Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Page 14
Bab II
Interaksi Sosial dan Dialog Agama
“Hidup bukan seperti drama
Tapi, hidup itu sendiri adalah drama
(Macionis J Jhon)
2006
2.1 Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam
kaitannya dengan perilaku induvidu dan kelompok. Interkasi merupakan satu
aktivitas yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan seseorang dikarenakan manusia
adalah makhluk sosial yang hidupnya bergantung dan membutuhkan individu lain.
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia dituntut untuk berinteraksi dengan sesama
secara baik agar tercipta masyarakat yang tentram dan damai. Secara etimologis,
interaksi terdiri dari dua kata, yakni action (aksi) dan inter (antara). Jadi, interaksi
adalah tindakan yang dilakukan di antara dua atau lebih orang, dengan hubungan
timbal balik.1 Interaksi sosial adalah sebuah proses ketika orang-orang yang
berkomunikasi, saling pengaruh-mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan.2
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih di mana
perilaku individu yang satu mempengaruhi dan mengubah individu yang lain atau
1 Bernard Raho, Sosiologi - Sebuah Pengantar,h.33
2 Robert M Z Lawang, Teori Sosiologi Klasik dan Modern ( Jakarta: PT. Gramedia,
1986),49.
Page 15
sebaliknya.3 sehingga terjadinya proses sosial.
4 Interaksi sosial ini dijadikan sebagai
syarat utama terjadinya aktifitas sosial dan hadirnya kenyataan social.5 Interaksi
sosial merupakan proses yang penting dalam hidup sosial seseorang, tanpa adanya
interaksi sosial antara pribadi maupun kelompok tidak akan mungkin ada kehidupan
bersama.6 Hal menarik dalam kehidupan manusia yang di ungkapkan oleh Aristoteles
bahwa manusia adalah mahluk sosial yang hanya menyukai hidup bersama dengan
orang lain dari pada hidup sendiri.7
Menurut Charles P.Loomis, suatu hubungan dapat dikatakan interaksi sosial jika
memiliki ciri-ciri hubungan berikut:8 Jumlah pelakunya dua atau lebih, Komunikasi
antar pelaku dengan menggunakan simbol atau lambang, Dimensi waktu meliputi
masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang dan tujuan yang hendak dicapai.
2.2 Syarat-Syarat Terjadi Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat terjadi karena adanya dua hal yaitu: kontak sosial dan
komunikasi sosial. Kedua hal ini merupakan syarat penting terjadinya interaksi sosial.
Yang pertama yakni; Komunikasi sosial yaitu: Proses pengiriman berita dari
seseorang kepada orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita lihat komunikasi ini
dalam bentuk percakapan antara dua orang, pidato dari ketua kepada anggota rapat,
3 W.A Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung:Eresco, 1983) 61
4 Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, hal 71-72
5 Dwi Narwoko,Sosiologi Teks Pengantar danTerapan ( Kencana Prenada Media
Group, Jakarta:2004) hal. 20 6Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:PT RajaGrafindo, 1982). hal. 55
7 M.Cholil Masyur, Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota” (Usaha Nasional,
Surabaya:1984),31 8 Bambang Samsul Arifin, 2015, Psikologi Sosial, (Bandung: Pustaka Setia) 53-54
Page 16
berita yang dibacakan oleh penyiar televisi atau radio dan sebagainya.9 Komunikasi
merupakan suatu kegiatan manusia yang sedemikian otomatis. Dengan
berkomunikasi orang dapat, menyampaikan pengalamannya pada orang lain,
sehingga pengalaman itu menjadi milik orang lain pula tanpa harus mengalaminya
sendiri. Melalui komunikasi orang dapat merencanakan masa depannya, membentuk
kelompok dan lainnya. Dengan komunikasi pula orang dapat menyampaikan
informasi, opini, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap, perbuatan dan
sebagainya kepada sesamanya secara timbal balik.10
Kontak sosial: secara etimologi Kata kontak berasal dari bahasa Latin con
atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi
artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Pada interaksi sosial
mengandung makna tentang kontak sosial secara timbal balik atau inter-stimulansi
dan respon antara indivdiu-individu dan kelompok-kelompok. Kontak pada dasarnya
merupakan aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna bagi pelakunya,
yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain.11
Kontak sosial dapat
bersifat primer ataupun sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan
hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sedangkan kontak yang sekunder
memerlukan sutau perantara. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk,
9 Sarlito Wirawan Sarwono. Pengantar Ilmu Psikologi,(Jakarta: PT. Bulan Bintang,
2000) 86. 10
H.A.W. Wijaya, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1997). 5-6 11
Soleman B Taneko, Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar Sosiologi
Pembangunan, (Jakarta:Rajawali, 1982) 110
Page 17
yaitu:12
Antara orang perorangan, Antara orang perorangan dengan suatu kelompok
manusia atau sebaliknya, Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia
lainnya.
