Upload
vanthuy
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Perancangan Buku Aktivitas Bergambar sebagai Media Kampanye
1. Definisi Perancangan
Perancangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata
dasar rancang, yang kemudian mendapat awalan per- dan akhiran –an, yang
berarti proses, cara, perbuatan merancang, merancang segala sesuatu sebagai
bagian dari kerangka kerja (www.kbbi.web.id).
Sedangkan pengertian perancangan menurut Al-Bahra Bin Ladjamudin
dalam buku Analisis dan Desain Sistem Informasi (2005: 39) “Perancangan
adalah tahapan perancangan (design) memiliki tujuan untuk mendesain sistem
baru yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi perusahaan
yang diperoleh dari pemilihan alternatif sistem yang terbaik”
(www.academia.edu).
2. Proses Perancangan
Menurut Mustafa, Pulat, (Industrial Ergonomics Case Studies, 1992)
proses perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan dikenal
dengan sebutan NIDA, yang merupakan kepanjangan dari Need, Idea, Decision,
dan Action. Artinya tahap pertama seorang perancang menetapkan dan
mengidentifikasi kebutuhan (need). Sehubungan dengan alat atau produk yang
harus dirancang. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea)
yang akan melahirkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi
dilakukan suatu penilaian dan penganalisaan terhadap berbagai alternatif yang
9
ada, sehingga perancang akan dapat memutuskan (decision) suatu alternatif yang
terbaik. Dan pada akhirnya dilakukan suatu proses pembuatan (action).
Perancangan suatu peralatan kerja dengan berdasarkan data antropometri
pemakainya bertujuan untuk mengurangi tingkat kelelahan kerja, meningkatkan
performansi kerja dan meminimasi potensi kecelakaan kerja
(www.belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.co.id)
3. Buku Aktivitas Bergambar
Buku aktivitas bergambar merupakan salah satu dari berbagai ragam
buku bergambar. Dalam buku berjudul The Literature Connection : Using
Children’s Book in The Classroom, buku bergambar adalah buku yang disajikan
dengan menggunakan teks dan ilustrasi atau gambar. Buku ini biasanya
ditujukan pada anak-anak. Untuk anak usia SD kelas rendah, gambar berperan
penting dalam proses belajar membaca dan menulis. Buku bergambar lebih
dapat memotivasi mereka untuk belajar. Dengan buku bergambar yang baik,
anak-anak akan terbantu dalam proses memahami dan memperkaya pengalaman
dari cerita (Rothlein, L., & Meinbach, A.M., 1991: 132)
Menurut J.W. Stewing (1980: 97) dalam bukunya Children and
Literature, buku bergambar adalah sebuah buku yang menjajarkan cerita dengan
gambar. Kedua elemen ini bekerja sama untuk menghasilkan cerita dengan
ilustrasi gambar. Biasanya buku-buku bergambar dimaksudkan untuk
mendorong ke arah apresiasi dan kecintaan terhadap buku. Selain ceritanya
secara verbal harus menarik, buku harus mengandung gambar sehingga
mempengaruhi minat siswa untuk membaca.
Gambar dalam cerita anak-anak harus sesuai dengan tema, latar,
10
perwatakan dan plot dalam cerita (Stewing, 1980). Begitu pula sebagai ilustrasi
dalam buku cerita bergambar (pictury story book) berfungsi untuk
mengilustrasikan pelaku, latar, dan kegiatan yang dipakai untuk membangun
rangkaian cerita (plot) dari suatu cerita. Buku bergambar yang bagus dapat
memberi anak kesenangan/hiburan dan pengalaman estetik.
Buku bergambar dapat digunakan untuk membantu anak mengenal
lingkungan dan situasi yang berbeda dengan lingkungan mereka. Dengan buku
bergambar anak-anak dapat menegenal karakteristik pelaku, latar, yakni waktu
dan tempat terjadinya cerita, serta situasi. Di samping itu menurut Stewing
(1980: 118) ada tiga manfaat buku bergambar, yaitu :
a. Membantu masukan bahasa kepada anak-anak
b. Memberikan masukan visual bagi anak-anak
c. Menstimulasi kemampuan visual dan verbal anak-anak
Dengan demikian melalui buku bergambar anak-anak dapat
memberikan komentar atau reaksi terhadap gambar, misalnya orang, benda dan
tempat (setting), warna yang ditampilkan, ilustrasi/gambar serta karakter dan
perubahan objek termasuk perkembangan cerita dari awal hingga akhir.
Orang tua perlu memperhatikan kebutuhan bacaan yang baik bagi anak-
anak dengan membimbing anak-anak untuk memilih bacaan yang sesuai dengan
tingkat kematangan berpikir dan kebutuhannya. Perlu diketahui bahwa buku
bacaan yang baik adalah buku bacaan yang :
a. Dapat memberikan nilai tambah positif pada pembacanya. Misalnya,
memberi kegembiraan, membantu memecahkan persoalan dan mampu
membuka pikiran untuk suatu hal.
