14
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembahasan pada bab kajian pustaka diuraikan mengenai teori yang mendukung dalam penelitian ini, hal-hal tersebut meliputi: (1) resepsi pembaca, (2) cybersastra, serta (3) karya sastra dan unsur pembangun. Berikut penjelasan yang berkaitan dengan kajian pustaka. 2.1. Resepsi Pembaca Hans Robert Jauss dan Wolfgang Iser merupakan dua tokoh yang menerapkan teori resepsi pembaca pertama kali. Konsep yang ditawarkan Jauss (dalam Rokmansyah, 2014: 113) adalah rezeptions und wirkungsasthetik atau “tanggapan dan efek”. Menurutnya pembacalah yang menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra. Selain itu, setiap pembaca telah memiliki horison harapan dalam dirinya. Horizon harapan adalah harapan-harapan pembaca karya sastra sebelum membacanya. Pembaca sudah mempunyai wujud harapan dalam karya sastra yang dibacanya. Horizon harapan seseorang ditentukan oleh tingkat pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan seseorang dalam menanggapi suatu karya sastra. Selain itu, konsep yang ditawarkan Iser adalah adanya ruang-ruang kosong dalam karya sastra yang mengharuskan pembaca untuk mengisinya. Hal ini berhubungan dengan sifat karya sastra yang mengandung kemungkinan banyak makna. Iser (dalam Pradopo, 2005: 208) mengatakan bahwa semakin banyak tempat-tempat terbuka atau tempat-tempat kosong itu, maka karya sastra makin bernilai. Akan tetapi keberadaaan ruang kosong

BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pembahasan pada bab kajian pustaka diuraikan mengenai teori yang mendukung

dalam penelitian ini, hal-hal tersebut meliputi: (1) resepsi pembaca, (2) cybersastra, serta

(3) karya sastra dan unsur pembangun. Berikut penjelasan yang berkaitan dengan kajian

pustaka.

2.1. Resepsi Pembaca

Hans Robert Jauss dan Wolfgang Iser merupakan dua tokoh yang menerapkan teori

resepsi pembaca pertama kali. Konsep yang ditawarkan Jauss (dalam Rokmansyah, 2014:

113) adalah rezeptions und wirkungsasthetik atau “tanggapan dan efek”. Menurutnya

pembacalah yang menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra. Selain itu,

setiap pembaca telah memiliki horison harapan dalam dirinya. Horizon harapan adalah

harapan-harapan pembaca karya sastra sebelum membacanya. Pembaca sudah mempunyai

wujud harapan dalam karya sastra yang dibacanya. Horizon harapan seseorang ditentukan

oleh tingkat pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan seseorang dalam

menanggapi suatu karya sastra.

Selain itu, konsep yang ditawarkan Iser adalah adanya ruang-ruang kosong dalam

karya sastra yang mengharuskan pembaca untuk mengisinya. Hal ini berhubungan dengan

sifat karya sastra yang mengandung kemungkinan banyak makna. Iser (dalam Pradopo,

2005: 208) mengatakan bahwa semakin banyak tempat-tempat terbuka atau tempat-tempat

kosong itu, maka karya sastra makin bernilai. Akan tetapi keberadaaan ruang kosong

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

12

tersebut ada batasnya, karena jika terlalu banyak akan menyebabkan pembaca tidak bisa

mengisinya.

Menurut Segers dalam Saraswati (2011: 159), teori Jauss dimaksudkan untuk

melayani studi sejarah sastra, sementara Iser memusatkan diri pada sifat dan status teks

sastra. Berdasarkan pernyataan Segers tersebut, pendapat yang sesuai dalam penelitian ini

adalah kerangka pemikiran dari Iser karena berhubungan dengan teks sastra bukan dengan

sejarah sastra.

