nilai ini
25
bersama-sama dengan nilai sudut inklinasi dan sudut deklinasi sangat
diperlukan pada saat memasukkan pemodelan dan interpretasi.
Koreksi IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF
terhadap nilai medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap
titik pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya
(setelah dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut :
∆� = ������ ± ∆������� ± �� (2.6)
dimana T0 = IGRF
2.10 Metode Interpretasi Geomagnetik
Terdapat beberapa metode dalam menginterpretasikan data anomali
magnetik, yaitu sebagai berikut.
a. Traditional Filtering
Filtering adalah cara untuk memisahkan sinyal dari panjang gelombang
yang berbeda untuk diisolasi dan karenanya meningkatkan ciri-ciri anomali
dengan panjang gelombang tertentu. Petunjuk praktis bahwa panjang
gelombang anomali terbagi tiga atau empat yaitu kira-kira sama dengan
kedalaman bagian tubuh yang menghasilkan anomali terpendam. Jadi, filtering
ini dapat digunakan untuk memperjelas anomali yang dihasilkan oleh ciri-ciri
dalam range kedalaman yang diberikan.
26
Gambar 2.7 Traditional filtering berdasarkan data sitnetik anomali magnetik
(sumber: Advanced Processing and Interpretation of Gravity and Magnetic Data)
Gambar 2.7 memperlihatkan hasil interpretasi data magnetik
menggunakan metode Traditional filtering yang memperlihatkan pola sumber
anomali. Traditional filtering bisa saja berupa low pass (Regional) atau high
pass (Residual). Jadi tehnik ini kadang ditujukan untuk sebagai pemisah antara
Regional-Residual (Regional-Residual separation).
b. First vertical derivative
Metode ini meningkatkan anomali dari benda dan cenderung mereduksi
kerumitan anomaly dan memperjelas penggambaran struktur. Dalam contoh di
bawah menggambarkan secara jelas daerah-daerah dengan resolusi data dalam
grid magnetik yang berbeda.
27
Gambar 2.8 First Vertical Derivative dari data sintetik anomali magnet
(sumber: Advanced Processing and Interpretation of Gravity and Magnetic Data)
Hasil interpretasi metode first vertical derivative di atas memperlihatkan
struktur yang lebih jelas dibandingkan dengan metode traditional filtering.
Interpretasi dengan menggunakan metode ini memiliki beberapa kekurangan
karena dapat menjadi noise yang akan menguatkan panjang gelombang
gangguan pendek. Dengan demikian, struktur yang dihasilkan dari interpretasi
ini tidak begitu akurat. Metode ini dapat diturunkan dari formula berikut:
!" = − $%$& (2.7)
dimana '(') merupakan turunan dalam arah z.
c. Total Horizontal Derivative
Metode ini juga dirancang untuk mencari adanya anomali dan ciri-ciri
tertentu yang berhubungan dengan anomali tersebut dan memberikan hasil
yang maksimal dalam memetakan penaikan yang mengindikasikan tepi
sumber. Total horizontal derivative ini merupakan filter pelengkap dari filter
lain misalnya filter first vertical derivative.
28
Gambar 2.9 Total Horizontal Derivative Dari Data Sintetik Anomali Magnetik
(sumber: Advanced Processing and Interpretation of Gravity and Magnetic Data)
Metode ini pada umumnya menghasilkan lokasi anomali yang lebih pasti
dari pada First vertical derivative, tetapi untuk data magnetik harus digunakan
dalam konjungsi dengan transformasi lainnya seperti reduksi ke kutub
(Reduction To Pole) atau Pseudo-gravity. Tehnik ini dapat diaplikasikan untuk
memodelkan kajian gambar struktur pada kedalaman berbeda. Metode ini
didefinisikan dengan persamaan
��!" = *�$%$+�, + �$%
$-�, (2.8)
dimana THDR adalah gradient bidang horizontal, dengan '('. merupakan
turunan anomali magnetik dalam arah x dan '('/ merupakan turunan anomali
magnetik dalam arah y.
d. Second Vertical Derivative
Second vertical derivative ini juga bertujuan sebagai pemfilter dalam
pembuatan peta gravity dan magnetic, dalam hal ini menekankan pernyataan
29
dari karakter struktur daerah dan menghilangkan efek dari anomali besar atau
pengaruh regional. Seperti dengan menampilkan derivative lain akan sangat
membantu dalam tahap proses interpretasi.