11
b. Disampaikan dalam bahasa yang sederhana, enak dibaca dan penulisnya
seakan ingin berbagai dengan pembaca, bukan menggurui.
c. Gaya penulisannya tidak meledak-ledak.
d. Menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku, tidak banyak
menggunakan istilah asing yang sebenarnya ada padanannya dalam Bahasa
Indonesia (Christantiowati, 1994).
Menurut Widajatmi (1998), berbagai jenis buku dapat diberikan kepada
anak sesuai dengan tingkat usia, perkembangan dan kemampuan anak.
Berdasarkan tiga aspek ini, orang tua berperan penting dalam menentukan buku-
buku bacan untuk anaknya. Usia pengenalan terhadap buku berkisar dari 0-4
tahun. Buku bacaan yang baik memberikan nilai edukatif, menghormati hak
anak, menghormati agama, dan memiliki kualitas sastra atau seni. Di sisi lain
bahasa buku bacaan tidak boleh terlalu sederhana. Ciri-ciri tersebut terlihat pada
pemisahan perbuatan yang bernilai baik atau buruk dalam suatu cerita. Berikut
ini rangkuman pembagian buku bacaan untuk anak menurut usia :
a. Anak Sampai Usia 2 Tahun
Buku yang sesuai untuk anak sampai usia dua tahun adalah buku yang terbuat
dari bahan yang tidak mudah robek, aman (terbuat dari kertas tebal dan
dilapisi plastik), jumlah halamannya tidak banyak (8-10 halaman), bukan dari
bahan yang mengandung racun, permukaannya halus, dan sudutnya bulat
dengan gambar yang menonjol.
b. Anak Usia 2-3 Tahun
Buku-buku bergambar sesuai untuk anak usia dua sampai tiga tahun, terutama
yang mengenalkan konsep keteraturan, urutan, atau pengertian tertentu,
12
seperti gambar hewan, buah- buahan, warna, angka, huruf dengan ilustrasi
dan warna yang menarik. Sebaiknya dalam setiap halaman hanya berisi satu
konsep (tanpa kata). Buku cerita bergambar sudah bisa diberikan terutama
mengenai hal-hal yang akan mereka alami, seperti ke dokter gigi, ke sekolah,
mendapat adik dan lain-lain. Selain itu anak perlu juga mengetahui tentang
suatu proses, misalnya pembuatan pakaian, lemari dan lain-lain.
c. Anak usia 3-4 Tahun
Buku yang sesuai untuk anak usia tiga sampai empat tahun adalah buku-buku
cerita fantasi, cerita rakyat dan dongeng yang alur ceritanya sederhana dan
cepat (biasanya didahului dengan kalimat : Pada jaman dahulu kala). Pada
masa ini mereka sudah dapat berimajinasi, karena itu perlu diberikan buku
bergambar tanpa teks agar mereka dapat merangkai cerita sendiri sesuai
dengan gambar yang ada atau diminta menceritakan kembali isi buku dengan
bahasa mereka.
d. Anak Usia 5 Tahun
Anak usia lima tahun memerlukan buku cerita yang mempunyai tokoh sentral
atau yang alur ceritanya sedikit rumit. Mereka akan senang jika dapat
menebak akhir cerita.
e. Anak Usia 6-8 Tahun
Secara fisik buku untuk anak-anak usia pemula (anak yang baru belajar
membaca) adalah buku berilustrasi dengan huruf yang agak besar dan lebih
banyak gambar dari pada teksnya. Jika anak semakin besar buku yang sesuai
adalah buku yang semakin sedikit ilustrasinya, karena mereka juga perlu
berimajinasi sendiri dan supaya lebih tertarik kepada isi cerita dari pada
13
gambarnya. Jika sudah dapat membaca, biarkan ia membaca dengan keras
agar dapat meningkatkan kemampuan mengucapkan kalimat secara benar.
f. Anak Usia 9-11 Tahun
Anak sudah pandai membaca sendiri karena itu buku yang mempunyai awal
cerita menarik seperti petualangan atau humor sesuai, sehingga ia
berkeinginan mengetahui cerita sampai selesai.
4. Strategi Layout Buku Aktifitas Bergambar
a. Pengertian Layout
Untuk mendapatkan sebuah layout yang baik dalam membuat buku
cerita bergambar, diperlukan strategi yang tepat agar penyampaian pesan
pada buku cerita bergambar dapat terkomunikasikan pada target audience.
Dalam buku “Layout Dasar dan Penerapannya” diuraikan cara membuat
layout yang baik, yaitu:
1) Membuat konsep desain.
2) Menentukan media dan spesifikasinya.