2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial:
Interaksi sosial selain memiliki unsur dasar yakni, kontak sosial dan
komunikasi, juga memiliki beberapa bentuk. Bentuk interaksi sosial bersifat asosiatif
dan disasosiatif. Proses yang bersifat asosiatif yaitu suatu aktifitas yang membangun
dan menyatukan seperti: kerjasama, akomodasi, dan asimilasi sedangkan disosiatif
yaitu suatu proses sosial yang mengindikasikan pada gerak kearah perpecahan.
Bentuk-bentuk disosiatif meliputi persaingan dan pertentangan.13
2.3.1 Proses asosiatif ini terbagi menjadi tiga bentuk khusus lagi, yakni:
1. Kerjasama
Kerjasama yaitu: suatu proses interkasi atau kerjasama antara orang-
perorangan atau kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Kerja sama timbul
karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya yaitu in- group dan
kelompok lainnya yang merupakan out group.Kerja sama akan mungkin bertambah
kuat apabila adanya bahaya-bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakan-
tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau
12
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengatar, ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada ) 65 13
Syahrial Syarbaini Rusdiyanta, Dasar – Dasar Sosiologi, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 28
Page 18
institusional yang mengancam terhadap suatu kelompok. Betapa pentingnya kerja
sama digambarkan oleh Charles H. Cooley dalam Soerjono Soekanto dikatakan
bahwa: Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan
yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja
sama yang berguna. 14
2. Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa
menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan-lawan tersebut kehilangan
kepribadiannya. Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto dikatakan
bahwa:Akomodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan oleh para sosiolog
untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama
artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli
biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana mahluk-mahluk hidup
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya.15
3. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses yang muncul dalam kelompok manusia
yang berbeda kebudayaan.16
Dalam proses asimilasi ditandai dengan adanya usaha
14
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2005),73. 15
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar………, 75 16
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. 74
Page 19
mengurangi perbedaan yang terdapat di antara beberapa orang/kelompok dalam
masyarakat serta usaha menyamakan sikap mental dan tindakan demi tercapai tujuan
bersama. Asimilasi timbul bila ada kelompok masyarakatdengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama,
sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan Dalam proses asimilasi
kebudayaan dari masing-masing kelompok manusia berubah dan saling
menyesuaikan diri.17
2.3.2 Interaksi sosial yang bersifat Disasosiatif yaitu :18
1. Persaingan (Competition)
Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, yakni individu atau
kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-
bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik
perseorangan maupun kelompok manusia) dengan menarik perhatian publik atau
dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau
kekerasan. Bentuk-bentuk persaingan yaitu: Pertama, Persaingan ekonomi, Kedua,
Persaingan kebudayaan. Ketiga, Persaingan kedudukan dan peranan. Keempat,
Persaingan ras.
Persaingan dalam batas-batas tertentu mempunyai beberapa fungsi19
, yaitu:
17
Elly M Setiabudi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan
Gejala Sosial, Teori, Aplikasi dan pemecahan. 8 18
Soerjono Soekanto. 81-91 19
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Ilmu Psikologi, ( Jakarta : PT. Bilan Bintang,
2000 ),101.
Page 20
Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat
kompetitif.
Sebagai jalan yang menyebabkan keinginan, kepentingan serta nilai- nilai
yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh
masyarakat yang bersaing.
Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial.
Alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang
akhirnya akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif.
2. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial di mana individu atau
kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak
lawan dengan ancaman atau kekerasan
3.1 Erving Goffman: Dramaturgi
Erving Goffman adalah seorang sosiolog asal chicago ia lahir lahir di Alberta,
Canada pada 11 Juni 1922. Mendapat gelar S1 dari Univ. Toronto menerima gelar
doctor dari universitas Chicago, pemikiran-pemikiran Goffman banyak di pengaruhi
oleh George Hebert Mead yang memfokuskan pada Self. Tulisannya yang paling
terkenal adalah Presentation of Self in Every Day life, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan teori Dramaturgi. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan
pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan
karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya
Page 21
sendiri”.20
Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia
akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan kelengkapan pertunjukan21
Identitas manusia bisa saja berubah-ubah
tergantung dari interaksi dengan orang lain.22
Disinilah dramaturgis masuk,
bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan kelengkapan pertunjukan Kelengkapan ini antara lain
memperhitungkan setting,kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal
lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan
interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas
disebut dalam istilah “impression management”. Menurut Goffman, dua bidang
penampilan perlu dibedakan yaitu panggung depan (front region) panggung belakang
(front back). Panggung depan adalah “bagian penampilan individu yang di sajikan
dengan sebaik mungkin kepada orang lain atau penonton menyaksikan penampilan
tersebut. Pada umumnya seseorang akan menampilkan dirinya (Self) yang ideal
kepada para penonton atau bagian depan panggung (Front Stage) sehingga secara
tidak langsung ada hal-hal tertentu yang harus disebunyikan dan tidak di keluarkan
secara langsung dalam proses pertunjukan/performance/interaksi.23
20
Paul, B Horton, Cheter L Hunt, Sosiologi, (Jakarta:Ciralas,1984),89 21
Paul, B Horton, Cheter L Hunt, Sosiologi……..91 22
Paul, B Horton, Cheter L Hunt,Sosiologi……..90 23
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern. Hal 119
Page 22
3.2 Konsep diri (Self)
Self menjadi hal yang sangat penting dalam pembahasan mengenai teori-teori
interaksi simbolik. Masing-masing ahli interkasi simbolik memiliki pemahaman yang
berbeda mengenai Self. Dalam pandangan Goffman self bukan sebagai miliki aktor
atau pelaku, melainkan hasil interaksi antara aktor dan penonton. Artinya, seseorang
mengarahkan tingkah lakuknya sesuai dengan harapan penonton yang diperoleh aktor
ketika berinteraksi dengan penonton. Jadi seperti halnya pemikiran kaum
interaksionis pada umumnya. Inti pemikiran Goffman adalah “diri” (self), yang
dijelaskan bahwa sebenarnya diri kita dihadapkan pada tuntutan untuk tidak ragu-
ragu dalam melakukan apa yang diharapkan diri kita untuk memelihara citra diri yang
stabil, orang selalu melakukan pertunjukan (performance) dihadapan khalayak.24
3.3 Panggung Kehidupan
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada
“kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir
dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran
dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia
menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut
ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa
identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian
24
Deddy Mulyana, Metode penelitian kualitatif paradigm baru ilmu komunikasi dan
ilmu social lainnya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 106
Page 23
kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah
tergantung interaksi dengan orang lain.
Aktor membawakan naskah dalam bahasa/ simbol-simbol dan perilaku untuk
menghasilkan arti-arti dan tindakan-tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural
Pemirsa yang menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan mereka
tentang aturan aturan budaya atau simbol-simbol signifikan. Disinilah dramaturgis
masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi
sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha
untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui
pertunjukan dramanya sendiri.
Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia
akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain
memperhitungkan setting, kostum, menggunakan kata (dialog), dan tindakan non
verbal lain. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada
lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan
diatas disebut dalam istilah “impression management”25
25
Duncan Mitchall, Sosiologi Suatu Analisa Sistem Sosia, (Jakarta: Bina Aksara
Indah,1984) 89
Page 24
3.4 Penggunaan Panggung depan (Front Stage)
Dramaturgi mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai
tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan”
perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari
maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang
dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.26
Salah satu karya yang
cukup penting tentang self nampak dalam karya Goffman. Ketegangan itu terjadi
karena ada perbedaan antara apa yang orang lain harapakna supaya kita perbuat
dengan apa yang ingin kita lakukan secara spontan. Ada perbedaan antara
keinginan pribadi dan keharusan yang di harapkan oleh orang lain atau
masyarakat. Keadaan demikian, maka guna mempertahankan gambar diri yang
stabil, manusia cenderung melakonkan peran-peran sebagaimana halnya seorang
aktor atau aktris memainkan perannya diatas panggung pertunjukan. Dalam
pendekatan ini Goffman membandingkan kehidupan sosial segabai sebuah
pertunjukan atau drama.
Ada satu bagian yang dipisahkan oleh Goffman dari panggung depan yaitu
setting. Seting adalah bagian yang secara fisik (alat-alat) yang harus ada ketika si
aktor akan tampil, seting berfungsi untuk menunjang performance dari sang aktor27
26
J. John. Society the Basic, eight edision,102
27
Bermard Raho, SVD, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Pustaka Publisher;
2007),118.
