14
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja berharap memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Dole dan Schroeder (2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Lebih lanjut Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Menurut Luthans (2006) dalam Rahmi (2013) kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Kepuasan kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Robbins dan Judge (Andre, 2014) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya. Pendapat ain dikemukakan oleh Robert L. Mathins (Anita, 2014), kepuasan kerja yang tinggi tidak akan membuat pergantian karyawan menjadi rendah, tetapi hal tersebut mungkin membantu. Lima dimensi kepuasan kerja menurut Siagian (Anita, 2014) : (1) Pekerjaan itu sendiri. Dalam hal ini dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, (2) Kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab, (3) Gaji, sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini

BAB II - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9744/2/T1_162012801_BAB II.pdf · Kesempatan untuk maju dalam organisasi, ... pemimpin dalam membimbingpara

  • Upload
    dotruc

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja

Setiap orang yang bekerja berharap memperoleh kepuasan dari tempatnya

bekerja. Dole dan Schroeder (2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan

bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu

terhadap lingkungan pekerjaannya. Lebih lanjut Koesmono (2005)

mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap

seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan

lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja,

hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Menurut Luthans (2006) dalam

Rahmi (2013) kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai

seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Kepuasan

kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari

penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.

Robbins dan Judge (Andre, 2014) memberikan definisi kepuasan kerja

sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari

karakteristiknya. Pendapat ain dikemukakan oleh Robert L. Mathins (Anita,

2014), kepuasan kerja yang tinggi tidak akan membuat pergantian karyawan

menjadi rendah, tetapi hal tersebut mungkin membantu.

Lima dimensi kepuasan kerja menurut Siagian (Anita, 2014) : (1)

Pekerjaan itu sendiri. Dalam hal ini dimana pekerjaan memberikan tugas yang

menarik, (2) Kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima

tanggung jawab, (3) Gaji, sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini

7

bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain

dalam organissasi, (4) Kesempatan promosi. Kesempatan untuk maju dalam

organisasi, pengawaasan.kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis

dan (5) dukungan perilaku dan rekan kerja.

Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang

positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya

melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai

salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.

2.1.1 Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat

sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya.

Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan

kerja. Teori tentang kepuasan kerja menurut Rivai (Febri, 2015) adalah :

1. Teori ketidaksesuaian (discrepancy theory) Teori ini mengukur kepuasan

kerja seseorang dengan menghitung selisih antara susuatu yang seharusnya

dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh

melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi,

sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif.

Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang

dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2. Teori keadilan (equity theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan

merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan

dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen

utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan.

Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung

pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan

peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan

pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang

karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah/gaji, keuntungan

sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau

aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa

8

seseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat lain atau bisa pula dengan

dirinya di masa lalu.

3. Teori dua faktor (two factor theory) Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja

itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap

pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan

karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau dissatisfies.

Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber

kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan,

ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan

promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun

tidak terpenuhinya faktro ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.

Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber

ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan

antarpribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi

dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi

faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini

memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa

meskipun belum terpuaskan

Berdasarkan beberapa teori yang telah disebutkan, dapat disimpulkan

bahwa kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun

perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif dalam lingkungan kerja

perusahaan

2.1.2. Indikator Kepuasan Kerja

Indikator kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Celluci, Anthony J dan

David L. De Vries dalam Mas’ud (Febri, 2015) yang meliputi antara lain :

1) Kepuasan terhadap gaji, yaitu senang atau tidak senang karyawan akan gaji

yang diterima.

2) Kepuasan dengan promosi, yaitu sikap senang atau tidak senang karyawan

akan promosi yang dilakukan perusahaan.

3) Kepuasan terhadap rekan kerja, yaitu sikap senang atau tidak senang

karyawan akandukungan dari rekan kerjanya.

4) Kepuasan terhadap supervisor, yaitu sikap senang atau tidak senang karyawan

akan perlakuan dari pimpinan.