3) Merencanakan pengorganisasian melalui thumbnails atau sketsa layout.
4) Mulai membuat desain menggunakan komputer (desktop publishing).
5) Menentukan teknik cetak yang sesuai (Surianto Rustan, 2009: 7-15).
b. Elemen Layout
Dalam buku aktivitas bergambar juga mengandung elemen-elemen
layout. Layout memiliki banyak sekali elemen yang mempunyai peran yang
berbeda- beda dalam membangun keseluruhan layout. Untuk membuat layout
yang optimal, desainer perlu menetahui peran masing-masing elemen
tersebut. Secara umum tujuan elemen dalam layout yang pertama adalah
14
menyampaikan informasi dengan lengkap dan tepat. Yang kedua
kenyamanan dalam membaca termasuk didalamnya kemudahan mencari
informasi yang dibutuhkan, navigasi dan estetika. Elemen layout dibagi
menjadi tiga:
1) Elemen Teks
a) Judul
Suatu artikel biasanya diawali oleh sebuah atau beberapa kata singkat
yang disebut judul. Judul diberi ukuran besar untuk menarik perhatian
pembaca dan membedakan dari elemen layout lainnya. Selain dari
ukuran, pemilihan sifat yang tercermin dari jenis huruf tersebut juga
harus menarik perhatian, karena untuk judul segi estetis lebih
diprioritaskan.
b) Deck
Deck adalah gambaran singkat tentang topik yang dibicarakan di
bodytext. Letaknya bervariasi, tetapi biasanya antara judul dan
bodytext. Fungsi deck berbeda dengan judul, yaitu sebagai pengantar
sebelum orang membaca bodytext. Karena itu perbedaan fungsi ini
harus ditangkap oleh pembaca dengan jelas.
c) Byline
Berisi nama penulis, kadang disertai dengan jabatan atau keterangan
singkat lainnya.
d) Bodytext
Keberhasilan suatu bodytext ditentukan oleh beberapa hal, antara lain:
dukungan judul dan deck yang menarik sehingga memancing pembaca
15
meneruskan keingintahuannya akan informasi yang lengkap dan gaya
penulisan yang menarik dari naskah itu sendiri.
e) Caption
Merupakan keterangan singkat yang menyertai elemen visual dan inset.
Caption biasanya dicetak dalam ukuran kecil dan dibedakan gaya atau
jenis hurufnya dengan bodytext dan elemen teks lainnya.
f) Callouts
Pada dasarnya sama seperti caption, kebanyakan callouts menyertai
elemen visual yang memiliki lebih dari satu keterangan. Callouts
biasanya memiliki garis-garis yang menghubungkannya dengan
bagian-bagian dari elemen visualnya. Balloon adalah salah satu bentuk
callouts.
g) Spasi
Untuk membedakan paragraf yang satu dengan yang lainnya,
antarparagraf diberi spasi.
h) Nomor halaman
Untuk materi publikasi yang memiliki lebih dari delapan halaman dan
memuat banyak topik yang berbeda, sebaiknya kita gunakan nomor
halaman untuk memudahkan pembaca mengingat lokasi artikel. Lebih
baik lagi bila disertai dengan daftar isi/index di halaman depan.
2) Elemen Visual
Yang termasuk dalam komponen elemen visual adalah semua
elemen bukan teks yang kelihatan dalam suatu layout. Berikut adalah
macam elemen visual dalam layout:
16
a) Foto
Kekuatan terbesar dari fotografi pada media periklanan khususnya
adalah kredibilitasnya atau kemampuannya untuk memberi kesan
sebagai ‘dapat dipercaya’.
b) Artworks
Untuk menyajikan informasi yang lebih akurat, kadang pada situasi
tertentu ilustrasi menjadi pilihan yang lebih dapat diandalkan
dibandingkan bila memakai teknik fotografi. Artworks adalah segala
jenis karya seni bukan fotografi baik itu berupa ilustrasi, kartun maupun
sketsa.
c) Informational Graphics
Fakta-fakta dan data-data statistik hasil dari survey dan penelitian yang
disajikan dalam bentuk grafik (chart), table, diagram, peta dan lain-
lain.
d) Garis
Garis merupakan elemen desain yang dapat menciptakan kesan estetis
pada suatu karya desain. Di dalam suatu layout, garis mempunyai sifat
yang fungsional antara lain membagi suatu area, penyeimbang berat
dan sebagai elemen pengikat system desain supaya terjaga kesatuannya.
e) Kotak
Bila letaknya di pinggir halaman disebut dengan sidebar. Elemen-
elemen visual juga sering diberi kotak supaya terlihat lebih rapi.