Melalui pendapat Iser dapat disimpulkan bahwa sebagai salah satu bentuk karya

sastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang

mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya. Karya sastra sendiri terdiri dari unsur-

unsur pembangun, yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Adanya ruang kosong dalam unsur-unsur

pembangun ini memberi kesempatan pembaca untuk menilai, memaknai, ataupun bereaksi

terhadap hal-hal yang terdapat di dalam novel.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Junus (Sahanamina, 2014) bahwa respon pembaca

merupakan cara pembaca dalam memberi arti kepada karya sastra. Beberapa hal juga

menjadi alasan mengapa resepsi pembaca sangat penting, di antaranya adalah karena: (1)

karya sastra hidup lebih lama dari penulisnya, sehingga pembaca yang menikmati karyanya

tidak menanyakan siapa penulisnya; (2) produksi karya sastra yang luas penyebarannya

secara ruang dan waktu, membuat pembaca lebih mengenal karyanya daripada penulisnya;

(3) karya sastra hidup lebih lama dari penulisnya, karena karya sastra dihidupkan para

pembacanya.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

13

Berdasarkan hal-hal di atas dapat diketahui jika resepsi pembaca terhadap teks

sastra merupakan penelitian yang sangat penting dalam dunia sastra untuk mengetahui

seberapa besar karya tersebut diterima oleh masyarakat melalui tanggapan atau reaksi yang

diberikan. Pembaca satu dengan lainnya memiliki tanggapan yang berbeda. Tanggapan atau

reaksi pembaca terhadap novel Intelegensi Embun Pagi merupakan salah satu cara dari

pembaca untuk menjadikan novel tersebut menjadi lebih berarti dan bermanfaat.

Tanggapan pembaca menurut Junus (dalam Munaris 2012: 13) dapat bersifat pasif

(pembaca dapat memahami karya itu atau dapat melihat hakikat estetikanya) atau bersifat

aktif (bagaimana pembaca merealisasikan tanggapannya). Dalam penelitian ini memiliki

sifat aktif karena peniliti berfokus pada penerimaan pembaca terhadap novel. Setelah

aktivitas membaca novel Intelegensi Embun Pagi, pembaca mewujudkan penerimaannya

terhadap novel dalam bentuk tanggapan yang dituliskan dan diunggah di internet.

2.1.1 Aspek Resepsi Pembaca

Mukarovsky (dalam Endraswara, 2013: 119) menuturkan aspek penelitian resepsi

pembaca adalah untuk mengetahui reaksi pembaca terhadap karya sastra, baik reaksi positif

atau negatif. Reaksi positif terhadap teks sastra dapat berupa sikap dan tindakan unsuk

menghasilkan kembali, memunculkan hal yang baru, memperbanyak, menyimpulkan, dan

sebagainya. Sebaliknya, reaksi yang bersifat negatif mungkin pembaca akan merasa tidak

senang, marah, bahkan waspada terhadap teks sastra.

Reaksi pembaca baik secara postif maupun negatif terhadap novel Intelegensi

Embun Pagi itu akan sampai pada penilaian terhadap novel tersebut. Pembaca melakukan

penilaian secara objektif bersadarkan pengalamannya. Selain hal-hal yang berada pada

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

14

dirinya, pembaca juga akan menilai sesuai dengan unsur-unsur yang memang terdapat di

dalam sebuah karya sastra.

Menurut Endraswara (2008: 120) penelitian mengenai reaksi pembaca dapat di

golongkan menjadi dua kelompok, yaitu secara langsung dan melalui lahirnya sastra sejenis.

Pertama, secara langsung, peneliti dapat bertanya secara langsung ataupun melalui media

tentang reaksi pembaca terhadap teks. Kedua, peneliti dapat melihat reaksi pembaca lewat

terciptanya teks sastra yang sama. Kelompok kedua ini, kebanyakan menggunakan bidang

budaya, sejarah, dan perbandingan, dengan mencari bentuk-bentuk sastra sejenis dari satu

masa ke masa yang lain.

Dari dua kelompok penelitian resepsi pembaca tersebut, yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kelompok pertama. Peneliti melakukan dengan cara menyelidiki reaksi

pembaca terhadap karya sastra dalam hal ini novel Intelegensi Embun Pagi karya Dewi

Lestari yang dikemukakan pembaca melalui media internet. Reaksi tersebut dilakukan

secara langsung oleh pembaca dengan fokus terhadap novel, tanpa membandingkan dengan

lahirnya sastra sejenis di masa yang lain.