9

Kepuasan keja yang tinggi merupakan tanda bahwa organisasi yang

dikelola dengan baik pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang

efektif. Kepuasan kerja adalah tingkat perasaan senang seseorang sebagai

penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya.

2.2 Kepemimpinan

Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam sebuah perusahaan dalam upaya

pencapaian tujuan sebuah perusahaan. Kepemimpinan merupakan faktor yang

sangat penting dalam mempengaruhi prestasi perusahaan karena kepemimpinan

merupakan aktivitas utama dengan harapan tujuan organisasi dapat dicapai.

Pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk mengendalikan kekuasaan

dan memberi kekuasaan pada orang lain untuk pencapaian tujuan. Davis (Kistoyo,

2008 : 28) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mendorong,

membantu orang lain untuk bekerja sama dengan antusias mencapai tujuan.

George R. Terry (Floriana Sari, 2013 : 15) mengatakan bahwa kepemimpinan

sebagai aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan untuk

mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

suatu organisasi karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu

organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Menurut

Sudarmanto (2009), kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan agar

bertindak benar, mencapai komitmen dan memotivasi karyawan untuk mencapai

10

tujuan bersama (Wijayanti, 2012). Sedangkan kepemimpinan menurut Anoraga

(2003) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi orang

lain, melalui komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian,

kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak-kehendak pemimpin itu

(Wijayanti, 2012)

Kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi

bawahan dengan karakteristik tertentu sehingga dapat mencapai tujuan yang

diinginkan. Kepemimpinan juga merupakan energi yang dapat mempengaruhi dan

memberi arahan yang terdapat dalam diri seorang pemimpin sehingga dapat

mencapai tujuan organisasi.

2.2.1 Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan tulang punggung organisasi, karena tanpa

pemimpin yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Jika seorang

pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut

perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Menurut Kartono yang dikutip

Syahrial (2009), gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku

pemimpin dalam membimbingpara bawahannya untuk berbuat sesuatu.

Sedangkan menurut Luthans (Syahrial, 2009) suatu hal yang pasti, gaya

kepemimpinan dapat membuat perbedaan, baik positif maupun negatif. Gaya

kepemimpinan merupakan suatu sikap cara seorang pemimpin dalam memimpin

dan membimbing karyawan di dalam suatu organisasi atau

11

perusahaan.Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan

dan kegagalan sebuah organisasi. Robbins (2006) dalam Zulkifli (2015 : 14-16)

mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan, antara lain :

1. Gaya kepemimpinan kharismatik

Para karyawan terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroic atau yang luar

biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.

Terdapat lima karakteristi pokok pemimpin kharismatik :

a. Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang

mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.

b. Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh resiko

personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam

pengorbanan diri untuk meraih visi.

c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala

lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.

d. Kepekaan terhadap kebutuhan karyawan. Pemimpin kharismatik perseptif

(sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsive

terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.

e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku

yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.

2. Gaya kepemimpinan transaksional

Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau

memotivasi para karyawan mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan

memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional

lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk

menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik

pemimpin transaksional :

a. Imbalan kontingen : kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang

dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian.

b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif) : melihat dan mencari

penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.

c. Manajemen berdasa pengecualian (pasif) : mengintervensi hanya jika

standar tidak dipenuhi.

d. Laissez-Faire : melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan

keputusan.

3. Gaya kepemimpinan transformasional

Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan

kebutuhan pengembangan dari masing-masing karyawan. Pemimpin

transformasional mengubah kesadaran para karyawan akan persoalan-

persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-

cara baru dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan

12

mengilhami para karyawan untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai

sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional :

a. Kharisma : memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan,

meraih penghormatan dan kepercayaan.

b. Inspirasi : mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol

untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara

sederhana.

c. Stimulasi intelektual : mendorong intelegensia, rasionalitas, dan

pemecahan masalah secara hati-hati.

d. Pertimbangan individual : memberikan perhatian pribadi, melayani

karyawan secara pribadi, melatih, dan menasehati.