3) Invisible Element
Elemen-elemen yang tergolong sebagai invisible elements ini
17
merupakan fondasi atau kerangka yang berfungsi sebagai acuan
penempatan semua elemen layout lainnya. Selayaknya fondasi atau
kerangka sebuah bangunan, elemen inilah yang dirancang terlebih dahulu
oleh seorang desainer, baru kemudian menyusul elemen- elemen teks dan
visual. Dan sesuai dengan namanya, invisible elements ini nantinya tidak
akan terlihat pada hasil produksi (tidak ikut dicetak). Walaupun demikian
elemen-elemen ini mempunyai fungsi yang sangat penting, apalagi bila
layout akan menggunakan elemen teks yang banyak atau banyak
halamannya. Dalam kondisi seperti itu invisible elements akan bermanfaat
sebagai salah satu pembentuk unity dari keseluruhan layout. Berikut ini
macam-macam elemen visual dalam layout:
a) Margin
Margin menentukan jarak antara pinggir kertas dengan ruang yang akan
ditempati oleh elemen-elemen layout. Kalau kita jalan-jalan ke pantai,
sering kali kita lihat ada tonggak-tonggak yang dipancangkan di laut
sebagai batas aman untuk berenang, margin juga berfungsi seperi itu.
Margin mencegah agar elemen-elemen layout tidak terlalu jauh ke
pinggir halaman. Karena hal tersebut secara estetika kurang
menguntungkan atau yang lebih parah lagi: elemen layout terpotong
pada saat pencetakan. Namun ada juga yang sengaja meletakkan
elemen layout jauh ke pinggir halaman bila memang konsep desain
tersebut mengharuskan demikian dan sudah melalui pertimbangan
estetis sebelumnya.
18
b) Grid
Grid adalah alat bantu yang sangat bermanfaat dalam me-layout. Grid
mempermudah kita menentukan dimana harus meletakkan elemen
layout dan mempertahankan konsistensi dan kesatuan layout terlebih
untuk karya desain yang mempunyai beberapa halaman. Dalam
membuat grid, kita membagi halaman menjadi beberapa kolom dengan
garis-garis vertikal dan ada juga yang horisontal. Sedangkan untuk
merancangnya harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut: berapa
ukuran dan bentuk bidangnya, apa konsep dan style desainnya, berapa
ukuran huruf yang akan dipakai, berapa banyak isinya/informasi yang
ingin dicantumkan, dan lain-lain.
c. Prinsip Layout
Menyusun layout untuk buku cerita bergambar sama halnya dengan
menyusun layout secara umum, maka perlu diketahui tentang prinsip dasar
layout yang juga merupakan prinsip dasar desain grafis, antara lain:
1) Sequence (Urutan)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mario R. Garcia
dan Pegie Stark tahun 2007, di wilayah-wilayah pengguna bahasa dan
tulisan latin, orang membaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.
Karena itu pada materi-materi publikasi, urutan/alur pembacaan
kebanyakan didesain berdasarkan kecenderungan tersebut.
2) Emphasis (Penekanan)
Salah satu pembentuk emphasis adalah kontras. Kontras tersebut
bertujuan untuk membangun sequence. Ada bermacam-macam cara
19
mendapatkan kontras, bisa lewat ukuran, posisi, warna, bentuk maupun
konsep yang berlawanan. Selain kontras, emphasis bisa juga mengandung
pesan-pesan yang unik, emosional atau kontroversial, efeknya akan lebih
kuat dalam menarik orang untuk membacanya.
3) Balance (Keseimbangan)
Dalam desain grafis, kita mengenal ada dua macam balance, yaitu
balance simetris dan asimetris. Balance/keseimbangan dapat dicapai
dengan pencerminan. Keseimbangan yang simetris dapat dibuktikan tepat
secara matematis, sedangkan yang asimetris keseimbangannya lebih
bersifat optis atau: ‘kelihatannya seimbang’. Keseimbangan yang dicapai
lewat simetris sebagai contoh dapat dijumpai pada makhluk hidup dan
benda seperti kupu-kupu dan jam pasir. Sedangkan asimetris member
kesan adanya movement/gerakan sehingga lebih dinamis dan tidak
statis/kaku.
4) Unity (Kesatuan)
Unity tidak berarti hanya kesatuan dari elemen-elemen yang
secara fisik kelihatan, namun juga kesatuan antara yang fisik dan non-fisik
yaitu pesan/komunikasi yang dibawa dalam konsep desain tersebut
(Surianto Rustan, 2009: 27-84).
d. Membuat Cover Buku yang Menarik
Buku aktivitas bergambar yang memang ditujukan untuk anak-anak
haruslah menarik perhatian serta mudah untuk dibaca, sehingga diperlukan
desain cover buku yang juga menarik. Karena cover atau sampul buku adalah
wajah pertama yang akan dilihat oleh pembaca. Beberapa langkah untuk
20
membuat cover buku cerita bergambar yang menarik, yaitu:
1) Menyiapkan konsep gambar untuk sampul yang sesuai dengan tema yang
diangkat dalam cerita bergambar.