2.1.2 Kategori Pembaca

Kehadiran pembaca novel memiliki peranan yang sangat besar. Resepsi pembaca

satu dengan lainnya bervariasi, hal ini dikarenakan perbedaan status sosial, budaya,

pengalaman, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Perbedaan-perbedaan ini

menghasilkan beberapa kategori-kategori pembaca. Pertama, Super Reader yaitu pembaca

yang berpengalaman, yang diperkenalkan oleh Riffatere (dalam Endraswara, 2013: 125).

Pembaca ini disebut juga pembaca akademik dan atau kritik yang memahami teori-teori

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

15

sastra, serta hubungan semantaik dan prakmatig dalam karya sastra. Kedua, Informed

Reader, yang diajukan oleh Fish (dalam Endraswara, 2013: 125) merupakan pembaca yang

tahu dan yang kompeten. Pembaca ini biasanya memiliki kemampuan bahasa, semantik,

dan kode sastra yang cukup. Ketiga, Implied Reader yang diusulkan oleh Iser (dalam

Rokhmansyah, 2014: 117). Pembaca ini adalah pembaca yang telah dibentuk dan

distrukturkan oleh penulis di dalam karyanya. Kategori Implied Reader ini sejalan dengan

Real Reader, Actual Reader, yaitu manusia yang benar-benar melakukan tindakan

pembacaan.

Real Reader atau pembaca nyata merupakan pembaca yang memberikan

penerimaan secara nyata, karena pembaca nyata memberikan arti individual kepada

struktur-struktur yang dipresentasikan oleh pengarang dalam karyanya (Saraswati, 2011:

160). Pembaca nyata merupakan pembaca yang berperan penting bagi resepsi daripada

kategori pembaca yang lain. Oleh karena itu, penelitian ini menjadikan pembaca nyata

sebagai subjek penelitian, yaitu pembaca yang telah benar-benar membaca novel

Intelegensi Embun Pagi kemudian menuliskan tanggapannya terhadap novel tersebut. Cara

yang digunakan peneliti untuk mengetahui pembaca yang telah benar-benar membaca jika

dalam goodreads melalui kolom reading progress yang memang ada dalam website

tersebut, sedangkan untuk wordpress dan blogger diketahui melalui komunikasi antara

peneliti dan pembaca lewat surat elektronik ataupun contact person yang disediakan di

dalamnya.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

16

2.3.Cybersastra

Munculnya Cybersastra atau sastra cyber dimulai berdasarkan kemajuan IPTEK

yang semakin berkembang di berbagai lini kehidupan. Hadirnya internet merupakan salah

satu bentuk perkembangan IPTEK. Internet hadir sebagai jaringan yang menghubungkan

tempat yang satu dengan tempat yang lain. Hal ini memudahkan informasi tersebar luas

secara online dan memungkinkan siapa saja mendapat berita terbitnya karya sastra secara

tidak terbatas. Oleh karena itu keberadaan internet di antara masyarakat menjadi sangat

berarti.

Hidayat (2008) menuturkan perkembanga sastra cyber menjadi cara baru bagi

seniman sastra untuk menyebarkan karyanya ke masyarakat. Dalam sejarah kesastraan

Indonesia, diketahui bahwa kemampuan sastrawan ditentukan oleh tulisannya. Tidak ada

tahapan pendidikan manapun yang dapat mematenkan kesejatian sastrawan yang mapan.

Hal-hal itu hanya ditentukan oleh kehadiran karya sastranya di tengah masyarakat.

Sehingga secara langsung ataupun tidak langsung, masyarakat memiliki kriteria tersendiri

mengenai hadirnya seorang sastrawan.