4. Gaya kepemimpinan visioner

Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel,

dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah

tumbuh dan membaik disbanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan

diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa

mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan

membangkitkan ketrampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.

2.2.2 Fungsi Kepemimpinan dan Sifat Pemimpin

Menurut Kartini Kartono (Floriana Sari, 2013 : 17) fungsi dari

kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi

atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan perusahaan,

menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervise atau

pengawasan yang efisien, dan membawa para karyawannya kepada sasaran yang

dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Floriana Sari juga

mengutip pendapat dari Suwanto dan Doni Juni Priansa (2011 : 149) yang

menyatakan bahwa seorang pemimpin yang efektif adalah orang yang mampu

menampilkan dua fungsi penting, yaitu fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan.

Fungsi tugas berhubungan dengan segala sesuatu yang harus dilaksanakan

untuk memilih dan mencapai tujuan-tujuan secara rasional,tugas-tugas tersebut

13

antara lain menciptakan kegiatan, mencari informasi, memberi informasi,

memberikan pendapat, menjelaskan, mengkoordinasikan, meringkaskan, menguji

kelayakan, mengevaluasi, dan mendiagnosis. Fungsi pemeliharaan berhubungan

dengan kepuasan emosi yang diperlukan untuk mengembangkan dan memelihara

kelompok, masyarakat atau untuk keberadaan perusahaan.

Terdapat sepuluh sifat pemimpin yang unggul yang diutarakan G. R. Terry

(Floriana Sari 2013 : 18), yaitu :

1. Kekuatan

2. Stabilisaai emosi

3. Pengetahuan tentang relasi insane

4. Kejujuran

5. Objektif

6. Dorongan pribadi

7. Ketrampilan berkomunikasi

8. Kemampuan mengejar

9. Ketrampilan sosial

10. Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.

2.2.3. Indikator Kepemimpinan

Menurut Wahjosumidjo (Wijayanti, 2012), secara garis besar indikator

kepemimpinan adalah sebagai berikut:

a. Bersifat adil

Dalam kegiatan suatu organisasi, rasa kebersamaan diantara para anggota

adalah mutlak, sebab rasa kebersamaan pada hakikatnya merupakan

pencerminan dari pada kesepakatan antara para bawahan maupun antara

pemimpin dengan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi

b. Memberi sugesti

Sugesti biasanya disebut sebagai saran atau anjuran. Dalam rangka

kepemimpinan, sugesti merupakan pengaruh dan sebagainya, yang mampu

menggerakkan hati orang lain dan sugesti mempunyai peranan yang sangat

penting di dalam memelihara dan membina harga diri serta rasa pengabdian,

partisipasi, dan rasa kebersamaan diantara parabawahan.

c. Mendukung tujuan

Tercapainya tujuan organisasi tidak secara otomatis terbentuk, melainkan

harus didukung oleh adanya kepemimpinan. Oleh karena itu, agar setiap

organisasi dapat efektif dalam arti mampu mencapai tujuan yang telah

14

ditetapkan, maka setiap tujuan yang ingin dicapai perlu disesuaikan dengan

keadaan organisasi serta memungkinkan para bawahan untuk bekerja sama.

d. Katalisator

Seorang pemimpin dikatakan berperan sebagai katalisator, apabila pemimpin

itu selalu dapat meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada,

berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja

cepat semaksimal mungkin.

e. Menciptakan rasa aman

Setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa aman bagi para

bawahannya. Dan ini hanya dapat dilaksanakan apabila setiap pemimpin

mampu memelihara hal-hal yang positif, sikap optimisme di dalam

menghadapi segala permasalahan, sehingga dalam melaksanakan tugas-

tugasnya, bawahan merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah,

kekhawatiran, merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.

f. Sebagai wakil organisasi

Setiap bawahan yang bekerja pada unit organisasi apapun, selalu memandang

atasan atau pimpinannya mempunyai peranan dalam segala bidang kegiatan,

lebih-lebih yang menganut prinsip-prinsip keteladanan atau panutan-panutan.