2) Menentukan font judul yang cocok atau sesuai untuk karakter buku cerita
bergambar yang akan dibuat. Sesuaikan juga dengan isi buku, bercerita
tentang apa, dan ukurannya sesuaikan agar bisa terbaca pertama kali yakni
tidak terlalu kecil tapi juga tidak terlalu besar.
3) Penggunaan sub judul memerlukan sub judul yang sekilas bisa
menginformasikan isi buku cerita bergambar.
4) Membuat sinopsis yang menarik, sinopsis adalah ringkasan isi buku yang
tertera pada cover belakang. Sinopsis juga menentukan apakah buku yang
dibuat akan laku di pasaran atau diminati pembaca, karena pembaca
setelah tertarik melihat cover, pasti akan membaca judul, sub judul, dan
terakhir akan membaca sinopsis dari isi buku, sehingga usahakan
ringkasan dibuat semenarik mungkin dan bisa membuat pembaca
penasaran (www.malkasmedia.wordpress.com)
e. Layout Buku Aktivitas Bergambar
Untuk layout bagian isi dari buku cerita bergambar perlu
memperhatikan prinsip-prinsip dasar layout seperti yang telah diuraikan
sebelumnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1) Buku cerita bergambar biasanya menyejajarkan antara ilustrasi dengan
teks, sehingga proporsinya dibuat dengan kesan seimbang. Dan antara
elemen satu dengan lainnya harus saling berkaitan agar tercipta menjadi
satu kesatuan.
21
2) Pemilihan tipografi yang tepat untuk teks dalam buku cerita bergambar,
disesuaikan dengan tema dan target pembacanya. Untuk cerita bergambar
gunakan huruf yang sederhana dan mudah dibaca seperti jenis huruf sans
serif. Bila target pembacanya anak Sekolah Dasar gunakan jenis huruf sans
serif dengan ukuran 14 pt sampai 24 pt.
3) Tingkat keterbacaan dari teks di dalam buku cerita bergambar perlu
diperhatikan, baik dari jenis huruf, ukuran, warna, lebar baris, jarak antar
baris, kontras, dan sebagainya agar pembaca yang masih anak-anak
nyaman dalam membaca buku tersebut (www.taranokanai.blogspot.com)
5. Kampanye
a. Pengertian Kampanye
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kampanye merupakan
tindakan serentak untuk melawan atau mengadakan aksi. Kampanye juga
dapat diartikan proses mengkomunikasikan gagasan, ide dan pesan sebagai
suatu usaha untuk menarik simpati orang terhadap suatu ide atau gagasan
yang bersifat kemasyarakatan dalam bentuk gerakan atau tindakan bersama
yang dilakukan dengan serentak, agar dapat mempengaruhi sasaran sehingga
melakukan tindakan sesuai dengan apa yang diterjemahkan komunikator
(penyampai pesan). Rogers dan Storey mendefinisikan kampanye sebagai
“Serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu” (www.dokumen.tips)
22
b. Tujuan Kampanye
Tujuan kampanye sebagai efek dari proses komunikasi dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1) Membujuk audience untuk meninggalkan kebiasaan yang berdampak
kurang baik.
2) Menumbuhkan kebiasaan baik terhadap suatu kebutuhan untuk audience.
3) Memperkenalkan dan memberikan pemahaman tentang informasi suatu
produk kepada audience.
4) Mendorong audience untuk melakukan kebiasaan atau kegiatan yang telah
diinfokan dengan baik dan benar.
c. Komunikasi Persuasif dalam Kampanye
Menurut Michael Pfau dan Roxanne Parrot, “Campaign are
incherently persuasive communication activities” yang artinya dengan
demikian aktivitas kampanye selalu melekat dengan kegiatan komunikasi
persuasi (Rosady Ruslan, 2005: 27)
Lebih lanjut Rosady Ruslan, S.H., M.M. memberikan kesimpulan
dari pengertian kampanye melalui komunikasi persuasi bahwa tindakan
persuasif pada prinsipnya dalam proses komunikasi adalah bertujuan untuk
mengubah atau ingin mempertehuhkan sikap, pandangan, kepercayaan, dan
perilaku masyarakat secara sukarela sesuai dengan apa yang telah
direncanakan oleh komunikatornya (Rosady Ruslan, 2005: 27)
Buku merupakan salah satu media kampanye yang memuat
komunikasi persuasif. Berikut merupakan alasan dasar buku sebagai media
kampanye yang efektif :
23
1) Buku tidak jauh berbeda dengan media cetak (pers cetak) lainnya.
Perbedaan keduanya terletak pada bentuk atau formatnya. Isi kedua
terbitan ini pada dasarnya tidak berbeda. Keduanya mengandung
informasi dan pendapat (Atmakusumah, 2010).