Menurut Lubis (2010: 88) sastra cyber salah satunya adalah wadah yang diciptakan

untuk tempat penerbitan karya sastra dan diskusi sasta. Pembaca dapat memberikan komentar

terhadap karya yang telah mereka baca secara langsung. Modal dasar yang harus dimiliki

dengan adanya sastra cyber ini paling tidak pembaca mengetahui apa yang dicara dan dapat

mengoperasikan program komputer. Komentar atau tanggapan pembaca yang diunggah di

internet inilah yang menjadi data dalam penelitian ini.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

17

Goodread merupakan salah satu komunitas cybersastra yang mengkhusukan untuk

katalogisasi buku, mempunyai konten friend, group, dan discussion memungkinkan setiap

pengguna di dalamnya dapat memberikan ulasan novel, dalam hal ini novel Intelegensi

Embun Pagi, sekaligus saling berbagi dan berdiskusi dengan pengguna yang lain. Selain itu,

komentar terhadap novel tersebut juga banyak dimuat di wordpress dan blogger. Pemilihan

komunitas cybersastra itu sebagai sumber data selain karena pengguna di laman tersebut

telah mencapai ratusan ribu pengguna, juga karena peneliti dapat melihat waktu

pengunggahan komentar tersebut dan mengetahui identitas pembaca atau pemberi komentar.

Novel yang awalnya kosong menjadi lebih bermakna dengan adanya pembaca yang

memberi makna melalui tanggapannya. Walaupun pembaca dalam cybersastra memberi

tanggapan terhadap novel tanpa adanya angket khusus yang diberikan, akan tetapi pembaca

tetap tidak akan memaknai teks semaunya. Pembaca secara tidak langsung tetap terikat

kepada teks sastra sebagai sebuah sistem tanda yang mempunyai konvensi sendiri

berdasarkan kodrat atau hakikat karya sastra. Salah satu hal yang memang menjadi menjadi

hakikat sebuah karya sastra adalah adanya unsur pembangun karya sastra.

2.4. Karya Sastra dan Unsur Pembangun

Karya sastra merupakan hasil proses kreatifitas pengarang dalam melakukan

pengembaraan batin, proses perenungan yang mendalam atas sesuatu yang berada di luar

dirinya (Sugiarti, 2014: 134). Proses kreatif itu menjadikan hal-hal yang ada di sekitar

pengarang dituliskannya dalam karya sastra dengan tambahan imajinasinya. Oleh karena

cerita dalam karya sastra telah dipengaruhi sikap pengarangnya, seperti pendidikan,

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

18

keinginan, keyakinan, dan pengetahuan. Kehidupan di dalam sebuah karya sastra telah

mengalami perubahan sesuai dengan norma-norma yang berlaku ataupun sesuai dengan

kreativitas pengarang tersebut, karenanya terkadang di dalam sebuah karya sastra terhadap

bagian yang tidak sama dengan yang ada di kehidupan para pembaca.

Salah satu bentuk karya sastra adalah prosa fiksi. Menurut Aminuddin (1987: 66)

prosa fiksi adalah kisah yang dimiliki oleh tokoh dengan peran tertentu, latar serta urutan

cerita yang berasal dari hasil khayalan pengarang sehingga menjadi suatu cerita. Bentuk

prosa fiksi dapat berupa roman, novel, novelet, maupun cerpen.

Herlina (2013: 85) mengungkapkan novel adalah dokumen sosial, karena di

dalamnya terdapat berbagai konflik kehidupan manusia yang menyangkut moral, sosial,

psikologi, agama, kasih sayang, nafsu dan cinta yang dialami manusia. Hubungan antar

tokoh, tempat, peristiwa, yang pernah ada atau pernah terjadi pada masyarakat menjadikan

hal itu terkadang terasa sangat nyata bagi pembaca.

Perbedaan sebuah novel sebagai karya sastra dibandingkan karya-karya nonsastra

lainnya dilihat berdasarkan konvensi tertentu, yang membentuk sistem atau tradisi

kesusastraan. Karya sastra berdiri atas unsur-unsur pembangunnya. Unsur pembangun

karya sastra terbagi menjadi dua yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui respon pembaca terhadap stuktur instrinsik, yang tentunya juga terdapat

di dalam novel Intelegensi Embun Pagi.