Gambar 2.10 Second vertical derivative dari data sintetik anomali magnetik
(sumber: Advanced Processing and Interpretation of Gravity and Magnetic Data)
Hasil interpretasi dengan menggunakan metode ini memperlihatkan
struktur yang lebih kompleks dan telah tereduksi oleh noise, namun agak sulit
menentukan struktur yang sebenarnya akibat distribusi anomali yang hampir
sama di seluruh daerah. Untuk mendefinisikan metode ini digunakan
persamaan
2 ! = $1%$21 (2.9)
dimana '2(')2 merupakan turunan kedua anomali magnetik dalam arah z.
30
e. Analytic Signal
Analytic signal, meskipun lebih sering terputus dari gradien horizontal
sederhana, tetapi memiliki hasil yang maksimal atas benda diskrit serta ujungnya.
Transformasi ini sering berguna pada lintang magnetik rendah.
Gambar 2.11 Analytic Signal Dari Data Sintetik Anomaly Magnetik
(sumber: Advanced Processing and Interpretation of Gravity and Magnetic Data)
Struktur yang dihasilkan nampak lebih jelas. Perbedaan data dengan
panjang gelombang tinggi dan rendah terlihat sehingga lebih mudah untuk
dianalisis. Persamaan yang mendefinisikan metode ini yaitu sebagai berikut:
(3 = *�$%$+�, + �$%
$-�, + �$%$&�,
(2.10)
f. Tilt Angle Derivative
Tilt Angle Derivative mirip dengan fase lokal, tetapi menggunakan nilai
absolut dari Horizontal Derivative pada penyebutnya.
�456 = 6789: �;�<;8=8 >=?64�75 �7?4 @?7�4=8�;�<;8=8= ℎ;?4);8675 �7?4 @?7�4=8
�456 = 6789: B$C $&D$C $�D E (2.11)
31
Karena sifat fungsi trigonometri arctan, semua amplitudo dibatasi untuk
nilai antara + π/2 dan - π/2 (+ 90o dan -90o) terlepas dari amplitudo komponen
vertikal atau komponen horizontal. Tilt Angle Derivative sangat bervariasi
tergantung pada inklinasi tapi untuk inklinasi dari 0o dan 90o, titik nolnya
memotong dekat tepi struktur model. Total Horizontal derivative THDR dari Tilt
Angle Derivative bergantung pada sudut inklinasi, sama halnya seperti Analytic
Signal, tetapi lebih tajam, menghasilkan definisi maksimum dengan berpusat pada
tepi benda, sehingga memperoleh ciri-ciri sumber yang lebih jelas.
Gambar 2.12 Tilt Angle Derivative Dari Data Sintetik Anomaly Magnetik
(sumber: Advanced Processing and Interpretation of Gravity and Magnetic Data)
Gambar di atas merupakan hasil interpretasi dari data sintetik magnetik
dengan menggunakan metode TAD. Arah dan pola anomali magnetik terlihat
dengan sangat jelas sehingga memudahkan dalam pengidentifikasian struktur
yang ada di daerah survey.
Dari beberapa interpretasi di atas, nampak bahwa metode Tilt Angle
Derivative memperlihatkan tampilan hasil interpretasi yang paling baik. Deteksi
dari bentuk pemetaan dengan menggunakan metode Tilt Angle Derivative
32
meningkat dengan sangat tinggi. THDR dari Tilt Angle Derivative ini
memposisikan model dengan baik dan juga sangat peka terhadap noise sehingga
dapat menghasilkan bentuk sumber anomali yang jelas. Filter ini memberikan
sebuah pendekatan alternatif untuk meningkatkan anomali magnetik dangkal
sambil menjaga informasi struktur bawah permukaan. Metode ini sangat tepat
untuk mengidentifikasi bagian-bagian dari struktur anomali yang tidak
terpengaruh oleh gangguan/noise.