Pada umumnya media cetak hadir dalam tenggat waktu tertentu : harian,
mingguan, atau bulanan. Sehingga ‘umur’ sebuah iklan di media cetak
akan berbanding lurus dengan tenggat waktu tertentu. Berbeda dengan
buku yang bisa menembus waktu, kekuatan buku terletak pada sifatnya
yang dokumentatif dan monumental. Meski dicetak dalam jumlah lebih
sedikit, namun ‘umur’ sebuah buku relatif lebih lama, sehingga secara
otomatis efek pengaruhnya juga lebih lama.
2) Buku sering dipersepsi sebagai ‘produk intelektual’.
3) Di dalam buku dapat memberikan informasi dengan lebih leluasa kepada
publik, baik dalam bentuk tulisan maupun foto.
4) Buku merupakan media kampanye yang kompetitif dibanding dengan
berkampanye melalui media televisi maupun media cetak lainnya
(www.kompasiana.com).
B. Perkembangan Psikologi Anak Usia 6-12 Tahun
Masa anak-anak dimulai saat mereka melewati masa bayi, yaitu sekitar
usia 2 tahun hingga anak matang secara seksual. Menurut Elizabeth B. Hurlock
(2003), masa anak-anak masih dibagi lagi yaitu periode awal masa anak-anak (usia
2-6 tahun) dan periode akhir masa anak-anak (usia 6 tahun sampai anak matang
secara seksual). Pada sub bab ini akan sedikit diuraikan tentang perkembangan anak
24
pada usia 6-12 tahun (Elizabeth B. Hurlock, 2003: 108).
1. Perkembangan Pengamatan Anak Usia 6-12 Tahun
Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat
yang sangat penting. Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan ini dipaparkan
oleh Meumann, Stern dan Oswald Kroh.
a. Teori Meumann : membedakan tiga fase perkembangan fungsi pengamatan,
yaitu :
1) Fase sintese fantastis. Semua pengamatan atau penghayatan anak
memberikan kesan total. Hanya beberapa onderdil/bagian saja yang bias
ditangkap jelas oleh anak. Selanjutnya, anak akan melengkapi tanggapan
tersebut dengan fantasinya. Periode ini berlangsung pada usia 7-8 tahun.
2) Fase analisa, 8-9 tahun. Ciri-ciri dari macam-macam benda mulai
diperhatikan oleh anak. Bagian atau onderdilnya mulai ditangkap, namun
belum dikaitkan dalam kerangka keseluruhan/totalitasnya. Sekarang
fantasi anak mulai berkurang, dan diganti dengan pemikiran yang lebih
rasional.
3) Fase sintese logis, ± 12 tahun ke atas. Anak mulai memahami benda-benda
dan peristiwa. Tumbuh wawasan akal budinya atau insight.
Bagian/onderdil-onderdil sekarang mulai dikaitkan dengan hubungan
totalitasnya.
b. Teori Stern menampilkan 4 stadium dalam perkembangan fungsi pengamatan
anak, yaitu :
25
1) Stadium keadaan, 0-8 tahun. Di samping mendapatkan keadaan total yang
samar-samar, anak-anak kini mengamati benda-benda dan beberapa orang
secara teliti.
2) Stadium perbuatan, 8-9 tahun. Anak menaruh minat besar terhadap
pekerjaan dan perbuatan oramg dewasa, serta tingkah laku binatang.
3) Stadium hubungan, 9-10 tahun dan selanjutnya. Anak mengamati
relasi/hubungan dalam dimensi ruang dan waktu; juga hubungan kausal
dari benda-benda dan peristiwa.
4) Stadium perihal (sifat), anak mulai menganalisa hasil pengamatannya,
dengan mengkonststir ciri-ciri/sifat dari benda, orang dan peristiwa.
c. Teori Oswald Kroh dalam bukunya Die Psychologie des Grundschulkindes
(Psikologi Anak Sekolah Dasar) menyatakan adanya 4 periode dalam
perkembangan fungsi pengamatan anak, yaitu :
1) Periode sintese fantastis, 7-8 tahun. Artinya, segala hasil pengamatan
merupakan kesan totalita/global, sedang sifatnya masih samar-samar.
Selanjutnya, kesan-kesan tersebut dilengkapi dengan fantasi anak.
Asosiasi dengan ini anak-anak suka sekali dengan dongeng-dongeng, sage,
mythe, legenda, kisah-kisah dan ceritera khayalan.
2) Periode relisme naif, 8-10 tahun. Anak sudah bias membedakan
bagian/onderdil, tetapi belum mampu menghubungkan satu dengan lain
dalam hubungan totallitas. Unsur fantasi sudah diganti dengan
pengamatan konkrit.