Menurut Pradopo (2005: 22) ciri-ciri instrinsik karya sastra meliputi dua aspek,

yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra ekstetik. Ciri struktur estetik meliputi alur,

penokohan, teknik, sudut pandang, gaya bercerita, dan gaya bahasa. Ciri ekstra estetik

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

19

meliputi bagian karya sastra, seperti konflik, pemikiran, filsafat, ideologi, gambaran

kehidupan, bahkan juga termasuk topiknya sendiri. Hal-hal tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut.

2.3.1. Unsur Estetik

Tiap-tiap karya sastra dari tahun ke tahun dapat diketahui perbedaan-perbedaannya

melalui struktur-struktur pembentuknya. Struktur estetik merupakan struktur yang dapat

ditemukan di dalam sebuah cerita dengan mudah. Hal-hal tersebut, sudah tergambar dengan

jelas di dalam cerita. Struktur estetik terdiri dari hal-hal sebagai berikut.

a) Tokoh

Seperti halnya kisah nyata, cerita dalam novel juga memiliki tokoh sebagai pelaku

yang mengalami dan memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan

kehidupannya. Tokoh adalah individu ciptaan pengarang yang mempunyai perangai dan

tingkah laku tertentu sebagai orang yang mengalami peristiwa dalam cerita. Sedangkan,

penokohan adalah gambaran mengenai tokoh cerita, baik secara fisik maupun psikisnya

yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan

sebagainya.

Cara pengarang dalam mengungkapkan tokohnya dalam sebuah cerita dapat

berbagai macam. Menurut Rokhmansyah (2014: 36) penokohan dapat ditunjukkan dengan

cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung artinya penulis mengatakan atak tokoh

dalam ceritanya secara langsung. Sedangkan, tidak langsung artinya penulis menunjukkan

melalui ide-ide, cara berpikir, pandangan hidup, sikap, keadaan fisik, dan dialognya dalam

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

20

sebuah cerita. Nantinya, penggambaran watak ini membuat pembaca menyimpulkan sendiri

watak tokoh dalam cerita yang dibacanya.

Penggambaran watak di atas nantinya dapat menghasilkan jenis-jenis perwatakan

tokoh yang selama ini kita tahu. Seperti tokoh protagonis, yaitu pelaku yang memiliki

watak yang baik sehingga disenangi pembaca, dan pelaku antagonis, yakni pelaku yang

tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang

diidamkan oleh pembaca (Aminuddin, 1978: 80). Pelaku protagonis biasanya menjadi

tokoh yang mendukung jalannya cerita, sedangkan pelaku antagonis menjadi tokoh yang

menghambat jalannya cerita.

Masing-masing tokoh itu, di dalam sebuah cerita mendapat fungsi yang berbeda.

Terdapat tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam sebuah cerita, atau disebut tokoh

utama. Sedangkan tokoh yang tidak memiliki pengaruh yang besar karena pemunculannya

hanya menjadi pelengkap atau pendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh

pembantu.

Tokoh dan penokohan ini meninggalkan kesan tersendiri bagi para pembaca.

Penelitian ini melihat resepsi pembaca terhadap siapa saja tokoh yang terdapat dalam novel

Intelegensi Embun Pagi dan bagaimana tanggapan mereka terhadap karakteristik tokoh-

tokoh tersebut.

b) Alur

Jalinan cerita dalam novel dibentuk oleh urutan peristiwa yang dihadirkan oleh para

pelaku. Tahapan-tahapan itu membentuk sebuah alur atau plot cerita dengan urutan

peristiwa yang beraneka ragam untuk mencapai efek-efek tertentu. Hal ini sejalan dengan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

21

pendapat Sumardjo (dalam Rokhmansyah 2014: 37) melalui adanya urutan pembaca dibuat

untuk merasakan keadaan menegangkan, di dalamnya hadir penangguhan-penangguhan

cerita, yang akan membuat pembaca merasa ingin kembali membaca dan menikmati

kisahnya.