Seorang pemimpin adalah segala-segalanya, oleh karena itu segala perilaku,

perbuatan, dan kata-katanya akan selalu memberikan kesan-kesan tertentu

terhadap organisasinya.

g. Sumber inspirasi

Seorang pemimpin pada hakikatnya adalah sumber semangat bagi para

bawahannya.Oleh karena itu, setiap pemimpin harus selalu dapat

membangkitkan semangat para bawahan sehingga bawahan menerima dan

memahami tujuan organisasi dengan antusias dan bekerja secara efektif ke

arah tercapainya tujuan organisasi.

h. Bersikap menghargai

Setiap orang pada dasarnya menghendaki adanya pengakuan dan

penghargaan diri pada orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam

organisasi memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasan.Oleh

karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi pemimpin untuk mau memberikan

penghargaan atau pengakuan dalam bentuk apapun kepada bawahannya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan, mengarahkan,

mendorong, dan mengajak orang lain untuk bekerja samadan mau bekerja secara

produktif guna pencapaian tujuan tertentu.

15

2.3 Budaya Organisasi

Budaya merupakan pola yang terintegrasi dari perilaku manusia, yang

terdiri dari pikiran, bahasa, perbuatan, dan hasil-hasil budaya lainnya. Budaya

membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan

bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Robbins (2006) yang dikutip oleh

Hafizh (2014 : 15) mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu

persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu atau sistem

makna bersama yang dihargai oleh organisasi.

Menurut Schein (Hendriawan, 2014 ), budaya organisasi adalah pola dasar

yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,

membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan

mempersatukan anggota-angota organisasi. Sedangkan menurut Peter F. Drucker

dalam Hendriawan (2014) budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-

masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten

oleh suatu kelompok yang kemudian diwariskan kepada angota-angota baru

sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap

masalah-masalah yang terkait.

Luthans (Hafizh, 2014 : 18) menyatakan bahwa budaya organisasi

mempunyai sejumlah karakteristik penting, beberapa diantaranya yaitu :

a. Aturan perilaku yang diamati

Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan

bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara

berperilaku.

b. Norma

Ada standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak

pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan menjadi “jangan

melakukan terlalu banyak, jangan terlalu sedikit”.

c. Nilai dominan

Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama.

Contoh : kualitas produk tinggi, sedikit absen, dan efisiensi tinggi.

d. Aturan

Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.Pendatang

baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima sebagai

anggota kelompok yang berkembang.

16

e. Iklim organisasi

Ini merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan

yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota organisasi

berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.

Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem

pemahaman dalam bertindak yang dimengerti dan menjadi pegangan seluruh

karyawan yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.

2.3.1 Sumber-sumber Budaya Organisasi

Menurut Robbins (Gogy, 2013 : 26-27), isi dari suatu organisasi terutama

berasal dari tiga sumber yaitu :

1. Pendiri organisasi

Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai yang kuat, dan visi

yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya.Pendiri mempunyai

peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka diterima oleh

karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada

dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan

organisasi

2. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal

Pengalaman organisasi terhadap tindakan tentunya dan kebijakannya

mengarah pada pengembangan berbagai sikap dan nilai.

3. Karyawan, hubungan kerja

Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke dalam

organisasi.Hubungan kerha mencerminkan aktivitas utama organisasi yang

membentuk sikap dan nilai.

Budaya organisasi sering juga dibentuk karena pengaruh dari orang yang

telah mendirikan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan, karena

pengalaman dan lingkungan eksternal tempat organisasi atau perusahaan tersebut

berdiri, dan karena karyawan juga hubungan kerja organisasi tersebut.