3) Periode realism kritis, 10-12 tahun. Pengamatannya bersifat realistis dan
kritis. Anak sudah bias mengadakan sintese logis karena munculnya
26
pengertian, insight/wawasan dan akal yang sudah mencapai taraf
kematangan. Anak kini bisa menghubngkan bagian-bagian menjai satu
kesatuan atau menjadi satu struktur.
4) Fase subyektif, 12-14 tahun. Unsur emosi atau perasaan muncul kembali,
dan kuat sekali mempengaruhi penilaian anak terhadap semua
pengamatannya. Masa ini dibatasi oleh gejala pubertas kedua (Trotzalter
kedua) (Kartini Kartono, 1990: 135-137).
Ringkasnya, pengamatan anak selama periode sekolah rendah itu
berlangsung sebagai berikut :
a. Dimulai dari pengamatan kompleks-totalitas, menuju pada bagian-
bagian/onderdil.
b. Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap pemahaman; aktif,
mendekati dan mencoba mengerti.
c. Bertitik tolak dari aku, menuju pada obyek-obyek dunia sekitar dan
milieunya.
d. Dari dunia fantasi menuju dunia realitas (Kartini Kartono, 1990: 137)
2. Perkembangan Kreativitas Anak Usia 6-12 Tahun
Menurut Drevdahl (1956), dalam bukunya Journal of Clinical
Psychology, kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan
komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan
sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau
seintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. Ia mungkin
mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari
pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan
27
mungkin mencangkup pembentukan korelasi baru. Ia harus mempunyai maksud
atau tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil
yang sempurna dan lengkap. Ia mungkin dapat berbentuk produk seni,
kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau
metodologis (Elizabeth B. Hurlock, 1990: 4).
a. Fikiran dan Ingatan Anak Usia 6-12 Tahun
Dalam keadaan normal, fikiran anak usia 6-12 tahun berkembang
secara berangsur-angsur dan secara tenang. Anak betul-betul ada dalam
stadium belajar. Pengetahuannya bertambah secara pesat. Banyak
keterampilan mulai dikuasai, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu mulai
dikembangkannya.
Ingatan anak pada usia 8-12 tahun mencapai intensitas paling besar,
dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi (= dengan sengaja
memasukkan dan melekatkan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat.
Dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak (Kartini
Kartono: 1990: 138).
b. Keterampilan Anak Usia 6-12 Tahun
Beberapa keterampilan juga mulai muncul pada periode akhir masa
anak- anak, keterampilan tersebut antara lain :
1) Keterampilan menolong diri sendiri, di mana anak mulai bisa berpakaian,
makan, mandi, dan berdandan sendiri.
2) Keterampilan menolong orang lain, yang dimulai dari lingkungan rumah
seperti merapikan tempat tidur, menyapu, membantu orang tua, dan lain
sebagaianya.
28
3) Keterampilan sekolah, di sini anak mulai mengembangkan berbagai
keterampilan, misalnya menulis, menggambar, melukis, membentuk tanah
liat, menari, mewarnai, dan lain sebagainya.
4) Keterampilan bermain, anak-anak akan mulai aktif mengembangkan
ketertarikannya pada mainan yang sedikit lebih sulit. Misalnya bermain
bola, bermain sepeda, sepatu roda, dan berenang (Elizabeth B. Hurlock,
2003: 151).
c. Kondisi yang Meningkatkan Kreativitas
Berikut merupakan kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan
kreativitas menurut Elizabeth B. Hurlock (1990: 11):
1) Waktu
Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan tidur sedemikian
rupa sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi mereka untuk bermain-main
dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dan mencobanya dalam
bentuk baru dan orisinal.
2) Kesempatan Menyendiri
Hanya apabila tidak mendapat tekanan dari kelompok social, anak dapat
menjadi kreatif. Singer (1968), menerangkan bahwa anak membutuhkan
waktu dan kesempatan menyendiri untuk mengembangkan kehidupan.
3) Dorongan
Terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa,
mereka harus didorong untuk kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik yang
seringkali dilontarkan pada anak yang kreatif.
29
4) Sarana
Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk
merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan
unsur penting dari semua kreativitas.
5) Lingkungan yang Merangsang
Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan
memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan sarana yang
akan mendorong kreativitas. Ini harus dilakukan sedini mungkin sejak bayi
dan dilanjutkan hingga masa sekolah dengan menjadikan kreativitas suatu
pengalaman yang menyenangkan dan dihargai secara sosial.
6) Hubungan Orang Tua – Anak yang Tidak Posesif
Orang tua yang tidak terlalu melindungi atau terlalu posesif terhadap anak,
mendorong anak untuk mandiri dan percaya diri, dua kualitas yang sangat
mendukung kreativitas.
7) Cara Mendidik Anak
Mendidik anak secara demokratis dan permisif di rumah dan sekolah
meningkatkan kreativitas sedangkan cara mendidik otoriter
memadamkannya.