Page 25
selain setting ada juga personal Front terdiri dari barang-barang yang membantu
memberikan kesan kepada penonton, sehingga penonton dapat dengan cepat
mengidentifikasikan peran yang dimainkan si aktor.28
3.5 Panggung belakang
Panggung belakang adalah penampilan individu yang tidak dapat dilihat
secara menyeluruh oleh orang lain. Bagian belakang merupakan bagian di mana
bermacam-macam tindakan atau tingkah-laku non-formal di tampilkan. Bagian ini
biasanya tertutup dan terpisah dengan bagian depan panggung. Para pembawa acara
atau aktor mengharapkan supaya para penonton tidak boleh ada pada bagian belakang
panggung.29
Dalam dunia sosial, panggung belakang (Back Stage) adalah tempat atau
situasi dimana seorang induvidu tidak perlu melakukan tindakan sesuia dengan
harapan-harapan penonton/orang dari statusnya. “pertemuan simbol-simbol dalam
ruang bersama menyebabkan negosiasi ruang dalam masyarakat multi aspek termasuk
agama”30
Perjumpaan secara langsung induvidu satu dengan yang lainnya
memberikan warna baru serta pemikiran-pemikiran baru dalam kehidupan seseorang
serta relasi yang di bangun.31
28
Bermard Raho, SVD, Teori Sosiologi Modern,118-119
30
Izak Lattu, Performative Interreligous Engagement: Memikirkan Sosiologi
Hubungan Lintas Agama, dalam Sosiologi Agama Pilihan Berteologi di Indonesia,
(Salatiga:Universitas Kristen Satya Wacana, 2016),272 31
Izak Lattu, Performative Interreligous Engagement: Memikirkan Sosiologi
Hubungan Lintas Agama, dalam Sosiologi Agama Pilihan Berteologi di Indonesia, 273
Page 26
3.6 Tim dalam Pandangan Goffman
Goffman tidak hanya membatasi pembahasannya pada induvidu tetapi ia juga
membahas bagaimana sebuah tim bersinergi untuk menampilkan sebuah pertunjukan.
Dalam sebuah tim terdiri dari berbagai induvidu yang telah sepakat untuk menjadi
satu kelompok. Tim ini akan melakukan pertunjukan-pertunjukan yang menunjukan
kekompakan tim agar mendapatkan kesan yang baik terhadap kelompok/timnnya. 32
Kelompok atau tim merupakan kelompok-kelompok yang mana induvidu menjadi
bagian didalamnya seperti keluarga, teman kuliah, oraganisasi keagamaan, partai
politik atau oraganisasi lainya. Setiap anggota tim mempunyai peran penting. anggota
haruslah memberi dukungan lewet kesetiaan kepada tim agar pertunjukan yang di
tampilkan dapat berjalan dengan baik.33
4.1 Dialog dan Toleransi Umat Beragama
Manusia merupakan makhluk sosial yang pada dasarnya tidak dapat hidup
terpisah dari manusia lainnya. Setiap manusia saling membutuhkan dan saling
mempengaruhi dalam rangkaian kehidupannya. Dalam proses berinterkasi tersebut
induvidu akan bertemu dengan induvidu lain yang berbeda darinya serta merespon
setiap perjumpaan dengan cara yang berbeda-beda. Dialog antara umat beragama
adalah cara agama untuk menjadi dirinya sendiri. Dialog bukan sebuah tindakan yang
ditambahkan pada agama. agama akan menjadi dirinya sendiri, sejauh dia
32
Erving Goffman, The Presentation of Self in Everyday Life. (New York: Anchor
Book,1959). 47. 33
Erving Goffman, The Presentation of Self in Everyday Life,50.
Page 27
menjalankan dialog dengan semua unsur di dalam semesta, termasuk di dalamnya
agama lainnya. 34
di dalam dialog antara agama harus ada kesediaan untuk menerima
agama yang lain, terdapat pula kesediaan dan keyakinan bahwa satu agama dapat
belajar dari yang lain. 35
Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama
yang dipilihnya masing-masing serta memberikan penghormatan atas pelaksaan
ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininnya.36
Toleransi merupakan sebuah sikap
menghormati keyakinan orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang
tersebut untuk menjalankan aturan agamanya. Sikap inilah yang sedang diusahakan
agar dapat diterpakan dalam kehidupan bangsa Indonesia demi mewujudkan hidup
rukun. Kerukunan berarti terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis
serta rukun dan damai diantara sesama umat beragama.37
Dialog tidak saja untuk
meminimalisir konflik dan kekerasan keagamaan yang disebabkan ekslusifitas yang
membuahkan sikap saling curiga, dendam sejarah seperti kesenjangan ekonomi,
pendidikan dan rivalitas politik antar pemeluk agama, tetapi juga berguna
meminimalisir perselisihan intern umat beragama. Lewat dialog yang jauh bisa jadi
dekat yang curiga bisa jadi mesra.38
34
Abudrrahman Wahid,dkk, Dialog: Kritik & Identitas Agama. Jakarta: Pustaka
Pelajar, 2004) 182 35
Abudrrahman Wahid,dkk, Dialog: Kritik & Identitas Agama. 185 36
J. Cassanova, Public Religions In The modern World (Chicago: Chicago
University Press, 2008),87. 37
Yustiani, Kerukunan Umat Beragama Kristen dan Islam . Soe, Nusa tenggara
Timur. Jurnal, analisa,Vol. XV. No 02, Edisi Mei-Agustus 2008. 72 38 Abdullah Hadzik dkk, Kapita Selekta Kerukunan Umat Beragama, .365.