Tahapan alur menurut Nurgiantoro (1995: 142) terbagi menjadi tiga yaitu awal,

tengah, dan akhir. Tahapan awal merupakan tahap perkenalan. Tahap ini berisi sejumlah

informasi penting yang berkaitan dengan peristiwa yang akan terjadi pada tahapan

selanjutnya. Tahapan tengah dapat disebut tahap pertikaian. Pada tahap ini konflik atau

pertikaian yang ada sebelumnya sudah mulai semakin menanjak dan menegangkan.

Tahapan akhir merupakan akhir dari cerita. Tahapan ini dapat disebut juga tahap peleraian

atau berisi tahapan bagaimana akhir dari sebuah konflik atau klimak (puncak konflik).

Jalinan cerita selain dari tahapan alur yang ada, juga dapat dilihat melalui kaidah-

kaidah alur. Menurut Kenny (dalam Nurgiantoro, 1995: 130) kaidah-kaidah alur terdiri dari

plausibility (plausibilitas), suspense (rasa ingin tahu), surprise (kejutan), unity (kepaduan).

Plausibility (plausibilitas) mengarah pada suatu hal yang dapat dipercaya. Plausibility

(plausibilitas) mengarahkan bahwa alur sebuah cerita haruslah bersifat dapat dipercaya oleh

pembaca. Jika ada sebuah peristiwa yang terjadi tiba-tiba tanpa ada keterkaitan dengan

peristiwa yang lain atau tanpa ada latar penguat maka dianggap kurang kadar

plausibilitasnya atau mengandung dues ex machine. Suspense (rasa ingin tahu) mengarah

kepada rasa ingin tahu pembaca. Alur cerita haruslah dapat membangkitkan rasa ingin tahu

pembaca, seperti adanya harapan, atau perasaan kurang pasti dari sebuah cerita sehingga

pembaca merasa ingin mengetahui lanjutan cerita. Salah satu cara untuk

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

22

membambingkatkan rasa ingin tahu adalah melalui adanya foreshadowing. Surprise

(kejutan) menunjukkan bahwa alur harus memberikan sesuatu yang bersifat mengejutkan.

Kejutan ini terjadi ketika dalam cerita terdapat hal-hal yang menyimpang atau tidak sesuai

dengan harapan pembaca. Unity (kepaduan) mengarah kepada pengertian bahwa berbagai

unsur yang ditampilkan dalam cerita haruslah memiliki keterikatan satu dan lainnya.

Tahapan alur dan kaidah alur di atas, terdapat di semua alur dalam karya sastra,

baik itu cerpen ataupun novel. Keterpaduan cerita tidak hanya dalam satu cerita, jika cerita

atau novel tersebut berbentuk cerita berseri, maka seri pertama sampai terakhir juga akan

menjadi acuan bagi pembaca untuk memahami alur cerita yang terjadi. Sebagai sebuah seri

terakhir dari seri novel Supernova, pembaca dalam memahami alur Intelegensi Embun Pagi

juga haruslah didukung dengan pengetahuannya terhadap alur cerita pada seri yang lainnya.

2.3.2. Unsur Ekstra Estetik

Ciri ekstra estetik merupakan bagian cerita dalam karya sastra yang

menggambarkan tentang permasalahan yang diangkat dalam karya sastra, pandangan hidup

atau gambaran kehidupan di dalamnya. Resepsi terhadap ciri ekstra estetik tersebut erat

kaitannya dengan reaksi pembaca terhadap tema dan latar yang terdapat dalam karya sastra.

Hal ini dikarenakan tema menjadi dasar cerita, setiap permasalahan yang dimunculkan oleh

pengarang merupakan hasil dari pemikiran dasar cerita yang dimiliki. Selain itu, pandangan

pengarang tentang kehidupan tercermin dalam latar-latar cerita yang di dalamnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Pradopo (2005: 26) yang mengungkapkan ciri

ekstra estetik prosa di periode Angkatan 45 (1940-1955) meliputi masalah kemasyarakatan,

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

23

kemiskinan kemanusiaan, dan latar cerita yang berupa latar peperangan. Hal ini

menunjukkan ciri ekstra estetik karya sastra dapat dilihat dari tema dan latar terjadinya

peristiwa yang terdapat dalam cerita tersebut. Latar dan tema cerita dijelaskan sebagai

berikut.

a. Latar

Pendapat pengarang tentang kehidupan tercermin dalam cara pengarang dalam

memilih latar-latar cerita di dalam karyanya. Hal ini dikarenakan di dalam latar tidak hanya

menggambar waktu dan tempat terjadinya peristiwa. Latar dalam karya sastra juga

menggambarkan tentang latar sosial dan budaya yang terdapat dalam cerita.

Hal ini sejalan dengan pendapat Nurgiantoro (1995: 218) bahwa latar dalam karya

fiksi itu berhubungan langsung dengan sikap, pandangan, dan perlakukan tokoh, sedangkan

tokoh sendiri sering diindentifikasikan diri oleh seorang pembaca. Oleh karena itu,

berdasarkan latar terjadinya peristiwa dalam cerita, akan menunjukkan bagaimana

gambaran kehidupan yang dianut oleh tokoh-tokoh dalam cerita.

Nurgiantoro menambahkan, bahwa latar terbagi menjadi dua yaitu latar fisik dan

spiritual. Latar fisik berhubungan dengan waktu dan tempat terjadinya peristiwa. Saat

membaca karya sastra pembaca akan ditemukan dengan lokasi-lokasi terjadinya peristiwa,

baik kota, jalan, atau kamar. Selain itu, pembaca juga akan berurusan dengan hubungan

waktu, saat hujan gerimis, pukul delapan, saat bulan purnama, atau awal bulan, hal-hal ini

mengarahkan kepada waktu terjadinya peristiwa. Latar spiritual berwujud tata cara, adat

istiadat, kepercayaan, dan norma yang berlaku di tempat terjadinya peristiwa. Oleh karena

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39850/3/BAB 2.pdfsastra, novel Intelegensi Embun Pagi juga memiliki ruang-ruang kosong di dalamnya, yang mengharuskan setiap pembaca untuk mengisinya

24

itu, permasalahan atau cara penyelesaian masalah yang nantinya muncul tidak jarang

didasarkan pada latar terjadinya peristiwa dalam karya sastra tersebut.

b. Tema

Permasalahan dalam karya sastra erat kaitannya dengan tema. Keduanya saling

terhubung sehingga pembaca akan lebih mudah memahami. Tema, terkadang dapat menjadi

pokok utama dari permasalahan yang ada dalam cerita, atau permasalahan dalam cerita

dipilih agar mencerminkan tema yang diinginkan pengarang (Nurgiantoro, 1995: 99).

Tema menjadi kiblat bagi pengarang dalam menuliskan awal, tengah, ataupun akhir

cerita. Tema hadir dalam setiap bagian-bagian dalam cerita. Oleh karena itu, tema

terkadang tidak ditunjukkan secara langsung dalam kalimat, melainkan membaur dan

tergambar di dalam struktur-struktur cerita lainnya.

Tema mengangkat masalah kehidupan. Karya sastra adalah representasi kehidupan

nyata. Maka, layaknya kehidupan nyata, tema yang diangkat juga sekompleks dan

seberagam dalam kehidupan nyata. Misalnya masalah tentang cinta, rindu, takut, religius,

atau kemanusiaan. Semuanya merupakan masalah yang memang terkadang dialami oleh

siapapun dalam kehidupan, termasuk penulis dan pembaca.

Oleh karena itu, pembaca dalam memahami tema cerita terkadang beragam. Tiap-

tiap dari mereka dapat menemukan tema lebih dari satu, karena banyaknya interpretasi

masing-masing individu. Tema sendiri terbagi menjadi dua, yaitu tema utama atau besar

dan tema kecil. Tema utama merupakan tema pokok yang dinilai atau ditentukan

berdasarkan banyaknya tema-tema yang ada di dalam karya sastra, Tema kecil adalah tema

tambahan yang ada di bagian-bagian tertentu dalam karya sastra.