8) Kesempatan Memperoleh Pengetahuan
Kreativitas tidak muncul dalam kehampaan. Semakin banyak pengetahuan
yang dapat diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang
kreatif. Pulaski (1974), mengatakan bahwa anak-anak harus berisi agar
dapat berfantasi.
30
C. Limbah Plastik
1. Definisi Limbah
Berdasarkan keputusan Menperindag RI No. 231/MPP/Kep7/1997
Pasal I tentang Prosedur Impor Limbah, menyatakan bahwa limbah adalah
bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang
fungsinya sudah berubah dari aslinya, kecuali yang dapat dimakan manusia atau
hewan. Pengertian limbah menurut WHO yaitu suatu yang tidak berguna, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (www.ilmulingkungan.com).
Menurut Kamus Lingkungan (1994), limbah adalah bahan yang tidak
mempunyai nilai atau tidak berguna untuk digunakan secara biasa atau khusus
dalam produksi atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama manufaktur;
atau materi berkelebihan atau buangan (Basriyanta, 2007: 17-18).
2. Macam-macam Limbah
Berdasarkan asalnya, limbah padat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu
sebagai berikut :
a. Limbah Organik
Limbah organik adalah limbah yang dihasilkan dari bahan-bahan
hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable.
Limbah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Limbah
rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk limbah
organik, misalnya limbah dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain
kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting.
31
b. Limbah Anorganik
Limbah anorganik adalah limbah yang dihasilkan dari bahan-bahan
non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi
pengolahan bahan tambang. Limbah anorganik dibedakan menjadi: limbah
logam dan produk-produk olahannya, limbah plastik, limbah kertas, limbah
kaca dan keramik, limbah detergen. Sebagian besar limbah anorganik tidak
dapt diurai oleh alam/mikro-organisme secara keseluruhan
(unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan
dalam waktu yang lama. Limbah ini dalam tingkat rumah tangga misalnya
botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng (Basriyanta, 2007: 18-19).
3. Pemanfaatan Limbah Plastik Menjadi Kerajinan Tangan
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan
plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya
dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik
dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang
(recycle). Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya
dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu
limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam
bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus
homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk
mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui
tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan
zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
32
Seperti diketahui plastik merupakan bahan kebutuhan yang banyak
dipergunakan dalam kehidupan manusia modern. Akan tetapi sisa sampah
plastik menjadi permasalahan tersendiri bagi kehidupan. Solusinya adalah
dengan mengurangi penggunaan bahan yang berasal dari plastik atau mendaur
ulang sampah plastik menjadi barang yang bermanfaat. Sampah plastik bisa
diolah menjadi aneka kerajinan yang memiliki potensi ekonomi yang cukup
baik. Peluang usaha kerajinan sampah plastik ini disamping mendatangkan
keuntungan juga dapat mengurangi polusi akibat sampah plastik.
Langkah awal mengolah sampah plastik menjadi kerajinan adalah
memisahkan sampah kering dan sampah basah. Selanjutnya sampah kering
seperti bungkus minuman ringan seperti kopi, susu dan mi instan dibersihkan.
Setelah itu plastik-plastik yang telah dicuci sampai bersih dan dikeringkan.
Setelah melalui tahap pembersihan, sampah plastik tersebut
kemudian dipotong-potong mengikuti pola barang kerajinan yang akan dibuat.
Pola bisa digambar pada kertas terlebih dahulu kemudian digunting mengikuti
gambar yang telah dibuat. Pola dapat disesuaikan dengan kreasi dan barang yang
diinginkan (www.peniwidihastuti.blogspot.co.id).
Sampah plastik yang berupa bungkus detergent, bungkus makanan atau
kantung plastik dapat disulap menjadi berbagai barang yang berguna, seperti tas,
dompet, payung, dan sandal. Sedangkan untuk botol plastik dapat dikreasikan
menjadi vas bunga, hiasan dinding, kincir angin mainan, hiasan pintu, gelang,
toples, bunga hias, celengan, berbagai mainan dan lain sebagainya. Kerajinan
dari sampah plastik yang sesuai untuk anak-anak adalah kerajinan tangan yang
mudah cara pembuatannya, selain itu memiliki bentuk yang menarik. Elemen
33
tambahan yang bersifat dekoratif dapat di aplikasikan, seperti manik-manik,
pita, karakter buatan dari kain flannel, potongan-potongan kain perca dan kertas,
bunga palsu dan lain-lain. Selain itu diperlukan memilih bahan yang aman untuk
anak-anak, serta adanya pengawasan langsung orang dewasa khususnya orang
tua untuk mendampingi dan membimbing anak-anak saat melaksanakan
aktivitas ini. Selain memberikan contoh kerajinan tangan anak-anak juga
dibebaskan untuk mengkreasikannya sesuai yang mereka suka. Dengan
demikian kegiatan ini dapat mengasah kreativitas anak.