Page 28
4.2 Dialog Informal dalam kehidupan sehari-hari
Realita kemajemukan agama di dunia ini bukan menjadi hal baru namun
menjadi perhatian bersama semua manusia. Dalam usaha menciptakan masyarakat
yang hidup rukun dan damai maka perlu adanya sikap toleransi. Sikap terbuka dan
menerima sehingga masyarakat perlu untuk bersama-sama mendialogkan hal tersebut
dan mencari titik temu untuk mencapai kehidupan bersama yang rukun. Dialog antar
agama menjadi sebuah kegiatan yang terus dilakukan. Ada empat model atau bentuk
dialog yaitu:39
1. Dialog kehidupan (bagi semua orang):
model ini diperuntukan bagi semua orang dan sekaligus merupakan level
dialog yang paling mendasar (bukan paling rendah). Dalam model ini
sering kali memang tidak langsung menyentuh prespektif agama atau
iman namun lebih digerakkan oleh sikap-sikap solidaritas dan
kebersamaan yang melekat.
2. Dialog karya (untuk bekerja sama):
model ini merupakan kerja sama yang lebih intens dan mendalam dengan
para pengikut agama-agama lain demi pembangunan dan peningkatan
martabat manusia. Bentuk dialog semacam ini sekarang sering
berlangsung dalam kerangka kerja sama, dimana para pengikut agama-
39 E. Armada Riyanto, Dialog intereligius, historisitas, tesis, pergumulan
wajah,(Yogyakarta: kanisius, 2010) 212-215.
Page 29
agamalain bersama-sama menghadapi masalah-masalah dunia, seperti
pelanggaran HAM, kesetaraan gender, dan perusakan lingkungan.
3. Dialog pandangan theologis (untuk para ahli)
dalam dialog ini orang diajak untuk menggumuli, memperdalam, dan
memperkaya warisan-warisan keagamaan masing-masing, serta sekaligus
diajak untuk menerapkan pandangan-pandangan theologis dalam
menyikapi persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia pada
umumya.
4. Dialog pengalaman keagamaan (dialog pengalaman iman):
model ini dimaksudkan untuk saling memperkaya dan memajukan
penghayatan nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani masingmasing
pribadi. Dalam dialog ini pribadi-pribadi yang berakar dalam tradisi
keagamaan masing-masing berbagai pengalaman doa, konsentrasi,
meditasi, bahkan pengalaman iman dalam arti yang lebih mendalam,
misalnya pengalaman mistis.
Menurut beberapa ahli dialog lintas agama dialog adalah sebuah kegiatan
yang mencakup kerjasama dalam proyek kemanusiaan (doa bersama, meditasi) dialog
tematis: berbincang tentang tema yang disepakati semua pihak.40
Dialog formal lebih
memfokuskan kepada pokok-pokok tertentu yang sudah disepakati bersama dalam
rangka membahasa isu-isu agama yang sedang terjadi di Indonesia. sedangakan
dialog informal sifatnya lebih santai, tidak terstruktur, dan dapat dilakukan dimana
40
Adolf Heuken Sj, Ensiklopedi Gereja A.G (Jakarta:Yayasan Cipta Loka Caraka,
1991),240-241
Page 30
saja. Dialog antar agama membantu manusia untuk mengenal secara baik situasi
konkret dan tugasnya terhadap dunia ini. Untuk itu agama-gama harus memberikan
tempat lebih besar kepada pengalaman keseharian manusia di dalam dialog mereka.41
selain Amerman, Habermas juga melihat pentingnya hubungan keseharian penting
bagi dialog dalam wilayah publik.
41
Schuman, Dialog Antar Umat Beragama, Dari Manakah Kita Bertolak?, (Jakarta:
Departemen Penelitian dan Pengembangan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia, 1982) 191