17

2.3.2 Manfaat Budaya Organisasi

Manfaat budaya organisasi menurut Wibowo (Gogy, 2013 : 27-28) adalah

sebagai berikut :

1. Membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi,

dan tujuan organisasi

2. Meningkatkan kekompakan tim antar berbagai departemen, divisi, atau unit

dalam organisasi sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang

dalam organisasi bersama-sama.

3. Membentuk perilaku staf dengan mendorong pencampuran corevalues dan

perilaku yang diinginkan sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan

lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik

dan memfasilitasi koordinasi dan kontrol.

4. Meningkatkan motivasi staff dengan memberi mereka perasaan memiliki,

loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai, dan mendorong mereka berfikir positif

tentang mereka dan organisasi

5. Dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga

mampu meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Jadi budaya organisasi bermanfaat bagi kemajuan perusahaan,

meningkatkan kinerja karyawan, dan dapat memperbaiki sumber daya manusia di

dalam suatu perusahaan.

2.3.3. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Kreitner dan Kinicki (Hendriawan, 2014)yaitu :

1. Member anggota identitas organisasional, menjadikan perusahaan diakui

sebagai perusahaan yang inovatif dengan mengembangkan produk. Identitas

organisasi menunjukkan cirri khas yang membedakan dengan organisasi lain

yang mempunyai sifat khas yang berbeda

2. Memfasilitasi komitmen kolektif, perusahaan mampu membuat pekerjaan

bangga menjadi bagian daripadanya. Anggota organisasi mempunyai

komitmen bersama norma-norma dalam organisasi yang harus di ikuti dan

tujuan bersama yang harus di capai

3. Meningkatkan stabilitas system social sehingga mencerminkan bahwa

lingkungan kerja dirasakan positif dan di perkuat,konflik dan perubahan dapat

di kelolah secara efektif. Dengan kesepakatan bersama tentang budaya

18

organisasi yang harus di jalani mampu membuat lingkungan dan interaksi

social berjalan dengan stabil dan tampa gejolak

4. Membentuk perilaku dengan membantu anggota menyadari atas

lingkungannya. Budaya organisasi dapat menjadi alat untuk membuat orang

berfikiran sehat dan masuk akal.

Sedangkan menurut Robbins (Hendriawan, 2014) terciptanya dan

kelangsungan suatu budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendirinya,

kemudian nilai-nilai tersebut dipengaruhi secara kuat oleh kriteria tertentu untuk

diseleksi. Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi budaya organisasi merupakan

batas terhadap lingkungan dan membentuk perilaku seseorang.

a. Tinjauan Penelitian Terdahulu Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli Daud (2015) dengan judul “Pengaruh

Gaya Kepemimpinan, Perubahan Lingkungan Organisasi, dan Motivasi Kerja

Terhadap Kinerja Pegawai BKDD Kabupaten Bone”. Dalam penelitian

tersebut kesimpulannya adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara

gayakepemimpinan, perubahan lingkungan organisasi, dan motivasi

kerjaterhadap kinerja pegawai BKDD Kabupaten Bone.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gogy Bara Kharisma (2013) dengan judul

“Pengaruh Budaya Organisasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja

Karyawan Koperasi Serba Usaha Setya Usaha di Kabupaten Jepara”. Dalam

penelitian tersebut kesimpulannya adalah terdapat pengaruh positif dan

signifikan antara budaya organisasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja

karyawan koperasi serba usaha setya usaha di kabupaten Jepara secara parsial

maupun simultan.

19

3. Penelitian yang dilakukan oleh B. Maptuhah Rahmi (2013) dengan judul

“Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Organizational

Citizenship Behavior dan Komitmen Organisasional denagn Mediasi

Kepuasan Kerja (Studi pada Guru Tetap SMA Negeri di Kabupaten Lombok

Timur)”. Dalam penelitian tersebut kesimpulannya adalah terdapat pengaruh

positif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap Organizational

Citizenship Behavior, terdapat pengaruh yang positif tidak signifikan

kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional.